Makalah Transkultural Nursing Kel 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN MANUSIA



Disusun Oleh Kelompok 12:



Adhaini Widyawati



(2014901051)



Nesia Dwi Agustina



(2014901076)



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS TAHUN 2020



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yng berjudul “Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia”. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa.



Lampung, September 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL......................................................................................................................i KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2 C. Tujuan...............................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Transcultural Nursing.............................................................................3 B. Tujuan Penggunaan Transcultural Nursing.............................................................3 C. Konsep Transkultural Nursing.................................................................................4 D. Paradigma Transkultural Nursing............................................................................6 E. Proses Transkultural Nursing..................................................................................8 BAB III KASUS APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING A. Pada Bayi dan Balita........................................................................................................12 B. Pada Anak.........................................................................................................................16 C. Pada Remaja......................................................................................................................17 D. Pada Dewasa.....................................................................................................................18 E. Pada Lansia.......................................................................................................................20 BAB IVPENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................................................21. B. Saran..................................................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................22



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, banyak perubahan-perubahan yang ada baik di lingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi ini termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori yang dipelajari. Dalam ilmu keperawatan, banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu tersebut. Termasuk salah satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan keperawatan adalah teori Leininger tentang “transcultural nursing”. Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam keperawatan yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk praktik keperawatn. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok laen. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma – norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua kultur seperti budaya minum the dapat membuat tubuh sehat (leininger, 2002).



1



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan transcultural nursing? 2. Apa tujuan penggunaan transcultural nursing? 3. Bagaimana konsep transkultural nursing? 4. Apa saja paradigma transkultural nursing ? 5. Bagaimana proses transkultural nursing? 6. Bagaimana Kasus Aplikasi Transcultural Nursing? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi transcultural nursing 2. Untuk mengetahui tujuan penggunaan transcultural nursing 3. Untuk mengetahui konsep transkultural nursing 4. Untuk mengetahui paradigma transkultural nursing 5. Untuk mengetahui proses transkultural nursing 6. Untuk mengetahui Kasus Aplikasi Transcultural Nursing



2



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Transcultural Nursing Pengertian transkultural bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui. Culture berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; -kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan. - Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti; sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain atau juga pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial. TransculturalNursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ) menurut Leininger ( 1991 ). Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). B. Tujuan Penggunaan Transcultural Nursing Menurut Leniger tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah dalam pengembangan sains dan ilmu yang humanis sehingga tercipta praktek keperawatan pada kebudayaan yang spesifik. Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai 3



dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger dan Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan. Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang berbau amis seperti akan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang lain. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut. C. Konsep Transkultural Nursing Di dalam buku yang berjudul “Fundamentals of Nursing Concept and Procedures” yang ditulis oleh Kazier Barabara ( 1983 ) mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah merupakan suatu bagian dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).



4



Selain itu ada beberapa konsep lagi yang terkandung dalam transkultural nursing ; a. Budaya Adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b. Nilai budaya Adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. c. Perbedaan budaya Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan



keperawatan,



mengacu



pada



kemungkinan



variasi



pendekatan



keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). d. Etnosentris Diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik. e. Etnis Berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. f. Ras Adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. g. Etnografi Adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya. 5



h. Care Adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia. i. Caring Adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia. j. Cultural Care Berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. k. Cultural imposition Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. D. Paradigma Transkultural Nursing Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan (Andrew and Boyle, 1995), yaitu manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan. 1. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan.



Menurut



Leininger



(1984)



manusia



memiliki



kecenderungan



untuk



mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).



6



2. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995). 3. Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. 4. Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan(Leininger, 1991) adalah : 



Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan



kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilainilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,misalnya budaya berolah raga setiap pagi. 7







Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya. Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk



membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani. 



Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien



Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut E. Proses Transkultural Nursing Teori yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1.



Pengkajian Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi



masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada yaitu : a. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.



8



b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors). Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga. c. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. d.Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew andBoyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. e. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. f. Faktor pendidikan (educational factors) tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri.



9



2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : 1) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur. 2) Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural. 3) Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. 3. Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (GigerandDavidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew andBoyle, 1995) yaitu : 1) Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, 2) Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan 3) Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. (a)



Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep



antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat (b)



Cultural care accomodation/negotiation1) Gunakan bahasa yang mudah



dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. (c)



Cultural care repartening/reconstruction1) Beri kesempatan pada klien



untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya. 2) Tentukan 10



tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu. 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan keluarga. 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. 4. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.



11



BAB III KASUS APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING A. Aplikasi Transkultural Nursing Pada Bayi/Balita Kebiasaan-kebiasaan merupakan



penghalang



adat istiadat atau



dan perilaku



penghambat



masyarakat



terciptanya



pola



sering kali hidup



sehat



dimasyarakat. Sebagian besar kematian anak diIndonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir (neonatal), bulan pertama kehidupan. Seperti dinegara- negara berkembang lainnya yang mencapai status pendapatan menengah, kematian anak di Indonesia telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu, kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta peran tenaga kesehatan. Beberapa kebudayaan daerah yang berkaitan dengan kesehatan bayi baru lahir: 1. Di Daerah Manggarai Upacara adat Cear Cumpe , yaitu upacara adat manggarai pada bayi baru lahir. Bayi diarak kepada semua tamu yang datang, khususnya ibu – ibu dengan maksud sebagai ucapan selamat datang pada



bayi



yang



baru



lahir,



dilakukan pada hari ke lima bayi baru lahir. Segi positifnya, dapat membina kasih



sayang antara keluarga dan



bayi,



meningkatkan asupan gizi



ibu



karena dihidangkan makanan lezat dan bergizi. Namun, segi negatifnyanya, tamu yang datang dapat beresiko menularkan penyakit kepada bayi Saat tidur bayi diletakkan benda – benda tajam di dekat



bayi, dengan maksud mengusir



roh – roh jahat. Secara ilmiah, tidak ada hubungan antara benda-benda tajam dengan roh jahat. Yang ada malah benda-benda tajam tersebut akan beresiko mencederai bayi. Kebiasaan “DUM”, yaitu bayi didekatkan di api kemudian salah satu keluarga memencet hidung bayi dengan tangannya yang terlebih dahulu di hangatkan di dekat api tujuannya agar hidung bayi lebih mancung. Tidak hubungannya menarik hidung dengan mancung tidaknya hidung, semua tergantung dari bentuk tulang hidungnya dan itu sudah bawaan. Kebiasaan ini malah menyakiti bayi. 12



2. Di Daerah Jawa Bayi baru lahir harus dibedong yang dipercaya dapat membuat tulang kaki bayi lurus dan kuat untuk berjalan. Hampir setiap bayi memiliki kaki yang tampak bengkok, begitulah fisiologis kaki



bayi.



Ini disebabkan karena ia masih



terbiasa dengan posisi meringkuk ketika masih berada didalam rahim. Seiring berjalannnya waktu, kakinya akan lurus dengan sendirinya. Pada



kenyataannya, dibedong dapat



mengganggu peredaran darah



bayi.



Jantungnya akan terpaksa bekerja lebih berat untuk memompa darah karena tubuhnya dibebat terlalu berat. Bahkan, ini panggul, dapat



beresiko membahayakan tulang



menyebabkan dislokasi panggul dan



paha.



Beberapa ibu



membedong bayi untuk melindungi dari dingin, baik karena faktor cuaca atau setelah mandi. Sebenarnya baju lengan panjang dan



celana panjang pun



sudah cukup untuk menghangatkan tubuh si kecil. Bayi baru lahir harus dipakaikan gurita hingga umur tiga bulan atau sampai bayi dapat tengkurap. Dipercaya dapat menjaga perut bayi menjadi tidak melar, dapat menahan tali pusat sehingga tali pusat tidak



tertarik, juga untuk



menjaga agar tulang belakang tidak bengkok. Bayi bernapas dengan otot-otot pada perutnya. Jadi, memasangkan gurita justru manghambat pernapasannya. Perutnya yang kembung sudah bentuk alamiah. Jika memang harus memakaikan gurita jangan mengikat terlalu kencang terutama di bagian dada agar jantung danparu-parunya bisa berkembang dengan baik. Dan jika tujuannya supaya pusar tidak bodong sebaiknya di pakaikan hanya di pusar dan ikatannya pun tidak kencang. Mitos-mitos yang lahir di masyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal dan bahkan dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang merawat bayi baru lahir. Mitos-mitos merawat bayi baru lahir yang berkembang di masyarakat diantaranya adalah:



a. Menggunting bulu mata agar lentik 13



Bulu mata berfungsi melindungi mata dari gangguan benda-benda asing. Jika



dipotong, fungsinya tidak



Panjang pendeknya bulu mata



lagi



dapat



sudah



bekerja secara



optimal.



menjadi bawaan dari bayi itu



sendiri. b. Beri setetes kopi agar bayi tidak step (kejang) Belum ada



penelitian ilmiah yang



membuktikan hal



ini.



Bahkan



pemberian kopi pada bayi jelas berbahaya karena mengandung kafein yang akan memacu denyut jantungnya bekerja lebih cepat. c. Jangan menyusui bayi jika bunda sedang sakit Penyakit



yang



diderita



melalui ASI.



ibu



menyususi



Sebaliknya, saat



ibu



tidak



dapat



sedang sakit



ditularkan



tubuh



si



ibu



akan menghasilkan sistem kekebalan tubuh yang lebih banyak dan akan ikut



ke dalam



ASI



meningkatkan



yang



diminum



si



bayi,



akan



sistem kekebalan tubuhnya. Yang tidak boleh adalah



menyusui bayi saat sakit tanpa pakai



jika



ada pelindung untuk



masker penutup mulut dan



hidung saat



ibu, contohnya flu karena akan



memularkan penyakit, jadi bukan karena ASI. d. Apakah bayi



perlu



dipakaikan bedak



setelah mandi



atau



sehabis



ganti popok? Lebih daerah



baik,



oleskan baby



lipatan



seperti



menggumpal. Jika



cream. Karena penggunaan bedak



tangan,



kaki



atau



selangkangan



di dapat



gumpalan ini bercampur dengan keringat akan



menjadi sarang berkembangnya kuman dan bisa menyebabkan iritasi. Partikel bedak yang terhirup bisa mengganggu pernapasannya. e. Bayi



yang



mengalami kuning beberapa hari



pasca



kelahirannya



harus dijemur di ruangan terbuka. Penyakit kuning yang



diderita bayi merupakan proses alamiah dari



pemecahan sel darah ibunya. Proses ini memang dapat terbantu oleh sinar matahari. Tapi kini, kontak langsung sudah



tidak disarankan.



Sebaiknya, jemur dibalik kaca selama kira-kira 15 menit untuk masingmasing bagian depan dan punggung bayi. 14



f. Ketika bayi demam harus dikompres air dingin. Setelah dikompres, tubuh yang awalnya panas mungkin akan terasa dingin begitu



diraba. Akan



tetapi,



ini bukan



pertanda bahwa si



kecil membaik. Sebaliknya, suhu dingin dari kompresan tersebut akan mengir im sinyal yang salah kepada tubuh anak. Tubuh mungilnya akan menganggap bahwa cuaca sedang dingin dan akhirnya merasa perlu memproduksi panas



lagi.



Jadi,



lebih



baik



kompres dengan air



hangat agar tubuhnya berhenti memproduksi panas. g. ASI pertama yang berwarna kekuningan merupakan ASI yang sudah basi dan tidak baik dikonsumsi bayi. ASI pertama adalah kolostrum yang mengandung zat kekebalan tubuh dan kaya akan protein. Warna dan penampilan ASI putih keruh serta encer sering



pula diasumsikan sebagai ASI kualitas jelek.



dan kejernihan



ASI



sangat



terkandung di dalamnya.



Tak



tergantung ada



ibu



bahan yang



nutrien



Warna yang



mempunyai ASI



seputih dan seindah penampilan susu formula. Namun begitu, kualitas ASI tak dapat ditandingi oleh susu formula manapun. h. Bayi harus tidur dengan botol susu. Penggunaan alat ini memang membantu bayi tidur lebih cepat. Akan tetap penggunaan botol susu dapat meningkatkan resiko si kecil terkena infeksi telinga karena susu yang seharusnya diminum justru mengalir ke saluran eusthacius (penghubung antara tenggorokan bagian belakang dan telinga bagain belakang ). Jadi, jika ingin memberi si kecil susu melalui botol, sebaiknya angkat dulu si kecil dan pastikan kepalanya lebih tinggi dari badan. B. Aplikasi Transkultural Nursing Pada Anak Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah 15



satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis. Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu: 



Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar tetangga.







Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.







Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.







Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti :ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat. Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung.







Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan 16



kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan. Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.



C. Aplikasi Transkultural Nursing Pada Remaja Transcultural Nursing menekankan pemahaman yang benar pada diri perawat terhadap budaya klien, individu, kelompok maupun masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya culture shock maupun cultur imposition. Perawat dituntut harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang berkembang di masyarakat. Perawat bertugas menjembatani sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan profesional melalui asuhan keperawatan serta mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang diberikan kepada remaja dalam hubungannya dengan permasalahan perilaku seks pranikah remaja dengan tidak serta merta merubah kebudayaan atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat, melainkan sedikit memodifikasi untuk memperbaiki perilaku seks pranikah remaja yang berdampak buruk pada kehidupan dan masa depan remaja. Pada penelitian imelda dkk( 2019) “Analisis Faktor Prilaku Seks Pranikah Remaja Berdasarkan Teori Transcultural Nursing” didapatkan hasil yaitu nilai budaya dan gaya hidup menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap perilaku seks pranikah remaja di Kabupaten Sumba Timur. Hasil penelitian ini sama dengan pernyataan bahwa sosial budaya berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Presentase remaja 17



yang berperilaku seks pranikah menyimpang mayoritas memilih mengikuti budaya. 222 responden yang berperilaku seks pranikah menyimpang 173 menganggap biasa (mengikuti budaya) melakukan seks sebelum menikah karena tradisi perjodohan, dan dari 51 responden yang berperilaku seks pranikah tidak menyimpang hanya terdapat 20 responden yang tidak mengikuti budaya. Sesuai dengan penelitian remaja yang mengikuti budaya cenderung akan melakukan perilaku seks pranikah. Faktor budaya yang paling mempengaruhi dalam penelitian ini terletak pada nilai-nilai dan norma yang ditanamkan turun temurun seperti tradisi perjodohan. Perkawinan ini dikenal dengan sistem perjodohan. Perkawinan dengan sistim perjodohan ini merupakan jenis perkawinan yang sengaja dikembangkan di Sumba Timur. Upaya menurunkan angka perilaku seks remaja yang sangat berhubungan erat dengan budaya dan gaya hidup di Kabupaten Sumba Timur dapat diatasi dengan melakukan pendekatan transcultural, yaitu PKPR dapat bekerja sama dengan pelaksana adat didaerah tersebut untuk sesering mungkin dilakukan penyuluhan, seperti penelitian. D. Aplikasi Transkultural Nursing Pada Dewasa Secara tradisional, dewasa telah dipandang sebagai salah satu yang memisahkan anak dari usia tua. Dinyatakan bahwa keputusan yang mempengaruhi pernikahan dan karier terjadi di  akhir masa remaja dan perubahan drastis jarang terjadi sesudahnya. Namun, selama masa dua atau tiga dekade, pola dari masyarakat dewasa yang stabil di amerika telah berubah secara dramatis. Faktor sosial budaya telah menimbulkan perubahan besar sehingga menghasilkan krisis dan peristiwa yang tak terduga lainnya dalam kehidupan dewasa. Perceraian, perubahan karier, peningkatan mobilitas, revolusi seksual, dan gerakan perempuan memiliki dampak mendalam pada usia dewasa. Usia menengah dapat menjadi saat penilaian ulang, turmois dan perubahan. masyarakat mengakui hal ini dengan istilahistilah umum seperti "krisis paruh baya" atau "sindrom sarang kosong" bersama dengan lain yang menyiratkan stres, ketidakpuasan, dan keresahan. Myerhoff (1978) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kriteria universal untuk setiap tahap kehidupan diidentifikasi dan terkait pencapaian, dan disebabkan pengalaman mungkin berbeda jauh, semua tahu masyarakat memiliki usia yang dikenal sebagai "dewasa". Meugarten (1968) mengamati bahwa masing-masing kebudayaan memiliki cukup standar 18



kronologis khusus untuk perilaku orang dewasa yang sesuai, standar-standar budaya resep usia cita-cita di mana untuk meninggalkan perlindungan orangtua seseorang, untuk memilih panggilan, untuk menikah, memiliki anak dan sebagainya. Neugarten (1968) menyatakan bahwa peristiwa itu sendiri tidak selalu presipitat krisis atau perubahan. apa yang lebih penting adalah waktu peristiwa ini. Sebagai hasil dari setiap rasa kebudayaan waktu sosial, perorangan cenderung untuk mengukur prestasi mereka dan menyesuaikan perilaku mereka sesuai dengan jenis jam sosial. Masalah sering timbul ketika perubahan sosial karena alasan yang tak terduga. Misalnya saat ini orang dewasa sering bercerai atau menganggur, atau keduanya, kembali untuk tinggal bersama orang tua mereka, sering membawa serta anak-anak mereka sendiri. Menjadi janda di usia dewasa muda atau pensiun muda adalah contoh lain yang lebih cenderung menyebabkan konflik dan trauma. Budaya sangat berpengaruh pada perkembangan manusia dalam menyediakan sarana untuk mengenali tahap-tahap dalam perkembangan individu sepanjang masa hidup. Budaya yang mendefinisikan "usia sosial", atau perilaku yang tepat untuk setiap tahap perkembangan selama fase siklus kehidupan. Di beberapa masyarakat, peran dewasa ditempatkan pada orang-orang muda ketika mereka mencapai usia tertentu. Sejumlah budaya telah mendefinisikan suatu peralihan yang menandai perbedaan antara pemuda dan dewasa. Dalam masyarakat Amerika modern, tidak ada batas yang pasti, meskipun sanksi hukum memberi beberapa hak dan tanggung jawab di usia 18 dan 21 tahun. Misalnya persyaratan usia untuk SIM dan pembelian alkohol serta tembakau. Dalam budaya kita, tidak ada satu kriteria untuk menentukan kapan usia dewasa itu dimulai, karena individu mengalami dan mengatasi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dan pada usia kronologis yang berbeda. E.



Aplikasi Transkultural Nursing Pada Lansia Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah



19



kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan. Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis. bila pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya



20



manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia. Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. B. Saran Proses transcultural nursing perlu dipahami oleh perawat dan calon perawat karena Indonesia merupakan Negara dengan keanekaragaman budaya yang tinggi. Konsep sehat-sakit tiap budaya berbeda, dimana konsep ini telah digunakan sejak nenek moyang dan turun temurun bahkan sebelum ilmu medis modern masuk ke dalam masyarakat. Perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tidak mengesampingkan konsep budaya.



DAFTAR PUSTAKA https://yolanda2264.wordpress.com/2016/11/05/transkultural-nursing/ diakses pada 1 September 2020 pukul 08.30 WIB http://okfridacanismutputri.blogspot.com/2012/04/penerapan-dan-konseptranskultural.html diakses pada 1 September 2020 pukul 08.35 WIB 21



https://www.academia.edu/6525238/Makalah_transcultural_nursing



diakses



pada



1



September 2020 pukul 08.45 WIB https://www.scribd.com/document/407252466/Makalah-Transkultural-pada-Bayi-atauBalita-SGD-2-1-docx diakses pada 1 September 2020 pukul 18.30 WIB https://ilide.info/doc-viewer diakses pada 2 September 2020 pukul 10.30 WIB http://fitriapriliasari.blogspot.com/2010/10/perspektif-transkultural-keperawatan_21.html diakses pada 3 September 2020 pukul 09.30 WIB https://www.researchgate.net/publication/335306239_Analisis_Faktor_Perilaku_Seks_Pr anikah_Remaja_Berdasarkan_Teori_Transcultural_Nursing_di_Kabupaten_Sumba_ Timur diakses pada 4 September 2020 pukul 09.57 WIB



22