Makalah Manajemen Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA (PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI PENGUNGSIAN) Dosen pengampu: Iskandar Arfan SKM, M.KES (EPID)



DISUSUN OLEH: MAHENDRA



181510143



MAULIDIANSYAH



181510106



ANGGA SAPUTRA



181510144



HENDRA



181510111



FAKULTAS ULMU KESEHATAN PRODI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur selalu kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan dengan judul “PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI PENGUNGSIAN” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang dosen berikan pada mata kuliah manajemen bencana. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagaimana Cara menanggulangi masyarakat saat terjadi bemcana di lokasi pengungsian. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada bapak Iskandar Arfan selaku dosen pengampu yang telah memberikan mata kuliah ini. Sehingga dapat menmbah wawasan dan pengetahuan untuk kami. Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada atas semua pihak yang terkait sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu dimohon kritik dan saran yang membangun bagi para pembaca demi kesempurnaan makalah kedepannya.



Hormat Kami



Penulis



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar .....................................................................................



i



Daftar Isi ................................................................................................



ii



Bab I (Pendahuluan) .............................................................................



1



1.1 Latar Belakang .............................................................................



1



1.2 Tujuan ..........................................................................................



1



1.3 Batasan Masalah ..........................................................................



1



Bab II (Pembahasan) ............................................................................



2



2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan ..............................................



2



2.2 Landasan Hukum Kesehatan Lingkungan Di Pengungsian ........



2



2.3 Pelayanan Kesehatan Di pengungsian .........................................



3



2.3.1 Pelayanan kesehatan dasar dipengungsian ..........................



3



2.3.2 Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular .............



4



2.3.3 Menjamin pelayanan kesehatan bagi pngungsi ...................



5



2.3.4 Pengawasan dan pengendalian penyakit .............................



5



2.3.5 Air Bersih Dan Sanitasi .......................................................



5



Bab III (Penutup) ..................................................................................



10



3.1 Kesimpulan ..................................................................................



10



3.2 Saran ............................................................................................



10



Daftar Pustaka.......................................................................................



11



ii



BAB I (PENDAHULUAN)



1.1



Latar Belakang



Kondisi bencana alam kerap menimbulkan permasalahan lingkungan seperti lingkungan yang tidak higenis, persediaan air yang terbatas, dan jamban yang tidak layak. Kondisi tersebut menyebabkan korban bencana lebih rentan untuk mengalami berbagai penyakit bahkan kematian. Dengan demikian, sanitasi merupakan salah satu kebutuhan vital pada tahap awal terjadinya bencana (The Sphere Project, 2011; Tekeli-Yesil, 2006) .Hal itu terjadi pada berbagai bencana alam yang melanda berbagai belahan dunia, termasukIndonesia. Seperti bencana gempa dan tsunami di Indonesia pada akhir 2006 lalu diikuti beberapa permasalahan terkait kesehatan lingkungan dan sanitasi. Menurut Widayatun (2013) permasalahan tersebut tidak secara mudah dan cepat diselesaikan karena keterbatasan sarana dan prasarana, distribusi dan akses yang tidak merata, privasi dari para korban bencana (khususnya perempuan) dan juga kurangnya kesadaran dan perilaku masyarakat terkait sanitasi pada kondisi darurat bencana. Kebijakan dalam bidang sanitasi saat penanganan pengungsi adalah mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungan yang ada di tempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan kecukupan air bersih. Air ditempat pengungsian harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan dasar seperti minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi, dan rumah tangga Dari segi sanitasi, masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dengan jarak yang tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat. Masyarakat juga harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. 1.2



Tujuan



Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peran pelayanan kesehatan Lingkungan pada pengungsian pasca bencana 1.3



Batasan Masalah



Makalah Ini membahas tentang peran pelayanan kesehatan lingkungan pada pengunsian saat terjadi bencana



1



BAB II (PEMBAHASAN)



2.1



Pengertian Kesehatan lingkungan



Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dan seni dalam mencapai keseimbangan antara lingkungan dan manusia, ilmu dan juga seni dalam pengelolaan lingkungan sehingga dapat tercapai kondisi yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari gangguan berbagai macam penyakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman/berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat umum. Menurut, Slamet Riyadi Ilmu Kesehatan Lingkungan adalah bagian integral dari ilmu kesehatan masyarakat yang khusus mempelajari dan menangani hubungan manusia dengan lingkungannya dalam keseimbangan ekologi dengan tujuan membina & meningkatkan derajat kesehatan maupun kehidupan sehat yang optimal. WHO (World Health Organization) Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia & lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia Pelayanan kesehatan lingkungan ditempat pengungsian korban bencana adalah berkaitan dengan “Water and Sanitation” yaitu penyediaan air bersih, sarana pembuangan tinja, pengelolaan dan pembuangan sampah, pengendalian vector, dan sarana tempat penampungan pengungsi (Shelter) Berdsarkan peraturan pemerintah No. 66 Tahun 2014 Tentang kesehatan lingkungan menyatakan bahwa, kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan, untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik,kimia, biologi maupun social. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana (UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana)



2.2



Landasan Hukum Kesehatan Lingkungan Pada Pengungsian



Sebagai landasan hukum yang dapat menjadi acuan dan legal formal kegiatan dan keterlibatan sebagai tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana dapat diuraikan sebagai beriut: 1. UU. No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No 5063) 2



2. UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana 3. UU No 39 Tahun 2008 tentang kementerian Negara( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana 5. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193 6. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan 7. Kepmenkes No 145 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan 8. Peraturan Menteri Kesehatan No 374/Menkes/Per/III/2010 Tentang pengendalian vector 9. Peraturan Menteri Kesehatan No 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang persyaratan Kualitas Air Minum



2.3



Pelayanan Kesehatan Di Pengungsian 2.3.1



Pelayanan Kesehatan dasar di pengungsian



Apapun pola pengungsian yang ada akibat bencana tetap menimbulkan masalah kesehatan. Masalah kesehatan berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menyebabkan perkembangan beberapa penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga memengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi seseorang serta akan memperberat proses terjadinya penurunan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit. Dalam pemberian pelayanan kesehatan di pengungsian sering tidak memadai akibat dari tidak memadainya fasilitas kesehatan, jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan Pelayanan kesehatan dasar yang diperlukan pengungsi meliputi: 1.



Pelayanan pengobatan



Bila pola pengungsian terkonsentrasi di barak-barak atau tempat-tempat umum, pelayanan pengobatan dilakukan dilokasi pengungsian dengan membuat pos pengobatan. Pelayanan pengobatan dilakukan di Puskesmas bila fasilitas kesehatan tersebut masih berfungsi dan pola pengungsianya tersebar berada di tenda-tenda kanan kiri rumah pengungsi. 2.



Pelayanan imunisasi



Bagi pengungsi khususnya anak-anak, dilakukan vaksinasi campak tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Adapun kegiatan vaksinasi lainnya tetap dilakukan sesuai program untuk melindungi kelompokkelompok rentan dalam pengungsian. 3



Pelayanan kesehatan ibu dan anak Kegiatan yang harus dilaksanakan adalah: 3



   4.



Kesehatan Ibu dan Anak (pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan pasca-keguguran) Keluarga berencana (KB) Deteksi dini dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS



Pelayanan gizi



Tujuannya meningkatkan status gizi bagi ibu hamil dan balita melalui pemberian makanan optimal. Setelah dilakukan identifikasi terhadap kelompok bumil dan balita, petugas kesehatan menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi.Pada bayi tidak diperkenan diberikan susu formula, kecuali bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya, ibu bayi dalam keadaan sakit berat. 5



Pemberantasan penyakit menular dan pengendalian vector



Beberapa jenis penyakit yang sering timbul di pengungsian dan memerlukan tindakan pencegahan karena berpotensi menjadi KLB antara lain: campak, diare, cacar, malaria, varicella, ISPA, tetanus. Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida, serta pengawasan makanan dan minuman 6.



Pelayanan kesehatan jiwa



Pelayanan kesehatan jiwa di pos kesehatan diperlukan bagi korban bencana, umumnya dimulai pada hari ke-2 setelah kejadian bencana. Bagi korban bencana yang memerlukan pertolongan pelayanan kesehatan jiwa dapat dilayani di pos kesehatan untuk kasus kejiwaan ringan. Sedangkan untuk kasus berat harus dirujuk ke Rumah Sakit terdekat yang melayani kesehatan jiwa. 7.



Pelayanan promosi kesehatan



Kegiatan promosi kesehatan bagi para pengungsi diarahkan untuk membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat. Kegiatan ini mencakup: ▪ Kebersihan diri ▪ Pengolahan makanan ▪ Pengolahan air minum bersih dan aman ▪ Perawatan kesehatan ibu hamil (pemeriksaan rutin, imunisasi) 2.3.2



Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular ▪



Vaksinasi



Sebagai prioritas pada situasi pengungsian, bagi semua anak usia 6 bulan –15 tahun menerima vaksin campak dan vitamin A dengan dosis yang tepat. ▪



Masalah umum kesehatan di pengungsian



Beberapa jenis penyakit yang sering timbul di pengungsian memerlukan tindakan pencegahan. Contoh penyakit tersebut antara lain, diare, cacar, 4



penyakit pernafasan, malaria, meningitis, tuberkulosa, tifoid, cacingan, scabies, xeropthal-mia, anemia, tetanus, hepatitis, IMS/HIV-AIDS ▪



Manajemen kasus



Semua anak yang terkena penyakit menular selayaknya dirawat agar terhindar dari risiko penularan termasuk kematian. ▪



Surveilans



Dilakukan terhadap beberapa penyakit menular dan bila menemukan kasus penyakit menular, semua pihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian, harus melaporkan kepada Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab pemantauan dan pengendalian 2.3.3. Menjamin Pelayanan Kesehatan Bagi Pengungsi Apabila kamp penampungan diatur dengan baik dan memiliki sanitasi, air dan suplai makanan standar yang cukup, kondisi kesehatan dapat disamakan dengan populasi pada umumnya. Pelayanan kesehatan dapat disediakan dengan menugaskan relawan dan pekerja kesehatan pemerintah yang berada di pengungsian atau meluaskan kapasitas dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Fokus dari pelayanan kesehatan harus tertuju kepada pencegahan penyakit menular yang spesifik dan pengadaan sistem informasi kesehatan 2.3.4. Pengawasan dan Pengendalian Penyakit Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian besar, mengingat potensi munculnya KLB penyakit menular pada periode paska bencana yang besar sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penularan bahkan KLB penyakit. Upaya pemberantasan penyakit menular pada umumnya diselenggarakan untuk mencegah KLB penyakit menular pada periode pascabencana. Selain itu, upaya tersebut juga bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit menular yang perlu diwaspadai pada kejadian bencana dan pengungsian, melaksanakan langkah-langkah upaya pemberantasan penyakit menular, dan melaksanakan upaya pencegahan kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular. 2.3.5 Air bersih dan sanitaasi A.



Air Bersih Seperti diketahui air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan, demikian juga dengan masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air bersih yang memadai untuk memelihara kesehatannya. Bilamana air bersih dan sarana sanitasi telah tersedia, perlu dilakukan upaya pengawasan dan perbaikan kualitas air bersih dan sarana sanitasi. Pada tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan meningkatkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan penyakit menular lainnya. Tujuan utama perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah timbulnya risiko kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan 5



1)



Standar minimum kebutuhan air bersih Prioritas pada hari pertama/awal kejadian bencana atau pengungsian kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi pengungsi adalah 5 liter/orang/hari. Jumlah ini dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal, seperti masak, makan dan minum. Pada hari kedua dan seterusnya harus segera diupayakan untuk meningkatkan volume air sampai sekurang kurangnya 15–20 liter/orang/ hari. Volume sebesar ini diperlukan untuk meme‐nuhi kebutuhan minum, masak, mandi dan mencuci. Bilamana hal ini tidak terpenuhi, sangat besar potensi risiko terjadinya penularan penyakit, terutama penyakt penyakit berbasis lingkungan



2)



Sumber air bersih dan pengolahannya Bila sumber air bersih yang digunakan untuk pengungsi berasal dari air permukaan (sungai, danau, laut,dan lain‐lain), sumur gali, sumur bor, mata air dan sebagainya, perlu segera dilakukan pengamanan terhadap sumber‐sumber air tersebut dari kemungkinan terjadinya pencemaran, misalnya dengan melakukan pemagaran ataupun pemasangan papan pengumuman dan dilakukan perbaikan kualitasnya. Bila sumber air diperoleh dari PDAM atau sumber lain yang cukup jauh dengan tempat pengungsian, harus dilakukan pengangkutan dengan menggunakan mobil tangki air. Untuk pengolahan dapat menggunakan alat penyuling air (water purifier/water treatment plant)



3).



Beberapa cara pendistribusian air bersih berdasarkan sumbernya Pendistribusian air permukaan (sungai dan danau) diperlukan pompa untuk memompa air ke tempat pengolahan air dan kemudian ke tangki penampungan air di tempat penampungan pengungsi. Pendistribusian sumur gali bilamana diperlukan dapat dipasang pompa untuk menyalurkan air ke tangki penampungan air. Apabila menggunakan Sumur Pompa Tangan (SPT) bila lokasinya agak jauh dari tempat penampungan pengungsi harus disediakan alat pengangkut seperti gerobak air dan sebagainya



4)



Tangki penampungan air bersih di tempat pengungsian Tempat penampungan air di lokasi pengungsi dapat berupa tangki air yang dilengkapi dengan kran air. Untuk mencegah terjadinya antrian yang panjang dari pengungsi yang akan mengambil air, perlu diperhatikan jarak tangki air dari tenda pengungsi minimum 30 meter dan maksimum 500 meter. Untuk keperluan penampungan air bagi kepentingan sehari hari keluarga pengungsi, sebaiknya setiap keluarga pengungsi disediakan tempat penampungan air keluarga dalam bentuk ember atau jerigen volume 20 liter



6



5)



Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih Pada situasi bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang sudah memenuhi persyaratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis, perlu dilakukan:     



b.



buang atau singkirkan bahan pencemar; lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan air yang ada cukup tinggi; lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan bahan bahan desinfektan untuk air; periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM; lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik‐titik distribusi



Pembuangan kotoran Jika tidak terjadi pengungsian tetapi sarana yang ada tergenang air sehingga tidak dapat digunakan, maka harus disediakan jamban mobile atau jamban kolektif darurat dengan memanfaatkan drum atau bahan lain. Pada saat terjadi pengungsian maka langkah langkah yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh jamban yang sederhana dan dapat disediakan dengan cepat adalah Jamban dengan galian parit, jamban kolektif (jamban jamak), Jamban kolektif dengan menggunakan drum bekas dan Jamban mobile (dapat dikuras). Untuk jamban mobile pemeliharaan dan pemanfaatannya, dilakukan kerjasama antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kebersihan/Dinas Pekerjaan Umumn, terutama dalam pengurasan jamban bilamana perlu. Pada awal pengungsian 1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org 2) Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan jamban darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20 orang. Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi disarankan: 1. ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita; 2. lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30 meter dari sumber air 3. jarak minimal antara jamban terhadap lokasi sarana air bersih 10 meter; 4. konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat, kecoa dan binatang pengganggu lainnya. Selain itu juga harus mempertimbangkan tinggi permukaan air tanah, musim, dan komposisi tanah; 5. pembuatan jamban harus disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, kepercayaan dan kebiasaan dari para pengungsi dengan memperhatikan Jumlah pengungsi dan penyebarannya juga ketersediaan material lokal.



7



c.



Sanitasi pengelolaan sampah Komposisi sampah di tempat pengungsian pada umumnya terdiri dari sampah yang dihasilkan oleh pengungsi (domestic waste) dan kegiatan pelayanan kesehatan (medical waste). Pengelolaan sampah di tempat penampungan pengungsi harus mendapat perhatian dari semua pihak, mengingat risiko yang dapat ditimbulkannya bilamana tidak dikelola dengan baik seperti munculnya lalat, tikus, bau, serta dapat mencemari sumber/persediaan air bersih yang ada. Dalam pengelolaan sampah di pengungsian, harus dilakukan kerjasama antara pengungsi,dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kebersihan kabupaten/kota untuk proses pengumpulan dan pengangkutan ke tempat pembuangan akhir sampah. Kegiatan yang dilakukan dalam upaya sanitasi pengelolaan sampah, antara lain: 1) Pengumpulan sampah; a) sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah keluarga atau sekelompok keluarga; b) disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau untuk itu dapat digunakan potongan drum atau kantung plastic sampah ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga; c) penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat hunian; d) sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3(tiga) hari harus sudah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau tempat pengumpulan sementara 2) Pengangkutan sampah; Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan gerobak sampah atau dengan truk pengangkut sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir. 3)



Pembuangan akhir sampah;



Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian atau parit dengan ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan panjang 1 meter untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi pembuangan akhir harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air 10 meter. 4)



Pengawasan dan pengendalian vektor.



Berbagai jenis vektor seperti lalat, tikus serta nyamuk dapat berkembang dari pengelolaan sampah yang tidak tepat di lokasi pengungsi. Upaya yang dilakukan berupa: a) b) c) d)



pembuangan sampah/sisa makanan dengan baik; bilamana diperlukan dapat menggunakan insektisida; tetap menjaga kebersihan individu selama berada di lokasi pengungsi; penyediaan sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan pembuangan sampah yang baik. 8



d.



Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman Dalam pengelolaan makanan dan minuman pada bencana (untuk konsumsi orang banyak), harus memperhatikan kaedah hygiene sanitasi makanan dan minuman, untuk menghindari terjadinya penyakit bawaan makanan termasuk diare, disentri, korela, hepatitis A dan tifoid, atau keracunan makanan dan minuman



9



BAB III (PENUTUP)



3.1



Kesimpulan



Bencana alam yang disertai dengan pengungsian seringkali menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka yang termasuk dalam kelompok rentan. Permasalahan kesehatan akibat bencana beragam, termasuk meningkatnya potensi kejadian penyakit menular maupun penyakit tidak menular, permasalahan kesehatan lingkungan dan sanitasi. Kondisi dapat menjadi lebih buruk antara lain dikarenakan pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering tidak memadai. Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional. Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara lain hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana. Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta kebutuhan dasar kesehatan.



10



DAFTAR PUSTAKA



http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/21/15 https://www.slideshare.net/adelinahutauruk7/peraturan-pemerintah-no-66-tentang-k http://www.searo.who.int/indonesia/documents/ermpub-technicalguidelines.pdf http://kesling.poltekkes-mks.ac.id/pengertian-kesehatan-lingkungan-dan-menurutpara-ahli/ http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/penanganan krisis/buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf



11