Makalah Stroke FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah stroke Keperawatan Medikal Bedah III



Disusun Oleh : 1.



Apriwan



2.



Anis Ma’rifah



3.



Chika Indah



4.



Erviana Yulianti



5.



Fanny Fatmawaty



6.



Fika Novianti



7.



Mertisa Angra



8.



M. Febri



9.



Nurhalimah



10. Ratri Puspaningsih 11. Siti Asiyah 12. Tutri Wulandari 13. Wahyudian 14. Yopita Sari



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2020-2021



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karna atas berkat dan rahmatnya yang telah diberikan, kelompok dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Makalah stroke” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kelompok berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, tetapi suatu karya tidaklah lepas dari sebuah kekurangan sehingga kelompok mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan yang membacanya sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang mata kuliah ini.



Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh



Jakarta, Oktober 2020



Tim Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................................i DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I.........................................................................................................................................1 PENDAHULUAN......................................................................................................................1 1.1



Latar Belakang.............................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.......................................................................................................2



1.3



Tujuan Penulisan.........................................................................................................2



1.4



Manfaat Penulisan.......................................................................................................3



BAB II........................................................................................................................................4 LANDASAN TEORI.................................................................................................................4 2.1



Pengertian Stroke.....................................................................................................4



2.2



Etiologi dan Faktor Resiko Stroke...........................................................................4



2.3



Klasifikasi Stroke.....................................................................................................5



2.4



Manifestasi Klinis....................................................................................................6



2.5



Patofisiologi Stroke Non Hemoragik.......................................................................6



2.6



Penatalaksanan stroke..............................................................................................7



2.7



Perawatan pasca stroke............................................................................................8



2.8



Komplikasi Stroke Non Hemoragik........................................................................9



BAB III.....................................................................................................................................10 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................................10 BAB III.....................................................................................................................................27 PENGKAJIAN KASUS...........................................................................................................27 BAB IV....................................................................................................................................40 TELAH JURNAL....................................................................................................................40 BAB V......................................................................................................................................41 PENUTUP................................................................................................................................41 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................42



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyabab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga didunia. Menurut World Health Organization atau WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Info DATIN, 2018). Prevalensi penyakit sroke di dunia menurut WHO menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13.7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5.5 juta kematian terjadi akibat stroke. Sekitar 70% penyakit sroke dan 87 % penyebabkematian dan disabilitas akibat stroke terjadi di Negara berpendatan rendah dan menengah disbanding dengan Negara berpendapatan tinggi, Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan tingginya kasus penyakit stroke. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 7% menjadi 10,9%, sedangkan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Kalimantan timur



(14,7‰), diikuti DI



Yogyakarta (14,6).(Riskesdas, 2018). Penyakiit stroke terjadi apabila pembuluh darah diotak mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga mengalami kemtian sel atau jaringan. Faktor- faktor yang menyebabkan setroke yaitu hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, hiperkolestrol, merokok serta gaya hidup Tatalaksana yang optimal pada fase akut stroke akan menentukan proses perbaikan pasca stroke dan mengurangi kecacatan. Penangan segera pada pasien stroke dapat meringankan kerusaka otak yang disebabkan oleh stroke. Penanganan stroke yang efektif 1



adalah jika stroke diketahui dan didiagnosis dalam periode emas 4.5 jam setelah gejala pertama muncul. Oleh karena itu penting pasien stroke segera dibawa kerumah sakit. Kendala penanganan stroke di Indonesia adalah deteksi dini faktor resiko yang belum maksimal dimasyaraka, rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Penulis mengangkat penyakit stroke sebagai pokok bahasan karena penyakit stroke merupakan penyebab kematian kedua dan disabilitas ketiga didunia. Selain itu masih belum optimalnya pelayanan stroke karena belum maksimalnya deteksi dini dan factor resiko masyarakat. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan laporanini yaitu : 1) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Stroke 2) Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Stroke 3) Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi Stroke 4) Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Stroke 5) Agar mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi Stroke 6) Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Stroke 7) Agar mahasiswa mampu menjelaskanasuhan keperawatan pada klien Stroke



2



1.4 Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan laporanini yaitu : 1) Mahasiswa mampumenjelaskan pengertiandari Stroke 2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologidari Stroke 3) Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari Stroke 4) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Stroke 5) Mahasiswa mampu menjelaskankomplikasi Stroke 6) Mahasiswa mampu menjelaskanpenatalaksanaan Stroke 7) Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien Stroke



3



BAB II LANDASAN TEORI



2.1 Pengertian Stroke Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Info DATIN, 2018). Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, yang muncul secara mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak non trauma. 11 Gangguan syaraf tersebut dapat menimbulkan gejala seperti : kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak jelas atau pelo, bicara tidak lancar, perubahan kesadaran, gangguan penglihatan dan lainnya (Riskesdas, 2013). Stroke adalah perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian orak. Dua jenis stroke yang utama adalah Iskemik dan Hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbaran akibat thrombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan du pembuluh darah) atau embolik (pecahan gumpalan darah / udara / benda asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) (Black & Hawks, 2014).



2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Stroke Menurut Black & Hawks (2014) 1)



a. Thrombus Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis edoteliat dari pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan zat lemak bertumbuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini akan terus membesar dan menyebabkan



4



penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis ini yang menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri.



b. Embolisme Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan stroke embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri.



c. Perdarahan Perdarahan



intraserebral



paling



banyak



disebabkan



oleh



adanya



rupture



arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan ke jaringan otak. Stroke yang di sebabkan dari perdarahan sering kali menyebabkan 12 spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada diluar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan.



d. Penyebab Lain Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran darah ke otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit. Spasme yang berdurasi pendek, tidak selamanya menyebabkan kerusaka otak yang permanen.



2.3 Klasifikasi Stroke Menurut Mulyasih & Ahmad (2010) stroke terdapat dua jenis, yaitu :



a.



Stroke iskemik Stroke iskemik disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah di otak. Sumbatan ini dapat terjadi akibat dua hal. Pertama terjadi akibat atherosclerosis yaitu penebalan pada dinding pembuluh darah dan bekuan darah yang bercampur lemak menempel pada dinding pembuluh darah atau yang biasa dikenal dengan thrombus. Dan kedua akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak akibat emboli (bekuan darah dijantung) hal ini biasa terjadi pada pasien yang dipasang katup jantung buatan, setelah serangan miokard infark akut atau pasien dengan gangguan irama jantung berupa fibrilasi atrial, yaitu irama yang tidak teratur yang berasal dari ventrikel jantung. 5



b.



Stroke hemoragik Sekitar 70% stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah ke otak karena tekanan yang tinggi atau hipertensi. Sisanya biasanya terjadi akibat rupture atau pecahnya anurisme yaitu pembuluh darah yang bertekstur tipis dan mengembang atau bisa juga karena rupture pada Atero Veno Malformation (AVM), yaitu bentuk yang tidak sempurna dari pembuluh darah arteri dan vena.



2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang umumnya terjadi yaitu kelemahan alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal, dan mengenai satu sisi (LeMone, 2015). Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau perubahan status mental; sulit berbicara atau memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan keseimbangn , pening, kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara mendadak (Brunner & Suddarth, 2013).



2.5 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik Infark ischemic cerebri  sangat erathubungannya dengan ateros klerosis danarterios kle rosis. Ateros klerosis  dapatmenimbulkan bermacam-macammanifestasi klinis dengan cara: 1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah 2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm. 3)  Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. 4) Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.



6



Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak : a)



Keadaan pembuluh darah. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit  meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.



b)



Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.



c)



 Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.



d)



Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan



dan spasme



vaskuler)



atau



oleh



karena



gangguan umum 



(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).  Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak e)



Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.



f)



Oklusi  pada pembuluh darah serebraloleh embolus menyebabkanoedema dan nekr osis diikuti thrombosis dan Perdarahan intraserebral yang



hypertensi sangat



luas



pembuluh akan



menyebabkan



darah. kematian



dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arres



2.6 Penatalaksanan stroke Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011) adalah :



a. Pengobatan



terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian terapi



trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dan lain-lain tergantung kondisi klinis pasien



b. Pemberian



cairan pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parental



maupun enteral). Cairan parenteral yang diberikan adalah isotonis seperti 0,9% salin. 7



c.



Pemberian nutrisi, nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun nutrisi diberikan menggunakan NGT 4)



d. Pencegahan



dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini untuk



mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia. Thrombosis vena dalam, emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.



e. Rehabilitasi,



direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini setelah kondisi



medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan sesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari rumah sakit direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke.



f.



Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah lakukan terapi psikologi, analgesic, terapi muntah dan pemberian H2 anatagonis sesuai indikasi, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien stabil, control buang air besar dan kecil, pemeriksaan penunjang lain, edukasi keluarga dan discharge planning.



2.7 Perawatan pasca stroke



a. Rehabillitasi fase awal Biasa pada fase ini dokter menyarankan untuk dilakukan proper bed positioning. Latihan luas gerak sendi, dan stimulasi elektrikal latihan ini sengaja dilakukan sedini mungkin ketika kondisi pasien memungkinkan untuk melewati tahapan rehabilitasi stroke. Tujuannya tentu agar tidak terjadi komplikasi sekunder serta melindungi fungsi yang masih tersisa ataupun normal.



b. Rehabilitas fase lanjutan Fase lanjut ini hanya dilakukan ketika kondisi pasien telah stabil. Hal ini bisa dikerjakan 2 hingga 3hari setelah stroke menyerang. Itupun hanya dilakukan pada pasien penderita stroke trombolik dan embolik. Sedangkan bagi para penderita stroke perdarahan dilakukan setelah 10 hingga 15 hari setelah stroke menyerang. Fase ini



8



ditujukan agar pasien mampu melakukan kemandirian fungsional serta aktivitas sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain.



2.8 Komplikasi Stroke Non Hemoragik Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan : 1) Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis. 2) Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh 3) Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala. 4) Hidrocephalus 5) Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.



9



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



3.1 Pengkajian Stroke Non Hemoragik 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain: a.



Identitas Klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.



b.



Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.



c.



Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 10



Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan konia. d.



Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.



e.



Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.



f.



Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. 11



g.



Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. 1) Breathing (B1) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. 2) Blood (B2) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).



12



3) Brain (B3) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian Brain (B3) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 4) Bladder (B4) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara



karena



konfusi,



ketidakmampuan



mengkomunikasikan



kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 5) Bowel (B5) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 6) Bone (B6)



13



Stroke



adalah



penyakit



Upper



Motor



Neurons



(UMN)



dan



mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. h. Pengkajian tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. i.



Pengkajian fungsi serebral 14



Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer. j.



Status mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. k. Fungsi intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. l. Kemampuan bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.



15



m. Pengkajian saraf kranial Menurut Muttaqin (2014) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII. 1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. 2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer di antara



mata



dan



korteks



visual.



Gangguan



hubungan



visual-spasial



(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. 3) Saraf III, IV dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. 4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. 5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. 7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. 8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.



16



9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. n. Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas. 3) Tonus otot. Didapatkan meningkat. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik yaitu: a.



Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme.



b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia). c.



Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.



d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. e.



Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas.



f.



Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun. 17



g.



Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral.



3. Perencanaan Tindakan Keperawatan Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016). Fokus intervensi keperawatan merujuk pada (Nurarif & Kusuma, 2016): a.



Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko perfusi serebral dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/sensorik. 2) Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK. 3) Tidak menunjukkan perburukan lebih lanjut atau pengulangan kejadian defisit. 4) Intervensi: 1.1 Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Variasi ini mungkin terjadi oleh karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolap sirkulasi vaskuler), peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya bekuan darah). Frekuensi dan irama jantung. Kemungkinan dapat terjadi bradikardia sebagai akibat adanya kerusakan otak. Disritmia dan mur-mur mungkin 18



sebagai tanda adanya penyakit jantung sebagai pencetus terjadinya stroke (seperti stroke setelah AMI, atau kelainan katup). Catat irama dan pola pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah pernafasan hiperventilasi, pernafasan cheyne-stokes. Ketidakteraturan pernafasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan intervensi selanjutnya termasuk kemungkinan perlunya dukungan terhadap pernafasan (Doenges, 2000) 1.2 Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis. Rasional: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral (Doenges, 2000). 1.3 Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang; batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi. Rasional: Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan (Doenges, 2000). 1.4 Berikan oksigen sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema (Doenges, 2000). 1.5 Berikan obat sesuai indikasi. Rasional: Antikoagulan, seperti natrium warfarian (Coumadin), heparin, antitrombosit: Dapat digunakan untuk meningkatkan/ memperbaiki aliran darah sesrebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/ thrombus merupakan faktor masalahnya. Kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan resiko pendarahan.



19



Antihipertensi: Hipertensi lama atau kronis, memerlukan penanganan yang hati-hati, sebab penanganan berlebihan memungkinkan resiko terjadinya perluasan kerusakan jaringan. Hipertensi sementara seringkali terjadi selama fase stroke akut dan penanggulanganya seringkali tanpa intervensi terapeutik (Doenges, 2000). b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia). Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akut dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. 3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). 4) Menyatakan rasa nyaman berkurang. Intervensi: 2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif dengan PQRST. Rasional: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan (Doenges, 2000). 2.2 Ajarkan tentang teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi nafas dalam). Rasional: Nafas dalam dapat menghirup oksigen secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi (Doenges, 2000). 20



2.3 Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting. Rasional: Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri (Doenges, 2000). 2.4 Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu. Rasional:



Dapat



membantu



merelaksasikan



ketegangan



otot



yang



meningkatkan rasa ketidaknyamanan nyeri (Doenges, 2000). 2.5 Kolaborasi pemberian obat analgetik. Rasional: Menghilangkan dan mengurangi rasa nyeri. c.



Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit nutrisi dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. 2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 3) Menunjukkkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan. Intervensi: 3.1 Kaji adanya alergi makanan. Rasional: Mengurangi faktor resiko gangguan nutrisi. 3.2 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. Rasional: Mencapai kebutuhan nutrisi tubuh yang sesuai. 3.3 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe. Rasional: Membantu pembentukan sel darah merah dalam absorbsi makanan. 3.4 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. Rasional: Mempertahankan kelembaban kulit dan cairan dalam tubuh. 21



3.5 Monitor mual muntah. Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi. d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop. 2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. 3) Mendemonstrasikan



teknik/perilaku



yang



memungkinan



melakukan



aktivitas. 4) Mempertahankan integritas kulit. Intervensi: 4.1 Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya dan jika memungkinan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional: Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus (Doenges, 2000). 4.2 Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak. Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur (Doenges, 2000). 22



4.3 Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan. Rasional: Mencegah adduksi bahu dan fleksi bahu (Doenges, 2000). 4.4 Tinggikan tangan dan kepala. Rasional: Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema (Doenges, 2000). e.



Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Mengidentifikasi faktor resiko individual. 2) Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakan. 3) Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit.



Intervensi: 1.1 Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan, pembengkakan. Berikan perhatian khusus pada daerah belakang kepala, kulit didaerah kaus kaki atau pada lekukan dimana kulit sering tersentuh/tertekan. Rasional: Kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer, ketidakmampuan untuk merasakan tekanan, imobilisasi (Doenges, 2000). 1.2 Lakukan perubahan posisi sesering mungkin di tempat tidur ataupun sewaktu duduk. Rasional: Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol (Doenges, 2000). 23



1.3 Jagalah alat tenun tetap kering dan bebas dari lipatan-lipatan dan kotoran. Rasional: Mengurangi/mencegah adanya iritasi pada kulit (Doenges, 2000). 1.4 Anjurkan pasien untuk terus melakukan program latihan. Rasional: Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan nutrisi sel atau oksigenasi sel dan untuk meningkatkan kesehatan jaringan (Doenges, 2000). f.



Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko jatuh dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Gerakan terkoordinasi: kemampuan otot untuk bekerja sama secara volunter untuk melakukan gerakan yang bertujuan. 2) Perilaku pencegahan jatuh: tidak ada kejadian jatuh. 3) Pengetahuan: pemahaman pencegahan jatuh. Intervensi: 6.1 Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu. Rasional: Mengetahui defisit kognitif atau fisik pada pasien terhadap lingkungan yang berpotensi menyebabkan jatuh (Doenges, 2000). 6.2 Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh. Rasional:



Mengenal



perilaku



dan



faktor-faktor



yang



berpotensi



mengakibatkan jatuh (Doenges, 2000). 6.3 Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan tinggi untuk mencegah jatuh dari tempat tidur, sesuai kebutuhan. Rasional: Pagar tempat tidur memberi keamanan dari resiko jatuh dan dapat digunakan untuk membantu pasien mengubah posisi (Doenges, 2000).



24



6.4 Memberikan pasien tergantung dengan sarana bantuan pemanggilan (misalnya, bel atau cahaya panggilan). Rasional: Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri. g.



Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan komunikasi verbal dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi. 2) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan. 3) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat. Intervensi: 7.1 Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau “pus”. Rasional: Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik (Doenges, 2000). 7.2 Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek. Rasional: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik (Doenges, 2000). 7.3 Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien, seperti pekerjaan, keluarga dan hobi (kesenangan). Rasional: Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk keterampilan praktis (Doenges, 2000). 25



7.4 Berikan metode komunikasi alternatif, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). Rasional:



Memberikan



komunikasi



tentang



kebutuhan



berdasarkan



keadaan/defisit yang mendasarinya (Doenges, 2000). 7.5 Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya (Doenges, 2000).



26



BAB III PENGKAJIAN KASUS 3.1 Kasus Tn.A masuk melalui IRD Keluarga klien mengatakan tangan dan kaki kiri klien tidak bisa digerakkan.pada tanggal 02 November 2020 pukul 14.06 WITA dan keluarga klien mengatakan klien sudah mengeluh pusing sejak satu minggu yang lalu. Pada tanggal 02 November 2020 pukul 02.00 WITA setelah BAB klien terlihat lemah, tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan lalu dibawa ke RSKD didapatkan hasil tanda-tanda vital: Tekanan Darah: 185/66 mmHg, Nadi: 86 x/menit, Suhu: 36,0˚C, Frekuensi Pernapasan: 20 x/menit, SPO2: 97%. Keluarga klien mengatakan tidak pernah dirawat. Tidak memiliki riwayat penyakit kronik dan menular. Riwayat kontrol klien tidak rutin minum obat amlodipine. Riwayat penggunaan obat klien amlodipine 5 mg. Tidak memiliki riwayat alergi dan operasi. 3.2 Hasil Pengkajian Identitas Klien



Klien 1



Nama Jenis Kelamin Umur Status Perkawinan Pekerjaan Agama Pendidikan Terakhir Alamat



Tn. A Laki-laki 54 Tahun Menikah Swasta Islam SLTP Jalan Belatuk I Blok I RT. 25 Kel. Gunung Bahagia, Kec. Balikpapan Selatan Hemiparase Sinistra e.c. Stroke Non Hemoragik 78.21.XX 02 November 2020 / 03 November 2020 Keluarga klien mengatakan tangan dan kaki kiri klien tidak bisa digerakkan. Klien masuk melalui IRD pada tanggal 02 November 2020 pukul 14.06 WITA keluarga klien mengatakan klien sudah mengeluh pusing sejak satu minggu yang lalu. Pada tanggal 02 November 2020 pukul 02.00 WITA setelah BAB klien terlihat lemah, tangan dan kaki



Diagnosa Medis Nomor Register MRS / Tgl Pengkajian Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang



27



kiri tidak bisa digerakkan lalu dibawa ke RSKD didapatkan hasil tandatanda vital: Tekanan Darah: 185/66 mmHg, Nadi: 86 x/menit, Suhu: 36,0˚C, Frekuensi Pernapasan: 20 x/menit, SPO2: 97% Keluarga klien mengatakan tidak pernah dirawat. Tidak memiliki riwayat penyakit kronik dan menular. Riwayat kontrol klien tidak rutin minum obat amlodipine. Riwayat penggunaan obat klien amlodipine 5 mg. Tidak memiliki riwayat alergi dan operasi.



Riwayat Kesehatan Dahulu



Riwayat Kesehatan Keluarga



Perilaku sebelum sakit mempengaruhi kesehatan: 1. Alkohol 2. Merokok



Keluarga Klien mengatakan keluarga ada yang memiliki penyakit keturunan seperti tekanan darah tinggi, kencing manis. yang Keluarga klien mengatakan klien tidak mengkonsumsi alkohol.



3. Obat 4. Olahraga Data Psikososial dan Spiritual



Personal Hygiene dan Kebiasaan



28



Keluarga klien mengatakan klien merokok 1 bungkus/hari (16 batang). Keluarga klien mengatakan klien tidak mengkonsumsi obat-obatan. Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah melakukan olahraga. Persepsi klien terhadap penyakitnya adalah cobaan tuhan, ekspresi klien terhadap penyakitnya murung/diam, reaksi saat interaksi kooperatif, tidak ada gangguan konsep diri. Kebiasaan beribadah sebelum sakit sering dan selama sakit tidak pernah. Klien mandi 1 x/hari, ganti pakaian 1 x/hari, sikat gigi 1x/hari, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.



Pemeriksaan Fisik



Klien



A. Keadaan umum: Lemah, sakit berat 1. Posisi klien Supinasi head up 30˚. 2. Alat medis/invasif yang Terpasang bedsite monitor, nasal terpasang kanul 3 lpm, Naso Gastric Tube 3. Tanda klinis yang mencolok (NGT), infus, Dower Cateter (DC) Tidak ada tanda klinis yang mencolok B. Kesadaran 1. Kualitatif Somnolen 2. Kuantitatif: GCS E3M5V1 C. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital 1. Suhu 2. Nadi 37,9˚C 3. Tekanan Darah 74 x/menit 4. Respirasi Rate 165/104 mmHg 5. MAP 26 x/menit 123 mmHg D. Kenyamanan/nyeri 1. Nyeri Tidak 1 (kadang-kadang tak terkendali E. Skor Status Fungsional / Aktivitas dan Mobilisasi Barthel Indeks 1. Mengendalikan rangsang defekasi (BAB) 2. Mengendalikan rangsang berkemih (BAK) 3. Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) 4. Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) 5. Makan



0 (tak terkendali / pakai kateter) 0 (butuh pertolongan orang lain) 0 (tergantung pertolongan orang lain)



0 (tidak mampu)



6. Berubah sikap dari berbaring ke 0 (tidak mampu) duduk 7. Berpindah / berjalan 8. Memakai baju 0 (tidak mampu) 9. Naik turun tangga 10. Mandi 0 (tidak mampu) Total skor: 0 (tidak mampu) 0 (tergantung orang lain) 1 = Ketergantungan Total F. Pemeriksaan Kepala Finger print ditengah frontal 1. Kepala dan rambut terhidrasi, kulit kepala bersih. Penyebaran rambut merata, warna rambut hitam, tidak mudah patah, tidak bercabang, cerah, tidak ada 29



2. Mata



3. Hidung



4. Rongga Mulut



5. Telinga



G. Pemeriksaan Leher



H. Pemeriksaan Pernafasan



Thorak:



I. Pemeriksaan Jantung: Kardiovaskuler



kelainan. Sklera mata putih, konjungtiva tampak anemis, palpebra tidak ada edema, kornea tampak keruh, reflek cahaya +/+, Tekanan Intra Optik (TIO): tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak ada alat, pupil isokor, visus tidak dilakukan pemeriksaan, tidak ada kelainan pada mata. Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi septum nasi ditengah, lubang hidung utuh dan simetris, tidak ada gangguan ketajaman penciuman, tidak ada kelainan pada hidung. Keadaan bibir warna gelap, gigi geligi lengkap. Keadaan lidah warna merah muda, mukosa tampak kering, uvula letak simetris ditengah. Bentuk daun/pina telinga bulat sedang, kanalis telinga normal. Ketajaman pendengaran tidak dilakukan pemeriksaan. Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, letak posisi trakea ditengah. Sistem Keluhan tidak terkaji kesadaran klien somnolen. Tampak batuk produktif, terdapat sekret, warna kuning kecoklatan. Pada inspeksi bentuk dada simetris, frekuensi 20 x/menit, irama nafas tampak teratur, pola pernafasan tampak normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada menggunakan otot bantu pernafasan, terdapat alat bantu nafas jenis nasal kanul flow 3 lpm. Pada palpasi vocal premitus anterior dan posterior dada teraba, ekspansi paru anterior dan posterior dada teraba. Tidak ada kelainan. Pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi suara nafas terdengar ronchi, suara ucapan tidak ada. Tidak ada penggunaan WSD Sistem Tidak ada keluhan nyeri dada. Pada inspeksi ictus cordis tidak tampak, CRT ≤ 2 detik, tidak ada sianosis. Pada palpasi ictus cordis teraba di intercostal 3 midclavicula sinistra, akral hangat. Perkusi batas jantung 30



bagian basic jantung terdapat di Intercostal 2 midclavicula sinistra, pinggang jantung di intercosal 3 midaxilaris anterior sinistra, dan apeks jantung berada di intercostal 3 midclavicula sinistra. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan (murmur). Tidak ada CVP dan CTR. J. Pemeriksaan Sistem Pencernaan dan BB: 60 kg Status Nutrisi TB: 160 cm IMT: 23 kg m2 kategori normal Parameter status nutrisi total skor: 0 BAB: 1 x/hari terakhir tanggal 07 April 2019, konsistensi lunak. Diet cair, jenis diet susu, nafsu makan baik, frekuensi 3 x/hari, porsi makan habis. Terpasang NGT. 1. Abdomen Bentuk abdomen normal, tidak ada bayangan vena, benjolan/massa dan luka operasi. Peristaltik 16 x/menit. Tidak ada ascites dan tidak ada nyeri tekan. Tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar dan ginjal. Tidak ada nyeri ketuk. K. Sistem Persyarafan Klien tidak dapat terkaji karena mengalami penurunan kesadaran L. Tingkat Keparahan Stroke Menggunakan National Institute Health Stroke Scale 1. Tingkat kesadaran a. Menjawab pertanyaan. Tanyakan bulan dan usia 1 (somnolen) klien. Yang dinilai adalah jawaban pertama, pemeriksa 2 (salah semua/afasia/stupor/koma) tidak diperkenankan membantu klien dengan verbal atau non verbal b. Mengikuti perintah, berikan 2 perintah sederhana; membuka & menutup mata, menggenggam tangan & melepaskannya, atau 2 perintah lain 2. Gaze; gerakan mata konyugat horizontal 3. Visual lapang pandang pada tes 2 (tidak mampu melakukan perintah) konfrontasi 4. Paresis wajah. Anjurkan klien 31



menyeringai atau mengangkat alis dan menutup mata 5. Motorik lengan. Anjurkan klien mengangkat lengan hingga 45 derajat bila tidur berbaring atau 90 derajat bila posisi duduk. Bila klien afasia berikan perintah menggunakan pantomime atau peragaan 6. Motorik tungkai. Anjurkan klien 0 (normal) tidur posisi terlentang dan mengangkat tungkai 30 derajat X (tidak dilakukan pemeriksaan) 7. Atakasia anggota badan. Menggunakan tes tunjuk jarihidung 8. Sensorik. Lakukan tes; tungkai, lengan, badan dan wajah. Klien afasia diberi nilai 1. Klien stupor atau koma diberi nilai 2. 9. Bahasa terbaik. Anjurkan klien untuk menjelaskan suatu gambar atau membaca suatu tulisan. Bila klien mengalami kebutaan, letakkan suatu benda di tangan klien dan anjurkan untuk menjelaskan benda termaksud 10. Disartria 11. Neglect atau in atensi



1 (paresis wajah ringan (lipatan nasolabial datar, senyum asimetris)) Nilai lengan kiri 4 (tidak ada gerakan) Nilai lengan kanan 0 (mampu mengangkat lengan minimal 10 detik)



Nilai tungkai kiri 4 (tidak ada gerakan) Nilai tungkai kanan 0 (mampu mengangkat tungkai 30 derajat 5 detik)



Total nilai: X (tidak dilakukan pemeriksaan) 1 (gangguan sensori ringan hingga sedang. Ada gangguan sensori terhadap nyeri tetapi masih merasa bila disentuh)



3 (mute, afasia global, coma)



32



X (tidak dilakukan pemeriksaan) 1 (tidak Tidak ada atensi pada salah satu modalitas berikut; visual, tactile, auditory, spatial, or personal inattention 18 (defisit neurologis berat) Bersih, tidak ada keluhan kencing. Menggunakan alat bantu berkemih yaitu Dower Cateter (DC) ukuran 16 hari ke-2. Produksi urine 300 ml/hari, warna kuning jernih, tidak berbau. Tidak ada pembesaran dan nyeri tekan kandung kemih. dan Pergerakan sendi terbatas, kekuatan 5 0 otot , tidak ada kelainan 5 0 ekstremitas, tidak ada kelainan tulang belakang, tidak ada fraktur, tidak ada traksi/spalk/gips, tidak ada kompartemen syndrome, kulit ikterik, turgor kulit kurang, tidak ada luka, tidak ada ekskoriasis, tidak ada psoriasis, tidak ada urtikaria.



M. Sistem Perkemihan



N. Sistem Muskuloskeletal Integumen



1. Penilaian risiko decubitus: a. Persepsi Sensori b. Kelembaban c. Aktivitas d. Mobilisasi e. Nutrisi



1 (terbatas sepenuhnya) 4 (jarang basah) 1 (bedfast) 1 (immobile sepenuhnya) 2 (kemungkinan tidak adekuat) 2 (potensial bermasalah)



f. Gesekan & Pergeseran Total nilai:



11 = Risiko Tinggi Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada trias DM, tidak ada hipoglikemia, tidak ada hiperglikemia. Tidak ada kelainan/masalah pada prostat.



O. Sistem Endokrin



P. Seksualitas dan Reproduksi Q. Keamanan Lingkungan 33



Penilaian risiko klien jatuh dengan skala morse (klien dewasa): 1. Riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir 2. Diagnosa sekunder lebih dari 1 0 (tidak) diagnosa 3. Menggunakan alat bantu 4. Menggunakan IV dan cateter 15 (ya) 5. Kemampuan berjalan 6. Status mental 0 (bedrest/dibantu perawat) 20 (ya) Total skor: 0 (bedrest/imobilisasi) 15 (tidak sadar akan kemampuan/post op 24 jam) 50 = Risiko Pemeriksaan Penunjang Laboratorium



senin, 02 November 2020 1. Hemoglobin: 14.5 g/dl 2. Leukosit: 10.98 103/uL 3. Eritrosit: 4.89 106/uL 4. Hematokrit: 43.0 % 5. MCV: 83.1 fL 6. MCH: 29.7 pg 7. MCHC: 33.7 g/L 8. RDW-CV: 12.9 % 9. Neutrofil: 79.1 % 10. Limfosit: 17.6 % 11. Monosit: 34



3.1 % 12. Kalsium (ion): 1.29 mmol/L 13. Natrium: 137 mmol/L 14. Kalium: 3.7 mmol/L 15. Glukosa sewaktu: 151 mg/dL 16. Ureum darah: 24 mg/dL 17. Kreatinin darah: 0.84 mg/dL rabu, 04 November 2020 1. Kolesterol total: 281 mg/dL 2. Trigliserida: 75 mg/dL 3. Kolesterol HDL: 56 mg/dL 4. Kolesterol LDL: 225 mg/dL 5. Asam urat: 5.0 mg/dL



CT Scan Kepala



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Hasil belum dibaca



Penatalaksanaan Terapi Klien 1 Terapi antiplatelet peroral 1x75mg Terapi analgetik peroral 1x10mg Terapi antasida & antiulkus intravena 2x1 Terapi antiulcerant peroral 3x1 Terapi analgetik peroral 3x1 Intravenous fluid drop (IVFD) 20 tetes permenit. 35



3.3 Diagnosa keperawatan 1.



risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme



2.



pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan



3.



bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan



4.



gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular



5.



gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral



6.



defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan



7.



risiko



gangguan



integritas



kulit



berhubungan



dengan



penurunan mobilitas 8.



risiko jatuh



3.4 Intervensi keperawatan Hari/Tanggal Senin, 02 November 2020



Dx Keperawatan Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme 36



Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan risiko perfusi serebral tidak efektif dapat



Senin, 02 November 2020



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan



Senin, 02 November 2020



Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan



Senin, 02 November 2020



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular



37



teratasi dengan kriteria hasil: 1. Mempertahan-kan atau meningkatkan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/ sensorik. 2. Mendemonstrasi-kan TTV stabil dan tidak ada tandatanda peningkatan TIK. 3. Tidak menunjukkan perburukan lebih lanjut atau pengulangan kejadian defisit. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan pola napas klien kembali efektif dengan kriteria hasil: 1. Klien menunjukan frekuensi pernapasan yang efektif. 2. Status tanda vital dalam rentang normal 3. Mempunyai kecepatan dan irama napas normal. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan bersihan jalan napas klien kembali efektif dengan kriteria hasil: 1. Frekuensi pernapa batas normal (1620x/menit). 2. Irama pernapasan 3. Kedalaman pernap normal. 4. Klien mampu men sputum secara efektif. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop. 2. Mempertahankan/meningk atkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena



Senin, 02 November 2020



Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral



Senin, 02 November 2020



Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan



Senin, 02 November 2020



Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas



Senin, 02 November 2020



Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran



38



atau kompensasi. 3. Mendemonstrasikan teknik/ perilaku yang memungkinan melakukan aktivitas. 4. Mempertahankan integritas kulit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan komunikasi verbal dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 9. Mengindikasi-kan pemahaman tentang masalah komunikasi. 10. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan. 11. Menggunakan sum sumber dengan tepat. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan defisit perawatan diri dapat teratasi sesuai dengan kriteria Hasil: 1. Klien tampak bersih dan segar 2. Klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri atau dengan bantuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan risiko gangguan integritas kulit dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1. Mengidentifikasi faktor resiko individual. 2. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakan. 3. Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko jatuh dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil: 1. Gerakan terkoordinasi:



kemampuan otot untuk bekerja sama secara volunter untuk melakukan gerakan yang bertujuan. 2. Perilaku pencegahan jatuh: tidak ada kejadian jatuh. 3. Pengetahuan: pemahaman pencegahan jatuh.



BAB IV TELAH JURNAL



A. Analisa Hasil Penelitian Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika dan merupakan penyebab utama disabilitasserius jangka panjang. Delapan puluh lima persen kejadian stroke adalah non hemoragik yang terdiri dari 25% akibat small vessel disease (stroke lakunar), 25% akibat emboli dari jantung (stroke tromboemboli) dan sisanya akibat large vessel disease. 39



Berdasarkan hasil penelitian dari 30 responden didapati dari hasil uji statistic dengan menggunakan uji chi square (x2) diperoleh nilai ρ = 0,042 < α = 0,05. Dari data tersebut menunjukkan dimana terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian stroke non hemoragik. Pola makan tidak sehat tidak baik untuk untuk tubuh sehingga tubuh menjadi rentan penyakit (Depkes, 2008). Pola makan tidak seimbang antara asupan dan kebutuhan seperti makan makanan lemak tinggi, kurang mengkonsumsi sayuran juga makan makanan yang melebihi kapasitas tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Nugroho, 2008). Dari hasil yang didapatkan pola makan baik sebanyak 2 responden yang menderita stroke non hemoragik berulang, dan juga dari 7 responden yang memiliki pola makan tidak baik tetapi stroke non hemoragiknya tidak berulang. Pola makan baik juga masih memiliki kemungkinan besar terjadinya stroke non hemoragik berulang, disebabkan oleh faktor kombinasi.



B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian stroke non hemoragik. C. Judul HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN STROKE NON HEMORAGIK DI IRINA F NEUROLOGI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO



D. Lokasi Penelitian



40



Penelitian telah dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Irina F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Juni sampai Juli tahun 2014.



E. Metode penitian Desain yang digunakan adalah analitik observasional. penelitian ini bersifat cross sectional study dengan besaran sampel 30 responden. Hasil uji chi square ρ 0,042,Metode



pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Instrumen penelitian yang akan digunakan sudah baku dan telah dipakai oleh peneliti sebelumnya. Instrumen penelitian ini menggunakan lembar kuisioner yang terdiri dari karakteristik responden serta lembar pertanyaan yang berkaitan dengan pola makan dengan kejadian stroke.



F. Jumlah Responden Penelitian dilakukan dengan responden 30 yang berada di ruangan rawat inap F Neurologi.



G. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden berdasarkan umur terbanyak berusia antara > 50 tahun 20 responden, usia 31 – 50 tahun 8 responden dan berusia < 30 tahun 2 responden. Stroke pada usia lanjut biasa disebabkan oleh faktor kombinasi (multifactorial cause), Lebih banyak responden berjenis kelamin laki – laki dibandingkan jenis kelamin perempuan. Risiko stroke pada laki – laki 1,25% lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki – laki cenderung merokok. Rokok dapat merusak lapisan dari pembuluh darah. Stroke non hemoragik pada wanita biasanya disebabkan oleh penggunaan pil kontrasepsi oral, kehamilan dan 41



melahirkan serta menopause (Dinkes Kebumen, 2013). Hasil penelitia nmenunjukkan distribusi responden berdasarkan status pendidikan terbanyak berpendidikan SMA 13 responden, SD 8 responden, SMP 6 responden, perguruan tinggi 2 responden dan tersedikit berpendidikan Tidak Sekolah 1 responden. Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan terbanyak Tidak Bekerja dan PNS 8 responden, swasta 7 responden, petani, 4 responden, dan tersedikit DLL 3 responden. Hal ini berhubungan dengan gaya hidup tidak sehat dimana pada golongan tidak bekerja disebabkan oleh penurunan aktivitas fisik dan kurangnya olahraga sedangkan pada golongan pegawai negeri disebabkan oleh kecenderungan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol. Sebuah riset yang dilakukan oleh Journal of Occupatonal and Enviromental Medicine menunjukkan bahwa stress psikologis akibat pekerjaan bisa meningkatkan resiko terjadinya stroke non hemoragik 1,4 kali dibanding orang yang tidak stress oleh karena pekerjaan (Kompas, 2011). Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden berdasarkan pola makan baik 9 responden (40%) dan pola makan tidak baik 18 responden (60%). Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden berdasarkan kategori stroke non hemoragik tidak berulang 17 responden (56,67%) dan kategori stroke non hemoragik berulang 13 responden (43,33%). Berdasarkan hasil penelitian dari 30 responden didapati dari hasil uji statistic dengan menggunakan uji chi square (x2) diperoleh nilai ρ = 0,042 < α = 0,05. Dari data tersebut menunjukkan dimana terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian stroke non hemoragik. Pola makan tidak sehat tidak baik untuk untuk tubuh sehingga tubuh menjadi rentan penyakit (Depkes, 2008). Pola makan tidak seimbang antara asupan dan kebutuhan seperti makan makanan lemak tinggi, kurang mengkonsumsi sayuran juga makan makanan yang melebihi kapasitas tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Nugroho, 2008). Dari hasil yang didapatkan 42



pola makan baik sebanyak 2 responden yang menderita stroke non hemoragik berulang, dan juga dari 7 responden yang memiliki pola makan tidak baik tetapi stroke non hemoragiknya tidak berulang. Pola makan baik juga masih memiliki kemungkinan besar terjadinya stroke non hemoragik berulang, disebabkan oleh faktor kombinasi.



H. Kesimpulan Pola makan pasien stroke non hemoragik sebagian besar berpola makan tidak baik. Kejadian stroke non hemoragik dimana stroke non hemoragik pada responden sebagian besar stroke non hemoragik tidak berulang dan terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian stroke non hemoragik pada pasien yang dirawat di Irina F Neurologi RSUP Prof. R.D.Kandou Malalayang.



43



BAB V PENUTUP



5.1  Kesimpulan Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda pada usia produktif. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komunitas dalam masyarakat. 5.2  Saran Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai 44



sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.



DAFTAR PUSTAKA



Andrian, J., Goldszmidt (2013). Stroke Esensial Komplikasi dan Tatalaksana Stroke. Jakarta: Pt. Indeks. Asriani, Sri. (2015). Pemberian Tindakan ROM Pasif Dalam Mengatasi Konstipasi Pada Asuhan Keperawatan Ny. T Dengan Stroke Hemoragik Di High Care Unit (HCU) Anggrek II RSUD dr. Moewardi Surakarta. Ayuningputri, Novia dan Maulana, Herdiyan. (2013). Persepsi Akan Tekanan Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Pasangan Suami-Istri Dengan Stroke. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi Vol.2 No.2 Oktober 2013. Bararah, T dan Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Batticaca Fransisca, C. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Burhanudin, Mutmaina, Wahiduddin, Jumriani. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 tahun) Di Kota Makasar Tahun 2010-2012. (http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5426/MUTMAINNA_0B_ FAKTOR_RISIKO_KEJADIAN_140613.pdf) 45



Chang, Esther. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC. Dinkes, Kaltim. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Doenges, Marilyn, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Dourman, Karel. (2013). Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat. Geyer, James D. & Gomez, Camilo R. (2009). Stroke A Practical Approach. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business. Page: 15. Harsono. (2008). Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. PPNI, Tim, Pokja, SDKI, DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Praditiya, Winda, Ns. Arief Wahyudi Jadmiko, S. Kep., M. Kep. (2017). Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Hemoragik. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wardhana, Wisnu, Arya. (2011). Strategi Mengatasi & Bangkit Dari Stroke. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Widagdo, Wahyu. (2008). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: WK. Wiwit, S. (2010). STROKE & Penanganannya. Yogyakarta: Katahati. Yulianto, A. (2011). Mengapa Stroke Menyerang Usia Muda?. Jakarta: PT. Buku Kita.



46



47