Makalah Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2 Standart Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organization (WHO, 2010). Stunting pada anak sekolah merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi zat gizi dalam jangka waktu yang lama, serta adanya penyakit infeksi (Saniarto, 2014). Hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yaitu 36,5%. Lima provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur (58,4%), Papua Barat (49,2%), Nusa Tenggara Barat (48,2%), Jawa Timur (42,3%), dan Sulawesi Barat (41,6%). Diprovinsi Aceh, juga ditemukan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 39%. Sedangkan pada hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi anak stunting secara nasional pada anak usia sekolah adalah sebesar 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Terjadi penurunan prevalensi jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 36,5%. Sementara itu, Zahraini (2011) melaporkan bahwa lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek yang merupakan indikator adanya kurang gizi kronis dan terjadinya penyakit infeksi berulang. Prevalensi stunting usia sekolah di Jawa Timur menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 43,2% (sangat pendek sebesar 20,6% dan pendek sebesar 22,6%). Sedangkan menurut profil Jawa Timur (2013) di kabupaten Kediri, prevalensi stunting mencapai 18,7% pada kategori sangat pendek, dan 19,0% pendek (stunting). Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitas akses terhadap pangan yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan politik sebagai aspek-aspek mendasar. Selai itu kegagalan pertumbuhan 1



disebabkan oleh tidak memadainya asupan dari salah satu atau lebih zat gizi termasuk energi, protein atau makronutrien seperti besi (Fe), seng (Zn), fosfor (P), vitamin D, vitamin A, vitamin C. Kekurangan zat gizi makro (E, P) dan gizi mikro (Fe, Zn) terutama pada masa pertumbuhan akan mengganggu proses pertumbuhan seorang anak yang berdampak pada stunting (Mikhail et al. 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan protein dan Fe dapat dilihat dari konsumsi makanannya sehari-hari dan kebiasaan makan (Arisman, 2007). Masalah kekurangan asupan zat gizi banyak terdapat didaerah terpencil yang disebabkan oleh pengetahuan gizi kurang dimengerti makan banyak jenis-jenis bahan makanan yang ada di daerah tersebut tidak dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh anak ( Suhardjo, 2003). Protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi didalam tubuh, pada masa pertumbuhan (Winarno, 2002). Protein mempunyai fungsi khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (ALmatsier, 2009). Hasil penelitian Hidayati dkk (2010) menunjukkan bahwa anak dengan asupan protein yang kurang mempunyai resiko 3,46 kali lebih besar akan menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya cukup. Asupan besi yang kurang pada masa anak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anak sehingga jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan stunting. Berdasarkan penelitian di Kenya (Lawless, S.W.,Latham, M.C et al, 1994) menunjukkan bahwa skor Z TB/U meningkat pada anak yang diberi supplemen besi. Selain itu yang dilakukan pada bayi usia enam bulan dengan pemberian suplemen besi dapat meningkatkan pertumbuhan (Lind T,Lonnerdal B et al, 2014). Untuk menuntaskan masalah gizi kurang khususnya pada anak usia sekolah, diperlukan pendidikan gizi ibu . Pendidikan gizi ibu adalah pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Claire, 2010: Shweta, 2011 kegiatan pendidikan sangat efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap



anak terhadap makanan, tetapi kurang untuk merubah praktek makan (Februhartanty, 2005). Hasil penelitian Lytle, et al., (2000); Levinger (2005) menyimpulkan bahwa keluarga,



sekolah



dan



lingkungan



masyarakat



berpengaruh



terhadap



pengetahuan, keterampilan dan sikap anak, sehingga sangat dibutuhkan dalam rangka mempromosikan pola makan dan pemberian makanan yang sehat. Selain pendidikan gizi ibu, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) dilakukan sebagai upaya perbaikan gizi dan kesehatan yang sasaran nya merupakan seluruh siswa sekolah dasar berdasarkan screening yang telah dilakukan (Dinkes, 2012). Kegiatan dari PMT-AS adalah pemberian makanan kepada peserta didik sekolah dasar dalam bentuk kudapan yang aman dan bergizi, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan (BPMPDKP, 2012). Makanan PMT AS yang akan diberikan harus mengandung kurang lebih 300 kalori (Ire, 2016). Program PMT-AS telah terbukti memiliki dampak positif terhadap status gizi yang berkaitan dengan ketahanan dan pertumbuhan fisik sehingga dapat mendorong kemampuan siswa untuk meningkatkan prestasi (Depkes RI, 2005). Salah satu jenis PMT-AS yang akan diberikan adalah pengembangan makanan tambahan berbahan ikan tamban yang memiliki nilai biologis, harga dan proses pengolahannya terjangkau. Berdasarkan hasil observasi daerah Pantai Labu merupakan salah satu penghasil ikan tamban. Diketahui ikan tamban relative murah dan mudah diperoleh masyarakat, akan tetapi di daerah tersebut ikan tamban belum dikembangkan menjadi bahan bahan pembuatan produk makanan yang aman dan bergizi melainkan hanya dijual dalam bentuk segar dan dikelola dalam skala rumah tangga hanya dijadikan sebagai lauk pauk. Hasil survei pendahuluan pada bulan Oktober 2021 dengan melakukan pengukuran tinggi badan pada ana SD kelas 1 di SD Negeri Bendo 1 Kecamatan Pare, berjumlah 68 orang, ditemukan siswa stunting sebanyak 19 siswa (27,94%), dan di SD Negeri Bendo 2 Kecamatan Pare dengan jumlah 44 orang siswa, ditemukan sebanyak 13



orang yang mengalami stunting (29,54%). Hasil ini meunjukkan bahwa angka stunting pada anak kelas 1 di kedua SD tersebut cukup tinggi, terkhusus di SD Negeri Bendo 2 prevalensinya melebihi prevalensi stunting Kabupaten Kediri. Dalam survei pendahuluan ini juga dilakukan food recall 24 jam (1 hari) untuk mendapat gambaran asupan zat gizi dari anak SD tersebut, diketahui asupan energi rata-rata 613,36 kcal (33,15 % AKG), asupan protein sebesar 23,3 gr ( 47,55% AKG), Fe (zat besi) sebesar 2,316 mg (21,96% AKG). Hasil survei pendahuluan ini menunjukkan rendahnya persentase asupan zat gizi pada anak SD tersebut. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan intervensi gizi dalam bentuk pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan dengan memanfaatkan ikan sebagai makanan tambahan dan diolah dengan berbagai macam olahan yang di gemari anak-anak, sehingga dapat diperoleh peningkatan



asupan



protein dam fe pada anak SD kelas 1 di Kecamatan Pare. B. Perumusan Masalah Bagaimana Pengaruh Pendidikan gizi ibu dan Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Ikan terhadap Asupan Protein, dan Fe pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar Bendo 2 yang mengalami stunting di Kecamatan Pare Tahun 2021? C.



Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian adalah mengetahui Pengaruh Pendidikan gizi Ibu dan Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Ikan terhadap Asupan Protein, dan Fe pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar yang mengalami stunting di Kecamatan Pare Tahun 2021. 2. Tujuan khusus a. Menilai asupan protein sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang



stunting di SD Negeri Bendo 1 dan SD Negeri Bendo 2 Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. b. Menilai asupan Fe sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di SD Negeri Bendo 1 dan SD Negeri Bendo 2 Kecamatan Pare Kabupaten Kediri c. Menganalisis perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di SD Negeri Bendo 1 dan SD Negeri Bendo 2 Kecamatan Pare Kabupaten Kediri d. Menganalisis perbedaan asupan Fe sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di SD Negeri Bendo 1 dan SD Negeri Bendo 2 Kecamatan Pare Kabupaten Kediri D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan wawasan serta keterampilan dalam penyusunan skripsi. 2. Bagi Anak Sekolah Dasar Masing-masing siswa dapat memperoleh Pendidikan gizi ibu dan mengetahui supan protein, fe dengan perbedaan sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan berbahan ikan. 3. Bagi Intansi Terkait (Pemda Kediri, Dinas Kesehatan Kediri. Sebagai bahan masukan



tentang



prevalensi



stunting



anak



sekolah



dasar



serta



sebagai bahan merencanakan program penanggulangan tingkat stunting pada anak sekolah dasar. 4. Bagi Instansi Pendidikan (Sekolah Dasar) Sebagai bahan referensi dan wadah pengetahuan untuk lingkungan sendiri dan institusi. A. Stunting



1. Pengertian Stunting



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari 2 Standar Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organizatian (WHO, 2010). Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitan akses terhadap pangan yang sehat, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan politik sebagai aspek-aspek mendasar. Stunting dapat menyebabkan gangguan kognitif dalam jangka panjang yang akan mempengaruhi potensi ekonomi mereka (Prendergast, 2014). Kondisi stunting pada masa anak usia sekolah pada umumnya berlanjut sampai dewasa dan akan mempengaruhi kapasitas kerja dan produktifitas mereka (Prendergast, 2014 the Lancet’s series, 2008). Klasifikasi dan ambang batas status gizi stunting berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) :



Tabel 1. Ambang batas status gizi stunting berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U). Indeks



Tinggi



Status Gizi



Badan Sangat pendek



Simpangan Baku (Z-score)



≤ - 3 SD Z-TB/U



Menurut Umur (TB/U)



Pendek



-3 sampai dengan < - 2 SD Z-TB/U



Normal



-2 SD sampai dengan 2 SD Z-TB/U



Tinggi



> 2 SD Z-TB/U



(Sumber : SK. Menkes 2010) 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting Menurut UNICEF (1998), pertumbuhan dipengaruhi oleh sebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung diantaranya adalah asupan makanan dan keadaan kesehatan, sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola pengasuh anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia, ekonomi dan organisasi melalui faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang adalah masalah struktur politik, ideology, dan social ekonomi yang dilandasi oleh potensi sumber daya yang ada (Supariasa et al., 2012). 3. Stunting Pada Anak Sekolah Stunting adalah salah satu kondisi kegagalan mencapai perkembangan fisik yang diukur berdasarkan tunggi badan menurut umur. Batasan stunting yaitu tinggi badan menurut umur berdasarkan Z-score ≤ - 2 dibawah rata-rata standar (WHO,2013). Stunting digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik



yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama sehingga kejadian ini menunjukkan bagaimana keadaan gizi sebelumnya (Kartikawati,2012). Seorang anak yang mengalami stunting sering terlihat seperti anak dengan kondisi tinggi badan yang normal namun sebenarnya mereka lebih pendek berdasarkan ukuran tinggi badan menurut usianya. Hal ini disebabkan akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al, 2000 dalam Bloem et al, 2013). Pertumbuhan anak pada usia sekolah, mulai memasuki fase pertumbuhan yang semakin lambat. Pada usia tiga tahun pertumbuhan anak berlangsung sangat cepat dan berangsur-angsur menurun sampai pada periode prasekolah dan masa sekolah. Selanjutnya pada masa remaja akan terjadi percepatan pertumbuhan kedua hingga akhirnya sama seklai Andriani dan Wirjadmi (2012). Masalah stunting pada anak sekolah perlu menjadi perhatian, karena bagi anak yang mengalami stunting akan memiliki potensi tumbuh kembang yang tidak sempurna, kemampuan motoric dan produktifitas rendah, serta memiliki resiko leih tinggi untuk menderita penyakit tidak menular, sehingga berdampak sangat signifikan terhadap prestasi belajar anak (Picauly dan Magdalena, 2013). B. Pendidikan Gizi Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang, dengan adanya peningkatan pengetahuan seseorang maka diharapkan akan terjadi perubahan perilaku yang lebih baik terhadap gizi dan kesehatan. Program pendidikan kesehatan adalah salah satu cara untuk menerapkan intervensi kesehatan global secara sederhana dan efektif untuk memperoleh pendidikan yang lebih luas. Salah satu parameter untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah tingkat pendidikan, terutama tingkat pendidikan pengasuh anak. Peranan ibu sebagai pengasuh utama anaknya sangat diperlukanmulai dari pembelian hingga



penyajian makanan. Jika pendidikan dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk (UNICEF, 1998 dalam Atikah & Laily, 2014). Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa pendidikan ibu sangat penting dalam hubungannya dengan pengetahuan gizi



dan pemenuhan gizi keluarga



khususnya anak, karena ibu dengan pendidikan rendah anatara lain akan sulitn menyerap informasi gizi sehingga anak dapat beresiko mengalami stunting (Hizni dkk, 2010 dalam Atikah & Laily, 2014). Pendidikan gizi ibu akan meningkatkan pengetahuan gizi anak dan akan membantu sikap anak yang dapat mempengaruhi kebiasaan anak dalam memilih makanan dan snack yang menyehatkan. Pengaruh pendidikan gizi ibuterhadap kesehatan akan lebih efektif jika tergetnya adalah langsung pada anak usia sekolah. C. Pemberian Makanan Tambahan (PMT-AS) Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah merupakan kegiatan pemberian makanan kepada peserta didik sekolah dasar dalam bentuk kudapan yang aman dan bergizi. Sasaran kegiatan PMT-AS yaitu siswa SD. Kegiatan PMT-AS bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan fisik sebagai upaya perbaikan gizi dan kesehatan sehingga mendorong minat dan kemampuan belajar siswa (Dinkes, 2012). Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) sejak tahun 1996/1997 yang dilaksanakan secara lintas sektoral yang terkait dalam forum koordinasi PMT-AS dan mempunyai dasar hukum INPRES NO.1 tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah. Tujuan program ini meningkatkan ketahanan fisik siswa Sekolah Dasar selama kegiatan belajar, mendidik siswa untuk menyukai jajanan makanan lokal yang aman dan sehat. Tujuan jangka panjang dari program ini adalah upaya peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produksi perikanan setempat. Saat ini salah satu produk yang digemari masyarakat untuk dikonsumsi yaitu hasil olahan dari daging, misalnya dalam bentuk nugget dan sosis. Dari hasil survei independen 2010 yang dilakukan oleh perusahaan swasta di



Indonesia, diperoleh tingkat konsumsi daging olahan seperti nugget dan sosis dikalangan masyarakat terus tumbuh dengan baik. Konsumsi sosis oleh masyrakat Indonesia tumbuh rata-rata 4,46% per tahun (Anggraeni, et al., 2014). Ikan tamban ialah ikan lemuru (Sardinella longiceps) seperti jenis ikan kecil lainnya yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (17,8-20%). Harga ikan lemuru yang murah dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, terutama dalam mengatasi masalah gizi ganda (Burhanuddin dalam Arifan, 2011). Menurut Tabel komposisi Pangan Indonesia, komposisi zat gizi ikan tamban selengkapnya seperti tabel 2. Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Ikan Tamban Per 100 Gram BDD Nama Bahan Ikan Tamban



Energi



Protein



Kalsium



Fosfor



Zn



Fe



112



20



20



100



-



1



(Lemuru) ( Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI, 2009) D. Asupan Protein Asupan makanan yang tidak seimbang, berkaitan degan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air merupakan salah satu faktor yang dikaitkan dengan terjadi stunting (UNICEF, 2007). Tingginya angka kejadian stunting dan rendahnya konsumsi protein seperti yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan fenomena yang akan diteliti dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan mengingat protein adalah zat gizi yang erat hubungannya dengan proses pertumbuhan seseorang dan diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami stunting. Protein mempunyai banyak fungsi, diantaranya membentuk jaringan tubuh yang baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan rusak atau mati, menyediakan asam amino yang diperlukan oleh tubuh untuk membentuk enzim pencernaan, metabolism dll (Anindita, 2012). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik,



dalam jumlah maupun mutu seperti : telur, susu, daging ungags, ikan, dan kerang selai itu juga sumber protein berasal dari nabati seperti : kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tempe, tahu serta kacang-kacangan (Almatsier S, 2009). Hasil penelitian Hidayati dkk (2010) menunjukkan bahwa anak dengan asupan protein yang kurang mempunyai resiko 3,46 kali lebih besar akan menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya cukup. Tabel 3. Daftar Kecukupan Gizi Protein Menurut Golongan Umur Umur



Kebutuhan Protein



(tahun)



(gr)



1-2



26



4-6



35



7-9



49



(Sumber: Angka Kecukupan Gizi 2013) E. Asupan Fe Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial didala tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, alat angkut elektron didalam sel dan bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh (Almatsier S, 2003). Kekurangan zat besi dapat ditemukan di Negara maju maupun Negara berkembang terutama menyerang golongan yang rentan seperti anak-anak. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan besi pada masa pertumbuhan, berkurangnya cadangan besi dan akibat makanan yang diasup anak tidak cukup mengandung besi 12 (Narendra MB dkk, 2002).



Asupan besi yang kurang pada masa anak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sehingga jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan stunting. Makanan sumber besi (fe) yang baik diantaranya daging ayam, ikan telur, sereaia tumbuk, sayuran hijau, kacang-kacangan, dan beberapa jenis buah. Makanan yang berasaldari hewani mempunyai kualitas besi yang lebih baik dibandingkan nabati. (Almatsier, 2009). Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2012 menetapkan angka kecukupan besi untuk anak Indonesia sebagai berkut : Tabel 4. Angka Kecukupan Gizi Besi Di Indonesia Golongan Umur



Angka Kecukupan Gizi/AKG (mg)



0-6 bulan



0,25



7-11 bulan



10



1-3 tahun



7



4-6 tahun



8



7-9 tahun



10



(Sumber: Angka Kecukupan Gizi 2013)



F. Kerangka Teori STUNTING



Asupan Zat Gizi



Infeksi Penyakit



Penyebab langsung



Ketersediaan Pangan ditingkat Rumah tangga Pelayanan Kesehatan Pola Asuh Ibu



Penyebab tidak langsung Penyebab utama



Kemiskinan



Pendidikan



Akar Krisis Ekonomi Dan Politik



Gambar 1. Dimodifikasi dari Kerangka Teori Unicef (1998) disesuaikan faktor-faktor yang mempengaruhi stunting



masalah



G. Kerangka Konsep



PENDIDIKAN GIZI



Asupan Protein dan PMT – AS



Fe



Berbahan Ikan



Gambar 2. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka konsep diatas dilihat bahwa tingkat asupan protein dan fe mempengaruhi pertumbuhan pada anak SD yang mengalami stunting. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka diberikan pendidikan gizi ibu dan PMT AS berbahan ikan yang memanfaatkan pangan lokal pada anak.



H. Defenisi Operasional Skala No 1



Variabel Pendidikan Gizi



Defenisi



Pengukuran



Pendidikan Gizi Ibu meliputi tentang



Ordinal



pola makan dan asupan zat gizi bagi anak



sekolah



usia



7-8



tahun.



pendidikan gizi ibudilakukan kepada ibu yang memiliki anak SD kelas 1 dengan status stunting. Pendidikan gizi ibu dilakukan di SD 104258 SDN Bendo 2 dan



SD



Kecamatan



105336



Rantau



Pare,



Panjang



dilakukan



1



x



seminggu selama 1 bulan dengan waktu 20-30 menit setiap kali kegiatan. 2



Pemberian



Pemberian



makanan



tambahan



PMT-AS



berbentuk makanan selingan dengan



Ordinal



bahan ikan tamban. Jumlah kandungan daging ikan dalam satu kali pemberian sebesar 60 gr (disesuaikan hasil food recall yang dibandingkan dengan AKG). Ikan diolah menjadi bentuk snack yang diolah dilaboratorium ITP Jurusan Gizi. Diberikan satu kali sehari setiap jam 10.00 WIB (kecuali hari minggu) selama 30 hari. 3



Asupan Protein



Jumlah asupan protein pada anak SD sebelum



dan



sesudah



kegiatan



pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan



tambahan



berbahan ikan.



Data dikumpulkan dengan metode food



Ordinal



recall 24 jam, dengan frekuensi 2 x 24 jam dan tidak secara berurutan. 4



Asupan Fe



Jumlah asupan fe pada anak SD sebelum



dan



sesudah



Ordinal



kegiatan



pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan. Data dikumpulkan dengan metode food recall 24 jam, dengan frekuensi 2 x 24 jam dan tidak seara berurutan. 5



Stunting



Keadaan tinggi badan siswa yang tidak sesuai dengan umur dengan indicator TB/U dengan mengacu standart WHO 2007.



Tinggi



dengan



badan



siswa



menggunakan



diukur



microtoise



ketelitian 0,1 cm dan umur siswa diperoleh dari data Identitas sampel. Setelah TB dan umur siswa diketahui kemudian program



diolah WHO



menggunakan



Antroplus



dan



di



kategorikan berdasarkan standart WHO 2007: a) Sangat pendek (Serve Stunting) dengan Z-score 8 tahun sebanyak 2 orang (6,5%). b. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah atribut-atribut fisiologis dan anatomis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Distribusi sampel menurut jenis kelamin dapat disajikan pada gambar 4.



Jenis Kelamin 38,7% (12 Org)



61,3% (19 Org) Laki-laki Perempuan



Gambar 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 4 menjelaskan bahwa kategori jenis kelamin pada sampel yang diteliti lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (61,3%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (38,7%). c. Status Stunting (Z Score TB/U) Status



gizi



menurut



tinggi



badan



diukur



dengan



cara



menggunakan microtoise yang ditempel didinding. Distribusi sampel menurut tinggi badan disajikan pada gambar 5.



Status Stunting (Z Score TB/U)



83,9% (26 Org) 16,1% (5 Org)



Pendek



Sangat Pendek



Gambar 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Tinggi Badan (TB/U) Gambar 5 menjelaskan bahwa tinggi badan sebelum intervensi pada sampel yang diteliti lebih banyak yang pendek yaitu 26 orang (83,9%) dan sangat pendek 5 orang (16,1 %).



4. Gambaran Karakteristik Responden a. Umur Waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (dimulai sejak lahir) hingga sekarang yang diukur dengan patokan skala disebut umur. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar 6.



18,4% (7 Org)



4,1% (1 Org)



Umur 30,6% (9 Org) 20-29 tahun 30-39 taun 40-49 tahun >49 tahun



46,9% (14 Org)



Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Gambar 6 menjelaskan bahwa kategori umur pada responden yang paling banyak adalah umur 30-39 tahun sebanyak 14 orang (46,9%), umur 20-29 tahun sebanyak 9 orang (30,6%), umur 40-49 tahun sebanyak 7 orang (18,4%) dan umur >49 tahun sebanyak 1 orang (4,1%). b. Pendidikan Proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Distribusi responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar 7.



Pendidikan 32,3% (10 Org)



35,5% (11 Org) SD SMP SMA



32,3% (10 Org)



Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Gambar 7 menjelaskan bahwa kategori pendidikan pada responden yang banyak adalah pendidikan SD yaitu sebanyak 11 orang (35,5%). pendidikan SMP sebanyak 10 orang (32,3%) dan pendidikan SMA sebanyak 10 orang (32,3%). c. Pekerjaan Aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia digunakan untuk suatu tugas atau kerja untuk menghasilkan uang. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 8.



Pekerjaan 3,2% (1 Org)



3,2% (1 Org)



3,2% (1 Org)



IRT Wiraswasta Pedagang Guru



90,3% (28 Org)



Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Gambar 8 menjelaskan bahwa kategori pekerjaan pada responden yang paling banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 28 orang



(90,3%), wiraswasta sebanyak 1 orang (3,2%), pedagang sebanyak 1 orang (3,2%) dan guru sebanyak 1 orang (3,2%). 5. Rata-rata Pengaruh Intervensi terhadap Asupan Protein pada Sampel Protein



merupakan



zat



gizi



yang



diperlukan



tubuh



untuk



pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang sudah usang. Pada keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan



berhentinya



proses



pertumbuhan



(Andarini,



Ventiyaningsih, &Samosir, 2013) Gambaran asupan protein pada sampel sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan gizi ibu dan dan pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini : Tabel 6. Distribusi Asupan Protein Sebelum dan Sesudah Intervensi n Minimum Maximum Mean SD P value Sebelum 31 27,00 50,80 36,62 5,97 Sesudah 31 37,15 64,35 51,16 5,62 0,0001 Selisih 10,15 13,55 14,54 Pada tabel 6 menunjukkan rata-rata asupan protein sebelum dilakukan intervensi 36,62 mg dan sesudah dilakukan intervensi 51,16 mg sehingga tampak perbedaan mempunyai selisih rata-rata sebesar 14,52.



Hal



ini



menunjukkan



bahwa



pemberian



intervensi



dapat



meningkatkan asupan protein pada pada sampel. 6. Rata-rata Pengaruh Intervensi terhadap Asupan Fe pada Sampel Menurut (Badriah, 2011) zat Besi (Fe) merupakan bagian dari mikronutrien



yang



dapat



mempengaruhi



tingkat



pertumbuhan



perkembangan anak, dengan menghambat pertumbuhan linier.



dan



Gambaran asupan Fe pada sampel sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pendidikan gizi ibu dan dan pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini : Tabel 7. Distribusi Asupan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi n Minimum Maximum Mean SD P value Sebelum 31 2,10 10,50 4,21 1,65 Sesudah 31 4,05 9,00 6,30 1,29 0,0001 Selisih 1,95 1,5 2,09 Pada tabel 7 menunjukkan rata-rata asupan Fe sebelum dilakukan intervensi 4,21 mg dan sesudah dilakukan intervensi 6,30 mg sehingga tampak perbedaan mempunyai selisih rata-rata sebesar 2,09. 7. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan Protein Tabel 8. Analisis Pengaruh Analisis Pengaruh Pemberian Nugget Ikan Tamban Terhadap Peningkatan Protein Sebelum dan Sesudah Asupan Protein Sebelum Sesudah



N 31



P Value 0,0001



Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa hasil uji statistik menggunakan uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05 terlihat adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh PMT-AS berbahan ikan tamban terhadap asupan protein. Maka dengan pemberian intervensi dapat meningkatkan asupan protein, selama 30 hari dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan asupan protein siswa stunting.



8. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan Fe Tabel 9. Analisis Pengaruh Pemberian Nugget Ikan Tamban Terhadap Peningkatan Asupan Fe Sebelum dan Sesudah Asupan Fe



N



Sebelum Sesudah Berdasarkan



tabel



9



31



P value 0,0001



menunjukkan



bahwa



hasil



uji



statistik



menggunakan uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05 terlihat adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh PMT-AS berbahan ikan tamban terhadap asupan Fe. Maka dengan pemberian intervensi dapat meningkatkan asupan Fe selama 30 hari tidak dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan asupan Fe siswa stunting. B. Pembahasan 1. Karakterisitik Sampel Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2 Standart Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organization (WHO, 2010). Stunting pada anak sekolah merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi zat gizi dalam jangka waktu yang lama, serta adanya penyakit infeksi (Saniarto, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita stunting adalah laki-laki (61,3%) hal ini perkuat oleh penelitian Nadiyah, dkk tahun 2014 . Penelitian ini juga mendapatkan rentang umur tersebar diusia 7-12 tahun, dimana hal ini juga didapatkan pada penelitian Dhias Fajar tahun 2012 di daerah Kabupaten Demak yang menyatakan bahwa anak-anak stunting (mengalami gangguan pertumbuhan dan keseimbangan



perkembangan) yang menjadi sampelnya didapatkan dari Sekolah Dasar yang berumur 7-12 tahun. 2. Karakteristik Responden Pendidikan yang dimiliki ibu anak stunting yang memiliki kategori cukup banyak yaitu SMA yang diharapkan mampu menangani masalah stunting lebih baik setelah menerima pendidikan gizi, menurut Yudesti (2012) dan Ernawati (2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal orang tua maka semakin tinggi kemampuan mereka untuk menyerap informasi dengan wawasan yang lebih luas. Ibu merupakan orang yang paling berperan dalam tumbuh kembang seorang anak, dengan banyaknya ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga. Diharapkan lebih untuk memperhatikan dan mengasuh anak secara maksimal sehingga anak selalu berada di bawah pengawasan ibu sehingga diharapkan kualitas pengasuhan yang baik, dapat mempercepat perkembangan anak ke arah yang lebih baik. 3. Asupan Protein Protein



merupakan



zat



gizi



yang



diperlukan



tubuh



untuk



pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang sudah usang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi memiliki selisih rata-rata 14,54 . Bila dilihat dari rata-rata maka terjadi peningkatan asupan protein yang dimiliki oleh siswa stunting yang diketahui dari hasil food recall 2 x 24 jam dengan melakukan wawancara terhadap responden yang merupakan ibu dari sampel secara langsung. Berdasarkan hasil data food recall 2 x 24 jam yang diperoleh dari responden diketahui terjadi peningkatan asupan protein pada sampel. Pada keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan



(Andarini, Ventiyaningsih, &Samosir, 2013). Mengkonsumsi protein yang cukup membuat pertumbuhan dan perbaikan sel-sel untuk melaksanakan fungsinya dalam proses pertumbuhan (Almatsier, 2010) 4. Asupan Fe Menurut (Badriah, 2011) zat Besi (Fe) merupakan bagian dari mikronutrien



yang



dapat



mempengaruhi



tingkat



pertumbuhan



dan



perkembangan anak, dengan menghambat pertumbuhan linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan Fe sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi memiliki selisih ratarata 2,09. Bila dilihat dari rata-rata terjadi peningkatan asupan Fe yang dimiliki oleh siswa stunting yang diketahui dari hasil food recall 2 x 24 jam dengan melakukan wawancara terhadap responden yang merupakan ibu dari sampel secara langsung. Beberapa hasil penelitian menunjukkan defisiensi tingkat kecukupan zat besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan stunting. Hal ini diperkuat oleh penelitian Damayanti, dkk tahun 2016 yang menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dengan stunting. 5. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan Protein Pemberian makanan tambahan nugget ikan tamban merupakan makanan selingan atau kudapan yang terbuat dari beberapa bahan tertentu, ikan tamban digunakan sebagai bahan utama. Berdasarkan hasil analisis pengaruh pendidikan gizi dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban di SD SDN Bendo 2 dan SDN Bendo 1 Kecamatan Pare didapat nilai p=0,0001 (p