Makalah Transkultural Nursing [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TRANSKULTURAL NURSING



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT saya panjatkan puja puji dan syukur atas limpahan rahmat,dan inayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul “KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA ( TRANSCULTURAL NURSING )” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pendamping mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar I. Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang “KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA” ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa lain.



DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan masalah BAB II PEMBAHASAN 1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan 2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural 3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya 4. Instrumen Pengkajian Budaya 5. Diagnosa keperawatan 6. Perencanaan dan Pelaksanaan 7. Evaluasi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran



 BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalahmemenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien.Namun peranspiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelangsakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisiskerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkanperhatian khusus”.Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakanproses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya,perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya.Isiperawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematianklien.



B. Tujuan 1.Tujuan umum Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian. 2.  Tujuan khusus a.Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan b.Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural c.Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien d.Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart keperawatan



C. Rumusan masalah 1. Pengertian transkultural 2. Konsep transkultural 3. Peran dan fungsi transcultural



4. Transkultural Narsing keperawatan dalam lintas budaya



BAB II PEMBAHASAN 1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat, 1986) Wujud-wujud kebudayaan antara lain : 1. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan 2. Kompleks aktivitas atau tindakan 3. Benda-benda hasil karya manusia Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat. Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkanmenurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.



2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural Konsep dalam transcultural nursing adalah : a. Budaya Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b. Nilai budaya Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang



dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan d. Etnosentris Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik e. Etnis Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim f. Ras Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid. g. Etnografi: Ilmu budaya Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu. h. Care Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia i. Caring Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia j. Culture care Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai k. Cultural imposition Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain. Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilainilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya, terhadapkonsep sentral keperawatan yaitu : ∙ Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). ∙ Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan



seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995). ∙ Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. ∙ Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).



3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu: ∙ Cara I : Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevanyang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi. ∙ Cara II : Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain. ∙ Cara III : Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidakmerokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai



dengan keyakinan yang dianut.Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhankeperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (SunriseModel). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawatsebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle,1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatanklien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu: 1.Faktor teknologi (technological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini. 2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors ) Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi parapemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. 3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors ) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umurdan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalamkeluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga. 4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways ) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyaisifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor iniadalahposisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitandengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri. 5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors ) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhikegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yangperlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jamberkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. 6. Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimilikiuntuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,



biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor ataupatungan antar anggota keluarga. 7. Faktor pendidikan ( educational factors ) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukungoleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadapbudaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap iniadalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali. ∙ Prinsip-prinsip pengkajian budaya: a. Jangan menggunakan asumsi. b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya:orang Padang pelit,orang Jawahalus. c. Menerima dan memahami metode komunikasi. d. Menghargai perbedaan individual. e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien. f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.



4. Instrumen Pengkajian Budaya Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapaahli, diantaranya: a. Sunrise model (Leininger) Yang terdiri dari komponen: 1) Faktor teknbologi (Technological Factors) - Persepsi sehat-sakit - Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan - Alasan mencari bantuan/pertolongan medis - Alasan memilih pengobatan alternative - Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan 2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors) - Agama yang dianut - Status pernikahan - Cara pandang terhadap penyebab penyakit - Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan 3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors) - Nama lengkap &nama panggilan - Umur & tempat lahir,jenis kelamin Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga - Pengambilan keputusan dalam keluarga 4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways) - Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas - Bahasa yang digunakan - Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan - Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari 5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)



Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi: - Peraturan dan kebijakan jam berkunjung - Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu - Cara pembayaran 6) Faktor ekonomi (Economical Factors) - Pekerjaan - Tabungan yang dimiliki oleh keluarga - Sumber biaya pengobatan - Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll. - Patungan antar anggota keluarga 7) Faktor Pendidikan (Educational Factors) - Tingkat pendidikan klien - Jenis pendidikan - Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif - Pengetahuan tentang sehat-sakit b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi: 1) Komunikasi (Communication) Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan (pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’ 2) Space (ruang gerak) Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh. 3) Orientasi social (social orientastion) Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan. 4) Waktu (time) Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang. 5) Kontrol lingkungan (environmental control) Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-sakit. 6) Variasi biologis (Biological variation) Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social. c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle Komponen-komponenya meliputi: 1) Identitas budaya 2) Ethnohistory 3) Nilai-nilai budaya 4) Hubungan kekeluargaan



5) Kepercayaan agama dan spiritual 6) Kode etik dan moral 7) Pendidikan 8) Politik 9) Status ekonomi dan social 10) Kebiasaan dan gaya hidup 11) Faktor/sifat-sifat bawaan 12) Kecenderungan individu 13) Profesi dan organisasi budaya Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada klien,Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media: verbalnon verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.



5. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.



6. Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : ∙ mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, ∙ mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan ∙ merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. a. Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat b. Cultural careaccomodation/negotiation 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien



2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. c. Cultual care repartening/reconstruction 1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya 2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.



7. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Transkultural nursing adalah suatu area atau wilayah keilmuan budaya pada proses belajardan keperawatan yangh fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara udaya denganmenghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, keoercayaan dantindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khussnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit.



B. Saran Untuk melakukan tindakan pencegahan agar tidak jatuh pada kondisi ketoasidosis yaitu dengan melakukan manajemen nutrisis yang baik serta menetapkan taraf insulin yang benar atau tepat dosis.



BACAAN KANGGO BARUDAK PERAWAT Sabtu, 10 November 2012 MAKALAH TRANSKULTURAL NURSING ( KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA ) BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahanperubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien.  Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,  krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian. Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977) B.     Tujuan 1.      Tujuan umum Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian. 2.      Tujuan khusus a.       Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan b.      Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural c.       Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian d.      Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien



e.       Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart keperawatan C.    Rumusan masalah Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu: “ Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat kematian dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut dilihat dari proses transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan. D.    Metode penulisan Metode penulisan dalam makalah ini adalah: BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan metode penulisan makalah BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural dalam Keperawatan, Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut) BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban kasus. BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah gangguan pada system endokrin. Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.



BAB II LANDASAN TEORI



A.     Perspektif Transkultural dalam Keperawatan 1.      Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat, 1986) Wujud-wujud kebudayaan antara lain : 1.        Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan 2.        Kompleks aktivitas atau tindakan 3.        Benda-benda hasil karya manusia Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat. Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978),



keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Tujuan  dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural  dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan  kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara  kultur satu tempat dengan tempat lainnya. 2.      Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural Konsep dalam transcultural nursing adalah : a.    Budaya Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b.    Nilai budaya Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan c.       Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan d.      Etnosentris Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu  menganggap budayanya adalah yang terbaik e.       Etnis Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim f.     Ras Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid. g.      Etnografi: Ilmu budaya Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu. h.    Care Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia i.      Caring Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia j.      Culture care       Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai k.    Cultural imposition       Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.



      Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai  latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :          Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).          Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).          Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.          Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).



3.    Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:  Cara I : Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.  Cara II : Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat



memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.  Cara III : Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut. Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu: 1.      Faktor teknologi (technological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini. 2.      Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors ) Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. 3.      Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors ) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga. 4.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways ) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri. 5.      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors ) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. 6.      Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya:



pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. 7.      Faktor pendidikan ( educational factors ) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.       Prinsip-prinsip pengkajian budaya: a.    Jangan menggunakan asumsi. b.    Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus. c.    Menerima dan memahami metode komunikasi. d.      Menghargai perbedaan individual. e.       Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien. f.       Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi. 4.      Instrumen Pengkajian Budaya Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya: a.    Sunrise model (Leininger) Yang terdiri dari komponen: 1)      Faktor teknbologi (Technological Factors) -          Persepsi sehat-sakit -          Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan -          Alasan mencari bantuan/pertolongan medis -          Alasan memilih pengobatan alternative -          Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan 2)      Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors) -          Agama yang dianut -          Status pernikahan -          Cara pandang terhadap penyebab penyakit -          Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan 3)      Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors) -          Nama lengkap & nama panggilan -          Umur & tempat lahir,jenis kelamin -          Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga -          Pengambilan keputusan dalam keluarga 4)      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways) -          Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas -          Bahasa yang digunakan -          Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan -          Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari 5)      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors) Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi: -          Peraturan dan kebijakan jam berkunjung



-          Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu -          Cara pembayaran 6)      Faktor ekonomi (Economical Factors) -          Pekerjaan -          Tabungan yang dimiliki oleh keluarga -          Sumber biaya pengobatan -          Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll. -          Patungan antar anggota keluarga 7)      Faktor Pendidikan (Educational Factors) -          Tingkat pendidikan klien -          Jenis pendidikan -          Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif -          Pengetahuan tentang sehat-sakit b.    Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi: 1)        Komunikasi (Communication) Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan (pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’ 2)        Space (ruang gerak) Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh. 3)        Orientasi social (social orientastion) Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan. 4)        Waktu (time) Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang. 5)        Kontrol lingkungan (environmental control) Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-sakit. 6)        Variasi biologis (Biological variation) Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social. c.       Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle Komponen-komponenya meliputi: 1)        Identitas budaya 2)        Ethnohistory 3)        Nilai-nilai budaya 4)        Hubungan kekeluargaan 5)        Kepercayaan agama dan spiritual 6)        Kode etik dan moral 7)        Pendidikan 8)        Politik 9)        Status ekonomi dan social 10)    Kebiasaan dan gaya hidup 11)    Faktor/sifat-sifat bawaan 12)    Kecenderungan individu



13)    Profesi dan organisasi budaya Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media: verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan dan kesejahteraan klien. 5.       Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : a.       gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur b.      gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural c.       ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. 6.       Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :          mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,          mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan          merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. a.       Cultural care preservation/maintenance 1)    Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat 2)    Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3)    Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat b.      Cultural careaccomodation/negotiation 1)    Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2)    Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3)    Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. c.       Cultual care repartening/reconstruction 1)    Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya 2)    Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3)     Gunakan pihak ketiga bila perlu 4)    Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua 5)    Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. 7.       Evaluasi



Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. B.      PERAWATAN MENJELANG DAN SAAT KEMATIAN Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup. Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu. Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa: 1.       Peningkatan kenyamanan Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distres (oncology society and the American Nurses Association,1974) Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan a.       Kontrol nyeri Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi psikologis. b.      Ketakutan         Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala aktifitas terganggu. c.       Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit.                  Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit. d.      Higiene personal         Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman. 2.       Pemeliharaan Kemandirian Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri. Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice. 1.       pemeliharaan kemandirian di rumah sakit Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan      kebebasan sesuai kemampuan. Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit : Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien Perawat tidak boleh memaksakan bantuan Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan klien membuat keputusan.



2.       pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice) Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut : o   Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit o   Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ). o   Pelayanan yang diarahkan dokter o   Perawtan interdisiplin ilmu o   Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu o   Klien dan keluarga sebagai unit perawatan o   Tindak lanjut kehilangan karena kematian o   Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim o   Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar. 3.       Pencegahan Kesepian dan isolasi Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas lingkungan. Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi a.       Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu    ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar. b.      libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa diperhatikan. c.       Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang bermakna. d.      memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota keluarga. e.      Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian f.        Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien. Peningkatan ketenangan spiritual Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien. Dukungan untuk keluarga yang berduka dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi duka berkepanjangan. Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan 1. perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal. 2. mengembangkan hubungan suportif. 3. menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga 4. menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.



PERAWATAN SETELAH KEMATIAN perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitivitas. Peran perawat : 1. perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan    senyaman mungkin 2.  perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien 3.  perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien 4. perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga  yang berduka



B.     Perawatan Menjelang serta Saat Kematian Proses keperawatan menjelang perawatan merupakan proses penting dalam melakukan perawatan terhadap klien. Kegiatan ini dilakukan bertujuan 15 untuk (1) menghilangkan atau megurangi rasa kesendirian, takut, dan depresi, (2) mempertahankan rasa aman, harkat, dan rasa berguna, dan (3) membantu kenyamanan fisik klien. Pada saat kondisi terminal, perawat dan keluarga sangat berperan penting dalam proses kegiatan ini. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. 2.3.1 Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” tahapan respon klien terhadap proses kematian adalah: a. Penolakan (denial) Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan. b. Marah (anger) Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya. c. Tawar – Menawar (bargaining) Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan cara diam atau dinyatakan secara terbuka. d. Kesedihan Mendalam (depression) Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan siapapun dan apapun. e. Menerima (acceptable) Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang. 



2.3.2 Asuhan Keperawatan



Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis: a. Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan dukungan pada klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi. Sehingga yang terjadi bukanlah perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada klien. b. Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini, perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga klien pun tidak cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut. c. Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi sendiri dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya ketika klien menghadapi respon respon tersebut. d. Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta membantu memotivasi keluarga klien. Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut. Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Biasanya apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal. 17 Gejala-gelala pada saat kondisi terminal: a. Nafsu makan berkurang b. Lesu c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh tubuh secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas klien makin lama makin berkurang e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang diberikan. Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5) menyediakan obat-obatan esensial. Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal, perawat dan pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti adat budaya keluarga tersebut. BAB III PEMBAHASAN KASUS



A.    Scenario kasus IV Tn. A usia 45 tahun dirawat di RSUD kota Jakarta sejak seminggu yang lalu. Tn. A sudan menderita penyakit DM sejak 6 tahun yang lalu, menurut istrinya suaminya ini sering terlihat cepat lelah merasa sangat haus dan sering ke kamar mandi untuk buang air kecil, perutnya tidak enak serasa mual , terkadang muntah dan nyeri. Menurut istrnya juga dari pemeriksaan alat gula darah kepunyaan tetangganya, hasilnya sring diatas 200mg/dl. Pasien mengatakan badan terasa lemas disertai mual dan kadang-kadang muntah. Ketika diperiksa torgor kulitnya lebih dari 3 detik,mukosa bibir kering,terdapat penurunan berat badan dari sebelum sakit, Berdasarkan dari pemeriksaan fisik,tanda-tanda vital TD:120/80 mmHg,N :60X/menit, S :36,50  C,RR:24X/menit, dari mulut pasien tecium bau buah yang menyengat pasien sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir ketika ekspirasi,kesadaran somnolen GCS 12. Terpasang oksigen binasal 2 lpm,pasien saat ini dberikan terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump, dan pemberian insulin 20 U. Hasil pemeiksaan dengan glukometer tak terbaca sehingga di lakukan pemeriksaan dilabolatorium keton serum positif,analisa gas darah Ph 7,10. Pasien mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg. Istri paien mengatakan selama ini dia tidak segera membawa suaminya ke rumas sakit karena tidak mempunyai KTP dan KK tempat tinggal saat ini,karena pasien berasal dai luar kota Jakarta. Sehingga tidak bias menggunakan program GAKIN,sedangkan istri pasien mengeluh tentang  biaya perawatan.



Pertanyaan Kasus 1.      Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis system organ itu bekerja ! 2.      Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada klien dalam kasus tersebut ! 3.      Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas ! 4.      Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pada klien dan keluarganya! B.     Jawaban kasus 1.      System organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ yang terganggunya adalah organ kelenjar pancreas. Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal 12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin. a.       Struktur Pankreas Pankreas terdiri dari : -          Kepala pancreas Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lakukan duodenum dan yang praktis melingkarinya. -          Badan pancreas Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambuing dan di depan vertebra lumbalis pertama.



-          Ekor pankreas Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limfa. b.      Saluran Pankreas Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum : -          Ductus wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi -          Ductus sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter oddi. c.       Jaringan pankreas Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas : -          Asini berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum -          Pulau langerhans d.      Pulau-pulau langerhans -          Hormon-hormon yang dihasilkan   Insulin Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh gambaran disulfide.   Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim dimembran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin   Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks -          Efek-efek tersebut biasanya dibagi :   Efek cepat (detik) Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k + ke dalam sel peka insulin.



  Efek menengah (menit) Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen sintesa dan enzimenzim glikolitik.   Efek lambat (jam) -          Peningkatan M RNA enzim lipogenik dan enzim lain Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :   ekstraksi glukosa   sintesis glikogen   glikogenesis -          Glukogen Molekul glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam amino dan memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah. -          Somatostatin Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan mungkin bekerja di dalam pulau-pulau pankreas. -          Poliptida pankreas Poliptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau langerhans. Fungsi eksokrin pankreas: Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama, protein, karhohidrat dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum. Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan keuda jenis asam nuklet, asam ribonukleat dan deosinukleat. Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang mengidrosis pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol. a.       Pancreatic guice Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada pancreatic jurce sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan enzim-enzim dalam usus halus. b.      Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu : -          Pengaturan saraf -          Pengaturan hormonal Fungsi endokrin pankreas Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin. 2.      Diagnose keperawatan utama pada kasus di atas adalah: a.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolic ditandai dengan: DS: DO : -          RR:24X/menit



-          sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir ketika ekspirasi -          Terpasang oksigen binasal 2 lpm b.      Kekurangan volume cairan dan elektolit b.d diuresis osmotic ditandai dengan: DS : pasien mengeluh sering haus dan sering buang air kencinng DO : -          torgor kulitnya lebih dari 3 detik -          mukosa bibir kering -          terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump c.       Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.dpeningkatan asam lemak ditandai dengan: DS : pasien mengeluh mual dan disertai muntah DO : -          penurunan berat badan dari sebelum sakit -          mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg



4.      Tindakan-tindakan yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama adalah: a.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea. Intervensi : -          Kaji pola nafas tiap hari R/ Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh. -          Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul R/ Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan. -          Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi. -          Pastikan jalan nafas tidak tersumbat R/ Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin terjadi -          Berikan bantuan oksigen R/ Pernafasan kusmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2. -          Kaji Kadar AGD setiap hari R/ Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen. b.      Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal Intervensi: -          Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare R/ Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL. -          Pantau tanda vital



R/ Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri. -          Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi. -          Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa R/ Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat. -          Ukur BB tiap hari R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti. -          Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan. -          Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi. -          Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit. Kolaborasi -          Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual. -          Berikan Plasma, albumin R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan. -          Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron. Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kuran -          Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain. -          Berikan Bikarbonat R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis. -          Pasang selang NG dan lakukan penghisapan R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah. c.       Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap Intervensi: -          Timbang BB tiap hari R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya. -          Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien



R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik. -          Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. -          Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral R/ Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik. -          Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki R/ Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan . -          Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan R/ Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien. -          Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang R/ Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan. Kolaborasi: -          Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine. -          Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3 R/ Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi. -          Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl R/ Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat. -          Lakukan konsultasi dengan ahli diet R/ Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan.



BAB IV PENUTUP A.    Kesimpulan Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II). Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan jumlah intake makanan



dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional. B.     Saran Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh pada kondisi tidak stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin  melakukan penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini diberikan antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.Sedangkan untuk melakukan tindakan pencegahan agar tidak jatuh pada kondisi ketoasidosis yaitu dengan melakukan manajemen nutrisis yang baik serta menetapkan taraf insulin yang benat atau tepat dosi DAFTAR PUSTAKA Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com (diakses pada tanggal 21Mei 2011 pukul 18.39 WIB). Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.EGC: Jakarta Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA Davis: Philadelphia



Fisher,JN., Shahshahani,MN., Kitabchi,AE., Diabetic ketoacidosis: low-dose insulin therapy by various routes. www.content.nejm.org (diakses pada tanggal 21 mei 2010 pukul 19.34 WIB). Hardern,R.D., Quinn,N.D. Emergency management of diabetic ketoacidosis in adults. www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses pada tanggal 22 mei 2011 pukul 18.45). Hidayat. Ketoasidosis DM.www.hidayat2.wordpress.com (diakses pada tanggal 22 Mei 2011 pukul 19.02 WIB).



HighBeam. Article: The clinical management of diabetic ketoacidosis in adults. (Clinical).www.highbeam.com (diakses pada tanggal 21 mei 2011 pukul 18.32 WIB). Journal Watch Specialities. Diabetic Ketoacidosis Protocol — Is It Beneficial?.www.emergencymedicine.jwatch.org (diakses pada tanggal 22 mei 2011  pukul 18.54 WIB). Jurnal Kedokteran. Ketoasidosis Diabetik Ancam Kehidupan.www.jurnal-ilmiahkedokteran.blogspot.com (diakses pada tanggal 21 Mei 2011 pukul 19.50 WIB).



Jurnal Kedokteran Media Medika Indonesia FK UNDIP. Patofisiologi Komplikasi Vaskuler Diabetes Melitus.www.mediamedika.net (diakses pada tanggal 22 Mei 2011 pukul 19.15 WIB). ______. Patologi Ketoasidosis Diabetikum.www.id.shvoong.com (diakses pada tanggal 22 Mei 2011 pukul 20.05 WIB).



3. KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Transkultural Nursing. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Yth : 1.    Ibu Chaerani Triyuliana, S.Kep., Ners selaku dosen mata kuliah Transkultural Nursing yang memberi tugas. 2.    Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi. 3.    Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu menyusun makalah ini. Berkat bantuan, dorongan, dan bimbingannya sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dalam pembuatan makalah ini dapat teratasi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Aamiin.



Purwakarta, September 2015 Penyusun,



Kelompok 3



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI  BAB I PENDAHULUAN 1.1.       Latar Belakang 1.2.       Rumusan Masalah 1.3.       Tujuan BAB II LANDASAN TEORI BAB III PEMBAASAN 3.1.       Peran Agama Dalam Transkultural Nursing 3.2.       Kasus 3.3.       Hasil Diskusi Kasus  3.4.       Penyelesaian Berdasarkan Ketentuan RS 3.5.       Mapping Concept BAB IV PENUTUP 4.1.       Kesimpulan 4.2.       Saran DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULAN



1.1.       Latar Belakang Tylor ( 1871) budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kebiasaan yang di lakukan manusia sebagai anggota masyarakat. ( Brunner & Suddart, 2001) Memberikan asuhan keperawatan yang bersifat kultur spesifik dan kultur universal yang mengahasilkan kesehatan dan kenyamanan individu, keluarga, kelompok, komunitas dan institusi.  ( Leininger 1997) Culture care merupakan teori yang holistik karena didalamnya terdapat ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai culture, konteks lingkungan, ekspresi bahasa, dan etnik serta sistem profesional. Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang, melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi, dan memilih tindakan terhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan. (Perry & Potter 2001) Cara pandang, keyakinan, nilai-nilai dan konsep- konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budya terhadap 4 konsep sentral, yaitu Manusia , Keperawatan, Kesehatan dan Lingkungan. Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya pasien pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implemenasi keperawatan diberikan sesuai nilainilai yang relevan yang telah di miliki klien, sehingga  klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya. Negosiasi budaya merupakan stategi yang kedua yaitu intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya.



1.2.       Rumusan Masalah Bagaimana peran agama dan kepercayaan dalam kesehatan dan kondisi sakit ?



1.3.       Tujuan Mengetahui peran agama dan kepercayaan dalam kesehatan dan kondisi sakit.



BAB II LANDASAN TEORI



Peran



adalah



seperangkat



tingkah



laku



yang



diharapkan



oleh



orang



lain



terhadap



kedudukannya dalam sistem (ZaidinAli , 2002,). Menurut Gaffar (1995) peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Agama adalah keyakinan yang dianut oleh individu dalam pedoman hidup mereka yang dianggap benar. Agama sangat menghargai seorang petugas kesehatan karena petugas ini adalah petugas Kemanusiaan yang sangat mulia. Keperawatan di pandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang di berikan kepada klien dengan berfokus pada perilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit. ( Andrew & Boyle, 1995) Manusia sebagai makhluk biopsikososial dan salah satu kesatuan yang utuh antara aspek fisik, intelektual, emosional, sosial kultural, spiritual, dan lingkungan. Pandangan tentang manusia sangat di pengaruhi oleh falsafah dan kebudayaan bangsa. Pada masyarakat tertentu mempunyai kecenderungan penyakit spesifik. Selain genetik atau ras faktor instrinsik seperti keperibadian juga sangat berpengaruh terhadap kondisi sehat sakit. Tradisi keagamaan dan kepercayaan yang berhubungan dengan peningkatan kesehatan mengeplorasi pengaruh gaya hidup, sosial, budaya, dan spiritual terhadap status kesehatan dan memberikan suatu dasar pengetahuan untuk suatu asuhan keperawatan. Kepercayaan kadang berbeda meskipun berasal dari suku yang sama, misalnya masyarakat Irish di Amerika sebagian dari kelompok tersebut ada yang menolak transfusi dan transplatasi Organ, sebab pada kelompok yang menolak mempunyai keyakinan bahwa kedua hal tersebut tidak di anjurkan dalam kepercayaannya. (Purnell,2003) Hubungan antara Manusia, Agama, Kepercayaan dan Transkultural Keperawatan. Psikologi Agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan manusia. Manusia lari kepada agama karena rasa ketidak berdayaannya menghadapi



bencana. Dengan demikian segala bentuk prilaku keagamaan merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk mengatasi masalah ini manusia menghadirkan tuhan dalam dirinya sebagai pelindung mereka tatkala mereka merasa terancam dan memerlukan perlindungan terhadap segala macam bentuk ancaman terhadap dirinya. Menurut Abraham Maslow manusia membutuhkan kebutuhan yang paling dasar hingga yang paling puncak, yaitu : a.              Fisiologis b.             Rasa aman dan nyaman c.              Cinta dan kasih sayang d.             Harga diri, dan e.              Aktulitas diri Makna hidup merupakan segala hal yang mampu memberikan nilai khusus bagi seseorang yang bila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan menimbulkan penghayatan bahagian dalam dirinya.(Perry AG dan Potter PA, 2009)



BAB III PEMBAHASAN



Peran agama dan kepercayaan sangat mempengaruhi pandangan klien tentang kesehatan dan kondisi sakitnya. Rasa nyeri dan penderitaan serta kehidupan dan kematian. Perawat harus memahami prespektif kliennya. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing di artikan dalam konteks budaya masing-masing pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaan.



3.1.       Peran Agama Dalam Transkultural Nursing



Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas, padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti dengan didalam keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan agama). Tapi kali ini saya hanya ingin membagi ide atau pemikiran saya, bukan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual, tetapi yang berhubungan dengan pendidikan agama bagi keperawatan. Adapun peran agama dalam transkultural nursing adalah sebagai berikut : a.       Memberikan pandangan dari penanganan kesehatan. b.      Budaya akan memengaruhi bagaimana orang menyebutkan danmengkomunikasikan masalahnya. c.       Mempersepsikan pelayanan kesehatan jiwa. d.      Menggunakan atau merespon penanganan kesehatan jiwa. e.       Mengatasi masalah bahasa dan menciptakan dialog yangsensitive budaya. Mengatasi masalah-masalah kesehatan mental.( Perry AG dan Potter PA,2006)



3.2.       Kasus Tn. A berusia 21 tahun tinggal di Barito Raya Kalimantan keturunan suku Bakumpai yang merupakan sub suku Dayak. Saat ini berada di ruang perawatan interna dengan diagnosa medis Ulkus Peptikum. Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di ulu hati, demam, hematemesis melena, mual dan kurang nafsu makan. Saat ini Tn. A dijaga oleh ibunya. Keluarga Tn. A menggunakan daun sawang untuk di usapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh Tn. A. Mereka percaya daun sawang dapat mengeluarkan benda-benda dan roh-roh jahat yang bersemayam dalam tubuh Tn. A. Klien dan keluarga percaya bahwa sakit yang di dapat dan tidak bisa sembuh merupakan hukuman para dewa. Keluarga Tn. A juga membaca mantra tiap pagi kepada Tn. A dan meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur Tn. A seperti kemenyan, minyak ikan, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, gula serta piduduk (beras, gula merah, telur ayam dan kelapa). Mereka percaya sesajen ini disukai oleh dewa kemdian mempercepat penyembuhan penyakit.



3.3.       Hasil Diskusi Kasus 3.3.1.         Pandangan klien terhadap kondisi sakit Klien merupakan suku Bakumpai terhadap tindakan keperawatan kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang tidak sesuai dengan keyakinannya. 3.3.2.         Tindakan klien dalam menangani sakitnya



Klien dalam menangani sakitnya dengan menggunakan daun sawang yang diusapkan keseluruh tubuhnya untuk mengusir roh-roh jahat dalam tubuhnya. 3.3.3.         Peran agama Peran agama yang dianutnya terhadap kondisi sakitnya yaitu klien meyakini bahwa adanya Tuhan yang Maha Kuasa yang dianggap sebagai para dewa. Dan sakit yang dideritanya merupakan hukuman dari para dewa tersebut. 3.3.4.         Peran kepercayaan Peran kepercayaan dalam penyembuhan sakitnya yaitu dengan melakukan pemujaan paradewa dengan membacakan mantra dan menyajikan sesajen untuk dipersembahkan kepada para dewa agar dapat mempercepat kesembuhannya.



3.4.       Penyelesaian Berdasarkan Ketentuan RS 3.4.1.           Mencegah praktik ritual keagamaan atau budaya RS 3.4.2.           Memberi penjelasan kepada klien dan keluarga klien tentang dampak dari sesajen 3.4.3.           Menyarankan keluarga klien untuk menjalankan ritual dan sesaji di rumah dan mrndoakan dari rumah 3.4.4.           Pastikan hak-hak klien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan pengobatan atau tindakan yang dianjurkan.



BAB IV PENUTUP



4.1.       Kesimpulan Peran agama dan kepercayaan sangat mempengaruhi pandangan klien tentang kesehatan dan kondisi sakitnya. Rasa nyeri dan penderitaan serta kehidupan dan kematian. Perawat harus memahami prespektif kliennya. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing di artikan dalam konteks budaya masing-masing pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaan.



Peran agama dalam keperawatan sangat berpengaruh, disini agama dijadikan pedoman yang digunakan perawat dalam melakukan suatu tindakan terhadap klien oleh karena itu pemahamaan tentamg peranan agama sangat penting dan pendasar dalam memberikan asuhan keperawatan dimana nilai spiritual pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.



4.2.       Saran Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya peran agama dalam keperawatan, karena perawat dituntut untuk bisa melayani kebutuhan klien sesuai dengan ajaran ajaran agama. Kami sebagai penulis makalah ini menyatakan siapapun yang membaca makalah ini dapat memahami pengertian dan memahami model dan konsep dari Peranan Agama dan Kepercayaan dalam Keperawatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menciptakan pemilihihan kepemimpinan yang baik,dan semoga makalah ini memberikan dorongan, semangat, bahkan pemikiran para pembaca,dengan makalah ini menjadi pedoman kaidah yang baik.                    



DAFTAR PUSTAKA



http://wineralways.blogspot.co.id/2012/05/makalah-peran-agama-dalam-keperawatan.html http://www.academia.edu/7087243/ASUHAN_KEPERAWATAN_TRANSKULTURAL_SUKU_DAYAK



4. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan



Perspektif Transkultural dalam Keperawatan



Latar Belakang Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan, beberapa teori diantaranya adalah teori adaptasi dari roy, teori komunikasi terapeutik dari peplau, teorigoal atteccment dari bety newman dan sebagainya. Leininger’s konsep model yang dikenal dengan sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diap;ikasikan dalam praktik keperawatan. Teori leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan untuk keperawatan. Leininger mendefinisikan “Transkultural nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk praktik keperawatn. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok laen. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma – norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua kultur seperti budaya minum the dapat membuat tubuh sehat (leininger, 2002). Leininger mengembangkan dteorinya dari perbadaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentuan jenis perawatan yang diinginkan dari pemberian peleyanan yang professional, karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Culture care adalah teori yang holistic karena meletakan di dalam nya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk social struktur, pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta system professional. B. Idenfikasi masalah 1. Pengertian transkultural 2. Konsep transkultural 3. Peran dan fungsi transkultural 4. Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan BAB II



PEMBAHASAN 1. Pengertian Transkultural Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti aluar perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui. Culture berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti : - kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan. - Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti : - Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat. - Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai : - Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain - Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial - Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ). Menurut Leininger ( 1991 ). 2. Konsep Transkultural Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ) 2.1 Peran dan Fungsi Transkultural



Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak , ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur . Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan . Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur. 3. Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana , pengetahuan tradisional . Dalam masyarakat tradisional , sistem pengobatan tradisional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli ( tradisional ) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat. Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit) menurut budaya – budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah : 3.1 Budaya Jawa Menurut orang Jawa , “sehat “ adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin . Bahkan , semua itu



berakar pada batin . Jika “ batin karep ragu nututi “ , artinya batin berkehendak , raga / badan akan mengikuti . Sehat dalam konteks raga berarti “ waras “ . Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya sehari – hari , misalnya bekerja di ladang , sawah , selalu gairah bekerja , gairah hidup , kondisii inilah yang dikatakan sehat . Dan ukuran sehat untuk anak – anak adalah apabila kemauannya untuk makan tetap banyak dan selalu bergairah main . Untuk menentukan sebab – sebab suatu penyakit ada dua konsep , yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik . Dalam konsep personalistik , penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural ( makhluk gaib , dewa ) , makhluk yang bukan manusia ( hantu , roh leluhur , roh jahat ) dan manusia ( tukang sihir , tukang tenung ) . Penyakit ini disebut “ ora lumrah “ atau “ ora sabaene “ ( tidak wajar / tidak biasa ) . Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural , misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik jenis penyakit ini terdiri dari kesiku , kebendhu , kewalat , kebulisan , keluban , keguna – guna , atau digawe wong , kampiran bangsa lelembut dan lain sebagainya . Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “ wong tuo “. Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam mengobati penyakit melalui “Japa Mantera “ , yakni doa yang diberikan oleh dukun kepada pasien. Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing – masing : a. Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kesehatan bayi , dan orang yang hendak melahirkan. b. Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat. c. Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna atau “ digawa uwong “.. d. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh halus. e. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.



Berdasarkan hari dimulainya sakit juga dapat ditentukan tentang jenis – jenis penyakit sebagaimana diuraikan dalam Kitab Primbon Betaljemur Adammakna , yang dibuat sebagai berikut : Nama hari Sebab Penyakit Senin : Mempunyai nadzar yang belum dilaksanakan Selasa : Diguna – guna oleh oran lain Rabu : Diganggu oleh makhluk halus / setan Kamis : Terkena itulah dari orang lain Jumat : Diganggu makhluk halus yang ada di kolong rumah Sabtu : Diganggu oleh setan yang berasal dari hutan Minggu : Diganggu oleh makhluk halus / setan



Selain hari – hari biasa , Budaya Jawa juga memiliki hari– hari yang disebut hari pasaran dengan urutan : Pon , Wage,kliwon , legi , pahing. Budaya jawa beranggapan bahwa nama yang “berat “ bisa mendatangkan sial. Pendapat yang lain mengatakan “nama yang buruk” akan mempengaruhi aktivitas pribadi dan sosial pemilik nama itu. Dan juga kebiasaan bagi orang jawa yakni jika ada salah satu pihak keluarga atau sanak saudara yang sakit , maka untuk menjenguknya biasanya mereka mengumpulkan dulu semua saudaranya dan bersama – sama mengunjungi saudaranya yang sakit tersebut. Karena dalam budaya Jawa dikenal prinsip “ mangan ora mangan , seng penting kumpul “ Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas dari tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :



• Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi. • Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut , diperas dan airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat juga digunakan sebagai penambah nafsu makan. • Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis B. • Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi , yakni dengan dikeringkan terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya. • Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri , peredam panas , dan penambah nafsu makan. • Jagung muda ( yang harus merupakan hasil curian = berhubungan dengan kepercayaan ) berguna untuk menyembuhkan penyakit cacar dengan cara dioleskan dibagian yang terkena cacar. • Daun sirih untuk membersihkan vagina. • Lidah buaya untuk kesuburan rambut. • Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal. • Mandi air garam untuk menghilangkan sawan. • Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza. • Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki. • Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu dengan cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging kelapa muda dapat dimakan sekaligus , tidak boleh kelapa yang sudah tua.



3.2 Budaya Sunda Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja , tetapi juga bersifat sosial budaya . Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat Jawa Barat ( orang sunda ) adalah muriang untuk demam , nyerisirah untuk sakit kepala , yohgoy untuk batuk dan salesma untuk pilek / flu. Penyebab sakit umumnya karena lingkungan , kecuali batuk juga karena kuman . Pencegahan sakit umumnya dengan menghindari penyebabnya. Pengobatan sakit umumnya menggunakan obat yang terdapat di warung obat yang ada di desa tersebut , sebagian kecil menggunakan obat tradisional . Pengobatan sendiri sifatnya sementara , yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat ke puskesmas atau mantri.



1. Pengertian Sehat Sakit Menurut orang sunda , orang sehat adalah mereka yang makan terasa enak walaupun dengan lauk seadanya, dapat tidur nyenyak dan tidak ada yang dikeluhkan , sedangkan sakit adalah apabila badan terasa sakit , panas atau makan terasa pahit , kalau anak kecil sakit biasanya rewel , sering menangis , dan serba salah / gelisah . Dalam bahasa sunda orang sehat disebut cageur, sedangkan orang sakit disebut gering. Ada beberapa perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat . Orang disebut sakit ringan apabila masih dapat berjalan kaki , masih dapat bekerja , masih dapat makan – minum dan dapat sembuh dengan minum obat atau obat tradisional yang dibeli di warung . Orang disebut sakit berat , apabila badan terasa lemas , tidak dapat melakukan kegiatan sehari – hari , sulit tidur , berat badan menurun , harus berobat ke dokter / puskesmas , apabila menjalani rawat inap memerlukan biaya mahal. Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan fisik penderita melakukan kegiatan sehari – hari , dan sumber pengobatan yang digunakan. Berikut beberapa contoh sakit dengan penyebab , pencegahan dan pengobatan sendiri. : a. Sakit Kepala Keluhan sakit kepala dibedakan antara nyeri kepala ( bahasa sunda = rieut atau nyeri sirah , kepala terasa berputar / pusing / bahasa sunda = Lieur ) , dan sakit kepala sebelah / migran ( bahasa sunda = rieut jangar ) . Penyebab sakit kepala adalah dengan menghindari terkena sinar matahari langsung , dan jangan banyak pikiran . Pengobatan sendiri , sakit kepala dapat dilakukan dengan obat warung yaitu paramek atau puyer bintang tujuh nomor 16. b. Sakit Demam Keluhan demam ( bahasa sunda = muriang atau panas tiris ) ditandai dengan badan terasa pegal – pegal , menggigil , kadang – kadang bibir biru . Penyebab demam adalah udara kotor , menghisap debu kotor . pergantian cuaca , kondisi badan lemah , kehujanan , kepanasan cukup lama , dan keletihan . Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap , makan teratur , olahraga cukup , tidur cukup , minum cukup , kalau badan masih panas / berkeringat jangan langsung mandi , jangan kehujanan dan banyak makan sayuran atau buah . Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat tradisional , yaitu kompres badan dengan tumbukan daun melinjo , daun cabe atau daun singkong , atau dapat juga dengan obat warung yaitu Paramek atau Puyer bintang tujuh nomor 16. c. Keluhan Batuk Batuk TBC , yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut , batuk biasa (bahasa sunda = fohgoy ) , dan batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking (bahasa sunda = batuk bangkong ) dengan gejala tenggorokan gatal , terkadang hidung rapet , dan kepala sakit ) . Penyebab batuk TBC adalah karena orang tersebut menderita penyakit TBC paru , sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan , alergi salah satu makanan , makanan basi , masuk angin, makan makanan yang digoreng dengan minyak yang tidak baik , atau tersedak makanan / keselek . Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar jangan kedinganan , jangan makan makanan basi , tidak kebanyakan minum es , menghindari makanan yang merangsang tenggorokan , atau menyebabkan alergi . Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan obat warung misalnya konidin atau oikadryl . Bila batuk ringan dapt minum obat tradisional yaitu air



perasan jeruk nipis dicampur kecap , daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah. d. Sakit Pilek Keluhan pilek ringan ( bahasa sunda = salesma ) , yaitu hidung tersumbat atau berair , dan pilek berat yaitu pilek yang disertai sakit kepala , demam , badan terasa pegal dan tenggorokan kering . Penyebab pilek adalah kehujanan menghisap debu kotor , menghisap asap rokok , menghisap air , pencegahan pilek adalah jangan kehujanan , kalau badan berkeringat jangan langsung mandi , apabila muka terasa panas ( bahasa sunda = singhareab ) , jangan mandi langsung minum obat , banyak minum air dan istirahat . Pengobatan sendiri , pilek dapat dilakukan dengan obat warung yaitu mixagrib diminum 3x sehari sampai keluhannya hilang . Dapat juga digunakan obat tradisional untuk mengurangi keluhan , misalnya minyak kelapa dioleskan di kanan dan kiri hidung.



e. Sakit Panas Sakit panas adal`h sakit yang menyebabkan sekujur tubuh seseorang terasa panas biasanya yang disertai demam ( menggigil ). Untuk mengobatinya , orang sunda biasa dengan menggunakan labu ( waluh ) yang diparut ( dihaluskan ) , kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang sakit panas tersebut hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan kompres air dingin. Pengobatan sakit umumnya menggunakan obat yang terdapat di warung . obat yang ada di desa tertentu, sebagian kecil menggunakan obat tradisional . Masyarakat melakukan pengobatan sendiri dengan alasan sakit ringan , hemat biaya dan hemat waktu . Pengobatan sendiri sifatnya sementara , yaitu penanggulanan pertama sebelum berobat ke puskesmas atau Mantri . Tindakan Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan masih rendah karena umumnya masyarakat membeli obat secara eceran sehingga tidak dapat memaca keterangan yang tercantum pada setiap kemasan obat. 3.3 Budaya Batak Arti “ sakit “ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya berbaring , dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional , atau ada juga yang membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “ orang pintar “. Dalam kehidupan sehari – hari orang batak , segala sesuatunya termasuk mengenai pengobatan jaman dahulu , untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya. Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah , ada juga beberapa tipe spesifik penyakit supernatural , yaitu : - Jika mata seseorang bengkak ,orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan yang tidak baik ( mis : mengintip ) . Cara mengatasinya agar matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih. - Nama tidak cocok dengan dirinya ( keberatan nama ) sehingga membuat orang tersebut sakit. Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain , yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga. - Ada juga orang batak sakit karena tarhirim Mis : seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya , tetapi janji tersebut tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati , si anak bisa menjadi sakit.



- Jika ada orang batak menderita penyakit kusta , maka orang tersebut dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan masyarakat. Di samping itu , dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan” yang isinya diantaranya adalah , Mulajadi Namolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda : “ Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya masing – masing di dalam kehidupan sehari – hari , sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya , maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupan mu “ Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada , mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan. 1. Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan - Perawatan dalam kandungan : menggunakan salusu yaitu satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu di doakan - Perawatan setelah melahirkan : menggunakan kemiri , jeruk purut dan daun sirih - Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri , biji lada putih dan iris jorango - Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat melahirkan yang diresap dari bangun – bangun , daging ayam , kemiri dan kelapa. 2. Dappol Siburuk ( obat urut dan tulang ) Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung. Obat dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung di praktikkan dengan penelitian alami dan hamper seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari – hari. 3. Untuk mengobati sakit mata. Menurut orang batak , mata adalah satu panca indra sekaligus penentu dalam kehidupan manusia , dan menurut legenda pada mata manusia berdiam Roh Raja Simosimin , Berdasarkan pesan dari si raja batak , untuk mengeluarkan penyakit dari mata , maukkanlah biji sirintak ke dalam mata yang sakit . Setelah itu tutuplah mata dan tunggulah beberapa saat , karena biji sirintak akan menarik seluruh penyakit yang ada di dalam mata . Gunakan waktu 1x 19 hari , supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah tumbuhan Batak yang dalam bahasa Indonesia berarti mencabut ( mengeluarkan ) , nama ramuannya dengan sdama tujuannnya. 4. Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk Berdasarkan pesan siraja batak untuk mengobati orang yang berpenyakit kulit supaya menggunakan tawar mulajadi ( sesuatu yang berasal dari asap dapur ). Rumpak 7 macam dan diseduh dengan air hangat. Disamping itu , siraja batak berpesan kepada keturunannya , supaya manusia dapat hidup sehat , maka makanlah atau minumlah : apapaga , airman , anggir , adolorab , alinggo , abajora , ambaluang , assigning , dan arip – arip. Dalam budaya batak juga dikenal dengan adanya charisma , wibawa dan kesehatan menurut orang batak dahulu , supaya manusia dapat sukses dalam segala hal biasanya diwajibkan membuat sesajen berupa : ayam merah , ayam putih , ayam hitam , ketan beras ( nitak ) ,



jeruk purut , sirih beserta perlengkapannya. Beberapa contoh pengobatan tradisional lainnya yang dilakukan oleh orang batak adalah : - Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara pengobatannya dengan menggunakan belau. - Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam ) biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain yang tebal 3.4 Budaya Flores Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka . Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Damianus wera bukan dokter , buta huruf , tak makan sekolah , tapi buka praktik layaknya dokter professional . Dia melakukan operasi hanya menggunakan pisau. Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien . Pertama , jenis penyakit nonmedis atau santet / guna – guna . Biasanya tubuh korban dirusak dengan paku , silet , lidi , kawat , beling , jarum , benang kusut. Kedua , penyakit medis seperti jantung koroner , batu ginjal , tumor , kanker , dll.Dami mengangkat penyakit ini dengan operasi dan juga sedot darah melalui selang . Ketiga , sakit psikologis misalnya : banyak utang , stress , sulit hamil , dll. Dami mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang sehat . Sebaliknya , pikiran yang ruwet , penuh beban dan tekanan , justru memicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia. Dami di datangi ayahnya yang sudah meninggal dan dikasih gelang . Dan saat dia bermimpi ia akan di di karuniai penyembuhan . Pagi – pagi ia menemukan pisau di bawah bantal . Pisau itu untuk mengoprasi orang sakit. Dami mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit : 1. Berdoa : dilakukan sebelum dan sesudah pengobatan , pasien berdoa menurut agamanya. 2. Air putih : Pasien diminta membawa air putih dalam botol 1, 5 liter . Setelah didoakan , pasien minum di rumah masing- masing . Kalau mau habis , tambahkan dengan air yang baru. 3. Kapsul ajaib : Pasien diminta minum kapsul ajaib seperti obat biasa. 4. Pijat refleksi : Pasian menjerit kesakitan karena “ diestrum “ listrik tegangan tinggi. 5. Suntik : Jarum suntik diperoleh dengan cara muntah. Cairan atau obat diperoleh lewat doa tertentu. 6. Telur ayam ( kampung ) dan gelas : Dipegang , diletakkan di atas kepala pasien. Selain mendeteksi penyakit , telur ayam kampung itu juga untuk mengobati penyakit dan untuk mengambil benda – benda santet seperti jarum , benang , silet , beling , paku lewat telur ayam. 7. Operasi / bedah : Operasi atau bedah bisa untuk penyakit medis maupun non medis. • Di samping itu , orang flores juga percaya adanya sejenis kain yang berwarna hitam yang dipercaya dapat menyembuhkan orang yang sakit panas / demam tinggi . yaitu dengan cara di selubungkan atau ditutupkan di seluruh tubuhnya hingga tidak ada yang kelihatan lagi , dan biarkan orang yang sakit panas tersebut hingga ia merasa nyaman dan pansanya berkurang. • Bawang merah dipercaya untuk mengobati batuk , yakni dengan cara dihancurkan (dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain , kemudian ditempelkan di tenggorokan . Cara ini baik diterapkan pada



waktu sebelum tidur malam. • Daun sirih untuk mengobati orang yang mimisan , yaitu dengan digulung kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah. • Daun papaya yang masih muda digunakan untuk menghentikan keluarnya darah dari bagian tubuh yang luka , yaitu dengan dikunyah sampai halus kemudian ditempelkan di bagian yang luka tersebut. Pengaruh Kepercayaan , Agama dan Aliran Lain , Jinis Kelamin dan Masalah Analisis a. Kepercayaan , agama dan aliran lain Kepercayaan dan agama adalah pondasi penting untuk kesehatan , agama dan kepercayaan memberikan kontribusi penuh dalam tindakan keperawatan . Misalnya perawatan pasien beragama berbeda harus dibedakan dengan pasien lain yang mempunyai agama berbeda dalam hal kepercayaan. b. Jenis Kelamin Wanita mempunyai peranan ( yang dianggap penting) karena perempuan lebih professional . Terbukti dari awal mula 95 – 98 % perawat adalah perempuan . Status sosial wanita dalam dunia medis maupun masyarakat dicirikan sebagai seorang yang dapat merawat , seperti seorang ibu yang merawat anak – anaknya.



c. Masalah Analisis Sebuah masalah digambarkan dengan situasi dan keadaan tertentu. Masalah selalu di luar rencana ( tidak direncanakan ) dan lebih sering tidak diterima . Masalah bisa lebih kompleks ataupun malah lebih sederhana , untuk itu seorang perawat harus mampu menyesuaikan diri dengan mengubah pola pikir terhadap analisa tersebut. BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajarai mulai dari kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan sosial dan spiritualnya. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien. Penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi keperawatan transkultural. 2. SARAN Walaupun dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural efektif digunakan pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan.