Makalah - Sejarah Pak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ROBERT RAIKES BAPAK PENDIRI SEKOLAH MINGGU



Disusun Oleh : Eunike Maria Mulyono NIM : 20.1.1.1.2004



Dosen Pengampu : Dra. Siani Listio, M.Pd.K.



SEKOLAH TINGGI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DUTA HARAPAN MALANG 2020 / 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kasih dan kebaikan Tuhan Yesus Kristus, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat waktu dengan judul “ Robert Raikes Bapak Pendiri Sekolah Minggu”. Adapun tujuan dari makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah PAK. Kami juga berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang perkembangan Sekolah Minggu.



Kami menyadari bahwa makalah ini



masih jauh dari kata sempurna. Tetapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan baik. Terimakasih. Tuhan Yesus memberkati.



Malang, 17 April 2021



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I



1



PENDAHULUAN



1



1.1



Latar Belakang



1



1.2



Rumusan Masalah



1



1.3



Tujuan



2



BAB II



3



PEMBAHASAN



3



2.1



Riwayat Hidup Robert Raikes



3



2.2



Berdirinya Sekolah Minggu



5



2.3



Tinjauan Sementara terhadap Prestasi Raikes



6



2.4



Gambaran Sekolah Minggu Pertama



6



2.5



Pertumbuhan Sekolah Minggu



8



2.5.1



Sekolah Minggu di Amerika



9



2.5.2



Sekolah Minggu di Luar Dunia Anglo – Sakson



10



BAB III



12



KESIMPULAN



12



DAFTAR PUSTAKA



13



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini Sekolah Minggu bukan menjadi suatu hal yang asing untuk umat Kristiani di Indonesia dan seluruh dunia. Sekolah Minggu merupakan kegiatan bersekolah yang diadakan pada hari minggu. Banyak denominasi Kristen yang mengajarkan pelajaran keagamaan di dalam kegiatan Sekolah Minggu. Biasanya kegiatan ini diadakan di dalam sebuah gereja dan yang mengajar biasanya terdiri dari orang – orang Kristen awam. Sekolah Minggu mulai muncul pertama kali di Inggris sejak tahun 1780 di bawah penanganan Robert Raikes. Sekolah Minggu ini muncul karena keprihatinan Robert Raikes akan kondisi Inggris pada waktu itu, terdapat banyak narapidana serta Robert melihat keadaan anak – anak muda pada hari minggu yang dihabiskan dengan bermain – main di jalan raya, berkata kasar atau bahkan bertindak kejahatan. Banyak tenaga anak muda yang disia – siakan, mereka tidak menerima pendidikan dengan baik. Hal ini yang membuat Robert Raikes berfikir bahwa untuk mendapatkan suatu kehidupan yang lebih baik, maka seseorang harus menerima pendidikan sejak dini. Sekolah Minggu yang pertama diadakan untuk mengajar anak – anak kurang mampu, anak – anak ini diajarkan untuk membaca, menulis, dan juga berhitung. Setiap hari minggu anak – anak ini diajarkan untuk membaca Alkitab. Selain itu, anak – anak juga diajarkan untuk menghafal ayat – ayat dan lagu – lagu rohani. Dan akhirnya gagasan Sekolah Minggu ini sangat berhasil serta berkembang secara luas di banyak Gereja seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa tujuan dari Sekolah Minggu ? 2. Siapa yang memprakarsai Sekolah Minggu pertama ? 3. Kapan Sekolah Minggu Pertama dimulai? 4. Di mana Sekolah Minggu pertama dibuka ? 5. Bagaimana gambaran Sekolah Minggu pertama ? 6. Bagaimana Perkembangan Sekolah Minggu ? 1



7. Mengapa Sekolah Minggu didirikan ? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tujuan dari berdirinya Sekolah Minggu 2. Untuk mengetahui siapa yang memprakarsai gerakan Sekolah Minggu 3. Untuk mengetahui sejak kapan Sekolah minggu mulai diadakan 4. Untuk mengetahui letak awal Sekolah Minggu pertama dimulai 5. Untuk mengetahui gambaran Sekolah Minggu yang pertama 6. Untuk mengetahui perkembangan Sekolah Minggu 7. Untuk mengetahui seberapa penting Sekolah Minggu bagi anak – anak / generasi muda



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Riwayat Hidup Robert Raikes Robert Raikes adalah seorang dermawan Inggris yang dikenal sebagai Bapak pendiri Sekolah Minggu. Beliau lahir pada 14 September 1736 di Gloucester. Ia lahir di keluarga yang berkecukupan karena, ayahnya adalah seorang anggota terhormat kelas menengah di Gloucester, Inggris. Nama Robert ini sama dengan nama ayah dan kakeknya yang ia terima pada saat ia dibaptis di Gereja St. Marry De Crypt. Pada tahun 1767 tepatnya pada 23 Desember, beliau menikah dengan Anne Trigge dan dikaruniai sembilan orang anak, yang terdiri dari lima anak perempuan dan empat anak laki laki yang masing – masing dari mereka diberi nama Robert Powell. Namun sayangnya, kedua anak laki – lakinya meninggal dan kemudian keluarganya ini kembali dianugerahi satu anak laki – laki kembali dan diberi nama Robert Napier bukan Powell, dikarenakan untuk melawan nasib serupa yang jatuh atas diri kedua “Powell” sebelumnya. Bapak Robert ini seorang yang sangat terkenal di Gloucester Inggris karena, beliau adalah seorang penerbit Gloucester Journal yang merupakan surat kabar yang mempunyai pelanggan yang banyak di daerah itu. Sesuai dengan minat pelanggannya, dalam jurnalnya banyak berisi yang berkaitan dengan peristiwa setempat, tetapi juga selalu ada laporan tentang berita nasional dan luar negeri yang diterima seminggu sekali. Melalui surat kabarnya, Robert Raikes juga selalu siap untuk mendukung suatu usaha ataupun sebaliknya menentangnya. Terkadang kecaman – kecaman juga disampaikan secara halus di jurnalnya. Robert Raikes menempuh pendidikan dasarnya di sekolah kepunyaan jemaat dan ketika ia sudah berumur 14 tahun dan dinyatakan lulus, ia meneruskan sekolahnya di sekolah Katedral Gloucester. Sekolahnya ini sangat ketat, di setiap paginya suasana belajar ditentukan oleh kebaktian pagi yang terdiri dari pembacaan mazmur, doa, renungan, dan nyanyian rohani dilaksanakan pada pukul 06.00. Para siswanya juga dituntut untuk menguasai bahasa Yunani dan Latin karena, kurikulumnya bersifat klasik. Setelah lulus, Robert tidak meneruskan pendidikannya pada taraf perguruan tinggi seperti adiknya yang menjadi seorang pendeta. Robert memilih untuk meneruskan pendidikannya di bidang percetakan milik ayahnya sendiri. Ia bekerja dengan sangat rajin dan dengan cermat mempelajari segala urusan yang berkaitan dengan percetakan. Sehingga ia mampu 3



untuk mengambil alih segala urusan yang berkaitan dengan penerbitan Gloucester Journal sepeninggalan ayahnya. Jadi pada usianya yang ke dua puluh satu tahun ia sudah menjadi seorang penerbit, sekaligus menjadi kepala keluarga yang mencakup lima orang adik dan ibunya. Sebagai seorang penerbit Gloucester Journal, ia meneruskan keprihatinan ayahnya terhadap para nasib buruk rakyat jelata serta para narapidana. Raikes juga memberikan kecaman atas kelakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh para aparat negara terhadap para narapidana yang termuat dalam karanganannya. Dalam surat kabarnya tidak hanya digunakan untuk mendobrak hati dan dompet para pembacanya demi kelangsungan hidup para narapidana. Tetapi Raikes juga secara pribadi membagikan buku bacaan bermutu kepada mereka. Dalam usaha pelawatannya ia berusaha untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan rohani mereka, serta mendorong mereka untuk rindu akan kehidupan yang lebih baik serta berhasil dalam masyarakat. Raikes yang akan menolong setiap narapidana yang sudah menyelesaikan hukumannya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dalam usahanya melayani para narapidana selama bertahun – tahun., ia banyak mendapatkan cemoohan dari banyak orang. Meskipun demikian, semangat Raikes untuk memperbaiki nasib rakyat miskin serta para narapidana tetap berkobar dan tidak mengenal lelah. Sehingga, pada tahun 1774 usahanya ini membuahkan hasil. Melalui pekerjaan John Howard dan Yang Mulia George Paul, Parliament mengesahkan dua hukum pertama yang mulai dapat mengatasi penghinaan terhadap martabat manusia yang tampak dalam keadaan penjara inggris. Pemerintah inggris juga terus mencari jalan keluar lain mengenai persoalan kejahatan dan penjara. Pada 6 Desember 1786, Parliament kembali mengesahkan hukum yang menista hati nurani manusia, yakni hukum yang membuang para narapidana ke Australia dengan maksud “mengosongkan” penjara dan menjajah dunia itu. Kebijakan ini berlaku sampai 10 Agustus 1886. Pengalaman Robert Raikes dengan para narapidana semakin menyadarkannya akan perlunya mencari jalan lain selain dari pada memperbaiki nasib buruk mereka yang sudah ada dipenjara. Hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan kebiasaan buruk yang terbentuk dalam diri para narapidana dan sedikit dari mereka yang mau atau rela bertobat dan mencari gaya hidup lain yang sesuai dengan norma – norma yang ada di masyarakat. Kesadarannya ini diperkuat ketika Robert Raikes meninjau anak – anak pada hari minggu. Ternyata banyak anak yang bertindak nakal. Pada hari minggu anak – anak 4



yang bekerja di Pabrik atau tambang libur. Anak – anak ini menghabiskan waktunya untuk bermain – main di jalan raya, berkata - kata kasar, penampilan mereka jelek, pakaiannya compang – camping, rambutnya kusut, mereka menghabiskan waktunya hanya untuk ribut – ribut, tidak ada kegiatan teratur yang mereka lakukan. Hal ini juga diutarakan seorang ibu yang mengeluh kepada Robert Raikes tentang keadaan nyata di kota Gloucester Inggris. Dari beberapa hal ini yang membuat Raikes kembali berpikir pasti ada jalan keluar lain untuk membebaskan tenaga muda yang disia – siakan. Karena, sebenarnya dalam anak – anak terdapat berbagai macam penemuan, seni, ilmu pengetahuan, sastra, dan juga bahasa. Hal ini yang memprakarsai rencana Robert Raikes untuk mendidik anak miskin pada hari minggu, yang ia ejawantahkan dalam lembaga Sekolah Minggu. 2.2 Berdirinya Sekolah Minggu Pada tahun 1780, Robert Raikes mengambil keputusan untuk melakukan percobaan dengan membuka sekolah sederhana bagi anak miskin. Pada awalnya, Robert Raikes meminta tolong kepada seorang Ibu untuk mendidik beberapa anak. Kelompok pertama yang harus ibu ini ajar adalah anak laki – laki yang nakal. Ketika ibu itu sedang sibuk mengajar, anak laki – laki ini melepaskan seekor anak badger (semacam luak) yang sebelumnya telah disembunyikan di balik bajunya. Akibatnya keadaan kelas akan menjadi ribut, serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan suasana menjadi tertib kembali. Hal ini yang membuat Ibu itu tidak mampu untuk mengajar lagi. Guru yang kedua bernama Ibu Critchley. Beliau adalah seorang yang lebih pintar, jabatan guru ia jabat secara turun temurun sampai pada tahun 1863. Rumah ibu ini dekat dengan rumah Robert Raikes sehingga sangat menolongnya ketika ada anak yang nakal. Maka Robert Raikes sendiri yang akan mencambuknya, terkadang Raikes mengantarkan anak itu pulang dan menuntut supaya orang tuanya mencambuk anak yang nakal itu. Raikes akan menungguinya sampai hukuman dilaksanakan dan kemudian mengantar anak ini kembali ke sekolah. Perkembangan Sekolah Minggu semakin meningkat, maka Raikes pun mendirikan sekolah minggu di tempat lain, termasuk di jemaatnya sendiri Saint Marry de Crypt. Dengan pertolongan temannya seorang pendeta yang bernama Thomas Stock, ia mendirikan sekolah minggu bagi anak – anak miskin yang bekerja di pabrik ataupun tambang. Tetapi, pada zaman itu ada orang – orang lain yang saleh dan kreatif yang memprakarsai pendidikan 5



serupa untuk mengatasi masalah kebodohan di antara kaum muda, suatu hasil sampingan buruk dari revolusi industri. Tentang hal ini, Gregory menuliskan delapan nama orang Inggris yang mendidik anak miskin pada hari minggu. Lantas dari hal ini, banyak muncul pertanyaan siapakah yang berhak menerima gelar sebagai “Pendiri Sekolah Minggu”? Jawabannya adalah Robert Raikes sebagai pendiri Sekolah Minggu. Karena, penyebarluasan gagasan Sekolah Minggu yang terjadi melalui usaha Raikes sendiri. Tanpa publisitas yang Raikes laksanakan lewat surat kabarnya, banyak orang lain tidak akan mendirikan Sekolah Minggu di tempat mereka masing – masing, menurut Gregory. 2.3 Tinjauan Sementara terhadap Prestasi Raikes Melalui surat kabar Robert Raikes gagasan Sekolah Minggu dapat disampaikan kepada masyarakat yang jauh di luar Gloucester, Inggris. Dalam pelayanannya di Sekolah Minggu, Robert Raikes hanya menganjurkan siasat untuk mengajar anak – anak membaca, karena dengan kemampuan itu mereka dapat membaca Alkitab. Dengan demikian akhlak mereka akan menjadi lebih baik lagi dan kelakuannya tidak akan mengancam hak milik kelas menengah dan kelas atas. Sekolah Minggu mula – mula ini didirikan untuk menolong angkatan muda agar lebih hidup tenang dalam masyarakat industri yang sedang dibangun. Namun, dengan usaha yang dilakukan Sekolah Minggu ini membuat beberapa pengusaha segera sadar akan dampak yang diberikan Sekolah Minggu untuk anak – anak. Para pengusaha ini berpikir bahwa dengan kemampuan membaca itu berarti bahwa pemimpin tidak dapat lagi mengendalikan sumber keterangan yang tersedia bagi kaum pekerja. Anak – anak yang mampu membaca dan menulis pastinya mereka tidak akan merasa puas dengan keadaannya lagi, mereka akan mencari pekerjaan dan gaji yang lebih baik yang berlaku pada zaman itu. Akhirnya, para golongan ini mendesak Perdana Menteri Pitt untuk mempersiapkan perundangan – undangan yang melarang penyelenggaraan Sekolah Minggu berserta pendirian Sekolah baru. Kecaman secara tidak langsung terhadap Sekolah Minggu juga dialamatkan kepada integritas Robert Raikes, dikatakan bahwa Raikes ini bukanlah seorang yang saleh, karena ia melanggar kesesuaian hari sabat. Namun, Sekolah Minggu tetap mendapatkan dukungan dari banyak orang dan dapat terus berjalan. 2.4 Gambaran Sekolah Minggu Pertama



6



Pada proses pembelajaran Sekolah Minggu Robert Raikes tidak mengajar setiap hari minggunya. Walaupun ia tidak mengajar setiap minggu, namun bilamana ia mengunjungi salah satu tempat, seringkali guru – guru itu meminta sumbangan pikiran dari Robert Raikes. Pada tahun 1784, Robert mencetak peraturan – peraturan bagi Sekolah Minggu yang disusun oleh Pdt. W. Eliss yang akan dipakai oleh Sekolah Minggu di Stround. Peraturan ini meliputi : 1. Bapak / Ibu guru yang diangkat oleh para penyokong wajib mengajar di tempatnya setiap hari minggu dari pukul 08.00 sampai 10.30 selama musim panas dan sore hari pukul 17.00 sampai 20.00 (kecuali pada hari minggu yang kedua pada setiap bulan). Seorang guru juga wajib untuk membaca tiga atau empat bab Alkitab secara berturut – turut agar anak didik mempunyai pengetahuan yang sistematis tentang sejarah dan untuk pemantapan isi Alkitab. 2. Pada umumnya orang – orang yang diajar adalah anak yang lebih tua dari pada anak yang lazim diterima di sekolah pada hari kerja biasa, mereka ini terpaksa untuk bekerja mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga, mereka tidak bisa menghadiri sekolah tersebut. Orang – orang dewasa yang tuna aksara juga dipersilahkan untuk menghadirinya sebagai pendengar. Khususnya untuk mereka yang ingin sekali mendengarkan Firman Allah. 3. Diharapkan beberapa penyokong menghadiri Sekolah Minggu untuk menjamin bahwa tujuan sekolah terpenuhi dan memberi hadiah kepada anak yang mencaapai prestasi paling tinggi. 4. Para pengunjung itu akan menuliskan nama orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya dan nama anak yang mengganggu mereka dalam pengalaman belajar, maka anak yang nakal ini tidak akan menerima bantuan dari dermawan karena mereka tidak memperhatikan jiwanya. 5. Semua anak yang menghadiri sekolah itu wajib beribadah pada kebaktian pagi dan sore. Setiap minggunya jam belajar dijadwalkan pukul 08.00 – 10.00, dan anak balita tidak diterima sebagai pelajar. Pada awal Sekolah Minggu para guru sendirilah yang menyediakan sumber – sumber belajarnya, tetapi sesudah banyak Sekolah Minggu didirikan, buku pelajaran pun mulai diterbitkan. Salah satu buku yang paling populer adalah “ Sahabat bagi 7



anak Sekolah Minggu” yang berisi 120 lembar. Bagian pertama dari buku ini terdiri dari abjad, daftar kata, dan kalimat pendek seperti “Allah itu baik”, “Tuhan itu baik”, dan lain sebagainya. Sekolah Minggu terus mengalami perkembangan yang pesat. Pada tahun 1784, seluruh kota Leeds dibagi atas tujuh bagian. Ada 26 sekolah dengan 2.000 pelajar yang diajar oleh 45 orang guru. Pada saat itu anak laki – laki dan perempuan tidak diajar secara bersamaan, ada kelas khusus untuk anak laki – laki. Dan ada 4 orang yang diangkat secara khusus untuk mengunjungi tiap sekolah, mereka bertugas untuk mengecek anak - anak yang hadir dan yang absen, anak yang absen akan dicari ke rumah atau jalan - jalan. Dalam buku harian John Wesley mencatat bahwa pengunjung Sekolah Minggu pada waktu itu terkesan oleh perubahan yang terjadi dalam diri anak didik. Para pengunjung ini terkesan akan kebersihan dan kerapian pakaian anak – anak, kelakuan mereka juga menjadi baik, dan ketika mereka bernyanyi bersama suara anak – anak itu luar biasanya indahnya. Pada perayaan hari raya tertentu para pemimpin dan dermawan Sekolah Minggu mengadakan perjamuan untuk anak – anak dan mereka sendiri yang melayani anak – anak. Perjamuan ini di samping memberi pengalaman baru untuk anak dan para pemimpin serta dermawan, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menyampaikan kepada anak – anak bahwa mereka berharga. Alhasil hal ini membawa dampak positif. Para anak – anak ini tidak lagi merasa bahwa dirinya sebagai endapan masyarakat yang tidak berharga. Gerakan Sekolah Minggu yang semula memiliki tiga unsur utama di dalamnya, di antaranya adalah : 1. Pada pokoknya, Sekolah Minggu adalah gerakan kaum awam, meskipun para pendeta sebagai pribadi juga terlibat 2. Organisasi cenderung hidup di luar struktur formal Gereja 3. Orang – orang yang terlibat di dalamnya menitik beratkan pelayanan mendidik anak daripada sinodenya. Dengan kata lain gerakan Sekolah minggu bersifat oikumenis 2.5 Pertumbuhan Sekolah Minggu Gagasan Sekolah Minggu semakin disambut baik oleh warga Kristen injil dalam Gereja Inggris dan Gereja bukan negara. Mereka ini melihat bahwa Sekolah Minggu sebagai sarana untuk menyelamatkan anak dari kekuatan iblis. Dikarenakan dalam Sekolah Minggu 8



anak diajarkan untuk membaca Alkitab. Perkembangan Sekolah Minggu semakin meluas, tatkala Robert Raikes meninggal pun perkembangan Sekolah Minggu tidak terganggu, karena keterlibatan banyak orang di dalamnya. Setelah dua puluh delapan tahun Robert Raikes mengumumkan pendirian Sekolah Minggu pertama, sudah terdapat 400.000 anak didik dalam Sekolah Minggu yang berlangsung di Inggris saja. Gagasan Sekolah Minggu berkembang sampai di Amerika dan di luar dunia Anglo Sakson yaitu Eropa Barat dan Belanda. 2.5.1



Sekolah Minggu di Amerika Pada tahun 1790, terdapat tiga orang dari Gereja yang berbeda mendirikan Perserikatan Hari Pertama yang bertujuan untuk mendidik anak – anak keluarga miskin. Para pendiri tersebut adalah Benyamin Rush, seorang warga Gereja Universalis, dokter medis, dan penandatangan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Kedua, Matthew Carey, seorang pendatang dari Irlandia, seorang warga Gereja Katolik Roma, dan penerbit. Ketiga, William White seorang uskup Gereja Episkopal protestan di Negara bagian Pennsylvania. Bahan pelajaran Sekolah Minggu pertama di Amerika masih cenderung berasal dari Inggris, meskipun keadaannya di Amerika jauh berbeda dengan di Inggris. Misalnya Sekolah Minggu di Inggris didirikan sebagai tanggapan terhadap dampak negatif dari revolusi industri, padahal revolusi itu belum terjadi di Amerika. Kebanyakan Sekolah Minggu di Inggris berasal dari kaum miskin, sedangkan dalam kelas Sekolah Minggu di Amerika, anak dari semua golongan sosial ditampung secara bersama. Karena, nilai – nilai demokrasi sedang dikembangkan di sana. Maka, setiap warga negara menganggap bahwa diri mereka sama berharga dengan warga lainnya. Walaupun mereka miskin, namun warga Amerika adalah warga yang tidak mau menjadi objek pendermaan seakan – akan mereka tidak berharga dan akan tetap miskin selama – lamanya. Para pemimpin di Amerika berusaha untuk membujuk keluarga untuk menyokong gerakan Sekolah Minggu dengan cara mendorong anak – anak mereka untuk hadir Sekolah Minggu. Alhasil, Sekolah Minggu menjadi lembaga yang turut mendemonstrasikan masyarakat Amerika. Pendemonstrasian tersebut diteruskan oleh pendidikan sekolah negeri yang membuka kesempatan belajar kepada semua anak. Tetapi pengintegrasian semua anak dalam kelas Sekolah Minggu ini tidak mencangkup anak dari kaum budak, karena pemilik budak ini 9



khawatir kalau budak yang dapat membaca dan menulis akan membahayakan sistem perbudakan itu sendiri. Orang – orang yang terlibat dalam gerakan Sekolah Minggu memiliki semangat yang besar, mereka mendirikan Sekolah Minggu dengan menjual buku – buku dan tidak jarang Sekolah minggu yang mereka dirikan bertumbuh menjadi jemaat. Karena, mereka haus akan persekutuan dengan orang – orang yang terlibat dalam pelayanan yang sama. Semangat anak didik ini juga terlihat dari nyanyian rohani yang dipakai. Anak – anak ini merasa bahwa diri mereka sedang dalam gerakan yang bermakna, sehingga mereka ingin sekali untuk memuji nama Tuhan melalui musik. Para pemimpin Sekolah Minggu Amerika Serikat juga masih sama seperti di Inggris. Masih cenderung diambil dari kaum awam, karena gerakannya sendiri bertumbuh di luar struktur Gereja formal. Gaya kerjanya pun masih sama seperti di Inggris bersifat oikumeneis. Pada tahun 1875, diadakan sidang raya Nasional yang memelopori gagasan kurikulum yang sama sekali baru, yaitu Seri Mata Pelajaran yang Seragam. Tiga tahun kemudian, sidang raya ini berubah menjadi sidang raya Internasional. Kesuksesan Sekolah Minggu di Amerika pada abad pertamanya ini sangat ditentukan oleh kepemimpinan Benjamin Jacobs. Namun sayangnya, terdapat tiga kelemahan Sekolah minggu di Amerika, yaitu : 1. Sejak semula Sekolah Minggu cenderung mengutamakan moralitas pribadi atas ketidakadilan sosial yang tampak dalam masyarakat 2. Nilai – nilai daerah pertanian lebih berharga dari pada nilai – nilai kota 3. Teologi perseorangan dianggap lebih penting ketimbang teologi Gereja. Dalam artian Sekolah Minggu cenderung hidup berdampingan dengan Gereja daripada menjadi bagian integral dari Gereja formal. 2.5.2



Sekolah Minggu di Luar Dunia Anglo – Sakson Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai dan bertumbuh dalam negeri Anglo –



Sakson sangat menarik perhatian sejumlah orang Kristen yang tidak puas lagi dengan keadaan formal dan dingin yang berlaku di banyak Gereja Eropa Barat. Karena, dalam banyak Gereja konvensional di Eropa Barat pendidikan agama yang teratur 10



bagi kaum muda ditunda sampai mereka berusia empat belas tahun dan sudah mengikuti sidi. Tetapi masyarakat di sana menyadari bahwa pengetahuan yang paling tepat untuk memperbaiki akhlak kaum muda sudah termuat dalam Alkitab, untuk itu pendidikan yang berlangsung setiap minggu bagi kaum muda sangat diperlukan. Dikarenakan untuk memperlengkapi mereka dengan keterampilan membaca Alkitab dan mengambil bagian dalam kebaktian. Dalam penyebarannya terbagi dalam dua bagian, di antaranya sebagai berikut : a. Sekolah Minggu di Jerman Pendirian Sekolah minggu di Jerman diprakarsai tahun 1860 oleh Wilhem Broeckelmann seorang pedagang dari kota Bremen, Jerman dan Albert Woodruff, seorang pedagang dari kota New York. Kedua – duanya adalah wakil dari Perserikatan Sekolah Minggu London. Sekolah Minggu pertama di Jerman bermaksud untuk mengajar anak – anak miskin untuk membaca, menulis, dan berhitung. Di samping membimbing mereka ke dalam iman Kristen. Gagasan sekolah Minggu di sana di Jermankan, sehingga namannya diubah menjadi Kindergottesdienst (kebaktian anak - anak). Sesuai dengan namanya, maka titik beratnya adalah kebangunan Rohani dalam diri anak – anak melalui kebaktian dan bimbingan dari Alkitab yang menghadiri kebaktian waktu itu anak – anak yang berumur 5 – 14 tahun. Namun sayangnya, perkembangan Sekolah Minggu di Jerman selalu dihalangi oleh asal muasal mulanya di dunia Anglo – Sakson. Dikarenakan sifat injil dan gerakannya yang bersifat awam dengan gaya beribadah yang agak bebas, sifat ini bertentangan dengan tradisi Gereja Lutheran dan Katolik Roma yang mengutamakan penggembalaan, pembinaan anak, dan liturgi yang tetap. b. Sekolah Minggu di Belanda Gagasan Sekolah minggu di Belanda dibawa oleh Dr. Abraham Capadose dari Swiss, pada bulan Oktober 1836. Beliau pertama kali mulai mengajar di kota ‘s Gravenhage yang diikuti oleh dua orang anak. Beliau mulai mengajar anak – anak tersebut sesudah jam kebaktian. Sekolah Minggu di Belanda ini mengalami perkembangan yang lumayan cepat. Pada tahun 1841 sebuah Sekolah Minggu didirikan di kota Amsterdam dan pada tahun 11



1847 didirikan di kota Rotterdam. Pertumbuhan paling besar terjadi pada tahun 1857, sebelum tahun 1858 saja sudah ada lima puluh Sekolah Minggu di Belanda.



BAB III KESIMPULAN Robert Raikes adalah Bapak Pendiri Sekolah Minggu. Gagasan Sekolah Minggu muncul ketika Ia melawat para narapidana yang ada di penjara serta dalam jurnal yang beliau tulis itu meneruskan keprihatinan dari ayahnya tentang nasib para rakyat jelata dan juga narapidana yang tindas oleh orang – orang yang berkuasa. Kebanyakan para keluarga miskin ini tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya. Sehingga anak – anak ini tidak mempunyai kemampuan untuk membaca, menulis ataupun berhitung yang membuat mereka ini mudah diperalat oleh para penguasa atau pengusaha yang ada di Gloucester, Inggris. Anak – anak dari keluarga miskin ini tidak mampu untuk bersekolah, sehingga mereka harus ikut bekerja entah di pabrik ataupun tambang. Setelah enam hari mereka bekerja, pada hari minggu mereka berlibur dan mereka hanya menghabiskan waktunya untuk melakukan hal yang sia – sia. Mereka berpenampilan lusuh, kata – katanya kasar, suka ribut –ribut di jalanan raya. Dari hal ini yang mendorong Raikes untuk mengadakan Sekolah bagi anak – anak yang kurang mampu, supaya akhlak mereka menjadi baik dan kehidupan mereka lebih berhasil di masyarakat. Meskipun Robert Raikes sering mendapatkan kecamanan ataupun ejekan ia tetap dengan semangat melawat para anak – anak dan narapidana tersebut. Gagasan Sekolah Minggu ini terus berkembang secara pesat, banyak di tempat – tempat lain selain di Inggris yang juga ikut menerapkan Sekolah Minggu ini, salah satunya di Indonesia juga. Karena banyak orang menyadari bahwa pendidikan Sekolah Minggu sangat dibutuhkan anak – anak sejak dini untuk membentuk karakter baik mereka, selain itu dengan pendidikan Sekolah minggu juga akan membawa iman anak semakin kuat di dalam Yesus Kristus.



12



DAFTAR PUSTAKA Boehlke, Robert R. (2003). Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen : Dari Yohanes Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia. Jakarta : Gunung Mulia. (375 - 426)



13