Makalah TUGAS MAKALAH UNIGAL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERAN PEMILIH MUDA DI PILEG DAN PILPRES 2019 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik



Disusun Oleh :



1. Syifa Aqiela Attoriq NIM : 3506180057 2. Maman Kartiman



NIM : 3506180280



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP) PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2019



1



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan curahan rahmat dan inayah-Nya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Peran Pemilih Muda di Pileg dan Pilpres 2019” dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pemerhati pendidikan pada umumnya serta harapan kami semoga merupakan salah satu bentuk pengabdian kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Ciamis, 15 Februari 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3 C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 3 BAB II TINAJUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 A. Generasi Muda ................................................................................. 4 B. Pemilih Pemula ................................................................................. 4 C. Partisispasi Politik............................................................................... 4 BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 8 A. Peran Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula .................................... 8 B. Pengaruh Besar Generasi Muda Terhadap Hasil Pemilu Presiden 2019.................................................................. 14 BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 20 A. Kesimpulan ......................................................................................... 20 B. Saran .................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, politik di Indonesia sedang dalam keadaan yang carut marut. Banyak berbagai peristiwa yang membuat kehidupan politik di Indonesia di anggap gagal dan menjurus ke arah yang negatif. Penyuapan, korupsi, penggulingan pemimpin, dan hal-hal yang lainnya seperti sudah dianggap sesuatu yang biasa. Keadaan inilah yang membuat miris kehidupan politik di Indonesia terutama untuk generasi mudanya. Generasi muda memiliki posisi dan peran yang sangat vital dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Hal ini didasarkan pada peran pemuda seperti yang dimuat dalam UU RI No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang berbunyi pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran pemuda menjadi salah satu kunci terlahirnya negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan di atas kemajemukan bangsa Indonesia (Aris Riswandi Sanusi, 2016). Di dalam sebuah politik, terdapat kajian-kajian penting mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Sebagai warga Negara Indonesia, kita harus memahami politik yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945 agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan baik. Aquinas mengatakan manusia adalah makhluk paling rasional karena bakatnya, nalarnya, kecerdasannya, dan nuraninya, sedangkan makhluk lain hanya dibekali intuisi oleh Tuhan. Manusia dengan sifat alamiahnya yang sosial dan politis merupakan sumber eksistensi negara, yang memiliki tatanan hirerarkis, sebagai sistem barter pelayanan guna memenuhi kebutuhan manusia sehingga terwujud kehidupan sejahtera bersama (Nasiwan, 2010). Oleh karena itu, jangan sampai kita sebagai bangsa Indonesia hanya mengartikan politik sebagai segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Karena seyogyanya, ini merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah, elite partai politik dan partai politik, serta masyarakat agar hal tersebut tidak menjadi salah kaprah.



1



Manusia adalah makhluk yang membutuhkan hidup bernegara dengan argumen antara lain manusia sebagai bagian dari alam semesta, watak kodrat agar segalanya dapat dijadikan bagian dari dirinya sehingga manusia terdorong berusaha mencari dan mendapatkan serta mempertahankan yang baik menurut



moral dan hati



nuraninya (Nasiwan, 2010). Pada akhirnya, semua pihak harus turut serta di dalam pendidikan politik agar masyarakat mau dan peduli terhadap kemajuan bangsa ini. Apabila tidak dimulai dari sekarang, hal ini dapat menyebabkan sikap pesimistis terhadap masa depan bangsa Indonesia.



Di tengah arus demokratisasi dan kebebasan politik telah terjadi apatisme di kalangan pemilih pemula. Fenomena apatisme politik, yang dikenal dengan Golongan Putih (Golput) cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Hal ini dapat melumpuhkan demokrasi. Untuk mengantisipasi dan memberi solusi atas penurunanpartisipasi warganegara dalam menggunakan hak pilih maka perlu ditingkatkan program-program komunikasi sebagai bagian dari pendidikan politik yang menekankan pada dimensi kognitif dan perilaku. Karena itu, komunikasi memegang peran penting dalam setiap program-program pendidikan politik. (Adi Soeprapto, dkk. 2014) Meningkatnya angka golput dalam setiap pelaksanaan Pemilu di Indonesia bisa disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah kualitas pendidikan politik kepada pemilih pemula. Sejarah perjalanan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang menempatkan politik sebagai sesuatu yang tabu dibicarakan, menyebabkan tingkat pemahaman masyarakat tentang politik rendah, termasuk pengetahuan dan pemahaman tentang pergantian pemimpin secara konstitusional dan legitimate. (Adi Soeprapto, dkk. 2014) Kaum muda sebagai generasi penerus harus bangkit dan sadar bahwa pendidikan politik merupakan kunci dari kesejahteraan dan kejayaan Indonesia di masa yang akan datang. Pendidikan politik harusnya dimaknai sebagai upaya untuk membangun pondasi bermasyarakat maupun bernegara dibumi tercinta Indonesia ini. Pengembangan pendidikan politik harus dibangun agar pemberdayaan dan penguatan generasi muda mau dan ikut berpartisipasi dalam membangun negeri ini. Maka dari itu, pemahaman akan 2



pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda sangat diperlukan sebagai upaya menuju demokrasi pancasila yang berkualitas. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi muda di Indonesia? 2. Bagaimana peran pendidikan politik bagi pemilih pemula?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi muda di Indonesia 2. Untuk mengetahui peran pendidikan politik bagi pemilih pemula



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Politik Secara etimologi kata “Politi ” berasal dari bahasa Yunani, yakni “Polis”, yang dapat berarti kota atau negara kota.Dari kata polis ini kemudian diturunkan pada kata-kata seperti polites yang berarti warga negara;politicos ( nama sifat)yang berarti kewarganegaraan(civic),politike techne yang berarti kemahiran politik dan politike episteme yang berarti Ilmu Politik, dan lain sebagainya. Menurut Budiardjo (1991), perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Mochtar Affandi (1971:50), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan politik sebenarnya ialah usaha-usaha yang dijalankan oleh para warga negara untuk mencapai kekuasaan dalam negara. Sehingga dapat disimpilkan bahwa politik merupakan tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau negara. Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan



pembagian (distribution) atau Alokasi



(allocation).



B. Pendidikan Politik Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999) berpendapat bahwa : Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialegik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-



4



nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan politik menurut lnstruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai berikut: "Pendidikan politik menipakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif,dan efisien". Menurut Rusadi Kantaprawira(2004:55),pendidikan politik yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.Sesuai paham kedaulatan rakyat atau demokrasi,rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi. Dengan demikian pendidikan politik adalah proses penanaman nilai— nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, terencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai—nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas karaktonstik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik soluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa.



C. Generasi Muda Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah “angkatan “seperti ; angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya. Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono Kartadiharjo : “ditinjau dari



5



dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat dipandang sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi modern ) : “generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”. Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud pemuda adalah; a. Dilihat Dari Segi Biologis



Bayi : 0-1 tahun Anak : 1-12 tahun Remaja : 12-15 tahun Pemuda : 15-30 tahun Dewasa : 30 tahun ke atas b. Dilihat dari segi budaya



Anak : 0-12 tahun Remaja : 13-18 tahun Dewasa : 18-21 tahun ke atas c. Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua.



Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambi antara 18-22 tahun. d. Dilihat dari ideologis politis, maka generasi muda adalah calon



pengganti dari generasi terdahulu, dalam hal ini berumur antara 18-30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun. Dilihat dari umur, lembaga dan ruang lingkup tempat diperoleh ada 3 kategori: 1) Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah. 2) Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di Universitas atau perguruan tinggi. 3) Pemuda, di luar lingkungan sekolah ataupun perguruan tinggi, usia antara 15-30 tahun. Berdasarkan pengelompokan diatas, maka yang dimaksud dengan pemuda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30 tahun. (Wahyu,1986)



6



D. Pemilih Pemula Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (Pahmi, 2010). Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah: 1) WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. 2) Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya 3) Terdaftar sebagai pemilih. 4) Bukan anggota TNI/Polri (Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian). 5) Tidak sedang dicabut hak pilihnya 6) Terdaftar di DPT. 7) Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurangkurangnya (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.



E. Partisipasi Politik Partisipasi



politik



ialah



kegiatan



warga



negara



biasa



dalam



mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. (Ramlan Surbakti, 1992) Kegiatan yang dimaksud antara lain mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. (Ramlan Surbakti, 1992)



7



BAB III PEMBAHASAN



A. Peran Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula Kesenjangan pendidikan semakin melebar tatkala, orientasi pendidikan itu sendiri masih berfokus pada aspek kognitif, dan siswa lebih banyak diperlakukan sebagai obyek pelengkap dalam proses pembelajaran. Apa yang mereka pelajari di kelas terkadang tidak sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sebagai anggota masyarakat, padahal mereka adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya. (Umberto, 2002). Memahami kesadaran politik generasi muda sebagai pemilih pemula dalam Pilkada perlu kiranya diaktualisasikan melalui pembelajaran yang melibatkan langsung diri siswa terhadap fenomena sosial yang terjadi di lingkungan anggota dan aktivitas keluarga (masyarakat)/ dengan pendekatan School-Based Democracy Education. Program ini pada intinya mendekatkan materi pembelajaran dengan obyek sesungguhnya atau pengkajian fenomena sosial secara langsung (Polma,1987). Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga bagi generasi muda diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan generasi muda terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar generasi muda berkembang menjadi warga negara yang



8



baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan ritual politik 5 tahunan di Indonesia. Bentuknya bisa berupa pemilihan presiden, anggota legislatif, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Juga Walikota, Bupati, hingga Gubernur. Fenyapwain (2013) membagi pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori, yakni (1) pemilih rasional, yakni pemilih yang benarbenar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam; (2) pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi; (3) pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2012 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki hak memilih adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin yang didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih. Di dalam pemilu setiap periodenya pasti akan ada pemilih pemula dalam melakukan pemilu. Pemilih pemula merupakan Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi. Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya janganlah sampai tidak berarti akibat dari kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan, misalnya jangan sampai sudah memiliki hak pilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih banyak



9



kesalahan dalam menggunakan hak pilihnya, dll. (Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Hupmas, 2010) Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. (Suhartono, 2009) Setiajid (2011) menguraikan karakter pemilih pemula sebagai berikut: 1) belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam TPS, 2) belum memiliki pengalaman memilih 3) memiliki antusias yang tinggi 4) kurang rasional 5) pemilih muda yang masih penuh gejolak dan semangat, yang apabila tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik- konflik sosial di dalam pemilu 6) menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya cukup besar 7) memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisispasi dalam pemilu, meskipun kadang dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Setiajid (2011) juga mengungkapkan bahwa pemilih pemula memiliki kedudukan dan makna strategis dalam pemilihan umum, mengingat: 1) alasan kuantitatif yaitu mempunyai jumlah yang secara kuantitatif relatif banyak 2) merupakan segmen pemilih yang mempunyai pola yang sulit untuk diatur atau diprediksi



10



3) kekhawatiran lebih condong golput 4) masing-masing organisasi sosial politik mengklaim sebagai organisasi yang sangat cocok menjadi penyalur aspirasi bagi pemilih pemula. Kekawatiran krusial dari perilaku politik pemilih pemula adalah soal golput yang secara konseptual sering dikaitkan dengan persoalan partisipasi politik. Seorang warga negara yang sudah umur 17 ke atas wajib dalam mengikuti partisipasi politik, terutama bagi para pemilih pemula. Partisipasi politik sendiri merupakan kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadipribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan kepuusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, dan efektif atau tidak efektif. (Samuel dan Joan, dalam Miriam Budiarjo. 2008) Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama iu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurangkurangnya



diperhatikan,



dan



bahwa



mereka



sedikit



banyak



dapat



memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiaan mereka mempunyai efek politik. (Samuel dan Joan, dalam Miriam Budiarjo. 2008) Persoalan mendasar yang menjadi perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan politik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatankegiatan demikian difokuskan terhadap pejabat pejabat umum, mereka yang pada umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan final tentang pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif dalam masyarakat. Sebagian besar dari apa yang dinamakan politik, dan sebagian besar pengalokasian sumber-sumber daya di antara golongan-golongan dalam masyarakat dapat berlangsung tanpa campur tangan pemerintah. Dengan demikian maka besarnya partisipasi politik di



11



dalam suatu masyarakat, sampai tingkat tertentu tergantung kepada lingkup kegiatan pemerintah di dalam masyarakat (Huntington dalam Nasiwan, 2005). Pendidikan politik sebagai proses komunikasi bagi pemilih pemula sangat diperlukan



agar



mereka



mempunyai



pengetahuan



politik



yang



memadai,msikap-sikap politik dan perilaku politik yang cerdas. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah: a) untuk mengetahui pemahaman pemilih pemula tentang politik dan relevansinya terhadap pendidikan politik sebagai proses komunikasi yang telah mereka terima dan untuk memahami relasi dan inter-relasi yang terjadi bagi pengembangan pendidikan politik bagi pemilih pemula. (Adi Soeprapto.dkk, 2014) Dengan pendidikan politik maka akan dapat mengetahui pula mengenai perilaku pemilih dalam politik. Dalam menganalisis perilaku pemilih dan untuk menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang digunakan sebagai alasan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam pendekatan yaitu Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis. Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut. Selain itu, ilmuwan Dennis Kavanagh yang dikutip dalam Efriza (2012:482) mengungkapkan bahwa ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam suatu Pemilu. kelima pendekatan itu meliputi: 1) pendekatan struktural 2) pendekatan sosiologis 3) pendekatan ekologis 4) pendekatan psikologis sosial 5) pendekatan rasional. Namun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu pendekatan perilaku pemilih yaitu pendekatan sosiologis. Penggunaan



12



pendekatan sosiologis ini didasarkan atas penelitian yang memfokuskan pada bagaimana karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial memberikan pengaruh dan literasi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihannya. Sebagai pendidikan politik yang merupakan bentuk komunikasi politik, dapat terjadi di mana saja,seperti di partai politik, di lingkup kampong, sekolah dan perguruan tinggi. Para pemilih pemula terbuka dalam menerima pendidikan politik sebagai bentuk dan proses komunikasi politik.Dalam posisinya sebagai pelajar atau mahasiswa serta sebagai pemuda,mereka mendapatkan pendidikan politik di sekolah, perguruan tinggi dan organisasi sosial serta kesiswaan dan kemahasiswaan. Apa saja yang tergali dari proses ini dari para pemilih pemula ini adalah sebagai berikut: 1) Pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini Para pemilih pemula sebagai subyek penelitian ini meragukan jika pendidikan politik yang ada mampu membuat mereka paham dan memahami dinamika situasi politik yang berkembang. Apa yang mereka terima dari mata kuliah atau mata pelajaran yang terkait dengan persoalan-persoalan politik tidak menukik pada persoalan actual politik yang berkembang. Dengan demikian, apa yang diterima secara normative



dalam



proses-proses



pendidikan



yang



diterima



itu



sebenarnya jauh dari relevansi situasi politik yang ada khususnya tentang pemilihan umum, partai politik,elit politik sebagai aktorpolitik dan fenomena politik sebagai transaksional. 2) Peningkatan pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik Pendidikan politik yang berhasil dan bermanfaat seharusnya mampu memberi peningkatan pengetahuan tentang kesadaran akan hak-hak politik dan hak-hak warganegara di dalam system politik secara keseluruhan. Bagi pemilih pemula misalnya, jika kesadaran hak-hak politik ini ada pada mereka, dirasakan menurut mereka tidak berasal dari proses pendidikan politik yang ada dan dilakukan oleh lembagalembaga politik dan pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi dan



13



partai politik. Lembaga-lembaga Negara lainnya seperi KPU, Departement Komunikasi dan Informatika, atau lainnya tidak melakukannya dalam rangka memberi peningkatan kesadaran politik melainkan sekedar formalitas dan tujuan normatif mereka. 3) Sikap kritis dan Ketrampilan Politik Sikap kritis dan ketrampilan politik ialah bagian penting dari tujuan adanya pendidikan politik bagi pemilih pemula. Seberapa bermakna pendidikan politik yang ada, yang dirasakan pemilih pemula, terhadap pendidikan politik yang mereka terima, memberi kemampuan bersikap kritis dan memberi ketrampilan politik. Kemampuan kritis terhadap politik diperlukan manakala kekuasaan disalahgunakan (abuse of power) sehingga mereka tergerak untuk melakukan dukungan dan tuntutan yang tepat dan bermanfaat. Sedangkan ketrampilan politik memiliki



pengertian



yang



luas



seperti



negaosiasi,



lobbying,



demonstrasi, berorasi, dan berkampanye. Mereka juga memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam berargumentasi berdasarkan pada kaidah aturan dan konstitusi yang berlaku. (Adi Soeprapto.dkk, 2014) Selain itu dalam mentreatmen para pemilih pemula harus dilakukan sosialisasi politik. Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. (Richard daan Kenneth, dalam Ramlan Surbakti. 1992)



B. Pengaruh Besar Generasi Muda Terhadap Hasil Pemilu Presiden 2019 Generasi milenial kemungkinan akan memiliki pengaruh besar terhadap hasil Pemilu Presiden 2019. Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR, dalam artikel berjudul Membaca Arah Pemilih Milenial, menyatakan Pemilu 2019 akan diikuti oleh sekitar 40 persen pemilih usia 17 hingga 35 tahun (milenial).



14



Jumlah tersebut membuat generasi milenial menjadi “lahan” suara yang menggiurkan dalam pertaruhan politik, dan berkemungkinan menjadi penentu siapa yang bakal memenangi RI 1. Ini kemudian membuat peserta politik berlomba untuk meraih semaksimal mungkin suara generasi ini. Kendati begitu, meraup suara milenial bukanlah hal yang mudah. Sebab, generasi milenial melek teknologi informasi, media sosial, internet, serta memiliki latar belakang pendidikan cukup baik. Hal ini menjadikan generasi milenial sebagai kekuatan politik yang sangat berbeda dari kelompok politik dengan ideologi mapan dan kepentingan tertentu. Meminjam istilah Hanta Yuda, mereka dikategorikan sebagai pemilih galau. Barang siapa berhasil menguasai preferensi politik anak muda hari ini berpeluang besar memenangkan pemilu nanti. Kemunculan generasi muda atau generasi dengan usia produktif sebagai kekuatan politik melebihi analisis bahwa kekuatan politik Indonesia terdiri dari: rezim yang sedang berkuasa, militer, dan kelompok Islamis. Ada tiga faktor untuk membaca arah politik pemilih milenial: Potensi partisipasi



politik



dan



kemantapan



pilihan;



sensitivitas



pada



isu



sosial/kebijakan; dan preferensi terhadap kandidat dan pilihan politik dalam pemilu, seperti karakter kandidat yang disukai. Mengenai cara melihat latar belakang atau sepak terjang tokoh-tokoh yang bakal menjadi kandidat, yang menjadi sumber utama yaitu dengan menelusuri dari internet, atau mengandalkan media sosial dan informasi. Hal yang rawan sebelum generasi ini menentukan pilihan, adanya informasi yang salah hingga kemungkinan terjadinya hegemoni informasi. Milenial yang bergantung pada internet harus bijak untuk memilah informasi tersebut agar suara mereka tersalurkan secara tepat. Tak lama lagi Pemilu akan digelar secara serentak di seluruh Indonesia untuk memilih anggota legislatif (DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI) dan Presiden/Wakil Presiden. Saat ini kita pun sudah memasuki tahapan masa kampanye Pemilu, yang akan berlangsung hingga tanggal 13 April 2019.



15



Momen ini merupakan momen yang penting bagi mereka yang baru saja berusia 17 tahun dan mendapat e-KTP karena akhirnya bisa menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang sah di Pemilu Serentak 2019 nanti. Mereka yang baru mendapat e-KTP ini masuk dalam kategori Pemilih Pemula dan merupakan salah satu segmen yang jadi fokus Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan sosialisasi. Para pemilih muda ini jumlahnya cukup banyak, apalagi jika ditambah dengan mereka yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya. Jumlah mereka bisa mencapai 30-40% pemilih di Pemilu Serentak nanti. Fakta ini membuat pemilih muda memegang peran besar yang bisa menentukan hasil Pemilu Serentak nanti dan memastikan masa depan negara lima tahun ke depan. Sayangnya, generasi ini kebanyakan masih menyimpan keresahan terutama karena mereka baru pertama kali mengemban tanggung jawab untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik dan benar. Pemilih muda memang diharapkan tidak golput. Selain karena jumlahnya yang sangat signifikan, tapi dengan memanfaatkan hak suaranya, mereka bisa menentukan ke mana arah negara kita ke depannya. Sebagai kelompok milenial, mereka masih memiliki idealisme yang tinggi dan bisa menyuarakan bagaimana berpolitik yang bersih, tanpa money politic, tanpa hoax dan tanpa ujaran kebencian. Masa depan bangsa ini ada di pundak para generasi muda, termasuk milenial, karena mereka lah masa depan bangsa ini. Jadi mereka juga diharapkan tidak apatis terhadap politik dan pemerintahan di Indonesia yang berujung para golput di Pemillu nanti. Seperti yang diungkapkan Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Duta Wisata Indonesia, Adi Pratama (28), “Sebenarnya itu (apatisme terhadap politik Indonesia) gambaran dari ketidakpercayaan seseorang terhadap sistem yang berjalan di negara ini. Menurut aku pribadi, itu juga andil dari kekurangpahaman anak muda, karena sesungguhnya sekecil apapun



16



perbedaan antar calon-calon yang ada, akan memiliki dampak yang besar dengan berjalannya negara ini. Ujung-ujungnya mempengaruhi kehidupan kita juga.” Adi juga menjelaskan kalau partisipasinya dalam Pemilu Serentak 2019 juga merupakan bentuk kontribusinya pada negara. “Dengan memakai akal pikiranku untuk memilih yang terbaik dari yang ada, biarpun kata orang nggak ada yang baik, aku akan coba cari mana mana yang paling nggak 1% lebih baik dari yang lain,” jelasnya. Adi juga menjelaskan bagaimana cara ia mencari yang terbaik dari pada calon, yaitu dengan rajin melihat rekam jejak. “Biarpun susah cari yang sempurna, paling tidak lihat apa yang udah pernah dia buat di masa sebelumnya,” tambahnya. Hal yang sama juga dilakukan Suci, “Paling mantengin sosmed-nya media online, dapat berita capres/cawapres dan calon wakil dari situ (media online),” tambah Suci. Dengan mencari tau rekam jejak seperti yang dilakukan Adi dan Suci ini, para pemilih pemula ini bisa menjadi pemilih cerdas yang kemudian bisa menjadi agen perubahan. Generasi milenial kadang masih ada saja yang bertanya, ‘Buat apa sih ikutan Pemilu? Toh nggak akan ada dampaknya ke saya?’ Pernyataan ini salah besar! Justru pada Pemilu Serentak 2019 ini, kamu diberikan kesempatan untuk menentukan arah masa depan bangsa ini. Melalui suara yang kamu berikan, kamu bisa mengisi gedung parlemen dengan kandidat dan orang-orang yang berkualitas, yang cerdas, yang ‘bersih’ dari kasus hukum, yang bisa membuat regulasi dan Undang-Undang yang memihak kaum marginal atau kaum yang terpinggirkan. Melalui suara yang kamu berikan, kamu bisa memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki visi misi membawa Indonesia menjadi Negara yang disegani di dunia.



17



Mindset tidak mau ikut Pemilu itu harus diubah! Karena yang akan menghadapi masa depan Indonesia ya kalian semua pemuda pemudi Indonesia alias generasi milenial. Sekarang saatnya! Generasi milenial ikut berkontribusi, dengan memberikan suara pada Pemilu Serentak 2019 dan aktif melakukan pengawasan. Selain itu, KPU juga melakukan beberapa upaya lain untuk mencerdaskan pemilih, terutama pemilih muda. Salah satunya adalah dengan memviralkan tagline dan hashtag, diantaranya “Suarakan Suaramu” untuk mengajak pemilih untuk datang dan berpartisipasi memberikan suara dalam pemilu. Kemudian ada #GMHP (Gerakan melindungi Hak Pilih), “Kawal Suaramu”, “Kampanye Santun”, #AntiHoaks, #AntiSara, #AntiPolitikUang untuk mengajak masyarakat ikut mengawal proses kampanye yang dilakukan peserta pemilu, agar konten kampanye mereka lebih mencerdaskan dan juga mempersatukan bangsa. Kemudian



KPU



juga



memviralkan



hashtag



#PemilihBerdaulatNegaraKuat yang merepresentasikan peran pemilih yang besar dalam mewujudkan Negara yang kuat. “Kedaulatan pemilih menjadi poin utama dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Pemilih yang cerdas akan memilih pemimpinpemimpin yang berkualitas juga dan sinergi antara pemimpin dan pemilih yang berkualitas tersebut akan berkontribusi postif baik kehidupan bernegara yang baik, adil dan sejahtera,” ungkap Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan. Setelah memberikan suaranya, KPU juga mengajak pemilih untuk “Kawal Suaramu” yaitu ajakan kepada pemilih untuk mengawal proses rekapitulasi penghitungan suara. Proses pengawalan tersebut juga dapat dilihat melalui aplikasi SITUNG.



18



Para pemilih juga diharapkan selalu waspada dengan bahaya hoax atau berita bohong. Jangan mudah terprovokasi apalagi ikut menyebarluaskan berita hoax. Jika ikut, maka penyebar informasi bisa dikenakan sanksi.



Teliti dulu sumber informasi yang didapatkan. Informasi yang valid adalah informasi yang datang dari sumber-sumber yang memiliki integritas tinggi. Perhatikan juga kalau informasi yang diberikan datang dari orang atau pihak yang bisa dipercaya dan memiliki kredibilitas yang baik. Menelaah isi dan sumber informasi, informasi seputar pemilu yang valid hampir dipastikan tidak memuat hal-hal yang provokatif. Pemilih pemula tidak cukup hanya hadir memberikan suaranya pada Pemilu Serentak 2019 yang akan diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 17 April 2019, tetapi juga ikut aktif melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Pemilih pemula memiliki peran besar sebagai pengawas partisipatif yang memastikan suaranya tidak dimanipulasi. Pemilih pemula punya peran besar sebagai pengawas partisipatif artinya setelah pemilih ini menggunakan hak pilihnya maka dia harus memastikan mengawal suaranya tidak dimanipulasi.



Jadi tidak sebatas



menggunakan hak pilih doang pas tanggal 17 April 2019 ke Tempat Pemungutan Suara, tapi juga bisa mengawasi dan memastikan bahwa suara yang dia berikan itu aman, dikonversi menjadi suara/kursi. Jangan sampai termanipulasi oleh ketidakadilan oleh penyelenggara, maupun oleh pihak yang lain yang mau mencurangi. Itulah tugas masyarakat, yaitu berpartisipasi dalam pemilu dengan hadir di TPS tanggal 17 April dan juga berpartisipasi dalam hal pengawasan pelaksanaan Pemilu.



19



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Jadi, peran pendidikan politik sangatlah penting bagi generasi muda di Indonesia dan sangat penting juga untuk di sampaikan dan diketahui serta dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para genersi muda sesuai dengan fungsinya yaitu pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara. Peran pendidikan politik bagi para pemilih pemula juga sangat penting karena untuk pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini, peningkatan pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik, serta sikap kritis dan ketrampilan politik.



B. Saran Saya sebagai generasi muda bangsa Indonesia berharap bahwa sebagai generasi muda Indonesia lainnya dapat berperan aktif dalam kancah politik Indonesia agar dapat memajukan bangsa Indonesia ini dan dapat menularkan ke generasi muda lainnya melalui pendidikan politik ini. Dan sebagai pemilih pemula diharapkan dapat lebih aktif juga dalam pemilu, tidak golput, dan menjaddi generasi muda yang kritiss dan memiliki keterampilan politik yang baik.



20



DAFTAR PUSTAKA



http://www.tribunnews.com/kominfo/2018/11/16/segudang-alasan-pemilih-mudaharus-ikut-pemilu-serentak-2019 https://news.detik.com/berita/d-4215354/ada-5-juta-pemilih-pemula-di-pemilu2019 https://news.detik.com/kolom/d-4240110/menyelamatkan-pemilih-pemula



21