Manajemen Konflik [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Adzam
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK DAN PENANGANANNYA



DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 - A.2/SEMESTER 4 1. MITA AYU UTAMI



(041 STYC 15)



2. MUHAMMAD REZA RAHMANA



(044 STYC 15)



3. MULTAZAM



(045 STYC 15)



4. RANI KOMALASARI



(052 STYC 15)



5. ROHMI



(061 STYC 15)



6. SEPTIANA WAHYUNING PRABAWATI



(067 STYC 15)



7. SITI YULIATUN



(070 STYC 15)



8. SRI SUSANTI



(072 STYC 11)



9. TUTUT PUTRI UTAMI



(078 STYC 15)



10. WAHYU INDRA RAHMAN



(136 STYC 12)



YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1 MATARAM 2017



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa beraktivitas dalam rangka beribadah kepada-Nya dengan salah satu cara menuntut ilmu. Shalawat serta salam tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua umat Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan melalui Al-Qur’an dan Sunnah, serta semoga kesejahteraan tetap tercurahkan kepada keluarga beliau, para sahabat-sahabatnya dan kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada agama Islam. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Sopian Halid, Ners. M.Kep. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Manajemen Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dan masukan sehingga makalah “Manajemen Konflik dan Penanganannya” ini dapat tersusun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Semoga amal baik yang beliau berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata semoga makalah ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Mataram, 3 April 2017



Penulis



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Konflik dan Manajemen Konflik ............................................ 3 2.2 Ciri-Ciri dan Faktor-Faktor Konflik...................................................... 3 2.3 Jenis-Jenis Konflik ................................................................................ 6 2.4 Akibat-Akibat Konflik .......................................................................... 7 2.5 Peran Manajemen Konflik dalam Organisasi ....................................... 8 2.6 Strategi Mengatasi Konflik ................................................................... 9 2.7 Penyelesaian Konflik .......................................................................... 11 2.8 Contoh Kasus Manajemen Konflik dan Penanganannya .................... 16 BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 19 4.2 Saran .................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Dalam fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal yang wajar. Pada awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan tetapi perlu dikembangkan karena merupakan sebagai bagian dari kodrat manusia yang menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan. Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Dalam realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud perbedaan status, kondisi ekonomi, realitas sosial. Tanpa dilandasi sikap arif dalam memandang perbedaan akan menuai konsekuensi panjang berupa konflik dan bahkan kekerasan di tengah-tengah kita. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, dan ditinggalkan, karena kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak memungkinkan. Perasaanperasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa definisi Manajemen Konflik? 1.2.2 Apa ciri-ciri dan faktor-faktor Manajemen Konflik? 1.2.3 Apa akibat-akibat Manajemen Konflik? 1.2.4 Bagaimana strategi mengatasi konflik dalam Manajemen Konflik. (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



1



1.2.5 Bagaimana penyelesaian konflik dalam Manajemen Konflik.



1.3 Tujuan 1.3.1 Agar Mahasiswa dapat mengetahui definisi Manajemen Konflik. 1.3.2 Agar



Mahasiswa



dapat



mengetahui



ciri-ciri



dan



faktor-faktor



Manajemen Konflik. 1.3.3 Agar Mahasiswa dapat mengetahui akibat-akibat Manajemen Konflik. 1.3.4 Agar Mahasiswa dapat mengetahui strategi mengatasi konflik dalam Manajemen Konflik. 1.3.5 Agar Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian konflik dalam Manajemen Konflik. 1.3.6 Agar Mahasiswa dapat mengamati suatu kasus tentang Manajemen Konflik dalam keperawatan.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Definisi Konflik dan Manajemen Konflik Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap dimana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masingmasing. Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkahlangkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



3



pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.



2.2 Ciri-Ciri dan Faktor-Faktor Konflik Konflik merupakan situasi yang wajar dalam masyarakat bahkan dalam keluarga tanpa disadari juga mengalami konflik. Konflik sering dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Dalam berorganisasi, ini sangat mungkin untuk terjadi adanya konflik baik individu ataupun kelompok. Ciri-ciri terjadinya konflik adalah sebagai berikut: 1. Paling tidak ada dua pihak secara perorangan maupun kelompok terlibat dalam suatu interaksi yang saling berlawanan. 2. Saling adanya pertentangan dalam mencapai tujuan. 3. Adanya tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat pertentangan. 4. Akibat ketidakseimbangan. Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor Manusia dan Perilakunya a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya. b. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku. c. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter. d. Semangat dan ambisi. e. Berbagai macam kepribadian. Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antar kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus dimana orang-orang yang memiliki kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut. 2. Faktor Organisasi a. Persaingan dalam menggunakan sumber daya. (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



4



Apabila sumber daya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas



atau



dibatasi,



penggunaannya.



Ini



maka



dapat



merupakan



timbul



potensi



persaingan



terjadinya



konflik



dalam antar



unit/departemen dalam suatu organisasi. b. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan. c. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya. d. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak adil. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana. e. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih. f. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan



meningkatkan



status,



sedangkan



unit/departemen



yang



lain



menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi. g. Hambatan komunikasi. Komunikasi sebagai media interaksi di antara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



5



seperti pedang bermata dua, tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima



mengenai



pihak



lain



akan



menyebabkan



orang



dapat



mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.



2.3 Jenis-Jenis Konflik Konflik ada berbagai macam jenisnya, dimana setiap pakar konflik memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam mengklasifikannya. Secara mereka melihat konflik itu jenisnya dalam beberapa bentuk, yaitu: a. Konflik pada diri individu itu sendiri. b. Konflik antar individu. c. Konflik individu dengan institusi. Konflik itu menjadi berbeda jika dilihat dari segi perspektif organisasi. Konflik dalam organisasi timbul karena keterlibatan seorang individu dengan organisasi tempat ia bekerja. Menurut T. Hani Handoko ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi: 1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. 2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan (seperti antara manajer dan bawahan). 3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan era individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



6



4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan antar kelompok. 5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dan sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien. Pembagian jenis konflik ini akan menjadi lebih menarik jika dibagi secara jauh lebih detail, karena dengan konsep yang jauh lebih detil akan membuat analisis pemahaman tentang konflik menjadi jauh lebih maksimal, sedangkan jika dibuat seeara sederhana hanya akan dipahami secara umum.



2.4 Akibat-Akibat Konflik Dampak konflik dalam kehidupan masyarakat adalah meningkatkan solidaritas sesama anggota masyarakat yang mengalami konflik dengan masyarakat lainnya dan mungkin juga membuat keretakan hubungan antar masyarakat yang bertikai. Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut. 1. Akibat Negatif a. Menghambat komunikasi. b. Mengganggu kohesi (keeratan hubungan). c. Mengganggu kerjasama atau “team work”. d. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi. e. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. f. Individu atau personil mengalami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme. 2. Akibat Positif a. Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis. b. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan. c. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi. (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



7



d. Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. e. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.



2.5 Peran Manajemen Konflik dalam Organisasi Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam



sebuah



organisasi,



penyebabnya



selalu



diidentifikasikan



sebagai



komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Para manajer bergantung kepada keterampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihakpihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain. Keterampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara, maupun penyusun strategi. Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik penting dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif di dalam organisasi yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima oleh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manejer dalam semua komunikasi yang dilakukannya. Dalam hal memanage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntutan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimalisasi konsekuensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



8



keterampilan interpersonalnya,



yaitu kemampuan untuk menangani dan



menyelesaikan konflik. Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi maupun individual yang terlibat di dalam organisasi yang ditanganinya.



2.6 Strategi Mengatasi Konflik Menurut Stevenin (1994), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apapun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan. 1. Pengenalan kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada). 2. Diagnosis. Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele. 3. Menyepakati suatu solusi. Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik. 4. Pelaksanaan. Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hatihati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok. 5. Evaluasi. Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi. (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



9



Menurut Wijono (1993), strategi mengatasi konflik, yaitu: 1. Strategi Mengatasi Konflik dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict) Menurut Wijono (1993), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu: a. Menciptakan kontak dan membina hubungan. b. Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan. c. Menumbuhkan kemampuan/kekuatan diri sendiri. d. Menentukan tujuan. e. Mencari beberapa alternatif. f. Memilih alternatif. g. Merencanakan pelaksanaan jalan keluar. 2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict) Menurut Wijono (1993), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu: a. Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy) Berorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu: 1) Arbitrasi (Arbitration) Arbitrasi merupakan prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat. 2) Mediasi (Mediation)



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



10



Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat. b. Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy) Dalam strategi saya menang anda kalah (win-lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan. Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono), dapat melalui: 1) Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence). 2) Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batasbatas bidang kerja (jurisdictional ambiquity). 3) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers). 4) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits). 5) Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan



persaingan



terhadap



sumber-sumber



(competition



for



resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan. c. Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy) Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala



pengetahuan,



sikap



dan



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



keterampilan



menciptakan



relasi 11



komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang. Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada dua cara di dalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu: 1) Pemecahan Masalah Terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak. 2) Konsultasi Proses Antar Pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.



2.7 Penyelesaian Konflik Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat di atasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut. Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik adalah sebagai berikut: 1. Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan itu. 2. Usahakan memperoleh dai kedua belah pihak. 3. Selesaikan problema itu secepat mungkin. Menurut Wahyudi (2006), untuk menyelesaikan konflik ada beberapa carayang harus dilakukan antara lain: 1. Disiplin Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Seseorang harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



12



ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya. 2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. 3. Komunikasi Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup. 4. Mendengarkan Secara Aktif Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan seseorang telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan. Sedangkan dalam penanganan konflik, ada lima tindakan yang dapat kita lakukan diantaranya: 1. Berkompetisi Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang–kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan–bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. 2. Menghindari Konflik Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang–kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



13



suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. 3. Akomodasi Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama disini. 4. Kompromi Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masingmasing



pihak



akan



mengorbankan



sebagian



kepentingannya



untuk



mendapatkan situasi menang–menang (win–win solution). 5. Berkolaborasi Menciptakan situasi menang–menang dengan saling bekerja sama. Cara mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini: 1. Rujuk Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerjasama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama. 2. Persuasi Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku. 3. Tawar-Menawar Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit. 4. Pemecahan Masalah Terpadu (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



14



Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak. 5. Penarikan Diri Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain. 6. Pemaksaan dan Penekanan Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun, cara ini sering kali kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa. Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik. 1. Arbitrase (Arbitration) Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif. 2. Penengahan (Mediation) Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator. 3. Konsultasi Tujuannya



untuk



memperbaiki



hubungan



antar



kedua



pihak



serta



mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



15



Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.



2.8 Contoh Kasus Manajemen Konflik dan Penanganannya 1. Konflik Ketika sedang menjalani dinas (praktek) di RSUD H. DAMANHURI BARABAI, saat itu tepatnya pada minggu ke-3, di ruang bersalin. Ada beberapa mahasiswa laki-laki dari salah satu kelompok tertentu yang selalu bersantai-santai di ruang istirahat yang disediakan khusus untuk mahasiswa. Dalam beberapa hari kepala ruangan tidak mempermasalahkan hal itu, tetapi pada hari selanjutnya kepala ruangan di ruang bersalin marah terhadap beberapa mahasiswa dari kelompok tersebut, sehingga ruangan istirahat dikunci dan kepala ruangan tidak lagi menyediakan tempat istirahat untuk mahasiswa, karena tidak ingin lagi melihat ada mahasiswa yang santai dan tidak bekerja. Padahal beberapa mahasiswa tersebut memiliki alasan bahwa tidak ada yang bisa dikerjakan di ruangan tersebut, karena tidak mungkin mahasiswa laki-laki membantu persalinan (partus), sedangkan masih ada mahasiswi dan para bidan. Jadi, mereka bingung dengan apa yang harus dikerjakan, sehingga mereka memilih untuk diam ruang istirahat saja, dan melihat keadaan bahwa kepala ruangan tidak mempermasalahkannya juga pada beberapa hari itu. Akan tetapi saat kepala ruangan sedang sibuk, banyak urusan yang harus diselesaikan, sehingga membuat suasana hati berbeda dari hari sebelumnya. Maka, terjadilah konflik. Kepala ruangan marah, dan menutup ruang istirahat untuk semua mahasiswa, padahal beberapa mahasiswa tersebut beralasan bahwa mereka laki-laki, tidak dapat membantu dan bingung apa yang harus dikerjakan di ruang bersalin tersebut. Tetapi, kepala ruangan tidak mengindahkan alasan mereka, karena dianggap alasan yang kurang logis. 2. Penyebab (Manajemen Konflik dan Penanganannya)



16



Dapat disimpulkan bahwa penyebab dari konflik di atas, diantaranya adalah: a. Ketidakmampuan beberapa mahasiswa tersebut dalam mengelola dirinya sendiri dalam kerja tim. b. Kebingungan dalam tanggung jawab dan kewenangan. c. Perbedaan persepsi. d. Perbedaan sudut pandang. e. Perbedaan suasana hati. 3. Tujuan, Strategi, Keterampilan Memecahkan Masalah a. Tujuan 1) Meningkatkan alternatif pemecahan masalah konflik, dengan memicu agar terjadi perubahan. 2) Orang yang terlibat konflik agar dapat bertanggung jawab atas keputusan yang dipilih dari alternatif pemecahan masalah konflik. Dengan memotivasinya. 3) Setiap konflik yang terjadi harus diselesaikan baik-baik, agar meningkatkan kekuatan pribadi dan tim. b. Strategi 1) Memilih strategi menghindar untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi yan memuncak. Jadi, strategi menghindar dapat dipilih untuk sementara. 2) Akomodasi Mengakomodasikan pihak



yang terlibat



konflik



dengan



cara



meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan



penyelesaian



masalah



yang



tepat



dengan



cara



mengumpulkan data yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama. 3) Kompromi Mengambil jalan tengah di antara kedua pihak yang terlibat konflik. 4) Kerjasama



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



17



Apabila pihak-pihak yang terlibat konflik bekerja sama untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara memuaskan. 4. Keterampilan Memecahkan Konflik Untuk memecahkan konflik dari kasus di atas, maka sebagai mahasiswa yang sedang menjalani praktek, seharusnya bisa mengetahui bagaimana karakter kepala ruangan dan staf lainnya, sehingga mampu mengelola diri. Misalnya apa yang harus dilakukan agar sesuai dengan tujuan yang dimaksud oleh kepala ruangan. Jika kita tahu bahwa kepala ruangan tersebut memiliki karakter yang berubah-ubah sesuai suasana hatinya. Maka, kita harus pandai mengambil hatinya dan hati-hati agar tidak timbul ketidakseimbangan yang menimbulkan konflik. Karena kita sebagai mahasiswa yang sedang praktek, sudah tentu harus mengikuti aturannya sesuai dengan tujuannya. Dan apa yang kita lakukan sebenarnya juga akan memberikan pengalaman dan keuntungan untuk kita masing-masing daripada harus berdiam diri dan santai di ruang istirahat. Selain itu sebagai mahasiswa juga harus bisa membedakan hal yang positif atau negatif. Misalnya, apakah dengan santai saja di ruangan akan memberikan pengalaman/keuntungan, jika tidak, apakah hal itu positif? Maka, jika tahu hal itu mahasiswa harus aktif dengan mencari tugas apa yang harus dilakukan agar tidak ada waktu yang terbuang sia-sia dan menghasilkan konflik seperti kasus di atas.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



18



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Konflik tidak senantiasa merugikan tetapi juga dapat menguntungkan dalam



jangka panjang. Sedangkan menurut



pandangan



interactionist mengatakan bahwa konflik justru merupakan sesuatu yang harus distimulasi, sebab konflik dapat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Konflik dapat mengubah perilaku dan dapat menyadarkan pihak-pihak yang berkonflik atas kesalahannya. Kesadaran akan kesalahan ini akan mampu meningkatkan produktivitas. Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpinannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



19



3.2 Saran Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa serta dapat menambah wawasan bagi mahasiswa.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



20



DAFTAR PUSTAKA -



Fisher, Simon et all. 2000. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi untuk Bertindak (edisi bahasa Indonesia) Jakarta: The British Council, Indonesia.



-



Hendriks, William. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi Aksara.



-



Luthans F. 1981. Organizational Behavior. Singapore: Mc Graw Hill.



-



Minnery, John R. 1985. Conflict management in urban planning. England: Gower Publishing Company Limited.



-



Robbins, SP. 1979. Organizational Behaviour. Siding: Prentice Hall.



-



Ross, Marc Howard Ross. 1993. The management of conflict: interpretations and interests in comparative perspective. Yale University Press.



-



Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi: Pedoman Praktis bagi Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.



(Manajemen Konflik dan Penanganannya)



21