Makalah Pendidikan Dan Paradigma Sosiologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “PENDIDIKAN DAN PARADIGMA SOSIOLOGI”



DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1 1. 2. 3. 4. 5.



Ameilia Istifadah Falentina Rahayu Widya Ningsih Gregorius Leraboleng Makin Imelda paulin Yuliya



210401010007 210401010020 210401010003 210401010018 210401010015



UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 2021 Jl.S.Supriadi No.48 Malang Jawa Timur, Indonesia Phone (+62341) 801488 Email @unikama.ac.id



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Kami haturkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Pendidikan dengan baik. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan baru untuk pembaca.



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1 BAB I ................................................................................................................................................... 2 PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 2 A.



Latar Belakang .......................................................................................................................... 2



B.



Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2



C.



Tujuan Pembahasan .................................................................................................................. 2



BAB II .................................................................................................................................................. 4 PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 4 A.



Pengertian Paradigma Sosiologi ................................................................................................ 4



B.



Pendidikan .............................................................................................................................. 11



BAB III ............................................................................................................................................... 14 PENUTUP .......................................................................................................................................... 14 A.



Simpulan ................................................................................................................................. 14



B.



Saran ....................................................................................................................................... 14



DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 15



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, demikian pula sebaliknya. Pendidikan hanya dapat berlangsung dan terlaksana dalam hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendidikan digunakan oleh setiap masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat dan budayanya, untuk mengupayakan agar setiap warga masyarakat menjadi pendukung aktif institusi dan budaya yang bersangkutan. Di satu sisi, pendidikan merupakan proses, dimana terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik di dalam suatu masyarakat. Di sisi lain, pendidikan memiliki suatu visi 3 kehidupan yang hidup dalam suatu masyarakat. Pendidikan merupakan suatu proses menaburkan benih-benih budaya dan menyemaikan peradaban manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau visi yang berkembang dan dikembangkan di dalam suatu masyarakat B. Rumusan Masalah Apa Pengertian Pendidikan dan Paradigma Sosiologi? C. Tujuan Pembahasan Untuk mengetahui bagaimana latar belakang munculnya Pendidikan untuk perkembangan, pengembangan, dan Pembangunan adalah bagian dari paradikma pendidikan yang menempatkan pembangunan sebagai bagian investasi yang panjang, yakni pendidikan bukan hanya untuk kebutuhan masa kini namun untuk kebutuhan berkelanjutan yang dibutuhkan oleh kehidupan. Oleh karena itu pendidikan harus ditempatkan sebagai upaya lepas dari planet bumi dan alam semesta dari kepunahan dan kerusakan.pendidikan harus menjamin terjaganya ekosistem, nilai tanggung jawab sosial, dan terbentuknya lingkungan sosial dan lingkungan alam yang keluar.Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.



2



Agar kita tahu nahwa Paradigma atau kerangka berfikir, disebut juga mainstream, adalah bagian dari sistem berfikir yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dengan paradigma diharapkan dapat tercipta sistem dan pola fikir yang lebih mendekati pola yang diharapkan atau di idealkan.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Paradigma Sosiologi Paradigma sosiologi merupakan „cara pandang‟ dalam melihat persoalan atau fenomena sosial. Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul "The Structure of Scientific Revolution", paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Teori memiliki sifat yang sangat dinamis. Artinya, teori yang telah dibangun, mapan, dan diakui eksistensinya dapat mengalami perubahan sebagai akibat adanya temuan-temuan baru yang diperolehh melalui penelitian. Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa dipergunakan berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian. paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam setiap proses kegiatan perencanan pelaksanaan dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenarannya. 1. Paradigma Th. Kuhn (1963) dalam The Structure of Scientific Revolutions mendefinisikan paradigma sebagai satu kumpulan pengetahuan yang masuk akal, sebagai satu model atau pola yang diterima Sosiologi dan Antropologi Pendidikan 8 (dalam Turner, 2012: 764). Pengertian umum paradigma adalah sebuah gambaran dasar dari pokok masalah ilmu. Secara rinci paradigma itu sendiri mengandung pengertian:  Cara memandang sesuatu  Dalam ilmu pengetahuan: model atau pola, dan dari model itu fenomena dipandang dan dijelaskan  Totalitas premis teoretis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret  Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset. Sebuah paradigma adalah gambaran dasar dari pokok perhatian dalam sebuah ilmu. Ia berfungsi untuk mendefinisikan 4



apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang ditanyakan, bagaimana untuk menanyakannya, dan kaidah-kaidah apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang didapatkan.



2. Paradigma Fakta Sosial Paradigma sosial berasumsi bahwa individu akan senantiasa tunduk total terhadap struktur dan atau fakta sosial non material. Individu tidak akan berdaya terhadap fakta sosial yang terus mengatur dalam aktivitas sosialnya sehari-hari karena itu individu tidak akan mampu menjadi agen atau mengonstruksi ulang terhadap struktur yang mengekangnya. Semua aktivitas politik, ekonomi, dan sosial, dan budaya akan menuruti struktur atau fakta sosialnya. Tidak sedikit pun peluang terbuka bagi individu untuk melakukan aktivitas yang berusaha menolak terhadap fakta sosialnya. Logika berpikir dengan paradigma fakta sosial ini jika digunakan untuk menganalisis fenomena pendidikan juga akan menempatkan setiap aktivitas pendidikan dan pembelajaran senantiasa mengikuti dan menuruti struktur atau fakta sosialnya. Sebagai ilustrasi misalnya seorang mahasiswa berangkat dari rumah hingga mengikuti kuliah di kampus akan tampak terlihat tidak nyaman terhadap fakta sosialnya. Ketika ia masih di rumah kostnya sudah banyak aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang harus ditaatinya mulai di mana kamarnya, tempat mandi, tempat menjemur pakaian, hingga aturan tata cara tamu berkunjung yang harus menaati aturan 11 sebagaimana ditempel dalam pintu kamarnya. Begitu keluar dari rumah dengan mengendari sepeda motor dan masuk ke jalan, ia harus tunduk pada aturan sebagaimana tertuang dalam UU No. tentang Lalu Lintas. Sesampainya di kampus, ia juga ditangkap oleh sejumlah aturan tertulis yang berlaku dalam kampus. Begitu juga ketika masuk dalam ruang kuliah, ia harus mengikuti sejumlah aturan yang telah disepakati seperti bagaimana harus bersikap pada dosen, mengisi absensi, tidak boleh ramai, dan menjaga tertib kuliah. Jadi sebagai individu, mahasiswa tersebut praktis tidak ada ruang gerak untuk bertindak bebas sesuka hatinya, semuanya harus mengikuti kehendak fakta sosial yang memaksanya, tidak diatur oleh struktur secara ketat, sehingga aktivitas berjalan rutin, reguler, formal, dan lama-lama menjadi terpola. Struktur seperti itu kemudian berjalan dalam waktu yang lama, dan kemudian menenggelamkan individu dalam sebuah fakta sosial non material, berjalan terus menerus dan akhirnya mapan, dan bahkan mendapat dukungan dari individu-individu, sehingga struktur memperoleh sumber daya untuk terus memaksa tindakan individu. Dari sudut pandang paradigma fakta sosial, proses inilah yang kemudian menambah energi fakta sosial untuk keluar dari individu dan kemudian memaksa tindakan individu, dan akhirnya individu terus tunduk secara total dalam dunia sosialnya. 5



3. Paradigma Definisi Sosial Sebagai respon ketidakpuasan terhadap asumsi yang dibangun dalam paradigma fakta sosial, dalam sosiologi dikenal apa yang disebut sebagai paradigma definisi sosial. Tokoh utamanya yang sering dirujuk dalam paradigma ini adalah karya-karya Max Weber dan pengikut-pengikutnya. Terdapat argument yang berbeda secara diametral yang dirumuskan oleh paradigma definisi sosial. Jika dalam paradigma fakta sosial individu tunduk total terhadap struktur, argumen paradigma definisi sosial justru sebaliknya. Individu adalah makhluk kreatif yang mampu atau setidaknya berpotensi menawar dan bernegosiasi dengan struktur sosial pengekangnya. Pada prinsipnya manusia baik sebagai individu maupun kelompok, memiliki kemampuan untuk mendefinisikan dunia sekitarnya melalui aktivitas interpretasi, pemaknaan, dan pemahaman. Sebagai subjek aktif, manusia tidak tunduk total terhadap struktur, tetapi senantiasa melakukan penawaran, negosiasi, dan bahkan resistensi terhadap daya kontrol struktur-struktur sosial. Melalui metode verstehen, mengandaikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk memahami, menginter - pretasi, dan memaknai dunia sekitarnya sebagaimana tercermin pada tindakan sosialnya.Penggunaan metode ini jelas mengandaikan bahwa manusia dipandang sebagai subjek aktif yang berpotensi untuk menginterprestasi terhadap berbagai hal 21 yang diterimanya. Kemampuan pemahaman orang mendapatkan peluang untuk mengonstruksi terhadap realitas sosial, dengan demikian orang juga mampu mendefinisikan dunia sosialnya. Asumsi inilah yang kemudian menjadi karakter utama yang sekaligus membedakan dengan asumsi paradigma fakta sosial. 4. Paradigma Perilaku Sosial Paradigma ketiga apa yang disebut sebagai paradigma perilaku sosial, yang asumsi-asumsinya berbeda dengan paradigma definisi sosial. Akan tetapi ada kesamaan dengan paradigma fakta sosial, terutama asumsinya terhadap posisi individu yang tunduk pada struktur sosial. Individu bukan sebagai subjek aktif, tetapi pasif yang bisa dikontrol oleh struktur sosial yang bermuatan nilai, sistem aturan, dan institusional. Eksemplar atau karya utama yang menjadi rujukan paradigma perilaku sosial ini adalah B.F. Skiner, seorang psikolog. Para penganut paradigma ini sering disebut sebagai kalangan behavioris yang percaya bahwa perilaku individu dapat dikontrol oleh kehendak si pengontrol. Pokok perhatian sosiologi bagi kalangan behavioris sosial adalah perilaku tanpa pikir para individu. Secara lebih khusus, kaum behavioris sosial pokok perhatiannya adalah penghargaan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan 6



dan hukuman yang mencegah perilaku tanpa pikir. Teori-teori sosial yang mengikuti kubu ini antara lain teori pertukaran, teori jaringan, teori 27 pertukaran jaringan, dan teori pilihan rasional. Meski di antara itu di sana-sini tidak ketat dalam asumsi positivistiknya, tetapi secara paradigmatik tetap berasumsi bahwa perilaku sosial bisa dikendalikan dan sekaligus dikehendaki oleh si pengendali. Konsekuensi atas asumsi tersebut, maka dalam ilmu pendidikan juga cukup luas pengaruhnya, bahkan cukup mendominasi. Berbagai teori pembelajaran kebanyakan bersifat positivistik yang berhimpit dengan paradigma perilaku sosial. Siswa adalah dipandang sebagai subjek pasif yang diposisikan sebagai penerima pesan pembelajaran yang telah dirancang secara ketat oleh perancang agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 5. Multi Paradigma Alasan utama paradigma ini karena pada kenyataannya realitas sosial bukanlah bersifat tunggal, tetapi beragama dan kontekstual, serta relasional. Oleh karena itu, penjelasan secara diterministik tidak cukup berhasil memperoleh penjelasan yang lebih mencakup. Bersamaan dengan itu, prosesproses sosial yang terjadi dalam hubungan-hubunan, interaksi, dan komunikasi orang sebagai warga masyarakat tidak secara monoton menggunakan rujukan diterministik. Adakalanya orang dipengaruhi oleh struktur sosial dalam melakukan tindakan sosialnya, tetapi ada juga yang mampu menjadi agen. Semuanya tidak berlangsung secara diterministik, tetapi relasional, cair, dan kontinum. Ritzer menyebut pendekatan ini dengan istilah menuju paradigma yang lebih integratif 6. Paradigma: Kategori Versi Lain Ada juga yang mencoba membedakan paradigma menjadi kategori, yaitu paradigma positivistik, paradigma konstruktivistik, dan paradigma kritis. Kempat paradigma tersebut memiliki asumsi berbeda dan memiliki implikasi terhadap perbedaan pilihan metode penelitiannya. Keempat paradigma tersebut kemudian diuji dengan pandangan ontologi (apakah bentuk dan hakikat suatu realitas), epistimologi (apakah hakikat hubungan-hubungan antara muatan teoretik dan muatan nilai, serta apa yang akan diketahui), dan metodologi (bagaimana bisa penemuan dapat mendapatkan, apakah yang mereka yakini dapat diketahui). 7. Paradigma Positivistik Paradigma positivistik berakar pada filsafat positivistik, terutama dari Rene Descartes yang kemudian mendapat banyak pengikut sehingga melahirkan pemikiran cartesian. Namun paradigma positivistik ini juga tidak lepas dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermula dari era pencerahan (enligtment). Selama lebih dari satu milenium Eropa dan juga belahan bumi lainnya lebih banyak dipengaruhi oleh cara berpikir teologis dan 7



metafisik, ketika manusia meleburkan diri menjadi satu kesatuan semesta dan mencari penjelasan dunia sekitarnya juga menggantungkan diri pada alam itu sendiri. Era ini ditandai oleh kuatnya institusi agama, terutama gereja, yang berkelindan dengan kekuatan politik kenegaraan yang berpusat di Roma. Kebenaran selalu dicari dari rujukan kitab agama, sehingga apa pun yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam teks kitab dianggap tidak benar. Produksi pengetahuan pada era ini tidak netral karena semuanya digunakan untuk kemapanan struktur sosial politik yang berpusat pada negara dan agama. Jadi selama hampir satu milenium negara dan agama tampil sebagai pusat segalanya, termasuk ilmu pengetahuan, dan bahkan produksi pengetahuan 31 itu sendiri menjadi instrumen dominasi negara dan agama atas rakyat. Dalam era ini praktis tidak ada suara-suara, pemikiran, gagasan, apalagi teori yang berbeda dengan apa yang tertuang secara tekstual dalam kitab agama. 8. Paradigma Konstruktivistik Kemunculan paradigma konstruktivistik tentu bukan secara tiba-tiba, melainkan merupakan proses dari perdebatan teoretik dalam sejarah perkembangan sosiologi itu sendiri. Setelah sekian waktu teori-teori sosial bersifat umum, dan kemudian muncul teori-teori tengahan, teori dari yang bersifat makro menuju mikro, serta perdebatan antara kubu objektivis dan subjektivis; juga tidak kalah penting perdebatan ilmiah dan sekadar pengamatan peristiwa sosial mikro seperti tradisi Paradigma Sosiologi dan Fenomena Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Pendidikan 36 interaksionisme simbolik, maka munculah tradisi pemikiran baru yang merujuk pada paradigma konstruktivistik. Pembagian Paradigma Sosiologi o Paradigma fakta sosial Paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang dilakukan dengan kajian ilmu sosial melalui fakta-fakta atau realitas yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh dari Paradigma Fakta Sosial yaitu korupsi yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ialah korupsi, korupsi dalam bentuk apapaun, bukan hanya korupsi uang akan tetapi korupsi waktu. Tindakan korupsi berupa prilaku yang menyimpang, secara sedar sebenarnya sudah diketahu bahwa hal ini adalah salah, akan tetapi demi terwujudkan impian dan apapun seseorang akan melakukannya. Tindakan yang dialakukan secara sadar, meskipun kita bisa membendakan bahwa hal itu salah adalah wujud contoh paradigma fakta sosial o Paradigma Definisi Sosial Paradigma ini berbicara mengenai perilaku seorang individu aktif yang mampu menciptakan sebuah realitas sosial tersendiri. Contoh dari definisi sosial ini adalah ketika seseorang melakukan sesuatu aktivitas, maka aktivitasnya tersebut 8



terdapat sebuah tujuan, dimana tujuan ini mampu menciptakan membentuk sebuah realitas sosial tersendiri. Terdapat tiga teori utama dalam paradigma definisi sosial, yaitu teori aksi sosial, teori interaksionisme simbolik dan teori fenomenologi, dan Juga dramaturgi. o Paradigma Perilaku Sosial Paradigma perilaku sosial yang dalam objek kajian sosiologi dikenal dengan adalah serangkaian pusat studi yang mengedepankan tentang tingkahlaku individu akibat adanya perubahan terkait dengan tingkah laku selanjutnya, sehingga secara tegas dalam hal ini prilaku manusia ada perulangan. Contohnya Budaya adalah hal-hal yang berkaitan dengan akal budi serta yang dilakukan oleh masyarakat secara berulang. Disini terlihat bahwa dalam arti nilai sebuah budaya dilestariakan masyakarat sebagai salah satu bagian daripada kehidupannya. Adapun untuk contoh kebudayaan dalam masyarakat ini misalnya saja seperti; Bahasa,Organisasi Sosial, Organisasi Kemasyarakatan,Transportasi Tradisional,Rumah Tradisional,Pakaian Tradisional,Alat Musik Tradisional, Sistem Religi,Kepercayaan Kejawen,Kesenian. Teori Pendukung Paradigma Sosiologi o Teori Pendukung Paradigma Fakta Sosial  Teori fungsionalisme struktural Teori fungsionalisme Struktural lahir dari pemikiran biologis yang dikonsepkan oleh Comte dan Herbert Spencer, di mana masyarakat dianalogikan sebagai organisme biologis. Maksudnya, masyarakat terdiri dari organ-organ yang saling bergantung guna bertahanan hidup.  Teori konflik Teori yang lahir sebagai kritik atas teori fungsionalisme struktural. Teori ini dikembangkan oleh Marx. Pendukung teori ini antara lain George Simmel, Lewis A. Coser, dan Ralf Dahrendorf.Menurut teori ini, masyarakat berada dalam ketidakseimbangan yang selalu ditandai dengan adanya pertentangan atau konflik.



9



o Teori pendukung paradigma definisi sosial  Teori aksi Teori aksi atau teori bertindak pada awalnya dibangun berdasarkan pemikiran Weber dan Pareto. Menurut Weber, individu melakuka sesuatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu.  Teori interaksionisme simbolik Teori interaksionismesimbolik lahir sebagai persfektif baru yang dilatarbelakangi kemandekan aplikasi teori aksi. Landasan teori ini didasarkan pada analisis Weber. Teori ini memfokuskan pada pembahasan individu yang terkait pada hubungan antara simbol dan interaksi yang terjadi (interaksi sosial mikro).  Teori aksi Teori aksi atau teori bertindak pada awalnya dibangun berdasarkan pemikiran Weber dan Pareto. Menurut Weber, individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu.  Teori interaksionisme simbolik Teori interaksionismesimbolik lahir sebagai persfektif baru yang dilatarbelakangi kemandekan aplikasi teori aksi. Landasan teori ini didasarkan pada analisis Weber. Teori ini memfokuskan pada pembahasan individu yang terkait pada hubungan antara simbol dan interaksi yang terjadi (interaksi sosial mikro). o Teori pendukung paradigma perilaku sosial  Teori behavioral sociology Teori behavioral sociologymerupakan implementasi dari perpaduan obyek kajian psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Menurut George C. Homan, Teori ini menekankan adanya hubungan historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan individu dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkah laku yang terjadi di masa lalu akan mempengaruhi tingkah laku yang terjadi di masa sekarang. 10



 Teori pertukaran (exchange) Teori pertukarandikembangkan oleh George Homan. Teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa semua kontak di antara manusia bertolak dari skema memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlahyang sama.



B. Pendidikan



Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Paradigma dan visi pendidikan yang cocok bagi tantangan zaman sekarang ini yaitu seperti yang pernah dibahas oleh UNESCO dalam World Education Forum dalam mempersiapkan pendidikan manusia abad ke-21. Pendidikan hendaknya mengubah paradigma teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik”. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah, meminjam istilahnya Ivan Illich, menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigma ini,peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), tapi learner (yang belajar) Pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga learner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memiliki semangat membaca yang tinggi. Proses belajar yang terus menerus terjadi seumur hidup ialah belajar bagaimana berpikir. 1. Tujuan dari Pendidikan Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi dan mencerdaskan individu dengan lebih baik. Dengan tujuan ini, diharapkan mereka yang memiliki pendidikan dengan baik dapat memiliki kreativitas, pengetahuan, kepribadian, mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.



2. Fungsi dari Pendidikan



11



Pendidikan juga memiliki fungsi diantaranya adalah mengembangkan kemampuan, membentuk watak, kepribadian agar peserta didik dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Lembaga pendidikan memiliki fungsi seperti:  Untuk mempersiapkan seluruh masyarakat dapat mandiri dalam mencari nafkahnya sendiri  Membangun serta mengembangkan minat dan bakat individu demi kepuasan pribadi dan kepentingan umum  Membantu melestarikan kebudayaan masyarakat  Menanamkan keterampilan yang dibutuhkan dalam keikutsertaan dalam berdemokrasi  Menjadi sumber-sumber inovasi sosial di masyarakat 3. Jenis – Jenis Pendidikan Sesuai dengan apa yang sudah kita bahas di atas, pendidikan memiliki tiga jenisnya yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal.  Pendidikan Formal Jenis pendidikan ini adalah jenis pendidikan yang sudah terstruktur dan memiliki jenjang mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah (SMP), Pendidikan Menengah (SMA) dan Pendidikan Tinggi (Universitas)



 Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur. Jenis pendidikan ini disetarakan sesuai dengan hasil program pendidikan formal melalui proses penilaian dari pihak yang berwenang. Contohnya seperti, Lembaga Kursus, Majelis Taklim, Kelompok Bermain, Sanggar dan lainnya.



12



 Pendidikan Informal Yang terakhir ada pendidikan informal. Pendidikan ini berasal dari keluarga dan lingkungan dimana peserta didiknya diharapkan dapat belajar secara lebih mandiri. Contoh pendidikan informal ini seperti agama, budi pekerti, etika, sopan santun, moral dan sosialisasi. Sekarang sudah paham kan mengapa pendidikan itu harus dibangun dengan baik? Ingat pendidikan adalah investasi terbaik bagi generasi muda. Dengan pendidikan yang baik mereka generasi muda juga dapat memberikan kontribusi lebih untuk bangsa dan negara. Namun, tidak hanya untuk generasi muda pendidikan juga penting untuk semua generasi. Karena itu pendidikan adalah pondasi terbaik yang harus dimiliki semua orang.



13



BAB III PENUTUP A. Simpulan Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para ilmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. B. Saran Demikianlah makalah yang kami buat, kami sebagai penyusun makalah ini, sangat yakin pasti banyak pengetahuan tentang makalah yang kami buat, maka jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca kami persilahkan untuk berkomentar dan kami juga mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.



14



DAFTAR PUSTAKA 1. Penyusun - staffnew.uny.ac.id Oleh: S.W. Septiarti, M.Si., dkk. ISBN: 978-602-6338-47-1 Edisi Pertama, Cetakan Pertama, 2017 Dicetak dan diterbitkan oleh: UNY Press Jl. Gejayan, Gg Alamanda, Komplek Fakultas Teknik UNY Kampus UNY Karangmalang Yogyakarta 55281 Telp: (0274) 589346 Email: [email protected] © 2017 S.W. Septiarti, M.Si., dkk. Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Anggota Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI) http://staffnew.uny.ac.id/upload/132326892/pendidikan/Sosio%20Antro %20Pend_Buku.pdf 2. Nanang M Safa (https://kampus215.blogspot.com/2012/07/paradigmasosiologi.html?m=1 (diakses tgl 17/07/2012) 3. Niko Ramadhani https://www.akseleran.co.id/blog/pendidikan-adalah/ (diakses tgl 02 Desember 2016)



15