Manajemen Konflik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



Sepanjang kehidupan manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi, setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik entah itu konflik antar individu, konflik antar kelompok atau yang lain. Di dalam organisasai perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif). Dalam paradigma lama banyak orang percaya bahwa konflik akan menghambat organisasi berkembang. Namun dalam paradigma baru ada pandangan yang berbeda. Konflik memang bisa menghambat, jika tidak dikelola dengan baik, namun jika dikelola dengan baik konflik bisa menjadi pemicu berkembangnya organisasi menjadi lebih produktif. Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.



1.2



Rumusan Masalah 1



1. Apa yang di maksud dengan konflik dan manajemen konflik? 2. Bagaimana pandangan mengenai konflik? 3. Apa saja sumber konflik? 4. Apa saja jenis konflik?, 5. Bagaimanakah proses konflik? 6. Apa itu Manajemen konflik? 7. Seberapa pentingkah manajemen konflik? 8. Apa saja level konflik? 9. Apa saja hasil-hasil konflik? 10. Apa saja dampak dari konflik? 1.3



Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konflik dan manajemen konflik 2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan konflik 3. Untuk mengetahui sumber konflik 4. Untuk mengetahui jenis konflik 5. Untuk mengetahui bagaimana proses konflik 6. Untuk mengetahui apa itu manajemen konflik 7. Untuk mengetahui pentingnya manajemen konflik 8. Untuk mengetahui level konflik 9. Untuk mengetahui hasil-hasil konflik 10. Untuk mengetahui dampak konflik



BAB II PEMBAHASAN 2



2.1



Definisi Konflik dan Manajemen Konflik



Menurut



James,



A.F



Stoner



ketidaksesuaian paham antara



dan



Charles



Wanker,



konflik



merupakan



dua anggota atau lebih yang timbul karena fakta



bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang langka atau aktivitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status-status, tujuantujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda. Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandang dan setting di mana konflik terjadi. Di bawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut: Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party. Konflik merupakan suatu bentuk interaksi di antara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan. Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggata organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya. Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang di antara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak. Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang tidak cocok. Di antara definisi yang berbeda itu Nampak ada sesuatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi



3



konflik adalah saat individu atau kelompok lainnya yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi. Manajemen konflik (Wirawan, 2010:129) merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga yang menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Manajemen konflik bisa dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik ataupun pihak ke tiga untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni, mengendalikan, mengubah konflik menjadi menguntungkan. Organisasi harus belajar dari konflik yang terjadi didalam organisasi. 2.2



Pandangan Mengenai Konflik



Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulasi bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang baik. Pandangan itu adalah sebagai berikut: 1. Pandangan tradisional (the traditional view). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negative, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negative ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. 2. Pandangan hubungan manusia (the human relations view). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. 3. Pandangan interaksionis. (the interactionist view). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, tenang, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran 4



ini, konflik perlu diperhatikan pada tingkat minimum secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat, kritis-diri, dan kreatif. 2.3



Sumber Konflik



Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Ada sepuluh penyebab munculnya konflik, yaitu sebagai berikut. 1. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi 2. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang 3. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan 4. Masalah wewenang dan tanggung jawab 5. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama 6. Kurangnya kerja sama 7. Tidak mentaati tata tetib dan peraturan kerja yang ada 8. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan 9. Pelecehan pribadi dan kedudukan 10. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya. Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah sebagai berikut 1. Pembagian sumber daya (shared resources) 2. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals) 3. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities) 4. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions) 5. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities). Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah structural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada 5



kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan itu disebut Robbins dengan konflik psikologis. Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat structural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu sebagai berikut. 1. Saling ketergantungan pekerjaan 2. Ketergantungan pekerjaan satu arah 3. Diferensiasi horizontal yang tinggi 4. Formalisasi yang rendah 5. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka 6. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan 7. Pengambilan keputusan partisipatif 8. Keanekaragaman anggota 9. Ketidaksesuaian status 10. Ketidakpuasan peran 11. Distorsi komunikasi 2.4



JENIS KONFLIK



Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi. 1. Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memmiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan



6



b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antarkaryawan, atau antardepartemen yang setingkat c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasihat dalam organisasi d. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan 2. Konflik dilihat dari pihak yang terlibat didalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut. a. Kondlik dalam individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memiliki tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik tujuan dan konflik peranan. b. Konflik antarindividu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain. c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan normanorma kelompok tempat ia kerja d. Konflik antarkelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat kelompokkelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka mekin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini memengaruhi organisasi secara keseluruhan e. Konflik antarorganisasi (conflict among organization). Konflik ini terjadi jika tidakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negative



7



bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber daya yang sama 3. Konflik dilihat dari fungsi Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut a. Konflik fungsional (functional conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. b. Konflik disfungsional (dysfunctional conflict). Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu kelompok fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.



2.5



PROSES KONFLIK



Terdapat lima tahap, yakni sebagai berikut 1. Tahap I: potensi oposisi atau ketidakcocokan Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik. Kondisi ini tidak selalu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik itu muncul. Untuk menyederhanakan, kondisi ini (yang juga dapat dipandang 8



sebagai penyebab atau sumber kondlik) telah didapatkan kedalam tida kategori umum, yakni sebagai berikut a. Komunikasi Komunikasi dapat juga menjadi sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantic, kesalahpahaman, dan “kebisingan” dalam komunikasi. Kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan kebisingan saluran komunikasi semuanya merupakan penghalang terhadap komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik. Kesulitan semantik timbul sebagai akibat perbedaan pelatihan, persepsi selektif, dan informasi tidak memadai mengenai orang-orang lain. Persepsi konflik meningkat bila terdapat terlalu sedikit atau terlalu banyak komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk berkomunikasi dapat berpengaruh merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bagi timbulnya konflik b. Struktur Istilah struktus mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota/sasaran, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antarkelompok. Ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin



terspesialisasi



kegiatannya,



semakin



besar



kemungkinan



terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling besar terjadi pada anggota kelompok yang lebih muda dan ketika



tingkat



pengunduran



diri



tinggi.



Ambiguitas



yurisdiksi



meningkatkan perselisihan antarkelompok untuk mendapatkan kendali atas sumber daya dan teritori. Partisipasi dan konflik sangat berkaitan karena partisipasi mendorong digalakkannya perbedaan. Sistem imbalan dapat



9



menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota mengorbankan anggota yang lain c. Variabel pribadi Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor-faktor pribadi. Faktor pribadi ini mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan dalam penelitian konflik sosial adalah perbedaan sistem nilai di mana merupakan sumber yang paling penting yang dapat menciptakan potensi konflik 2. Tahap II: kognisi dan personalisasi Konflik yang dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsikan tidak berarti konflik itu dipersonalisasikan, konflik yang dirasakan, apabila individu-individu menjadi terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak-pihak mengalami kecemasan, ketegangan, frustasi atau kekerasan. Tahap II ini penting karena persoalan konflik cenderung didefinisikan dan emosi memainkan peran utama dalam membentuk pesepsi. 3. Tahap III: maksud Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud penanganan konflik sebagai berikut. a. Persaingan Merupakan keinginan memuaskan



kepentingan



seseorang,



tidak



memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut. b. Kolaborasi Merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak. c. Penghindaran Merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik. d. Akomodasi Merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri. e. Kompromi



10



Merupakan satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu. 4. Tahap IV: Perilaku Tahap perilaku mencakup, sebagai berikut. a. Pernyataan b. Tindakan c. Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik 5. Tahap V: Hasil Hasil merupakan jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi, sebagai berikut. a. Hasil fungsional Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan ketegangan dan memperbaiki lingkungan evaluasi diri serta perubahan. b. Hasil disfungsional Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan bersama, pada akhirnya mendorong ke penghancuran kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. 2.5.1 Aspek Positif dalam Konflik Konflik bisa jadi merupakan sumber energy dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dalam menggerakan suatu perubahan seperti sebagai berikut ini. 1. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab 2. Memberikan saluran baru untuk komunikasi. 3. Menumbuhkan semangat baru pada staf. 4. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi. 11



5. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi. 6. Konflik bisa jadi merupakan sumber energy dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dalam menggerakan suatu perubahan. Dalam pandangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinja”. Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang berposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengindentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selam kita masih bias mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi malasah”, ujurnya. Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat : 1. Mengarah ke inovasi dan perubahan, 2. Memberi tenaga kepada orang bertindak, 3. Menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi, 4. Merupakan unsur penting dalam anlisis system organisasi. Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi. 2.6



Manajemen Konflik



Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka 12



akan mengganggu keseimbangan sumber daya, dan menegangka hubungan antara orang-orang yang terlibat. Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu sebagai berikut. 1. Merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah sebagai berikut. a. Minta bantuan orang luar. b. Menyimpang dari peraturan (going against the book) c. Menata kembali struktur organisasi d. Menggalakkan kompetisi e. Memilih manejer yang cocok 2. Meredakan atau menumpas konfilk jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontraproduktif menyelesaikan konflik. 3. Metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah sebagai berikut. a. Dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran dan penentuan melalui suara terbanyak. b. Kompromi c. Pemecahan masalah secara menyeluruh d. Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus-menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut. 1) Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian. 2) Keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitive dan dalam suasana yang emosional. 3) Belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain. 4) Mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujan bersama. 5) Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternative untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan. 13



6) Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan. 7) Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu consensus untuk menetapkan suatu penyelesaian. 8) Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang objektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah. 9) Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian



yang



disepakati,



pihak-pihak



yang



terlibat



dapat



memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu. 10) Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihakpihak yang terlibat konflik. 2.6.1 Teknik atau Keahlian Mengelola Konflok Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5.



Konflik itu sendiri Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik Pentingnya isu yang menimbulkan konflik Ketersediaan waktu dan tenaga



2.6.2 Menangani Konflik 1. Accomodation (akomodasi) Sikap mengikuti keinginan pihak lain dan meratakan perbedaan-perbedaan agar konflik lebih cepat selesai demi memperhatikan kerja sama. 2. Pressing (menekan) Sikap tidak memiliki kecenderungan pada salah satu pihak. Dengan strategi ini seseorang dapat memengaruhi pendapat atau sikap orang lain. 3. Avoidance (menghindari) Sikap menghindar terlebih dahulu dan kemudian masalah yang timbul di selesaikan dengan efketif pada saat setelah pihak yang terlibat menjadi tenang. 14



Konflik ini terjadi tidak memiliki kekuatan secara social, ekonomi dan emosional. 2.6.3 Pengelolaan Konflik Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan sebagai berikut. 1. Disiplin : mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas maka harus mencari bantuan untuk memahaminya. 2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengna pengalaman dna tahapan hidupnya. Misalnya perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. 3. Komunikasi : suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapeutik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk mneghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegiatan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup. 4. Mendengarkan secar aktif : mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manejer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan. 2.6.4 Strategi Mengelola Konflik 1. Menghindar Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan



pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri.



Manajer perawat yang terlibat di dalam konflik dapat menepiskan isu dengan 15



mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”. 2. Mengakomodasi Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerja sama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama. 3. Kompetisi Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan. 4. Kompromi atau negoisasi Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimilkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. 5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi a. Pemecahan sama-sama menang yakni individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. b. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sam lainnya. 2.7



Pentingnya Manajemen Konflik



1. Adanya persaingan antara perusahaan kesehatan lokal dengan yang ada di luar negeri. 2. Adanya perubahan struktur organisasi 3. Adanya perubahan sistem perusahaan berdasarkan ekonomi. 2.8 1. 2. 3. 4.



Level konflik Intrapersonal conflict: konflik dalam diri individu Interpersonal conflict: konflik antarindividu Intragroup conflict: konflik dalam grup Intergroup conflict: konflik antar grup 16



2.9



Hasil-Hasil Konflik



1. Kalah-Kalah Tak seorang pun mencapai keinginan yang sebenarnya 2. Menang-Kalah Salah satu pihak mencapai apa yang diinginkan dengan mengorbankan pihak lain 3. Menang-Menang Menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam konflik. 2.10



Dampak Konflik



Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Dampak positif a. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. b. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing c. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas d. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan



memperoleh



penghargaan



dalam



perasaan-perasaan keberhasilan



aman,



kerjanya



kepercayaan



atau



bahkan



diri, bisa



mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal. e. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) 17



dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin 2. Dampak negatif a. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjamjam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas. b. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan,



ketersinggungan



yang



akhirnya



dapat



mempengaruhi



pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya. c. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya. d. Seringnya



karyawan



melakukan



mekanisme



pertahanan



diri



bila



memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain. e. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turnover. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.



18



2.11



Studi Kasus



PT Golden Castle , bergerak dalam bidang konveksi atau textil, mengalami konflik antara perusahaan dengan karyawan. Konflik ini terjadi yang disebabkan oleh adanya miss communication antar atasan dengan karyawan. Adanya perubahan kebijakan dalam perusahaan mengenai penghitungan gaji atau upah kerja karyawan , namun pihak perusahaan belum



memberitahukan para karyawan, sehingga karyawan



merasa diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan mengambil tindakan yaitu dengan mendemo perusahaan, Namun tindakan ini berujung pada PHKbesar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan.



19



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan 1. konflik merupakan ketidaksesuaian paham antara



dua anggota atau lebih



yang timbul karena fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang langka atau aktivitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status-status, tujuan-tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda. Manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni, mengendalikan, mengubah konflik menjadi menguntungkan. 2. Terdapat tiga pandangan mengenai konflik: a. Pandangan tradisional b. Pandangan hubungan manusia c. Pandangan interaksionis 3. Ada sepuluh penyebab terjadinya konflik: a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan d. Masalah wewenang dan tanggung jawab e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama f. Kurangnya kerja sama g. Tidak mentaati tata tetib dan peraturan kerja yang ada 20



h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan i. Pelecehan pribadi dan kedudukan j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya. 4. Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi. 5. Terdapat lima tahap dalam proses konflik: a. Tahap I: Potensi oposisi b. Tahap II: Kognisi dan personalisasi c. Tahap III: Maksud d. Tahap IV: Perilaku e. Tahap V: Hasil 6. Pentingnya manajemen konflik a. Adanya persaingan antara perusahaan kesehatan lokal dengan yang ada di luar negeri. b. Adanya perubahan struktur organisasi c. Adanya perubahan sistem perusahaan berdasarkan ekonomi. 7. Level Konflik a. Intrapersonal conflict: konflik dalam diri individu b. Interpersonal conflict: konflik antarindividu c. Intragroup conflict: konflik dalam grup d. Intergroup conflict: konflik antar grup 8. Hasil-hasil konflik a. Kalah-Kalah Tak seorang pun mencapai keinginan yang sebenarnya b. Menang-Kalah Salah satu pihak mencapai apa yang diinginkan dengan mengorbankan pihak lain c. Menang-Menang Menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam konflik. 9. Dampak konflik a. Dampak positif 21



a) Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja b) Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif c) Meningkatnya motivasi kerja d) Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat e) Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik b. Dampak negative a) Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung b) Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. c) Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya. d) Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan e) Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turnover



3.2



Saran



Makalah ini dibuat oleh kami, yang hanyalah seorang manusia dan sudah pasti masih belum sempurna. Untuk itu, disarankan kepada pembaca agar ketika masih belum mengerti tentang materi ini, pembaca bisa mencaritahu melalui media-media yang 22



lain. Dan kami berharap ada kritik dan nasehat yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA Anwar, C. 2015. Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif. 2(4): 155-6



23



Indraswari, F. Manajemen Konflik di CIMB Niaga Cabang Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atmajaya Yogyakarta Satrianegara, F. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta http://puspitaft.blogspot.co.id/2016/03/manajemen-konflik-contoh-kasus.html



24