Makalah Persyaratan Mutu Dan Keamanan Pangan Ikan Segar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MATA KULIA : MANAJEMEN MUTU PRODUK PERIKANAN MODUL



: PENGUJIAN MUTU PRODUK PERIKANAN



DOSEN



: IR. ANDI YUSUF LINGKA M.P.



OLEH : ERWIN 1922010021 A (BDP)



BUDIDAYA PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP 2020/2021



BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ikan dan produk perikanan merupakan salah satu sumber pangan yang sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global di masa yang akan datang akan makin meningkat karena beberapa faktor, di antaranya meningkatnya jumlah penduduk serta pendapatan masyarakat dunia; meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat atau healthy food (di antarannya ditandai dengan rendahnnya kandungan kolesterol dan tingginya asam lemak tak jenuh ganda omega-3 serta komposisi asam amino yang lebih lengkap), sehingga mendorong perubahan pola konsumsi daging dari red meat ke white meat; adanya globalisasi yang menuntut adanya makanan yang bersifat universal semisal ikan. (Tampubolon, 2009). Sebelum ikan menjadi produk makanan yang bersifat universal, maka produk perikanan harus melalui persyaratan jaminan mutu yang ketat yang juga bersifat universal atau berlaku di seluruh dunia. Sebagai produk pangan, ikan tetap dapat menyebabkan permasalahan kesehatan. Ikan dan produk perikanan dapat terkontaminasi sejak dari proses penangkapan / pembudidayaan sampai dengan sesaat sebelum dimakan. Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada ikan dan produk perikanan telah mendorong setiap negara untuk melindungi konsumen dengan mengeluarkan kebijakan berupa peraturan-peraturan dan standar mutu, di mana setiap produk perikanan yang diekspor harus bisa memenuhi persyaratan peraturan-peraturan dan standar mutu di negara tujuan ekspor. Demikian pula sebaliknya, produk perikanan asing yang masuk ke Indonesia harus juga bisa memenuhi peraturan-peraturan dan standar mutu produk di Indonesia. Hasil perikanan tangkap sebagian besar tetap statis selama dua dekade terakhir, produksi perikanan budidaya telah berkembang pesat dalam periode yang sama. Dari tahun 1970-2008, produksi ikan konsumsi dari budidaya meningkat rata-rata 8,3 persen. Cina sejauh ini merupakan produsen utama produk perikanan budidaya dunia, pada tahun 2008, produksinya sekitar 33 juta ton produk perikanan budidaya (tidak termasuk tumbuhan). Produksi perikanan budidaya China diperkirakan 10 kali lebih besar dari hasil produksi produsen kedua, India dengan 3,4 juta ton pada tahun 2008. Beberapa negara anggota APEC lainnya merupakan produsen utama produk perikanan budidaya. Vietnam, Indonesia, Thailand, Chile, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Republik Korea dan Cina Taipei; semua peringkat 15 teratas produsen produk perikanan budidaya dunia. Isu keamanan pangan terkait dengan produk ini berasal dari beberapa faktor termasuk metode produksi ikan budidaya, mudah terkontaminasi dan dekomposisi, dan penggunaan bahan kimia secara sengaja yang tidak diijnkan.



Permasalahan ini sulit dihitung secara global, meskipun informasi yang cukup dapat diperoleh dari sistem pemantauan, seperti Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan Eropa (European Rapid Alert System for Food and Feed – RASFF). Pada tahun 2009 ikan, krustasea dan moluska menyumbang 22,3% dari 3.204 total notifikasi RASFF. Pada tahun 2008, notifikasi RASFF meningkat 14,8% dari 3.045. Sebagian besar peningkatan 2008-2009 adalah karena lonjakan besar penolakan produk perikanan di pintu akibat penyalahgunaan senyawa antimikroba seperti nitrofurans, kendati masalah tetap ada dengan bahaya keamanan pangan lainnya. Penolakan pada pintu masuk perbatasan (border rejection) dipublikasikan di RASFF. Penyebab utama notifikasi RASFF adalah: Ikan (467 total notifikasi) – mikroorganisme patogen, kontrol yang buruk/tidak memadai, biokontaminan, logam berat, dan parasit. Kekeerangan (54 total notifikasi) – mikroorganisme patogen dan biotoxins. Cephalopoda (39 total notifikasi) – logam berat dan kontrol yang buruk/tidak memadai. Crustacea (177 total notifikasi) – Residu dari obat-obatan (hewan), logam berat, dan bahan tambahan pangan. Analisis tren bahaya dilaporkan RASFF pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya menunjukkan: Masalah signifikan yang lebih besar pada nitrofurans, kadmium, parasit, Listeria monocytogenes, pelabelan yang tidak tepat, kontrol yang buruk/kurang memadai, dan pembusukan. Masalah signifikan yang lebih sedikit adalah karena kontaminasi sulfit dan Vibrio sp.



2. TUJUAN Mengetahui persyaratan standar mutu dan keamanan pangan produk perikanan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA  Penyebab Ketidakamanan Pangan Penyebab ketidakamanan pangan adalah (Baliwati, dkk, 2004): 1. Segi gizi, jika kandungan gizinya berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, diabetes. 1. Segi kontaminasi, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-bahan kimia. Penyebab pangan tersebut berbahaya karena, makanan tersebut dicemari zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karenan didalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan (Azwar, 1995). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria.keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Dalam menanggapi masalah keamanan pangan yang terkait dengan makanan hasil laut, produk ini harus memenuhi standar yang semakin ketat untuk memastikan mutu dan keamanannya. Standar pangan umumnya berasal dari dua sumber. Pertama, Standar Sektor Publik, yang meliputi hukum dan peraturan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Tergantung pada negara, peraturan dapat lebih spesifik sesuai negara itu sendiri, atau berpotensi diterapkan disuatu wilayah (misalnya Uni Eropa) atau blok perdagangan. Negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO) mengakui Codex Alimentarius Commission sebagai sumber utama untuk standar pangan, pedoman dan dokumen terkait seperti kode praktek. Dokumen Codex seringkali menjadi dasar untuk menyusun hukum dan peraturan spesifik negara yang oleh lembaga pengawasan pangan nasional. Standar Codex mengalami revisi berkesinambungan yang prosesnya diatur oleh kerjasama program standar pangan FAO/WHO. Halaman berikut memberikan sebagian daftar standar Codex yang diterapkan untuk sektor perikanan termasuk budidaya.      



BAB III PEMBAHASAN    Perundang-undangan Pangan



Undang-undang pangan pada tahap awal digunakan untuk pencegahan penipuan pada penjualan produk pangan. Seiring berkembangnya jaman, perundang-undangan pangan selanjutnya mencakup keamanan produk pangan atau lebih mengutamakan pertimbangan kesehatan bagi konsumen, sebagai contoh kemanan pangan terkait dengan mikrobiologi yang ada kemungkinan berbahaya pada manusia. Selain itu ada juga standard/peraturan khusus yang ditentukan terkait dengan permasalahan bahaya yang lebih serius, seperti standard pengolahan pangan itu sendiri daripada pencapaian standar mikrobiologinya. Antar negara di belahan dunia menerapkan standard kemanan pangan yang berbeda-beda, hal ini akan menjadikan hambatan pada proses jual-beli produk pangan, perlu adanya penyelarasan perundang-undangan pangan agar semua negara terfasilitasi dalam proses jual-beli produk pangan. Hukum serta perundang-undangan yang mengatur higiene makanan seperti penggunaan zat aditif serta pelabelan merupakan suatu “Single Act Measures” atau langkah tindakan tunggal yang berarti adalah bagian dari kemajuan menuju pasar tunggal. Langkah-langkah ini terkait dengan pentingnya aliran barang dan jasa secara bebas di pasar internasional. Undang-undang dibuat dengan standar tinggi sebagai fungsi perlindungan konsumen terkait keamanan pangan. Konsumen seharusnya mengetahui secara memadai tentang produk pangan yang beredar, misalnya sifat bahan, asal produk, serta kesesuaian produk dengan syarat yang berlaku. Di Indonesia, untuk mengatur Keamanan Pangan, pemerintah telah menetapkan peraturan perundangan-undangan yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, serta Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Keamanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan  manusia. Mengacu kepada peraturan perundangan tentang keamanan pangan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap keamanan suatu produk pangan, yaitu : 1. Sanitasi Pangan Perlakuan efektif Sanitasi Pangan dimaksudkan untuk menghilangkan sel vegetatif mikroba yang membahayakan kesehatan, sekaligus mengurangi mikroba lainnya yang tidak diinginkan, tanpa mempengaruhi mutu produk dan keamanan bagi konsumen. Selain itu perlu adanya syarat higiene pada alat, tempat, pekerja, serta sarana lain yang bersangkutan dengan proses produksi pangan.



2. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Jenis dan batas maksimum penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) diatur dalam pasal 10 sampai 12 UU No. 7/1996 dan peraturan di bawahnya. Penggunaan BTP harus diatur agar bahaya terhadap kesehatan manusia dapat dicegah. Selain itu dalam Permenkes No. 722/Menkes/PER/IX/88 selain menetapkan BTP yang aman juga menetapkan Bahan Terlarang dan Berbahaya. Untuk menguji keamanan BTP, di tingkat dunia BTP dinyatakan aman oleh suatu badan atau komite ahli yang dibentuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang dikenal dengan Joint Expert Committee on Food Additives and Contaminant, disingkat JECFA. 3. Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan Pangan Produk Rekayasa Genetika (PRG)  adalah pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, Bahan Tambahan Pangan dan bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika. Proses rekayasa genetika adalah proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama, untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan pangan yang lebih unggul. Untuk menjamin keamanan PRG, produsen wajib memeriksakan keamanannya bagi kesehatan manusia sebelum produk tersebut diedarkan ke konsumen. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Proses produksi dengan teknik atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif. Hal itu penting  untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan. 4. Kemasan Pangan Menurut UU No.7/1996 tentang Pangan, setiap produsen pangan wajib mengemas produk pangan dengan kemasan yang aman, serta mampu melindungi pangan dari cemaran yang merugikan atau membayakan kesehatan manusia. Kemasan yang baik, mampu memberi perlindungan terhadap produk dari benturan fisik, cahaya, oksigen dan uap air yang dapat memicu pertumbuhan mikroba dan reaksi enzimatik.



5. Penggunaan Bahan Terlarang dan Berbahaya Pada Produk Pangan menggunakan bahan-bahan yang ditetapkan sebagai Bahan Terlarang dan Berbahaya, antara lain adalah: Sesuai dengan Permenkes No. 772/Menkes/PER/IX/88, produsen makanan dilarang : 1. Asam Borat (Boraks) 2. Asam Salisilat 3. Dietil Pirokarbonat 4. Dulsin 5. Formalin 6. Kalium Bromat 7. Kalium Klorat 8. Minyak Nabati yang dibrominasi 9. Kloramfenikol 10. Nitrafurazon



BAB IV PENUTUP  Kesimpulan



Faktor yang berpengaruh terhadap keamanan suatu produk pangan, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.



Sanitasi Pangan, Penggunaan Bahan Tambahan Pangan, Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan, Kemasan Pangan, dan Penggunaan Bahan Terlarang dan Berbahaya Pada Produk Pangan



 SARAN pada saat melakukan proses penanganan produk perikanan sebaiknya kita harus mengikut prosedur manajemen mutu produk perikanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.(SNI).