Makalah Nasikh Mansukh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nasikh Mansukh (Pengertian, Contoh-contoh, dan Kontroversi)



Disusun Oleh: Faridatuz Zakiyah F14224254



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag



JURUSAN EKONOMI SYARIAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2014



BAB I PENDAHULUAN Al-Qur’an merupakan peringatan kepada seluruh alam, yang berisi petunjuk bagi tercapainya kebahagiaan kepada orang yang percaya kepadanya. Hal itu termaktub dalam QS. Al-Furqon ayat 1, yang artinya Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.1 Keberadaan Al-Qur’an adalah sebagai hudan (petunjuk), yang didalamnya terdapat hukum-hukum bagi kehidupan manusia. Manusia tidak akan tersesat jika dapat menjadikannya pedoman dan petunjuk dalam kehidupannya. Allah berfirman dalam surat al-Jin ayat 13 yang artinya sebagai berikut:2 Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan Al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji oleh kalangan umat Islam maupun luar Islam (orientalis). Salah satu kajian yang masih diperdebatkan adalah nasikh dan mansukh, atau penghapusan ayat al-Qur’an. Ada banyak argumentasi yang berbeda dari beberapa kelompok yang memperdebatkan persoalan tersebut. Perdebatan berbagai persoalan seputar nasikh dan mansukh tersebut mencakup beberapa hal seperti pengertian, pembagian, contoh-contoh, kontroversi, dan hikmah adanya nasikh-mansukh. Nasikh-Mansukh ini merupakan bagian penting dari bahasan ulumul Qur’an, melihat tuntutan kebutuhan setiap umat berbeda satu dengan yang lain dan berbeda pula kebutuhan pada zaman dahulu dengan zaman sekarang. Menurut Djalal, pembahasan nasikh-mansukh ini menyangkut berbagai masalah rumit ynag menjadi pangkal perselisihan dari para ulama, ahli ushul fiqih, ahli tafsir, dan sebagainya. Oleh karena itu, mempelajari nasikh mansukh sangat bermanfaat agar pengetahuan tentang al-Qur’an tidak menjadi kacau dan kabur. Dengan mengulas nasikh-mansukh pula, maka sejarah pen-syariat-an hukum-hukum Islam dan rahasia-rahasianya dapat terungkap. Tujuan akhirnya adalah dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hukum-hukum syariat Islam dan mengetahui hikmah dibalik penghapusan (nasakh) ayat tersebut. 3



1 Al Furqan (25) : 1 2 Al-Jin (72) : 13 3 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 131



2



BAB II PEMBAHASAN Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi firman-firman Allah dan memiliki satu kesatuan yang utuh. Hal itu berarti, tidak ada pertentangan antara satu kata dengan kata lainnya, seperti dalam ayat berikut:



‫ج‬ ‫قريجءا ننن وجل جوي ج‬ ‫ن ٱلي د‬ ‫مني ه‬ ‫دوا ا فهيييهه‬ ‫ن ه‬ ‫جيي د‬ ‫عند ه غ جييره ٱلل لييهه ل جوج ج‬ ‫كا ج‬ ‫أفججل ي جت جد جب لدرو ج‬ ٨٢ ‫را‬ ‫ٱخيت هل لج ر‬4 ‫فا ك جهثي ر‬



Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Satu ayat dengan lainnya saling menjelaskan, yufassiru ba’duhu ba’dho. Namun, secara historis manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan baru yang memunculkan syariah (hukum) baru. Hal tersebut ditujukan untuk kemashlahatan bersama (mashlahah al-ammah). Sehingga, ada beberapa teks yang di nasikh dengan sengaja untuk kemashlahatan. Berikut ayat-ayat yang terdapat kata naskh:



‫ج‬ ‫خت هجها‬ ‫وا نحح وجفهييي ن د سي ج‬ ‫ب أج ج‬ ‫ت ج‬ ‫ضيي د‬ ‫سييى ٱليغج ج‬ ‫مو ج‬ ‫ما ج‬ ‫عن م‬ ‫سك ج ج‬ ‫وجل ج ل‬ ‫خييذ ج ٱليأ لي ج‬ ١٥٤ ‫ن‬ ‫مةة ل بل ل ه‬ ‫ن هدمي ل هجرب بههمي ي جريهجدبو ج‬ ‫هد ر‬5 ‫دى وججرحي ج‬ ‫ذي ج‬



Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kata “nuskhatiha” dapat diartikan sebagai salinan atau prasasti/tulisan.6



‫ما د‬ ‫ذا ك هت لجب دجنا جينط هقد ع جل ج يي د‬ ‫س د‬ ‫هلج ج‬ ‫ن‬ ‫ح ققن إ هلنا ك دلنا ن جسيجتن ه‬ ‫مدلييو ج‬ ‫كم ب هٱلي ج‬ ‫كنت دمي ت جعي ج‬ ‫خ ج‬ 7



٢٩



(Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan" Kata “nastansikhu” berarti menulis penjelasan (mencatat).8



‫ج‬ ‫من قجبيل ه ج‬ ‫ي إ هلل إ ه ج‬ ‫قييى‬ ‫ى أ جلي ج‬ ‫ك ه‬ ‫سليجنا ه‬ ‫من لر د‬ ‫ما أري ج‬ ‫ذا ت ج ج‬ ‫وج ج‬ ‫سييولل وججل ن جب هيي ي‬ ‫من ليي ىل‬ ‫د‬ ‫قي ٱل ل‬ ‫س د‬ ‫ٱل ل‬ ‫م‬ ‫م ي دحي ه‬ ‫ما ي دلي ه‬ ‫ي أمين هي لت هههۦ فججين ج‬ ‫كيي د‬ ‫ن ثد ل‬ ‫ه ج‬ ‫خ ٱلل ل د‬ ‫شييط لج د‬ ‫ن فه ى‬ ‫شييط لج د‬ 9 ٥٢ ‫كيةم‬ ‫ح ه‬ ‫م ج‬ ‫ه ع جهلي م‬ ‫ه جءاي لجت هههۦۦ وجٱلل ل د‬ ‫ٱل ل ل د‬



Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.



‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫م ي‬ ‫س ي‬ ‫ت به ج‬ ‫منيجها أوي ه‬ ‫سجها ن جأي ه‬ ‫ن جءاي جةة أوي دنن ه‬ ‫خ ه‬ ‫مثيل ههجاۦ أل جمي ت جعيل جييمي أ ل‬ ‫ما جنن ج‬ ‫خييلر ب‬ ‫ج‬ 10 ‫ج‬ ‫ل‬ ‫د‬ ‫ىك ب‬ ‫ل ج‬ ١٠٦ ‫ر‬ ‫شييلء قج ه‬ ‫ٱلل ج‬ ‫دي م‬ ‫ه ع جل ل‬



Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.



4 An-Nisa’ (4) : 82 5 Al-A’raf (7) : 154 6 Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 37 7 Al-Jathiyah (45) : 29 8 Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 37 9 Al-Hajj (22) : 52 10 Al-Baqarah (2) : 106



3



A;



Pengertian Nasikh-Mansukh Secara etimologis, menurut Shihab kata naskh mengandung arti pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan dan lain-lain.11 Sedangkan Subhiy ash-Shalih, jika merujuk pada beberapa ayat al-Qur’an pengertian nasikh ada empat.12 Pertama, nasikh yang diartikan izalah atau penghilangan. Pengertian tersebut diambil dengan merujuk pada ayat berikut;



‫شييط لج‬ ‫قي ٱل ل‬ ‫س د‬ ...‫ه جءاي لجت هههۦۦ‬ ‫ما ي دلي ه‬ ‫فججين ج‬ ‫م ٱ لل ل د‬ ‫م ي دحيك ه د‬ ‫ن ثد ل‬ ‫ه ج‬ ‫خ ٱلل ل د‬ ‫د‬ 13 ...



“Allah menghilangkan apa yang dimansukhkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya” Kedua, nasikh yang diartikan pergantian (tabdil). Pengertian tersebut merujuk pada ayat,



‫كان جءايلة وٱلل ل ج‬ ‫ما ي دن جبز د‬ ‫وجإ ه ج‬ ١٠١ .... ‫ل‬ ‫ذا ب جد لليجنا جءاي ج ر‬ ‫م ج ج‬ ‫م به ج‬ ‫ه أعيل ج د‬ ‫ج ج د‬ ‫ة ل‬



14



“dan apabila Kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkanNya” Ketiga, nasikh diartikan at-tahwil sebagai tanasukh al-mawarits, yaitu pemindahan warisan dari satu orang kepada orang lain. Keempat, nasikh yang diartikan sebagai al-naql (menukil atau memindahkan).15 Tidak ada contoh dalam al-Qur’an yang berisi kata nasakh yang berarti pindah. Sebab, hanya ada empat kata dalam al-Qur’an yang memuat kata nasakh tetapi tidak ada yang berarti pindah.16 Secara terminologis, menurut Subhiy Ash-Shalih, nasikh adalah raf’u al-hukmi al-syar’i bi ad-dalili al-syar’i, artinya mencabut (mengangkat) hukum syar’i dengan dalil syar’i pula.17 Sedangkan menurut Manna’ alQaththan, pengertian nasikh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain. Tetapi penghapusan ini tidak termasuk al-bara’ah al-ashliyah (asli), kecuali yang disebabkan mati, gila atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.18 Al-Syatibi dalam Quraish Shihab, membatasi nasikh ini pada empat hal; pertama, pembatalan sebuah hukum yang terdahulu, karena adanya penetapan hukum setelahnya. Kedua, pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus setelahnya. Ketiga, adanya penjelasan yang datang sesudah ditetapkannya sebuah hukum, tetapi masih samar. Keempat, penetapan syarat hukum terdahulu terhadap hukum yang belum bersyarat. Namun, batasan tersebut terlalu luas sehingga tidak jelas antara yang dikhususkan dan yang umum. Menurut Quraish Shihab, ada batasan nasikh yang lebih sempit, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang datang kemudian membatalkan atau mencabut atau dapat menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum sebelumnya.19 Menurut Djalal, definisi nasakh secara lengkap adalah sebagai berikut:20



11 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 143 12 Subhiy al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain, 1988) hlm. 259260, Lihat juga Jalaluddin As-Syuyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Jilid II (Beirut: Dar al-Nafa’is, 1990), hlm. 136 13 Al-Hajj (22) : 52 14 An-Nahl (16) : 101 15 Subhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,...... hlm. 261 16 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 107 17 Subhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,..... hlm. 261 18 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Muwassah, 1983) hlm. 232 19 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 144 20 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm 111



4



‫النسخ رفع الحكم الشللرعى بللدليل شللرعى مللع الللتراخى علللى‬ ‫لوجه لول ه لكان الحكم اللول ثابتا‬ Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak dengan adanya tenggang waktu, catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama itu akan tetap berlaku. Contohnya seperti berikut:



‫ج‬ ‫سييو ج‬ ‫من دوىا ا إ ه ج‬ ‫ن جييد جيي‬ ‫ل فج ج‬ ‫ي ىجلأي مجها ٱل ل ه‬ ‫ذا ن لج ج‬ ‫م ٱللر د‬ ‫قيد ب د‬ ‫جييت د د‬ ‫ن جءا ج‬ ‫موا ا ب ج يي ج‬ ‫ذي ج‬ ‫صد جقج ةةن ذ لجل ه ج‬ ١٢ ‫خييةر ل لك دمي وجأ جطيهج ر نر‬ ‫ك ج‬ ‫ ن ججيوجى لك دمي ج‬21



Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Di nasakh oleh ayat berikut:



‫تن فجإذي ل جمي ت جفيعجدلوا ا‬ ‫فقيت دمي جأن ت د ج‬ ‫جءأ جشي ج‬ ‫صد جقلج ل‬ ‫قد ب د‬ ‫ن ي جد جيي ن ججيوجى لك دمي ج‬ ‫موا ا ج ب جيي ج‬ ‫ه‬ ‫ج‬ ‫طيدعوا ا‬ ‫صل جولة ج وججءادتوا ا ٱللزك جولة ج وجأ ه‬ ‫وججتا ج‬ ‫ه ع جل جييك دمي فجأهقي د‬ ‫ب ٱلل ل د‬ ‫موا ا ٱل ل‬ 22 ١٣ ‫ن‬ ‫ه ج‬ ‫مدلو ج‬ ‫ه وججر د‬ ‫ما ت جعي ج‬ ‫خهبي ررر ب ه ج‬ ‫هۥن وجٱلل ل د‬ ‫سول ج د‬ ‫ٱلل ل ج‬



Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Nasakh tersebut untuk kemashlahatan bersama, karena ayat sebelumnya mewajibkan sedekah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Nabi SAW. Kemudian ayat setelahnya me-nasakh atau mengganti ketentuan yang baru, yaitu penghapusan sedekah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Rasul. Penghapusan ayat tersebut bertujuan untuk meringankan beban/kewajiban umat Islam yang memberatkan, yaitu mengeluarkan sedekah setiap berbicara dengan Nabi SAW. Pengertian mansukh Quraish Shihab adalah yang dibatalkan, dihapus, dan dipindahkan.23 Menurut Djalal, mansukh secara bahasa berarti yang dihapus/ dihilangkan/ dipindah/ disalin/ dinukil. Menurut istilah para ulama, mansukh adalah hukum syarak yang diambil dari dalil syarak yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syarak baru yang datang kemudian.24 Mansukh menurut Qaththan, hukum yang dihilangkan, ayat mawarits contohnya, yaitu menghapus hukum wasiat orang tua dan kerabat terdekat.25 Djalal mengatakan sebenarnya ilmu nasikh dan mansukh ini adalah ilmu nasakhi, yaitu ilmu yang membahas ihwal penasakhan (penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan hukum al-Qur’an.26



B;



Pembagian Nasakh27 1; Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an Nasakh yang pertama ini telah disepakati oleh seluruh orang yang menyetujui nasakh mengenai kebolehannya.28 Contohnya, kasus hukum



21 Al-Mujadilah (58) : 12 22 Al-Mujadilah (58) : 13 23 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 143 24 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 122 25 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,.....hlm. 232 26 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 105 27 Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 28 28 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141, lihat juga Subhiy Ash-Sholih dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 1988), hlm. 262



5



iddah (masa tenggang) bagi seorang janda yang semula satu tahun, tertera pada ayat berikut:



‫وٱل لذين يتوفلوين منك دمي ويذ جرو ج‬ ‫صييي ل ر ج‬ ‫جههييم‬ ‫جا وج ه‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫ة بلزيولج ه‬ ‫ج ه ج دج ج‬ 29 ‫ج‬ ٢٤٠ ‫ج‬ ‫ل غ جييجر إ هخيجرا ل ن‬ ‫مت لجععا إ هلى ٱلي ج‬ ‫ل‬ ‫حوي ه‬



Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat berikut:



‫وٱل ليييذين يتوفليييوين منك ديييمي وييييذ جرو ج‬ ‫ن‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫جيييا ي جت ججرب ل صي ج‬ ‫ه ج دج ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ 30 ٢٣٤ ‫راح‬ ‫ب هأن د‬ ‫ن أريب جعج ج‬ ‫ف ه‬ ‫ة أشيهدلر وجع جشي ر‬ ‫سهه ل‬



Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. 2; Nasakh Al-Qur’an dengan as-Sunnah Ada perbedaan pendapat pada nasakh model ini, adapun Imam Syafi’i menolaknya, hal tersebut tertulis dalam risalahnya. Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa mereka kurang setuju dengan pendapat Syafi’i, sebab keagungan al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan satu kesatuan yang diturunkan oleh Allah SWT dan tidak ada pertentangan pada keduanya, namun jika ada pertentangan pada salah satu dari keduanya maka harus di nasakh.31 Ada sebagian kelompok Imam Ahmad dan Ahli Dzahir yang menolaknya juga, alasannya adalah tingkat kedudukan al-Sunnah yang tidak sebanding dengan Al-Qur’an. Sedangkan Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad memperbolehkannya, dengan alasan as-Sunnah itu juga wahyu (artinya Nabi memberikan hukum juga setelah mendapat wahyu dari Allah. Sesuatu yang dilakukan Nabi SAW juga bukan merupakan hawa nafsu.32 Ada beberapa problem dalam bagian nasikh ini, sebagian besar ulama menolaknya, mereka mengatakan bahwa tidak masuk akal jika ayat Al-Qur’an dihapus oleh al-Sunnah. Diriwayatkan oleh Abu Musa alHafidz bahwa Yahya ibn Katsir mengatakan bahwa al-Sunnah dapat diganti oleh al-Qur’an dan bukan al-Qur’an yang digantikan oleh alSunnah. 33 Djalal dalam Ulumul Qur’an, boleh nasakh model ini, namun nasakh dengan hadits ahad tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama. Hal itu dikarenakan, al-Qur’an datangnya mutawatir dan memberikan faedah yang meyakinkan, sedangkan hadits ahad memberikan faedah yang dzanni (dugaan saja).34 Asy-Syuyuti mengatakan bahwa dibolehkan me-nasakh al_qur’an dengan as-Sunnah karena sesungguhnya as-Sunnah itu juga dari Allah, Allah berfirman:35



29 Al-Baqarah (2) : 240 30 Al-Baqarah (2) : 234 31 Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm. 261, lihat juga Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237 32 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.... hlm 237 33 Ibn Hazm Al-Hamdani, i’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1 (Himsa: Matba’ah Andalus, 1966) hlm. 26 34 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141 35 Jalaluddin Asy-Syuyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar an-Nafa’is, 1990), hlm. 137



6



٣ ‫ن ٱليهجوجىىل‬ ‫وج ج‬ ‫ما جينط هقد ع ج ه‬



36



dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya 3; Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an Penghapusan hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah diganti dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, Jumhur ulama memperbolehkannya. ini Contohnya kebiasaan Nabi mewajibkan puasa pada bulan asy-Syura, hadits riwayat Bukhari-Muslim dari Aisyah r.a: yang artinya “Dari Aisyah, beliau berkata: “Hari Asyura itu adalah wajib berpuasa. Ketika diturunkan (kewajiban berpuasa) bulan Ramadhan, maka ada orang yang mau berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa.” Semula ada kewajiban berpuasan pada bulan asyura, namun kemudian di nasakh setelahnya turun ayat berikut:37



‫ن هد ر ب‬ ‫ن ٱل لذ هيى دأنزه ج‬ ‫ج‬ ‫س‬ ‫ل هفيهه ٱلي د‬ ‫قريجءا د‬ ‫ضا ج‬ ‫م ج‬ ‫شهيدر جر ج‬ ‫دى لللنييا ه‬ ‫م ٱل ل‬ ‫من ج‬ ‫شيهيجر‬ ‫ن ٱليهدد جىل وجٱلي د‬ ‫وجب جي بن لج ل‬ ‫شههد ج ه‬ ‫منك د د‬ ‫فريجقا قنن فج ج‬ ‫ت ب‬ ‫م ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫من ج‬ ‫مييني‬ ‫سيي ج‬ ‫ري ع‬ ‫كا ج‬ ‫ى ج‬ ‫فلر فجعهييد لةة ب‬ ‫ن ج‬ ‫صم ريهح وج ج‬ ‫فجليي ج د‬ ‫م ه‬ ‫ضا أوي ع جليي ل‬ ‫د‬ ‫مٱسسسليعد سسجرسي‬ ‫م ٱليي د سسجر‬ ‫أ جليام ة أ ج‬ ‫سي وججل ي درهيييد د ب هك ديي د‬ ‫ه ب هك د د‬ ‫ريد د ٱلل ل د‬ ‫خ نرۦ ي د ه‬ ‫مدلوا ا ٱليعهد لة ج وجل هت دك جب بدروا ا ٱلل ل ج ج‬ ‫ما هجد جى لك دمي وجل جعجل لك دمي‬ ‫وجل هت دكي ه‬ ‫ى ج‬ ‫ه ع جل ل‬ ١٨٥38 ‫ن‬ ‫ت جشيك ددرو ج‬



(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Akan tetapi Imam Syafi’i menolak ketetapan ini, karena semua yang ditetapkan dalam hadits Nabi tentu sudah didukung oleh al-Qur’an, hal itu berarti ketetapan al-Qur’an tidak bertentangan dengan al-Sunnah atau saling bersinergi.39 4; Nasakh al-Sunnah dengan al-Sunnah Sebagian besar ulama tidak setuju dengan nasakh ini, hal itu dikarenakan Nabi SAW tidak mungkin memberikan syariat untuk umatnya kecuali mendapat petunjuk dan wahyu dari Allah SWT, dan semua yang di sunnahkan Nabi merupakan perkara syariat bukan dari hawa nafsu. Contohnya me-nasakh wudhu yang semula dianjurkan setelah makan sate, kemudian beliau me-nasakh-nya, beliau tidak berwudhu setelah makan sate.40



36 An-Najm (53) : 3 37 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 142, lihat juga Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm 261 38 Al-Baqarah (2) : 185 39 Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an..... hlm 261 40 Ibid., hlm 261-262



7



C;



Makna nasikh-mansukh Ada tiga model Nasakh bagian ini, 41 yaitu: 1; Yang di nasakh tulisan dan hukumnya Yaitu menghapus ayat dan hukumnya sekaligus. Contohnya seperti hadits berikut:



‫ كنا نققرأ‬:‫روي عن أنس بن مالك رضي ال عنه أنه قال‬ ‫على عهد رسول ال صلى ال عليه وسلم سورة تعققدلها‬ ‫ )ولققو أن‬:‫ ما أحفظ منها غيققر آيققة واحققدة‬،‫سورة التوبة‬ ‫ ولققو أن لققه‬،‫لبن آدم واديان من ذهب ل بتغى إليها ثالثا‬ ‫ ول يمل جققوف ابققن آدم إل‬،‫ثالثققا لبتغققى إليهققا رابعققا‬ (‫ ويتوب ال على من تاب‬،‫التراب‬.42 Anas bin Malik RA. mengatakan, ketika kami bertanya pada Nabi SAW firman Allah yang menunjukkan perihal taubat, beliau memberikan satu ayat: seandainya anak Adam mendapati sebuah lembah, maka dia akan meninggalkannya untuk mencari satu lagi seperti itu, dan jika dia memperoleh yang seperti itu lagi untuk kedua, makan dia akan mencarinya lagi untuk yang ketiga, dan tidak ada yang akan memuaskan perut keturunan Adam kecuali debu, tetapi Allah lembut hati (mengampuni) kepada siapapun yang bertaubat. 2; Yang di nasakh tulisannya dan hukumnya tetap Menurut As-Suyuthiy dalam al-Ithqan dan Ibn Hazm dalam anNasikhu wa al-Mansukhu li ibn Hazm, Umar ibnu Khattab mengatakan:43



‫إذا زنيا فرجموهما البتة نكال من ال وال عزيز حكيم‬ Apabila seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Tuhan dan Tuhan maha kuasa lagi bijaksana. Ada beberapa kontroversi dengan ayat tersebut, riwayat Bukhari mengatakan bahwa posisi semula ayat tersebut berada pada surat anNur ayat 24, tetapi terdapat batasan yang jelas mengenai hukuman perbuatan zina tersebut dengan cambukan, sedangkan ayat di atas dengan rajam. 3; Yang di nasakh hukumnya dan tulisannya tetap Yaitu tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada namun hukumnya sudah dihapus dan diganti dengan yang lain. Contohnya, ayat berikut:



‫وٱل لذين يتوفلوين منك دمي ويذ جرو ج‬ ‫صييي ل ر ج‬ ‫جههييم‬ ‫جا وج ه‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫ة بلزيولج ه‬ ‫ج ه ج دج ج‬ 44 ‫ج‬ ٢٤٠ ‫ج‬ ‫ل غ جييجر إ هخيجرا ل ن‬ ‫مت لجععا إ هلى ٱلي ج‬ ‫ل‬ ‫حوي ه‬



Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat berikut:



‫وٱل ليييذين يتوفليييوين منك ديييمي وييييذ جرو ج‬ ‫ن‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫جيييا ي جت ججرب ل صي ج‬ ‫ه ج دج ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ 45 ٢٣٤ ‫ة أشيهدلر وجع جشيرراح‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫د‬ ‫ف‬ ‫أن‬ ‫ب‬ ‫ه ه ل جج ج‬ ‫ه‬



41 Louay Fatoohi, Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 25 42 Al-Bukhari Abi Abdillah, Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22 (Kairo: Matba’ah al-Bahiyah al-Misriyah, 1937), hlm. 207 43 Jaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an......hlm 140 44 Al-Baqarah (2) : 240 45 Al-Baqarah (2) : 234



8



Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. Manna al-Qaththan mengatakan bahwa ada hikmah dibalik penghapusan hukumnya saja namun tulisan dan bacaannnya tetap, yaitu:46 a; Al-Qur’an itu sebagian dibaca untuk diketahui isi hukumnya dan untuk diamalkan, dibaca karena itu firman Tuhan maka akan mendapat pahala. b; Nasakh pada umumnya berguna untuk memberikan keringanan. Karena itu, tidak di-nasakh-kan bacaan ayat untuk mengingatkan nikmat Allah yang memperingan hukuman itu. D;



Ayat-ayat yang Terkena Nasakh dan bebas Nasakh Menurut Syekh Imam Abu al Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidiy alNisaburiy dalam Acep Hermawan, menurunkan ucapannya Abu al-Qasim, bahwa surat-surat al-Qur’an dibagi menjadi empat kelompok:47 Tabel 1 Pembagian surat-surat yang terkena dan bebas Nasakh



pertama



kedua



ketiga



Keempat



surat yang bebas dariSurat yang diSurat yang diSurat yang nasikh-mansukh ada 43dalamnya terdapatdalamnya terdapatmengandung nasikh surat, diantaranya: nasikh tetapi tidakayat-ayat mansukh,dan mansukh 1; Al-Fatihah terdapat mansukhtetapi tidak terdapatberjumlah 25 surat, 2; Yusuf ada enam surah,ayat nasikh, yaitu: 3; Yaasin yaitu: diantaranya: 1; Al-Baqarah 4; Al-Hujurat 1; Al-Fath 1; Al-An’am 2; Ali ‘Imran 5; Al-Rahman 2; Al-Hasyr 2; Al-A’raf 3; An-Nisa 6; Al-Hadid 3; Al-Munafiqun 3; Yunus 4; Al-Maidah 7; Al-Shaf 4; At-Taghabun 4; Hud 5; Al-Anfal 8; Al-Jumu’ah 5; Al-Thalaq 5; Al-Ra’d 6; At-Taubah 9; At-Tahrim 6; Al-A’la 6; Al-Hijr 7; Ibrahim 10; Al-Mulk 7; Al-Nahl 8; Al-Kahfi 11; Al-Haqqah 8; Bani Isra’il 9; Maryam 12; Nuh 9; Al-Kahfi 10; Al-Anbiya’ 13; Al-Jin 10; Thaha 11; Al-Hajj 14; Al-Mursalat 11; Al-Mu’min 12; An-Nur 15; Al-Naba’ 12; Al-Naml 13; Al-Furqan 16; An-Nazi’at 13; Al-Qashash 14; Asy-Syu’ara’ 17; Al-Infithar 14; Al-Ankabut 15; Al-Ahzab 18; Al-Muthaffifin 15; Ar-Rum 16; Saba’ 19; Al-Insyiqaq 16; Luqman 17; Mu’minin 20; Al-Buruj 17; Al-Mashabih 18; Asy-Syura 21; Al-Fajr 18; Al-Malaikah 19; Adz-Dzariyat 22; Al-Balad 19; Al-Shaffat 20; Ath-Thur 23; As-Syamsu 20; Shad 21; Al-Waqi’ah 24; Al-Lail 21; Az-Zumar 22; Mujaadilah 25; Adh-Dhuha 22; Az-Zukhruf 23; Al-Muzammil 26; Al-Insyirah 23; Ad-Dukhan 24; Al-Kautsar 27; Al-Alaq 24; Al-Jatsiyah 25; Al-Ashr 28; Al-Qadr 25; Al-Ahqaf 29; Al-Infithar 26; Muhammad 30; Al-Zalzalah 27; Al-Basiqat 31; Al-Adiyat 28; Al-Najm 46 Manna al-Qaththan, .... hlm. 239 47 Acep Hermawan, ‘Ulumul Qur’an (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 169-173



9



32; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40; 41; 42; 43;



Al-Qari’ah Al-Takatsur Al-Humazah Al-Fiil Al-Quraisy Al-Ma’un Al-Kautsar Al-Nashr Al-Lahab Al-Ikhlas Al-Falaq An-Nash



29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40;



Al-Qamar Al-Imtihan Al-Qalam Al-Ma’arij Al-Muddatstsir Al-Qiyamah Al-Insan ‘Abasa At-Thariq Al-Ghashiyah At-Tin Al-Kafirun



Keempat puluh tiga surat itu merupakan surat yang di dalamnya tidak terdapat amar dan nahi. Sebagiannya hanya terdapat nahi tanpa amar, dan sebagian yang lain hanya terdapat amar tanpa nahi. Ada 114 surat di dalam al-Qur’an dan hanya 43 surat yang bebas nasakh, hal itu berarti ada 71 surat yang terkena nasakh (62,3% surat dari seluruh surat). Ini berarti sebagian surat di dalam al-Qur’an menjadi nasakh, yakni menduduki posisi hukum yang termuat pada ayat yang di nasakh. Nasakh tidak mungkin terjadi kecuali pada ayat yang membawa pesan larangan dan perintah. Sementara ayat yang susunan kalimatnya berbentuk khabar, termasuk wa’d (janji) dan wa’id (ancaman), maka di sana nasakh tidak mungkin masuk.48 E;



Kontroversi dalam Nasikh-Mansukh Kontroversi tentang naskh menjadi semakin menarik minat kajian para peneliti karena kesimpulan yang dihasilkan berimplikasi terhadap persoalan yang krusial dan fenomenanya dikaitkan dengan otentisitas al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan. Secara historis, nasikh-mansukh merupakan bidang ilmu pengetahuan yang memiliki sejarah teramat panjang, baik dalam konteks internal hukum Islam ataupun dalam konteks eksternal antar ajaran Nabi/Rasul satu (yang digantikan) dengan ajaran Nabi/Rasul yang lain (yang menggantikan). 49 Sedangkan secara fungsional, Muhammad Mahmud Hijazi menegaskan bahwa keberadaan nasikh-mansukh dalam pembentukan dan pembangunan hukum sangatlah signifikan, bahkan benar-benar esensial (dhârurî). Terutama di tengah umat yang pembangunan hukumnya tengah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sangat cepat.50 Menurut Ibnu Salamah, ayat yang paling unik terhapus (mansukh) adalah QS. Al-A’raf ayat 199, yaitu:



١٩٩ ‫ن‬ ‫ف وجأ جعيره ي‬ ‫د‬ ‫ن ٱلي لج‬ ‫م ير ب هٱليعدري ه‬ ‫خذ ه ٱليعجفيوج وجأي د‬ ‫جهههلي ج‬ ‫ض عج ه‬



Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Ayat tersebut memuat tiga potong ayat yang di-nasakh oleh tiga ayat lain pula. 51 Pertama, ayat yang me-nasakh adalah QS. At-Taubah ayat 102:



48 Acep Hermawan, ‘Ulumul Qur’an (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 173 49 Muhammad Amin Suma, Nasikh-Mansukh dalam Tinjauan Historis, Fungsional, dan Shar’i, Jurnal Kajian Islam Al-Ihsan, Vol. 1, No. 1, Januari 2013, hlm. 27 50 Ibid. 51 Wardani, Ayat Pedang VS Ayat Damai: Menafsir Ulang Teori Naskh dalam al-Qur’an (Jakarta:



10



‫خل ج د‬ ‫سي بعئا‬ ‫حا وججءا ج‬ ‫ن ٱعيت ججردفوا ا ب هذ ددنوب هههمي ج‬ ‫وججءا ج‬ ‫صل ه ر‬ ‫خدرو ج‬ ‫خجر ج‬ ‫طوا ا ع ج ج‬ ‫مرل لج‬ ‫ع جسى ٱلل ل ج‬ ١٠٢ ‫م‬ ‫ه غج د‬ ‫فوةر لر ه‬ ‫ب ع جل جييههمين إ ه ل‬ ‫ه أن ي جدتو ج‬ ‫ج‬ ‫حي م‬ ‫ن ٱ لل ل ج‬ ‫د‬



Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. Kedua, muhkam. Ketiga, di-nasakh oleh ayat as-Sayf. Keunikan jenis penghapusan ayat ini terdapat jumlah cukup banyak. Hamdani dalam al-I’tibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh, mengatakan bahwa ada kontroversi antara jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa asSunnah adalah cerminan/tafsiran dari al-Qur’an dan tidak saling bertentangan satu sama lainnya.52 Kontroversi yang pertama ada di model nasakh al-Qur’an dengan as-Sunnah, tidak masuk akal jika as-Sunnah dapat menghapus alQur’an, padahal seharusnya keduanya sinkron dan bersinergi. Maka, untuk menjawab pertanyaan, apakah boleh menghapus al-Qur’an dengan hadist, jawabannya adalah berbagai macam pendapat para ulama. Ada yang mengatakan bahwa tidak boleh menghapus al-Qur’an dengan hadist, dengan dasar QS. Al-Baqarah ayat 106 yang artinya, ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Ayat tersebut jelas menerangkan yang menasakh adalah yang sebanding, padahal tidak ada yang lebih tinggi/baik dari al-Qur’an.53 Pendukung naskh menentang dengan logis pada mereka yang kontra, dengan alasan yang kuat dalam firman Allah berikut:



‫لل ي جأيهتيهه ٱليب جلط ه د‬ ‫م ي‬ ‫م ر‬ ‫ن ج‬ ‫ح ه‬ ‫خلي ه‬ ‫ن ي جد جييهه وججل ه‬ ‫ل ه‬ ‫مني ج‬ ‫زيةل ب‬ ‫فهه حۦ جتن ه‬ ‫كيم ة‬ ‫ن ب جيي ه‬ ٤٢ ‫ميلد‬ ‫ح ه‬ ‫ ج‬54



Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji Ayat tersebut ditegaskan oleh Abu Muslim, bahwa al-Qur’an tidak disentuh oleh pembatalan dan dengan demikian bila naskh diartikan sebagai pembatalan, maka jelas tidak terdapat dalam al-Qur’an. Para pendukung yang pro naskh memberikan penjelasan lagi bahwa ayat tersebut berbicara tentang kebatilan bukan tentang pembatalan. Hukum Tuhan yang dibatalkan bukan berarti batil, karena sesuatu yang dibatalkan penggunaannya kepada perkembangan dan kemashlahatan pada suatu waktu, bukan berarti yang dibatalkan berarti tidak benar. Para pendukung yang pro terhadap naskh ini mengakui bahwa naskh baru dapat dilakukan jika terdapat dua ayat hukum yang bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan dan harus diketahui urutannya sehingga dapat ditetapkan nasikh dan mansukh-nya. Pendukung teori nasikh mansukh ini adalah Imam Syafi’i, An Nahas, As-Syuyuti, dan Asy Syukani. Namun, ada Imam Syafi’i tidak mendukung teori naskh secara keseluruhan, Imam Syafi’i dan Abu Muslim Al-Asfihani menolak adanya penghapusan al-Qur’an dengan hadis. Mereka berpendapat bahwa tidak ada yang sebanding derajatnya dengan al-Qur’an. Pemikiran Muhammad Abduh dalam Quraish Shihab, dijadikan sebagai titik tolak dalam penafsirannya tentang ayat-ayat Al-Qur’an. Muhammad Abduh tidak mendukung “ayat” dalam surat al-Baqarah ayat 106 sebagai “ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an” dengan alasan penutup ayat tersebut menyatakan “sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” yang menurutnya ayat yang dimaksudkan adalah mukjizat. Akan tetapi,



Kementerian Agama, 2000), hlm. 3 52 Ibn Hazm al-Hamdani, al-I’tibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh, Cet. 1 (Himsa: Matba’ah Andalus, 1966), hlm. 26 53 Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum an-Nash Dirasah fi al-Ulum al-Qur’an, (Beirut: Markaz AtsTsaqafi Al-Araby, 2000), hlm. 123 54 Fussilat (41) : 42



11



Muhammad Abduh tetap berpendapat bahwa kata-kata “ilmu Tuhan”, “diturunkan”, “tuduhan kebohongan” adalah isyarat yang menunjukkan bahwa kata “ayat” dalam surat an-Nahl ayat 101 adalah ayat-ayat hukum alQur’an.55 Dengan demikian, Abduh menolak adanya naskh tetapi mengakui adanya tabdil atau penggantian, pemindahan, pengalihan ayat hukum di tempat ayat hukum lain. Hal itu juga sesuai dengan arti naskh secara etimologis yang berarti pemindahan dari satu wadah ke wadah lain. Penafsiran-penafsiran terhadap keberadaan naskh ini juga berkembang seiring berkembangnya zaman, ada tiga model model penafsiran yang berkembang:56 Pertama, penafsiran yang mendukung (afirmasi) naskh, yaitu penafsiran konvensional mayoritas mufassir yang menyatakan bahwa “tabdil” (penggantian) adalah pembatalan final (naskh) ayat dengan ayat lain, baik tulisan (naskh al-tiwalah) maupun hukumnya (naskh al-hukm). Kedua, penafsiran yang menolak (negasi) naskh, yaitu penafsiran yang menolak naskh sebagai pembatalan final dan tidak menawarkan solusi penafsiran dari dalam melainkan diluar perdebatan naskh al-Qur’an. Posisi penafsiran ini diwakili oleh para penolak naskh al-Qur’an, seperti Abu Muslim al-Ishfahani, al-Jabry, Ahmad Hijazi al-Saqa, Ihab Ihsan Abduh, dan Jamil Salih Ataya. Penolakan tersebut dikemukakan dengan “idza”, “baddalna”, dan “ayah” pertama dan kedua.57 Ketiga, penafsiran ulang atau reinterpretasi (pendekatan revisionis), yaitu bahwa penggantian adalah bukan penggantian antar ayat. Penafsiran ini dikemukakan kalangan revisionis, misalnya Abduh, Taha, Abu Zayd, dan M. Quraish Shihab. Disini penafsiran Muhammad Asad, dalam the Message of the Qur’an, dikemukakan untuk memperjelas. Asad menafsirkan “penggantian” sebagai penggantian temporer “pesan” yang terkandung dalam ayat sesuai dengan perkembangan intelektual dan sosial manusia dan sesuai dengan prinsip kebertahapan wahyu, bukan sebagai penganulir permanen.58 Ada empat golongan ulama yang berbeda pendapat mengenai naskh:59 1; Orang Yahudi.60 Orang yahudi tidak mengakui adanya naskh, karena menurut mereka naskh mengandung konsep al-bada’, yaitu tampak jelas setelah kabur. Kadang, adakalanya naskh tanpa adanya hikmah, dan hal itu pasti mustahil bagi Allah. Kadang, adakalanya naskh karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Hal itu berarti terdapat sesuatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan, tentu ini mustahil juga bagi Allah SWT. 2; Orang Syi’ah Radifah. Orang Syi’ah Radifah menetapkan dan meluaskann naskh secara berlebihan. Mereka berkontradiksi dengan orang Yahudi, karena mereka memandang bahwa al-bada’ itu mungkin bagi Allah. Mereka memakai dalil QS. Ar-Ra’d: 39, yang artinya, “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan Ia menetapkan (apa yang Ia kehendaki).” Mereka memandang bahwa Allah siap menghapuskan dan menetapkan. Paham mereka merupakan kesesatan yang dalam, karena mereka berpedoman bahwa Allah menghapuskan sesuatu yang perlu dihapus dan menetapkan penggantinya. Di samping penghapusan dan penetapan terjadi dalam banyak hal, misalnya menghapuskan 55 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an......, hlm. 147 56 Wardani, Ayat Pedang VS Ayat Damai...., hlm. 97 57 Ibid. 58 Ibid., hlm. 97-98 59 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Terjemah oleh Mudzakir (Bogor: Litera AntarNusa, 2014), hlm. 330-334 60 Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i. Terjemah oleh Usman Sya’roni (Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2008), hlm. 258



12



keburukan dengan kebaikan. Hal itu sesuai dengan QS. Hud: 114, yang artinya, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” Juga menghapuskan kemaksiatan dengan taubat mereka, serta penetapan iman dan ketaatan mereka. 3; Abu Muslim al-Asfihani. Abu Muslim berpendapat bahwa naskh mungkin saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi tanpa adanya syara’. Dia memakai dasar QS. Fussilat: 42, yang artinya, “Yang tidak datang kepadanya (Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari sisi Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” Ia mengartikan bahwa Allah tidak mungkin menghapuskan hukumhukum Qur’an selamanya, namun ditakhsiskan. Sedangkan di dalam ensiklopedia Imam Syafi’i, Abu Muslim tidak mengakui adanya naskh dalam al-Qur’an, karena hal itu dianggap sebagai pembatalan terhdap sebagian wahyu yang terkandung dalam al-Qur’an dan pembatalan hukum itu merupakan sesuatu yang batil. Sementara al-Qur’an tidak tersentuh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang. Al-Qur’an juga berisi syariat yang berlaku selamanya, maka di dalam al-Qur’an tidak boleh ada naskh. 61 4; Jumhur Ulama. Mereka berpendapat bahwa naskh dapat diterima secara akal dan dapat pula terjadi dalam hukum-hukum syara’ berdasarkan dalildalil. Pertama, Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan dalam memerintahkan sesuatu pada suatu kurun waktu dan melarangnya pada waktu tertentu. Hal itu dikarenakan hanya Allah yang tahu kepentingan hamba-Nya. Kedua, al-Qur’an dan Hadits menunjukkan bahwa naskh itu dapat terjadi, seperti dalam QS. An-Nahl ayat 101, yang artinya, “dan apabila Kami mengganti suatu ayat di tempat ayat yang lain...” Argumentasi nasikh-mansukh memang rentak kritik, dan perbedaan pendapat. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, pertama, semua hadits yang dijadikan dalil nasikh-mansukh terhitung lemah. Kedua, banyak pertentangan di antara para ulama tentang ayat yang di nasakh, dan dengan ayat mana yang mansukh. Ketiga, formula teori nasikh-mansukh ini juga diikhtilafkan di antara para ulama Ulumul Qur’an. Keempat, nasikh-mansukh dikemukakan untuk mendamaikan ayat-ayat yang bertentangan, padahal alQur’an sendiri menegaskan tidak ada pertentangan di dalamnya. Menurut Dr. Lang, bahwa teori nasikh-mansukh ini kelihatan mendakwa bahwa Tuhan menurunkan informasi yang berlebih dan dalam wahyu terkahir pada umat manusia sehingga Dia sering menilai selama proses penyampaiannya. Persepsi tersebut membuat para mualaf heran dan cukup terguncang keimanannya.62 Sebenarnya, kontradiksi antara pendapat-pendapat ulama adalah wajar, hal tersebut dikarenakan tidak ada pembedaan antarteks agama, dan batasbatas yang memisahkan antarteks tersebut tidak dikenali. Pendapat Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa teks yang berkaitan dengan naskh hukum, sepadan. Sedangkan Zarkasyi menolak pendapat tersebut, ia mengatakan bahwa bukti dari firman Tuhan adalah digugurkannya hukum cambuk dalam hukuman zina terhadap janda yang dirajam sebab dalam hal ini yang menggugurkannya hanyalah sunnah, perbuatan Nabi SAW.63 Penolakan Zarkasyi tersebut wajar, sebab hukum rajam merupakan batas maksimal dalam hukum cambuk dan keduanya tidak mungkin dikompromikan. Hadits shohih dapat menafsirkan dan menjelaskan al-Qur’an 61 Ibid. 62 Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), hlm. 208 63 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, Terjemah oleh Khoirun Nahdliyyin, Cet. I. (Yogyakarta: LKis, 2001), hlm. 151



13



tetapi ia tidak dapat membatalkan hukum-hukumnya. Zarkasyi mengatakan bahwa ketika berbicara tentang yang menasakh harus muncul belakangan dari yang di nasakh.64 Quraish Shihab mengatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada perselisihan antara kalangan ulama tentang kebolehan diadakan perubahanperubahan hukum dari sebab naskh tersebut. Tetapi yang dimaksudkan dan disepakati itu adalah perubahan-perubahan hukum yang dihasilkan oleh ijtihad mereka sendiri.65 Al-Jubriy mengatakan bahwa para ahli tafsir dan ahli fiqih akan merujuk pada al-Qur’an ketika mereka berbeda pendapat yang tidak menemui titik temu.66 Di sisi lain yang kontra, mereka menolak adanya naskh ini karena beranggapan bahwa pembatalan hukum Allah SWT mengakibatkan satu dari dua kemustahilanNya, yaitu pertama, ketidaktahuan sehingga Dia perlu mengganti hukum satu dengan hukum yang lain, kedua, kesia-siaan dan permainan belaka.67 F;



Contoh-Contoh Nasikh-Mansukh68 1; QS. Al-Baqarah ayat 115



‫ج‬ 69 ١١٥‫ه ٱلل لهه‬ ‫م وججي د‬ ‫ما ت دوجملوا ا فجث ج ل‬ ‫بن فجأيين ج ج‬ ‫مشيرهقد وجٱلي ج‬ ‫وجل هل لهه ٱلي ج‬ ‫مغيره ر‬



Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. di nasakh oleh QS. Al-Baqarah ayat 144



‫ل وججيهج ج‬ ‫فجوج ب‬70 ‫ك ج‬ ١٤٤ ‫حجرا قمن‬ ‫جد ه ٱلي ج‬ ‫مسي ه‬ ‫شطيجر ٱلي ج‬ 2;



Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. QS. Al-Baqarah ayat 180



‫ج‬ ‫ت هإن جتيجر ج‬ ‫خ ييعرا‬ ‫ك ج‬ ‫ضيجر أ ج‬ ‫ح ج‬ ‫ب ع جل جييك دييمي إ هجذا ج‬ ‫ك دهتي ج‬ ‫مييوي د‬ ‫م ٱلي ج‬ ‫حييد جك د د‬ ‫ج‬ ١٨٠ ‫ن‬ ‫صي ل د‬ ‫ ٱليوج ه‬71 ‫ن وجٱليأقيجرهبي ج‬ ‫ة ل هليولجل هد جيي ه‬



Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya. dalam Mabahist fi Ulum al-Qur’an, Qattan menulis ayat tersebut di nasakh oleh hadits yang diriwayatkan Dawud dan Tirmidzi:72



‫ان ال قد اعطى كل ذي حق حقه فل لوصية لوارث‬ Sesungguhnya Allah memberikan setiap yang bernyawa itu hak, maka jangan berilah wasiat untuk yang menerima warisan. 3; QS. Al-Baqarah ayat 184



١٨٤ ‫كي لنح‬ ‫طي د‬ ‫مسي ه‬ ‫م ه‬ ‫ن يد ه‬ ‫وجع ججلى ٱل ل ه‬ ‫هۥ فهديي جةة ط ججعا د‬ ‫قون ج د‬ ‫ذي ج‬



73



Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 185



‫م ٱل ل‬ ‫من ج‬ ١٨٥ ‫صم ريهح‬ ‫شههد ج ه‬ ‫منك د د‬ ‫فج ج‬ ‫شهيجر فجليي ج د‬



74



64 Ibid. 65 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 145 66 Abdul Muta’al Muhammad al-Jubriy, La Naskh fi al-Qur’an...limadza? (Sarang: Maktabah Wahbah, 1980), hlm. 13 67 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an......, hlm. 146 68 Ibid., hlm. 242-243 69 Al-Baqarah (2) : 115 70 Al-Baqarah (2) : 144 71 Al-Baqarah (2) : 180 72 Manna al-Qaththan, .... hlm. 243 73 Al-Baqarah (2) : 184 74 Al-Baqarah (2) : 185



14



Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. 4; QS. Al-Baqarah ayat 217



‫ي ج نسسيدلون ج ج‬ ‫ن ٱل ل‬ ‫حجرام ه قهجتيالل فهييي قهح قدييلي قهت جيياةل هفييهه ك جب هييي ةرن‬ ‫شهيره ٱلي ج‬ ‫ك عج ه‬



٢١٧



75



Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 36



76 ‫قت هدلون جك دمي ج‬ ‫ن ج‬ ٣٦ ‫كافل ة نة‬ ‫ما ي د لج‬ ‫كافل ر‬ ‫مشيره ه‬ ‫ة كج ج‬ ‫وجقلجت هدلوا ا ٱلي د‬ ‫كي ج‬



dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. 5; QS. Al-Baqarah ayat 240



‫وٱل لذين يتوفلوين منك دمي ويذ جرو ج‬ ‫صييي ل ر ج‬ ‫مت لجععييا‬ ‫جا وج ه‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫جههييم ل‬ ‫ة بلزيولج ه‬ ‫ج ه ج دج ج‬ 77 ٢٤٠ ‫ج‬ ‫ل غ جييجر إ هخيجرا ل ن‬ ‫إ هجلى ٱلي ج‬ ‫حوي ه‬



Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 234



‫وٱل لييذين يتولفيوين منك دييمي ويييذ جرو ج‬ ‫ن‬ ‫ن ب هجأن د‬ ‫ف ه‬ ‫ج ه‬ ‫ن أزيولج ر‬ ‫جج د ج‬ ‫سيهه ل‬ ‫جيا ي جت ج ججرب ل صي ج‬ ‫ج ه ج دج ج‬ ‫ج‬ 78 ٢٣٤ ‫ة أشيهدلر وجع جشيرراح‬ ‫أريب جعج ج‬



Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber ´iddah) empat bulan sepuluh hari. 6; QS. Al-Baqarah ayat 284



‫س يب د‬ ٢٨٤ ‫كم ب ههه ٱلل ليي ر حه‬ ‫سك دمي أ جوي ت دخي د‬ ‫ي جأن د‬ ‫حا ه‬ ‫ف ه‬ ‫فوه د ي د ج‬ ‫وجهإن ت دبي د‬ ‫دوا ا ج‬ ‫ما فه ى‬ 79



Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 286



٢٨٦ ‫سا إ هلل ودسيعجهجان‬ ‫جل ي دك جل ب د‬ ‫ه ن جفي ع‬ ‫ف ٱلل ل د‬ Allah tidak membebani kesanggupannya. 7; QS. An-Nisa ayat 8



80



seseorang



melainkan



sesuai



dengan



‫ن‬ ‫قريجبيي‬ ‫ة أ دوادلييوا ا ٱلي د‬ ‫م ج‬ ‫سيي ه‬ ‫ح ج‬ ‫وجإ هجذا ج‬ ‫م لج‬ ‫ى وجٱلي ج‬ ‫ى وجٱليي جت لج ج‬ ‫ضييجر ٱليقه سي ج‬ ‫كي د‬ ‫ميي ل‬ ‫ل‬ 81 ٨‫ه‬ ‫فجٱريدزدقو د‬ ‫مني د‬ ‫هم ب‬



Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya). dihapus oleh ayat mawarits (tentang warisan)



-‫ إنها غير منسوخة وحكمها باق على الندب‬-‫وهو الصواب‬



82



.



Sebenarnya ayat tersebut tidak dihapus dan hukumnya pun tetap diberlakukan. 8; QS. An-Nisa ayat 15 dan 16 75 Al-Baqarah (2) : 217 76 At-Taubah (9) : 36 77 Al-Baqarah (2) : 240 78 Al-Baqarah (2) : 234 79 Al-Baqarah (2) : 284 80 Al-Baqarah (2) : 286 81 An-Nisa (4) : 8 82 Manna al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-Qur’an....., hlm. 244



15



‫ح ج‬ ‫ة‬ ‫ن ٱلي لج‬ ‫ن أ جريب جعجيي ر‬ ‫ش ج‬ ‫ف ه‬ ‫ة ه‬ ‫سائ هك دمي فجٱسيت جشيهه د‬ ‫من ن ب ج‬ ‫دوا ا ع جل جييههيي ل‬ ‫وجٱل لهتي ي جأيهتي ج‬ ‫ج‬ ‫س د‬ ‫منك دميح فجهإن ج‬ ‫ن‬ ‫ن هفي ٱليب دي دييو ه‬ ‫دوا ا فجأمي ه‬ ‫ت ج‬ ‫شه ه د‬ ‫ب‬ ‫ى ي جت جييوجفلى لهد ل‬ ‫كوهد ل‬ ‫حت ليي ل‬ ‫ج‬ ‫ل‬ ‫ر‬ ‫ج‬ ‫ل‬ ‫د‬ ‫ت أوي ي ججيعج ج‬ ‫ وجٱليي ج‬١٥ ‫سييهبيل‬ ‫منكييمي‬ ‫ن ي جأيت هي لجن ههجييا ه‬ ‫ن ج‬ ‫ل ٱ لل د‬ ‫موي د‬ ‫ٱلي ج‬ ‫ذا ه‬ ‫ه لهديي ل‬ ‫ج‬ ‫ج‬ 83 ‫فجفا د‬ ١٦ ‫ماۦ‬ ‫حا فجأعيره د‬ ‫ماح فجهإن جتاجبا وجأصيل ج ج‬ ‫ضوا ا ع جنيهد ج‬ ‫ذوهد ج‬ Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. dihapus oleh QS. An-Nur ayat 2



‫دوا ا ك د ل‬ ٢ ‫جليد ج لةح‬ ‫ما ائ ج ج‬ ‫ل وجل ه‬ ‫ٱللزان هي ج د‬ ‫ما ه‬ ‫ة ج‬ ‫ة وجٱللزاهني فجٱجيل ه د‬ ‫منيهد ج‬ ‫حلد ب‬



84



Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus dali dera. Qattan menyebutkan bahwa ayat tersebut juga dihapus oleh hadist riwayat Muslim dari Hadits Ibadah ibn Ash-shomat berikut:85



"‫ والققثييب بققالثييب جلققد مائققة‬،‫البككر بالبككر جلققد مائققة ونفققي سققنة‬ ‫"والرجم‬



Gadis-gadis yang berzina deralah seratus kali, sedangkan pemudapemuda yang berzina maka deralah seratus kali dan rajamlah juga. 9; QS. Al-Anfal (8) ayat 65



‫هإن ي ج د‬86 ٦٥ ‫ما ائ جت جي قينن‬ ‫منك دمي ه‬ ‫ن ي جغيل هدبوا ا ه‬ ‫صب هدرو ج‬ ‫عشيدرو ج‬ ‫كن ب‬ ‫ن لج‬



Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dihapus QS. Al-Anfal ayat 66



‫عنك دمي وع جل ه ج‬ ‫من د‬ ‫فان فجهإن ي ج د‬ ‫كم‬ ‫ضعي ر‬ ‫خ ل‬ ‫ه ج‬ ‫ن ج‬ ‫ف ج‬ ‫ن هفيك دمي ج‬ ‫مأ ل‬ ‫كن ب‬ ‫ج‬ ‫ف ٱلل ل د‬ ‫ج‬ ‫ٱليـ ـل ج‬ 87 ٦٦ ‫ين‬ ‫ما ائ جت جي ق ن‬ ‫صاب هجرةة ي جغيل هدبوا ا ه‬ ‫ب‬ ‫ما ائ جةة ج‬



Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir. 10; QS. At-taubah ayat 41



٤١ ‫قارل‬ ‫فارفا وجث ه ج‬ ‫خ ج‬ ‫فدروا ا ه‬ ‫ٱن ه‬



88



Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat. dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 91 dan QS. At-Taubah ayat 122



٩١ ‫ى‬ ‫ضع ج ج‬ ‫مري ج‬ ‫س ع ججلى ٱل م‬ ‫فاءه وججل ع ججلى ٱلي ج‬ ‫ل ليي ج‬ ‫ض ل‬



89



Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah dan atas orang-orang yang sakit.



‫فدروا ا ج‬ ‫ما ج‬ ١٢٢ ‫كافل ةةن‬ ‫ن ل هجين ه‬ ‫مؤي ه‬ ‫مدنو ج‬ ‫كا ج‬ ‫ن ٱلي د‬ ‫وج ج‬



90



Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).



G;



Hikmah nasakh



83 Al-Baqarah (2) : 15-16 84 An-Nur (24) : 2 85 Manna al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an....., hlm. 244 86 Al-Anfal (8) : 65 87 Al-Anfal (8) : 66 88 At-Taubah (9) : 41 89 At-Taubah (9) : 91 90 At-Taubah (9) : 122



16



Hikmah nasikh-mansukh secara umum adalah sebagai berikut:91 1; Untuk menunjukkan bahwa syariat agama Islam adalah syariat yang paling sempurna. Syariat Islam mencakup semua kebutuhan seluruh umat manusia, dari segala periodenya, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. 2; Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa terpelihara dalam semua keadaan dan di sepanjang zaman. 3; Untuk menjaga perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan semua situasi dan kondisi umat, dari yang sederhana sampai yang tingkat sempurna. 4; Untuk menguji muallaf, apakah mereka setia atau tidak dengan adanya perubahan dan penggantian-penggantian dari nasakh itu. 5; Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah ke yang sukar. 6; Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam. Adapun jenis-jenis hikmah nasikh mansukh ada empat, sebagai berikut:92 1; Nasakh tanpa pengganti Terkadang ada nasakh terhadap hukum, tetapi tidak ditentukan hukum lain sebagai penggantinya. Contohnya nasakh pada ayat 12 surat al-Mujadilah yang diganti dengan ayat 13 surat al-Mujadilah, hukum tersebut telah dihapuskan namun sudah tidak disebutkan lagi hukum penggantinya. Hikmahnya adalah menjaga kemashlahatan manusia, mereka tidak harus mempersiapkan sedekah terlebih dahulu untuk berbicara kepada Nabi SAW. 93 2; Nasakh dengan pengganti yang sebanding Sebagian besar naskh itu melahirkan hukum baru sebagai penggantinya dan sering penggantinya itu seimbang dan sebanding dengan hukum terdahulu. Contohnya me-nasakh hukum menghadap kiblat kearah Baitul Muqaddas di Palestina:94



‫ما قءح فجل جن دوجل بي جن ل ج‬ ‫ب وججيهه ج‬ ‫ضييى لهجان‬ ‫قجدي ن ججرىل ت ج ج‬ ‫ك قهبيل ج ر‬ ‫ة ت جري ج‬ ‫قل م ج‬ ‫ك هفي ٱل ل‬ ‫س ج‬ ‫ل وججيهج ج‬ ‫ فجوج ب‬95 ‫ك ج‬ ١٤٤ ‫م‬ ‫حجرا قن‬ ‫جد ه ٱلي ج‬ ‫مسي ه‬ ‫شطيجر ٱلي ج‬



Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. 3; Nasakh dengan pengganti yang lebih berat Nasakh sesuatu ketentuan yang diganti degan ketentuan lain yang lebih berat dari yang diganti. Misalnya ayat An-Nisa ayat 15 berikut:



‫ح ج‬ ‫ن‬ ‫ن ٱلي لج‬ ‫وجٱل لهتي ي جأيهتي‬ ‫شيي ج‬ ‫ف ه‬ ‫ة ه‬ ‫سييائ هك دمي فجٱسيت ج شيهه د‬ ‫مين ن ب ج‬ ‫دوا ا ع جل جييههيي ل‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫س د‬ ‫منك دميح فجهإن ج‬ ‫ى‬ ‫أ جريب جعج ر‬ ‫ن هفي ٱليب دديييو ه‬ ‫دوا ا فجأمي ه‬ ‫ت ج‬ ‫شه ه د‬ ‫ة ب‬ ‫كوهد ل‬ ‫حلتيي ل‬ 96 ‫ت أ جوي ي ججيعج ج‬ ١٥ ‫سهبيرل‬ ‫ن ج‬ ‫ل ٱ لل ل د‬ ‫موي د‬ ‫ن ٱلي ج‬ ‫ه ل جهد ل‬ ‫ي جت جوجفلى لهد ل‬



Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya



91 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 148-149 92 Ibid., hlm. 149-151 93 Ibid., hlm. 149 94 Ibid., hlm. 149-150 95 Al-Baqarah (2) : 144 96 An-Nisa (4) : 15



17



Kemudian di nasakh dengan ketentuan yang lebih berat dengan turun ayat berikut:



‫دوا ا ك د ل‬ ‫ج سسليد ج لةحسس وججل‬ ‫ما ائ جيي ج‬ ‫ل ولج ه‬ ‫ٱللزان هي ج د‬ ‫مييا ه‬ ‫ة ج‬ ‫ة وجٱللزاهني فجٱجيل ه د‬ ‫منيهد ج‬ ‫حلد ب‬ ‫خذي د‬ ٢ ‫ن ٱلل لهه‬ ‫ت جأي د‬97 ‫كم ب ههه ج‬ ‫ما جرأيفجةة هفي هدي ه‬



Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah. 4; Nasakh dengan pengganti yang lebih ringan Yaitu mengganti atau menghapus ketentuan hukum lain yang lebih ringan. Contohnya dalam surat al-Baqarah ayat 240 yang di nasakh oleh surat al-Baqarah ayat 234 seperti tertera sebelumnya. Contoh lainnya dalam ayat berikut:



‫ج‬ ‫ب ع جل جييى‬ ‫ي ىجلأي مجها ٱل ل ه‬ ‫مييا ك دت هيي ج‬ ‫مدنوا ا ك دت ه ج‬ ‫صجيا د‬ ‫م كج ج‬ ‫ب ع جل جييك د د‬ ‫ن جءا ج‬ ‫م ٱل ب‬ ‫ذي ج‬ ١٨٣ ‫ن‬ ‫من قجبيل هك دمي ل جعجل لك دمي ت جت ل د‬ ‫ن ه‬ ‫ ٱل ل ه‬98 ‫قو ج‬ ‫ذي ج‬



Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa Kemudian di nasakh dengan ayat berikut:



‫صجيام ٱللرفج د ج‬ ‫ح ل‬ ١٨٧99 ‫سائ هك دمين‬ ‫ل ل جك دمي ل جييل ج ج‬ ‫أد ه‬ ‫ى نه ج‬ ‫ة ٱل ب ه‬ ‫ث إ هل ل‬



Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.



97 An-Nur (24) : 24 98 Al-Baqarah (2) : 183 99 Al-Baqarah (2) : 187



18



BAB III PENUTUP Pengertian nasikh-mansukh sangat beragam dari berbagai kalangan, secara ringkasnya nasikh adalah yang menghapus, yang menggantikan, atau yang memindahkan. Sedangkan mansukh adalah yang digantikan, yang dihapus, atau yang dipindahkan. Pembagian nasakh ada empat, antar lain: 1; Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an. 2; Nasakh al-Qur’an dengan al-Sunnah. 3; Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an. 4; Nasakh al-Sunnah dengan Al-Sunnah. Sedangkan makna nasikh-mansukh ada tiga, yaitu: 1; Nasakh tulisan, bacaan dan hukumnya. 2; Nasakh tulisan dan bacaannya tetapi hukumnya tetap. 3; Nasakh hukumnya tetapi tulisan dan bacaannya tetap. Kontroversi merupakan sebuah keniscayaan, sampai sekarang masih belum menemukan titik temu yang baik. Namun, sebagian besar jumhur ulama, termasuk Imam Syafi’i, tidak menyetujui adanya nasakh al-Qur’an dengan al-Sunnah. Jubriy mengatakan bahwa ketika perdebatan tidak menemukan titik temu, maka kembali ke al-Qur’an. Hikmah adanya naskh adalah:100 1; Untuk kemashlahatan bersama agar kebutuhan selalu terpelihara sepanjang zaman. 2; Menjaga perkembangan hukum Islam agar relevan mulai dari yang sederhana hingga yang tingkat sempurna. 3; Untuk menguji mukallaf (orang ynag baru masuk Islam), dengan perubahan tersebut apakah mereka tetap menaati peraturan atau tidak. 4; Menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang setia, karena perubahan terkadang membuat orang menjadi goyah imannya. Semakin sulit menjalankan peraturan Tuhan, maka semakin besar pahala yang didapat.



100 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an......, hlm. 240



19



REVIEW Pengertian Naskh-mansukh: Nasikh: yang menghapus, yang mengganti, yang menuklir. Mansukh: yang dihapus, yang di ganti, yang dinuklir.



Pembagian Nasikh:



Terdapat banyak kontroversi yang dilahirkan oleh nasikh-mansukh



Nasikh al-Qur’an dengan al-Qur’an Nasikh al-Qur’an dengan as-Sunnah Nasikh al-Sunnah dengan al-Qur’an Nasikh al-Sunnah dengan al-Sunnah



Hikmah adanya nasikh-mansukh



20



DAFTAR PUSTAKA



Agama, Departemen. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk Agung. Abi, Al-Bukhari Abdillah. 1937. Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22. Kairo: Matba’ah al-Bahiyah al-Misriyah. Al-Suyuti, Jaluddin. 1990. al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Jilid II. Beirut: Dar al-Nafa’is. Al-Hamdani. 1966. I’tibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1. Himsa: Matba’ah Andalus. Al-Shalih, Subhiy. 1988. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ilm alMalayain. Abu Zaid, Nashr Hamid. 2000. Mafhum an-Nash Dirasah fi al-Ulum al-Qur’an. Beirut: Markaz Ats-Tsaqafi Al-Araby Al-Jabriy, Abdul Muta’al Muhammad. 1980. La...Naskh fi al-Qur’an...Limadza?. Maktabah Wahbah. Al-Qaththan, Manna’ Khalil. 1983. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muwassah. Fatoohi, Louay. 2013. Abrogation in the Qur’an and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of “Naskh” and its Impact. New York: Routledge. Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2014. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemah Mudzakir. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an, Cet. II. Surabaya: Dunia Ilmu. Hermawan, Acep. 2013. ‘Ulumul Qur’an: Ilmu untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Nahrawi, Ahmad Abdus Salam al-Indunisi. 2008. Ensiklopedia Imam Syafi’i. Terjemah oleh Usman Sya’roni. Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika. Shihab, Quraish. 1998. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. Wardani. 2011. Ayat Pedang VS Ayat Damai: Manafsir Ulang Teori Naskh dalam AlQur’an. Jakarta: Kementerian Agama RI. Hamid, Nasr Abu Zaid. 2001. Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an. Terjemah oleh Khoirun Nahdliyyin, Cet. I. Yogyakarta: LKis. Suma, Amin. “Al-Qur’an dan Serangan Orientalis.” Jurnal Kajian Islam Al-Insan, Vol. 1, No. 1, Januari 2005.



21