Manajemen Pendidikan Inklusi Kelompok 8 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Seni dalam PKH Dosen Pengampu : Dr. H. Atang Setiawan, M. Pd. Dr. H. Nandi Warnandi, M.Pd.



Di susun Oleh : KELOMPOK 8 Amila Suzana



1800469



Cantika Widiani



1807383



Eka Yulianti



1806940



Lamina Amalia Putri



1804757



UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN KHUSUS 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul , manajemen pendidikan inklusif,



Makalah



ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusif. Makalah ini diperuntukkan bagi semua orang yang berminat memperluas wawasan dan memperkokoh pengetahuan mengenai manajemen dalam pendidikan inklusif. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Manajemen kesiswaan, dan Manajemen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif Pada kesempatan ini, penyusun juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. H. Atang Setiawan, M. Pd.dan Bapak Dr. H. Nandi Warnandi, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusif,



serta kepada



seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Hal ini semata-mata karena keterbatasan dan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun sendiri, umumnya bagi para pembaca. Bandung, November 2020



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR....................................................................................................i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 1.1Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah



1



1



1.3 Tujuan 1 1.5 Sistematika Penulisan 2 BAB II ISI.....................................................................................................................3 BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................5 BAB IV PENUTUP.......................................................................................................7 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................9



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif



pada



dasarnya



merupakan



system



penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Berdasarkan Permendiknas No.70 tahun 2009 pasal 4 (1) menyebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit satu sekolah dasar, satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan



satu



satuan



pendidikan



menengah



untuk



menyelenggarakan



pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus. Penyelenggaraan pendidikan inklusif dilakukan dengan melakukan adaptasi terhadap delapan standar nasional pendidikan, yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik/tenaga kependidikan, sarpras, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Proses adaptasi tersebut mencakupi kegiatan Manajemen sekolah inklusi yang memberikan kewenangan



penuh



kepala



sekolah



untuk



merencanakan,



mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi komponen– komponen pendidikan suatu sekolah yang meliputi siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan dan hubungan antara masyarakat dan sekolah.



hal-hal yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan



pendidikan inklusif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah 1



1. Bagaiamana manajamen pendidikan dalam konteks pendidikan inklusif ? 2. Bagaimana analis kelompok terhadap temuan kasusu manajemen pendidikan inklusif ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusif. 2. Untuk mengetahui tentang manajemen dalam pendidikan inklusif. 3. Untuk mengetahui implementasi manajemen pendidikan inklusif melalu analisis sebuah penelitian manajemen pendidikan inklusif ? 1.4 Sistematika Penulisan Untuk memahami lebih jelas makalah, maka materi yang tertera pada makalah



dikelompokkan



menjadi



beberapa



subbab



dengan



sistematika



penyampaian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan: berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan: berisi tentang fungsi seni secara umum, ruang lingkup, dan kompenennya Bab III: berisi analisis video seni anak tunarungu Bab IV: berisi kesimpulan dan saran Daftar Pustaka



2



BAB II ISI 2.1 Manajemen Pendidikan Inklusif 2.1.1



Definisi Manajemen Pendidikan Inklusif



Manajemen pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan. Fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya, guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu. Langkah-langkah manajemen menurut menurut Imron, dkk (2003:6) terdiri dari empat proses, yaitu (1) planning; (2) organizing; (3) actuating, dan (4) controlling. Pendapat tersebut senada dengan Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2012:93) menerangkan bahwa proses manajemen secara umum mengikuti langkah-langkah perencanaan (planning), pengorganisasian



(organizing),



pengarahan/memimpin



(leading),



dan



pengawasan/ pengendalian (controlling). Prinsip dasar pendidikan inklusi adalah bahwa semua anak harus memperoleh kesempatan untuk bersama-sama belajar dan terakomodir kebutuhankebutuhannya tanpa ada diskriminasi apapun yang mendasari. Hal ini berarti sekolah reguler/umum harus dilengkapi untuk dapat melihat dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa yang heterogen, termasuk mereka yang secara tradisional telah tersingkirkan, baik dari akses sekolah maupun peran serta yang ada di sekolah. Menurut Smith, tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Inklusi dapat berati penerimaan anak-anak yang memilki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan interaksi sosial dan konsep diri (visi – misi) sekolah. Dengan demikian, pendidikan inklusi berati bahwa sekolah dan pendidikan harus



3



mengakomodasi dan bersikap tanggap terhadap peserta didik secara individual inklusivitas ini tergantung sekolah, guru dan seluruh pelajar. Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses pengaturan dan pengelolaan sumber daya yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang meliputi proses perencanaan,pelaksanaan,mentoring dan evaluasi serta tindak lanjut hasil evaluasi pada sistem pendidikan inklusif.Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses yang terkait erat dengan tujuan dan efektifitas serta efisiensi penyelenggaraan suatu sistem pendidikan



bagi seluruh anak tanpa membedakan



kekurangan



dan



keterbatasan mereka dalam belajar. Dalam perspektif pendidikan luar biasa, pendidikan inklusif akan berhasil dengan baik apabila didukung dengan: (1) sikap, komitmen, dan keyakinan yang positif dari seluruh guru, staf sekolah dan orang tua, (2) ketersediaan layanan khusus dan adaptasi lingkungan fisik dan peralatan, (3) sistem dukungan, seperti ketersediaan guru khusus, terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor kemajuan setiap siswa penyandang cacat, termasuk untuk asesmen dan evaluasi, (4) adanya kolaborasi harmonis antara guru khusus dan guru kelas dalam merancang dan menerapkan Program Pengajaran yang diindividualisasikan (individualized educational program - IEP), (5) kurikulum fleksibel dan metode pembelajaran yang tepat, serta (7) kesadaran, partisipasi, dan dukungan masyarakat. Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses yang terkait erat dengan tujuan dan efektifitas serta efesiensi penyelenggaraan sistem pendidikan bagi seluruh peserta didik, tidak terkecuali bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Manajemen sekolah akan efektif dan efesien apabila didukung oleh sember daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik peserta didik, kemampuan dan task sommitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya serta partisipasi masyarakat yang tinggi (Garnida, 2015). 2.1.2



Komponen Manajemen Pendidikan Inklusif 1) Manajemen Kesiswaan



4



Tujuan manajemen kesiswaan adalah menata proses kesiswaan mulai dari perekrutan, mengikuti pembelajaran sampai dengan lulus sesuai dengan tujuan institusional agar dapat berlangsung secara efisien (Rohiat, 2012:25).Manajmen kesiswaan menurut Dadang Garnida (2015:83)



meliputi:penerimaan



peserta



siswa



baru



(identifikasi,asesmen,dan penempatan siswa),program bimbingan konseling,pengelompokan belajar peserta didik,kehadiran peserta didik,mutasi peserta didik,papan statistik peserta didik yang menggambarkan secara holistik tentang basis data kepeserta didikan,dan buku induk peserta didik. Siswa



dalam



pendidikan



inklusif



sangat



beragam



karakteristik dan jenis ketunaanya. Siswa yang dapat diterima dalam pendidikan inklusif adalah siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. Siswa berkebutuhan khusus yaitu meliputi: Siswa dengan gangguan penglihatan, siswa dengan gangguan pendengaran, siswa dengan gangguan fisik, dan siswa dengan gangguan kesulitan belajar. 1. Manajemen Penerimaan Peserta Didik Menurut Badrudin (2014:37) kebijakan penerimaan peserta didik baru harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Walaupun setiap peserta didik mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan, tetapi tidak secara otomatis dapat diterima di suatu lembaga pendidikan, seperti sekolah karena ada kewajibankewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta didik. Prihatin



(2011:52)



mengatakan



bahwa



kebijakan



penerimaan peserta didik ini dibuat berdasarkan petunjukpetunjuk yang diberikan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.



5



Kriteria adalah patokan-patokan yang menentukan bisa tidaknya seseorang untuk diterima sebagai peserta didik atau tidak. Ada tiga kriteria penerimaan peserta didik: 



Pertama, kriteria acuan patokan (standard criterien referenced), yaitu suatu penerimaan peserta didik yang didasarkan atas patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya.







Kedua, kriteria acuan norma (norma criterian referenced), yaitu status penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan prestasi peserta didik yang mengikuti seleksi.







Ketiga, yaitu kriteria yang didasarkan daya tampung sekolah, sekolah terlebih dahulu mementukan berapa jumlah daya tampungnya atau berapa calon peserta didik baru yang akan diterima. Setelah sekolah menentukan, kemudian merangking



prestasi siswa mulai dari yang berprestasi paling tinggi sampai dengan prestasi paling rendah. Penentuan peserta didik yang diterima dilakukan dengan cara mengurut dari atas ke bawah, sampai daya tampung tersebut dipenuhi. Kebijakan operasional penerimaan peserta didik diantaranya: a. Aturan mengenai jumlah peserta didik yang dapat diterima oleh suatu sekolah. Penentuan mengenai jumlah peserta didik juga didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang ada di sekolah. Menurut Imron (1994:23) faktorfaktor kondisional sekolah tersebut, meliputi daya tampung kelas baru, kriteria mengenai siswa yang dapat diterima, anggaran yang tersedia, prasarana dan sarana yang ada, tenaga kependidikan yang tersedia, jumlah peserta didik yang tinggal di kelas satu, dan sebagainya.



6



b. Sistem pendaftaran dan seleksi atau penyaringan yang akan diberlakukan untuk peserta didik. c. Waktu



pendaftaran,



kapan



dimulai,



dan



kapan



diakhiri. Sistem penerimaan peserta didik baru, Sistem yang dimaksud di sini lebih menunjukkan kepada cara penerimaan peserta didik tersebut. Menurut Imron (1994:23) ada dua macam sistem penerimaan peserta didik baru, diantaranya: a. Dengan menggunakan sistem promosi Sistem promosi adalah penerimaan peserta didik yang sebelumnya tanpa menggunakan seleksi. Mereka yang mendaftar sebagai peserta didik di suatu sekolah, diterima semua begitu saja sehingga mereka yang mendaftar menjadi siswa, tidak ada yang ditolak. Sistem promosi demikian secara umum berlaku pada sekolah-sekolah yang pendaftarannya kurang dari j atah atau daya tampung yang ditentukan. b. Dengan menggunakan sistem seleksi Sistem seleksi dapat digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, seleksi berdasarkan daftar nilai UAN, kedua berdasarkan penelusuran minat dan kemapuan (PMDK), dan ketiga adalah seleksi berdasarkan hasil tes masuk (Imron, 1994:24). Pada sekolah dasar inklusi yang terjadi di lapangan, seleksi ditambahkan berdasarkan jenis kecacatan. Pelaksanaan penerimaan peserta didik dalam konteks pendidikan inklusif Temuan penelitian lintas situs yang berkaitan dengan penerimaan peserta didik baru diantaranya sebagai berikut: a. Pertama, pelaksanaan PPDB siswa reguler maupun siswa ABK dilaksanakan



bersamaan. Waktu



dan jadwal



pelaksanaan sesuai dengan juklak PPDB Dinas Pendidikan



7



Kabupaten/Kota, pelaksanaannya pada tahun pelajaran 2015/2016, yaitu minggu ke tiga bulan Juni tepatnya tanggal 22—24 Juni 2015 selama tiga hari. b. Kedua,



sebelum



pelaksanaan



sekolah



melakukan



sosialisasi kepada masyarakat melalui pertemuan dengan wali murid seperti pertemuan dengan komite sekolah, pengambilan rapot kenaikan kelas dan pada saat acara perpisahan kelas VI. c. Ketiga,



untuk



dibentuklah



mempermudah



kepanitiaan



dan



pelaksanaan yang



masuk



PPDB dalam



kepanitiaan, yaitu kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. d. Keempat, sistem pendaftarannya yaitu: (a) pengumuman dan sosialisasi kepada masyarakat, (b) pengambilan formulir oleh calon siswa, (c) pengisian data, dan (d) pengembalian formulir. e. Kelima, sistem penerimaan siswa baru pada situs I seleksi khusus siswa ABK, sedangkan pada situs II tidak ada sileksi untuk siswa ABK. f. Keenam, kuota setiap tahunnya pada situs I adalah maksimal 3 siswa ABK. Untuk situs II tidak dibatasi. g. Ketujuh, setiap siswa akan di tes IQ sebagai dasar pengelompokkan siswa dan pengamatan/observasi setiap hari kepada siswa tentang perkembangan belajar siswa.



8



1



Gambar 1. Diagram Konteks Temuan Penelitian tentang PPDB



2



2. Manajemen penempatan peserta didik Menurut Badrudin (2014:40) penempatan peserta didik yaitu kegiatan pengelompokkan peserta didik yang dilakukan menggunakan sistem kelas. Pengelompokkan peserta didik pada kelas (kelompok belajar) dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Pengelompokkan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta didik, yaitu jenis kelamin dan umur. Pengelompokkan juga dapat didasarkan pada perbedaan individu yang berupa minat, bakat, dan kemampuan. Menurut



Prihatin



(2011:71)



pengelompokkan



berdasarkan karakteristik peserta didik dibagi menjadi tujuh, yaitu (1) pengelompokkan berdasarkan minat (interest grouping); (2) pengelompokkan berdasarkan kebutuhan khusus (special need grouping); (3) pengelompokkan beregu (team grouping); (4) pengelompokkan tutorial (tutorial grouping); (5) pengelompokkan penelitian (research grouping); (6) pengelompokkan kelas utuh (full class grouping); dan (7) pengelompokkan kombinasi (combined class grouping). Pelaksanaan



penempatan



dan



pengelompokkan



peserta didik dalam konteks pendidikan inklusif. Temuan lintas situs yang berkaitan dengan penempatan dan pengelompokkan siswa sebagai berikut: a. Pertama, penempatan siswa reguler dan siswa ABK menjadi satu dalam satu kelas. b. Kedua, terdapat 3 jenis pengelompokkan siswa, yaitu (1) pengelompokkan berdasarkan dari tingkat kecerdasan atau intelligence grouping; (2) pengelompokkan berdasarkan kemampuan akademik atau ability grouping; dan (3) pengelompokkan berdasarkan special needs grouping.



1



Ketiga hal tersebut perlu dilakukan karena anak yang hasil tes



kecerdasannya



tinggi,



belum



tentu



kemampuan



akademiknya juga tinggi dan kebutuhan terhadap mata pelajaran juga kurang. Dengan demikian, siswa yang seperti itu akan dikelompokkan dalam siswa ABK dan mendapat penangganan lebih dari siswa regular. Ringkasannya sbb:



2



1



Gambar 2. Diagram Konteks Temuan Penelitian tentang Penempatan dan Pengelompokkan Siswa



2



3. Pembinaan Peserta Didik/ Kesiswaan Menurut Badrudin (2014:49) pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga pendidikan. Guru merupakan tenaga pendidik yang selalu berhadapan dengan peserta didik dalam proses pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan. Seluruh tanggung jawab itu dijalankan dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar kompetensi dan seluruh aspek pribadinya berkembang optimal. Menurut Badrudin (2014: 50) pembinaan kesiswaan dirinci ke dalam sub-sub kompetensi dan indikator-indikator sebagai rujukan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan. Keseluruhan indikator dari enam kompetensi dapat dijadikan acuan, baik bagi penyelenggara pembinaan kesiswaan secara umum dalam program pendidikan di sekolah maupun secara khusus terpadu dalam program pembelajaran dan bimbingan yang menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran dan guru pembimbing. Pembinaan kesiswaan/ peserta didik dalam konteks pendidikan inklusif Kegiatan-kegiatan pembinaan kesiswaan masuk ke dalam kegiatan pengembangan diri hal ini seperti yang diungkapkan Badrudin (2014:140) kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Temuan lintas situs yang berkaitan dengan pembinaan kesiswaan sebagai berikut: a. Pertama, pembinaan kesiswaan dilakukan dengan cara memberikan



beberapa



ekstrakurikuler,



dan



kegiatan



pembiasaan,



kegiatan-kegiatan



kegiatan



insidental



yang



berkaitan tentang PHBI, kerja bakti, dan sebagainya. b. Kedua, dalam hal tata tertib siswa dijalankan dengan sungguhsungguh.



1



c. Ketiga, setiap saat siswa ABK yang berada di dalam kelas diobservasi dan diperhatikan kebutuhannya. d. Keempat, apabila ada kendala ketika proses belajar mengajar di kelas terhadap anak ABK maka guru memanggil pendamping (shadow) untuk membantu mengatasi kendala tersebut. Sekolah mewajibkan pendamping pada setiap siswa ABK sampai sekolah memutuskan siswa tersebut sudah mandiri dan bisa ditinggal sendiri. e. Kelima, sesekali siswa ABK dipisahkan dan disendirikan dari siswa yang lain untuk diberi materi sesuai dengan kebutuhan siswa ABK, dan pemberian keterampilan yang berkaitan dengan kemandirian siswa. f. Keenam, siswa ABK dan siswa reguler bakat dan minatnya pun tetap diperhatikan dan dikembangkan. Bakat dan minat siswa ABK diketahui dari hasil diskusi dan wawancara dengan orangtua siswa.



2



Gambar. 3. Diagram Konteks Temuan Penelitian tentang Pembinaan Kesiswaan



1



2) Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Manajemen tenaga pendidik merupakan manajemen sumber daya manusia yang mencoba untuk mempelajari bagaimana peran kepegawaian dalam mengelola sumber daya manusia (Rohiat,2012: 26). Secara umum, seorang guru harus memiliki empat kompetensi



dasar guru, yaitu kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial. Selanjutnya Mudjito, dkk (2012: 53) mengemukakan bahwa kompetensi guru inklusif selain dilandasi oleh empat kompetensi utama, secara khusus juga berorientasi pada tiga kemampuan utama lain, yaitu kemampuan umum (ability), kemampuan dasar (basic ability), dan kemampuan khusus (specific ability). Selain itu, Mudjito, dkk (2012: 54) juga mengemukakan



bahwa



kompetensi



guru



inklusif



adalah



kemampuan guru untuk mendidik siswa berkebutuhan khusus, dan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu dalam



bentuk:



menyusun



instrumen



penilaian



pendidikan



khusus,melaksanakan pendampingan untuk pendidikan kebutuhan khusus,memberikan



bantuan



layanan



khusus,memberikan



bimbingan secara berkesinambungan untuk siswa berkebutuhan khusus,memberikan bantuan kepada siswa berkebutuhan khusus. 3) Manajemen Kurikulum Manajemen kurikulum merupakan suatu proses kegiatan yang membicarakan pengorganisasian sumber-sumber yang ada di sekolah sehingga kegiatan manajemen kurikulum dapat dilaukan dengan efektif (Rohiat, 2012: 22) Kurikulum pada penyelenggara pendidikan inklusif harus mencakup kurikulum nasional yang merupakan standar nasional yang



dikembangkan



oleh



Kementerian



Pendidikan



dan



Kebudayaan. Kurikulum yang digunakan di kelas inklusif adalah kurikulum reguler yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan



1



kemampuan awal dan karakteristik siswa (Tarmansyah, 2007: 169). Penyesuaian dapat dilakukan pada hal-hal berikut: alokasi waktu, isi atau materi, proses pembelajaran, media, bahan, dan sarana-prasarana,lingkungan belajar, pengelolaan kelas (Dadang Garnida, 2015: 83). 4) Manajemen Sarana dan Prasarana Menurut Rohiat (2012: 26),manajemen sarana prasarana adalah kegiatan yang mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan atau material bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. kegiatan manajemen sarana prasarana meliputi: perencanaan kebutuhan,



pengadaan,



penyimpanan,penginventarisasian,



pemeliharaan. Sekolah inklusif memiliki sarana dan prasarana yang sama dengan sekolah reguler,tetapi ditambah dengan ruangan khusus bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus. Selain ruangan khusus, seharusnya sekolah inklusif juga memiliki ruang sumber belajar. pada ruang sumber ini, terdapat berbagai sumber dan media belajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. sumber dan media khusus yang digunakan di sekolah ini disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap anak berkebutuhan khusus (Dadang Garnida,2015: 90). 5) Manajemen Keuangan Manajemen keuangan meliputi kegiatan perencanaan,penggunaan, pencatatan data, pelaporan, dan pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan yang direncanakan. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Manajemen keuangan pada sekolah inklusif harus mengalokasikan sebagian dananya untuk berbagai keperluan khusus, seperti: penilaian, modifikasi kurikulum, media, metode dan insentif bagi tenaga ahli yang terlibat. Sebab pada dasarnya kelas inklusif memiliki perbedaan dengan kelas reguler, baik dari segi fasilitas,



2



guru, maupun materi. Oleh karena itu, kebutuhan dana sekolah inklusif akan lebih besar daripada sekolah reguler.Sekolah harus betul-betul mempersiapkan segala kebutuhan pendidikan inklusif agar pelayanan yang diberikan pada siswa dapat optimal. 6) Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat Hubungan sekolah dan masyarakat dilakukan untuk menjembatani kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah dan masyarakat itu sendiri (Dadang Garnida,2015: 97). Penyelenggaraan pendidikan inklusif menjadi tanggung jawab banyak pihak, yaitu pemerintah, sekolah dan masyarakat. Sekolah perlu melakukan suatu upaya untuk dapat menarik perhatian masyarakat



agar



mau



turut



serta



berpartisipasi



dalam



penyelenggaraan pendidikan inklusif. Misalnya saja dengan mengundang tokoh masyarakat dalam pertemuan yang membahas tentang pelaksanaan pendidikan inklusif, serta mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan sekolah. 7) Manajemen Layanan Khusus. Layanan khusus adalah usaha-usaha yang secara tidak langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas, tetapi secara khusus diberikan atau ditangani oelh kepala sekolah kepada para siswa agar mereka lebih optimal dalam melaksanakan proses pembelajaran (Rohiat, 2012:28). Manajemen layanan khusus merupakan suatu proses kegiatan yang memberikan pelayanan kebutuhan kepada siswa untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif. Manajemen layanan khusus yang diberikan oleh sekolah meliputi: bimbingan dan konseling, perpustakaan,usaha kesehatan sekolah, ekstrakurikuler, koperasi, kantin, dan kelas inklusif.



3



BAB III



PEMBAHASAN



3.1 Manajemen Pendidikan Inklusi di SMPN 4 Sidoarjo Mengutip penelitian dari Fitria Dewi Puji lestarri, ditemukan hasil sebagai berikut : 1. Manajemen Peserta didik : Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo melalui jalur inklusi yang dilaksanakan dengan merujuk pada mekanisme dan persyaratan pendaftaran yang tertuang dalam pedoman penyelenggaraan penerimaan peserta didik Kabupaten Sidoarjo, namun dalam pelaksanaan identifikasi dan asesmen pihak sekolah tidak melibatkan tenaga ahli terkait seperti psikolog ataupun dokter. 2. Manajemen Kurikulum :



Sekolah menggunakan kurikulum 2013 yang



dimodifikasi kedalam bentuk silabus dan RPP modifikasi sesuai dengan kemampuan dan kondisi peserta didik. Adapun program pembelajaran individual bagi peserta didik berkebutuhan khusus, namun dalam pelaksanaan PPI sekolah tidak melibatkan orang tua, psikolog, dokter dan pihak terkait lainnya dalam perencanaan dan penyusunan program yang diberikan disekolah. 3.



Manajemen Proses Pembelajaran :



proses pembelajaran dikelas inklusi



dilaksanakan sesuai dengan RPP yang digunakan oleh guru. Guru juga menyeimbangkan konteks pembelajaran ketika berhadapan dengan dengan peserta didik berkebutuhan khusus. 4. Manajemen Tenaga Pendidik : diawali dengan mendata kebutuhan guru bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Kemudian pihak sekolah mengadakan rekuitmen dan seleksi gpk dengan latar belakang pendidikan luar biasa



4



5. Manajemen sarpras : diawali dengan adanya perencanaan sarana pembelajaran melalui analisis kebutuhan sarana pembalajaran guru. Kemudian dalam pengadaan sarana pembelajaran yang dimiliki oleh sekolah dilakukan melalui cara yang berbedabeda. Sebagian besar sarana pembelajaran yang dimiliki oleh sekolah diperoleh dengan cara membeli. Secara umum ketersediaan sarana-prasana di sekolah inklusif sudah mencukupi dengan adanya ruang sumber, ruang vokasional, media pembelajaran khusus dan alat bantu belajar.



5



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Manajemen



pendidikan



inklusif



merupakan



proses



pengaturan



dan



pengelolaan sumber daya yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang meliputi proses perencanaan,pelaksanaan,mentoring dan evaluasi serta tindak lanjut hasil evaluasi pada sistem pendidikan inklusif. kompenen manajemen Pendidikan di sekolah Inklusif sama dengan Pendidikan di sekolah regular. Yakni sebagai berikut : (1. Manajamen kesiwaan : siswa dalam pendidikan Inklusif sangat beragam karakteristik dan kenis ketunannya. Sehingga untuk manajemen kesiswaan pada pendidikan inklusif akan lebih kompleks, (2. Manajemen tenaga Pendidik dan Kependidikan : guru inklusif selain dilandasi oleh empat kompetensi utama, secara khusus juga berorientasi pada tiga kemampuan utama lain, yaitu kemampuan umum (ability),kemampuan dasar(basic ability), dan kemampuan khusus (specific ability). kompetensi guru inklusif adalah kemampuan guru untuk mendidik siswa berkebutuhan khusus, dan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu (3 Manajemen Kurikulum : Kurikulum pada penyelenggara pendidikan inklusif harus mencakup kurikulum nasional yang merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum yang digunakan di kelas inklusif adalah kurikulum reguler yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik sisw. (4 Manajemen Sarana dan Prasarana : Sekolah inklusif memiliki sarana dan prasarana yang sama dengan sekolah reguler,tetapi ditambah dengan ruangan khusus bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus. (5 Manajemen Keuangan : Manajemen keuangan pada sekolah inklusif harus mengalokasikan sebagian dananya untuk berbagai keperluan khusus, seperti: penilaian, modifikasi kurikulum, media, metode dan insentif bagi tenaga ahli yang terlibat. Sebab pada dasarnya kelas inklusif memiliki perbedaan dengan kelas reguler, baik dari segi fasilitas, guru, maupun materi, (6Manajemen Humas :



6



Penyelenggaraan pendidikan inklusif menjadi tanggung jawab banyak pihak, yaitu pemerintah, sekolah dan masyarakat. Sekolah perlu melakukan suatu upaya untuk dapat menarik perhatian masyarakat agar mau turut serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. (7 Manajemen Layanan Khusus : Manajemen layanan khusus yang diberikan oleh sekolah meliputi: bimbingan dan konseling, perpustakaan,usaha kesehatan sekolah, ekstrakurikuler, koperasi, kantin, dan kelas inklusif.



4.2 SARAN Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu kami berharap agar pembaca dapat mengkaji lagi tentang pengertian seni, tujuan dan fungsi, juga pembelajaran seni bagi anak dengan hambatan pendengaran dari berbagai sumber literatur lain untuk menambah informasi, wawasan, serta pengetahuan.



7



DAFTAR PUSTAKA Garnida,D. (2010). Manajemen Pendidikan Inklusif : Studi Tentang Implementasi Sistem Pendidikan Inklusif. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari : http://repository.upi.edu/8793/2/d_adp_0605255_chapter1.pdf Setiawan,A. (2018). Manajemen Kurikulum di Sekolah Dasar Dalam Pengembangan Pendidikan Inklusif (Studi Kasus Sekolah Dasar Inklusif di Kota Tangerang Selatan). Universitas



Islam



Negeri



Syarif



Hidayatullah.



Diakses



dari



:



http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43386/1/AGUNG %20SETIAWAN-FITK.pdf Hufron, Achmad. Dkk. Jurnal Pendidikan Humaniora Vol. 4 No. 2, Hal 95-105, Juni 2016 Manajemen Kesiswaan Pada Sekolah Inklusi. Jurnal (Online). Tersedia di : http://journal.um.ac.id/index.php/jph/article/view/8210



Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung : Refika Aditama.



Manajemen Pendidikan. Direktori File UPI https://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/viewFile/3990/2861



Wati, Ery. (2014). “Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh”. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, VOL. XIV NO. 2, 368-378.



https://www.researchgate.net/publication/309226215_MANAJEMEN_PENDIDI KAN_INKLUSI_DI_SEKOLAH_DASAR_NEGERI_32_KOTA_BANDA_ACE H/fulltext/5caa3f0092851c64bd57aa67/MANAJEMEN-PENDIDIKANINKLUSI-DI-SEKOLAH-DASAR-NEGERI-32-KOTA-BANDA-ACEH.pdf https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikankhusus/article/download/20536/18825#:~:text=Manajemen%20pendidikan %20inklusif%20merupakan%20proses,bagi%20peserta%20didik %20berkebutuhan%20khusus.



8