Manajemen Seleksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN SELEKSI, BREEDING, REPRODUKSI Tujuan Instruksional Umum :  Mengetahui pentingnya manajemen seleksi maupun pemuliabiakan danreproduksi pada ternak potong, untuk meningkatkan produksi sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak potong. Tujuan Instruksional Khusus :  Mengetahui tujuan seleksi dan pemuliabiakan pada ternak potong.  Mengetahui cara seleksi dan pemuliabiakan pada ternak potong.  Mengetahui manajemen reproduksi dan pola perkawinan pada ternak potong. Uraian Materi : Dalam usaha ternak potong baik sapi, kambing maupun domba untuk tujuan pembibitan (Breeding) maupun penggemukan (Fattening), faktor bibit atau bakalan sangat menentukan keberhasilan usaha. Bibit atau bakalan yang memenuhi kriteria yang ditentukan sesuai tujuan usaha akan memberikan hasil yang optimal. Salah upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan seleksi. Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangkan lebih lanjut serta memilih ternak



yang



dianggap



kurang



baik



untuk



disingkirkan



dan



tidak



dikembangbiakkan lebih lanjut. Seleksi yang dilakukan pada usaha ternak potong harus disesuaikan dengan tujuan usaha itu sendiri misalnya untuk tujuan breeding, fattening maupun



kombinasi



breeding-fattening,



karena



masing-masing



tujuan



mempunyai kriteria yang belum tentu sama. Tujuan untuk breeding yang jelas akan menunjukkan arah seleksi terhadap perbaikan mutu genetik generasi berikutnya dan kemampuan reproduksi calon induk/pejantan, termasuk produktivitas anak pada usaha peternakan tersebut.



Dengan kata lain, seleksi untuk tujuan breeding adalah memilih induk maupun pejantan yang unggul. Produktivitas induk dapat dilihat dari breeding load yang efisien dengan manajemen reproduksi yang benar / tepat, dalam hal ini perlu penerapan program Inseminasi Buatan. Seleksi dengan tujuan fattening akan menunjukkan arah seleksi untuk pemilihan calon bakalan post weaning yang potensial untuk menghasilkan edible meat / daging maksimal, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sedangkan seleksi dengan tujuan tenaga kerja akan menunjukkan arah seleksi pada ternak-ternak yang berpotensi sebagai tenaga kerja maksimal. Dasar dalam pemilihan bibit ternak 1. Pemilihan Bibit Berdasarkan Silsilah (Pedigree) Seleksi dengan cara ini pada umumnya yang diperhatikan yaitu sifat-sifat dari induk dan pejantannya (tetuanya), sedang cara penilaiannya dengan cara yang sama untuk seleksi berdasarkan sifatsifat individu. Pada umumnya cara ini dipergunakan dalam memilih ternak-ternak yang masih muda atau ternak yang kurang jelas catatan produksinya. Silsilah adalah suatu catatan tertulis dari keadaa n yang lampau, serta suatu estimasi akan penampilan seekor ternak. Sebagai contoh seekor pejantan yang telah menurunkan anak-anak dengan bobot sapih tinggi serta mempu nyai anak yang kualitas wool atau karkas yang bagus, maka dapat diharapkan pejantan itu memang mampu meneruskan sifat-sifat baik tersebut kepada keturunannya. Pemilihan bibit dengan menggunakan silsilah merup akan cara yang terbaik, karena dari silsilah ini akan dapat diketahui prestasi produksi dari induk dan pejantannya. 2. Pemilihan Bibit dengan cara Melihat Bagian Tubuh Luar (Eksterior) Penilaian penampilan atau performance ternak dapat diamati pada keadaan tubuh luar, yaitu dengan memegang/meraba ataupun melakukan pengamatan.



Beberapa factor yang perlu dipahami dalam melakukan seleksi adalah karakteristik bangsa, karakteristik produksi, ternak pengganti, kelompok pejantan dan bakalan. Masing-masing karakteristik tersebut merupakan criteria yang sangat penting agar dapat memproduksi daging yang berkualitas tinggi. Misalnya dalam menentukan bangsa ternak, akan sangat ditentukan oleh permintaan pasar, tipe usaha, program perkawinan, biaya dan ketersediaan bibit yang baik, kualitas dan kuantitas pakan, kondisi iklim dan topografi lingkungan pemeliharaan serta selera konsumen.



Pola seleksi & breeding pada usaha ternak potong Sasaran :  Produksi yang mengarah pada mutu genetis yang baik, sesuai dengan tujuan pemeliharaan Seleksi memilih calon breeding stock Kriteria dasar dalam pemilihan ternak adalah berdasarkan : bangsa dan sifat genetis, bentuk luar, kesehatan. Dalam memilih bangsa dan sifat genetisnya, sebaiknya memilih bangsa yang paling disukai/populer baik lokal maupun impor, sesuai dengan kondisi setempat dan tujuan usaha. Bentuk luar seekor ternak juga menjadi bahan pertimbangan dalam seleksi, karena bentuk luar berkorelasi positip terhadap faktor genetis (laju pertumbuhan, mutu dan hasil akhir/daging). Kriteria pemilihan ternak berdasarkan kesehatan antara lain keadaan tubuh, sikap dan tingkah laku, pernapasan, denyut jantung, pencernaan dan pandangan sapi. Banyak metode seleksi yang dapat digunakan dalam pemilikan ternak, seperti pedigree, farm test selection, independent culling level, tandem methode dan progeny test. Metode seleksi yang digunakan pada ternak potong biasanya adalah independent culling level dan tandem. Seleksi untuk sapi betina pengganti (replacement) 



Pada sapi



Betina



pengganti



adalah



dasar



untuk



mencapai



keberhasilan



pemeliharaan kelompok induk yang akan menghasilkan sejumlah pedhet sebagai produk yang diharapkan. Banyaknya jumlah induk yang akan diganti tergantung pada beberapa factor antara lain : 



Tingkat reproduksi kelompok ind uk yang dipelihara.







Rencana mengurangi atau menambah jumlah kelompok.







Umur rata-rata induk dalam kelompok yang dipelihara.







Berkurangnya jumlah induk dalam kelompok.







Jumlah induk yang diafkir dalam kelompok.



Langkah manajemen yang perlu dilakukan adalah : 



Melakukan evaluasi sapi betina yang sudah dipersiapkan sebagai calon pengganti pada periode saat sapih, saat akan kawin pertama dan setelah perkawinan.







Memilih betina yang berasal dari keturunan dengan produktivitas tinggi / baik.







Memilih betina yang cepat melahirkan dengan bobot badan tinggi.







Memilih betina dengan konformasi dan konstitusi tubuh proporsional.







Memilih betina yang sehat dan terbebas dari penyakit menular maupun herediter.



 Pada domba Prinsip pemilihan betina pengganti pada domba hamper sama dengan sapi. Dasar utama yang digunakan adalah kondisinya baik, kesehatan, kemampuan



menghasilkan



susu



yang



dapat



memenuhi



kebutuhan



cempenya. Adapun sebagai acuan adalah : 



Tingkat kebuntingan induk lebih tinggi







Produksi susu induk tinggi







Memiliki sifat keibuan (mothering ability) tinggi







Daya hidup lama.



 Pada babi Pada ternak babi, betina pengganti harus memiliki keuntungan dalam perubahan nilai genetisnya pada induk. Umumnya jumlah pengganti yang



dipersiapkan antara 20 – 25% dari setiap kelahiran. Langkah -langkah operasional betina pengganti pada babi adalah : Evaluasi babi dara pengganti dilakukan pada empat periode : saat lahir, saat sapih, saat bobot badan sekitar 82 – 91 kg dan saat dikawinkan. Memilih babi yang cepat pertumbuhannya, jumlah litter banyak , perdagingan baik. Dari segi reproduksi baik, ukuran vulva normal, pubertas satu bulan sebelum perkawinan, berasal dari induk yang mempunyai jumlah anak sapih 9 – 10 anak per kelahiran. Ambing kompak, sekurang -kurangnya mempunyai 6 pasang puting. Konformasi tubuh kompak, proporsional. Ketebalan lemak punggung pada saat bobot badan 91 kg lebih tipis dibandingkan babi lain pada bobot yang sama. Mempunyai BB lebih tinggi pada umur 170 hari dibandingkan dengan babi lain yang ada dalam kelompok. Bebas dari penyakit dan cacat bawaan. Seleksi Memilih calon Pejantan Pejantan adalah sumber plasma nutfah yang akan menurunkan sifat – sifatnya pada keturunannya. Langkah-langkah operasionalnya adalah :  Pada sapi : 



Pilih pejantan yang kuat







Berasal dari tetua yang catatan pedigree nya ba ik







Bobot lahir sedng, pertumbuhan cepat sampai umur 12 – 18 bulan, tetapi bobot dewasa tidak terlalu berat.







Pilih pejantan yang mempunyai fertilitas tinggi, lingkar skrotum pada umur 1 tahun berkisar 32 – 34 cm dan tidak kurang dari 34 cm pada umur 2 tahunatau lebih.







Pilih pejantan yang mempunyai tipe baik.







Pada saat pejantan berdiri kedudukan kaki -kakinya harus kuat, terutama kaki belakang. Kaki belakang akan menjadi tumpuan pada waktu pejantan mengawini betina.



 Dalam memilih domba pejantan, terutama untuk tujuan persilangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : 



Tingkat pertumbuhan cepat







Kualitas dan kuantitas karkas cukup baik dan menguntungkan







Kemampuan seksualnya tinggi dan agresif, seekor pejantan mampu melayani 50 – 60 ekor betina, tetapi pada pemeliharaan di padang yang kurang baik hanya mampu melayani 40 ekor betina.







Fertilitas tinggi.



 Pada seleksi babi pejantan, yang perlu diperhatikan adalah keadaan sifat –sifat baik yang nantinya akan diturunkan pada anak -anaknya. Pejantan harus mampu melayani betina sampai enam kali dalam seminggu dengan seks rasio 1 : 15. Seleksi Untuk Calon Bakalan Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bakalan yang dapat menentukan besar kecilnya keuntungan perusahaan adalah : 



Biaya pakan, termasuk bentuk, proporsi dan jumlah pakan yang harus disediakan.







Biaya margin (selisih) antara pembelian bakalan dengan harga jual saat finish.







Perhitungan nilai ekonomis gain yang diperoleh.







Prediksi kebutuhan fasilitas dan peralatan yang harus diinvestasikan.







Mengetahui pangsa pasar pada saat bakalan tersebut dipotong / dijual.







Menentukan lama pemberian pakan selama penggemukan.







Efisiensi kebutuhan tenaga kerja.



Dalam menyeleksi bakalan untuk tujuan tersebut, harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 



Mempunyai efisiensi pakan tinggi







Bakalan berumur muda







Ternak jantan akan tumbuh lebih cepat tumbuh dan efisien daripada ternak betina, sebaiknya ternak jantan sudah dikastrasi.







Ternak yang mengalami kekurangan pakan atau mendapat pakan berkualitas rendah sebelum digemukkan akan menghasilkan gain yang lebih tinggi pada saat digemukkan (mengalami pertumbuhan kompensasai / compensatory growth).



Beberapa indikator untuk menentukan bangsa sapi : 



Jumlah populasi : Semakin tinggi populasi suatu jenis ternak, semakin mu dah mendapatkan jenis ternak tersebut.







Pertambahan populasi setiap tahun : Merupakan penjabaran dari kematian dan kelahiran ternak sapi setiap tahun. Semakin rendah tingkat kematian ternak sapi di suatu wilayah, semakin cepat pertambahan populasinya.







Penyebaran : Walaupun populasi suatu jenis ternak (sapi) termasuk tinggi, tetapi kalau penyebarannya tidak merata pada berbagai daerah, maka akan sulit untuk mendapatkan jenis ternak tersebut. Misalnya sapi PO tersebar di seluruh daerah di P. jawa, Sumatera dan pul au lainnya, sedangkan sapi Bali tersebar di P. Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Sumbawa, Timor, Lampung.







Produksi karkas : Produksi karkas ternak sapi ditentukan oleh bobot badan dan persentase karkasnya. Semakin tinggi produksi karkaas, semakin mah al pula harga sapi. Sapi Bali mempunyai persen karkas paling tinggi (56,9%) dibandingkan dengan sapi lokal yang lain.







Efisiensi penggunaan pakan : Efisiensi pakan ditentukan dari konversi pakannya, biasanya berdasarkan konsumsi bahan kering pakan. Semakin ke cil angka konversi pakan, semakin efisien ternak tersebut mengubah pakan menjadi daging.



Tahap pelaksanaan pemilihan sapi : Pemilihan induk maupun pejantan sangat penting dilakukan karena berpengaruh terhadap keberhasilan perkawinan dan kualitas pedet yang dihasilkan. Syarat indukan yang berkualitas adalah : 1. Indukan minimum berumur 1,5 – 2 tahun, maksimum 5 tahun, dengan bobot badan untuk sapi lokal sekitar 225 – 250 kg/ekor dan sapi impor sekitar 350 kg/ekor. 2. Mata cerah, bulu bagus dan mengkilap serta pa nggul yang besar. 3. Bentuk ambing relatif besar, letaknya simetris, puting 4 buah.



4. Ukuran rongga pinggul (pelvis) sekitar 20 – 25 cm (untuk memudahkan induk ketika akan melahirkan). 5. Tidak memiliki kelainan fisik dan penyakit menular. Secara umum yang menjadi dasar / pertimbangan dalam pemilihan ternak sapi yang akan dipelihara peternak adalah : 



Tipe ternak Pemilihan tipe ternak sapi didasarkan atas kemampuan memproduksi sesuatu dan bentuk luar sapi yang bersangkutan. Ada tiga tipe sapi potong yaitu tipe potong (sapi Shorthorn, Hereford, Simental, Brahman, Bali dll), tipe kerja (sapi Ongole), tipe dwi guna (sapi Bali, Madura, PO, Peranakan Brahman)







Penilaian dan pengukuran sapi Setelah memilih tipe potong, kemudian menilai tipe tersebut dalam kelompok dengan cara melakukan pengamatan dari jarak jauh dan dari dekat (pengamatan dari samping, belakang dan depan). Pengamatan dari jarak jauh (pengamatan keolmpok) dilakukan pada jarak kurang lebih 6 meter, kemudian mengambil beberapa ekor sapi dan melakukan pengamatan individu untuk mengetahui kondisi ternak. Sapi diusahakan bergerak untuk mengetahui kelincahan / kesehatannya. Kalau perlu dapat dilakukan pengukuran pada bagian tubuh sapi. Pengamatan dari jarak dekat bertujuan untuk memperoleh skor penilaian yang baik. Ternak sapi diamati dari berbagai arah baik arah samping, belakang maupun depan. Kemudian tahap selanjutnya adalah memegang dan mengukur bagian-bagian tubuh tertentu. Bagian -bagian tubuh yang terpenting pada ternak sapi yang diukur antara lain tinggi gumba , tinggi kemudi, dalam dada, lingkar dada/tubuh, lebar dada, lebar kemudi, panjang tubuh, lebar dahi, panjang kepala dan lebar pipi.



Setelah 2 hal tersebut di atas terlaksana, tahap selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap ternak sapi. Tahap seleksi : Calon Induk Seleksi Calon Pejantan



Calon Bakalan Breeding Calon Induk x calon pejantan Breeding load sesuai - S/C=1 - Deteksi birahi tepat CR max - Saat perkawinan tepat Perkawinan Bunting Partus Anak Fattening Replacement Pejantan sbg Untuk tenaga untuk breeding bibit kerja stock



Seleksi bakalan : Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bakalan adalah : a. Bakalan memiliki efisiensi pakan yang tinggi b. Umur bakalan masih muda c. Sebaiknya memilih bakalan yang sudah dikastrasi d. Sapi yang pada saat periode pertumbuhan memperoleh pakan berkualitas rendah akan menghasilkan pertambahan bobot badan yanng lebih tinggi daripada sapi yang diberi pakan berkualitas baik (hal ini peluang untuk memperoleh pertumbuhan kompensasi) e. Sapi jantan akan tumbuh lebih cepat dan efisien daripada steer, sedangkan steer tumbuh lebih baik daripada heifer, tetapi harga jual sapi jantan akan lebih rendah. Breeding Breeding adalah suatu cara manipulasi genetik individu untuk mendapatkan mutu genetik yang baik melalui perkawinan, baik secara inbreeding maupun out breeding (cross breeding, back cross, grading up dan pure breeding). PEMILIHAN BIBIT A. Pengertian Bibit dan Benih Dalam suatu usaha peternakan, pemilihan bibit unggul merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan karena bibit merupakan salah satu kunci



keberhasilan dari usaha peternakan. Bibit yng baik didukung pakan yang baik dan tatalaksana yang baik akan mendapatkan produksi yang optimal . Ternak yang dipilih untuk digunakan sebagai bibit harus didasarkan pada sifat –sifat produksi tinggi guna memperoleh produksi yang maksimal. Untuk menjamin mutu produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen diperlukan bibit ternak yng bermutu, oleh ka rena itu diperlukan pengaturan mengenai standar mutu atau kualitas bibit ternak dan produksinya. Tujuan utama standarisasi adalah untuk meningkatkan daya saing has il peternakan di pasaran dalam dan luar negeri yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan devisa negara dan pendapatan petani. 65



Bagi ternak-ternak tertentu, standar mutu bibit diatur dalam Standar Pertanian Indonesia Bidang Peternakan (SPINAK) No. 01/43/1988 yang dituangkan dalam SK Meteri Pertanian No. 3568/Kpts/TN.410/5/1988. sedangkan bagi ternak yang belum diatur dalam Standarisasi Mutu diatur dalam Kesepakatan Teknis. Bibit Ternak : semua ternak hasil proses penelitian dan pengkajian dan atau ternak yang memenuhi persyaratan tert entu untuk dikembangkan dan atau produksi Benih : calon bibit ternak yang mempunyai kemampuan persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan seperti : mani (semen), sel telur (oocyt), telur tetas dan embrio Sumber : Pedoman Pembibitan Ternak Nasional , Hardjosubroto (1994): Bibit Sapi : pedet / sapi muda yang dipelihara untuk menjadi sapi potong baik jantan maupun betina Sapi Bibit : Sapi yang memenuhi persyaratan tententu dan dibudidayakan untuk reproduksi dengan tujuan utama produksi daging dan atau tena ga kerja. Mani dan embrio termasuk didalam artian sapi bibit Di Indonesia, semen beku berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) : - Ungaran



- Lembang - Singosari (Jawa Timur) Prinsip IB : Ada pejantan unggul menghasilkan banyak semen ; b isa mengawini banyak betina Jadi, IB adalah untuk memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin Misal : untuk kawin alam ; satu ekor sapi jantan bisa mengawini 75 -100 betina Tetapi dengan IB, satu ekor sapi bisa untuk 7.500 – 10.000 betina (100x) 66



Prinsip Embrio Transfer : Untuk memberdayakan betina unggul Misal : secara alami, betina bisa menghasilkan anak setiap tahun satu ekor , tetapi dengan embrio transfer bisa menghasilkan anak lebih banyak . Caranya betina disuntik dengan hormon agar terjadi super ovulasi, sehingga bisa mengahasilkan ovum lebih dari satu (bisa sampai 10) Ovum tersebut diambil, di IB, sehingga menghasilkan banyak embrio. Embrio diambil dititipkan pada betina lain (resipien) yang sudah siap bunting (caranya : disuntik dengan hormon penyerentakan berahi) Penentuan Umur sapi : Pedet : < 1 tahun : gigi belum ada yang berganti Sapi Muda : 1 – 3 tahun : 1-2 pasang gigi berganti (poel) Sapi Dewasa : > 3 tahun : 3-4 pasang gigi berganti Dasar Pemilihan Bibit A. Berdasarkan Silsilah (pedigree) Silsilah : catatan prestasi produksi tetua (induk dan pejantan) Catatan dilakukan oleh perusahaan besar (di Indonesia biasa dilakukan pada ternak perah; ternak potong masih jarang) Catatan pada ternak potong : - Berat lahir - Berat dewasa - PBBH



- Berat sapih - Bobot potong (kalau



tidak



ada



timbangan



untuk



mengukur



BB



penaksiran



menggunakan LD Rumus yang sangat terkenal untuk menaksir BB adalah Rumus Schrool, yaitu : BB = (LD + 22) 2 100 67



untuk sapi-sapi Bos Taurus (sapi-sapi di Eropa) Kalau digunakan untuk sapi -sapi di Indonesia (sapi tropis) Bos Indicus biasanya terlalu berat; Misal : LD = 100 cm BB = (100+22)2 = (122)2 100 100 = 148,86 kg Kalau ditimbang kurang dari 148,86 kg yang cocok : BB = (LD+5)2 100 BB = (100+5)2 100 = 110,25 kg Selisih : 38 kg untuk sapi-sapi gemuk; untuk sapi-sapi kurus lebih kecil lagi; lebih-lebih untuk pedet Hasil dari seleksi berdasarkan silsilah : a. Sapi potong : - Bobot pada umur tertentu (bobot lahir, bobot sapih, bobot dewasa) - Kecepatan pertumbuhan (pbbh) - Ukuran tubuh tertentu (tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan) b. Kambing & Domba : - Bobot pada umur tertentu



- Kecepatan pertumbuhan - Produksi dan karakteristik wool - Indeks fertilitas induk 68



c. Babi : - Seleksi Indeks Indeks Induk = 100 + 6,5 ( L – L ) + 1.0 (W – W) L : Jumlah anak hidup L : Rata-rata jumlah anak hidup W : Bobot anak (21 hari) W : Rata-rata bobot 21 hari Pemilihan bibit berdasarkan Pedigree masih jarang dilakukan; Yang banyak dilakukan adalah seleksi berdasarkan Eksterior. B. Berdasarkan Eksterior (bentuk luar) Berdasarkan pengamatan, yaitu dengan : - melihat - memegang / meraba Ciri-ciri umum bibit yang baik : 1. Sesuai dengan bangsanya - Sapi Ongole : putih abu-abu - Sapi Bali : merah bata - Sapi Bos Indicus : mempunyai punuk Misal : Sapi Bali - Warna pedet : merah bata - Menjelang dewasa : betina : merah bata; jantan : kehitaman - Dilihat dari belakang, bokongnya ada lingkaran putih Bos Indicus (sapi-sapi Asia) : tinggi, ramping, berpunuk, bergelambir - tinggi agar jauh dari tanah, sehingga tidak panas - berpunuk & bergelambir untuk memperluas permukaan tubuh; agar tempat untuk membuang panas lebih luas Bos Taurus (sapi-sapi Eropa) : - pendek agar dekat dengan tanah, sehingga tidak kedinginan



- permukaan tubuh sempit agar kontak dengan udara luar sesedikit mungkin 2. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan , misalnya : - Penghasil daging : - Penghasil wool : Pejantan : gagah, scrotum kenyal Induk : ambing simetris 3. Sehat; dengan ciri-ciri : - mata bersinar - bulu halus dan mengkilap - kulit elastis - sikap berdiri tegak - lincah, riang, kuat - nafsu makan baik 4. Sesuai dengan standar (bila ada) Contoh standar Standar Umum Bibit Sapi (SPINAK 01/43/1988) * Sapi Madura 1. Sifat Kualitatif a. Warna : merah bata / merah coklat bercampur putih dengan batas yang tidak jelas pada bagian paha 70



b. Tanduk : kecil, pendek serta memngarah ke bagian luar c. Bentuk badan : tubuh kecil, kaki pendek ; betina tidak berpunuk, jantan punuk berkembang baik dan jelas 2. Sifat Kuantitatif a. Tinggi gumba : Betina : minimal 105 cm, maksimal 108 cm Jantan : minimal 115 cm, maksimal 125 cm b. Umur ternak : Betina : 18 – 24 bulan (maksimal punya 1 pasang gigi seri tetap) Jantan : 24 – 36 bulan (min. punya 1 ps. gigi tetap, max punya 2 ps.) Standar untuk Babi Parent Stock



Standar Umum a. Babi bibit Parent Stock harus mempunyai surat keterangan atau jaminan dari perusahaan Babi Bibit Grand Parent Stocknya; mengenai : warna, bentuk badan dan kualitasnya sebagai babi b ibit. b. Babi bibit Parent Stock harus sehat dan bebas dari cacat fisik seperti : cacat mata (kebutaan), pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya . c. Semua bibit Parent Stock betina ha rus bebas dari cacat alat reproduksi. abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kema ndulan. d. Babi bibit Parent stock jantan harus siap sebagai pejantan serta tid ak menderita cacat pada alat kelaminnya, terutama testis harus satu pasang . Standar Khusus : a. Umur Dewasa kelamin : - Betina : 5 bulan 71



- Jantan : 5 bulan b. Babi bibit Parent Stock dapat mencapai BB dewasa kelamin : - Betina : 80 – 90 kg - Jantan : 80 – 90 kg c. Berasal dari tetua Induk dengan jumlah anak lahir hidup per kelahiran : - Dari jalur jantan : + 7 ekor - Dari jalur betina : 8 – 9 ekor d. Bobot Lahir Anak : - Dari jalur jantan : + 1,3 kg - Dari jalur betina : 1,2 – 1,4 kg e. Rataan pbbh : - Dari jalur jantan : + 685 gr - Dari jalur betina : 740 – 70 gr 5. Calon Pejantan - Dada dalam dan lebar - Testis normal



- Nafsu berahi tinggi 6. Calon induk - Tidak terlalu gemuk - Letak vulva normal - Ambing normal - Puting normal (jumlah dana bentuk), missal : sapi 4, babi 12 - Sifat mengasuh anak (mothering ability) b aik 72



Ciri khusus Ternak Bibit Sapi Potong Standar Mutu Bibit (SK Mentan 358/TN410/88) - Sapi Madura - Sapi Bali - Sapi Ongole - Sapi Peranakan Ongole (PO) - Sapi Brahman Lokal - Kerbau Sifat kualitatif : - Warna - Tanduk - Bentuk Badan Sifat Kuantitatif : - tinggi Gumba - Umur Warna sapi Brahman tidak Uniform , karena terbentuk dari empat (4) bangsa, yaitu : - Sapi Gir - Sapi Krishna Valley - Sapi Nellore - Sapi Gujarat Sapi PO - Sekarang sudah tidak begitu disukai, karena penggunaan sebagai tenaga kerja



sudah berkuarang (diganti dengan traktor) 73



- Yang lebih disukai adalah Simmental, karena hasil daging baik ; tetapi pakan harus lebih baik Sapi Jantan: - Testis Simetrsa kanan dan kiri - Testis kenyal dan elastis Sapi Betina : - Puting : empat buah dan simetris - Ambing : besar dan simetris - Vulva : tidak terlalu ke atas Kambing dan Domba : - Sama dengan sapi, hanya ditambah : Jantan dan betina dari keturunan kembar ! Babi : Standar Mutu Bibit Impor 1. Standar Mutu Bibit babi Grand Parent Stock (GPS) 2. Standar Mutu Bibit babi Parent Stock (PS) 3. Standar Mutu Bibit babi Lokal (babi Jawa, babi Sumatra, babi Bali) Standar Umum : - SK dari perusahaan di atasnya - Bebas dari cacat fisik dan reproduksi Standar Khusus - Bobot ternak - Dari induk dengan litter size tertentu - Ambing baik; putting 6 pasang dan simetris 74



Klasifikasi Bibit 1. Secara Umum a. Bibit Dasar (Foundation Stock) bibit hasil pemuliaan - Spesifikasi tertentu - Mempunyai silsilah



- Untuk menghasilkan bibit induk b. Bibit Induk (Breeding Stock) - Spesifikasi tertentu - Mempunyai silsilah - Untuk menghasilkan bibit sebar c. Bibit Sebar (bibit niaga = Commercial Stock) - Spesifikasi ternentu - Untuk digunakan dalam proses produksi yang komplit pada ternak ayam dan babi ! 2. Secara Khusus (pada unggas dan babi) a. Bibit Galur Murni (pure line / PL) - Spesifikasi tertentu - Menghasilkan bibit nenek Grand Parent Stock = GPS) b. Grand Parent Stock (GPS) = Bibit Nenek - Sesifikasi tertentu - Menghasilkan bibit induk (Parent Stock = PS) c. Parent Stock (PS) = Bibit Induk - Spesifikasi tertentu - Menghasilkan bibit sebar (bibit niaga) = Final Stock (FS) 75



d. Final Stock (FS) = Bibit sebar (bibit Niaga) - Spesifikasi tertentu - Untuk dipelihara hingga menghasilkan daging / telur yang dipelihara langsung oleh peternak Perusahaan di Indonesia baru sampai dengan : GPS Untuk galur Murni biasanya masih impor Betina PO >< Pejantan Simmental F1 - Jantan : untuk digemukkan; dipotong - Betina >< Simmental F2 - Jantan : digemukkan; dipotong - Betina >< Simmental



F3 Keturunan persilangan sapi Simmental jantan harus digemukkan untuk dipotong; jangan smpai untuk mengawini betina; karena akan mennurunkan mutu genetic; karena gen Simmental sudah turun ! Betina hasil persilangan sebaiknya dibeli oleh pemerintah; digunakan untuk bibit; jangan sampai keluar dari kawasan tes ebut A. Pemilihan Bibit sapi dan Kerbau Secara umum pada pemilihan bibit ternak, harus diperhatikan sehat tidaknya ternak calon bibit. Adapun tanda -tanda ternak sehat adalah : a. Mata bersinar, tidak terdapat kondisi patologik b. Bulu halus dan mengkilap 76



c. Kulit tampak elastis d. Sikap berdiri tegak, kuat dan semua bagian tubuh diduku ng oleh keempat kaki dengan teracak yang rata e. Gerak lincah dan kuat f. Nafsu makan cukup baik, bila diberi ransum lain cepat menyesuaikan Standar Umum Mutu Bibit Sapi a. Sapi harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti : cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan bulu abnormal b. Sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan c. Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya Contoh standar mutu bibit sapi berdasarkan SPINAK/01/43/1988 adalah : Standar Mutu Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO) Sifat Kualitatif : a. Warna : putih kelabu atau kehitam-hitaman b. Tanduk : relatif pendek, pada yang betina lebih pendek dibanding jantan



c. Bentuk badan : kepala relatif pendek dengan profil melengkung. Punuk besar mengarah ke leher, lipatan-lipatan kulit yang terdapat di bawah perut dan leher menuju ke arah leher, kaki panjang dan kokoh Sifat Kuantitatif : a. Tinggi gumba : betina 112 - 118 cm. jantan 118 - 125 cm b. Umur : betina 18 - 24 bulan ( maksimal ganti gigi 1 pasang ) Jantan 24 – 36 bulan (ganti gigi 1 – 2 pasang ) 77



Standar Umum Mutu Bibit Kerbau (berdasarkan Kesepakatan Teknis) a. Kerbau bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang b. Semua Kerbau bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan c. Kerbau bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya Contoh standar mutu bibit kerbau berdasar Kesepakatan Teknis Standar Mutu Bibit Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) Sifat Kualitatif : a. Warna : kulit berwarna abu-abu, hitam serta bulu berwarna abu -abu sampai hitam b. Tanduk : mengarah ke belakang horizontal, bentuk bulat panjang dengan bagian ujung yang meruncing serta membentuk setengah lingkaran c. Bentuk badan : kondisi badan baik, bagian belakang penuh dengan otot yang berkembang, leher kompak dan kuat serta mempunyai proporsi yang



sebanding dengan badan dana kepala, ambing berkembang dan simetr is Sifat Kuantitatif : a. Tinggi gumba : betina 120 – 125 cm, jantan 125 – 130 cm b. Umur : betina 24 – 36 bulan (maksimal ganti gigi 1 pasang), jantan 30 – 40 bulan ( ganti gigi 1 – 2 pasang ) c. Berat badan : betina 250 – 300 kg, jantan 300 – 350 kg B. Pemilihan Bibit Domba dan Kambing Produktivitas induk domba dan kambing sangat ditentuka oleh kelahiran anaknya. Induk muda yang mampu melahirkan anak kembar pada kelahiran pertama 78



ada kecenderungan melahirkan kembar pula pada waktu selanjutnya. Indukinduk inilah yang dikehendaki dalam memilih bibit karena dapat menurunkan kembar , walaupun kemungkinan peluang hanya 15%. Kriteria pemilihan bibit yang biasa digunakan sebagai pedoman dalam rangka melakukan seleksi terhadap ternak domb a dan kambing adalah : a. Sehat; tanda-tanda domba dan kambing yang sehat antara lain : mata bersinar dan bersih, bulu mengkilat dan bersih, selaput lendir mata dan kulit tidak pucat, gerakannya aktif, hi dung dan mulut tidak mengeluarkan cairan, dan anus tampak bersih b. Bangsa; menurut kesukaan peternak d an konsumen, dengan memilih bangsa domba/kambing yang biasa diternakkan di daerah sekitar. c. Kesuburan; induk yang subur adalah yang memliki banyak anak setiap melahrikan d. Temperamen; induk yang mempunyai temperamen yang baik yaitu induk yang mau merawat anaknya dengan rajin dan selalu menyusui anaknya e. Produksi susu tinggi; untuk memberikan jaminan hidup dan pertumbuhan anak yang baik sampai disapih, diharapkan induk mampu mensuplai susu yang cukup. 1. Pemilihan Bibit Berdasarkan Silsilah (Pedigree)



Silsilah adalah suatu catatan tertulis dari keadaa n yang lampau, serta suatu estimasi akan penampilan seekor ternak. Sebagai contoh seekor pejantan yang telah menurunkan anak-anak dengan bobot sapih tinggi serta mempu nyai anak yang kualitas wool atau karkas yang bagus, maka dapat diharapkan pejantan itu memang mampu meneruskan sifat-sifat baik tersebut kepada keturunannya. Pemilihan bibit dengan menggunakan silsilah merup akan cara yang terbaik, karena dari silsilah ini akan dapat diketahui prestasi produksi dari induk dan pejantannya. 79



2. Pemilihan Bibit dengan cara Melihat Bagian Tubuh Luar (Eksterior) Penilaian penampilan atau performance domba dan kambing diamati pada keadaan tubuh luar, yaitu dengan memegang/meraba ataupun melakukan pengamatan. Penilaian terhadap domba dengan pengamatan lebih sulit diband ing dengan kambing, karena pada umumnya domba memiliki bulu yang tebal. Agar diperoleh hasil yang baik pada penilaian dengan pengamatan, maka perlu dilakukan pengamatan dari samping, muka dan belakang. a. Pengamatan dari samping Secara umum tubuh tampak besar, bagian atas dan bawah tubuh rata, k aki pendek, lurus dan kuat b. Pengamatan dari depan Moncong besar berbentuk segi empat dengan lubang hidung cukup lebar , mata besar, dada dalam dan jarak kedua kaki depan relatif lebar c. Pengamatan dari belakang Mulai dari bahu sampai ke ujung pantat cukup lebar, padat dan berisi d. Menilai dengan memegang/meraba Perabaan dimulai dari leher, punggung, pinggang sampai p antat. 3. Pemilihan Domba dan Kambing Calon Bibit



Tanda-tanda Pejantan Calon Bibit : a. Sehat, tubuh besar (sesuai umur), relatif panjang dan tidak cacat b. Dada dalam dan lebar c. Kaki lurus dan kuat d. Tumit tinggi e. Penampilan gagah f. Aktif dan besar nafsu kawinnya 80



g. Testis normal (2 buah, sama besar dan kenyal) h. Alat kelamin kenyal dan dapat ereksi i. Sebaiknya berasal dari keturunan kembar j. Bulu bersih dan mengkilat Tanda-tanda betina calon bibit : a. Sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat b. Kaki lurus dan kuat c. Alat kelamin normal d. Mempunyai sifat mengasuh anak yang baik e. Ambing normal (halus, kenyal, tidak ada infeksi/pembengkakan) f. Sebaiknya berasal dari keturunan kembar g. Bulu bersih dan mengkilap. C. Pemilihan Bibit Ternak babi Prinsip-prinsip dasar Pemilihan Ternak Pada umumnya para ahli dalam memilih ternak babi untuk dipelihara dapat menggunakan 4 (empat) dasar pemilihan, yaitu : a. Judging; yaitu pemilihan berdasar visual; biasanya digunakan pada arena lomba b. Pedigree; yaitu pemilihan didasarkan pada prestasi yang dit unjukkan oleh nenek moyangnya c. Penampilan ternak d. Pengujian atau tes produksi seperti yang diatur dalam kesepakatan teknis 81



Sifat-sifat



ternak



babi



ditinjau



dari



kepentingan



ekonomi



dapat



diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu produktif, reproduk tif dan struktural. Karena setiap sifat yang diamati pada ternak sebagian ditentukan oleh faktor genetik dan sebagian oleh lingkungan, maka memilih ternak untuk bibit hend aknya memilih individu-individu yang berpotensi variasi genetik yang baik dipandang dari sudut ekonomi. Pemilihan bibit dalam usaha ternak potong babi, bila ditinjau dari sudut tu juan pemeliharaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : a. Pemilihan bibit babi bakalan (jantan dan betina) untuk tujuan produksi anak b. Pemilihan bibit babi bakalan untuk tujuan digemukkan, kemudian di jual. Pemilihan bibit babi ditekankan pada : - Sifat-sifat genetic dari tetuanya - Penampakan sifat-sifat kelamin sekunder - Laju pertumbuhan dan efisiensi dalam penggunaan pakan - Kesehatan ternak Pemilihan babi bakalan ditekankan pada : - Laju pertumbuhan - Efisiensi pakan - Kesehatan ternak Memilih Babi Dara dan Pejantan Muda Memilih babi dara atau pejantan muda paling sedikit harus sebaik keduanya (induk/pejantannya) atau lebih superior dalam hal produk, kualitas dan performance yang potensial yang dapat diteruskan keturunannya dikelak kemudian hari. Sifat-sifat yang baik dari calon babi dara : a. Berasal dari tetua yang berkualitas genetik yang baik b. Berbadan sehat, mata bersih dan bersinar, gerakannya linc ah, serta berat



badannya sesuai dengan standar berat badan masing -masing bangsa/jenis ternak 82



c. Mempunyai minimal 6 pasang puting susu yang simetris dan mampu menghasilkan air susu yang cukup untuk anak yang diasuh d. Memiliki kaki yang kokoh dan lurus sehingga mampu menopang beban dari berat pejantan waktu kawin maupun berat masa bunting e. Mempunyai sifat keibuan f. Mempunyai sifat performans seperti laju pertumbuhan dan koefisien pakan yang lebih baik dari ternak biasa atau rata -rata ternak Sifat-sifat yang baik dari pejantan muda : a. Berasal dari tetua atau nenek moyang yang berkualaita genetik baik b. Berbadan sehat, mata bersih dan bersinar, gerakannya lincah, berat badannya sesuai dengan standar berat badan masing -masing bangsa/jenis babi c. Memiliki kaki yang kuat dan tegak serta letaknya baik agar bebas bergerak d. Mempunyai sifat performance yang baik, misalnya laju pertumbuhan serta koefisien penggunaan pakan e. Sifat kejantanannya terlihat nyata dan agresif Manajemen reproduksi Untuk efisiensi reproduksi, manajemen reproduksi perlu diatur secara cermat dan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen reproduksi adalah : Kemampuan reproduksi : Libido sexualis Kualitas sperma / ovum Kemampuan fisik Litter size Produksi susu induk Mothering ability Efisiensi reproduksi :



Service per conception Breeding load Deteksi berahi Animal crop Farrowing index Conception rate / pregnation rate Agar perkembangbiakan ternak cepat : Manajemen perkawinan yang benar / tepat, diusahakan S/C = 1 dengan farrowing index tinggi. Kawin pertama dilakukan pada saat dewasa tubuh, sesudah pubertas. Fertilitas induk yang baik, kalau mungkin sampai dengan 100 % induk yang bunting, hal ini dapat dilakukan dengan seleksi yang terarah. Pakan harus cukup dalam kuantitas dan kualit as. Seleksi awal untuk pemilihan induk dan pejantan ( breeding stock) harus tepat. Pengendalian / penanggulangan penyakit. Perawatan kandang dan lainnya harus baik. Pola perkawinan Post Partum Estrus Birahi Heat Partus Estrus Kawin kawin kawin kawin Gagal bunting gagal bunting laktasi siklus bunting Post Partum Mating estrus 84



Pada ternak yang estrus sesudah sapih, interval kelahiran ( CI = calving interval) dihitung sebagai berikut : CI = lama bunting + post partum mating = lama bunting + post partum estrus + {(S/C – 1) x siklus estrus} Peningkatan mutu ternak sapi melalui bibit : Mengganti seluruh bibit yang telah ada



Lebih cepat, tetapi biaya lebih tinggi Bisa dilakukan secara bertahap Dengan kawin silang antara pejantan unggul terpilih dengan betina lokal. Karakteristik siklus berahi dan saat tepat perkawinannya Uraian Sapi Domba Babi Kambing Rata-rata siklus berahi (hari) 21 17 20 20 Lama berahi (jam) 12 – 18 24 – 36 48 – 72 34 – 38 Ovulasi 10-12 jam setelah berahi Akhir berahi Pertengahan berahi Akhir berahi Saat perkawinan terbaik 1. awal berahi 2. 12-20 jam setelah awal berahi Pertengahan akhir berahi Induk : pertengahan berahi Dara : hari kedua setelah berahi Pertengahan akhir berahi



TATALAKSANA PERKAWINAN A. Pubertas Proses reproduksi pada ternak baru dapat berlangsung sesudah ternak tersebut mencapai dewasa kelamin, atau biasa disebut dengan pubertas. Pubertas adalah suatu indikator bahwa hewan sudah mempunyai kemampuan untuk kawin. Pubertas terjadi sebelum seekor ternak mencapai dewasa tubuh atau body maturity 85



yang dicapai apabila bobot badan sudah mencapai 50-70 persen dari bobot badan dewasa. Pada ternak jantan, pubertas dicapai apabila androgen dan sperma telah diproduksi, organ-organ reproduksi telah masak, penis telah terbebas dari selubung dan ternak tersebut mengawini betina dan betina tersebut dapat bunting. Pada ternak betina pubertas adalah umur dimana terjadi berahi pertama disertai dengan ovulasi secara spontan. Satu atau lebih ovulasi tenang dapat terjadi sebelum ternak betina menunjukkan tanda -tanda berahi yang berhubungan dengan ovulasi. Frekuensi ovulasi tenang ini sangat tergantung dari efisiensi estrus secara luas. Umur berahi pertama pada ternak betina bervariasi, pada umumnya disebabkan karena perkawinan dan perbedaan laju pertumbuhan. Diantara banyak faktor yang mempengaruhi umur tercapainya pubertas adalah bangsa ternak dan keadaan pakan atau nutrisi. Pada tingkat nutrisi yang rendah dan laju pertumbuhan yang lambat, pubertas dapat terhambat beberapa minggu, sedang



tingkat konsumsi nutrisi yang tinggi akan mem percepat pubertas. Musim dapat pula mempengaruhi tercapainya umur pubertas. Pada sapi-sapi potong yang ada di Indonesia, pubertas terjadi pada umur antara 11 – 15 bulan. Untuk sapi-sapi Zebu biasanya terjadi pada umur 18 – 24 bulan, pada sapi-sapi Eropa dicapai pada umur 16 – 18 bulan. Pubertas babi jantan dicapai pada umur 5 – 8 bulan, babi jantan muda sebaiknya dibiarkan mencapai umur 8 -9 bulan sebelum dipakai untuk mengawini betina. Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur sekitar 5 -8 bulan, dan umur yang dianjurkan untuk perkawinan pertamanya adalah 8 -10 bulan. Domba dan kambing mencapai pubertas tergantung pada bangsanya, pada umumnya umur 6 – 8 bulan. Ternak jantan sebaiknya mulai dipakai sebagai pemacek diatas satu tahun. 86



B. Estrus atau berahi pada ternak Sejak tercapainya pubertas, terjadilah berahi pada ternak yang tidak bunting, menurut suatu siklus yang ritmis dan khas bagi jenis -jenis ternak tertentu. Interval antara satu periode estrus ke periode berikutnya disebut siklus estrus. Sapi, kerbau, domba, kambing dan babi termasuk hewan poli estrus, karena siklus estrusnya berkesinambungan; musim atau iklim tidak mempengaruhi terjadinya siklus estrus ini. Pada ternak jantan, siklus berahi tidak ada, pada umumnya pejantan selalu berse dia menerima ternak betina untuk aktivitas reproduksi. Perkawinan dapat berhasil apabila ternak betina yang dikawinkan dalam keadaan berahi (estrus). Estrus adalah suatu fase dalam siklus berahi dimana ternak



betina bersedia atau mau menerima pejantan un tuk aktifitas reproduksi. Adapun tanda-tanda munculnya estrus pada ternak adalah : a. Ternak tampak gelisah b. Nafsu makan turun c. Mencoba menunggangi dan diam bila dinaiki ternak lain d. Sering mengibas-ngibaskan ekor dan sering kencing e. Vulva kelihatan bengkak, merah dan hangat f. Keluar lendir transparan dari servik yang mengalir melalui vulva dan vagina. Dibandingkan dengan ternak sapi, tanda -tanda berahi pada kerbau hampir tidak diketahui dan sulit ditentukan. Cara yang paling tepat untuk menentukan apakah berbau betina tersebut berahi atau tidak dapat digunakan kerb au jantan untuk mendeteksinya.Tanda-tanda



berahi



yang



tidak



nyata



tersebut



tidak



menyulitkan peternak, karena perkawinan kerbau pada umumnya berlangsung di padang penggembalaan dimana kerbau jantan l eluasa memilih betina-betina yang sedang berahi. Lama berahi dan siklus berahi pada berbagai jenis ternak berbeda -beda. Untuk ternak sapi siklus berahi datang sekali dalam 18 -24 hari, dengan ratarata 21 87



hari, sedang lama berahi berkisar 6 -30 jam, dengan rata-rata 17 jam dan ovulasi terjadi 9-11 jam setelah selesainya estrus. Kerbau betina memperlihatkan siklus berahi yang normal selama kurang lebih tiga minggu. Di Indonesia, siklus berahi pada kerbau Lumpur berkisar antara 17 -29 hari, dengan rata-rata 21,53 hari. Lama berahi ternak kerbau lebih lama daripada



sapi, yaitu berkisar antara 24-36 jam, dengan rata-rata 17,65 jam. Lama siklus berahi normal pada domba berkisar antara 14 -19 hari, dengan rata-rata 17 hari, lama berahi pada domba -domba lokal di Indonesia berkisar antara 24-48 jam, dengan rta-rata 35,5 jam. Lama berahi pada kambing 24 -45 jam. Berahi akan terulang lagi sekitar 19 hari kemudian (apabila tidak dikawinkan atau gagal bunting). Siklus berahi pada babi mencapai 19 -23 hari, dengan rata-rata 21 hari, berahi berlangsung antara 1-4 hari, dengan rata-rata 2-3 hari. Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah deteksi berahi, oleh karena itu pengetahuan tentang tanda -tanda berahi, siklus berahi dan ovulasi menjadikan hal yang penting untuk dikuasai. Secara umum deteksi berahi pada ternak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a. Tradisional; yaitu pengamatan berahi didasarkan pada timbulnya berahi secara alami, tanpa adanya campur tangan manusia b. Semi tradisional; telah ada campur tang an manusia, misalnya menggunakan pejantan pengusik. Umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki jumlah ternak diatas 10 ekor. c. Modern; pengamatan telah menggunakan peralatan dan telah mengikutsertakan manusia dalam pengamatannya. 88



C. Perkawinan Perkawinan merupakan bagian dari rentetan kegiatan dalam proses reproduksi. Perkawinan adalah suatu usaha untuk memasukkan sperma ke dalam alat kelamin betina. Perkawinan yang lazim digunakan pada ternak ada dua, yaitu : a. Perkawinan Alam



Perkawinan hanya mungkin terjadi antara ternak jantan dengan ternak betina yang berahi, dimana ternak betina mau menerima ternak jantan. Perkawinan alam ini tidak diragukan keberhasilannya, karena semen yang diejakulasikan tanpa pengenceran dan didesposisikan pada “ portiovaginalis services” atau mulut servic. b. Perkawinan buatan (kawin suntik /IB) Semen



dimasukkan



kedalam



saluran



reproduksi



betina



dengan



menggunakan alat buatan manusia. Perkawinan memungkinkan pertemuan spermatozoa dengan sel telur, sehingga perlu diperhatikan saat-saat ovulasi pada hewan betina agar perkawinan tepat pada waktunya. Ada tiga macam perkawinan yang da pat terjadi pada ternak, yaitu: a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang mempunyai hubungan keturunan dekat b. Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi lokal yang diarahkan pada keturunan pejantan c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah diketahui dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya. Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan sepenuhnya oleh manusia yang disebut “hand matting”, yaitu pemeliharaan sapi jantan dan betina dipisah, apabila ada betina yang berahi baru diambilkan pejantan untuk mengawininya, atau dilakukan Ins eminasi Buatan (IB). Cara lain adalah “pastura matting”, yaitu sapi-sapi jantan dan betina dewasa pada musim kawin 89



dilepas bersama-sama. Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa campur tangan manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan. Untuk melaksanakan perkawinan perlu diperhatikan waktu yang setepat tepatnya agar sapi betina dapat menjadi bunting atau terjadi konsepsi. Saat optimum untuk terjadinya konsepsi pada ternak sapi adalah pertengahan estrus sampai akhir estrus. Jika terlihat gejala berahi pagi hari, maka inseminasi/perkawinan harus dilakukan paling lambat sore hari itu juga. Apabila terlihat gejala berahi pada sore hari, maka perkawinan paling lambat dilakukan esok hari berikutnya. Waktu perkawinan/inseminasi pada sapi dianjurkan tidak melebihi 4 jam sebelum ovulasi berakhir. Sistem perkawinan pada ternak domba/kambing selama ini adalah perkawinan secara alam, sedangkan perkawinan secara IB belum lazim dilaksanakan. Secara ekonomis perbandingan jumlah ternak jantan sebaiknya setiap eko r pejantan untuk 20-25 ekor betina. Dengan manajeman perkawinan yang baik, ternak domba dan kambing dapat melahirkan setiap 8 atau 9 bulan sekali. Hal ini dapat dicapai dengan penyapihan anak pada umur 3-4 bulan, walaupun pada umur dua bulan induk sudah d apat dikawinkan kembali. Waktu yang baik untuk mengawinkan domba/kambing adalah 12 -18 jam setelah terlihat tanda-tanda pertama berahi. Betina yang berahi disarankan dicampur



dengan pejantaan dalam satu kandang, untuk menghindari kegagalan perkawinan. Pada babi betina, perkawinan dapat dilakukan antara 12 -30 jam setelah tampak estrus, tetapi untuk babi induk yang durasi estrus sampai terjadinya ovulasi lebih panjang, maka saat perkawinan dapat dilakukan 18 -36 jam setelah estrus tampak. Babi jantan dewasa (umur lebih dari 10 bulan) dapat dikawinkan 6 kali perminggu tanpa menunjukkan kejelekan fertilitas, sedangkan pada pejantan muda (umur 6-7 bulan) dimana testisnya masih kecil dikawinkan 2 kali perminggu. 90



Babi induk setelah anaknya disapih dapat dipercepat estrusnya bila kontak langsung dengan pejantan. Pengandangan induk yang menyusui dekat pejantan juga dapat mempercepat estrus. Setelah pejantan muda mencapai pubertas (umur 6 -10 bulan) harus dikandangkan dekat dengan kandang babi dara atau induk. Hasil p enelitian menunjukkan bahwa babi jantan yang terisolir dari babi dara atau induk menyebabkan service performannya tertekan dan akhirnya penggunaan pejantan untuk mengawini betina juga terlambat. Oleh karena itu disarankan pemeliharaan babi pejantan muda bersama-sama dengan babi dara atau induk yang dalam kategori aktif untuk tujuan dipotong. Latihan soal 1. Jelaskan tujuan dilakukan seleksi pada ternak potong ! 2. Jelaskan bagaimana pola perkawinan pada sapi potong! 3. Jelaskan macam2 perkawinan yang terjadi pada ternak ! 4. Jelaskan indikator untuk menentukan bangsa sapi yang akan dipelihara sebagai ternak potong !



5. Jelaskan kriteria untuk memilih ternak domba pejantan ! RANGKUMAN SINGKAT Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangkan lebih lanjut serta memilih ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak di kembangbiakkan lebih lanjut. Pemuliabiakan sapi potong bertujuan untuk menghasilkan sapi bibit yang diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu genetik populasi sapi potong. Policy seleksi / breeding yang dilakukan pada usaha ternak potong harus disesuaikan dengan tujuan usaha itu sendiri misalnya untuk tujuan breeding, fattening maupun



kombinasi



breeding-fattening,



karena



masing-masing



tujuan



mempunyai kriteria yang belum tentu sama. 91



Tujuan untuk breeding yang jelas akan menunjukkan arah seleksi terhadap perbaikan mutu genetik generasi berikutnya dan kemampuan reproduksi calon induk / pejantan, termasuk produktivitas anak pada usaha peternakan tersebut. Pola seleksi & breeding pada usaha ternak potong dilakukan dengan sasaran peningkatkan produksi yang mengarah pada mutu genetis yang baik, sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Agar perkembangbiakan ternak cepat dapat dilakukan dengan cara mengatur manajemen perkawinan yang benar / tepat, diusahakan S/C = 1 dengan farrowing index tinggi, kawin pertama dilakukan pada saat dewasa tubuh, fertilitas induk yang



baik, pakan harus cukup dalam kuantitas dan kualitas, seleksi awal untuk pemilihan induk



dan



pejantan



(breeding



stock)



harus



tepat,



pengendalian



/



penanggulangan penyakit, perawatan kandang dan lai nnya harus baik.



Sistem Persilangan Ternak



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam biologi yang evolusiner, tekanan penyimpangan hasil pemuliaan mengacu pada kasus-kasus ketika keturunan dari persilangan antara individu dari populasi-populasi yang berbeda mempunyai produktivitas lebih rendah dibanding keturunan dari persilangan antara individu dari populasi yang sama. Peristiwa ini dapat terjadi di dalam dua arah. Pertama-tama, pemilihan dalam satu populasi akan menghasilkan suatu ukuran tubuh yang besar, sedangkan di dalam ukuran tubuh populasi kecil yang lain boleh jadi lebih menguntungkan. Aliran gen antara populasipopulasi ini boleh menjurus kepada individu dengan ukuran-ukuran tubuh intermediate/antara, yang tidak akan adaptif dalam populasi. Di dalam istilah yang genetik, perkawinan tertutup (Biak-dalam/Inbreeding) adalah pembiakan dari dua Ternak yang berhubungan dengan satu sama lain. Dalam kebalikannya, silang luar, kedua orang tua secara total tidak bertalian. Karena semua keturunan yang murni dari binatang menyusur-galurkan sampai kembali kepada suatu nomor terbatas secara relatif sebagai dasar semua pembiakan murni adalah oleh perkawinan tertutup (inbreeding), meski istilah itu tidak secara umum digunakan untuk mengacu pada persilangan-persilangan di mana nenek moyang pada umumnya tidak terjadi dan membendung suatu empat atau lima silsilah generasi. Kasip (1988) menambahkan bahwa faktor pendukukung pembentukan bangsa baru ini adalah dengan mengutip penjelasan dari Warwick (1983) yang menyatakan bahwa



Keberhasilan usaha untuk menghasilkan bangsa baru ternak sangat tergantung pada dua faktor, yaitu pemanfaatan heterosis dan jumlah total ternak-ternak dalam populasi. Kemudian beliaupun menambahkan penjelasan dari Weatley (1979) yang menyatakan Adanya heterosis pada keturunan karena adanya pengaruh gen-gen dominan dan besarnya keunggulan dari type crossbred yang digunakan sebagai dasar dari suatu bangsa baru disebaabkan oleh kombinasi gen dengan pengaruh aditif lawan heterosis yang disebabkan oleh pengaruh gen non-aditilasi manapun.  1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang di bahas dalam makalah ini yaitu : 1. Definisi dari Sistem Perkawinan Ternak 2. Sistem perkawinan Ternak 3. Kelebihan dan kelemahan dari Inbreeding dan outbreeding



BAB II PEMBAHASAN II.1. Definisi Sistem Perkawinan Sistem perkawinan hewan adalah cabang ilmu hewan yang membahas evaluasi dari nilai genetik ternak dalam negeri. Bangsa (breeds) adalah kelompok hewan domestik dengan penampilan homogen, perilaku, dan karakteristik lain yang membedakannya dari hewan lain. Pengaturan perkawinan pada ternak sangat penting untuk tujuan mendapatkan keturunan yang unggul.Sistem perkawinan  yang paling banyak digunakan dalam penerapan pemuliaan ternak adalah  perkawinan silang. Alasan menggunakan sistem ini   ialah karena dapat digunakan untuk menghasilkan  efek heterosis. Kalau efek ini muncul maka produksi rata-rata anak akan melebihi produksi rata-rata  tetuanya. Heterosis dapat menyebabkan ternak  silangan memiliki produksi 1 - 17% di atas produksi  rata-rata tetuanya (Lasley, 1972). Heterosis adalah



perbedaan di dalam kinerja dari keturunan dari rerata jenis-jenis yang berkenaan dengan orangtua yang sering mengamati menternakkan silang luar, mengawinkan yang bentuk sejenis, atau sejenis. Basis fisiologis dan genetik dari heterosis tidak jelas dipaham.Sistem ini  sudah lama di gunakan di Indonesia sehingga sekarang kita memiliki sapi P0, domba  Sufeg, kambing PE, Jawa Randu, Kelinci Rexlok, dan hasil lain yang belum berhasil diteliti. Apabila perbaikan genetik telah diperoleh, masalah yang dihadapi adalah bagaimana  mempertahankan dan meningkatkan hasil perbaikan tersebut. Mereka yang telah meyakini peranan dan kemanfaatan pemuliaan ternak akan meneruskan usaha  perbaikan genetik karena akhirnya waktu tenaga dan dana yang telah dikeluarkan akan diganti dengan keuntungan hasil penjualan produksi yang makin  meningkat. Dalam penyediaan bibit bisa dilakukan dengan dua macam perkawinan, diantaranya adalah perkawinan alami dan perkawinan buatan dengan bantuan manusia. Perkawinan buatan yang sering dilakukan adalah dengan Inseminasi Buatan. Inseminasi Buatan (IB) adalah pemasukan atau penyampaian sperma ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia jadi bukan secara alami. Tujuan Inseminasi buatan yaitu Memperbaiki mutu genetika ternak,tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ,mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur dan mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin II.2. Sistem Perkawinan Ternak Dalam Perkwinan ternak terdiri dari 2 cara yaitu perkawinan ternak secara inbreeding dan secara outbreeding. 1. Inbreeding Silang dalam adalah perkawinan antara dua individu yang masih mempunyai hubungan keluarga. Dua individu dikatakan masih mempunyai kaitan kekeluargaan, bila kedua individu tadi mempunyai satu atau lebih moyang bersama (common ancertor), 6 sampai 8 generasi ke atas. Anak dari hasil perkawinansilang dalam disebut individu yang tersilang dalam. Inbreeding adalah sistem perkawinan sedarah. Hal ini termasuk pejantan dengan anak betina, anak ke induk, dan saudara saudara. Konsekuensi genetik utama perkawinan sedarah adalah untuk meningkatkan frekuensi pasangan gen serupa. Sistem inbreeding disarankan hanya untuk



menstabilkan sifat – sifat unggul dalam suatu bangsa. Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Misalnya, penyebaran penyakit labalaba di domba-domba hitam yang diyakini sebagai akibat dari perkawinan sedarah. Keuntungan silang dalam : 1. Membuat individu mirip Inbreeding dapat menyebabkan ternak-ternak mirip satu sama lain, karena inbreeding dapat menurunkan tingkat heterozygotsitas didalam populasi. 2. Melestarikan sifat-sifat yang diinginkan Apabila kita menyukai suatu sifat pada sekelompok ternak, sifat-sifat tersebut dapat dipertahankan dengan inbreeding. 3. Seleksi pada gen-gen yang tidak diinginkan Inbreeding membuat individu-individu homozygot. Apabila terdapat letal gena dalam keadaan homozygot, maka akan tampak. Dengan demikian kita bisa melakukan seleksi terhadap ternak-ternak pembawa sifat tidak baik. Kerugian inbreeding :  Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Inbreeding juga mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap sifat-sifat seperti : Pertumbuhan, reproduksi, produksi susu pada sapi perah. Pada saat tertentu, para peternak perlu mempertahankan suatu tetua yang unggul. Cara yang biasa digunakan adalah dengan biak sisi ( line breeding ). Contoh : Apabila kita ingin mempunyai seekor pejantan unggul, kita ingin anaknya mirip pejantan tersebut, maka dilakukan biak sisi sebagai berikut : Pejantan A dikawinkan dengan seekor betina, kemudiaan anaknya yang betina dikawinkan lagi dengan pejantan A. Cucunya (F2) dikawinkan lagi dengan pejantan A, dan seterusnya. Pada generasi ke 3 (F3) kita memperoleh anaknya 87,5% mirip pejantan A. 2.Outbreeding



Silang luar adalah sisitem yang paling banyak digunakan dalam kelompok ternak bibit dari ternak besar di banyak negara di dunia. Juga digunakan pada hampir semua kelompok ternak niaga bila telah diputuskan untuk menggunakan satu bangsa tunggal dari pada suatu program perkawinan silang. Outbreeding adalah system perkawinan hewan dari jenis yang sama tetapi yang tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dari sedikitnya 4-6 generasi. Silang luar (biak-luar) yang dikombinasikan dengan pemilihan adalah suatu teknik sangat bermanfaat dalam perbaikan keturunan yang mencakup kepada ciri-ciri yang turun temurun yang sangat bermanfaat (Warwick, 1984). Dari penjelasan di atas, dapat dilihat kesimpulannya di kemukakan oleh Pane (1980) yang mengatakan bahwa Istilah biak-luar sebenarnya kebalikan dari biak-dalam. Membiak-luar adalah perkawinan ternak yang hubungan keluarganya kurang dari hubungan kekeluargaan rata-rata ternak dari mana mereka berasal, Atau untuk mudahnya dari ternak yang tidak mempunyai leluhur bersama selama paling sedikit empat generasi. perkawinan mempunyai keuntungan yang berikut. (1)   metoda ini adalah sangat efektif karena karakter-karakter yang sebagian besar di bawah kendali dari gen-gen dengan pengaruh penambahan seperti; produksi susu, laju pertumbuhan di dalam ternak, seperti pada daging sapi, dll. (2) sistim yang efektif untuk perbaikan genetika jika dikombinasikan dengan seleksi. (3) merupakan cara terbaik untuk kebanyakan perkawinan. Istilah biak-luar sebenarnya kebalikan dari biak-dalam. Membiak-luar adalah perkawinan ternak yang hubungan keluarganya kurang dari hubungan kekeluargaan rata-rata ternak dari mana mereka berasal, Atau untuk mudahnya dari ternak yang tidak mempunyai leluhur bersama selama paling sedikit empat generasi. Sehingga dalam Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (1997) memberikan contoh bahwa pada sapi-sapi yang Secara genetic seperti sapi Simmental, Limosin dan Brahman mempunyai mutu lebih baik dibandingkan sapi Bali akibatnya keturunan pejantan sapi Simental, Brahman dan Limosin juga mempunyai mutu genetik yang lebih baik diabandingkan keturunan pejantan sapi Bali. Membiak-luar adalah suatu metode standar untuk memperbesar variasi populasi, biak secara fenotip atau genotip. Keadaan heterozigot dari populasi akan meningkat dan sebagai akibatnya kesegaran/ketahanan dan daya adaptasi ternak terhadap



lingkungan juga akan meningkat. Mastur dan M. Dohi (1996) memberikan contoh Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kambing pada usaha tani lahan kering guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Petani maka perlu diambil langkah-langkah upaya pengembagan salah satunya penyediaan bibit unggul. Menurut mereka, bila dipandang perlu dapat pula mendatangkan bibit kambing yang berasal dari daerah-daerah kering seperti Afrika yang cukup banyak terdapat, bangsabangsa kambing dengan pertumbuhan yang baik seperti kambing Mudian. Pejantan kambing ini dapat mencapai bobot badan 50 – 60 Kg.. Out breeding adalah perkawinan antara ternak yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Perkawinan ini bisa satu bangsa ternak, atau beda bangsa ternak, tergantung dari tujuan perkawinannya. Secara garis besar out breeding dapat dibedakan menjadi : 1. Biak silang (cross breeding) 2. Biak silang luar (out breeding) 3. Biak tingkat (grading up) Biak silang ( Cross-breeding ) Cross breeding adalah persilangan antar ternak yang tidak sebangsa. Misal antara sapi Brahman dengan sapi Angus. Jenis persilangan ini memegang peranan penting dalam pemuliaan ternak,dengan kegunaan-kegunaan : 1. Saling substitusi sifat yang diinginkan. 2. Memanfaatkan keunggulan ternak dalam keadaan hetrozygot. Biak silang hingga saat ini tetap memegang peranan penting dalam perbaikan mutu ternak. Banyak ternak yang disebut sekarang Murni (Pure Bred) sebenarnya adalah hasil biak silang beberapa waktu yang lalu dan masalah penentuan istilah antara hasil biak silang dan peranakan atau blasteran tetap ada. Sehingga Warwick (1990) mengemukakan bahwa beberapa bangsa diketahui menjadi Inbreed atau mengalami perkawinan galur secara intensif selama tahap-tahap pembentukannya. Pola dan efek crossbreeding Secara genetis, crossbreed dan inbreed berlawanan. Dalam perkawinan sistem crossbreed, gen tetap bersifat hehetrozigot. Sementara itu, pada sistem inbreed, komposisi gen menjadi semakin homozigot sesuai dengan tingkat inbreednya, dan efek negatif yang berhubungan dengan stamina, cacat bawaan, dan tingkat produksi



mungkin muncul dalam sistem ini. Peternakan modern saat ini sudah banyak yang berhasil menggunakan crossbreeding untuk mendapatkan ternak unggul sesuai dengan yang diharapkan. Keberhasilan untuk mendapatkan bibit unggul hasil crossbreeding tergantung pada kemampuan si peternak dalam menyeleksi indukan, memilih pasangan indukan, menilai hasil ternakan, dan menyimpulkan pola yang tepat. Mendapatkan pola yang tepat dalam crossbreeding haruslah berdasarkan pada uji coba, pengalaman, dan pengamatan yang berdasarkan pada jenis dan sifat ternak. Contoh bangsa sapi baru yang terbentuk dari crossbreding : Sapi Santa Gertrudis Hasil perkawinan antara sapi Brahman dengan sapi Shorthorn. Sapi Brangus Hasil perkawinan antara sapi Brahman dengan sapi Aberdin Angus. Komposisi darahnya adalah 3/8 Brahman, 5/8 Angus. Sapi Beef Master Hasil persilangan antara sapi Brahman, Shorthorn dan sapi Hereford, dengan komposisi darah : 25% Hereford, 25% Shorthorn, 50% Brahman. Sapi Charbray Hasil kawin silang sapi Brahman dengan sapi Charolais. Komposisi darahnya adalah 3/16 Brahman, dan 13/16 Charolais. Crisscrossing Mukherjee (1980) menyatakan Criss-Crossing adalah persilangan ternak yang terpisah dari Crosbreeding. Di mana keduanya sebagai silang alternatif, cara ini dikenal sebagai criss-crossing. Metoda itu diusulkan karena memanfaatkan heterosis di dalam kedua induk dan keturunan. Pane, (1980) menambahkan, Biak silang hingga saat in tetap memegang peranan penting dalam perbaikan mutu ternak. Banyak ternak yang disebut sekarang Murni (Pure Bred) sebenarnya adalah hasil biak silang beberapa waktu yang lalu dan masalah penentuan istilah antara hasil biak silang dan peranakan atau blasteran tetap ada.3-breed Rotational Cross : crossbreeding berkelanjutan antara tiga bangsa ternak.



Out Crossing



Out crossing adalah persilangan antara ternak dalam yang satu bangsa tetapi tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Tujuan utama out crossing adalah untuk menjaga kemurnian bangsa ternak tertentu tanpa silang dalam. Grading Up Grading Up adalah perkawinan pejantan murni dari satu bangsa dengan betina yang belum didiskripsikan atau belum diperbaiki dan dengan keturunannya betina dari



generasi



ke



genrasi.



Grading up adalah persilangan balik yang dilakukan terus menerus dan diarahkan terhadap saru bangsa ternak tertentu. Contoh Grading up di Indonesia yaitu proses Ongolisasi (Sejak pemerintah Hindia Belanda). Sapi-sapi betina lokal Indonesia dikawinkan dengan pejantan Ongol terus menerus, sehingga terbentuk sapi yang disebut peranakan ongol (PO). Tujuan Grading Up adalah untuk memperbaiki ternak-ternak lokal. Kelemahan Grading up adalah dapat menyebabkan ternak-ternak lokal punah. Grading up adalah perkawinan yang digunakan untuk meningkatkan mutu genetik ternak yang diskrib (tidak jelas asal usulnya). Ternak dan kemudian keturunannya tersebut dikawinkan secara terus menerus dengan ternak yang memeiliki galur murni dan sifat yang jelas diharapkan. Semakin sering dilakukan perkawinan maka keturunannya akan semakin mendekati sifat yang diinginkan. Persilangan galur (Linecrosing). Persilangan galur adalah perkawinan ternakternak dari dua galur inbreed dari bangsa yang sama. Persilangan galur inbreed dari dua jenis yang berbeda kadang-kadang disebut perkawinan silang galur (Line Cross Breeding) (Warwick et al., 1990). Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.         Tujuan Inseminasi Buatan



1. Memperbaiki mutu genetika ternak; 2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;



3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama; 4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur; 5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.         Keuntungan Inseminasi Buatan (IB) 1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan; 2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik; 3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding); 4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama; 5. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati; 6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar; 7. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin. Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya berulang setiap 21 hari, dengan selang antara 17-24 hari.Siklus birahi akan berhenti secara sementara pada keadaan-keadaan: 1. Sebelum dewasa kelamin; 2. Selama kebuntingan; 3. Masa post-partum. Siklus birahi dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan. Tahapan dan lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini : 



Estrus



Pada tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 24 jam.          Proestrus



Waktu sebelum estrus. Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadang-kadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari. 



Metaestrus



Waktu setelah estrus berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini 3 - 5 hari.







Diestrus



Waktu setelah metaestrus, corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron.Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning, yaitu 13 hari. Pada saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium) dimulai.Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi, bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus dan membentuk apa yang disebut corpus luteum (badan kuning) Corpus luteum ini dibentuk selama 7 hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil lagi karena ada satu hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan mencegah pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang kebuntingan). Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon, yaitu: 1. Sebelum ovulasi: hormon estrogen; 2. Setelah ovulasi corpus luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron Hormon-hormon ini mengontrol (beri jarak) kejadian siklus birahi di dalam ovarium. Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah : 1. ternak gelisah



2. sering berteriak 3. suka menaiki dan dinaiki sesamanya 4. vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh) 5. dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna 6. nafsu makan berkurang Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak.Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya.Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak.         Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB) Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periodeperiode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah : 



permulaan birahi : 44%







pertengahan birahi : 82%







akhir birahi : 75%







6 jam sesudah birahi : 62,5%







12 jam sesudah birahi : 32,5%







18 jam sesudah birahi : 28%







24 jam sesudah birahi : 12% 



        Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan adalah : 1. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah; 2. Inseminator kurang / tidak terampil; 3. Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi;



4. Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban; 5. Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina. Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara: 



Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa);







petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi.



Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi , adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang



lain.



Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit.Ia membutuhkan suatu kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator, petugas pemeriksa kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih memegang peranan yang besar disini.Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan petani.Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini.         Sinkronisasi Birahi Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara crash-program dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormon Progesteron.Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin PgF2a. Nama dagang yang paling sering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F. Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untuk petugas lapang. Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :







Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :



Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak kurus (kaheksia); Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi. 



Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama;







Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.



        Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut: 1. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB)  maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37 oC, selama 7-18 detik. 2. Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue. 3. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih 4. Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw 5. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat 6. Petugas Inseminasi Buatan (IB)  memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum 7. Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu 8. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahanlahan. Transfer Embrio (TE)



Transfer embrio (TE) merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Teknologi ini memiliki kelebihan dari ilmu reproduksi lainnya seperti IB. Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan evakuasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE seekor betina unggul yang disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila dibandingkan dengan perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi pertahun. Bahkan bisa dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan teknik "Cloning". Teknologi TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan atau betina) anak sapi yang diinginkan. Selama kurun waktu enam tahun, Puslit Bioteknologi - LIPI bekerjasama



dengan



Peternakan



Tri



‘S[ES][SQ]



Tapos



telah



berhasil



mengembangkan penelitian dan telah memproduksi ± 500 embrio sapi potong dan sapi perah dan sebagian sudah ditransfer ke sapi-sapi resipien dan lahir. Sejak tahun 1995 mulai disebar embrio beku sapi perah ke peternak di Bogor, Lembang dan Garut dalam program bantuan Bapak Presiden (Banpres). Tahun 1997 dimulai program membuat sapi unggul jenis "Brangus" khususnya daerah Indonesia Timur (Lombok, NTB) dengan teknologi embrio transfer. Bidang Pemakaian 



Industri peternakan sapi perah







Industri penggemukan sapi potong



Kegunaan 



Penyediaan bibit ternak unggul yang seragam.







Peningkatan produksi susu, kualitas daging dan pertumbuhan yang cepat



Tingkat Hasil R & D 



Teknologi transfer embrio untuk menghasilkan bibit unggul telah dikuasai sejak tahun 1990 dengan kerjasama Peternakan Tri ‘S[ES][SQ] Tapos.







Produksi susu dan kualitas daging dengan teknik transfer embrio telah dikaji selama 5 tahun.







Produksi embrio dan sperma beku sudah disebar dibeberapa daerah di Indonesia



Bentuk yang dialihkan 



Bibit sapi unggul







Embrio sapi perah dan sapi potong







Sperma sapi perah dan potong (sperma jantan atau betina)







Ilmu pengetahuan (training dan konsultasi) industri peternakan



Sasaran Mitra Usaha 



Industri pabrik pengolahan susu







Industri pengemukan sapi potong (Feed loter)







KUD



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan     Sistem perkawinan merupakan cabang ilmu yang membahas evaluasidari nilai genetik ternak dalam negeri. Inbreading adalah perkawinan antar individu yang masih memiliki hubungan keluarga. Outbreeding merupakan metode penyilangan campuran yang bertujuan untuk mengahasilkan ternak yang berkualitas dalam hal ini peningkatan produktivitas ternak itu sendiri. Terdapat macam-macam outbreeding, yaitu crossbreeding atau biak silang, out cross, dan grading up. 3.2 Saran     biak-luar sangat baik dilakukan untuk mendapat ternak yang berkualitas, peningkatan penyilangan ini di sarankan dilakukan untuk meningkatkan kualitas gen pada ternak-ternak.



Saduran prospek pembibitan sapi 1. 1. Pemilihan Bakalan Sapi Memilih Bibit Sapi Potong Unggul Untuk Penggemukan Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bibit yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal. Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara. Pertumbuhan dan lama penggemukan itu ditentukan oleh faktor individu, ras (bangsa) sapi, jenis kelamin, dan usia temak bakalan. | 1 Gambar 1. Bibit sapi lokal Yose Elfiranto, SST 2. 2. Pemilihan Bakalan Sapi Usaha penggemukan sapi pedaging membutuhkan modal utama, yaitu tersedianya bakalan yang memenuhi syarat secara kontinu. Kemampuan petemak memilih dan menyediakan bakalan secara berkelanjutan sangat menentukan laju pertumbuhan dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Laju pertumbuhan temak pada usaha penggemukan terletak pada pemilihan bakalan. Bakalan itu harus dipilih dari sapi yang cepat besar. Untuk sapi ongole, misalnya, dapat dipilih bakalan berbobot 250-300 kg sehingga bobot yang diperoleh setelah digemukkan 70 hari dapat mencapai lebih dari 400 kg. Menurut HBA Farming, banyak jenis sapi bakalan yang dapat dipilih untuk digemukkam Berdasarkan asalnya, sapi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sapi lokal dan sapi impor. Di dunia dikenal 3



kelompok sapi yang beranak pinak sebagai hewan ternak, yaitu sapi bali, sapi zebu, dan sapi eropa. Sapi bali merupakan banteng (sapi yang hidup liar di hutan) yang sudah didomestikasi. Keberadaan banteng [Bos sundaicus atau Bos banteng) sampai sekarang masih dapat ditemukan di taman margasatwa Pangandaran (Jawa Barat) dan Meru Betiri (Jawa Timur) serta Taman Nasional Ujung Kulon (Banten). Sapi zebu atau sapi berpunuk (Bos indicus) berkembang di | 2 Bakalan Lokal Yose Elfiranto, SST 3. 3. Pemilihan Bakalan Sapi India dan beberapa negara Asia. Ciri khas sapi zebu adalah memiliki punuk di tengkuk dan gelambir (lipatan-lipatan kulit di bawah leher dan perut). Sapi eropa domestik (temakan) yang berkembang di Eropa dan negara-negara subtropis adalah keturunan sapi liar Aurochs (Bos taurus atau Bos prim/genius}. Ciri khas sapi ini adalah berukuran sangat besar, tinggi gelambir dapat mencapai 2 m, punggung datar, dan tidak berpunuk.Kini ketiga kelompok sapi temakan itu telah beranak pinak dalam berbagai ras (bangsa), baik melalui perkawinan sesama kelompok atau antarkelompok (silang). Kawin silang dapat terjadi secara alami atau melalui bantuan manusia. Ragam bangsa sapi ternakan yang ada dan berkembangbiak sebagai binatang ternak dewasa ini adalah keturunan ketiga kelompok sapi tersebut. Ketiga kelompok ternak sapi itu kini sudah berkembang di Indonesia. Walaupun pada awalnya bukan berasal dari Indonesia tetapi sapi sapi tersebut sudah berkembangbiak di Indonesia sehingga dikelompokkan sebagai sapi lokal. Jenis sapi yang dominan dikembangkan masyarakat adalah sapi ongole (keturunan sapi zebu dari India), sapi bali (keturunan langsung banteng) dan sapi madura. Ketiga sapi ini termasuk sapi tropis dengan ciri memiliki telinga panjang dan runcing. Beberapa | 3 Yose Elfiranto, SST 4. 4. Pemilihan Bakalan Sapi sapi subtropis dari Eropa juga telah berkembang di Indonesia, terutama di dataran tinggi, seperti sapi FH, Simmental, dan Aberden Angus (Sarwono, B., Harianto Bimo Arianto, 2001). Menurut Shantosi, A (2012), dalam usaha ternak potong, baik itu untuk tujuan pembibitan maupun penggemukan, faktor bibit atau bakalan sangat menentukan keberhasilan usaha. Bibit atau bakalan yang memenuhi kriteria yang ditentukan sesuai tujuan usaha akan memberikan hasil yang optimal. Dalam usaha breeding (pembibitan), kualitas induk dan pejantan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan. Untuk itu maka perlu dilakukan: 1. Pemilihan breed/bangsa pejantan dan betina yang akan digunakan dalam breeding. Bangsa yang digunakan harus sesuai dengan tujuan usaha, karena secara genetik, kemampuan ternak bervariasi. Misalnya sapi untuk tujuan memproduksi daging, berbeda untuk tujuan kerja, tujuan produksi susu dan sebagainya. 2. Melihat catatan silsilah/pedigree. Catatan mengenai prestasi tetuanya: berat lahir, berat sapih, Average Daliy Gain (ADG), berat umur 1 tahun,dll. | 4 Usaha Breeding (Pembibitan): Yose Elfiranto, SST 5. 5. Pemilihan Bakalan Sapi 3. Penilaian bentuk luar (dengan judging). Dalam judging, ada bagian-bagian tubuh ternak yang mendapat penilaian lebih tinggi sesuai dengan tujuan. | 5 Gambar 2. Kualitas induk dilihat dengan judging Pemilihan induk berdasarkan penampilannya: a. Berpostur tubuh baik b. Ambing baik c. Bulu halus, mata bersinar d. Nafsu makan baik e. Tandatanda berahi teratur f. Sehat dan tidak cacat g. Umur siap kawin (+ 2 tahun, untuk ternak sapi) Yose Elfiranto, SST



6. 6. Pemilihan Bakalan Sapi Dalam usaha penggemukan, bakalan yang akan



digemukkan harus cocok untuk iklim tropis. Syarat-syarat bakalan yang baik antara lain adalah: a. Umur: 1.5 – 2.5 tahun (laju pertumbuhan tinggi, efisien b. Jenis kelamin: jantan lebih cepat pertumbuhannya daripada c. Kesehatan: (sehat, kulit lentur dan bersih, mata bersinar, d. Kondisi fisik: (badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, kondisi sapi boleh kurus tetapi sehat, pertumbuhan kompensasi) | 6 Pemilihan pejantan berdasarkan penampilannya: a. Postur tubuh besar, dada lebar dan dalam b. Kaki kuat, mata bersinar, c. Bulu halus d. Testis simetris dan normal e. Sex libidonya tinggi (agresif) f. Responsif terhadap induk berahi g. Sehat dan tidak cacat h. Umur dewasa ( >2 tahun,untuk ternak sapi) Usaha Fattening (Penggemukan) dalam penggunaan pakan) betina nafsu makan baik) e. Bangsa: mudah beradaptasi dan genetiknya baik. Yose Elfiranto, SST 7. 7. Pemilihan Bakalan Sapi Apabila menggunakan bakalan impor, maka sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kandungan darah Bos indicus 60% b. Berat badan sekitar 350 kg c. Jenis kelamin: jantan lebih baik (steer lebih baik daripada Jenis sapi yang paling baik untuk digemukkan adalah jenis Limosin dan Simmental. Untuk kedua jenis sapi tersebut kenaikan berat badannya (ADG) bisa mencapai 1.5-2 kg/hari. Setelah kedua jenis sapi tersebut sapi jenis lainnya adalah SIMPO dan LIMPO yang ADGnya mencapai 1-1.7 kg/hari. | 7 spayed heifer, cow) d. Sapi tanpa tanduk e. Kesehatan sapi f. Berperangai baik, tidak liar, mudah dikendalikan g. Umur 18 – 30 bulan: konversi pakan baik h. Kondisi badan jangan terlalu gemuk (ketebalan lemak) Cara Penggemukan Sapi yang Baik 1. Jenis Sapi yang Digemukkan Yose Elfiranto, SST 8. 8. Pemilihan Bakalan Sapi Yang paling ideal untuk penggemukan adalah sapi berumur 2-2.5 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tulang-tulang sapi sudah terbentuk secara sempurna sehingga proses penggemukan dapat dilakukan secara efektif. Bagaimana mengetahui usia sapi? Secara fisik pedagang-pedagang di pasar biasanya dapat mengetahui darpi gigi sapi tersebut. Untuk usia 2 tahun biasanya gigi seroi sapi sudah berganti besar 2-4 buah (poel 2-4). Apabila lebih dari itu biasanya usia sapi sudah lebih dari 3 tahun.. Dalam pemilihan sapi selain usia, hal lain yang lebih penting adalah masalah fisik sapi tersebut. Fisik sapi yang baik meliputi panjang tubuhnya, tampilan depan dan belakang. | 8 Gambar 3. Sapi yang paling baik digemukkan adalah Simmental 2. Umur dan Fisiologis Sapi Yose Elfiranto, SST 9. 9. Pemilihan Bakalan Sapi Jangka waktu pemeliharaan ini tergantung dari tujuan peternak, apakah akan memelihara untuk jangka pendek (3- 4 bulan) ataukah hanya untuk tabungan sehingga akan dipelihara untuk jangka lama (6-12 bulan). Jangka waktu pemeliharaan ini nantinya akan terkait dengan umur sapi yang dipelihara. Untuk pemeliharaan jangka pendek, sebaiknya peternak memilih jenis sapi limosin atau simetal usia 2-2.5 tahun yang mempunyai bobot antara 350-500 kg. Biasanya untuk jenis tersebut dengan pemeliharaan yang intensif mampu naik minimal 100 kg. Apabila peternak memilih pemeliharaan jangka panjang maka sebaiknya memilih bibitan yang agak lebih muda dan bobotnya antara 250-350 kg. Hal ini semata-mata pertimbangan harga bibitan yang lebih murah. Pakan merupakan komponen penting dalam proses penggemukan sapi. Jenis pakan yang dipakai adalah



10.



11.



12.



13.



campuran antara pakan hijauan dan konsentrat. Pakan jenis konsentrat diberikan pagi dan sore hari masing-masing 10 kg per pemberian pakan. Untuk hijauan biasanya jenis jerami dan rumput gajah (kolonjono). Pemberian jerami | 9 3. Jangka Waktu Penggemukan 4. Jenis Pakan yang Diberikan Yose Elfiranto, SST 10. Pemilihan Bakalan Sapi mudah dan murah didapat. Pemberian jerami diberikan agak banyak dan bila habis langsung diisi kembali. Jerami ini sebelumnya difermentasi terlebih dahulu agar lebih bergizi untuk sapi. Sedangkan utnuk hijauan hanya kadang-kadang Haryanto, G. S.Pt. (2012), mengemukakan kegiatan usaha peternakan sapi potong dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aktivitas yang saling terkait, yaitu: Usaha sapi potong sangat potensial dan menguntungkan apabila dilakukan dengan benar dan pasar bagus. Faktor-faktor | 10 diberikan (Arlius, 2012). Gambar 4. Pemberian Hijauan Lapang 1) Pelestarian (konservasi); 2) Pembibitan (peningkatan mutu genetik); 3) Perkembangbiakan (CCO); dan 4) Pembesaran (pengemukan). Yose Elfiranto, SST 11. Pemilihan Bakalan Sapi yang harus diperhatikan agar bisa menjalankan usaha pembibitan secara efisien dan menguntungkan adalah: (i) Pemilihan bibit: bukan Final Stock (FS) sehingga hasil anaknya dan reproduksinya juga bagus (S/C dan Calving Interval bagus); (ii) Managemen pakan: Pemberian pakan seadanya akan mengakibatkan reproduksi ternak sapi kurang baik sehingga menyebabkan sapi tidak bunting-bunting; (iii) Sistem perkawinan: Pengaturan sistem perkawinan yang baik akan menghindari inbreeding sehingga hasil anaknya berkualitas bagus; (iv) Manajemen Kesehatan; dan (v) Manajemen Pemasaran. Menurut Siswanto, B (2014), hal yang paling penting diperhatikan dalam budidaya peternakan yaitu tentang bibit sapi. Karena biasanya orang yang akan memelihara sapi potong atau pedaging hampir pasti akan membeli sapi yang masih muda dan bisa disebut sebagai bakalan sapi dikarenakan bobotnya yang masih sedikit dan otomatis nilai karkas nya juga tidak terlalu tinggi. Bibit sapi adalah sapi yang berusia kurang lebih satu tahun dan dipelihara dengan tujuan untuk digemukkan. Karena setelah digemukkan bobot sapi meningkat drastis dan nilai karkas nya juga terangkat. | 11 Yose Elfiranto, SST 12. Pemilihan Bakalan Sapi Penting bagi kita semua mengetahui gambaran bagaimana sapi bakalan yang baik. Karena sekali kita salah maka akan berpengaruh juga pada harga jual setelah digemukkan nanti. 1. Bedakan jenis kelamin sapi terlebih dahulu. 2. Perhatikan proporsi badan dari samping, depan, belakang 3. Carilah yang berkepala besar namun tetap seimbang dengan 4. Leher yang besar kuat dan tebal bergelambir. 5. Perhatikan punggung, pastikan punggung sapi lurus sejajar | 12 Gambar 5. Bibit Sapi Sumbawa Ongole Yang Sedang Digemukkan Memilih Bibit Sapi Unggul dan kesempurnaanya. badannya. dan tidak melengkung/bengkok. 6. Mulut harus datar, bahasa lainnya "papak". Yose Elfiranto, SST 13. Pemilihan Bakalan Sapi 7. Lihat bagian perut dan tulang rusuknya, usahakan tulang rusuk tidak terlalu melengkung kedalam sehingga terkesan kurang berisi. 8. Pastikan jumlah testis sapi jantan dan puting sapi betina. Sapi jantan memiliki dua testi, sapi betina memiliki empat buah puting. 9. Besar pangkal ekor ke ujung ekor mempunyai besar ukuran Menurut Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa seleksi adalah tindakan memilih



14.



15.



16.



17.



sapi yang mempunyai sifat yang dikehendaki dan membuang sapi yang tidak mempunyai sifat yang dikehendaki. Oleh karena itu, dalam melakukan seleksi harus ada kriteria yang jelas tentang sifat apa yang akan dipilih, bagaimana cara mengukurnya dan berapa standar minimal dari sifat yang diukur tersebut. Untuk dapat memperoleh peningkatan mutu genetik pada generasi berikutnya dari sapi-sapi hasil seleksi, maka harus ditentukan sifat apa yang akan diseleksi. Sifat seleksi yang dipilih harus yang bersifat menurun dan biasanya berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu sifat-sifat yang bernilai ekonomis tinggi. | 13 yang tidak berbeda jauh. 10. Kaki tidak pincang dan besar kokoh. Pengertian Seleksi Secara Umum Yose Elfiranto, SST 14. Pemilihan Bakalan Sapi Penjelasan lebih lengkap tentang sifat-sifat yang biasanya digunakan sebagai dasar seleksi, dijelaskan dalam buku "aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan " karangan Wartomo Hardjosubroto (1994). Febrina, L., S. Pt. (2012), mengemukakan beberapa ciri-ciri tubuh luar sapi yang dapat langsung dilihat, dapat digunakan sebagai salah satu kriteria awal atau kriteria pelengkap dalam melakukan seleksi, misalnya: 1. Kesesuaian warna tubuh dengan bangsanya. Sapi PO harus berwarna putih, sapi Madura harus berwarna coklat, sapi Bali betina harus berwarna merah bata dan yang jantan saat telah dewasa berwarna hitam. | 14 Gambar 6. Penyeleksian bakalan harus ada kriteria Yose Elfiranto, SST 15. Pemilihan Bakalan Sapi 2. Keserasian bentuk dan ukuran antara kepala, leher dan 3. Tingkat pertambahan dan pencapaian berat badan ternak 4. Ukuran minimal tinggi punuk/gumba pada sapi potong calon bibit (indukan dan pejantan), mengacu pada stándar bibit populasi setempat, regional atau Nasional. 5. Tidak tampak adanya cacat tubuh yang dapat menurun, baik yang dominan (terjadi di sapi yang bersangkutan) maupun yang resesif (tidak terjadi di sapi yang bersangkutan, tetapi terjadi di sapi tetua dan atau di sapi keturunannya). 6. Untuk pejantan, testes sapi umur di atas 18 bulan harus simetris (bentuk dan ukuran yang sama antara scrotum kanan dan kiri), menggantung dan mempunyai ukuran lingkaran terpanjangnya lebih dari 32 cm (32-37 cm). 7. Kondisi sapi sehat yang ditunjukkan dengan mata yang bersinar, gerakannya lincah tetapi tidak liar dan tidak menunjukkan tandatanda kelainan pada organ reproduksi luar, serta bebas dari penyakit menular terutama yang dapat disebarkan melalui aktifitas reproduksi. 8. Seleksi dapat dilakukan pada saat sapi umur sapih (205 hari), umur muda (365 hari) dan atau umur dewasa (2 tahun), tergantung pada kriteria seleksinya. Untuk | 15 tubuh ternak. pada umur tertentu yang tinggi. Yose Elfiranto, SST 16. Pemilihan Bakalan Sapi menentukan/mendapatkan besaran patokan minimal suatu kriteria seleksi, dapat dihitung dari rata-rata ukuran kriteria yang dimaksud dipopulasi (sapi dengan umur yang sama yang ada di daerah sekitar peternak atau di populasinya), dan atau ditambah sedikitnya satu standar deviasi Menurut Aribran (2013), dalam pemelihan bibit ternak 1. Mulut dicari yang datar/papak 2. Kepala diusahakan yang besar sesuai dengan badannya dan | 16 sapi ada beberapa ciri yaitu: Gambar 7. Leher besar dan bergelambir bangsa 3. Leher besar dan bergelambir terutama yang jantan 4. Punggung dipilih yang datar jangan yang melengkung Yose Elfiranto, SST 17. Pemilihan Bakalan Sapi 5. Ekor kalau jenis dari sapi sub tropis dari pangkal ekor 6. Ekor untuk sapi tropis biasanya lebih atau keadaannya merit 7. Perut diusahakan pilih yang iganya/tulang rusuk jangan 8. Kaki dicari yang



tegak dan besar 9. Alat kelamin/reproduksi jantan (testis ada 2 buah ) betina 4. Melihat bentuk ambing apabila ternak tersebut sapi perah 5. Informasi tentang silsilah ternak tersebut menggunakan recording (catatan ternak) diusahakan beli bibit jangan inbriding (minimal sampai keturunan yang ke 6) Berdasarkan Direktorat Pembibitan Ternak (2012), untuk menentukan identifikasi ternak yang akan dilakukan dalam Uji Performan harus mengikuti persyaratan sebagai berikut: | 17 sampai ujung besarnya hampir sama terlalu melengkung lengkap (ambing besar puting ada 4 buah) Selain tersebut diatas yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Menentukan umur (bisa melihat gigi) 2. Membedakan jenis kelamin 3. Melihat bentuk badan (dari atas,depan dan samping) Kriteria Seleksi Performance Sapi Potong Yose Elfiranto, SST 18. 18. Pemilihan Bakalan Sapi a. Ternak yang dipilih untuk program ini yang diutamakan b. Ternak yang dipilih adalah sapi induk yang memenuhi kriteria sesuai dengan standar pada bangsanya masing – masing. c. Semua ternak yang ikut dalam kegiatan ini diberikan d. Dilakukan pencatatan antara lain : bangsa, umur dan jenis kelamin, identitas ternak, catatan kelahiran, silsilah, berat badan, tinggi gumba/punuk, lingkar dada, panjang badan, nama dan alamat peternak. Menurut Todingan (2011), pemilihan calon bibit ternak perlu mengetahui kriteria pemilihan sapi dan pengukuran sapi, sebab pada saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang cukup diantaranya adalah sebagai berikut: Setiap peternak yang akan memelihara, membesarkan ternak untuk dijadikan calon bibit pertama-tama harus memilih bangsa sapi yang paling disukai atau telah popular, baik jenis import maupun lokal. Kita telah mengetahui bahwa setiap bangsa sapi memiliki sifat genetik yang | 18 sapi potong murni. identitas berupa nomor/tanda atau pemasangan ear tag. 1. Bangsa dan Sifat Genetik Yose Elfiranto, SST 19. 19. Pemilihan Bakalan Sapi berbeda satu dengan yang lain, baik mengenai daging ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya dalam hal beradaptasi dengan lingkungan ini antara lain penyesuaian iklim dan pakan, berpangkal dari sifat genetik suatu bangsa sapi yang bisa diwariskan kepada keturunannya, maka bangsa sapi tertentu harus dipilih oleh setiap peternak sesuai dengan tujuan dan kondisi setempat, pemilihan ini memang cukup beralasan sebab peternak tidak akan mau menderita kerugian akibat faktor lingkungan yang tidak menunjang. Beberapa jenis bangsa sapi potong yaitu: Ongole, Peranakan Ongole, Brahman, Limousine, Simmental, Angus, Brangus, Bali, Madura, Chorolais dan Santa Gertrudis. Untuk mengetahui kesehatan sapi secara umum, peternak bisa memperhatikan keadaan tubuh, sikap dan tingkah laku, pernapasan, denyut jantung, pencernaan dan pandangan. a. Sapi sehat, keadaan tubuh bulat berisi, kulit lemas. | 19 2. Kesehatan 1) Keadaan tubuh Yose Elfiranto, SST 20. 20. Pemilihan Bakalan Sapi b. Tidak adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya, tidak ada tandatanda kerusakan dan kerontokan pada bulu (licin dan mengkilat). a. Sapi sehat tegap. b. Keempat kaki memperoleh titik berat sama. c. Sapi peka terhadap lingkungan . d. Bila diberi pakan, mulut akan dipenuhi pakan. e. Cara minum panjang. f. Sapi yang terus menerus tiduran memberikan kesan bahwa sapi tersebut sakit atau mengalami kelelahan. a. Sapi sehat bernafas dengan tenang dan teratur, kecuali ketakutan, kerja berat, udara panas dan sedang tiduran lebih cepat. b. Jumlah pernafasan: Anak sapi



21.



22.



23.



24.



30/menit, Dewasa 10- | 20 c. Selaput lendir dan gusi berwarna merah muda. d. Ujung hidung bersih, basah dan dingin. e. Kuku tidak terasa panas dan bengkak bila diraba. f. Suhu tubuh anak 39,5 C – 40 C. 2) Sikap dan tingkah laku 3) Pernafasan 30/menit. 4) Pencernaan. Yose Elfiranto, SST 21. Pemilihan Bakalan Sapi a. Sapi sehat memamah biak dengan tenang sambil b. Setiap gumpalan pakan di kunyah 60-70 kali. c. Sapi sehat nafsu makan dan minum cukup besar. d. Pembuangan kotoran dan kencing berjalan lancar e. Bila gangguan pencernaan, gerak perut besar a. Sapi sehat pandangan mata cerah dan tajam. b. Sapi sakit pandangan mata sayu. c. Bentuk atau ciri luar sapi berkorelasi positif terhadap faktor genetik seperti laju pertumbuhan, mutu dan hasil akhir (daging). Bentuk atau ciri sapi potong yang baik, sebagai berikut: a. Ukuran badan panjang dan dalam, rusuk tumbuh panjang yang memungkinkan sapi mampu menampung jumlah makanan yang banyak. b. Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang serasi, garis badan atas dan bawah sejajar. | 21 istirahat/ tiduran. berhenti atau cepat sekali. f. Proses memamah biak berhenti. 5) Pandangan mata. c. Paha sampai pergelangan penuh berisi daging. d. Dada lebar dan dalam serta menonjol ke depan. Yose Elfiranto, SST 22. Pemilihan Bakalan Sapi a. Penilaian dilakukan pada jarak 3,0-4,5m. b. Perhatikan kedalaman tubuhnya, keadaan lutut, a. Penilaian dilakukan pada jarak + 3,0 m b. Perhatikan kelebaran pantat kedalaman otot, b. Perhatikan bentuk dan ciri kepalanya kebulatan bagian rusak, kedalaman dada dan keadan pertulangan serta keserasian kaki depan Penilaian untuk menentukan tingkat dan kualitas akhir melalui perabaan yang dirasakan melalui ketipisan, kerapatan, serta perlemakannya. Bagian-bagian daerah perabaan pada penilaian (judging) ternak sapi. | 22 e. Kaki besar, pendek dan kokoh. 6) Pandangan dari samping kekompakan bentuk tubuh. 7) Pandangan Belakang kelebaran dan kepenuhannya 8) Pandangan Depan a. Penilaian pada jarak + 3,0 m 9) Perabaan Yose Elfiranto, SST 23. Pemilihan Bakalan Sapi a. Bagian rusuk b. Bagian Tranversusprocessus pada tulang belakang c. Bagian pangkal ekor d. Bagian bidang bahu Pemilihan terhadap bibit sapi potong meliputi: Sifat kualitatif dan kuantitatif Sifat Kualitatif meliputi: 1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut | 23 a. Warna bulu jantan dan betina b. Bentuk tanduk jantan dan betina c. Bentuk tubuh jantan dan betina Sifat Kuantitatif meliputi: a. Berat badan jantan dan betina b. Tinggi gumba jantan dan betina c. Umur jantan dan betina d. Lingkar dada jantan dan betina e. Lebar dada jantan dan betina f. Panjang badan jantan dan betina g. Lingkar skrotum jantan Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah: telah terdaftar dan lengkap silsilahnya. Yose Elfiranto, SST 24. Pemilihan Bakalan Sapi 2) Matanya tampak cerah dan bersih. 3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir. 4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba. 5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit 6) Tidak terdapat adanya tandatanda mencret pada 7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan 8) Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari. Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO,



dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat. Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut: 1) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola. 2) kualitas dagingnya maksimum dan mudah | 24 dan bulunya. bagian ekor dan dubur. kerontokan bulu. dipasarkan. 3) laju pertumbuhannya relatif cepat. Yose Elfiranto, SST 25. 25. Pemilihan Bakalan Sapi Sukandi (2013), menyatakan pejantan yang baik memiliki ciri: 1) Bentuk tubuh: besar kuat dan sehat, ukuran perut 2) Bentuk kepala: besar pendek dan lebih besar 3) Pungung: lurus kuat dan lebar, pinggangnya lebar 4) Tulang rusuk: jarak antar rusuk lebar, ukuran rusuk 5) Paha: rata antara kedua paha tersebut juga cukup | 25 4) efisiensi bahannya tinggi. dan lingkar dada lebar daripada betina besar dan panjang terpisah 6) Kaki: kuat terlebih kaki belakang Yose Elfiranto, SST 26. 26. Pemilihan Bakalan Sapi Aribran. 2013. Cara Memilih Bibit Ternak Sapi Potong. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. http://www. sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/79mengenal sumbar /berita-terkini/607cara-memilih-bibit-ternak-sapi-potong. Arlius. 2012. Cara Penggemukan Sapi yang Baik. http://cara-ternak- Direktorat Pembibitan Ternak. 2012. Pedoman Pelaksanaan Uji Performan Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian Febrina, L., S. Pt. 2012. Pemilihan Bibit Sapi Potong. Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya manusia Pertanian. http://cyber.kamarasta.web.id/materilokalita/detail/6473 Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: Grasindo, 1994 xvi, 284 hlm. 23 cm Haryanto, G. S.Pt. 2012. Prospek Pembibitan Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Indonesia. http://bibit.ditjennak.deptan.go.id /index.php/blog/ read/berita/prospek-pembibitan-sapi Sarwono, B., Harianto Bimo Arianto, 2001, Penggemukan Sapi Shantosi, A. 2012. Seleksi dan Pemilihan Bibit/Bakalan Pada Usaha Ternak Potong. http://shantozone.wordpress. com/2012/01/07/seleksi-dan-pemilihan-bibit-bakalan-pada- | 26 DAFTAR PUSTAKA html sapi.blogspot.com/2012/01/cara-penggemukan-sapi- yangbaik.html Potong Secara Cepat, Jakarta : Penebar Swadya, usaha-ternakpotong/ Yose Elfiranto, SST 27. 27. Pemilihan Bakalan Sapi Siswanto, B. 2014. Memilih Bibit Sapi Potong Yang Baik. Sukandi. 2013. Dasar Seleksi Performance Pada Ternak Bibit Sapi Potong. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin Makssar. 2013 Todingan, Lambe. 2011. Pemilihan Dan Penilaian Ternak Sapi Potong Calon Bibit. http:// disnaksulsel.info/index.php? option=com_docman& task =doc_download&gid=23& Itemid=9 | 27 http://www.usahaternak.com/2014/05/memilih-bibit-sapi- potong-yangbaik.html Yose Elfiranto, SST