Makalah Pend. Akhlak Kel. 10 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Bon
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penyakit Ruhani dan Percabangannya (Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Pendidikan Akhlak)



Dosen Pengampu: Drs. Ja’far, M.A.



Disusun oleh : Kelompok X 1. Mery Mariam Aprilia



(11160163000004)



2. Uyun Komariyah



(11170163000018)



3. Utut Muhammad



(11170163000059)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Akhlak yang berjudul Penyakit Ruhani dan Percabangannya. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, serta kami sampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Drs. Ja’far, M.A. selaku dosen Pendidikan Akhlak yang telah membantu sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat agar di masa yang akan datang dapat lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun dari para Pembaca



Ciputat, 04 Desember 2018



Tim Penyusun



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar…………………………………………………………………..



i



Daftar Isi………………………………………………………………………….



ii



BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….



1



1.1 Latar Belakang………………………………………………………........



1



1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………



1



1.3 Tujuan…………………………………………………………………….



2



BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................



3



2.1 Penyakit Rohani dan Percabangannya………...………………………….



3



2.2 Terapi dalam Menghindarkan Diri dari Penyakit Rohani………………...



8



BAB III PENUTUP……………………………………………………………...



35



3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..



35



3.2 Saran…………………………………………………………....................



35



Daftar Pustaka…………………………………………………………………… 36



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, manusia telah menyadari bahwa segala macam penyakit, apapun namanya dan bagaimanapun kecilnya adalah membahayakan bagi dirinya, bahkan juga mungkin kehidupannya. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk menjaga sebisa mungkin kesehatan mereka agar tidak terkena penyakit. Tetapi sayangnya, hal tersebut hanya terbatas pada kesehatan jasmani saja. Sedangkan jika menyangkut soal kesehatan rohani, kebanyakan manusia cenderung mengabaikannya. Sedangkan terhadap penyakit rohani, karena tersembunyi di dalam hati maka banyak orang yang tidak memperhatikannya. Padahal sebenarnya, penyakit yang menyerang rohani kita lebih berbahaya dibandingkan penyakit jasmani. Bahkan penyakit rohani bisa menjadi sumber dari penyakit-penyakit jasmani tertentu. Oleh karena itu, seharusnya masalah ini dijadikan sebagai masalah yang paling pokok dan penting bagi umat manusia. Tetapi kenyataannya



malah



sebaliknya,



kebanyakan



manusia



malah



tidak



menghiraukannya dan hanya menganggapnya sebagai masalah yang sepele. Selain itu, saat ini kebanyakan orang juga tidak menyadari sepenuhnya tentang kemunculan penyakit-penyakit rohani di dalam diri mereka sendiri sehingga yang terjadi adalah penyakit rohani tersebut dengan mudah masuk ke dalam diri mereka dan merusak sistem kehidupan manusia itu sendiri. Padahal jika kita mau menyadarinya, maka kita akan mampu untuk menghindarinya. Melihat kenyataan ini, penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai penyakit rohani dan segala hal yang berkaitan dengannya.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penyakit ruhani? 1.2.2 Apa saja percabangan dari penyakit ruhani? 1.2.3 Bagaimana cara menghindari penyakit ruhani?



1



1.3 Tujuan 1.3.1 Menjelaskan pengertian penyakit ruhani 1.3.2 Mendeskripsikan percabangan penyakit ruhani 1.3.3 Menjelaskan cara meghindari penyakit ruhani



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Penyakit Rohani dan Pencabangannya A. Pengertian Penyakit Rohani Dr. Hamzah Ya'cub dalam bukunya, "Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu'min" memberikan pengertian tentang penyakit rohani, sebagai berikut: 1. Penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan. 2. Penyakit rohani ialah sikap mental yang buruk, merusak dan merintangi pribadi untuk memperoleh keridhaan Allah. 3. Penyakit rohani ialah sifat dan sikap dalam hati yang tidak diridhai Allah, sifat dan sikap mental yang mendorong pribadi melakukan perbuatan buruk dan merusak. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa penyakit rohani ialah adanya sifat dan sikap (budi pekerti) yang buruk dalam rohani seseorang manusia, yang mendorongnya untuk berbuat buruk dan merusak, yang menyebabkan terganggunya kebahagian dan terhalangnya dia dari memperoleh keridhaan Allah.1 Allah banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya. Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap berkeluh kesah, angkuh, sombong, dan membantah. Allah menyatakan, bahwa dalam rohani manusia memang ada sifat dan sikap yang seperti itu. Antara lain dalam surat Al-Ma'arij ayat 19, yang berbunyi "Sesungguhnya manusia itu diciptakan (bersifat) keluh kesah lagi kikir." (QS. Al-Ma'arij: 19) B. Macam-macam Penyakit Rohani



1



Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Pengobatannya (Surabaya: Al Ikhlas, tt) hlm. 65



3



1. Nifaq: Orang yang mempunyai sifat dan sikap nifaq disebut munafik. Munafik dalam arti populernya ialah orang yang suka berpura-pura atau lain di mulut lain di hati. Menurut agama Islam ialah orang-orang yang menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya dan menyatakan iman dengan lidahnya. Dalam Al-Qur'an, banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang melukiskan sifat dan sikap orang-orang munafiq ini. 2. Perusak: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi," mereka menjawab," Kami hanyalah orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-Baqarah: 11) 3. Pelanggar janji dan kikir: "Dan di antara mereka ada orang yang berjanji kepada Allah. Sesungguhnya jika Ia beri kami karunia-Nya, tentu kami akan menshadaqahkannya dan tentu kami akan menjadi orang-orang baik. Tetapi, tatkala Allah memberikan kepada mereka karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan mereka berbalik haluan dalam keadaan berpaling." (QS. At-Taubah: 75-76) 4. Takabbur (sombong): Takabbur adalah memandang rendah orang lain dan menolak kebenaran. Kekuasaan,kekayaan, kepintaran (ilmu yang banyak), kecantikan, kebangsawanan, dan sebagainyaadalah penyebab seseorang menjadi takabbur. Karena ia berkuasa, kaya, pintar, cantik, dan bangsawan lantas ia merendahkan orang lain atau menolak kebenaran. Allah sangat tidak suka kepada orang-orang yang mempunyai sifat dan sikap takabbur ini. "Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari orang-orang (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS. Luqman: 18) 5. Riya': Riya' ialah memperlihatkan amal kebajikan, supaya dilihat dan dipuji orang lainlantaran amal tersebut. Ada pula yang mengartikannya dengan: a. Bekerja dengan menginginkan pujian orang, bukan beramal karena Allah secara ikhlas.



4



b. Suka memuji diri dan membanggakan kemuliaan dirinya, hartanya, ilmunya, keturunannya dan sebagainya. Sifat dan sikap riya' ini sangat dicela Allah. Allah berfirman:



۞‫فويل للمصلين۞ الذين هم عن صالتهم ساهون ۞ الذين هم يرآءون‬ "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orangorang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya." (QS. Al-Ma'un: 4-6) 6. Hasad: Hasad (dengki) ialah rasa atau sikap tidak senang terhadap kerahmatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkannya. Sikap ini termasuk akhlak tercela. Perlu dicamkan orang yang iri hati akan menyakiti hatinya sendiri, sedang nikmat yang diperoleh orang lain tidak dapat dihapuskan kecuali apabila Allah swt. yang mengambilnya.



‫ض ِل ِه‬ ْ َ‫لى َماآت َا ُه ُم هللا ِمن ف‬ ُ ‫اََ م يَح‬ َ ‫اس‬ َ َّ‫سدُونَ الن‬ َ ‫ع‬ "Adakah (patut) mereka iri hati kepada manusia atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka?" (QS. An-Nisa': 54) 7. Pemalas:



Malas



artinya



hilang



kegairahan



berusaha.



Malas



menyebabkan kegagalan dan kemunduran. Islam menghendaki kerajinan dan kesungguhan. Allah berfirman:



ّ ‫َ وجاهدوا في هللا‬ ‫حق جهاده‬ "Dan berjihadlah (sungguh-sungguh) di jalan Allah dengan sebenarbenarnya jihad." (QS. Al-Hajj: 78)



8. Hiqdu (dendam): Menurut Drs. Barmawie Umarie, dendam ialah dengki



yang



telah



mengakibatkan



permusuhan,



kebencian,



memutuskan silaurahmi karena ia tidak segan-segan lagi membukakan rahasia orang. Menurut Imam Ghazali, dendam ialah hati terus merasa berat, marah, dan iri terhadap orang yang didendami. Yang demikian itu



terus-menerus



dan



berkekalan.



Kemudian



menerangkan dendam itu membuahkan perkara:



5



Imam



Ghazali



a. Dengki. b. Senang, kalau orang yang didendami itu tertimpa bahaya. c. Memutuskan silaturahmi. d. Berusaha untuk menghinakannya. e. Membuka rahasianya f. Mengejek dan menghinanya, g. Menyakiti badannya. h. Melarang dari haknya. Islam sangat menganjurkan memaafkan seseorang apabila seseorang tersebut berbuat salah agar terhindar dari sifat dendam. Allah berfirman:



َ ‫اظ ِمينَ ْالغَي‬ ‫اس‬ ِ ‫َ َوال َك‬ ِ َّ‫ع ِن الن‬ َ َ‫ظ َوالعَافِين‬ "... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali-Imran: 134) 9. Namimah (mengadu domba): Namimah diartikan sebagai perbuatan mengadu domba diantara orang beriman.Namimah digunakan untuk memicu pertengkaran, sehingga bisa menyulut kekacauan. Perbuatan ini sangat terlarang, melanggar hukum, dan berdosa. Siapapun yang meninggal dunia tanpa bertaubat dari perbuatan namimah, dia akan mendapat siksa neraka sebelum masuk surga. Menurut



Drs.



Barmawie



Umarie,



namimah



ialah



menyampaikan perkataan seseorang atau menceritakan keadaan seseorang atau mengabarkan pekerjaan seseorang kepada orang lain dengan maksud mengadu domba antara keduanya atau merusak hubungan baik antara mereka. Bila hal itu dibiarkan, maka akan menimbulkan



rusaknya



hubungan



silaturahmi



dan



kacaunya



masyarakat serta timbulnya saling curiga. Karena itu Islam mengajarkan apabila ada orang membawa suatu kabar, jangan cepat dipercaya, selidikilahterlebih dahulu. Allah berfirman:



6



"Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6) 10. Ghibah (mengumpat): Ghibah adalah dosa besar yang mengharuskan pelakunya melakukan pertaubatan kepada Allah. Ghibah adalah dosa karena orang yang digunjingkan tidak hadir dan terlibat dalam perbincangan sehingga dia tidak bisa membela diri. Orang yang digunjing tidak dapat memberi alasan yang tepat untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya. Kesepakatan para ulama memutuskan ghibah sebagai perbuatan terlarang. Tidak ada pengecualian terbebasnya seseorang dari aturan ini kecuali beberapa kondisi, seperti penetapan status dan keaslian perawi hadis dan pemberian saran yang sepenuh hati.2 Dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 12, Allah menyamakan perbuatan ini dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati. Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat: 12)



2.2 Terapi dalam Menghindarkan Diri dari Penyakit Rohani A. Pengertian Terapi 2



Shakil Ahmad Khan dan Wasim Ahmad, Ghibah: Sumber Segala Keburukan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010) hal. 23



7



Terapi dalam bahasa inggris menggunakan kata-kata “therapy” yang berarti pengobatan.3 Dalam bahasa Arab "‫ فن المداوة‬،‫ فن "العالج‬4 kadang-kadang memakai kata-kata ‫ الدواء‬:‫ الشفاء ج اشفية‬yang berarti kesembuhan, pengobatan, obat.5 Terapi secara istilah adalah proses pengobatan atau penyembuhan yang dilakukan oleh seorang ahli (terapis-mualij) untuk membantu seseorang individu atau kelompok orang yang mengalami suatu penyakit atau gangguan. Terapi Rohani islam adalah suatu proses pengobatan atau perawatan rohani (segala yang terkait dengan unsur-unsur rohani-akal fikiran, perasaan, kemauan dan keinginan akal, roh, qalbu, nafs melalui metode dan pendekatan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya untuk membantu individu maupun kelompok dalam mengatasi berbagai gangguan rohani dengan cara memodifikasi perilaku, pencerahan pikiran dan pencerdasan emosinya, sehingga individu mampu mandiri dan terciptanya insan yang sehat wal afiat secara zahir maupun batin (sehat seutuhnya). Sesungguhnya dalam agama Islam banyak ayat maupun hadis yang memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya, baik dari segi fisik, kejiwaan, sosial maupun kerohanian, hal ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Katakanlah: Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman” (Q.S Fushilat, 41:44) 2. Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh (HR. Muslim dan Ahmad) 3. Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan obatnya kecuali penyakit tua (R.T AtTirmidzi)



3



Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 586 Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1991), h. 301 5 A.W. Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 731 4



8



4. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S Al-Baqarah, 2 :153) B. Model-model Terapi dalam Islam Terapi Rohani Islam sangat beragam sesuai dengan sifat, tujuan fungsi utama dari ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam bersifat Holistik/ konferensif atau menyeluruh-melingkupi berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat. Model terapi yang utama adalah terapi akhlak. Terapi akhlak yang dimaksud adalah: 1. Terapi taubat a. Pengertian dan Hakikat Taubat menurut al-Qushairi: secara bahasa berarti ruju.6 Kembali dari perbuatan dosa secara syar’i “kembali kepada yang dianggap terpuji secara syara’ dan hakikat taubat adalah an-Nadm – penyesalan – menyesali apa yang telah dilakukan. Jadi taubat adalah usaha sadar seorang mukmin yang telah melakukan dosa dan kesalahan untuk menyadari dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, beri’tiqad dengan sepenuh hati untuk tidak mengulanginya lagi. b. Tujuan dan Kegunaan Taubat Taubat kepada Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukan adalah bertujuan untuk beribadah kepada Allah, menggapai ridha dan keampunan-Nya. Kemudian membebaskan diri dari perbuatan kezhaliman. Perbuatan zhalim yang dilakukan baik terhadap diri sendiri ataupun pada orang lain akan menjadi penyebab timbulnya kegelisahan, keresahan dan kegoncangan jiwa di dunia dan menderita kelak di akhirat. Dalam Al-Quran di katakana: Artinya: ”dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika 6



Abu Qasim Abdul Karim Bin Hawazan Al-Qushairi. Risalatul Al-Qusyairiyah fil ulumil Tashawwufi. (Darul Khairi: 1046 M/438 H), h. 91



9



Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’ 4: 64) c. Alasan atau dalil-dalil diperintahnya bertaubat Bertaubat merupakan suatu perintah yang wajib dilakukan hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam berbagai surat dan ayat al-Quran sebagai alasan kenapa bertaubat sebagai berikut; Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungaisungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orangorang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-tahrim 66:8)



10



d. Gambaran Kegiatan Taubat Pelaksanaan Terapi Taubat Tahap I Persiapan 1) Orientasi taubat buat yang belum pernah mengikuti, dan diberikan layanan informasi kepada peserta yang telah pernah mengikuti. Kegiatan orientasi adalah penjelasan tentang arti dan hakikat taubat, tujuan dan kegunaan taubat, dalil-dalil taubat, syarat-syarat taubat



dan



langkah-langkah



taubat.



Sedangkan



informasi



merupakan tindak lanjut dari penjelasan tentang taubat. 2) Persiapan fisik Antara lain melakukan thaharah (mandi taubat-berwudu) menutup aurat atau memakai pakaian yang bersih dan suci dari hadas dan najis, mencari tempat beribadah yang nyaman. Kemudian dilanjutkan dengan meminta doa restu atau minta maaf kepada sesama manusia yang pernah terzhalimi. 3) Persiapan batin Persiapan ini antara lain memasang dan meluruskan niat, bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya, sepenuh hati demi mendapatkan ridho Allah, dibebaskannya diri dari siksaan dan adzab atas dosadosa yang pernah dilakukan. Kemudian membangun I’tiqad – azam di hati dengan motivasi yang kuat untuk berjanji tidak akan mengulangi perbuatan-perbuatan kemaksiatan yang telah terjadi. Alat detektor sederhana untuk mengetahui apakah diri berdosa atau tidak adalah melalui suasan hati. Rasulullah SAW menjelaskan dosa itu adalah sesuatu yang membuat hati resah, gelisah dan pikiran terbelah setelah melakukannya.



11



Tahap II Kegiatan 1) Lakukan shalat Sunat Taubat minimal 2 rakaat 2) Duduk dengan posisi duduk Tawarru’ menghadap ke arah kiblat. 3) Pejamkan mata dan tundukkan kepala 4) Tafakkur sesaat, hadirkan dosa-dosa anggota tubuh, dosa-dosa batin – dengki, hasad, takabur, riya dan sebagainya serta dosa-dosa kelalaian dalam mengingat Allah. 5) Melanjutkan dzikir-dzikir taubat dan doa-doa I’tirah dan munajjad Dalam proses pemulihan penyakit rohani yang pertama dilakukan adalah melakukan latihan-latihan, amalan-amalan ritual, seperti melaksanakan ibadah wajib dan sebagainya, setelah bertaubat melalui istigfar, dan melakukan mandi sunat taubat dan membaca doa “Tuhan



ku



turunkanlah



kepadaku



limpahan



keberkatan-Mu,



sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pemberi keberkatan”7 ini dinamakan oleh ahli sufi sebagai maqam taubah yaitu kembali melakukan kebajikan dan meninggalkan segaa larangan dengan menyesal atas maksiat yang telah dilakukan.8



Tahap III Pengakhiran Kegiatan pengakhiran ini berisikan wasiat-wasiat taubat, taushiyah peneguh hati agar taubat yang telah dilakukan membawa pengaruh yang signifikan terhadap para pelakunya. Kemudian dilanjutkan rujuk mencari pengganti kemaksiatan dengan kebajikan.



7



Rabbi anzilni munzalan mubarakan wa anta khairu munzalin Mellyarti Syarif dan Salmadanis. Keperawatan Rohani. (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2006), h. 8



12



Tahap IV Evaluasi Kegiatan Evaluasi adalah kegiatan penelusuran kembali tentang kondisi psikologis pelaku apakah kegelisahan hari, kekacauan fikrian dan kecemasan jiwa sudah terentaskan. Jika sudah alhamdulillah ada indikasi taubat sudah diterima Allah, jika belum mungkin masih ada persyaratan yang terlewatkan dan diperlukan pengulangan pentaubatan kembali. 2. Terapi Wara’ a. Pengertian Al-Wara’a secara bahasa berasal dari kata wari’a yari’as, diambil dari materi waro’a yang mengandung makna mencegah diri dan surut. Al-Waro’ menurut pengertian bahasa juga berarti memelihara dan mencegah diri terhadap hal yang tidak layak. Dikatakan tawara’a artinya merasa tidak enak. Al-Wora’a juga sinonim pengertiannya dengan taqwa.9 Pengertian al-Wara’ menurut istilah syari’at meninggalkan sesuatu yang meragukan, membuang hal yang membuat tercela, mengambil hal yang lebih kuat, memaksanan diri untuk melakukan hal lebih hati-hati.10 Secara istilah al-Wara’a: 1) Menurut Ibnu Taimiyah, mengartikan dengan sikap hati-hati terhadap hal yang telah diketahui statusnya atau masih diragukan. 2) Menurut Ibnu Qayyim ra, mengartikan meninggalkan hal yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya dalam kehidupan akhirat nanti.



9 Muhammad bin Shahih al-Munajjid. Silsilatu ‘Amalu al-Qulubub. Edisi Indonesia Silsilah Amalan hati. (Bandung: Irsyad baitus Salam, 2006) Cet.Ke-10, h. 643. 10 Ibid



13



3) Abu Zakaria, menyatakan Wara’ adalah menyingkir dari yang syubuhat dan dari yang halal yang tidak membawa kebaikan dalam kehidupan agama yakni meninggalkan segala kemewahan yang berlebih-lebihan lebihan.11 Dengan demikian wara’ adalah suatu sikap muslim dengan kewara’kannya ia dapat menyingkirkan rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan hidup sendiri, yaitu bersih rohani dan dekat kepada Allah, sehingga menuntut berhati-hati dari hal yang syubuhat. b. Jenis – jenis Wara’ Bagi Yahya bin Muaz Ar-Razi mengatakan wara’ terbagi kepada dua bagian: wara’ pada anggota lahir, yaitu tidak menggerakkan anggota lidahnya melainkan kepada yang diridhoi Allah dan wara’ batin, yaitu tidak memasukkan dalam ingatan dan kenangannya melainkan hanya pada Allah. c. Manfaat Wara’ Manfaat dan keutamaan Wara’ itu antara lain: 1) Terhindar dari azab Tuhan Yang Maha Pemurah 2) Terealisasikannya kenyamanan pikiran. 3) Terhindar dari hal-hal yang diharamkan 4) Dijauhkan dari sikap membuang-buang waktu. 5) Mendatangkan kecintaan Allah. 6) Doa orang yang bersangkutan dikabulkan 7) Beroleh keridhaan dari Tuhan Yang Maha Pemurah. 8) Manusia berbeda-beda tingkatannya d. Proses Terapi 1) Memelihara kualitas, intensitas, dan kontinuitas taubat. 2) Menambah wawasan dan pemahaman serta berbuat dan bertindak sesuai dengan ilmu. 3) Komitmen atau istiqomah untuk tidak mengikuti yang dilarang Allah 11



Ibid, h. 644-645



14



4) Cari informasi keshahihan, kebenaran, kehalalan sesuatu. 5) Berhati-hati dan meninggalkan segala yang diragukan 6) Bergaul dengan orang-orang yang sederhana lagi shaleh. 3. Terapi Zuhud a. Pengertian Zuhud menurut Imam al-Ghazali adalah mengurangi keinginan kepada dunia, dan menjauhi dari padanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan. Fudlalil bin Iyadl berkata “pada dasarnya zuhud berarti rela menerima apa yang diberikan Allah Ta’ala. Imam al-Qusyairi mengatakan zuhud adalah tidak merasa berbangga terhadap kemewahan dunia yang telah ada ditangannya, dan tidak merasa bersedih dengan hilangnya kemewahan dari tangannya.12 Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa yang dimaksud dengan zuhud adalah sikap seorang muslim untuk hidup dalam kesederhanaan tanpa terpedaya atau terpebudaki oleh kehidupan dunia. Zuhud diartikan pula mengambil keuntungan dunia sekedar pemenuhan kebutuhan atau sesuai dengan keperluannya saja (tidak berlebih-lebihan). b. Karakteristik para Zahid Zahid orangnya dan zuhud adalah sifatnya. Di antara sifat atau karakter yang dimilikinya adalah: 1) Sedikit sekali menggemari dunia, sederhana dalam menggunakan segala miliknya, menerima apa adanya dan tidak merisaukan sesuatu yang tidak ada, namun giat bekerja, karena bekerja mencari rezeki adalah sesuatu kewajiban. 2) Pada padangannya, pujian dan celaan orang sama saja. 3) Mendahulukan ridho Allah daripada ridhanya manusia



12



Op.Cit, h. 95-96



15



c. Proses Terapi Zuhud 1. Tetap memelihara kualitas wara’ 2. Kemudian membuka diri dan menguatkan batin serta pengetahuan betapa kehidupan dunia fana hanyalah sesaat. 3. Menjalani, mengambil dan manfaatkan kehidupan dunia dengan seadanya. 4. Mengambil hikmah dari kehidupan. 5. Tampil dalam kehidupan berupa berpakaian makan dan minum dengan tidak berlebih-lebihan. Dengan demikian siapa yang sudah menaiki tangga zuhud ini dan telah menyempurnakan



posisi



kezuhudannya



maka



hal



ini



akan



membuahkan qana’ah. 4. Terapi Qana’ah a. Pengertian Qana’ah ialah terhentinya keinginan terhadap yang sudah diberikan kepadanya dan tidak ada lagi keinginan untuk menambah dari yang sudah ada. Menurut Abu Zakaria Anshari bahwa qana’ah itu adalah merasa cukup dengan apa yang sudah dimilikinya, yang sidah dapat memenuhi kepentingannya, baik berupa makanan, pakaian atau yang lainnya. Abu Sulaiman Darani berkata “Qana’ah adalah merupakan sikap dari ridha, sebagaimana wara’ adalah permulaan ridha dan wara’ adalah permulaan hidup zuhud.13 Kesimpulannya, Qana’ah adalah sikap seorang mukmin yang muslim untuk merasa gembira dan merasa cukup dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dalam hidup atau menerima hasil usaha setelah berupaya secara optimal dengan tidak memperhitungkan jumlah dan besarnya yang diterima.



13



Ibnu Athoillah Assukandari. Op.Cit, h. 104-105



16



b. Indikator orang-orang yang Qana’ah Qana’ah mengandung lima unsur14 yaitu: 1) Menerima dengan rela apa yang ada 2) Memohon kepada Allah tambahan yang pantas, dan berusaha. 3) Menerima dengan sabar akan takdir Allah 4) Bertawakal kepada Allah 5) Tidak tertarik oleh tipu daya duni c. Manfaat dan hikmah dari Qana’ah Memperhatikan pengertian dan indikator dari Qana’ah di atas, maka diyakini merupakan suatu sikap hidup yang harus dimiliki oleh setiap muslim, karena qana’ah dapat menenangkan hati, bahkan menjadikan suatu modal yang tidak mengenal habis. Rasulullah SAW bersabda: ‫القناعة مال ال ينفد وكتر ال يفي‬ “Qona’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap.” (HR. Thabrani dari Jabir) Dengan demikian dari hadis di atas dapat dipahami bahwa buah dari sikap qana’ah dari sikap qana’ah akan menghasilkan syukur. Qana’ah adalah menerima suatu hasil dari ikhtiyar dengan senang hati kemudian tetap melakukan sesuatu dengan optimal. d. Proses Penerapan Qana’ah sebagai Terapi Rohani 1) Sempurnakan posisi rohani dengan menyempurnakan posisi pada tangga-tangga sebelumnya, taubat, wara’ dan zuhud. 2) Tumbuhkan keyakinan bahwa manusia wajib berusaha (ikhtiyar) dan persoalan hasil usaha mutlak Allah. 3) Berfikir positif sekecil apapun hasil yang diterima atau diperoleh setelah berusaha maksimal, dapat menerimanya dengan gembira hati. 4) Selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang thama’ atau rakus dengan kehidupan. 14



Ibid, h. 104



17



5) Selalu beraktivitas yang diridhoi Allah dengan sungguh-sungguh. 6) Tidak sedih melihat nikmat yang diterima. 7) Tidak minta tambahan rezki kecuali permintaan yang pantas sesuai dengan usaha. 5. Terapi Syukur a. Pengertian Secara bahasa syukur berarti berterima kasih.15 Bersyukur adalah mengakui kebajikan. Juga berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang telah diberikannya.16 Secara terminologi bersyukur adalah memperlihatkan pengaruh nikmat ilahi pada diri seseorang hamba pada kalbunya dengan beriman pad alisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah ketaatan.17 Hakikat syukur menurut Imam al-Qushairi yang dinukilkannya dari Syekh Ali Dahaq adalah “pengakuan terhadap nikmat yang telah diberikan kepadanya yang dibuktikan dengan ketundukannya” berdasarkan batasan ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa syukur ialah mempergunakan nikmat Allah menurut yang dikehendaki oleh Allah.18 b. Indikator Orang yang telah menapaki tangga syukur akan bisa melalui ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pandai berterima kasih kepada sesama manusia dan selalu berbuat kebajikan kepada sesama. 2) Gembira hati dengan apa yang diberikan. 3) Mampu mempergunakan nikmat itu untuk memperlancar jalan menuju keridhaan Allah.



15



A.W. Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. h. 734 Muhammad bin Shalih al-Munajjid. Silsilah amalan hati. (Bandung: 2006) cet. Ke-10 h,



16



235 17



Ibid, h. 236 Ibnu Athoillah Assukandari. Op.Cit. h. 119



18



18



4) Selalu mengucapkan tahmid atau hamdalah 5) Memandang besar Nikmat Allah sekecil apapun yang diterima dan memandang ke bawah tentang urusan dunia. c. Keutamaan Syukur Syukur memiliki keutamaan yang banyak seperti yang diungkapkan oleh Allah dalam beberapa surat dan ayat sebagai berikut: d. Proses terapi Syukur Terapi ini dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain: 1) Mengenal nikmat, menghadirkan dalam hati, mengistimewakan, dan meyakini-Nya. Apabila seseorang hamba telah mengenal nikmat. 2) Menerima



nikmat,



menyambutnya



dengan



memperlihatkan



kefakiran kepada yang memberi nikmat dan hajat kita kepada-Nya. 3) Memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. 4) Mempergunakan nikmat dengan memanfaatkan bahagian rezki yang diperoleh untuk berbagai rahmat. 5) Memelihara kualitas ibadah dan keta’atan sebagai aplikasi syukur. 6. Terapi Sabar a. Pengertian Sabar Sabar secara etimologi berasal dari bahasa Arab dari kata-kata shabaro yang berarti tabah hati, menahan dan mencegah, memaksa. 19 Secar terminologi sabar adalah menahan diri untuk tetap mengerjakan sesuatu yang disukai oleh Allah atau menghindarkan diri dari melakukan sesuatu yang dibenci oleh-Nya. Dengan kata lain sabar ialah bertahan dalam mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang olehNya.20



19



Al-Munawwir. Op.Cit. h. 760 Op.Cit. h. 348



20



19



b. Keutamaan Sabar Sabar memiliki beberapa keutamaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah dalam berapa ayat-Nya antara lain: Artinya: “Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda”. (QS. Ali Imran 3:125) c. Indikasi Kesabaran 1) Tidak pernah gelisah 2) Tetap Optimis 3) Mampu mengendalikan diri 4) Santun dan berlapang dada 5) Meninggalkan syahwat 6) Ridha dengan apa yang ditetapkan Allah 7) Memiliki keceriaan dalam menjalani hidup 8) Suka berbuat baik kepada orang lain 9) Menahan diri untuk tidak menyakiti hati orang lain 10) Tidak gampang berputus asa d. Buah kesabaran 1) Selalu disertai oleh Allah 2) Selalu mendapatkan balasan yang lebih baik 3) Diberikan kecukupan tanpa batas 4) Dinaungi oleh 5000 malaikat 5) Diberkahi, disayangi dan diberi petunjuk 6) Mendapat lisensi tentang kebenaran iman dan ketakwaannya di sisi Allah 7) Lahirnya kepribadian mukhlis e. Proses Terapi Sabar 1) Menyadari dan memahami bidang kesabaran. 2) Memahami dan menyadari serta membina keyakinan betapa mulianya kepribadian orang yang sabar serta hasil yang diperoleh.



20



3) Tetap optimis dan yakin dibalik kesulitan pasti ada kemudahan dan Allah bersama orang-orang yang sabar. 4) Tidak banyak mengeluh 5) Banyak belajar kepada orang-orang terdahulu. 6) Selalu mengikutsertakan Allah dalam kehidupan 7) Senantiasa menjadikan lafadz ya sabur ya syakur menjadi bacaan dan kebiasaan. 7. Terapi Ikhlas a. Pengertian Ikhlas merupakan buah dari kesabaran. Semakin tinggi kualitas kesabaran akan semakin mudah pula menerapkan keikhlasan dalam kehidupan. Dari segi arti ikhlas-kholaso, akar katanya adalah khuluushon



atau kholaashan, artinya



jernih



dan bersih dari



pencemaran. Lafazh menunjukkan pengertian jernih, bersih, dan suci dari campuran dan pencemaran. Ikhlas adalah merupakan istilah tauhid. Orang-orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesakan Allah dan merupakan hamba-hamba-Nya yang terpilih. Adapun menurut istilah Syara’ adalah seperti yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim “mengesakan Allah Yang Hak dalam berniat melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada-Nya tanpa mempersekutukannya dengan sesuatu pun.21 b. Keutamaan Ikhlas Ikhlas memiliki peranan dan fungsi utama dalam kehidupan. Ikhlas merupakan inti dan buah jiwa. Fungsinya sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasar. Oleh karena itu mustahil suatu amal ibadah dapat diterima bila tanpa ikhlas, sebab kedudukannya sama dengan tubuh yang sudah tidak bernyawa.22



21 22



Muhammad bin Shalih al-Munaajjid. Op.Cit. h. 14-15 Ibid, h. 14



21



Artinya:



“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. AlAn’am 6:162-163)



c. Indikasi Ikhlas 1) Bersemangat dalam beramal demi agama 2) Amal yang dilakukan secara rahasia 3) Bersegera dalam mengerjakan amal kebaikan 4) Sabar, bertahan dan tidak mengeluh 5) Antusias dalam menyembunyikan amal kebaikan 6) Mengerjakan amal kebaikan dengan rapi dan tuntas secara rahasia. 7) Memperbanyak amal kebaikan yang dilakukan secara rahasia. 8) Tidak menceritakan kebaikan yang telah diperbuat. 9) Berbuat berdasarkan ilmu dan keahlian. d. Buah Keikhlasan Keikhlasan akan membuahkan ketenangan, kenyamanan jiwa, kepastian amal dan jaminan diterimanya persembahan ubudiah dari sang hamba kepada sang khalik-Nya. Orang yang ikhlas akan menikmati keplongan dalam jiwa karena tidak ada beban psikologis yang harus ditanggung. e. Proses Terapi Iklas 1) Meluruskan niat 2) Selalu berniat untuk melakukan kebaikan yang diridhai oleh Allah. 3) Selalu jujur dalam segala hal 4) Menyembunyikan kebaikan yang dilakukan, melakukan sesuatu dengan sepenuh hati. 5) Hati-hati dari jebakan riya’ 6) Melupakan perhatian makhluk 7) Menyamakan amal lahir dan amalan batin 8) Memperbuat sesuatu dengan sepenuh hati



22



9) Menjaga dan merawat serta mempertahankan kualitas syukur. 8. Terapi Tawakkal a. Pengertian Tawakkal secara bahasa dari kata-kata wakala, wakulu, tukala berarti mengandalkan, menyerahkan, dan mewakilkan (menjadi wakil)23 suatu urusan kepada seseorang, yakni menyerahkan dan mempercayakan urusan itu untuk ditanganinya. Tawakkal menurut pendapa para ahli atau secara istilah seperti yang dikemukakan oleh Abu Zakaria adalah keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang lain, dan keyakinan yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang diserahi urusan. Tawakkal dilakukan setelah melakukan usaha



yang



sungguh-sungguh.



Tidaklah



dikatakan



seseorang



bertawakal kepada Allah kalau tidak dibarengi dengan ikhtiyar, tawakal berada diujung usaha, diakhir urusan. b. Keutamaan Tawakkal Tawakkal merupakan suatu kedudukan rohani yang mulia dan memiliki pengaruh dan keutamaan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kepentingan keutamaannya terlihat dari beberapa penjelasan ayat suci al-Quran sebagai berikut: Artinya: “dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Huud 11:123) 1) Mendatangkan kemaslahatan 2) Kuatnya hati 3) Menangkal keterpurukan psikologis 4) Menghindarkan pelakunya dari tindakan bunuh diri. 5) Terpeliharanya jiwa 6) Tawakkal kepada Allah membangkitkan dalam kalbu rasa semangat dan tekad untuk bekerja.



23



Ibnu Athaillah Assukandari. Op.Cit. h. 113



23



7) Mendatangkan rizki 8) Membuahkan kemuliaan dan kecukupan c. Indikator tawakal 1) Orang yang memiliki kepercayaan penuh 2) Orang-orang yang melakukan pekerjaan, dalam hal mengikuti prosedur dan system 3) Tidak gelisah, tidak goncang dengan menunggu hasil d. Buah Tawakkal Buah dari tawakal adalah lahirnya sikap ridha dengan apa yang diputuskan Allah. Di samping itu orang yang bertawakal kepada Allah akan merasakan ketenangan jiwa yang jauh dari keragu-raguan, kegelisahan dan ancaman ketidakpastian dalam menjalani kehidupan. e. Proses Terapi Tawakkal 1) Mengenal Rabb dan sifat-sifat-Nya. 2) Merealisasikan berbagai sarana dan penyebab dengan keyakinan bahwa semuanya itu diperlukan. 3) Memantapkan keyakinan di jalan tauhid 4) Bersandar kepada Allah dalam semua urusan 5) Berprasangka baik kepada Allah 6) Kepatuhan kalbu kepada Allah SWT 7) Kepasrahan diri kepada Allah.24 9. Terapi Ridha a. Pengertian Dalam bahasa Arab ridha mengandung pengertian, senang, suka, rela, menerima, menyetujui atau puas.25 Ridha dalam istilah para pakar adalah menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT.26 Sedangkan menurut syariat adalah hamba yang bersangkutan tidak pernah mengeluh terhadap apa yang telah ditetapkan oleh taqdir-Nya. Adapun ridha Allah kepada hamba-Nya 24



Ibid, h. 101-106 A.W Munawwir. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia. h. 505 26 Barmawie Umarie. Sistematika Tasawuf. (Penerbit: Siti Syamsiyah, Sala, 1966), h. 61 25



24



adalah bila sang hamba terlihat tetap mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi



larangan-Nya,



maka



Allah



memberi



balasan



yang



memuaskannya.27 b. Indikasi Ridha dalam pandangan Zunun al-Mishri mengatakan “ada tiga tanda ridho yaitu tidak punya pilihan sebelum diputuskan ketetapan Allah, tidak merasakan kepahitan setelah diputuskan ketetapan Allah dan tetap merasakan gairah cinta ditengah-tengah cobaan.28 Ahmad Faridh, sebagaimana yang dikutip oleh M. Sholihin dalam Takziyat an-nuufus mengatakan “Orang yang rela mampu melihat hikmah kebaikan dibalik cobaa yang diberikan Allah dan tidak buruk sangka terhadap ketentuan-Nya. Dari konteks Al-Quran orang yang ridha terhadap ketentuan dan keputusan Allah ditandai oleh lenyapnya kesedihan, kekhawatiran dalam jiwanya. Allah berfirman: Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. (QS. AL-Bayyinah 98:7-8) c. Buah Ridha 1) Gembira dan senang kepada Allah SWT 2) Menyelamatkan seorang hamba dari kegundahan, kecemasan dan kesedihan. 3) Tumbuhnya ketenangan 4) Mewariskan rasa keadilan 5) Membuka pintu keselamatan 6) Hilangnya keragu-raguan



27



Muhammad bin Shalih al-Munaajid. Op.Cit h. 288 Mellyarti Syarif dan Salmadanis. Keperawatan Rohani. (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2006), h. 125. 28



25



7) Membebaskan dari kemarahan manusia 8) Allah Memberikan berbagai macam hal yang tidak dimintanya. 9) Mengkonsentrasikan kalbu seseorang hamba untuk beribadah d. Proses Terapi Ridha Terapi ridha secara umum dapat dilakukan melalui proses yang telah digariskan oleh Allah SWT. Garisan itu adalah melakukan segala perintah yang membuahkan keridhaan-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan yang mengundang kemurkaan-Nya. Dengan demikian untuk ridha dapat dijadikan sebagai terapi melalui beberapa tahapan atau langkah praktis antara lain: 1) Mengenali kelemahan dan keterbatasan diri 2) Bersabar



dalam



menjalankan



perintah



dan



menghentikan



larangannya 3) Bertasbih dengan memuji tuhan, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu di malam hari. 4) Senang hati dengan segala keputusan Allah 5) Menafkahkan harta 6) Selalu bertawakal kepada Allah



10. Terapi Mahabbah a. Pengertian Mahabbah berasal dari al-habb. Menurut pendapat lain berasal dari ash-Shafa yang berarti jernih. Pendapat lain, berasal dari kata alHabab (buih). Ada pula yang mengatakan berasal dari habbun bentuk jama’ dari habbatun yang artinya intisari sesuatu dan asal mula kejadian.



26



Mahabah menurut para sufi adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan dan kecantikan.29 Cinta itu adalah kecenderungan hati kepada yang dinginkan dan disenangi. b. Keutamaan Mahabbah Dalam pandangan sufi mahabbah merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal. Abu Ali Dahaq berkata bahwa cinta kepada Allah SWT adalah suatu sikap yang mulia, yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya: Allah memberitahukan bahwa Dia mencintai hamba-Nya dan hamba-Nya pun harus mencintai mencintaiNya. Shail berkata “Barangsiapa cinta kepada Allah, dia hidup, tapi barangsiapa, tapi barangsiapa cinta kepada selain Allah, dia mati.30 c. Indikator Mahabbah Indikator atau tanda-tanda Mahabbah itu dapat dilihat dari dua sisi. Pertama tanda-atanda kecintaan Allah kepada hamba dan yang kedua kecintaan hamba kepada Allah. Kecintaan Allah kepada hambanya dapat dilihat dari: 1) Pengaturan Allah yang baik kepadanya 2) Allah bersikap lunak dan lembut kepadanya memberikan hal yang termudah baginya. 3) Menjadikan orang yang diterima di kalangan penduduk bumi. 4) Allah menimpakan cobaan kepadanya. 5) Meninggal dunia dalam keadaan sedang mengerjakan amal shaleh. Adappun tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah dapat pula dilihat dari beberapa hal berikut ini: 1) Mencintai perjumpaan dengan Allah SWT 2) Muncul kesenangan. 3) Sabar terhadap semua hal yang tidak disukai 4) Memprioritaskan kecintaannya kepada Allah Saikh Syihabuddin Umar Sahrawati. Awarif al- Ma’arif. Trans Ilma Ngrahani Islamail Ibnu Athoillah Assaukandari. Mempertajam Mata Hati. (Surabaya: Bintang Pelajar), h.



29 30



37



27



5) Kesukaan bergebu-gebu dalam berdzikir 6) Gemetar hatinya. 7) Cemburu kare Allah 8) Mencintai kalam Allah SWT 9) Merasa menyesal bila ada amal yang terlewatkan Mengenai tanda-tanda mahabbah dikemukakan oleh Allah dalam alQuran antara lain: Artinya: “dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah 2:165) d. Buah Mahabbah Cinta dan kasih sayang yang diberikan Allah kepada hamba-Nya atau upaya maksimal yang dilakukan hamba untuk meraih cinta-Nya secara hukum kausalitas sesungguhnya akan membuahkan hasil. Hasil tertinggi adalah memuluskan jalan untuk lebih mengenal Allah atau berma’rifat dengan-Nya, Buah dari pribadi yang memiliki cinta tercermin pada kemuliaan akhlak keseharian sehingga kehadirannya bear-benar akan menjadi rahmat dan sumber kebaikan. Allah berfirman: Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian



apabila



kamu



telah



membulatkan



tekad,



Maka



bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali-Imran: 3:159)



28



e. Proses terapi Mahabbah Penerahapan mahabbah sebagai terapi rohani dapat ditempuh melalui tahapan sebagai berikut: 1) Menceking



kadar



mahabbah



yang



dimiliki



dengan



cara



memanfaatkan indikator tersebut untuk mentalaah. 2) Mempelajari berbagai hal yang terkait dengan sumber penyebab diperolehnya kecintaana atau dicintai Allah. 3) Menerima dan meyakini serta mengamalkannya dengan sungguhsungguh 4) Merawat kondisi rohani agar tetap istiqomah dengan keadaan yang menyebabkan diri pelakunya menjadi orang dicintai oleh Allah. 11. Terapi Ma’rifatullah 1. Pengertian Ma'rifat dari segi bahasa berasal dari kata 'arafa, ya'rifu, irfan, ma'rifat, yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Ma'rifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya. Mustafa zahari mengartikan ma‘rijat mengetahui Allah dari dekat sehingga sanubari melihat Allah.31 Ma'rifat kepada Allah adalah mengenal Allah dengan penglihatan mata hati, tidak dengan penglihatan mata kepala. Menurut orang sufi, ma'rifat ialah sifat orang yang mengenal nama-nama dan sifat-sifat



Allah



dan



sebagai



bukti



pengenala-Nya



ialah



ketundukkannya kepada Allah, dengan meninggalkan sifat-sifat yang tercela, selalu ingat kepada Allah, sehingga Allah mencintainya dan memberi karunia kepadanya berupa petunjuk. sehingga dengan petunjuk itu is tidak dapat dipalingkan oleh apapun, kearah yang tidak diridhai oleh Allah Ta'ala.



31



Mustafa Zahari. Kunci memahami Ilmu Tasawuf. (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1995), h.



227



29



2. Keutamaan Ma’rifat Ma'rifat merupakan suatu tingkatan kulminasi yang ditempuh oleh para sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan, perjalanan menuju Tuhan merupakan metode pengenalan (ma'rifat) secara rohani terhadap-Nya. Dalam pandangan kaum sufi, ma'rifat menjadi begitu penting mengingat manusia sulit mengetahui secara mendalam tenting Penciptanya selama ia belum melakukan perjalanan menuju Allah. Walaupun ia adalah orang yang heriman sceara aqlivah. Sebab ada perbedaan mendasar antara iman secara aqiiyah atau logis-teoritis (aliman al-ugh an-nazhari) dan iman secara dzauq atau rasa (al-iman asysyu'uri adz-dzauqi) . Ma'rifah secara aqliyah dapat diperoleh dengan mengunakan logika manusia. sedangkan ma'rifat adz-dzauqi hanya dapat diperoleh dengan pengalaman dan perasaan hati yang mcndalam.32 Dalam kalangan sufi muncul ungkapan auualudin ma'rifatullah (mula-mula beragama kenal dengan Allah), maka dengan demikian mengenal Allah sangat penting dalam beragama dan sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan rohani karena ia adalah fitrah bagi manusia. 3. Indikator Tanda-tanda ma'rifat menrut Dzun Nun Al-Mihsri adalah sebagai berikut: "tanda seseorang disebut 'arif sesungguhnya ada tiga, cahaya alma'rifat tidak memadamkan cahaya kewara'annya; dia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir; dan ban.yaknya nikmat



Tuhan



tidak



mendorongnya



menghancurkan



tirai-tirai



larangan Tuhan" Seseorang arif yang sempurna selalu melaksanakan perintah Allah, terikat hanya kepada-Nya, senantiasa bersama-Nya dalam kondisi apapun dan semakin dekat serta menyatu kepada Allah. 32



Drs. M. Sholihin. M.Ag Op.Cit. h. 45



30



Menurut Asy-Syatibi yang dikutip oleh Mustafa Zahari dalam Tasawuf tematik oleh Dr. M. sholihin, M.Ag mengemukakan cirri-ciri ahli ma'rifat antara lain: "Adapun ciri-ciri ahlul ma'rifat ialah orang yang hatinya bagaikan cermin yang dapat terlihat di dalamnya hal-hal yang gaib daripada selain dia, dan sinar hatinya tiada lain kecuali nurul iman dan nurul yaqin(cahaya keyakinan). Atas kadar kekuatan imannva , bersinarkah nur hatinya. Dan alas kadar kekualan sinur nur hatinya, dapatlah ia "bermusyawarah" dengan al-Haqqu dan atas kadar kekuatan musyahadah,



dapatlah



ia



berma'rifat



dengan asma Allah,



shifatullah. Dan atas kadar kekuatan ma'rifatullah dengan keduanva itu dapatlah ia mencapai ma'rifitt Dzatullah yang Mahu Agung.66 4. Proses Terapi Ma’rifat Di samping itu untuk memperoleh masrifat diperlukan berbagai upaya. Upaya yang dimakasud antara lain adalah melakukan Riyadhah, Tafakkur, Tazkiyyah, dan Dzikrullah. Riyadhah, sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik. Latihan mistik yang dimaksud adalah latihaD kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwa. Riyadhah dapat Pula dikatakan sebagai proses internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih untuk meninggalkan sifat-sifat jelek. Dalam riyadhah diperlukan mujahadah. Mujahadah adalah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek dan berjuang untuk melakukan amal-amal yang saleh. Sebab ilmu dapat diperoleh melalui usaha menegakkan amalan saleh. Tafakkur, berarti memikirkan, menganalisa yang merupakan proses pembelajaran. Objek tafakkur adalah apa yang telah diciptakan oleh Allah, bagaimana cars mendekatkan diri kepada Tazkiyyah, adalah proses pensucian jiwa melalui tahapan Takhalli dan Tahalli adalah proses pembersihan dan membuang segala



31



kotoran-kotoran atau penyakit-penyakit rohani yang berada di hati kemudian menghiasinya dengan hal-hal yang baik yang diridhai Allah atau dihiasi dengan sifat-sifat yang mulia. Dzikrullah. Artinya adalah mengingat, menyebut nama-nama Allah atau lafaldz-lafaldz yang diajarkan oleh Allah melalui rasul-Nya secara lisani maupun Qalbi. Buah dari dzikir itu adalah ketenangan dan kedekatan batin dengan dan bersama Allah. 12. Terapi Dzikir dan Doa a. Pengertian Doa diartikan sebagai upaya sadar dan terencana seorang hamba untuk melakukan permohonan kepada sang khaliknya. Doa juga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan atas dasar kesadaran yang tinggi akan kehambaan dirinya yang memiliki berbagai keterbatasan dan kekurangan serta berbagai hajat hidupnya dalam kehidupan kepada yang memiliki kehidupan dan perbendaharaan yang tidak pernah mengalami keterbatasan. b. Epistemologi Doa Epistimologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari dasar-dasar dan batasan-batasan pengetahuan.33 Bagian dari ilmu falsafah yang membahas tentang asal.34 Do’a adalah permohonan, permintaan dan sebagainya kepada Tuhan. Doa berarti memohon, meminta, mengundang, memanggil atau menghimbau. Doa manusia kepada Tuhan Manusia berarti memohon sesuatu kepada-Nya.35



33



Drs. Peter Salim dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Modern English Press. 1991, Edisi Pertama0, h. 404 34 Hasan Shadely. Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2003), h. 217 35 Prof. Dr. Harun Nasution. Eksiklopedi Islam di Indonesia. (Jakarta: Djembatan, 1992), h. 222



32



c. Alasan Berdoa Berdoa dikarenakan adanya pernyataan amar (perintah) untuk melakukan doa. Setiap perintah dasarnya wajib dilakukan dan bernilai ibadah bagi yang melakukannya. Setiap perintah yang bernilai ibadah kalau dilakukan dan ia bernilai guna. Ada dua kegunaan do’a bagi kehidupan para pelakunya yaitu sebagai preventif (pencegahan-tetap mendapatkan keselamatan dan kesehatan yang ke dua untuk menolak kemudharatan. d. Sumber-sumber doa Dilihat dari sumber doa, maka doa bersumber dari AI-Qur'an, Sunnah, Ijtihad dari Qur'an dan Sunnah serta ilham dan budaya atau urf. Al-Qur'an langsung redaksinya dari Allah diturunkan kepada Nabi berisikan lafal-lafal doa atau kalimat-kalimat jumlah khabariyahnya yang difungsikan sebagai doa. Dalam sunah ditemukan pula aturanaturan hidup mulai dan bangun tidur sampai tidur lagi carat dengan bimbingan doa sehari-hari. Begitu pula seterusnya termasuk urf (kebiasaan atau kebudayaan yang dikenal dengan istilah Ma'lum shirfain dan Ghairu Ma’lum Shirfain (system kehidupan yang dapat dipergunakan untuk berdoa kebudayaan yang sejalan dengan Tauhidullah dan kemusyrikan. Dari kc dua hal int yang boleh diikuti adalah Urf Ma’lum shirfaini—yang tidak bernuansa kemusyrikan. e. Tahap Persiapan Doa 1) Ambil Wudhu, tutup aurat dan bersihkan pakaian serta tempa untuk melakukan doa. 2) Tumbuhkan keyakinan di dada (hati) 3) Dalam berdoa usahakan dilakukan sepenuh hati 4) Perbanyak amal kebajikan yang diridhai Allah 5) Bebaskan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan kepada Allah 6) Perbaiki jalinan silaturahim yang terputus 7) Perhatikan hal-hal yang membuat doa diijabah. 8) Mengeluarkan sedekah sebelum berdoa



33



9) Mulailah berdoa dengan memuji dan menyanjung Allah 10) Hindarkan mendoakan orang lain celaka 11) Berdoalah berdasarkan kebutuhan. f. Kunci-kunci pembuka Doa Asmaul



husna



merupakan



kunci



yang



dipergunakan



dalam



meningkatkan kualitas doa. Ibarat memanggil seseorang dikhalayak ramai, dia akan menjawab panggillan ketika namanya disebut. Bgitu juga Allah SWT akan lebih cepat memberi jawaban atas permohonan atau permintaan seorang hamba-Nya. Artinya: “dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (QS. AlMukmin 40:60)



34



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Penyakit rohani ialah adanya sifat dan sikap (budi pekerti) yang buruk dalam rohani seseorang manusia, yang mendorongnya untuk berbuat buruk dan merusak, yang menyebabkan terganggunya kebahagian dan terhalangnya dia dari memperoleh keridhaan Allah.



3.2 Saran Hindari Penyakit rohani dengan mendekatkan diri kepada Allah dan juga menjalankan perintah - Nya serta menjauhi larangan – Nya.



35



DAFTAR PUSTAKA



A.W. Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif Abd. Bin Nuh dan Bakry, Oemar. 1991. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya Abdul, Qasim. 2015. Risalatul Al-Qusyairiyah fil ulumil Tashawwufi. Darul Khairi: 1046 M/438 H Ahmad, Shakil Khan dan Ahmad, Wasim. 2010. Ghibah: Sumber Segala Keburukan. Bandung: PT Mizan Pustaka al-Munajjid, Muhammad. 2006. Silsilatu ‘Amalu al-Qulubub. Edisi Indonesia Silsilah Amalan hati. Bandung: Irsyad baitus Salam, 2006 Assaukandari. 2015. Mempertajam Mata Hati. Surabaya: Bintang Pelajar Drs. Peter dan Yenny. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press Nasution, Harun. 1992. Eksiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Djembatan Shadely, Hasan. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Shadily, Hassan. 1997. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Syarif, Mellyarti dan Salmadanis. 2006. Keperawatan Rohani. Jakarta: The Minangkabau Foundation Zahari, Mustafa. 1995. Kunci memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu Offset Zaini, Syahminan. 2015. Penyakit Rohani dan Pengobatannyai. Surabaya: Al Ikhlas



36