Makalah Ternak Potong [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Ternak potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagaiproduk utamanya. Salah satu ternak potong adalah Sapi yang merupakan salah satusumber penghasil bahan makanan berupa daging dengan nilai ekonomi tinggi dan penting dalam kehidupan masyarakat. Kualitas produksi ternak sapi potong sangat berhubungan erat dengan kualitas sumber pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal akan menentukan tercapainya kualitas produksi ternak secara optimal pula.Pada dasarnya terdapat tiga komponen penting dalam sebuah usaha peternakan yaitu pemuliaan, Pakan, dan Manajemen.Agar supaya produktivitas ternak potong dapat optimal maka seluruh aspek ini harus diperhatikan. Termasuk dalam manajemen ialah sistem pemeliharaan, penggembalaan, pemberian pakan, serta manajemen lingkungan dan kesehatan.Namun dari hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 70% produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan faktor genetik hanya mempengaruhi sekitar 30%. Di antara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Di samping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. 1.2. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para Mahasiswa mengenai bagaimana manajemen pemberian pakan yang baik untuk program induk anak (program cow-



BAB II PEMBAHASAN



3.1 Kebutuhan nutrisi ternak potong (sapi), sesuai dengan



status fisiologis dan



program produksi



Sapi dara Pemeliharaan sapi dara merupakan bagian penting dalam upaya pengembangan sapi potong karena merupakan calon penghasil bakalan. Peningkatan efisiensi usaha pemeliharaan sapi potong dara perlu dilakukan melalui efisiensi biaya pakan. Perkembangan organ reproduksi terjadi selama masa pertumbuhan sehingga status fisiologis sapi dara harus benar – benar diperhatikan, karena kekurangan gizi dapat menyebabkan tidak berfungsinya ovarium (Matondang et al, 2001) sebaliknya bisa mengalami gangguan reproduksi seperti terjadinya kegagalan kebuntingan dan terjadinya kemajiran bila berat badan sapi meningkat secara berlebihan (Wijono, 1992). Pembesaran sapi dara berhubungan erat dengan efisiensi reproduksi. Keberhasilannya tergantung pada pola pemeliharaan yang 95% dipengaruhi oleh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan. Menurut Schmidt et al. (1988) untuk mendukung keberhasilan reproduksi dan produksi sapi dara diharapkan berat badan saat kawin sekitar 250 kg – 300 kg. Namun menurut Kuswandi et al., (2003) berat badan minimal 250 kg pada waktu kawin pertama jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan. Menurut Kearl (1982) pertumbuhan ideal untuk sapi dara dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mcal bila berat badannya 100 kg. Bila PBBH 0,5 kg/hari pada sapi dara tercapai maka berat badan minimal ideal untuk kawin I (250 kg) tercapai, maka sapi dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur ± 16,5 bulan, selanjutnya umur beranak pertama adalah pada usia 27 bulan. Terpenuhinya zat nutrisi yang dibutuhkan ternak diharapkan sapi dara akan mengalami pubertas pada umur yang tepat dan pada



kondisi yang optimal. Pada kondisi tubuh yang optimal pada saat kawin, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan kegagalan perkawinan sehingga yang secara tidak langsung akan memperpendek jarak beranak (calving interval). Cohen et al. (1980) dan Mukasa-Mugerwa (1989) mengemukakan bahwa faktor kecepatan pertumbuhan pada sapi lebih dominan menentukan umur saat dewasa kelamin dibandingkan dengan faktor umur itu sendiri. Kelebihan ataupun kekurangan berat badan akan dapat merugikan peternak karena berdampak negatif terhadap aspek reproduksi; antara lain berupa tidak teraturnya siklus birahi atau bahkan dapat terjadinya kemajiran. Menurut Umiyasih et al. (2003) PBBH optimal untuk sapi dara yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konsentrat yang mengandung PK 12% dan TDN sebanyak 60% ideal digunakan sebagai pakan penguat pada sapi potong dara karena selain menghasilkan PBBH yang optimal untuk sapi potong juga menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Telah dijelaskan diatas bahwa pembesaran sapi potong dara (replacement stock) belum banyak diusahakan karena tidak menguntungkan dan biayanya mahal. Namun usaha replacement stock harus tetap ada untuk penggantian induk – induk yang telah tua dan tidak produktip. Sebagai upaya pencapaian effisiensi pakan, maka penggunaan bahan pakan lokal perlu dilakukan dengan catatan harus dilakukan koreksi terhadap kekurangannya. Strategi penggunaan suplemen (pakan tambahan) terbukti mampu mengoreksi kekurangan pakan asal biomass lokal. Anggraeny et al. (2005) melaporkan bahwa pada pemberian suplemen mengandung vitamin – mineral sebanyak 100 g/ekor/hari dapat dihasilkan PBBH sebesar 0,550 kg lebih tinggi dari kontrol sebesar 0,497 kg. Sapi Induk Bunting a. Sapi induk bunting muda Kebutuhan pakan sapi bunting diperlukan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru seperti janin, membran janin, pembesaran uterus dan perkembangan glandula mammary (kelenjar susu). Namun standart pemberian pakan untuk sapi bunting hanya untuk 1/3 masa kebuntingan terakhir, sedangkan pada masa kebuntingan sebelumnya dapat menggunakan standar pakan untuk kebutuhan pokok sapi dewasa biasa (Tillman et



al,, 1998). Sapi betina muda yang bunting juga masih mengalami pertumbuhan badan, sehingga pemberian pakan harus menjamin tercukupinya kebutuhan untuk pertumbuhan jaringan selama terjadi kebuntingan dan pertumbuhan induk semangnya (Tillman et al.,1998). Kebutuhan karbohidrat selama kebuntingan sangat besar, karena dibutuhkan energi dalam jumlah besar. Kebutuhan mineral terbanyak pada saat terjadinya kebuntingan adalah kalsium dan fosfor karena dibutuhkan untuk pembentukan tulang janin. Pemberian pakan pada ternak ruminansia harus menjamin pemenuhan kebutuhan vitamin A dan D. Sapi bunting membutuhkan juga pemenuhan kebutuhan vitamin A sebagai cadangan selama laktasi nantinya. Penggunaan dedak sebagai pakan penguat pada sapi induk bunting muda sebanyak 2 % berat badan berdasarkan kebutuhan bahan kering dengan penambahan suplemen yang mengandung kalsium, fosfat dan vitamin ADEK dapat menghasilkan PBBH 0,7 kg dan perbandingan keuntungan- biaya produksi B/C yang tinggi yaitu 2,7. b. Sapi induk bunting tua hingga laktasi Sistem pemeliharaan pada peternakan rakyat yang intensif dikandangkan menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi sangat tergantung pada pakan yang tersedia di kandang. Affandhy et al. (2003) menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah pakan yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja keluarga. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak tetapi sesuai dengan kemampuan peternak merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas. Rendahnya kualitas ransum dalam tiga bulan awal setelah beranak; khususnya protein kasar (PK) yang hanya sekitar 50 – 65% dari kebutuhan merupakan penyebab tidak optimalnya lama waktu periode birahi setelah melahirkan( anoestrus post partus) (Yusran, 1998). Hasil penelitian Anggraeny dan Umiyasih (2003) pada usaha peternakan sapi potong rakyat di Kabupaten Lumajang, menunjukan bahwa pada musim panen padi kebutuhan nutrien ternak terpenuhi sedangkan pada musim panen tebu kecukupan bahan kering (BK) dan energi (dalam bentuk total nutrien dapatdicerna/TDN) pada semua status fisiologis adalah bernilai negatif dibandingkan dengan standart kebutuhan menurut Ranjhan (1980). Selanjutnya dikemukakan bahwa kekurangan BK dan TDN ini mengakibatkan terjadinya penurunan berat induk yang sedang laktasi rata-rata sebesar 0,36 kg/ekor serta tidak mampu meningkatkan berat pedet. Oleh sebab itu, pemanfaatan



sumber pakan asal biomassa lokal disertai dengan teknologi peningkatan nilai nutrien, misalnya melalui suplementasi merupakan alternatif pilihan. Suplementasi dengan menggunakan daun tanaman leguminosa pohon dan semak selama dua bulan pertama setelah beranak merupakan salah satu alternatif untuk memperpendek periode APP (Yusran et al., 1998). c. Pemberian Pakan pada Program Produksi Induk Anak Dalam penyiapan dan pemberian pakan, hal yang penting diperhatikan adalah pelajari mutu produk (anak sapi sapihan) yang dikendaki konsumen (pasar). Hal-hal yang dimaksudkan dengan mutu produk antara lain ; kondisi tubuh, umur, ukuran-ukuran linear tubuh, dan mungkin juga berat badan. Tujuannya adalah agar peternak mempersiapkan kualitas dan jumlah pakan dengan cara pemberian yang dalam masa pemeliharaan yang ekonomis, dapat menunjang mutu produk yang dikehendaki pasar. Pada umumnya pakan untuk program induk-anak adalah berupa hijauan di pasture saja. Berarti program ini membutuhkan pakan tidak sebaik yang dibutuhkan untuk program penggemukan. Oleh karena itu program ini umumnya dapat dilakukan di daerah yang padang rumputnya berkapasitas tampung cukup atau tidak terlalu tinggi. Lahan yang digunakanpun relatif masih lebih murah. Pada umumnya anak sapi dilepas/digembalakan bersama-sama dengan induk di pasture sampai saat disapih. Selama di pasture, sapi mendapatkan rumput atau hijauan ditambah biji-bijian atau konsentrat lainnya atau hanya rumput saja tanpa konsentrat, tergantung pada jumlah dan kualitas rumput atau hijauan yang tersedia. Bila ketersediaan hijauan di pasture kurang mencukupi kebutuhan seluruh ternak yang ada, maka dianjurkan untuk diberi tambahan pakan konsentrat (biji-bijian) yang diutamakan untuk anak sapi (pedet) dengan sistem creepfeed. Alasan dan tujuan pemberian suplementasi pakan konsentrat diutamakan untuk pedet adalah : 1) karena pedet memiliki daya tahan hidup yang masih rendah terhadap cekaman/stress nutrisi sehingga perlu dibantu lebih dahulu agar terhindar dari pertumbuhan yang lambat ataupun kematian, dan 2) kebutuhan pedet akan nutrisi jauh lebih rendah jumlahnya daripada kebutuhan ternak dewasa, sehingga dapat menghemat biaya pakan. Creep feed adalah pakan penguat berupa biji-bijian diberikan kepada anak sapi. Cara pemberiannya adalah : 1) Di dalam pasture, dibuatkan kandang-kandang kecil dengan pintu berukuran kecil yang dimaksudkan untuk anak sapi saja yang dapat masuk ke dalam kandang tersebut (ukuran pintu sisesuaikan dengan rata-rata ukuran tubuh pedet yang akan diberi



creepfeed) , 2) tempatkan tempat pakan yang berisi pakan biji-bijian/konsentrat di dalam kandang-kandang creepfeed tersebut dan biarkan anak sapi masuk untuk mengkonsumsinya (Gambar 2.4). Kebutuhan nutrisi untuk ternak-ternak dalam program ini bervariasi, karena tergantung pada status fisiologis ternak yang bersangkutan. Pada umumnya, kebutuhan pakan dalam bentuk bahan kering (BK) untuk ternak sapi berkisar antara 1,4 – 3% dari berat badan. Ternak yang tua membutuhkan pakan dalam porsi yang lebih rendah daripada ternak yang lebih muda. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa ternak muda masih berada dalam fase kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga membutuhkan pakan (%) yang lebih tinggi daripada ternak yang lebih tua yang telah berada dalam fase kecepatan pertumbuhan yang lambat atau bahkan telah berhenti. Pada ternak kerbau, kualitas hijauan yang dibutuhkan sama seperti untuk ternak sapi ataupun yang lebih rendah kualitasnya dapat memenuhi syarat bagi ternak kerbau. Hal ini disebabkan karena ternak kerbau lebih mampu menggunakan pakan kasar daripada ternak sapi, kambing dan domba. Untuk mengatur pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan ternaknya, maka peternak hendaknya mengelompokkan ternak-ternaknya ke dalam groupgroup berdasarkan status fisiologisnya sebagai berikut : 1. induk muda dan jantan muda (yearling) 2. induk yang laktasi dan tidak bunting 3. induk laktasi dan bunting muda (triwulan I) 4. induk laktasi dan bunting triwulan II 5. induk laktasi dan bunting triwulan III (terakhir) 6. pejantan. d. Pemberian Pakan Anak Sapi / Pedet Pedet yang terdapat di BET semaksimal mungkin mendapatkan asupan nutrisi yang optimal. Nutrisi yang baik saat pedet akan memberikan nilai positif saat lepas sapih, dara dan siap jadi bibit yang prima. Sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Pedet yang lahir dalam kondisi sehat serta induk sehat di satukan dalam kandang bersama dengan induk dengan diberi sekat agar pergerakan pedet terbatas. Diharapkan pedet mendapat susu secara ad libitum, sehingga nutrisinya terpenuhi.



Selain itu pedet dapat mulai mengenal pakan yang dikonsumsi induk yang kelak akan menjadi pakan hariannya pedet tersebut setelah lepas sapih. Perlakuan ini haruslah dalam pengawasan yang baik sehingga dapat mengurangi kecelakaan baik pada pedet atau induk. Bagi pedet yang sakit, pedet dipisah dari induk dan dalam perawatan sampai sembuh sehingga pedet siap kembali di satukan dengan induk atau induk lain yang masih menyusui. Selama pedet dalam perawatan susu diberikan oleh petugas sesuai dengan umur dan berat badan. a) Proses Pencernaan Pada Sapi Pedet. Untuk dapat melaksanakan program pemberian pakan pada pedet, ada baiknya kita harus memahami dulu susunan dan perkembangan alat pencernaan anak sapi. Perkembangan alat pencernaan ini yang akan menuntun bagaimana langkah-langkah pemberian pakan yang benar. Sejak lahir anak sapi telah mempunyai 4 bagian perut, yaitu : Rumen (perut handuk), Retikulum (perut jala), Omasum (perut buku) dan Abomasum (perut sejati). Pada awalnya saat sapi itu lahir hanya abomasum yang telah berfungsi, kapasitas abomasum sekitar 60 % dan menjadi 8 % bila nantinya telah dewasa. Sebaliknya untuk rumen semula 25 % berubah menjadi 80 % saat dewasa. Waktu kecil pedet hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan secara bertahap anak sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah serat kasar dan bertekstur lembut) dan selanjutnya belajar menkonsumsi rumput. Pada saat kecil, alat pencernaan berfungsi mirip seperti hewan monogastrik. b) Jenis-jenis Bahan Pakan Anak Sapi / Pedet Jenis bahan pakan untuk anak sapi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: - Pakan cair/likuid



: kolostrum, air susu normal, milk replacer.



- Pakan padat/kering : konsentrat pemula (calf starter). Agar pemberian setiap pakan tepat waktu dan tepat jumlah, maka karakteristik nutrisi setiap pakan untuk pedet perlu diketahui sebelumnya.



e. Pemberian pakan pada program bakalan Kondisi dari produk (stocker) yang dihasilkan adalah tidak perlu gemuk atau kurus yang penting sehat, karena berdasarkan pertimbangan pertumbuhan kompensasi peternak penggemukan (program finish) akan lebih suka membeli stocker yang sedang kurang gizi. Untuk itu, maka pakan untuk program stocker ini umumnya berupa hijauan dari pasture saja. Hijauan dapat berupa rumput atau campuran rumput dan legum, tergantung pada kondisi pasture yang ada. Oleh karena materi dari program ini adalah ternak-ternak muda dengan size yang relatif kecil, maka kapasitas tampung dari suatu pasture biasanya 2 kali lebih tinggi daripada untuk memelihara ternak dewasa. Pembatasan pertambahan berat badan yang saksama tidak saja penting bagi program stocker (menghemat biaya pakan), tetapi efek keuntungan tersebut akan terasa pula pada program berikutnya (fattening/finishing). Peternak yang ingin memperoleh keuntungan maksimum, hendaknya paling sedikit 3/5 - 3/4 bagian bahkan kalau bisa 100% dari pertambahan berat badan adalah hanya dengan pemberian hijauan saja. Bentuk, sifat, dan jenis hijauan yang digunakan terutama tergantung pada umur ternak. Misalnya : stocker berumur 2 tahun dapat diberikan tongkol jagung, jerami jagung, dan jerami lainnya. Stocker yang lebih muda, pakan seperti di atas hanya dapat digunakan dalam jumlah yang terbatas. Hijauan berkualitas tinggi (hay legum, silase rumput atau jagung, dan semua produk hijauan yang surplus di musim hujan) dapat digunakan minimal 50% untuk yearling dan 30% untuk stocker umur 2 tahun. Hal yang sangat penting diperhatikan adalah agar stocker tidak lapar sehingga tidak terjadi pemborosan energi karena gelisah dan lapar. Pengendalian jumlah dan kualitas pakan bagi stocker dalam rangka pembatasan pertambahan berat badan (tidak melebihi 0,75 kg/ekor/hari bagi sapi bangsa besar dan bagi sapi lokal maksimal 0,50 kg/ekor/hari) bukan hanya penting bagi program stocker tetapi akan terrasa pula keuntungannya pada program berikutnya (fattening). Konsumsi pakan oleh stocker akan sangat bervariasi menurut kualitas hijauan yang tersedia, umur stocker, dan laju pertumbuhan yang dikehendaki. Hampir semua perusahan yang bergerak di program ini tidak memaksimumkan pertumbuhan relatif terhadap potensi genetik ternaknya. Biasanya laju pertumbuhan sapi Eropah akan berkisar antara 0,75 - 1,25 lb/hari. Apabila stocker muda tidak dapat bertumbuh minimal 3/4 atau 1 lb./hari, maka kondisinya akan terlihat sangat kurus. Pada beberapa perusahan, pada waktu kekurangan pakan (musim dingin/winter pada daerah 4 musim dan musim kemarau pada daerah 2



musim), pakan kasar ditambah konsentrat dengan level pemberian tergantung pada kualitas pakan kasar yang diberikan.



3.2 Metode-metode yang digunakan dalam penyusunan ransum untuk ternak potong Ransum adalah susunan bahan pakan yang seimbang dan tepat untuk ternak, sehingga mencukupi kebutuhan nutrisinya dalam satu hari. Perlu adanya metode penyusunan ransum yang tepat sehinga tercipta komposisi yang baik dan benar. Bila nutrisi ternak tercapai dengan baik, otomatis produktivitas akan baik pula. Usaha peternakan yang baik memiliki rancangan ransum yang baik untuk ternaknya. Diusahakan tiap peternakan memiliki rancangann tersebut sendiri, tidak hanya bergantung pada komposisi complete feed pabrik. Dengan memiliki komposisi ransum sendiri, peternak dapat mendambil bahan pakan yang potensial di sekitarnya sehingga biaya untuk pakan dapat diminimalisir. Seperti limbah pasar, limbah rumah makan, dsb. Secara umum penyusunan ransum untuk ternak terdiri dari beberapa cara, diantaranya: 1. Trial and error 2. Equation 3. Pearson’s Square 4. Program Linear Komputer Langkah pertama menyusun ransum untuk ternak ruminansia adalah menentukan kebutuhan nutrisinya. Selanjutnya dilakukan formulasi melalui suatu metode sehingga kebutuhan nutrisi tersebut dapat dipenuhi oleh sejumlah bahan pakan yang tersedia. Berikut ini merupakan penjelasan tentang menyusun ransum menggunakan metode Pearson’s Square Langkah-langkah dalam penyusunan ransum adalah: 1. Menentukan kebutuhan nutrisi ternak. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: - spesies ternak - Berat badan - Status fisiologis (pertumbuhan, bunting, laktasi dll) 2. Menentukan bahan makanan yang akan digunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan: -



Jenis bahan pakan yang tersedia



-



Kandungan nutrisinya



-



Harga bahan pakan



3. Memformulasikan berbagai bahan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan teknik perhitungan tertentu. 4. Melakukan receck terhadap hasil perhitungan disesuaikan dengan kebutuhan ternak dihubungkan dengan status fisiologisnya. 5. Menyiapkan ransum yang telah tersusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan



3.3 Evaluasi ransum ternak potong Evaluasi bahan pakan bertujuan untuk menyusun formulasi ransum, mengevaluasi kualit as pakan,memeriksa nutrisi yang dapat dicerna, nilai nutrisi dari pakan tersebut. Evaluasi bah an pakan dapat dilakukan dg cara: evaluasi kualitas pakan scr fisik, evaluasi kimia, evaluasi b iologis, ekonomis. Evaluasi bahan pakan secara fisik Merupakan analisis pakan dg cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik ba han pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dg alat bantu (mikros kopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif.



Karakteristik



yg



mudah



diamati dari makanan ternak yg bernilai tinggi adalah: a. Telah bersih, bau asam laktat yang cukup menyenangkan, jelasnya kurang kotor atau bau asam butyratc dari makanan ternak yg tidak baik. b. Mempunyai bau yang menyenangkan – tidak pahit atau asam c. Tidak berjamur, apek atau berlumpur d. Sama dalam kelembaban dan warna. Umumnya makanannya berwarna hijau kecoklatcoklatan adl baik, makanan ternak yg berwarna tembakau coklat atau coklat gelap menunjukkan panas yg berlebihan, dan makanan ternak hitam Evaluasi bahan pakan secara kimiawi Teknik evaluasi pakan secara kimiawi umumnya menggunakan metode pendugaan yg disebut dengan analisa proksimat untuk menduga kandungan nutrient dr suatu bahan pakan. Jika suatu bahan pakan memiliki nilai yg lebih rendah atau lebih tinggi dr standar yg telah ditentukan maka perlu diwaspadai adanya tindak pemalsuan yg terjadi. Evaluasi bahan pakan secara kimiawi dapat dilakukan dg cara:



a. Colorimetry dan Spectrophotometry Colorimetry dan Spectrophotometry adl analisis kimia dimana cahaya melewati larutan untuk menghasilkan informasi tentang konsentrasi dr beberapa senyawa. Panjang gelombang tertentu dari cahaya melewati sampel dan jumlah dari cahaya yang diserap oleh sampel memberikan sebuah indikasi dari konsentrasi senyawa yg sedang di uji. Colorimetry berbeda dg spectrophotometry dimana colorimetry adl berguna dalam mengukur panjang gelombang dalam wilayah yg terlihat dari spectrum cahaya, sedangkan spectrophotometry menggunakan panjang gelombang dalam ultraviolet, terlihat dan wilayah infrared dalam spectrum. b. Metode Van Soest Meskipun system Weende tentang analisis pakan selama bertahun-tahun telah dan terus menjadi sebuah perangkat yg berguna untuk memprediksi nilai kandungan nutrisi dalam pakan, namun bukan berarti system ini tak memiliki kekurangan atau tak butuh beberapa perbaikan. Faktanya system ini memiliki beberapa keterbatasan nyata, khususnya dalam kaitannya dg serat mentah (crude fiber) dan pecahan-pecahan ekstraksi yang bebas nitrogen. c. Analisis Proksimat Analisis proksimat adl suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan/pangan. Istilah proksimat mengandung arti bahwa hasil analisisnya tidak menunjukkan angka sesungguhnya, tetapi mempunyai nilai mendekati. Hal ini disebabkan komponen dari suatu fraksi masih mengandung komponen lain yg jumahnya sangat sedikit yang seharusnya tidak masuk kedalam fraksi yg dimaksud. Namun demikian analisi kimia ini adl yg paling ekonomis (relatif) dan datanya cukup memadai untuk digunakan dalam penelitian dan keperluan praktis. 1.



Evaluasi Bahan Pakan Secara Biologis Dapat dilakukan secara invivo, in vitro dan insacco. Bahan pakan yg baik menurut pengujian atau evaluasi bahan pakan meliputi: a. Bahan pakan tsb mudah diperoleh b. Tidak bersaing dg kebutuhan manusia c. Tidak menganggu kesehatan ternak



d. Mengandung zat yg dibutuhkan oleh ternak e. Harganya tidak mahal



3.4 Manajemen pakan untuk ternak potong yang dikandangkan dan yang dilepas dipastura. Keuntungan pemeliharaan di pasture 1. Ternak akan memperoleh privasi (kebebasan) sehingga tidak sering mengalami stres sehingga pada akhirnya akan menunjukkan performans produksi/ pertumbuhan yang normal sesuai kemampuan genetiknya. 2. Hijauan di pasture adalah yang terbaik untuk merangsang produksi air susu induk selama dalam periode laktasi, sehingga anak sapi akan memperoleh air susu yang cukup. 3. Hijauan di pasture lebih menjamin ketersediaan vitamin dan mineral yang cukup selain protein dan energy. 4. Terdapat ruang yang cukup luas bagi induk dan anak untuk melakukan exercise (gerak badan), memperoleh udara segar, dan cukup sinar matahari agar tetap segar/sehat. Pada umumnya kehidupan di pasture dapat memenuhi kebutuhan dasar dan jarang terjadi problem seperti : kutu, pneumonia, dan beberapa gangguan persendian dibandingkan dengan kehidupan di dalam kandang. Keuntungan pemeliharaan dalam kandang 1. Tidak membutuhkan lahan yang luas 2. Pengontrolan kesehatan/penyakit dapat dilakukan dengan efektif dan efisien namun terdapat pula kekurangannya, antara lain : 1. Biaya pakan dan buruh serta alat-alat termasuk kandang akan meningkat 2. Gangguan kesehatan seperti diare merupakan problem utama yang mungkin lebih sering terjadi. Semua kekurangan ini akan mengurangi keuntungan. Untuk menanggulangi pengurangan keuntungan, maka produktivitas seperti : calf crop, angka sapihan dan berat sapih perlu ditingkatkan. Dalam cow-calf program ini harus mengikuti 10 syarat agar dapat diperoleh hasil yang memuaskan, sebagai berikut : 1. Memperbaiki tingkat kebuntingan melalui perbaikan pakan dan pengendalian penyakit umumnya dan penyakit reproduksi khususnya.



2. Melakukan pemeriksaan pejantan terhadap cacat fisik, alat kelamin, dan uji kualitas semen sebelum musim kawin. 3. Mengawinkan sapi dara yang baik pertumbuhannya dengan pejantan yang sehat agar dapat beranak pertama pada umur 2 tahun, setelah itu diberikan pemeliharaan yang khusus pada waktu beranak dan seterusnya. 4. Melakukan uji kebuntingan. 5. Menuruti program pemuliaan yang tepat. 6. Memproduksi pasture dan pakan yang banyak dan berkualitas untuk musim paceklik serta menyediakan tempat berlindung bilamana perlu. 7. Meningkatkan net calf crop dan berat sapih serta menggunakan creep feed bila dianggap perlu. 8. Selalu membuat pencatatan yang teratur. 9. Melakukan seleksi terhadap berat sapih yang tinggi, laju pertumbuhan yang cepat, pertambahan berat badan yang menguntungkan, lamanya umur produktif, serta kualitas karkas yang baik. Mengadakan culling ±20% sapi betina tua dan menggantinya dengan sapi dara yang baik



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan 



Kebutuhan nutrisi untu ternak potong, umumnya sangant bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh status fisiologi dan program program produksi yang sedang dijalankan. Nutrisi untuk ternak dara berbeda dengan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak induk yang sedang bunting. Yang perlu diperhatikan bahwa didalam menyusun ransum untuk ternak, unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak harus disediakan dalam bahan pakan, unsur-unsur tersebut meliputi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.







Dalam menyusun ransum, ada metode-metode tertentu yang dapat digunakan, diantaranya: a. Trial and error b. Equation c.



Pearson’s Square



d. Program Linear Komputer 



Evaluasi ransum dilakukan melalui beberapa langkah yaitu, evaluasi secara fisik, kimiawi dan biologis. Masing-masing jenis evaluasi ini, memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.







Manajemen pakan ternak, untuk ternak yang dikandangkan dan ternak yang dilepas dipastura sangat berbeda. Kedua sistem ini pun, memiliki keuntungan dan kelemahannya masing-masing.



DAFTAR PUSTAKA



Affandhy L., D. Pamungkas, M.A. Yusran, D.B. Wijono, Gunawan, W. Kadarisman, Suhariyono, Soekirno, Rustamadji dan A. Sutardjo.



2003. Pembentukan Bibit



Komersial Sapi Potong Sistem Persilangan. Loka Penelitian Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian. Unpublish. Anggraeny, Y.N. dan U.Umiyasih. 2003. Tinjauan Tentang Karakteristik Tatalaksana Pakan, Kaitannya dengan Limbah Tanaman Pangan pada Usaha Sapi Potong Rakyat di Kabupaten Lumajang. Proseding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Cohen, R.D.H., Garden, D.L. dan Langlands J.P. 1980. A note on the relationship between live weight and the incidence of oestrus in Hereford heiferss. Journal of Animal production. Kearl .1982.. Nutrien Requirement of Ruminant in Developing Countries. Ranjhan S. K. 1981. Animal Nutrition in the Tropies. Vikas Publishing House. PVT. Ltd.New Delhi,. Soejono M, R. Utomo, S.P.S. Budhi dan A. Agus. 2002. Mutu Pakan Sapi Potong Ditinjau dari Kebutuhan Nutrisi. Koordinasi Pengawasan Mutu Pakan. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur. Surabaya. Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM. Yusran, M.A., T. Purwanto, B. Suryanto, M.Sabrani, M. Winugroho and E. Teleni. 1998. Application of surge feeding for improving the post partum an estrus of ongole cows calve in rainy season in dry land of East Java. Seminar the 2 nd ISTAP, Juli 1998. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.



KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas penyertaan-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah Manajement Ternak potong tentang pengelolahan pakan proggram induk anak. dan ditulis berdasarkan pemahaman terhadap petunjuk penulisan makalah dengan didukung oleh pustaka terkait erat dengan laporan ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan tentu masih membutuhkan banyak koreksi dari berbagai pihak demi penyempurnaan laporan ini.



Kupang.18 Maret 2018



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................... i Dafrar Isi ............................................................................................................... ii Daftar Tabel ............................................................................................................. iii BAB I Pendahuluan Latar Belakang ........................................................................................................... 4 Tujuan dan Manfaat .................................................................................................. 4 BAB II Pembahasan ............................................................................. 6 ................................................................................ 7 ...................................................................... 7 ..................................... 8 BAB III penup Kesimpulan



.................................................................................................................



15 Saran



...........................................................................................................................



16 Daftar Pustaka ................................................................................................ 1