13 0 197 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Technopreneurship
merupakan
pengembangan
dari
enterpreneur. Technopreneurship merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu
Technologi
dan
Enterpreneurship.
Definisi
dari
Technopreneurship merupakan suatu upaya dalam membuat bisnis dengan berbasis IT, sehingga diharapkan pergerakan bisnis tersebut selalu baik. Teknologi zaman saat ini sangat berpengaruh terhadap bidang apapun, termasuk juga wirausaha. Oleh karena itu pakar IT berusaha mengembangkan wirausaha dengan IT. Sebelum berlanjut, secara umum kata teknologi sering digunakan
untuk
merujuk
pada
penerapan
praktis
ilmu
pengetahuan ke dunia industri. Sedangkan kata enterpreneurship berasal dari kataenterpreneur yang merujuk pada seseorang yang menciptakan bisnis/usaha dengan keberanian menanggung resiko untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasikan peluang yang ada. Terdapat
perbedaan
antara
enterpreneurship
dengan
Technopreneurship. Technopreneurship harus sukses pada dua tugas utama, yaitu menjamin bahwa teknologi berfungsi sesuai kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan
mendapatkan
keuntungan
(profit).
Sedangan
jika
enterpreneur biasa, umumnya hanya berhubungan dengan bagian kedua, yaitu menjual dengan mendapatkan keuntungan. 1.2. Perumusan Masalah. Belum konstannya sistem pendidikan di Indonesia seperti perubahan kurikulum yang bisa terjadi setiap tahun ajaran baru atau Reshuffle Menteri Pendidikan atau bahkan karena masa siapa
pemerintahan
disaat
1
sekarang/terdahulu
dapat
mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Akan tetapi penulis
lebih
menjurus
(Enterpreneurship
pada
Education)
pendidikan
yang
dapat
kewirausahaan menjadi
dasar
ilmu/keahlian khusus siswa – siswi yang tentunya memiliki permasalahan tersendiri. Rumusan masalah tersebut adalah : 1. Minat dan bakat siswa – siswi. 2. Pendidikan Kewirausahaan (Enterpreneurship Education). 3. Implementasi Pendidikan Kewirausahaan (Implementaion of Enterpreneurship Education). 1.3. Tujuan. Didalam penulisan ini, penulis bertujuan agar semua siswa – siswi baik di SMA atau SMU dan siswa – siswi SMK(Sekolah Menengah
Kejuruan)
mendapatkan
hak
yang
sama
dan
memperoleh pendidikan yang sama dalam hal berwira usaha serta berbanding lurus dengan minat dan bakat yang dimiliki oleh siswa – siswi di seluruh Indonesia.
2
3
BAB II PEMBAHASAN 2.2.1. Pengertian Kewirausahaan (Enterpreneurship) Istilah
entrepreneurship
diperkenalkan
kali
pertama
oleh Richard Cantillon, seorang ekonom Irlandia yang berdiam di Perancis pada abad ke-18. Dia mendefinisikan entrepreneurship sebagai, “The agent who buys means of production at cerium prices in order to combine them into a new product”. Dia menyatakan bahwa entrepreneur adalah seorang pengambil resiko.
Tidak
lama
Say dan Perancis menyempurnakan
kemudian J.B definisi
Cantillon
menjadi, “One who brings other people together in order to build a single productive organism”. Artinya entrepreneur menempati fungsi yang lebih luas. yaitu seorang yang mengorganisasikan orang lain untuk kegiatan produktif. Menurut Webster Dictionary (2005) membedakan definisi enterpreneur dengan teknopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik kearah teknologi tinggi. Bila enterpreneur
didefinisikan
sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan. Menurut
Andrew
J
Dubrin,
enterpreneurship
adalah
Seseorang yang mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif (Entrepreneurship is a person who founds and operates an innovative business). Dari beberapa definisi entrepreneurship diatas, penulis dapat menyimpulkan definisinya bahwasanya entrepreneurship adalah inovasi dan kreatifitas yang dapat memberikan nilai lebih, meningkatnya produktifitas, sehingga tercipta peluang baru yang dapat diterima secara ekonomi oleh masyarakat luas. 2.2.2. Pengertian Technopreneurship
4
Technopreneurship merupakan istilah bentukan dari dua kata, yaitu “ Technology” dan
“ Enterprneneurship ” . Jika
kedua kata digabungkan, maka kata teknologi mengalami penyempitan arti, karena teknologi dalam “technopreneurship” mengacu
pada
teknologi
informasi,
yaitu
teknologi
yang
menggunakan computer dan internet sebagai alat pemrosesan. Posadas (2007) mendefinisikan istilah technopreneurship dalam cakupan yang lebih luas, yaitu sebagai wirausaha di bidang
teknologi
yang mencakup teknologi semikonduktor
sampai ke aksesoris computer pribadi (PC). Sebagai contoh bagaimana Steven Wozniak dan Steve Job mengembangkan hobi hingga mampu merakit dan menjual 50 komputer Apple yang pertama; atau juga bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan karya mereka yang kemudian dikenal sebagai mesin pencari Google. Mereka inilah yang disebut technopreneur dalam defenisi ini. Menurut
Webster
Dictionary
(2005)
mendefinisikan
teknopreneur sebagai seorang enterpreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi. Menurut
Antonius
technopreneurship
Tanan
merupakan
suatu
(2008,p97) proses
bahwa
komersialisasi
produk – produk teknologi yang kurang berharga menjadi berbagai produk yang bernilai tinggi sehingga menarik minat konsumen untuk membeli atau memilikinya. Menurut
Tata
Sutarbi
(2009)
menyatakan
bahwa
technopreneurship merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu factor untuk pengembangan ekonomi nasional. Sehingga dalam hal ini bagi penulis technopreneurship adalah segala tindakan entrepreneurship yang dibalut dengan
5
teknologi
dan
bukan
hanya
teknologi
saja
yang
dienterpreneurkan. 2.2.3.Perbedaan Enterpreneur dan Technopreneur. Ada
sedikit
perbedaan
antara
enterpreneur
dengan
technopreneur, meskipun esensinya adalah sama. Seseorang disebut ” Enterpreneur Sukses ” adalah apabila secara ekonomi ia mampu memberikan nilai tambah ekonomis bagi komoditas yang dijualnya, sehingga mampu menciptakan kesejahteraan bagi dirinya. Dengan demikian, maka mereka yang digolongkan sebagai enterpreneur sukses adalah termasuk pensuplai produk bagi
kebutuhan
pasar
pemerintah
(suplier
pemerintah),
pensuplai kebutuhan pasar masyarakat (pedagang), ataupun pengusaha yang bergerak di sektor jasa yang sifat persaingan pasarnya dari cenderung monopolistik hingga persaingan bebas (komoditi). Pendidikan dan keahlian bagi mereka bukanlah hal yang utama dalam mengembangkan bisnisnya, tetapi unsur jaringan, lobi, dan pemilihan demografi pasar sasaran lebih menentukan kesuksesannya. Berbeda
dengan
enterpreneur
enterpreneur yang mendasarkan ke
diatas,
maka
ada
enterpreneuran - nya
berdasarkan keahlian yang berbasis pendidikan dan pelatihan yang didapatkannya di bangku perkuliahan ataupun percobaan pribadi. Mereka menggunakan teknologi sebagai unsur utama pengembangan produk suksesnya, bukan sekedar jaringan, lobi, dan pemilihan pasar secara demografis. Mereka ini disebut sebagai technopreneur, yaitu ” enterpreneur modern ” yang berbasis teknologi. Inovasi dan kreativitas sangat mendominasi mereka untuk menghasilkan produk unggulan sebagai dasar dari pembangunan
ekonomi
bangsa
(Knowledge Based Economic).
6
berbasis
pengetahuan
Webster
Dictionary
(2005)
membedakan
definisi
enterpreneur dengan teknopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik kearah teknologi tinggi. Bila enterpreneur
didefinisikan
sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster
Dictionary
mendefinisikan
teknopreneur
sebagai
seorang entrepreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi. Amir Sambodo (2006) membedakan antara pelaku Usaha Kecil, Enterpreneur tradisional, dan Teknopreneur dalam atribut motivasi,
gaya
kepemimpinan,
penguasaan pasar sebagai berikut :
7
tingkatan
inovasi
hingga
8
Technopreneurship pengembangannya
sudah
oleh
seharusnya
pemerintah.
Hanya
didorong dengan
bertambahnya jumlah mereka inilah, maka bangsa Indonesia akan mampu menjadi bangsa yang ”berdaya saing” pada tataran persaingan global. Technopreneur tidak sekedar ” menjual ” barang komoditas ataupun barang industri yang persaingan pasarnya relatif sangat ketat. Mereka menjual produk inovasi yang mampu menjadi substitusi maupun komplemen dalam kemajuan peradaban manusia. 3.2.Kewirausahaan Berbasis Teknologi Dan Manfaatnya
9
Bentuk
kewirausahaan
berbasis
teknologi
sangatlah
beragam,penulis mendapatkan sebagian contoh – contohnya sebagai berikut : 1. Lazada,
merupakan
bisnis
belanja
online
yang
sesungguhnya merupakan wadah wirausahawan yang akan mempromosikan
dan
menjual
produknya
dan
lazada
memberikan keamanan dan kenyamanan serta kemudahan berbelanja online. Bila dilihat secara mendalam, lazada hanya memiliki wadah bagi para wirausahawan dan shipping produk saja, namun telah mendunia. 2. Pernah mencoba bisnis dropshipping ? Apabila seorang wirausahawan
telah
dipercaya
wirausahawan
tersebut
ingin
oleh
konsumen,
mengembangkan
dan bisnis
dengan modal kecil, dropshipping jawabannya, karena wirausahawan tersebut hanya menawarkan produk orang lain dan memesankan produk atas nama konsumen yang membeli dan produk diantar oleh pemilik produk ke konsumen,
istilahnya
Kelemahan
bisnis
ini
calo
online
adalah
(tepat
tidak
sih).
penipuan,
baik
dari
wirausahawan itu sendiri maupun pemilik produk yang ditawarkan oleh wirausahawan tersebut. 3. Toko
Online,
bagi
wirausahawan
yang
ingin
mengembangkan pasar bisnisnya atau wirausahawan yang bermodal kecil yang tidak mampu membeli atau menyewa toko sebagai tempat berdagang. Kewirausahaan berbasis teknologi, atau yang biasa disebut sebagai technopreneurship, dengan memanfaatkan teknologi pada abad ini yang semakin berkembang pesat, maka cara ini merupakan
strategi
terobosan
baru
untuk
penangguran intelektual yang semakin meningkat.
10
mengatasi
Dan technopreneurship ini pun mempunyai banyak sekali manfaatnya, yang berhasil dikutip oleh penulis adalah sebagai berikut : Manfaat technopreneurship dari segi ekonomi : 1. Meningkatkan
efisiensi
dan
produktifitas,
dengan
menggunakan teknologi maka para wirausahawan dapat bekerja secara efisien dengan waktu maupun tempat untuk bekerjanya dan bisa memproduksi sesuai kebutuhan dari konsumen sehingga tidak terjadi adanya waktu tunggu yang sia – sia. 2. Meningkatkan
pendapatan,dengan
melakukan
sebuah
usaha menggunakan perkembangan teknologi ini maka para wirausahawan dapat meningkatkan pendapatannya melebihi orang – orang yang sekedar bekerja di kantoran. 3. Menciptakan
lapangan
berkembangnya
usaha
kerja
baru,
dengan
yang
dijalani,
tidak
semakin mungkin
seorang wirausahawan dapat bekerja sendirian, pasti membutuhkan bantuan orang lain, dengan membutuhkan bantuan orang lain itu maka seseorang yang mempunyai bisnis sendiri ini akan membuka lowongan pekerjaan agar bisnisnya tetap dapat berjalan. 4. Menggerakan sektor – sektor ekonomi yang lain, seperti seorang wirausahawan yang telah memiliki bisnis besar, maka ia akan membutuhkan orang lain, sehingga tingkat pengangguran
pun
bisa
berkurang,
dengan
adanya
sejumlah pengangguran yang terbantu itu maka sector ekonomi lain pun secara tidak langsung ikut terbantu juga. Manfaat technopreneurship dari segi sosial : 1. Mampu membentuk budaya yang lebih produktif, jika ada sebuah usaha yang sudah terkenal dan terpercaya, maka akan semakin banyak orang yang ingin belajar untuk
11
memproduksi
sebuah
produk
dan
mereka
pun
ingin
menjualnya juga dengan alasan lain membantu memenuhi kebutuhan pasar yang meningkat, sebagai contoh : ada berapa berapa banyak merk kopi yang kalian kenal ? banyak bukan, seperti juga halnya sabun mandi, sabun cuci mulai dari merk ternama sampai yang mungkin baru dikenal. 2. Berkontribusi dalam memberikan solusi pada penyelesaian masalah
social,
seperti
pengurangan
jumlah
pengangguran, banyaknya orang yang terinspirasi untuk membuka usaha juga. UPAYA MEMPERTAHANKAN MUTU PRODUK Podusen harus merancang dan mempertahankan mutu produk sesuai dengan yang diharapkan konsumen perantara dan/atau konsumen akhir. Secara umum untuk mempertahankan mutu dapat ditempuh upaya-upaya sebagai berikut: 1. Pengadaan bahan baku. Baik bahan baku/mentah maupun perkakas/peralatan harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu (1) Persyaratan-persyaratan
dan
perjanjian
pengadaan
bahan
baku/mentah, (2) Pemilihan pemasok yang memiliki kemampuan mengadakan tentang
bahan
jaminan
baku
mutu
yang
bermutu,
(3)
Kesepakatan
dengan
pemasok,
(4)
Kesepakatan
tentang metoda-metoda verifikasi, 5) Penyelesaian perselisihan mutu, (6) Perencanaan dan pengendalian pemeriksaan, dan (7) Catatan-catatan mutu penerimaan bahan baku (mentah). 2. Pengendalian Proses Produksi. Pengendalian produksi dilakukan secara terus menerus meliputi kegiatan antara lain: (1) Pengendalian mutu bahan baku dengan inti kegiatan adalah sistem
persediaan
(inventory
system),
dengan
tujuan
pengendalian kecacatan bahan baku , (2) Pengendalian dan
12
pemeliharaan bahan baku selama di gudang pemampungan dan peralatan, (3) Proses produksi secara umum dan poduksi khusus, produksi
khusus
yaitu
proses
produksi
yang
kegiatan
pengendaliannya merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk dan (4) Pengendalian dan perubahan proses untuk meningkatkan mutu produk. 3. Pengkemasan. Pengkemasan dilakukan dengan benar dan memenuhi persyaratan teknis untuk kepentingan distribusi. Pengkemasan
merupakan
tahap
terakhir
produksi
sebelum
didistribusikan. Pengemasan berfungsi sebagai: (1) Memelihara keutuhan selama penyimpanan dan distribusi, (2) Melindungi produk dari benturan, cuaca lingkungan dan manusia, (3) Mencegah
kehilangan
komponen
atau
utuh
selama
pengangkutan dan distribusi. 4.
Penyimpanan
dan
Penanganan. Penyimpanan
dan
penanganan produk bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat getaran, pengaruh suhu, kelembaban, sinar matahari dan sebagainya
selama
penanganan,
pengangkutan,
dan
penyampaian. 5. Pemeriksaan dan Pengujian Selama Proses dan Produk Akhir. Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah produk yang
dihasilkan
memenuhi
persyaratan
sesuai
dengan
ketentuan/prosedur yang telah ditetapkan. 6. Keamanan dan Tanggung Jawab produk. Karakteristik mutu dan keamanan produk semakin hari semakin penting diperhatikan, karena banyak kasus yang terjadi baik di dalam pelaksanaan, pengkemasan dan penyerahan kepada penerima. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode atau peraturan tentang
praktek
proses
produksi
dan
penyerahan
kepada
penerima yang baik. 7. Secara teknis dalam upaya “mempertahankan mutu produk”, yang dilakukan adalah:
13
1)
Dokumentasi
Sistem
Mutu. Pelaksana
kegiatan
memproduksi harus membangun dan mempertahankan suatu sistem mutu secara tertulis (terdokumentasi). Sistem mutu tertulis bukan sekedar dan merupakan sesuatu yang diinginkan saja, tetapi harus dikerjakan di lapangan (data riil). Sistem mutu terdiri dari manual, prosedur, instruksi kerja, format-format dan pencatatan
pada
lembaran
mutu.
Penulisan
sistem
mutu
sebaiknya melibatkan semua pekerja karena mereka nantinya yang akan mengerjakan dan hasil kerja mereka mempengaruhi produk yang dihasilkan pekerja. 2) Pengendalian Rancangan Mutu. Poduk tergantung kepada rancangan
mutu
produk
tresebut
yang
diinginkan.
Tanpa
merancang mutu kedalam produk yang ingin dihasilkan pekerja, akan sulit mencapai mutu tersebut selama kegiatan produksi. Tujuan utama perancangan adalah menciptakan suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan penerima secara penuh. Dengan
demikian,
proses
perancangan
yang
meliputi
perencanaan, verifikasi, kaji ulang, perubahan dan dokumentasi menjadi sangat penting terutama yang mempunyai kekhususan tertentu. 3) Pengendalian Dokumen. Dalam penerapan sistem baku jaminan mutu, pelaksana proses dituntut untuk menyusun dan memelihara prosedur pengendalian semua dokumen dan data yang berkaitan dengan sistem mutu. Tujuan pengendalian dokumen adalah untuk memastikan bahwa para pelaksana tugas sadar akan adanya dokumen-dokumen yang mengatur tugas mereka. 4)
Pengendalian
Pembelian. Kegiatan
proses
hampir
seluruhnya berdampak kepada mutu produk akhir sehingga harus dikendalikan dengan baik. Manajemen harus memastikan bahwa semua bahan baku yang diperoleh dari pemasok (sumbersumber) memenuhi persyaratan yang ditentukan.
14
5) Pengendalian Proses. Pengendalian proses dalam sistem baku jaminan mutu, mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan baku (mentah), personil dan kondisi lingkungan proses. 6) Inspeksi dan Pengujian. Meskipun penekanan pengendalian mutu telah beralih pada kegiatan-kegiatan pencegahan dalam tahap sebelum produksi (perancangan, rekayasa proses dan pembelian), inspeksi dengan tertentu tidak dapat dihindari dalam sistem mutu pelaksanaan proses poduksi produk. 7) Inspeksi dan Status Pengujian. Tujuan utama sistem mutu adalah
untuk
memastikan
hanya
produk
yang
memenuhi
spesifikasi sesuai kesepakatan yang disampaikan/dikirim ke penerima perantara produk (penerima akhir). Dengan demikian status inspeksi produk setengahjadi dan produkjadi harus jelas yaitu: (1) Produk belum diperiksa (2) Poduk sudah diperiksa dan diterima (3) Produk sudah diperiksa tetapi ditolak 8). Pengendalian Produk Yang Tidak Sesuai. Dalam sistem pelaksanaan kegiatan proses produksi, harus dapat disingkirkan produk-poduk yang tidak sesuai (afkir). Sistem baku jaminan mutu mempersyaratkan pekerja mempunyai prosedur tertulis untuk mencegah terkirim poduk-poduk yang tidak sesuai dengan dengan mutu yang ditetapkan. Jika produk setengah jadi yang tidak sesuai terdeteksi pada tahap proses, prosedur yang ada harus tidak membiarkan produk setengahjadi tersebut diproses lebih lanjut. 9) Tindakkan Koreksi. Setiap kegiatan atau sistem operasi dapat saja menyimpang dari kondisi operasi standar (prosedur) karena berbagai alasan sehingga menghasilkan produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan panitia
mempunyai
sistem
institusional
15
untuk
memonitor
kegiatan
proses
produksi.
Jika
ketidaksesuaian
diketahui,
tindakan koreksi harus dilakukan segera agar sistem operasi kembali kepada standar. 10)
Penanganan,
Penyimpanan,
Pengemasan
dan
Pengiriman. Pekerja yang terlibat dengan bahan mentah, produk setengah jadi untuk di kerjakan (proses) lagi. Sesuatu yang sangat penting dalam menjamin mutu bahwa dari semua produk tersebut tidak terpengaruh oleh penyimpanan yang kondisinya
kurang
baik,
penanganan
yang
tidak
tepat,
pengemasan yang tidak memadai dan prosedur pengiriman yang salah. 11) Catatan-Catatan Mutu. Panitia harus menyusun dan memelihara
prosedur
untuk
identifikasi
meliputi
produk,
pembuatan indeks, pengarsipan, penyimpanan dan disposisi catatan mutu. Catatan mutu memberikan bukti obyektif bahwa mutu produk yang disyaratkan telah dicapai dan berbagai unsur sistem mutu telah dilaksanakan dengan efektif. 12)
Audit
Mutu
Internal.
Sistem
baku
jaminan
mutu
mempersyaratkan suatu manajemen untuk melembagakan suatu audit sistematis terhadap semua
kegiatan yang berkaitan
dengan mutu, untuk mengetahui apakah prosedur dan instruksi memenuhi persyaratan baku. Pelaksana (pekerja) juga harus bisa mendemonstrasikan
bahwa
semua
operasi
dan
kegiatan
dilaksanakan sesuai prosedur tertulis dan semua tujuan sistem mutu telah dicapai. 13) Pelatihan dan Motivasi. Sistem baku jaminan mutu mempersyaratkan
kebutuhan
pelatihan
harus
diidentifikasi
dengan cermat dan menyiapkan prosedur, untuk melaksanakan pelatihan semua personil yang kegiatannya berkaitan dengan mutu.
16
17
BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Dari keseluruhan penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN
KEWIRAUSAHAAN
BERBASIS
(TECHNOPRENEURSHIP)”
DAN
IMPLEMENTASI
TEKNOLOGI
mengemukakan
INFORMASI
bahwa
betapa
pentingnya pendidikan kewirausahaan. Namun di era globalisasi saat ini Enterpreneurship sangat membutuhkan teknologi dalam pengimplementasiannya
sehingga
membentuk
Technopreneurship dan menjadi peningkatan kemajuan ekonomi dan
teknologi
secara
entrepreneurship
dan
global.
Harapan
teknologi
tidak
penulis hanya
pendidikan
berada
pada
kurikulum sekolah – sekolah menengah kejuruan saja tetapi semua sekolah menengah atas dan technopreneurship bisa menjadi mata kuliah yang kompetensinya sebanding dengan mata kuliah lain di Fakultas Teknologi Informasi seperti yang telah diterapkan pada sebagian Perguruan Tinggi di Indonesia . Mengapa? Karena sudah seharusnya Negara Indonesia yang kaya sumber
daya
kemerdekaan
alam Negara
menjadi
negara
Indonesia
maju
masih
dan
70
tahun
menyandang
status
berkembang. Sumber daya alam yang kaya membutuhkan sumber daya manusia yang kaya pula sehingga memungkinkan Negara Indonesia berstatus menjadi negara maju. Mengubah budaya konsumtif menjadi produktif, invented mindset, yang sedianya telah invented menjadi innovated. SARAN Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari segi penulisan
18
maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan dan dikembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kepada para pembaca karya tulis ilmiah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun yang dapat membantu penulis dalam penulisan karya – karya tulis ilmiah yang berikutnya yang bersifat edukatif.
19
DAFTAR PUSTAKA Winarno, dkk. Technopreneurship: Kewirausahaan Teknologi. UMN Press. Tangerang, 2011. Harefa, Andrias & Siadari,Eben Ezer. The Ciputra Way: Praktik Terbaik Menjadi Entrepreneur Sejati. 10th Edition, Elexmedia Komputindo, Jakarta, 2008. Kazali, Rhenald, dkk. Modul Kewirusahaan untuk Program Strata 1 (Plus Video). Yayasan Rumah Perubahan. 2010. Diharjo,
Kuncoro,
(Technopreneurship)
dkk.
Kewirausahaan
ISBN
Berbasis
978-979-498-877.0,
Teknologi
UNS
Press,
Surakarta, 1998. Hoesin, Haslizen. (1994).“Petunjuk Praktikum Pengendalian Mutu.” Laboratorium Manajemen Produksi. Fakultas Manajemen Produksi dan Pemasaran. IKOPIN. Sumber : http://www.unspress.uns.ac.id/product/kewirausahaan-berbasisteknologi-technopreneurship/ https://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan https://technoforus.wordpress.com/2013/02/05/kewirausahaan/ http://yahya29zulkarnain.blogspot.co.id/2012/11/technopreneurs hip.html http://www.sjm.sch.id/p/pengertian-technopreneurship.html
20