Makalah Psikologi Trasnpersonal Dan Psikologi Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PSIKOLOGI TRANSPERSONAL DAN PSIKOLOGI ISLAM



DISUSUN OLEH 1. Renita Uki Irawati (1911102433111) 2. Wardatul Jannah (1911102433039) 3. Adzkiya Khoiri Muttaqin (1911102433079) 4. M. Nazaruddin (1911102433025) 5. Aprijal (1911102433053) 6. Rully Amanda (1911102433028) 7. Sara Nurfitrianti(1911102433010) 8. Syarifah Kasiefa Yumna(19111024033071) 9. Yulia Rahmawaty (19111024033027) 10. Desy Ayu Lestari (1911102433099)



PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.



Samarinda, 27 Oktober 2019



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... A. Latar Belakang ..................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................ C. Tujuan ................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. Psikologi Transpersonal ................................................................. 1. Pengertian Psikologi Transpersonal ......................................... 2. Sejarah Aliran ........................................................................... 3. Tokoh Tokoh Psikologi Transpersonal .................................... 4. Konsep Dasar Psikologi Transpersonal .................................... B. Psikologi Islam ............................................................................... 1. Pengertian Psikologi Islam ....................................................... 2. Sejarah Aliran .......................................................................... 3. Trokoh Tokoh Psikologi Islam ................................................. 4. Konsep Dasar Psikologi Islam ................................................. BAB III PENUTUP .................................................................................. A. Kesimpulan ........................................................................................... B. Saran ....................................................................................................



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalaman puncak didefenisikan sebagai pengalaman yang paling baik, paling penting dan paling bermakna dalam hidup seseorang dan dalam banyak hal mirip dengan mistikal dan spiritual . kebanyakan pendekatan psikologis masa kini mengkategorikan pengalaman-pengalaman ini sebagai fantasi, patologi, atau pikiran terdistorsi. Psikologi transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual kedalam konteks psikologis, Dalam konsep Islam, kaum muslimin dalam memperjuangkan ajaran islam dapat melahirkan psikologi islam sebagai cabang ilmu baru dari ilmu psikologi. Psikologi muncul karena adanya pengaruh dari psikologi barat yang mendorong kaum muslim untuk mewujudkan psikologi yang berlandaskan ajaran agama Islam. Walaupun terbentuknya Psikologi Islam karena adanya perkembangan psikologi di Barat yaitu Psikologi Kontemporer, itu bukan masalah, sebab jika di dunia ini tidak ada keterkaitan atau hubungan maka tidak akan ada proses. Jadi terbentuknya Psikologi Islam melalui proses asimilasi atau pembaruan dengan pemilahan dan pemilahan dari Psikologi Barat Kontemporermenggunakan konsep konsep sesuai agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.



B. Rumusan Masalah 1. Apa itu psikologi transpersonal dan Psikologi Islam? 2. Bagaimana sejarah psikologi transpersonal dan Psikologi Islam? 3. Siapa tokoh-tokoh psikologi transpersonal dan Psikologi Islam? 4. Apa saja konsep-konsep dasar psikologi transpersonal dan Psikologi Islam?



C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian Psikologi Transpersonal dan Psikologi Islam 2. Mengetahui sejarah Psikologi Transpersonal dan Psikologi Islam 3. Mengetahui tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal dan Psikologi Islam 4. Mengetahui konsep-konsep dasar Psikologi Transpersonal dan Psikologi Islam



BAB II PEMBAHASAN



A. Psikologi Transpersonal 1. Pengertian Psikologi Transpersonal. Secara harfiyah kata transpersonal berasal dari kata trans, artinya: melewati, dan personal (pribadi). Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personalitiy, berasal dari kata persona yang berarti topeng. Transpersonal dalam banyak literarur diartikan dengan ‘melewati’ atau melalui topeng, dengan kata lain melewati tingkat personal. Daniel (2005) berpendapat bahwa psikologi transpersonal adalah suatu cabang psikologi yang memberi perhatian pada studi terhadap keadaan dan proses pengalaman manusia yang lebih dalam dan luas, atau suatu sensasi yang lebih besar dari koneksitas terhadap orang lain dan alam semesta, atau merupakan dimensi spiritual. Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Pada tahun 2006, Friedman dan Pappas berpendapat bahwa psikologi transpersonal dibangun dari perspektif psikologis yang berbeda, yang pada umumnya memandang psikologi sebagai sesuatu yang berguna namun tidak lengkap dan terbatas. Bahkan,termasuk pendekatan psikologi yang lain, seperti kearifan beragam budaya yang berkaitan dengan psikopatologi dan kesehatan mental, serta beragam keadaan kesadaran (states of consciousness). Psikologi transpersonal bukanlah seperangkat kepercayaan, dogma, atau agama, namun merupakan suatu upaya untuk membawa tingkatan pengalaman manusia sepenuhnya. Berdasarkan 202 definisi, Lajoie dan Shapiro (1992) yang dikutip dari Friedman dan Pappas (2006) menyimpulkan psikologi transpersonal sebagai: “Psikologi yang mencakup kajian tentang potensi tertinggi umat manusia dengan mengenali, memahami,



serta realisasi dari penyatuan spiritual, dan melebihi keadaan kesadaran (states of consciousness).” Dalam psikologi konvensional kearifan budaya, spiritualitas, dan pengalaman dengan kesadaran yang tinggi (super consciousness) tidak mendapatkan tempat yang memadai. Bahkan di antaranya ada yang menganggapnya patologis. 2. Sejarah Aliran Pada awal tahun 1960 lahirlah psikologi humanistik dari maslow dengan teorinya tentang “aktualisasi diri” yang menjadi kerangka rujukan para psikolog humanistic dalam berbagai tulisan dan penelitian mereka. Pada tahun 1968 dalam perhatiannya terhadap keterbatasan model humanistic yang hanya membicarakan secara totalitas aktualisasi diri, maka dalam penjelajahan terjauh dari sifat manusia, ia menemukan sesatu di luar aktualisasi diri (beyond selfactualization) yaitu pengalaman puncak yang ia sebut peak experiences. Yaitu pengalaman puncak yang sangat kuat, rasa diri larut ke dalam semua kesadaran akan persatuan yang lebih besar maka tema selfactualization tampaknya tidak cocok dengan pengalaman-pengalaman tersebut. Maka mulai membuat istilah Psikologi transpersonal merupakan kelanjutan atau lebih tepat sebagai salah satu bentuk pengembangan psikologi Humanistik, pandangan ini cukup beralasan, karena perintis aliran psiologi ini, antara lain Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Taart yang juga pemuka-pemuka Psikologi Humanistik. Empat puluh ragam definisi tentang Psiologi Transpersonal dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, ditelaah oleh S.I Shapiro & Denise H. Lajoie, kiranya cukup memberikan gambaran mengenai psikologi Transpersonal. Transpersonal Psychologyis concerned with the study of humanitys highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of counsciousness. Dari rumusan ini menunjukkan adanya dua unsure penting yang menjadi objek kajian Psikologi Transpersonal, yaitu the highest potentials (potensi-potensi luhur) dan fenomena kesadaran (states of consciousnees) manusia. The states of consciousnees atau lebih poppuler disebut the altered states of consciousness (ASOC) adalah pengalaman sesorang melewati batas-batas kesadaran biasa, misalnya saja pengalaman-pengalaman alih dimensi, memasuki alam-alam



kebatinan, kesatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi dsb. Begitupula mengena mengenai potensi-potensi luhur manusa menghasilkan telaah-telaah seperti transendensi diri, potensi luhur dan paripurna, dimensi di atas alam kesadaran, pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi, daya-daya batin, pengalaman spiritual dan praktek-praktek Keagamaan di belahan timur dan diberbagai kawasan dunia lainnya. Psikologi transpersonal mencakup kaji an tentang potensi tertinggi umat manusia serta mengenali, memahami dari penyatuan spiritual, dan melebihi keadaan kesadaran (states of consciousness). Dalam psikologi konvensional kearifan budaya, spiritualitas, dan pengalaman d engan kesadaran yang tinggi (super consciousness) tidak mendapatkan tempat yang memadai. Bahkan di antaranya ada yang menganggapnya patologis87 . Psikologi transpersonal memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah yang lebih tradisional dari disiplin pengakuan aspek spiritual pengalaman manusia. Teori ini muncul dari ketidak puasan Abraham Maslow an Anthony Sutich yang juga menjadi pendiri madhab ke tiga dalam psikologi yang disebut humanistic. Memang mereka berdualah yang berjasa dalam pendirian aliran baru ini. Ketidak puasan itu lahir dari pemikiran ilmiah Amerika yang sedang didominasi oleh behaviorisme yang kurang simpati dengan eksplorasi dimensi ruhaniyah, maka ia mulai meneliti aspek-aspek kehidupan religious, walaupun tidak tergesa-gesa ia memperkenalkan pengalaman mistis. Langkah awal yang ia perkenalkan. 3. Tokoh - Tokoh Psikologi Transpersonal William James sering disebut psikolog Amerika pertama yang mengkaji pengalaman mistis sebagai sesuatu yang lebih bersifat psikologis jika dibandingkan dengan fenomena religius. Dalam bukunya ”In The Varieties of Religious Experience”, James (1902-1958) menyatakan bahwa pengalaman mistis merupakan akar dari semua religi di dunia dan menyajikan impuls yang sehat dan natural. James juga membuat kajian khusus tentang kebebasan berkehendak dan menyimpulkan dua hal yaitu mengakui bahwa pilihan kita sendiri adalah kreatif dan mengakui bahwa kadang-kadang kita pasrah tehadap kehendak kita. James juga memperkenalkan bahwa eksistensi dari spiritual self



adalah sama dengan material self dan social self. Sementara self yang lebih tinggi (higher self) menurut James adalah transpersonal self. Carl Gustav Jung adalah tokoh yang penting dalam psikologi transpersonal. Dalam



tulisannya



tentang



ketidaksadaran



kolektif,



Jung



menyatakan



bahwa



ketidaksadaran kolektif dialami oleh semua orang. Dan melalui hal tersebut, manusia dihubungkan satu sama lain dalam cara yang sangat mendasar. Archetype sebagaimana self, shadow, sisi baik dan buruk, semuanya mewakili isi ketidaksadaran kolektif dan merupakan dasar dari pengalaman transpersonal. Ketika seseorang dapat mengalami Archetype secara tidak langsung melalui mimpi, upacara ritual dan berbagai simbol, serta pengalaman mistik. Dan menurut Jung hal itu merupakan pengalaman Archetype yang langsung. Jung juga menyatakan bahwa pengalaman spiritual sebagai tanda kesehatan mental, yang akhirnya dapat membebaskan seseorang dari gangguan jiwa. Tokoh yang menjuluki psikologi transpersonal sebagai ’kekuatan keempat dalam psikologi’, yang melengkapi tiga aliran besar yang telah ada sebelumnya yaitu psikoanalisis, behavioristik, dan psikologi humanistik adalah Abraham Maslow. Maslow menemukan bahwa beberapa orang yang mencari aktualisasi diri mengalami pengalaman puncak (peak experience). Pada tahun 1968, Maslow menulis: ”Saya memandang humanistik, kekuatan psikologi ketiga menjadi transisi, persiapan menuju ke arah yang lebih tinggi, kekuatan keempat psikologi yaitu transpersonal, transhuman, yang lebih terpusat pada kosmos, bukan pada kebutuhan dan minat manusia, yang berlangsung melampaui batas-batas kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri, dan keinginan-keinginan”. Maslow menemukan bahwa beberapa orang yang mencari aktualisasi diri mengalami pengalaman puncak (peak experience) atau pengalaman transenden, sedangkan yang lainnya tidak mengalaminya. Dapat dikatakan bahwa terdapat dua hal penting yang membedakan antara self actualisation dan self transcendence, sehingga hal ini merupakan titik perpindahan dari psikologi humanistik ke arah psikologi transpersonal.



Roberto Assagioli adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah transpersonal dalam psikoterapi. Ia memperkenalkan sistem psikosintesis yang mendapatkan pengaruh dari Jung. Ia juga memperkenalkan diagram telur. Tokoh psikologi lain yang konsepnya termasuk dalam psikologi transpersonal adalah Mary Calkins, yang mengembangkan pendekatan holistik dalam psikologi. Karen Horney yang belajar Zen dan konsep true self, serta Victor Frankl yang mendasarkan karyanya ’pencarian makna’ (the search of meaning) pada konsep self transcendence. 4. Konsep dasar Psikologi Transpersonal Psikologi transpersonal mengkaji berbagai konsep. Beberapa konsep kunci adalah: a. Peak Experiences (pengalaman puncak), sebuah istilah yang berasal oleh Maslow (1971). Dia ingin belajar pengalaman mistik dan pengalaman lain dari kesehatan psikologis yang optimal, tapi ia merasakan agama dan spiritualitas terlalu membatasi. Oleh karena itu, ia mulai menggunakan "pengalaman puncak" sebagai istilah netral. Sebuah pengalaman puncak memiliki beberapa karakteristik antara lain: 



very strong or deep positive emotions akin to ecstasy (sangat kuat atau emosi positif mendalam mirip dengan ekstasi),







a deep sense of peacefulness or tranquility (rasa kedamaian atau ketenangan yang mendalam) ,







feeling in tune, in harmony, or at one with the universe, perasaan selaras, harmonis, menyatu dengan alam semesta,







a feeling of deeper knowing or profound understanding, perasaan lebih mengetahui atau pemahaman yang mendalam,







a sense that it is a very special experience that would be difficult or impossible to describe adequately in words (ie, ineffability). perasaan bahwa itu adalah pengalaman yang sangat khusus yang akan sulit atau tidak mungkin untuk menggambarkan secara memadai dengan kata-kata (yaitu, ineffability). Pengalaman mistik klasik sebagai pengalaman puncak adalah milik mereka



masing-masing dan menunjukkan kecenderungan orang yang mengalami pengalaman mistik seperti itu, mereka tidak akan menceritakan pemngalaman puncak tersebut



kepada orang lain, biarlah menjadi puncak pengalaman spiritual dirinya sendiri. Alasan yang paling umum adalah bahwa mereka merasa itu adalah pengalaman pribadi yang intim, dan mereka tidak ingin berbagi, sebab mereka tidak memiliki kata-kata yang cukup untuk menggambarkan itu, dan bahwa mereka takut akan mendevaluasi lain. Pada pemenuhan kebutuhan di level ini, yaitu kebutuhan paling puncak dari hirarki kebutuhan, manusia akan mengalami semacam peak experience, atau pengalaman puncak. Kebutuhan aktualisasi diri ini sangat berbeda dengan D-Needs, dan Maslow menyebutnya dengan Being Needs (B-Needs). Pada B-Needs tidak berlaku hukum homeostatis, saat dipenuhi, tuntutan dari kebutuhan ini tidak akan pernah selesai, malah semakin kuat. Sehingga pada orang-orang yang katakanlah ideal dalam pandangan Maslow, akan mengalami pengalaman puncak berkali-kali, dengan intensitas yang makin kuat dan lama. Begitu panjangnya proses untuk memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri, hanya sedikit sekali orang bisa mencapainya, Maslow memperkirakan hanya 2% saja dari keseluruhan umat manusia. Tapi bagaimanapun, aktualisasi diri merupakan sebuah kebutuhan. Tidak terpenuhinya jenis kebutuhan ini akan berdampak terhadap kepribadian. Maslow menyebutnya sebagai metaphologies, suatu penyakit psikis dengan gejala-gejala merasa asing (alienasi), putus harapan, sinis, kebingungan dan depresi. Gambaran peradaban Barat adalah contoh tepat dari bagaimana walau telah dipenuhinya kebutuhan D-Needs, tapi kebanyakan orang masih mempunyai problem dengan metapatologis sebagai dampak masih ada kebutuhan aktualisasi diri yang belum terpenuhi. Psikologi transpersonal memasukan ‘pengalaman puncak’ sebagai jendela penting dan kebutuhan utama bagi kesehatan mental dan berfungsi penuh bagi manusia. Menjelang akhir hidupnya, Maslow juga memperkenalkan "pengalaman dataran tinggi (plateau experiences). Istilah ini adalah pengalaman positif yang



berlangsung lebih lama dan intensitasnya lebih rendah dibandingkan pengalaman puncak. Sebagai contoh adalah meditatif dan lamunan tenang. Dia juga menyebutnyebut tentang "pengalaman nadir (nadir experiences) kebalikan dari pengalaman puncak. Ini adalah pengalaman negatif yang berbalik menjadi pengalaman positif. Pengalaman ini bekerja pada identifikasi dan kategorisasi pengalaman transpersonal yang terus dilakukan. Walsh dan Vaughan (1993) dan lain-lain telah memulai pemetaan sistematis karakteristik mereka. Teori Peak Experience Abraham Maslow mungkin terinspirasi oleh pengalaman spiritual puncak Al-Hallaj dengan hululnya. Hipotesis ini bisa menjadi bahan perdebatan yang menarik, karena nampaknya ada paralelisasi (kesejalanan) di antara keduanya, bedanya yang satu muncul dari pendekatan psikologi dan yang lain dari perjalanan realitas spiritual seorang sufi. b. Self-Transcendence, adalah states of consciousness yaitu pengalaman seseorang melewati batas kesadaran biasa. Keadaan kesadaran dimana sense of self diperluas luar biasa ke dalam citra diri dari keperibadian individu. Transendensi-diri mengacu pada pengalaman langsung dari hubungan fundamental, keharmonisan, atau kesatuan dengan orang lain dan dunia. "Diri" yang transenden adalah kepribadian atau ego-diri, koleksi konsep diri, selfimage, dan peran yang berkembang melalui interaksi seseorang. pendekatan transpersonal berpendapat bahwa ego-diri ini tidak sama dengan esensi dan bahwa transendensi diri membuka satu pengalaman alam ini lebih dalam. Gagasan transendensi-diri adalah bagian kunci dari pemikiran Maslow dan akar



dari



psikologi



transpersonal.



Menjelang



akhir



karirnya,



kepentingan



transpersonal Maslow mendorongnya untuk menambahkan tingkat keenam yang dikenal luas sebagai Hirarki Kebutuhan. Tingkat keenam ini, adalah meta-kebutuhan untuk transendensi-diri dan motivasi terhadap pengalaman puncak, yang meluas melampaui kebutuhan aktualisasi diri. Ia menemukan bahwa kebutuhan tersebut hadir dan dirasakan oleh beberapa orang tapi tidak untuk semua orang mampu menaiki puncak aktualisasi diri.. Rasa transendensi-diri adalah ciri khas pengalaman mistik.



c. Optimal Mental Health. Kesehatan mental optimal merupakan tujuan dari psikologi. Kesehatan Mental biasanya dilihat sebagai tuntutan lingkungan dan resolusi konflik pribadi, namun pandangan psikologi transpersonal juga mencakup kesadaran yang lebih lengkap, pemahaman diri, dan pemenuhan diri. Optimal mental health juga mencakup pengertian tentang melayani orang lain. Puncak dan pengalaman tertinggi adalah contoh kesadaran kesehatan mental optimal, Psikologi transpersonal berusaha untuk mengeksplorasi dan memvalidasi kesadaran yang disebut pencerahan, kebangkitan, atau pembebasan dengan disiplin rohani. d. Spiritual Emergency, Kedaruratan spiritual adalah sebuah pengalaman yang mengganggu yang dihasilkan dari suatu pengalaman spiritual. Secara umum, psikologi transpersonal berpandangan bahwa krisis psikologis dapat menjadi bagian dari kebangkitan sehat dan mereka tidak selalu ada tanda-tanda psikopatologi. Terkait erat dengan ini adalah pandangan bahwa orang tersebut pada hakikatnya sehat dan bahwa kesehatan ini dapat terwujud dalam cara-cara yang terlihat patologis. Dalam pemikiran yang paling patologis dan perilaku adalah inti kesehatan. psikoterapi transpersonal berusaha untuk menarik keluar dan mendukung inti ini. Sebuah contoh yang spesifik dari pandangan psikologi transpersonal tentang krisis psikologis telah dikembangkan oleh Stan Grof, dan Christina Grof yang telah memberikan kontribusi penting lain untuk teori transpersonal, (Grof & Grof, 1989). Mereka mengakui bahwa pengalaman transpersonal, atau munculnya emergensi spiritual, dalam kondisi tertentu, mungkin tidak begitu mengganggu dan rasanya lebih seperti darurat rohani dengan beragam karakteristik dari beberapa psikopatologi (lihat juga Bragdon, 1987). Dan yang lainnya telah menunjukkan bahwa hal ini berguna untuk membedakan "pengalaman mistis dengan gambaran pengalaman psikotik mistikal "mystical experiences with psychotic features" (MEPF) dari psikosis reaktif dan mania. Didasarkan pada studi ini, muncullah versi baru dari Manual Diagnostik dan Statistik (DSM-IV) berisi kategori "Masalah Psychospiritual" yang meliputi pengertian tentang MEPF. Grofs dan yang lainnya telah mengembangkan pedoman untuk merawat seseorang dalam keadaan emergensi spiritual, mengenali marabahaya orang-orang yang distress dan potensi pertumbuhannya. Menurutnya, kesalahan mendiagnosis seseorang dalam mengalami gangguan psikotik ketika mereka sedang



mengalami terobosan rohani, mengakibatkan kita salah mempersepsi bahwa mereka mengalami gangguan psikopatologis, padahal sebetulnya tidak demikian, mereka hanya mengalami emergensi spiritual. e. Developmental Spectrum,. Spectrum perkembangan adalah , sebuah gagasan yang mencakup banyak konsep psikologi dan filsafat yang menjadi kerangka transpersonal. Secara filosofis, model ini adalah contoh dari Filsafat Perenial. Dalam epistimologi perennial dikenal dengan istilah Psikologi Theopanik, adalah psikolog yang mencoba menemukan dalam jiwa manusia ada sesuatu yang mirip atau bahkan identik dengan kenyataan Ilahi. Menurut Schuon dan Huxley bahwa kemampuan ini muncul dari ruh. Schuon tampaknya sependapat dengan Huxley bahwa kemampuan ini muncul dari ruh. Huxley menghubungkan level of reality dengan levels of selfhood dalam diagram sebagai berikut.



Pandangan ini menunjukkan bahwa ada tingkat realitas, dari materi psikologi/ mental spiritual dan bahwa setiap tingkat berturutturut menggabungkan sifat dari tingkat sebelumnya bersama dengan sifat baru yang muncul. Ini menjadi dasar untuk sistem yang paling filosofis dan system spiritual seperti yang ditemukan di hampir dalam semua pendekatan psikologis. Secara Psikologis, model ini dibangun pada uraian berbagai tahap perkembangan, seperti Freud, Erikson, Piaget, Maslow, Loevinger, Kohlberg, dan Gilligan. Psikologis, kognitif, motor, sosial, dan hasil perkembangan moral melalui perkiraan urutan tahapan. Sebagai contoh, sebagian besar model psikologis



mempertimbangkan pembentukan ego yang stabil, terpadu, dan dikhususkan untuk tahap akhir perkembangan. Psikologi Transpersonal mengeksplorasi tahap-tahap perkembangan



kepribadian



yang



melampaui



ego



individu



menjadi



alam



transpersonal. Model Perkembangan Spektrum (misalnya, Wilber, Engler, & Brown, 1987) membedakan "Prepersonal" tahap pembangunan, sebelum pengembangan rasa stabil diri, Tahap “Personal” , dimana pengembangan dan penyempurnaan rasa individual diri tercapai, dan tahap"transpersonal" yaitu tahap, berdasarkan identifikasi dengan keseluruhan yang lebih besar dari ego individu. Hal ini juga dicatat, dalam beberapa teori perkembangan seperti Kohlberg dan Erikson, yang memperluas model mereka ke wilayah transpersonal. f. Meditation, Meditasi adalah praktek untuk memfokuskan atau menenangkan proses mental dan mendorong kearah kesadaran transpersonal. Sama seperti proses pembiasaan (conditioning) merupakan metode penting dalam behaviorisme dan interpretasi dan katarsis adalah metode kunci dalam psikoanalisis, meditasi adalah metode kunci untuk Psikologi Transpersonal. Diadaptasi dari tradisi spiritual di Timur dan Barat, kebanyakan bentuk meditasi melibatkan baik memusatkan perhatian kepada satu objek (seperti nafas atau tidak berkata-kata) atau memusatkan perhatian sadar untuk semua isi kesadaran. Keduanya mempunyai Teknik-teknik spesifik yang berbeda, namun kedua bentuk meditasi ini memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu untuk memperluas kesadaran dan transendensidiri. Transendensi-diri, menjelajahi sifat dari pikiran dan identitas, serta memperluas rasa diri, inlah yang menjadi kerangka utama transpersonal. Namun, meditasi sering jua digunakan sebagai relaksasi atau teknik psikoterap. Banyak penelitian empiris yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir menggambarkan dan memvalidasi berbagai efek meditasi, baik untuk regulasi-diri maupun untuk perkembangan kesadaran. praktek meditasi formal, dan pelatihan melalui momenmomen kesadaran ini merupakan salah satu fondasi Psikologi Transpersonal. Perlu dijelaskan secara sekilas teori conditioning dan interpretasi. Pembiasaan atau condisioning adalah suatu proses pengkondisian atau pembiasaan yang dilakukan di dalam Psi. Behavioristik. Pavlov merupakan peletak dasar-dasar behaviorisme yang



dikenal dengan reflex berkondisi (Condisional Refleks); bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian reflex berkondisi., yaitu reflex-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning dimana reflex-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak terkondisi lama kelamaan akan terhubungkan. Interpretasi adalah berusaha mengungkap makna dibalik mimpi yang dapat menggambarkan suatu kondisi psikologis seseorang berdasarkan teori psikoanalisa Sigmun freud. Interpretasi merupakan salah satu tekhnik yang dapat menelusuri dorongan tersembunyi, memaknakan symbol-simbol tertentu dan mencari bukti atas interpretasi symbol tersebut. Metode interpretasi dalam psikoanalisa memfokuskan pada masalah inti permasalahan individu, dengan menggambarkan secara mendalam kepada individu. Membantu klien dengan cara menggambarkan permasalahan. Jika kita bandingkan metode conditioning dan metode meditasi jelas sangat berbeda metode conditioning berasumsi bahwa manusia bisa dibentuk sesuai dengan keinginan yaitu dengan pembiasaan tingkah laku, sedangkan meditasi cenderung pada pemusatan pikiran. Terapi yang diberikan adalah dengan memberikan pengondisian ulang respon-respon pasien terhadap suatu stimulus, agar menjadi lebih efektif dan rasional. Ini dilakukan dengan memberikan penghargaan atas suatu respon tertentu, dan memberikan hukuman atas respon. Dari ketiga kunci metode tersebut dapat diambil kesimbulan bahwa ketiganya samasama mengkaji alam sadar dan tidak sadar manusia dalam menjalankan kehidupannya. Bedanya, Meditasi dan Kondisioning cenderung lebih mengkondisikan mental seseorang agar terbentuk berdasarkan kehendak seseorang. Beda halnya dengan Interpretasi, sigmun freud hanya mencari informasi yang tersimpan didalam alam tak sadar manusia untuk memaknainya sebagai acuan diterapkannya suatu teknik terapi. Untuk lebih memahami bentuk praktek meditasi dari konsep psikologi transpersonal ini dipandang perlu mengemukakan contoh-contoh pragmatis bentuk praktek Meditasi dalam beragam agama. Penjelasannya membutuhkan ekplorasi lebih lanjut dan mendalam, dan dibahas dalam tulisan yang lain yang lebih spesifik.



B. Psikologi Islam 1. Pengertian Psikologi Islam Secara umum, pengertian Psikologi Islam adalah suatu studi tentang jiwa dan perilaku manusia yang didasarkan pada pandangan dunia Islam. Sementara itu, menurut para ahli Psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal islam (Al-Qur’an dan Al-hadits), akal, indra dan intuisi. Psikologi Islam juga dimaknai sebagai corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan. Sementara itu, Mujib & Muzakir (2002) menawarkan definisi sebagai berikut: “Kajian islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat” Definisi yang diajukan di atas mengandung tiga unsur pokok; a. Bahwa psikologi merupakan salah satu dari kajian-kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu yang lain, seperti Ekonomi Islam, Politik Islam, Sosiologi Islam, dan lain-lain. Penempatan kata “Islam” berarti corak, cara pandang, pola pikir, paradigma atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola piker sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya, yang terikat pada kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam islam. b. Bahwa psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, tidak hanya mengkaji perilaku kejiwaan, Psikologi Islam juga membicarakan apa hakikat jiwa sesungguhnya. c. Bahwa Psikologi Islam bukanlah ilmu yang netral etik (terlepas dari etika) melainkan sarat akan nilai etik. Karena tujuan hakiki Psikologi Islam adalah merangsang



kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.



2. Sejarah Psikologi Islam a. Periode Klasik Psikologi Islam sebenarnya telah dimulai sejak Islam ada, sejak jaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Namun pada perkembangannya kajian mengenai jiwa (nafs) terpecah menjadi dua kelompok utama: 



Kelompok pertama, periode ini berlangsung dari zaman kenabian hingga Daulah Umayyah, mereka adalah generasi ulama awal yang membahas jiwa (nafs) semata-semata bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. Selanjutnya kajian kelompok ini berkembang menjadi Ilmu kalam dan tasauf. Salah seorang tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Imam Ghazali.







Kelompok kedua muncul pada periode kekuasan Daulah Abbasyyiah, mereka melakukan gerakan penterjemahan, mengomentari, memperkaya filsafat Yunani. Selain AlQur’an dan Hadhist, kelompok ini juga memanfaatkan filsafat yunani yang telah direvitalisasi sebagai landasan mengkaji jiwa. Salah seorang tokoh yang mewakili mereka adalah adalah Ibnu Rusyd. Selanjutnya kajian mereka berkembang menjadi filsafat Islam. Jadi, dalam kurun waktu kurang lebih 7 (tujuh) abad, dalam dunia Islam, jiwa



dibahas dalam kajian yang bersifat sufistik dan filosofis. Setelah dunia Islam meredup dan digantikan oleh dominannya budaya sekuler barat, kajian jiwa secara Islamipun mengalami kemunduruan, sementara itu kajian psikologi kontemporer berkembang pesat hingga sekarang.



b. Periode Modern Berawal sejak tahun 1950-an di Amerika muncul gerakan Psikologi Islam. Gerakan ini muncul karena dorongan adanya tuntutan nyata untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini terus berlanjut dan psikologi Islam terus mendapatkan perhatian hingga pada tahun 1978 diadakan Symposium on Pshichology and Islam di Riyadh, Arab Saudi. Bahkan, the International Institute of Islamic



Thought (ITT), yang merupakan sebuah lembaga kajian yang berpusat di Washington Amerika yang mengkhususkan diri dalam Islamisasi ilmu, dalam konfrensinya di Pakistan pada tahun 1985 secara khusus merekomendasikan untuk menggali gagasangagasan psikologi yang terkandung dalam Al-Qur’an. Di Indonesia, perhatian pada psikologi Islam juga dapat ditandai dengan terbitnya jurnal Pemikiran Psikologi Islam KALAM di Universitas Gajah Mada, Simposium Nasional Psikologi Islami di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diterbitkannya sejumlah buku yang bernuansa psikologi Islam serta dilakukan dan dilaporkannya beberapa penelitian bertema psikologi Islam. Dibukanya fakultas dan jurusan psikologi di lingkungan IAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.



3. Tokoh Psikologi Islam Dalam bidang Psikologi pengobatan, ilmuwan-ilmuwan Islam klasik menekankan keharusan bagi individu untuk memahami kesehatan mental mereka. Rumah sakit yang menangani pasien-pasien dengan keluhan psikiatri pertama kali dibangun oleh kalangan muslim di Baghdad pada tahun 705 M, di Fes pada awal abad ke-8, di Kairo pada tahun 800 M, dan di Damaskus pada tahun 1270 M. Para ilmuwan Psikologi pada masa klasik dan pertengahan Islam mendasarkan teori mereka pada psikiatri klinis dan obsevasi klinis. Mereka telah membuat kemajuan yang berarti dalam psikiatri dan merupakan kalangan pertama yang mengaplikasikan psikoterapi dan penyembuhan moral bagi pasien yang menderita penyakit mental, disamping bentuk terapi lainnya seperti penggunaan obat-obatan, dan terapi musik. a. Ahmad ibn Sahl al-Baihaki, adalah seorang dokter yang lahir pada 850 M dan wafat pada 934 M, didalam kitabnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus (keseimbangan Raga dan Jiwa) yang manuskripnya disimpan di Ayasofya Library, Istanbul dengan nomor 3741, dengan suskses menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubung dengan jiwa raga, yang ia istilahkan dengan Tibb al-Qalb dan al-Tibb al-Ruhani untuk menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan penyakit kejiwaan dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan spiritual. Ia mengkritik para dokter masanya yang hanya fokus pada penyakit-penyakit fisik saja. Ia mendasarkan



teorinya pada Al-Qur’an dan hadistyang banyak menyatakan akan kesehatan jiwa dan penyakit-penyakit jiwa, ia menyatakan bahwa karena manusia terdiri dari jiwa dan raga, maka keduanya akan saling mempengaruhi yang demikian manusia tidak akan mencapai kesehatan sempurna jika tidak tercapai anatra kesehatan jiwa dan raga. Jika raga sakit maka jiwa akan kehilangan banyak energi kognitif dan kemampuan berfikir komprehensifnya yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan untuk menikmati kebahagiaan yang diinginkan dalam hidupnya. Demikian juga raga tidak akan mampu menikmati kebahagiaan jika jiwa sedang sakit yang kemudian akan mengakibatkan penyakit fisik. Dengan teori-teorinya tersebut al-Baihaki disebut sebagai pencetus psikologi kognitif dan Psikologi pengobatan. Seirama dengan psikologi modern pada saat ini, dimana membahas akal sehat psikologis itu sendiri. Sebagaiman yang disampaikan oleh Lindberg bahwa akal sehat adalah sebuah bentuk pengetahuan yang operatif, umum, untuk sebuah kelompok, mengenai alam, sifat manusia, dan situasi social. Yang sangat menekankan pada keseimbangan hidup, dapat kita lihat bahwa ilmuwan Islam sudah lebih dulu mengkaji pembahasan ini.



b. Ibnu Sina, yang bernama lengkap Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia). Dia berasal dari keluarga bermahzab Ismailiyah yang sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Orang tuanya adalah seorang pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman, ia dibesarkan di Bukharaj serta belajar falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal, yang dengannya spesies menjadi sempurna sehingga manusia yang nyata. Ia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa nabati, jiwa hewani, dan jiwa rasional. 



Jiwa nabati, aspek ini mengandung tiga daya, yaitu, daya nutrisi, yang berfungsi untuk mengolah makanan menjadi bentuk tubuh, daya pertumbuhan, yang berfungsi untuk pengolahan makanan yang telah diresap tubuh agar mencapai kesempurnaan pertumbuhan dan perkembangan tubuh, dan yang terahir adalah daya generatif, yang merupakan daya untuk pengolahan secara harmonis unsur-



unsur makanan yang ada dalam tubuh, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang sempurna. 



Jiwa Hewani, aspek ini mengandung dua daya, yaitu, daya penggerak dan daya persepsi, daya penggerak terbagi atas daya hasrat dan daya motorik. Daya hasrat yaitu daya yang berfungsi untuk mendorong perealisasian berbagai bentuk khayalan tentang hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan, daya ini terdiri dari dua bagian, yaitu syahwat, merupakan dorongan untuk mencapai sesuatu yang menimbulkan kenikmatan, dan emosi, yang merupakan dorongan untuk melawan sesuatu yang membahayakan, merusak dan meniggalkan pencapaian tujuan. Daya motorik berfungsi untuk melakukan hasrat yang muncul dalam bentuk motorik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.



Daya persepsi terbagi dari dua bagian yaitu, indera internal, yang terdiri dari : 



Indra kolektif, yang merupakan akumulasi semua hasil pengindraan eksternal yang menghasilkan pemprosesan secara global.







Konsepsi, yang berfungsi untuk menyimpan gambaran hasil indera kolektif dan mempertahankannya walaupun stimulus inderawinya sudah tidak ada.







Fantasi, berfungsi untuk mengolah daya konsepsi, mengklasifikasikannya dan men-definisikannya. Daya fantasi berperan penting dalam mengingat dengan mengolah data parsial menjadi gambaran untuk dikirim ke daya waham, daya fantasi ju berperan dalam melakukan imitasi berbagai perilaku untuk memuaskan dorongan hasrat.







Waham, berfungsi untuk mempersepsikan berbagai makna parsial-non indrawi yang ada pada stimulus indrawi. Dalam hal ini, waham melihat makna parsial dari berbagai bentuk. Misalnya, pemulung melihat puntung rokok sebagai sumber uang, waham juga merupakan wahana terbentuknya ilham.







Memori, berfungsi untuk menyimpan data yang dihasilkan dalam waham. Dengan demikian, proses mengingat merupakan hasil kerjasama antara waham dan fantasi.



Sedangkan Indera Eksternal terdiri dari lima bagian, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. 



Jiwa Rasional, merupakan daya khusus yang dimiliki manusia yang fungsinya berhubungan dengan akal. Dari satu sisi jiwa rasional melaksanakan berbagai perilaku berdasarkan hasil kerja pikiran dan kesimpulan ide. Dari sisi lain ia mempersepsikan semua persoalan secara universal. Jiwa rasional terdiri dari dua bagian : akal teoritis dan akal praksis.







Akal teoritis, yang berfungsi untuk mempersepsikan gambaran-gambaran universal yang bebas dari materi. Akal teoritis terdiri dari lima tingkatan. Pertama, akal potensial (materi), memiliki potensi untuk menangkap hal-hal yang rasional. Kedua, akal bakat, berfungsi dalam pembenaran premis-premis tanpa melakukan usaha dalam pembenaran itu. Ketiga, akal aktual berfungsi untuk mempersepsikan hal-hal rasional, dan ini terjadi kapan saja. Keempat, berfungsi untuk mengolah data aktual untuk dimanfaatkan. Kelima, akal kudus yang berfungsi untuk memproses hal-hal yang ada dalam akal aktual secara otomatis (tanpa usaha manusia sendiri). Tingkatan ini merupakan tingkat tertinggi yang umumnya hanya dimiliki oleh para nabi.







Akal Praksis, yang berfungsi untuk mem-proses semua data dari akal teoritis untuk memutuskan pengambilan tindakan.



Sudah sangat jelas bahwa Ibnu Sina adalah tokoh Psikologi Islam yang sangat berkontribusi besar lewat karya-karyanya. Dimana di dalam teori-teorinya banyak “kesamaan” terhadap teori sekular, yang notabene sangat jauh zamannya dibandingkan dengan Ibnu Sina. Freud dalam Psikoanalisinya menyatakan bahwa manusia tidak berhenti pada tiga struktur psikis. Teori pokoknya adalah id (es), superego (uber ich), dan ego (ich) (Rufaedah, 2012), yang sangat jelas persis dengan apa yang diungkapan oleh Ibnu Sina, hanya saja nilai plus Ibnu Sina sangat bersandar pada Al-Qur’an dan Hadist dan tak melupakan aspek-aspek fisiologis maupun kognitif manusia.



c. Al-Ghazali, lahir pada tahun 450 H/1058 M, di desa Thus, wilayah Khurasan, Iran. Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “pembela Islam”. Secara filosofis, ia memandang manusia adalah mahluk yang befikir secara totalitas tentang diri manusia itu sendiri: struktur eksistensi, hakikat, atau esensinya, pengetahuan dan perbuatannya. Al-Ghazali sangat mementingkan ilmu jiwa dan memandangnya sebagai jalan untuk mengenal Allah. Teori-teori al-Ghazali tentang jiwa senada dengan teori Ibnu Sina dan al-Farabi. Ia membagi ilmu jiwa menjadi dua bagian, pertama yaitu ilmu jiwa yang mengkaji tentang daya hewan, daya jiwa manusia, daya penggerak, dan dan jiwa sensorik. Kedua, ilmu jiwa yang mengkaji tentang pengolahan jiwa, terapi dan perbaikan akhlak. Berdasarkan kekuatan sifat emosi dan syahwat yang menguasai manusia AlGhazali membagi sifat manusia menjadi empat. Keempat sifat ini merupakan potensi yang dimiliki manusia secara alami (instink) dan dapat dikembangkan dan dikendalikan melalui proses belajar. 



Sifat hewan liar (al-bahimiyah), akan menjelma jika manusia dikuasai oleh syahwat dengan perwujudannya tingkah laku kejahatan, ketamakan dan seksual.







Sifat hewan buas (as-san’iyyah), akan muncul dari diri manusia yang dikuasai emosi, dan perwujudannya berupa perilaku permusuhan, kebencian, penyerangan terhadap manusia lain baik melalui tingkah laku maupun perkataan.







Sifat setan (asy-syaithaniyah), muncul dari perpaduan kekuasan syahwat dan emosi serta kemampuan membedakan. Wujudnya berperilaku kejahatan dan memperlihatkan kejahatan dalam bentuk kebaikan.







Sifat ketuhanan (ar-rabbaniyah), yang bila meguasai manusia akan melahirkan pribadi yang bertindak seperti sifat tuhan: sangat cinta kebesaran, kekhusukan, lepas dari peribadatan, sombong, dan mengaku dirinya berilmu sangat luas. Tentang daya fantasi Al-Ghazali menyatakan bahwa manusia berbeda dalam



kadar dan kesiapannya. Kualitas daya fantasi akan mempengaruhi hubungannya dangan akal aktif, sebagian orang memiliki daya fantasi yang sangat kuat, sehingga proses pengolahan jiwa rasional tidak bergantung pada input dari daya indera.



Sejalan dengan teori ini, di Psikologi modern dikenal dengan Psikologi Transpersonal, dimana Abraham Maslow menyatakan, manusia memiliki potensi bagi pengalaman puncak, namun hanya sebagian yang bisa mengaktualisasikan dirinya yang bisa dimanfaatkan secara penuh (fantasi dalam perspektif Al-Ghazali), karena mereka tidak merasa terancam, terhambat, atau mempertahankan diri. Sedangkan teori Al-Ghazali tentang sifat kesetanan, kebinatangan, dan kebuasan manusia, di Psikologi Modern juga dibahas oleh Carl Gustav Jung dalam teori arketipenya yang membahas tentang shadow, yang merupakan sifat kegelapan atau kehewanan manusia, dan shadow mempunyai kecenderungan manusia untuk tidak bermoral, agresif, dan penuh hasrat. d. Najb al-Din Muhammad (abad ke-10) memaparkan berbagai penyakit mental secara rinci berdasarkan pengamatan yang teliti terhadap pasien-pasien yang mengidap penyakit mental. Hasil pengamatannya ini kemudian dikompilasikan dengan mengklasifikasi berbagai penyakit mental sehingga kompilasinya tersebut merupakan pengklasifikasian terlengkap hingga saat itu dan digunakan hingga saat ini.



e. Muhammad ibn Zakaria Razi (Rhazes), seorang dari bangsa Persia dengan karyanya Al-Mansuri dan Al-Hawi yang dterbitkan pada abad ke-10, memuat antara lain definisi penyakit jiwa, simpomnya, dan penyembuhannya. Ia juga mengepalai rumah sakit jiwa di Baghdad (sesuatu yang tidak dimilik bangsa barat pada saat itu).



f. Ibn al-Haytam, dikenal sebagai penemu Psikologi Eksperimental dan Psikofisik dalam kitabnya kitab al-Ain.



g. Al-Kindi yang dikenal sebagai perintis Psikologi eksperimental yang secara empiris memperkenalkan waktu raksi antar organ-organ sensoris, stimulasi organ dan kesadaran persepsi dalam pengobatan. Dizaman modern seperti kita ketahui psikologi ini adalah psikologi Behavioristik, dimana para tokohnya adalah B.F Skinner dan Watson.



Pada masa kontemporer dalam bidang teoritis beberapa pakar psikologi maupun Psikologi Islam telah melahirkan karya-karya dalam bidang ini, antara lain: a. Adnan Syarif, yang menurutnya banyak di kalangan masyarakat dan bahkan di kalangan pemerhati psikologi masih mencampur-adukkan antara jasad, nafs, dan ruh. Serta lebih khusus lagi antara jiwa dan ruh. Ia berpendapat bahwa nafs adalah darah yang merupakan sumber segala gejala yang dimunculkan oleh anggota tubuh dan jiwa. Ruh merupakan substansi yang menjadi penggerak pertama bagi segala kehidupan. b. Mohammed Shafii, adalah seorang Psikiater dan Psikiater anak di Universitas Lousville School of Medicine, kemudian menerima pelatihan tingkat lanjut dalam bidang psikiater dan psikiater anak di Neuropsychiatric Institute. Selama lebih dari 40 tahun ia mendalami dan mengkaji studi tentang studi komparasi psikoterapi dan perkembangan manusia dari perspektif barat dan Islam. Karya-karyanya fokus pada psikodinamika, psikoanalisis, dan teknik meditasi sufisme.



4. Konsep Dasar Psikologi Islam Objek materil psikologi adalah manusia. Lantas bagaimana perspektif manusia dalam Psikologi Islami, dalam psikologi Islam dimana teori-teorinya bersandar penuh kepada Al-Qur’an, maka psikologi islami diartikan sebagai perspektif islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dimana didalam Al-Qur’an memberikan penjelasan tentang manusia meliputi: albasyar, bani Adam, al-nafs, al-‘aql, al-qalb, ar-ruh, dan, al-fitrah. Dari keseluruhan konsep-konsep ini dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan Al-Qur’an, manusia memiliki tiga aspek pembentuk totalitas manusia yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan. Aspek itu adalah jismiah, nafsiyah, dan, ruhaniah. a. Aspek Jismiah Aspek jismiah adalah organ fisik dan biologis manusia dengan segala perangkat-perangkatnya. Organ fisik-biologis manusia adalah organ fisik yang paling sempuran diantara mahluk lainnya. Aspek jismiah ini memiliki dua sifat dasar, pertama, berupa bentuk kongkret, berupa tubuh kasar yang tampak, kedua, berupa



bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiya dan ruhaniah manusia. Jadi aspek jismiah dapat disimpulkan sangat tunduk kepada sunatullah dan hukum-hukum alam. Ini disebabkan karena disamping keberadaan kehidupannya disebabkan substansi lain juga karena ia tidak memiliki pemikiran, perasaan, kemauan, kebebasan, dengan kata lain aspek ini bersifat determenistik dan mekanistik.



b. Aspek Nafsiyah Aspek nafsiyah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek ini merupakan persentuhan antara aspek jismiah dan ruhaniyah, aspek ini mewadahi kedua aspek yang berbeda, dan mungkin berlawanan. Aspek jismiah dengan karakter utamanya yang bersifat empiris, indrawi, mekanistik dan deterministik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transenden, suci, bebas, tidak terikat, pada hukum dan prinsip alam, dan cendrung pada kebaikan. Keduanya sangat berbeda dan berlawanan tetapi keduanya juga saling membutuhkan. Sebab aspek jismiah akan hilang daya hidupnya apabila tidak memiliki aspek ruhaniyah, aspek ruhaniyah tidak akan mewujudkansecara kongkret tanpa aspek jismiah. Aspek nafsiyah ini memiliki tiga dimensi yaitu : 



Dimensi An-Nafsu Dimensi ini adalah dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia. Namun demikian dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapat pengaruh besar dari dimensi lainnya. Dimensi nafsu memiliki dua daya utama, yaitu, pertama, al-ghadab yakni menghindarkan diri dari hal-hal yang mencelakakan diri. Kedua, syahwaniyah, yakni mengejar hal-hal yang menyenangkan. Jadi dimensi ini, jika tidak terkendali akan mengantarkan manusia pada hidup yang hedonistik, seks, material dan lain-lain, begitu juga sebaliknya.







Dimensi Al-Aql Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia, dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang berupa kualitas insaniyah pada psikis manusia.



Akal



mampu



memperoleh



bukti-bukti



argumentasi



logis



dan



mampu



menghasilkan konsep-konsep dengan cara mengaktualisasikan hal yang abstrak. Kemampuan akal juga dapat dipahami sebagai lawan dari tabiat dan kalbu. Akal mampu memperoleh kemampuan melalui nalar, tabiat mampu memperoleh pengetahuan melalui daya naluriah dan alamiah. 



Dimensi Qalb Qalb adalah dimensi ke-tiga dari aspek nafsiyah, dimensi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan sifat insaniyah (kemanusiaan) bagi psikis manusia. Dari sudut fungsi al-Qalb memiliki tiga fungsi yaitu, pertama, fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipya; seperti berfikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat, dan melupakan. Kedua, fungsi emosi, yang menimbulkan daya rasa; seperti tenang, jinak atau sayang, santun dan penuh kasih sayang, kasar, takut, dengki, dan lain-lain. Ketiga, fungsi konasi, yaitu qalb yang baik, qalb yang tidak baik, dan qalb antara baik dan buruk.



c. Aspek Ruhaniah Aspek ini adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transendental. Bersifat transendental karena memiliki potensi luhur batin manusia. Potensi luhur batin merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Aspek ini memiliki 2 dimensi yaitu ar-ruh dan al-fitrah, dimensi ini berasal dari Allah SWT, keduanya sebelum menjadi manusia, merupakan milik Allah. Aspek ini senantiasa menampilkan dua hal yaitu sisi asal, dan sisi keberadaannya. Sisi asalnya



berazaskan



pada



wilayah



spiritual-transendental,



sedangkan



sisi



keberadaannya berazaskan pada wilayah historis-empiris.



Jadi, jika kita telaah definisi manusia menurut Psikologi Islam sangat jelas dan tidak lepas dari hakikat utuhnya yaitu berasal dari Al-Quran. Sedangkan definisi manusia sebagai mahluk yang “bersalah” dimuka bumi, “sesat” di alam semesta dan “aneh” dengan segala kedzalimannya adalah definisi umum dikalangan pemikir dan khalayak umum. Ilmu ini seolah menjadi satu-satunya sumber dan referensi dalam memahami



definisi manusia, padahal umat islam mempunyai semua dasar-dasar atau konsep ilmu pengetahuan yang semuanya “ada” didalam Al-Qur’an. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Transpersonal seperti dikemukakan oleh salah seorang tokoh perintisnya Abraham



Maslow



mengemukakan



enam



konsep



dasar



Psikologi



transpersonal yang muncul dari ketidak mampuan madhab psikologi sebelumnya menjawab secara holistis tentang rahasia personality manusia, terutama mengenai dimensi spiritual manusia. Pengalaman-pengalaman ruh dipelajari oleh psikologi transpersonal. Ruh adalah kepuncaksadaran manusia. Itulah sebabnya integralisme Islam dapat juga digunakan sebagai landasan pemahaman psikologi transpersonal. Kemunculan Psikologi Islami dinilai sebagai pengkritis terhadap Psikologi barat, karena peradaban modern yang didominasi oleh Psikologi barat telah gagal dalam menyejahterakan aspek moral-spiritual manusia, sedangkan tokoh-tokoh klasik yang berjasa dalam psikologi Islam antara lain Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Baihaki, dll. Dalam konsep Psikologi Islami, manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu, ruhaniah, insaniah, dan jismiah, dimana aspek-aspek ini sangat berkaitan satu sama lainnya. Psikologi Islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi Islami bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. B. Saran Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahan dalam penulisan sehingga membutuhkan beberapa tambahan dari sumber bacaan lain jika ingin digunakan sebagai referensi.



DAFTAR PUSTAKA Hafidzallah, Yandi. Sejarah Psikologi Islam & Masa Depan. https://www.academia.edu/37623849/Sejarah_Psikologi_Islam_Tokoh_masa_depan_.docx



Munir, M. Ma’ruf El. Psiko Transpersonal.