Masterplan Persampahan Kota Pontianak Lapak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan penyempurnaan dari Laporan Akhir Sementara (Draft Final Report) yang telah dibahas di Pontianak pada tanggal21Oktober2013 oleh Tim Teknis BappedaKota Pontianak bersama-sama dengan konsultan dan beberapa stake holder dalam pengelolaan persampahan Kota Pontianak. Seluruh masukan, koreksi dan perbaikan yang muncul dalam pembahasan tersebut telah diakomodir di dalam Laporan Akhir ini. Laporan Akhir ini intinya terbagi dalam empat bagian utama selain bagian yang pertama yang merupakan bagian pendahuluan, yaitu Bagian Kedua berupa pengenalan dan pengungkapan karakteristik Kota Pontianak secara umum baik dilihat dari aspek fisik, sosiokultural, perekonomian dan pelayanan fasilitas serta infrastruktur perkotaan, kemudian juga mengungkapkan hasil identifikasi terhadap karakteristik persampahan Kota Pontianak baik dari aspek timbulan sampahnya, pengumpulan, pembuangan sementara, pengolahan, pengangkutan hingga pembuangan akhir. Dalam bagian akhir dibahas pula mengenai sistem kelembagaan penglola sampah yang ada serta pola pembiayaan pengelolaan sampah yang ada. Di bagian ketiga laporan ini dirumuskan kebijakan dasar serta strategi pengelolaan sampah Kota Pontianak ke depan, dan terakhir pada bagian keempat dirumuskan rencana teknis pengelolaan sampah Kota Pontianak hingga 20 tahun ke depan. Rencana teknis ini menyangkut rencana pentahapan pengelolaan sampah dari sumber sampah hingga ke TPA, rencana pengembangan wilayah layanan, rencana pengurangan sampah, rencana pengumpulan sampah, rencana pengolahan sampah, rencana pengangkutan sampah serta terakhir rencana pengembangan TPA sampah. Pada bagian kelima/terakhir dirumuskan Rencana Pengembangaan Pengelola Persampahan Kota Pontianak baik dari aspek kelembagaan maupun aspek pembiayaannya. Kelima bagian dalam laporan akhir ini, selanjutnya diharapkan menjadi pedoman yang utuh dan mengikat bagi seluruh stake holder yang berkepentingan langsung mapun tak langsung dalam pengelolaan persampahan di Kota Pontianak, termasuk juga bagi masyarakat umum yang diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan rencana ini di kehidupan sehari-hari. Semoga apa yang kita hasilkan ini bermanfaat maksimal dalam menangani seluruh permasalahan persampahan di Kota Pontianak ke depan. Terima kasih. Pontianak , Oktober 2013 Tim Penyusun MasterplanPersampahan Kota Pontianak



MASTERPLAN PERSAMPAHAN KOTA PONTIANAK



LAPORAN AKHIR



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



i



ii



1 PENDAHULUAN



1



1.1 1.2 1.3 1.4



Latar Belakang 1 Dasar Hukum 3 Maksud dan Tujuan 3 Proses Perencanaan 4 1.4.1 Persiapan Perencanaan 6 1.4.2 Tahapan Proses Perencanaan 7 1.4.3 Pengumpulan Data 9 1.4.4 Pengolahan Data/Analisa 11 1.4.5 Perancangan / Desain 11 1.5 Wilayah Perencanaan15 2 GAMBARAN UMUM KOTA PONTIANAK



17



2.1 Gambaran Umum Kota Pontianak 17 2.1.1 Orientasi 17 2.1.2 Kondisi Fisik Dasar 18 2.1.3 Penggunaan Lahan Kota 20 2.1.4 Kependudukan 22 2.1.5 Dukungan Infrastruktur Kota 25 2.2 Rencana Kota 29 2.2.1 Strategi Pengelolaan Persampahan 29 2.2.2 Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Kota 30 2.2.3 Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Lainnya 32 2.2.4 Rencana Pola Ruang 35 3 KAJIAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH EKSISTING



41



3.1 Manajemen dan Organisasi Pengelolaan Sampah diKota Pontianak 41 3.2 Timbulan Sampah 42 3.2.1 Volume Sampah 42 3.2.2 Komposisi Sampah 45 3.3 Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemukiman 46 3.3.1 Pewadahan Sampah 46 3.3.2 Pengumpulan 47 3.3.3 Pengangkutan 58 3.3.4 Daur Ulang dan Pengolahan Sampah 63 3.3.5 Incenerator 64



3.3.6 Pembuangan 65 3.4 Persoalan dan Permasala han Umum Persampahan Kota Pontianak 67 4 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 69 4.1 Asas, Peranan dan Tanggung Jawab, Tujuan dan Sasaran 69 4.1.1 Asas Pengelolaan Sampah 69 4.1.2 Peran dan Tanggung Jawab 71 4.1.3 Tujuan Pengelolaan Sampah 72 4.2 Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak 72 4.2.1 Strategi I : Meminimalkan Sampah 72 4.2.2 Strategi II : Pendekatan Regional 73 4.2.3 Strategi III : Pemanfaatan Standar dan Teknologi Modern 4.2.4 Strategi IV : Memaksimal kan Nilai Ekonomis dan Perluas Lapangan Kerja 76 4.2.5 Strategi V : Edukasi dan Sosialisasi 77 5 RENCANA PENGELOLAAN SAMPAH



75



78



5.1 Proyeksi Timbulan Sampah 78 5.1.1 Proyeksi Penduduk 78 5.1.2 Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah 5.2 Rencana Pengurang-an Sampah 84 5.2.1 Pembatasan Timbulan Sampah 86 5.2.2 Guna-ulang (Reuse) dan Daur-ulang (Recycle) Sampah 90 5.3 Rencana Penanganan Sampah 92 5.3.1 Pengelolaan Di Sumber Sampah 94 5.3.2 Pengumpulan Dan Penyapuan Sampah 99 5.3.3 Rencana Pengembangan Rumah Kompos 100



81



1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Kondisi krisis ekonomi secara nasional yang telah berlangsung sejak 1998, berdampak pula terhadap penurunan kondisi kebersihan diberbagai kota di Indonesia secara signifikan. Mengamati permasalahan penanganan sampah di lapangan seperti menumpuknya sampah di pinggir jalan (karena keterlambatan pengangkutan atau tidak terangkut ke TPA), rute dan jadwal pengangkutan yang tidak pasti, makin banyaknya TPA liar dan pembuangan sampah ke sungai karena tidak adanya pelayanan yang memadai, kondisi lokasi TPA yang tidak memenuhi persyaratan serta fasilitas yang minim dan operasi yang open dumping sehingga kecenderungan mencemari lingkungan sangat tinggi. Kondisi ini juga sangat dipengaruhi oleh keterbatasan dana operasi dan pemeliharaan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dan lemahnya penegakan hukum yang berkaitan dengan penerapan sangsi serta ketidak pedulian masyarakat akan perlunya menjaga kebersihan lingkungan. Lebih jauh terkesan bahwa penanganan persampahan tidak didasarkan pada perencanaan yang matang bahkan beberapa kota tidak memiliki dokumen perencanaan sama sekali. Berdasarkan UU 32 / 2005 tentang Pemerintah Daerah (perubahan UU No 22 / 1999), dinyatakan bahwa masalah persampahan telah sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah dan diwajibkan untuk menyelenggarakan penanganan persampahan termasuk TPA secara lebih memadai, untuk kondisi tertentu pengadaan TPA regional juga wajib dilaksanakan. Berdasarkan PP 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang merupakan amanat UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air, mengutamakan penanganan sampah dalam rangka perlindungan air baku air minum dan mensyaratkan dilakukannya metode pembuangan akhir sampah dengan metode lahan urug terkendali (untuk kota sedang/kecil) dan lahan urug saniter (untuk kota metropolitan dan besar) dengan mewajibkan zona penyangga di sekeliling TPA dan memantau kualitas hasil pengolahan leachate. Tanggung jawab Pemerintah Pusat terbatas hanya dalam hal penetapan pedoman perencanaan dan pegembangan pembangunan perumahan dan permukiman serta penetapan standar prasarana dan sarana kawasan terbangun dan sistem manajemen konstruksi serta program-program stimulan untuk peningkatan kualitas TPA dan pemenuhan standar pelayanan minimal.



Perencanaan persampahan merupakan langkah awal dalam melaksanakan pembangunan bidang persampahan yang seharusnya dimiliki oleh semua kota /kabupaten sebagai dasar pengelolaan baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Perencanaan tersebut meliputi Masterplan yang dapat menggambarkan perencanaan penanganan sampah jangka panjang dari sumber sampai TPA termasuk skenario kelembagaan dan perkiraan biaya investasi, studi kelayakan untuk menilai kelayakan



suatu kegiatan atau program penanganan sampah dari segi teknis, ekonomis dan layak lingkungan serta perencanaan detail yang mempersiapkan rencana pelaksanaan teknis. Masyarakat kota masih menganut paradigma lama bahwa sampah dianggap sebagai suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan cenderung mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar. Paradigma ini lebih memandang sampah sebagai sumber masalah yang terkadang dirasakan sangat pelik dan sulit untuk diatasi. Sampah dan pengelolaannya selalu menjadi masalah yang kian mendesak khususnya di wilayah perkotaan, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan semakin majunya kebudayaan. Oleh karena itu penanganan sampah di perkotaan selalu dirasakan relatif lebih sulit dibanding sampah di luar wilayah perkotaan. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah di wilayah perkotaan adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan mengelola ± 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985). Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Dinas Kebersihan, Koperasi, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, dan Industri maupun lembaga-lembaga swadaya dan lembaga-lembaga keuangan). Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai



MASTERPLAN PERSAMPAHAN KOTA PONTIANAK



LAPORAN AKHIR



lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.



Untuk mendukung pembangunan wilayah Kota Pontianak yang berkelanjutan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik dan benar melalui perencanaan yang matang dan terkendali dalam bentuk rencana induk atau Masterplan pengelolaan sampah secara terpadu.



1.2 Dasar Hukum



Pengelolaan sampah di Kota Pontianak ini didasarkan pada beberapa ketentuan dan perundangan yang berlaku terutama:  



Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.



UU yang mengatur tentang Pengelolaan Sampah tersebut antara lain mengatur tentang hal-hal berikut ini : 1) Bab II mengatur tentang kegiatan pengelolaan sampah. Pasal 5 (e) : “pengembangan kesadaran masyarakat untuk mengguna ulang dan mendaur ulang”. 2) Pasal 6 : a) ayat 1 : “pemilahan sampah dilakukan mulai dari sumbernya”. b) ayat 4 : “pemilahan sampah oleh setiap orang diatur dengan Perda”. Pasal 5 dan 6 diatas mengindikasikan bahwa pemilahan sampah dilakukan oleh setiap rumah tangga. Namun demikian, pelaksanaan prinsip ini perlu mempertimbangkan kondisi dan budaya daerah setempat sehingga adalah bijaksana apabila pelaksanaan pemilahan sampah di setiap rumah tangga diatur dengan Perda. Untuk mempercepat terlaksananya kebijakan pengurangan sampah perlu disertai dengan tindakan yang nyata agar upaya mengguna ulang dan mendaur ulang sampah semakin berkembang, sehingga volume sampah yang dibuang ke TPA semakin berkurang. Pembinaan masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota antara lain dengan membuat proyek percontohan pemilahan sampah. Berkenaan dengan itu, Pemkot wajib menyediakan sarana dan prasarananya. Bab III mengatur hak dan kewajiban masyarakat serta wewenang dan tanggungjawab pemerintah dalam pengelolaan sampah. Pada prinsipnya UU menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan yang baik dan berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Selain itu setiap orang juga berhak memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan MASTERPLAN PERSAMPAHAN KOTA PONTIANAK



LAPORAN AKHIR



pengelolaan sampah. Selanjutnya, ditingkat lebih rendah, UU tersebut



dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri yaitu : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010TentangPedoman Pengelolaan Sampah.



MASTERPLAN PERSAMPAHAN KOTA PONTIANAK



LAPORAN AKHIR



1.3 Maksud dan Tujuan



Masterplan Pengelolaan Persampahan secara umum dimaksudkan untuk menyusun pedoman bagi kegiatan penanganan persampahan Kota Pontianak20 tahun ke depan (2014-2034), sehingga akan terlaksana suatu kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang berkelanjutan dan sinergis dengan Rencana Tata Ruang



Wilayah Kota Pontianak secara keseluruhan melalui pemanfaatan secara optimal seluruh potensi yang ada pada masyarakat, pemerintah kota dan propinsi, serta mitra kerja pemerintah. TujuanPenyusunan Masterplan Persampahan Kota Pontianak adalah tersusunnya dokumen rencana induk (Masterplan) pengurangan dan penanganan sampah



1.4 Proses Perencana an



Kota Pontianak dalam masa 20 tahun, Tahun 20142034. Beberapa sasaran yang berusaha dicapai adalah : 1) Target pengurangan timbulan sampah Kota Pontianak Tahun 2024 dan 2034 2) Target penyediaan sarana dan prasarana penanganan sampah mulai dari sumber sampah sampai dengan tempat pemrosesan akhir (TPA); 3) Rencana pola pengembangan kerjasama daerah, kemitraan, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah Kota Pontianak; 4) Rencana pembiayaan dan kelembagaan pengelolaan sampah Kota Pontianak baik yang ditanggung oleh pemerintah daerah maupun masyarakat masyarakat; dan 5) Rencana pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan mengguna ulang, mendaur ulang, dan penanganan akhir sampah. Dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Masterplan Persampahan Kota Pontianak terdapat 2 (dua) bagian besar produk pekerjaan, yakni Rencana Pengolahan Sampah dan Kajian Ekonomi, Sumber Pendanaan kegiatan pembangunan Unit Pengolahan Sampah, serta jajak pendapat atau political will dari masyarakat Kota Pontianak dalam pembangunan dan pelaksanaan operasional Pengolahan Sampah dan pengelolaan sampah di Kota Pontianak. Tahapan penyusunan rencana induk persampahan ini dimulai dari pengumpulan data dan informasi, review studi terdahulu, peninjauan lapangan ke alternatif lokasi untuk dibangun suatu sistem terintegrasi dan komprehensif pengolahan sampah, jajak pendapat, analisa teknis operasional, analisa geografis, analisa ekonomi, analisa sosial-budaya dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kota Pontianak.



Masterplan persampahan adalah suatu konsep pengelolaan sampah terintegrasi dan komprehensip yang bukan saja mengembangkan aspek pengolahan sampah tetapi juga mencakup pengurangan jumlah sampah sehingga secara berangsurangsur akan mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke tempat pemrosesan akhir. Pengurangan jumlah sampah akan



menghemat lahan TPA, mengurangi peralatan pengumpulan dan pengangkutan sampah dan pada akhirnya menghemat biaya operasional. Masterplan persampahan membantu dan menjadi pedoman pemerintah dan masyarakat kota dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program persampahan dengan menentukan tindakan-tindakan yang dapat dilaksanakan dan merumuskan kriteria-kriteria untuk pengambilan keputusan. Sebuah masterplan mencakup :



persampahan



secara



tipikal



1. Profil Masyarakat Kota 2. Tujuan dan Sasaran perencanaan 3. Evaluasi dan peninjauan kembali programprogram Persampahan yang ada saat ini 4. Alternatifalternatif pengelolaan sampah dilengkapi dengan kajiankajian mengenai issue-issue dan permasalahan berkaitan dengan masing-masing alternatif 5. Rencana pengelolaan terpilih (dari beberapa alternatif di atas), target-target terukur yang ingin dicapai, rencana garis besar tentang kelembagaan, dan rencana pengembangan sumber-sumber pembiayaan. 6. Aturan-aturan yang perlu dikembangkan untk mendukung keberhasilan implementasi rencana. Perencanaan adalah langkah awal dalam perancangan atau peningkatan sistem



pengelolaan sampah kota. Rencana pengelolaan sampah akan membantu pemerintah kota memobilisasi, mempertimbangkan dan mengelola faktor-faktor kelembagaan, sosial, finansial, faktor ekonomi, teknis dan faktor lingkungan hidup untuk mengelola sampah kota. Masterplan Persampahan juga merupakan dokumen praktis yang dapat membantu usaha-usaha pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat, dalam : 1. Menentukan dan mengerti kondisi eksisting sistem pengelolaan sampah, 2. Mengidentifikasi masalah dan kelemahankelemahan dari sistem pengelolaan yang ada 3. Mengidentifikasi peluang-peluang untuk meningkatkan sistem pengelolaan saat ini 4. Merumuskan tindakan-tindakat prioritas untuk memecahkan masalah dan sekaligus memberi efek peningkatan sistem 5. Mengukur seberapa jauh kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam implementasi rencana 6. Mengidentifikasi kebutuhan sumberdaya sesuai anggaran biaya dan skejul. 7. Meninjau ulang dan menyesuaikan prioritasprioritas yang telah dikembangkan sesuai rencana. Masterplan Persampahan kota juga dapat menjadi dokumen dukungan bagi usaha-usaha untuk memperoleh dukungan/bantuan dana (grant) untuk membiayai pengelolaan sampah kota. Lembagalembaga pembiayaan pembangunan kota akan sangat terbantu dalam mengambil keputusan untuk membiayai suatu proyek pengelolaan Persampahan bila suatu kota sudah dilengkapi dengan masterplan persampahan. Masterplan Persampahan juga memberikan gambaran yang jelas bagi lembaga pembiayaan untuk menentukan proyek-proyek parsial yang dapat dibiayai dengan tetap pada kerangka pengelolaan yang komprehensif. Ada beberapa faktor yang ikut andil dalam menentukan lingkup substansial masterplan persampahan, termasuk ketersediaan biaya dan ketersediaan keahlian teknis. Kita mungkin memiliki sumberdaya terbatas untuk mengembangkan keseluruhan rencana, tetapi memulai sebuah rencana tetap sangat berguna. Masterplan persampahan adalah sebuah dokumen yang dinamis yang dapat ditinjau ulang dan direvisi.



Gambar 1 : Proses Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah Kota Pontianak



Sebuah rencana awal dapat mencakup praktekpraktek pengelolaan sampah eksisting, merumuskan limitasi dan peluang-peluang penyempurnaannya, dan merumuskan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi limitasi serta



1.4.1 Persiapan Perencanaa n



1.4.1.1 Menentukan Wilayah Layanan



menyempurnakan sistem yang ada. Bila semua itu bisa tergambarkan dengan baik, terutama mengenai program-program prioritas, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan rencana pengelolaan yang jelas, maka rencana awal ini akan cukup untuk mendukung proposal pendanaan implementasinya. Gambar 1 mengilustrasikan seluruh tahapan dalam proses perencanaan pengelolaan sampah kota yang komprehensif, mulai dari penyusunan rencana hingga implementasinya. Diagram ini membantu kita untuk menentukan apa yang telah, sedang dan akan kita lakukan. Ada beberapa hal yang perencanaan dimulai yaitu :



dilakukan



sebelum



1) Penentuan Wilayah Perencanaan (Areal Pelayanan) 2) Identifikasi Regulasi Yang Berlaku di Wilayah Perencanaan 3) Menentukan Jangka Waktu Rencana 4) Konsultasi Publik untuk Mendapatkan Masukan dari Masyarakat Banyak Dalam proses perencanaan, langkah penting yang mula-mula harus dilakukan adalah penentukan cakupan areal yang akan direncanakan dilayani oleh sistem pengelolaan sampah. Areal pelayanan ini dapat mencakup seluruh wilayah kota sesuai batasbatas administratif, atau areal tertentu yang menjadi sasaran sesuai proyeksi untuk 20 tahun ke depan. Minimal, areal pelayanan harus melebihi dari luasan areal pelayanan yang ada saat ini.



1.4.1.2 Identifikasi Regulasi Yang Berlaku di Wilayah Perencanaa n



Regulasi mencakup program-program pengembangan lingkungan, dan program-program lain yang berkaitan langsung dan tak langsung dengan Persampahan kota. Jadi bukan saja program yang langsung menyentuk sistem pengelolaan sampah tetapi juga program yang mendukung seperti program pengembangan sistem transportasi kota, program-program pembangunan sarana dan prasarana kota lainnya.



1.4.1.3 Jangka Waktu Rencana



Menentukan jangka waktu perencanaan untuk memudahkan penentuan tujuan, proyeksi-proyeksi dan target-target pencapaian. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 9 Ayat (3) menyebutkan bahwa rencana induk Persampahan atau Masterplan persampahan ditetapkan untuk jangka waktu “paling sedikit” 10 tahun. Idealnya, sebuah masterplan Persampahan berlaku hingga 20 tahun, dan setiap 5 tahun dilakukan kajian ulang (review). Masterplan secara teknis mengacu pada ketentuan yang terdapat pada SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Operasional Teknik Pengolahan Sampah Perkotaan dan Pedoman Pembangunan TPA SNI 03-3241-1994. Review setiap 5 tahun dilakukan untuk menyesuaikan rencana dengan perubahan-perubahan yang terjadi terhadap rencana induk bidang sanitasi lainnya, perubahan rencana tata ruang dan rencana induk SPAM serta perubahan strategi di bidang lingkungan ataupun hasil-hasil rekomendasi audit lingkungan kota yang terkait dengan persampahan.



1.4.1.4 Konsultasi Publik



Tulang punggung dari Masterplan Persampahan Kota Pontianak ini adalah peran serta masyarakat, partisipasi dan kerjasama publik. Tim penyusun sebagai perencana dapat mengumpulkan data, melakukan analisis teknis dan menentukan alternatif sistem pengelolaan sampah yang baik, tetapi pemilihan alternatif yang sesuai dan perubahanperubahan positif haruslah ditentukan oleh masyarakat kota. Edukasi publik dan penentuan target-target yang ingin dicapai hakekatnya adalah proses kontinyu yang melibatkan berbagai aktivitas berbasis masyarakat.



1.4.2 Tahapan Proses Perencanaa n



Secara umum tahapan-tahapan yang dilakukan dalam keseluruhan proses perencanaan adalah : 1) Identifikasi Profil Wilayah Perencanaan 2) Identifikasi Timbulan Sampah di Wilayah Perencanaan 3) Kajian mengenai Sistem Pengelolaan Persampahan Eksisting 4) Kajian Karakteristik Sampah Yang dihasilkan 5) Estimasi/ Proyeksi Timbulan Sampah 20 Tahun Ke Depan 6) Merumuskan Alternatif Penanganan Sampah



7) Analisis Programprogram dan Infrastruktur Regional yang dapat digunakan untuk mendukung sistem pengelolaan Persampahan kota 8) Kajian Aspek Pembiayaan berbagai Alternatif Penanganan Sampah



9) Penentuan alternatif terpilih dari berbagai alternatif penanganan sampah sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditentukan oleh masyarakat kota



1.4.2.1 Tahap 1 : Identifikasi Profil Kota (Wilayah Perencanaa n)



Profil Kota setidaknya merumuskan aspek demografi meliputi jumlah penduduk kota, jumlah keluarga, dan estimasi pertumbuhan penduduk kota, informasi mengenai perekonomian kota, informasi dan data fisik dasar meliputi, iklim mikro, struktur geologi, dan sumberdaya alam; identifikasi sistem transportasi kota; aksesibilitas ke pusat-pusat pemasaran sampah daur ulang, lokasi potensial TPA, dan lain-lain.



1.4.2.2 Tahap 2 : Identifikasi Timbulan Sampah



Mengkaji dan menghitung jumlah sampah yang ditimbulkan baik oleh rumah tangga, kawasan komersial, dan kegiatan-kegiatan sosial di wilayah perencanaan (perumahan, gedung-gedung pemerintah, fasilitas kesehatan, industri, dll). Termasuk pula dalam kajian ini adalah identifikasi penumpukan sampah di tempat-tempat penimbunan liar.



1.4.2.3 Tahap 3 : Kajian Mengenai Sistem Pengelolaan Persampaha n Eksisting



Sistem pengelolaan sampah yang dilaksanakan saat ini perlu dipahami betul kemudian dikaji untuk merumuskan berbagai permasalahan yang dihadapi, hambatan dan keterbatasan sistem serta peluangpeluang yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan sistem ke arah yang lebih baik. Kajian dilakukan terhadap berbagai aspek mulai aspek budaya masyarakat dalam membuang sampah, proses pemilahan sampah, proses pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, pemusnahan sampah sampai pada pembuangan atau pemrosesan akhir. Kajian juga dilakukan terhadap aspek kelembagaan dan aspek pembiayaan yang ada saat ini.



1.4.2.4 Tahap 4 : Kajian Karakteristik Sampah Yang dihasilkan



Sampah yang dihasilkan dan dikelola dalam sistem yang ada, perlu dicermati dan dikaji karakteristiknya. Kajian ini menjadi sangat penting dalam keseluruhan proses perencanaan, karena dengan mengetahui karakteristik sampah inilah akan bisa diambil langkah-langkah tepat untuk pengelolaannya. Secara umum karakteristik sampah yang perlu dikaji adalah : 1) Berat dan volume sampah yang dihasilkan masing-masing kategori sumber sampah



(domestik/rumah tangga, komersial, industri, gedung pemerintah, dll) 2) Komposisi sampah yang dihasilkan masing-masing



kelompok sumber sampah (kandungan sampah organik-non organik, kandungan bahan beracun dan berbahaya, bongkaran bangunan, dll). 3) Perkiraan kandungan energi dalam sampah yang dihasilkan. Hal ini penting bila oncinerasi/pembakaran sampah menjadi salah satu alternatif penanganan sampah yang akan dilakukan.



1.4.2.5 Tahap 5 : Estimasi/ Proyeksi Timbulan Sampah



Estimasi atau proyeksi jumlah dan volume sampah yang akan dihasilkan dalam kurun waktu 20 tahun kedepan dilakukan sesuai dengan angka pertumbuhan yang diperoleh melalui tahap 1. Angkaangka proyeksi ini yang akan menjadi dasar penentuan rencana pengembangan fasilitas persampahan dan besaran biaya pengelolaannya.



1.4.2.6 Tahap 6 :



Merumuskan Alternatif Penanganan Sampah



Pengembangan beberapa alternatif penanganan sampah perlu dilakukan untuk mencari satu sistem yang tepat yang akan



diimplementasikan. Masing-masing alternatif tentu memiliki keunggulan dan kekurangan-kekurangan masing-masing. Atau satu alternatif baik diterapkan pada masa-masa awal perencanaan sedangkan alternatif lain lebih efektif kalau diterapkan pada akhir tahun perencanaan. Semua alternatif dikaji berdasarkan keunggulan dan kekurangannya.



1.4.2.7 Tahap 7 : Analisis Regional



Analisis ini mencakup wilayah yang lebih luas dari wilayah kota, yaitu wilayah kabupaten yang berbatasan bahkan wilayah seluruh propinsi. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada programprogram regional yang berimplikasi langsung maupun tak langsung terhadap pengembangan sistem pengelolaan Persampahan Kota Pontianak, dan atau infrastruktur regional apa yang dapat digunakan bersama untuk mendukung sistem pengelolaan sampah kota. Salah satu contoh adalah kemungkinan dibangunnya TPA regional yang bisa digunakan bersama dengan kabupaten/kota lain di sekitar Pontianak. Setelah jumlah dan volume sampah serta komposisi sampah dikidentifikasi, tim perencana sudah bisa membuat perkiraan besaran biaya untuk proses penanganan dan pembuangan sampah. Estimasi biaya harus mencakup biaya kapital (capital cost)serta biaya operasional dan pemeliharaan (O&M cost) untuk setiap opsi sistem yang ditawarkan. Biaya kapital meliputi biaya perancangan dan konstruksi fasilitas baru dan biaya pembelian peralatan. Sedangkan biaya operasional dan pemeliharaan adalah biaya operasional hari ke hari sistem pengelolaan sampah meliputi biaya upah kerja, biaya utilitas, bahan bakar peralatan, perawatan peralatan, dan lain-lain.



1.4.2.8 Tahap 9 : Penentuan alternatif terpilih



Dengan berpedoman kepada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, serta hasil pengumpulan masukan dan pendapat publik terhadap beberapa alternatif penanganan sampah yang ditawarkan, maka harus dirumuskan satu sistem terpilih yang akan diterapkan dalam jangka waktu rencana yang telah ditetapkan. Pilihan bisa jatuh pada satu sistem secara keseluruhan yang paling efektif dan efisien, atau merupakan kombinasi dari dua atau lebih alternatif. Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam melakukan pilihan alternatif sistem adalah : A. B. C. D. E. F.



Pertimbangan dampak lingkungan Biaya relatif masing-masing alternatif Potensi serapan tenaga kerja Kemudahan aspek operasional dan pemeliharaan Kebutuhan-kebutuhan regulasi/pengaturan Biaya pengelolaan, penutupan dan reklamasi TPA



1.4.3 Pengumpulan Data 1.4.3.1Metode Pengumpulan Data



Pengumpulan data berkaitan dengan perencanaan sistem pengelolaan persampahan akan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 







Pengumpulan data primer, dilakukan dengan survey, sampling, penelitian (seperti komposisi / karakteristik sampah, timbulan sampah, topografi, penyelidikantanah, dll), BPS (jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dll),



Pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan menggunakan data yang ada baik dari hasil studi yang berkaitan dengan perencanaan sampah (RUTR, land use, Air Bersih, dll), kebijakan dan renstra daerah, maupun NSPM persampahan. 1.4.3.2 Kebutuhan Data



Data yang dibutuhkan untuk merencanakan sistem pengelolaan sampah adalah sebagai berikut : 1) Data Kondisi Kota a) Data fisik kota, meliputi luas wilayah administrasi kota/ kabupaten, luas wilayah urban, topografi wilayah, tata guna lahan, jaringan jalan, perumahan, daerah komersial (pasar, pertokoan, hotel, bioskop, restoran, dll), fasilitas umum (perkantoran, sekolah, taman, dll), fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan, dll). Data tersebut dilengkapi peta kota, tata guna lahan, topografi dan lainlain. b) Data kependudukan, meliputi jumlah penduduk per kelurahan, kepadatan penduduk administrasi, kepadatan penduduk urban, mata pencaharian, budaya masyarakat dan lain-lain. Dilengkapi peta kepadatan penduduk c) Data kondisi sosial ekonomi, meliputi alokasi dana APBD dan anggaran kebersihan (3 tahun terakhir), data PDRB atau income penduduk (Rp/kk/bulan) dan lain-lain 2) Data Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rencana tata ruang wilayah kota, meliputi rencana pola ruang, rencana struktur ruang, rencana pengembangan kawasan strategis, rencana pengendalian pemanfaatan ruang serta rencana-rencana tata ruang yang sifatnya lebih rinci seperti rencana detail tata ruang kawasan dan rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah disusun. Dilengkapi dengan peta rencana



pengembangan wilayah, rencana tata guna lahan dll. 3) Data Kondisi Sistem Pengelolaan Persampahan yang Ada a) Aspek Institusi, meliputi bentuk institusi pengelola sampah, struktur organisasi, tata laksana kerja, jumlah personil baik ditingkat staf maupun operasional, pendidikan formal maupun training yang pernah diikuti di dalam dan luar negeri. b) Aspek Teknis Operasional, meliputi daerah pelayanan, tingkat pelayanan, sumber sampah, komposisi dan karakterirstik sampah, pola operasi penanganan sampah dari sumber sampai TPA, sarana/prasar ana persampahan yang ada termasuk fasilitas bengkel, kondisi pengumpulan (frekuensi pengumpulan , ritasi,



jumlah petugas dll), pengangkutan (frekuensi, ritasi, daerah pelayanan, jumlah petugas dll), pengolahan (jenis pengolahan, kapasitas atau volume, daerah pelayanan, jumlah petugas dll), pembuangan akhir (luas, kondisi lokasi, fasilitas TPA, kondisi operasi, penutupan tanah, kondisi alat berat dll). Selain itu juga data mengenai penanganan sampai medis (incinerator, kapasitas, vol sampah medis dll) dan sampah industri/ B3 (jenis sampah, volume, metode pembuangan dll). Dilengkapi peta daerah pelayanan, pola aliran sampah



c) dari sumber sampai TPA yang ada saat ini, serta peta penyebaran lokasi TPS, TPST dan TPA eksisting. d) Aspek Pembiayaan, meliputi biaya investasi dan biaya operasi/pemel



iharaan (3 tahun terakhir), tarif retribusi, realisasi penerimaan retribusi termasuk iuran masyarakat untuk pengumpulan sampah (3 tahun terakhir) dan mekanisme penarikan retribusi e) Aspek Peraturan, meliputi jenis perda yang ada, kelengkapan materi, penerapan sangsi dll. f) Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta, meliputi program penyuluhan yang telah dilakukan oleh pemerintah kota, inventarisasi organisasi/lembaga swadaya masyarakat dan badan usaha komersia yang bergerak dibidang persampahan.



1.4.4 Pengolahan Data/Analis a



Analisa terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan persampahan meliputi :



1.4.5 Perancanga n / Desain



Dalam proses perancangan ini, dihasilkan rencana pengembangan beberapa aspek utama dalam



1) Analisa kondisi kota, yaitu tinjauan terhadap aspek topografi kota dalam hal penentuan metode pengumpulan dan pemrosesan akhir sampah, jaringan jalan dalam hal penentuan rute pengangkutan dan penentuan lokasi TPA, fasilitas kota dalam hal penentuan urgensi daerah pelayanan dan besarnya timbulan sampah, demografi dalam hal penentuan tingkat pelayanan dan timbulan sampah, pendapatan per kapita dalam hal penentuan kemampuan masyarakat membayar retribusi, APBD dalam hal kemampuan daerah mensubsidi anggaran kebersihan dan penentuan tarif retribusi, dan lainlain. 2) Analisa rencana pengembangan kota, yaitu berkaitan dengan rencana pengembangan daerah pelayanan, penentuan lokasi TPA, rencana peruntukan lahan pasca TPA dan lain-lain. 3) Analisa kondisi pengelolaan sampah yang ada saat ini, yaitu berkaitan dengan kemungkinan peningkatan institusi pengelola sampah minimal dalam hal operasionalisasi struktur organisasi, peningkatan profesionalisasi SDM, peningkatan pelayanan yang aplikatif dalam periode perencanaan, peningkatan metode operasi penanganan sampah dari sumber sampai TPA yang terjangkau dan tidak mencemari lingkungan, peningkatan retribusi agar dapat mencapai cost recovery, peningkatan PSM agar secara bertahap dapat melaksanakan minimalisasi sampah / 3 R, kemungkinan peningkatan peran swasta dalam pengelolaan sampah dan lain-lain. Analisa dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti pendekatan sistem input / output, analisa hubungan sebab akibat, analisa SWOT, analisa deskripsi dan metode lain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam analisa tersebut juga diproyeksikan jumlah penduduk yang akan mendapatkan pelayanan termasuk proyeksi timbulan sampah selama masa perencanaan.



pengelolaan persampahan yaitu : 1) Pengembangan Institusi



Pengembangan institusi disesuaikan dengan hasil analisa terhadap kondisi yang ada dan sedapat mungkin mengacu pada kriteria perencanaan. Bentuk institusi Perusahaan Daerah dinilai cukup memadai untuk kota-kota yang memiliki permasalahan persampahan kompleks. Bentuk institusi lainnya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dengan tetap mengacu pada kriteria perencanaan 2) Pengembangan Aspek Teknis Pengembangan aspek teknis, meliputi : a) Pengembangan daerah pelayanan, dengan memperhatikan daerah yang saat ini sudah mendapatkan pelayanan, daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, daerah kumuh dan rawan sanitasi, daerah komersial / pusat kota dan lain-lain sesuai kriteria. Pola pengembangan mengikuti pola rumah tumbuh dengan perkiraan timbulan sampah yang akan dikelola untuk jangka waktu perencanaan tertentu (berdasarkan hasil proyeksi). Pengembangan daerah pelayanan ini dilengkapi dengan peta (skala 1: 10.000) b) Rencana Kebutuhan Sarana / Prasarana, dengan memperkirakan timbulan sampah dan tipikal daerah pelayanan serta pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai TPA terpilih. Sarana / prasarana tersebut meliputi jumlah dan jenis pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengolahan, pengangkutan dan pembuangan akhir. c) Rencana Pewadahan, meliputi jenis, jumlah dan lokasi pewadahan komunal maupun individual (wadah individual disediakan oleh masyarakat). Disain wadah sedemikian rupa (higienis, bertutup, tidak permanen, dengan volume disesuaikan volume sampah yang harus diwadahi untuk periode pengumpulan tertentu). Contoh disain wadah terlampir. d) Rencana Pengumpulan, meliputi pola pengumpulan (pengumpulan individual langsung / tidak langsung dan komunal) untuk setiap daerah pelayanan sesuai dengan kriteria perencanaan. Disain gerobak / becak pengumpul sampah sedemikian rupa agar mudah mengoperasikannya serta sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Disain / spesifikasi teknis peralatan tersebut terlampir e) Rencana Pemindahan, meliputi rencana lokasi di daerah pelayanan , daerah layanan, tipikal transfer depo dan gambar disain / spesifikasi teknis. f) Rencana Pengolahan, meliputi jenis pengolahan terpilih berdasarkan kelayakan dan komposisi/karakteristik sampah. UDPK (usaha daur ulang dan produksi kompos) skala kawasan (kapasitas 15 m3/hari) dapat menjadi salah satu pilihan. Sedangkan pilihan insinerator skala kota diprioritaskan untuk



daerah yang tidak lagi memiliki lahan untuk TPA serta teknologi yang ramah lingkungan (bebas SOx, NOx, COx dan dioxin) serta memanfaatka n heat recovery. Pengurangan volume sampah secara keseluruhan minimal 10 20 %.



g) Rencana Pengangkutan, meliputi pola pengangkutan sampah (door to door truck dan pengangkutan dari transfer depo ke TPA), jumlah dan jenis truck. Selain itu juga dilengkapi peta rute pengangkutan sampah dari hasil time motion study (gambar dan spesifikasi truck dilampirkan). h) Rencana Pembuangan Akhir, meliputi rencana lokasi sesuai dengan ketentuan teknis (SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA) dengan luas yang dapat menampung sampah untuk masa 10 tahun dan fasilitas Sanitary Landfill (SLF) dan rencana pemanfaatan lahan pasca TPA. Disain fasilitas SLF tersebut meliputi jalan masuk, drainase, pagar (tanaman hidup berdaun rimbun, contoh angsana), pos jaga (kantor), zone pembuangan yang terdiri dari lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pipa ventilasi gas, kolam penampung dan pengolahan lindi. Selain itu juga dilengkapi dengan fasilitas lain seperti air bersih, tanah penutup, alat berat (buldozer, landfill compactor, loader dan exavator) dan bengkel untuk perbaikan ringan. Disain masing2 fasilitas dilengkapi gambar (skala 1 : 500) dan spesifikasi teknis. Selain itu Disain TPA juga dilengkapi dengan SOP (standard operation procedure) untuk pembuangan sistem sel. Pasca TPA disesuaikan dengan rencana peruntukan lahan dan rekomendasi teknis 3) Pengembangan Aspek Pembiayaan Pengembangan aspek pembiayaan meliputi : a) Biaya investasi, meliputi biaya pengadaan sarana prasarana sesuai dengan pengembangan aspek teknis termasuk pembelian lahan TPS, TPST dan TPA serta penggantian peralatan yang sudah habis masa pakainya. Kebutuhan biaya investasi dihitung per tahun selama masa perencanaan b) Biaya operasi dan pemeliharaan, meliputi biaya rutin belanja kantor (gaji, ATK, pemeliharaan kantor dll), biaya operasi dan pemeliharaan gerobak, truck, transfer depo, pembuatan kompos, daur ulang, incinerator dan pemrosesan akhir. Kebutuhan biaya tersebut dihitung per tahun selama masa perencanaan. c) Biaya satuan, meliputi biaya satuan yang dibutuhkan per kapita per tahun, biaya per m 3 sampah, biaya per tahapan penanganan sampah (pengumpulan, pengangkutan dan pemrosesan akhir) d) Perhitungan retribusi, merupakan biaya yang akan dibebankan kepada para wajib retribusi (WR). Biaya tersebut adalah biaya



pengelolaan per tahun (biaya investasi/tahu n ditambah biaya O/M per tahun) di bagi dengan beban yang akan ditanggung oleh para WR. Struktur tarif yang dibagi berdasarkan kelas WR yaitu perumahan (Masyarakat Berpenghasila n Rendah, Menengah dan Tinggi), komersial (pertokan, pasar, hotel, restoran, sarana hiburan, dll), fasilitas umum (perkantoran, sekolah, fasilitas kesehatan dll) dan fasilitas sosial (rumah ibadah, panti sosial, dll). Pembobotan dapat dilaksanakan



e) dengan berbagai cara, antara lain dapat dilakukan dengan perbandingan income dan volume sampah yang dihasilkan oleh setiap unit sumber sampah per hari. Sebagai contoh untuk kelas perumahan dapat mengambil bobot perbandingan income 1 : 3 : 6, sedangkan untuk kelas komersial bobot merupakan hasil perhitungan perbandingan jumlah sampah per unit dengan jumlah sampah perumahan high income (HI) dikalikan dengan dengan bobot kelas perumahan HI (dalam contoh adalah 6). Demikian pula dengan perhitungan bobot fasilitas umum yang disetarakan dengan kelas midle income (MI) dan bobot fasilitas sosial disetarakan dengan LI. 4) Pengembangan Aspek Peraturan Perancangan aspek peraturan meliputi penyempurnaan peraturan daerah yang sudah ada berdasarkan hasil analisa atau pembuatan perda baru. Perda tersebut meliputi : a) Perda Pembentukan Institusi, meliputi pembentukan organisasi pengelola persampahan, struktur organisasi dan tata laksana kerja termasuk pengaturan koordinasi antar instansi, antar kota dan kerja sama dengan swasta dan masyarakat (materi sesuai kriteria perencanaan) b) Perda Ketentuan Umum dan Teknis Penanganan Sampah, meliputi ketentuan pengaturan penanganan sampah dari sumber sampai TPA termasuk ketentuan larangan pembakaran sampah secara terbuka, pembuangan kebadan sungai atau penimbunan sampah liar. Selain itu juga adanya ketentuan yang jelas mengenai penyapuan jalan dan pembersihan saluran yang harus dilaksanakan oleh masyarakat serta ketentuan 3 R (reduksi sampah) dan metode pembuangan akhir sampah secara SLF atau CLF serta ketentuan mengenai peruntukan lahan pasca TPA c) Perda Retribusi, meliputi ketentuan struktur tarif dan cara perhitungan serta metode penarikannya (kerjasama dengan instansi lain seperti PLN atau masyarakat atau swasta) d) Perda Kemitraan, meliputi ketentuan pola kerjasama dengan swasta e) Rencana penerapan perda yang didahului dengan sosialisasi dan uji coba dikawasan tertentu yang secara perlahan dikembangkan ke wilayah lain serta mempersiapkan pelaksanaan law enforcement 5) Pengembangan Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta Perancangan aspek peran serta masyarakat lebih dititik beratkan pada upaya peningkatan peran



serta masyarakat sejak awal (dari perencanaan sampai pelaksanaan) terutama untuk pola yang berbasis masyarakat melalui berbagai cara seperti pembentuakan forum-forum lingkungan, konsultasi publik, sosialisasi, pendampingan, training dan lainlain. Upaya ini harus diterapkan secara konsisten, terus menerus, terintegrasi dengan sektor lain yang sejenis dan masyarakat diberi kepercayaan untuk mengambil keputusan.



Perancaangan aspek kemitraan yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah terutama yang mempunyai nilai investasi tinggi dan membutuhkan penanganan yang lebih profesional meliputi pemilihan kegiatan yang secara teknis dan ekonomis layak dilakukan oleh swasta dengan metode atau pola kemitraan yang jelas dan terukur serta bersifat win-win solution.



1.5 Wilayah Perencana an



Lingkup wilayah pengelolaan sampah ini adalah seluruh wilayah Kota Pontianak yang batas-batasnya sesuai dengan batas wilayah kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tahun 2010-2030. Kota Pontianak secara administratif seluas 107,82 km2, meliputi enam kecamatan dan 29 kelurahan. Secara geografis Kota Pontianak terletak antara 00 02’ 24” – 00 01’ 37” LU dan 1090 16’ 25” – 1090 23’ 04” BT.



Gambar 2 : Peta Administrasi Kota Pontianak



2 GAMBARAN UMUM KOTA PONTIANAK Karakteristik kota yang akan dibahas dalam bab ini dibagi menjadi dua bagian utama yaitu gambaran umum Kota Pontianak sebagai wilayah perencanaandibahas dari aspek fisik dasar, kependudukan, perekonomian kota, ketersediaan fasilitas kota dan daya dukung infrastruktur yang ada; serta bagian kedua yang merupakan identifikasi karakter sampah dan pengelolaan sampah kota yang ada saat ini, dibahas dari aspek besarnya timbulan sampah, karakteristik sampah yang dihasilkan, sistem pengumpulan sampah, sistem pengangkutan sampah, dan sistem pengolahan sampah yang ada baik secara individual maupun komunal.



2.1 Gambaran Umum Kota Pontianak 2.1.1 Orientasi



Secara geografis Kota Pontianak ini terletak antara 108° 52’ 14,19” sampai dengan 109o 09’ 46,22” Bujur Timur (BT) dan 00o 44’ 57,57” sampai dengan 01o 00’ 48,65” Lintang Utara (LU), berhimpitan dengan batas Ibukota Propinsi (Pontianak), dapat dicapai melalui transportasi darat laut (Pelabuhan Pontianak, Sungai Kapuas), maupun udara. Wilayah administratif Kota Pontianak tercatat seluas 10.782 Haterdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan, dengan batas-batas adminsitratif sebagai berikut (lihat Gambar 1 di halaman 10):  Sebelah utara berbatasan dengan Desa Wajok Hulu Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dan Desa Mega Timur dan Desa Jawa Tengah Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya  Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kapur Kecamatan Sungai Raya dan Desa Kuala Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya  Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sungai Raya Kecamatan Sungai Raya dan Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya  Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pal IX dan Desa Sungai Rengas Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya  sentra-sentra produksi pertanian di Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang dan Kapuas Hulu. Melalui jalur jalan nasional ini pula Kota Pontianak terhubung dengan negara tetangga, Sarawak, Malysia Timut.  Jalur jalan darat yang juga sangat potensial adalah jalur Pontianak-Sungai PinyuhMempawah-Singkawang-Sambas yang sangat prospektus untuk membuka jalur pemasaran ke wilayah utara Propinsi Kalimantan Barat







bahkan sampai ke Sarawak (melalui BDC Aruk). Jalur Sutera PontianakSungai RayaSungai AmbawangTayan – Sosok –Sanggau – SekadauSintangPutussibau merupakan urat nadi penting dalam sistem transportasi







eksternal Kota Pontianak . Melalui jalur ini Kota Pontianak dapat dijangkau dari arah timur.



Tabel 1 : Luas Kota Pontianak Menurut Kecamatan



Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka, 2012



Selain itu, Kota Pontianak juga terbuka bagi interaksi ke wilayah selatan baik dengan kecamatankecamatan di bagian selatan Kabupaten Kuburaya, maupun dengan kabupaten-kabupaten lain di selatan (Kayong Utara, Ketapang), melalui jalur-jalur pelayaran sungai dan transportasi laut. Kota Pontianak, menjadi pintu gerbang utama bagi Propinsi Kalimantan Barat dengan adanya jalur transportasi laut dan udara (meskipun lokasi bandara berada di di wilayah Kabupaten Kubu Raya). Melalui jalur pelayaran laut, Kota Pontianak terhubung dengan kota-kota di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Sedangkan jalur udara menghubungkan Kota Pontianak dengan beberapa kota besar Nusantara seperti Jakarta, Surabaya, Yogykarta, Bandung, Batam, bahkan juga menghubungkan kota ini dengan Kota Kuching, ibukota Sarawak-Malaysia.



2.1.2 Kondisi Fisik Dasar Kota Pontianak merupakan daerah dataran rendah dengan topografi yang relatif datar 02% dengan ketinggian berkisar antara 0.1 s/d 1.5 meter diatas permukaan laut. Kota ini berada di pertemuan Sungai Landak dengan Sungai Kapuas yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan Barat. Dengan kemiringan lahan yang rendah,



ketinggian yang juga sangat rendah tersebut ditambah dengan kedekatannya dengan Laut Natuna, maka kota Pontianak sangat dipengaruhi oleh pasang surut air sungai dan air laut sehingga mudah tergenang.Kota Pontianak terbelah menjadi tiga daratan dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar 400 meter, kedalaman antara 12 sampai dengan 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai lebar sebesar 250 meter. Ketiga bagian wilayah kota ini dihubungkan dengan sebuah penyeberangan ferry, dan dua buah jembatan masing-masing jembatan Sungai Kapuas dan dan jembatan Sungai Landak. Dalam skala lebih kecil, penyeberangan kedua sungai dilakukan dengan perahu-perahu kecil dengan kapasitas terbatas. Kondisi topografi dan hidrologis kota demikian itu membuat keberadaan sungaisungai dan parit-parit



kecil dei seluruh bagian kota akan menjadi sangat penting, terutama untuk membentuk sistem drainase kota.



Di bagian selatan kota, terdapat empat sungai kecil yang membentuk empat subsistem drainase kota yaitu Subsistem Sungai Beliung, Subsistem Sungai Jawi, Subsistem Parit Tokaya dan Subsistem Sungai Raya. Subsistem Sungai Beliung adalah subsistem paling barat yang berbatasan dengan subsistem sungai Jawi disebelah timurnya. Batas antara subsistem ini dengan subsistem sungai jawi adalah Jl. Hasanuddin, Jl. HRA Rahman dan Jl. Husein Hamzah. Subsistem sungai jawi ini berbatasan dengan subsistem Parit Tokaya disebalah timurnya. Batas antara subsistem sungai jawi dengan sub sistem Parit Tokaya adalah Jl. HA Salim,



Jl. GS Lelanang, Jl. Sultan Abdurahman, Jl. Sutan Syahril dan Jl. Prof. M. Yamin. Batas antara subsistem Parit Tokaya dengan subsistem Sungai Raya adalah pertengahan lahan Universitas Tanjungpura dan terusannya.Keempat subsistem di bagian wilayah selatan ini yang sering mengalami banjir adalah subsistem Parit Tokaya baik yang disebabkan oleh kondisi pasang surut air sungai Kapuas maupun karena hujan lokal dan aliran dari hulunya, dimana catchment area yang dilayani oleh DAS Parit Tokaya ini seluas 920 Ha. Kalimantan Barat secara umum beriklim tropis demikian pula dengan Kota Pontianak. Pola umum cuaca banyak dipengaruhi oleh pola angin musim yang melintasi Propinsi Kalimantan Barat, dimana musim hujan berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan bulan Mei. Curah hujan harian maksimum tertinggi di Kota Pontianak dalam kurun waktu 10 tahun terakhir 224,8 mm (terjadi pada bulan Oktober 2012) dengan intensitas maksimum 15 mm/5 menit . Sedangkan curah hujan harian maksimum rata-rata 63,75 mm/hari. Secara rata-rata, curah hujan harian maksimum yang di atas 90 mm terjadi dua kali dalam setahun. Keadaan sinar matahari rata-rata bulanan secara umum dalam kisaran 55 % hingga 75 %. Temperatur rata-rata bulanan ada dalam kisaran 25,9 oC (Januari) hingga 27,7oC (Agustus) dengan temperatur terendah 22,1 oC dan tertinggi 33,8oC. Rata-rata kelembaban nisbi secara umum dalam kisaran 82% (Juli) hingga 87 % (Oktober). Secara umum angin bertiup dari arah barat dengan kecepatan rata-rata bulanan hingga



6 knot. Dari arah lain, angin dengan kecepatan rata-rata kurang dari 4 knot. Kecepatan angin maksimum bulanan yang lebih dari 25 knot umumnya berasal dari barat dan beberapa waktu dari arah barat daya Berdasarkan data geologi yang bersumber dari lembar Pontianak, kondisi geologi Kota Pontianak didominasi oleh KIM, yaitu Granodiorit Mensibau, terutama granodiorit dan Granit, Diorit Kuorsa, Diorit, Adamelit dan Tonalit. Sedangkan jenis tanah Kota Pontianak didomimasi tanah aluvial yang di beberapa spot berasosiasi dengan jenis Organosol Gley Humic.



2.1.3 Penggunaa n Lahan Kota



Secara fisiografi daerah studi merupakan dataran aluvial yang terdiri dari sedimen lembah rawa berair penuh dan dataran banjir yang dicirikan oleh lempung dan pasir halus kaya organik kelabu sampai coklat tua yang menutupi tidak menerus, kerikil yang ditunjang matriks. Landaian dataran banjir di Kota Pontianak dan sekitarnya berkisar antara 1/1300 sampai 1/2500. Jenis tanah yang menutup dataran sebagian besar terdiri dari:  Tanah Organosol, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut yang terbentuk dari seresah dan sisa-sisa tumbuhan yang tidak terdekimposisi secara sempurna oleh organisme pengurai.  Tanah Alluvial, jenis tanah berwarna kelabu, coklat dan hitam. Mempunyai sifat tidak peka terhadap erosi dan cocok untuk budidaya pertanian. Dengan demikian tanah yang terbentuk dari endapan sungai di lokasi ini relatif subur. Jenis tanah ini relatif peka terhadap erosi dengan tekstur halus sampai sedang. Kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm. Kota Pontianak termasuk dalam wilayah gempa 1 menurut Quake Area Map (Monified Merculi Intencity, 1931), dan dengan demikian sangat aman dari gangguan gempa vulkanik dan tektonik. Kawasan ini juga bebas dari bahaya tsunami yang biasanya merupakan bahaya susulan gempa tektonik.



Kota Pontianak dengan luas 10.782 hektar didominasi oleh kawasan perumahan (53%). Kawasan ini tersebar di seluruh bagian wilayah kota mengikuti pola alur sungai/parit dan jaringan jalan (lihat Gambar 2). Kawasan perumahan, lebih banyak berkembang di bagian selatan kota di empat kecamatan yaitu Kecamatan Pontianak Kota, Pontianak Selatan, Pontianak Tenggara dan Pontianak Barat. Sedangkan perkembangan perumahan di bagian utara kota relatif berlangsung lambat. Di bagian timur, saat ini perkembangan perumahan sudah mulai berjalan cepat seiring dengan semakin baiknya akses eksternal dari dan ke Pontianak melalui jalan arteri primer Pontianak-Ambawang-Tayan. Sebagai kota yang berkembang terutama karena sektor perdagangan dan jasa serta industri, jalur transportasi utama kota merupakan magnet utama perkembangan kegiatan komersial baik kegiatan perdagangan, jasa komersial maupun industri. Secara



historis, jalur-jalur perdagangan utama Kota Pontianak di jaman awal pertumbuhannya, sangat mengandalkan jalur pelayaran Sungai Kapuas, sehingga konsentrasi kawasan perdagangan dan jasa komersial serta industri ini banyak



terjadi di pinggiran Sungai Kapuas. Perdagangan dan jasa mulanya berkembang di tepian Sungai Kapuas di Jalan Sultan Muhammad dan sekitarnya, kemudian menyebar ke selatan seiring dengan dibangunnya jalan Tanjung Pura dan Gajahmada. Disisi utara Sungai Kapuas, kawasan perdagangan dan jasa mulai berkembang di Kelurahan Siantan Tengah berkembang secara linier mengikuti pola Jalan Gst. Situt Mahmud. Fase berikutnya, seiring dengan dibangunnya jalan-jalan baru yang lebih mengarah ke darat, kawasan perdagangan dan jasa inipun menyebar ke jalan-jalan utama baik di bagian selatan, timur maupun utara kota.



Gambar 3 : Peta Penggunaan Lahan Kota Pontianak Tahun 2010



Sumber : RTRW Kota Pontianak 2010-2030



Kawasan industri, lebih banyak berkembang disisi



utara Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak memanjang secara linier di kawasan pinggiran sungai dari Kelurahan Batu Layang hingga ke Siantan Hilir,



dan kawasan pinggiran Sungai Landak di Kelurahan Siantan Hulu. Kawasan perkantoran pemerintah secara umum mengelompok di beberapa kawasan yaitu kawasan Jalan Ahmad Yani dan



sekitarnya, Jalan Sutan Syahrir, dan Jalan Sotoyo, serta di sekitar Alun Kapuas. Kawasan-kawasan yang belum terbangun (unbuilt up area)berada di pinggiran kota, terutama di Kecamatan Pontianak Utara bagian utara, Kecamatan Pontianak Barat bagian barat daya, Kecamatan Pontianak Kota bagian selatan, Kecamatan Pontianak Tenggara bagian selatan dan Kecamatan Pontianak Timur bagian timur. Kawasan-kawasan ini umumnya berupa kawasan kebun campuran, sawah, semak belukar dan hutan belukar.



Tabel 2 : Luas Kota Pontianak Berdasarkan Pola Penggunaan Lahan Tahun 2011



Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Pontianak.



2.1.4 Kependudu kan



Perkembangan timbulan sampah kota dari waktu ke waktu berbanding lurus dengan perkembangan penduduk karena setiap perkembangan penduduk akan diikuti perkembangan kegiatan social ekonomi. Perkembangan kegiatan selaludisertaipeningkatan jumlah sampah yang ditimbulkan yang juga konsekuensinya pada pertambahan kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah baik domestik maupun non domestik. Di samping itu, besaran jumlah dan luas berbagai fasilitas pelayanan persampahan perkotaan ditentukan oleh jumlah penduduk pendukungnya/ yang dilayani.



Jadi, perkiraan kebutuhan skala pelayanan pengelolaan sampah perkotaan akan didasari oleh prediksi jumlah penduduk yang akan berada di dalam Kota Pontianak. Perkembangan kegiatan perkotaan



berbanding lurus dengan perkembangan penduduk karena setiap perkembangan penduduk akan diikuti perkembangan kegiatan sosial ekonomi. Perkembangan kegiatan memerlukan ruang yang semakin besar, demikian pula pertambahan penduduk itu sendiri memerlukan pertambahan jumlah fasilitas pelayanan yang juga konsekuensinya pada pertambahan kebutuhan ruang. Di samping itu, besaran jumlah dan luas berbagai fasilitas perkotaan ditentukan oleh jumlah penduduk pendukungnya/ yang dilayani. Jadi, perkiraan kebutuhan ruang bagi berbagai fasilitas perkotaan akan didasari oleh prediksi jumlah penduduk yang akan berada di dalam Kota Pontianak.



Tabel 3 : JUMLAH DAN PENYEBARAN PENDUDUK KOTA PONTIANAK TAHUN 2013



Sumber : BPS Kota Pontianak



Jumlah penduduk Kota Pontianak Tahun 2013adalah579.276 orang yang terdiri dari 290.174 (50,1%)laki-laki dan 289.102(49,9%) perempuan. Penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pontianak Barat yaitu sekitar 22.2 % dari penduduk kota. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Pontianak Tenggara yaitu sekitar 8,1 % dari jumlah total penduduk kota. Kecamatan



Pontianak Kota juga memiliki penduduk relatif besar, begitu pula Kecamatan Pontianak Utara yang memiliki luas wilayah terbesar. Bila dilihat pola kepadatannya, maka terlihat bahwa Kecamatan Pontianak Timur merupakan kecamatan terpadat yaitu sekitar 98 orang per hektar.Sedangkan Kecamatan Pontianak Utara dan Tenggara memiliki kepadatan yang sama yaitu sekitar 32 orang per hektar. Kedua kecamatan ini merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah.



Tabel 4 : Kepadat an Penduduk Kota Pontianak Tahun 2013



Sumber : BPS Kota Pontianak



Bila dilihat pertumbuhannya, penduduk Kota Pontianak, dalam kurun waktu tahun 1990-2010 (jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus) atau dalam waktu 20 tahun mengalami pertumbuhan ratarata 1,69 % per tahun. Tabel 5 : Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak



Sumber : BPS Kota Pontianak.



Secara umum laju pertumbuhan penduduk sepuluh tahun terakhir sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Tetapi bila diteliti lebih mendalam, kebanyakan kecamatan mengalami fenomena sebaliknya dimana angka pertumbuhan penduduk periode 10 tahun sebelumnya lebih tinggi daripada angka pertumbuhan penduduk sepuluh tahun terakhir. Kondisi ekstrim yang menjadi penentu justru hanya terjadi



di 2 kecamatan yaitu kecamatan Pontianak Selatan dan Pontianak Kota. Kecamatan Pontianak Kota yang tadinya memiliki pertumbuhan negatif langsung melonjak penduduknya dengan peertumbuhan 4,24 % per tahun pada periode 2000-2010. Demikian juga dengan Kecamatan Pontianak Selatan yang tadinya tumbuh dengan laju 0,02 % pertahun meningkat menjadi 0,45 % per tahun. Sementara itu, kondisi sebaliknya terjadi di Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Tenggara, dimana terjadi penurunan angka pertumbuhan pendududk yang cukup drastis. Secara rata-rata, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, seluruh kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk positif, terutama pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Pontianak Timur dan



Pontianak Tenggara. Kedua kecamatan ini memiliki angka pertumbuhan penduduk jauh di atas rata-rata kota. Hal ini dapat menjadi petunjuk bahwa



perkembangan Kota Pontianak lebih banyak mengarah ke timur, ke arah Kecamatan Sungai Raya (Kabupaten Kubu Raya). Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk terkecil terjadi di Kecamatan Pontianak Selatan, dengan pertumbuhan hanya 0,23 % per tahun. Kondisi ini lebih disebabkan oleh keterbatasan lahan di kecamatan ini untuk perkembangannya.



2.1.5 Dukungan Infrastruktu r Kota



Salah satu aspek penting dalam sistem pengelolaan sampah adalah sub sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah, sehingga sistem ini harus dipadukan dengan kondisi dan pola sistem transportasi kota secara keseluruhan.Dalam melayani kebutuhan pergerakan orang dan barang di Kota Pontianak pada saat ini tersedia perhubungan darat dan sungai.



2.1.5.1 Sistem Transportasi



Pengembangan sistem transportasi Kota Pontianak hingga Tahun 2030 didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tahun 2030 yang telah disusun. Pengembangan sistem transportasi ini, terutama pengembangan jaringan jalan raya, memiliki 2 fungsi utama berkaitan dengan usaha penataan ruang wilayah Kota Pontianak yaitu : 1) Pertama, melayani pergerakan orang dan barang baik internal maupun eksternal sesuai dengan apa yang direncanakan sehingga seluruh kegiatan perkotaan dapat berjalan dengan lancar dan harmonis. 2) Kedua, pengembangan sistem transportasi dapat berfungsi sebagai motivator dan stimulator untuk membentuk kota sesuai dengan yang direncanakan. Dalam hal ini pengembangan sistem transportasi ini sangat efektif untuk mengarahkan pengembangan kota ke arah yang direncanakan. Dengan demikian, pengembangan sistem transportasi ini akan sangat tergantung pada rencana pengembangan kota yang dituangkan dalam RTRW Kota Pontianak Tahun 2030. Sistem transportasi pada dasarnya merupakan kerangka utama pembentuk struktur kota, terutama dikaitkan dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pusatpusat permukiman yang umumnya juga merupakan pusat kegiatan sosial dan ekonomi. Perkembangan wilayah terjadi sebagai akibat tumbuhnya diversifikasi pusat-pusat permukiman dan terbentuknya keterkaitan (linkage) antar pusat-pusat



tersebut. Pada satu sisi, pengembangan sistem transportasi mendorong pertumbuhan dan diversifikasi pusatpusat permukiman yang telah ada dan disisi lain



pengembangan sistem transportasi dapat merangsang tumbuhnya pusat-pusat baru. Pembangunan sistem transportasi baru biasanya akan meningkatkan interaksi antar pusat permukiman dan antara pusat permukiman dan pusat-pusat kegiatan. Pengembangan sistem pengelolaan Persampahan akan diarahkan agar sinergis dengan rencana struktur ruang kota dan dengan dengan demikian akan sangat tergantung pada pola sistem jaringan transportasi yang direncanakan. Sistem transportasi Kota Pontianak secara garis besar merupakan perpaduan antara subsistem transportasi jalan raya dan subsistem transportasi sungai. Masingmasing subsistem transportasi tersebut akan dibahas pada bagian ini yang mencakup tiga aspek yaitu; aspek suplai yang meliputi kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana transportasi, aspek potensi permintaan akan jasa transportasi (demand aspect) serta pengelolaan sistem transportasi yang ada. Pada bagian akhir akan dikaji pula tingkat pelayanan seluruh sistem transportasi yang ada dalam menunjang usaha pengembangan sistem pengelolaan persapahan, terutama subsistem pengangkutan sampah. Secara historis peranan perangkutan Sungai Kapuas sangat penting dalam mendukung sistem pengangkutan barang dan penumpang regional dan lokal. Pada saat jaringan jalan raya mulai berkembang, peranan angkutan sungai masih tetap penting terutama pada daerah-daerah pedalaman yang sulit dijangkau jaringan jalan raya. Bahkan pada daerah dimana jalan raya melintas secara paralel dengan jalur pelayaran sungai, pengangkutan barang melalui sungai masih banyak dilakukan. Besarnya peranan transportasi sungai ini membawa konsekuensi bagi pola penyebaran pusat-pusat pengumpulan dan distribusi barang yang juga merupakan pusat-pusat industri, perdagangan dan permukiman penduduk. Secara umum, pusat-pusat permukiman tersebut menyebar pada posisi-posisi yang menguntungkan ditepi sungai. Besarnya perkembangan pusat-pusat tersebut juga sebanding dengan aksesnya terhadap jalur transportasi darat utama dan pusat-pusat kegiatan utama kawasan. Sampai saat ini, angkutan sungai masih merupakan sarana pergerakan barang dan penumpang terutama untuk angkutan bahan baku industri dan angkutan hasil produksi dari industri ke pelabuhan Pontianak. Seluruh kawasan yang berada pada jalur Sungai Kapuas boleh dikatakan memiliki akses cukup baik ke Pontianak. Jalur pelayaran orde kedua yang dahulunya terjadi pada jalur Sungai Jawi, Sungai Raya, Sungai Nipah Kuning dan parit-parit besar lainnya saat ini sudah hampir tidak digunakan lagi.



Kelancaran sistem perangkutan sungai sangat tergantung pada iklim dan cuaca terutama siklus hidrologi wilayah hulu DAS Kapuas. Pada musim kemarau, umumnya debit dan tinggi permukaan air sungai menurun sehingga kapasitas sungai sebagai jalur angkutan menjadi menurun pula. Bahkan, bila kemarau berjalan cukup panjang maka debit air Sungai Kapuas-pun sampai pada titik dimana kapal-kapal barang tidak dapat melaluinya. Kenyataan ini menunjukkan bagaimana pelayaran sungai merupakan sistem transportasi yang



cukup vital. Ketergantungan industri terhadap sistem perangkutan ini sangat tinggi. Oleh karena pelayaran sungai sangat tergantung pada kondisi hidrologi wilayah, maka satu-satunya alternatif penanganan masalah ini adalah pengembangan jaringan jalan raya yang memadai untuk angkutan volume tinggi kecuali bila pemerintah mau mengendalikan penebangan dan perambahan hutan di hulu-hulu Sungai Kapuas sehingga fluktuasi debit air sungai dapat ditekan seminimal mungkin. Artinya, suatu usaha besar perlu dilakukan untuk mengembalikan siklus hidrologi pada kondisi yang wajar sehingga debit dan tinggi permukaan air sungai relatif stabil sepanjang tahun. Bila hal ini sulit dilakukan, maka pemerintah perlu pembangunan jaringan jalan raya untuk mengurangi ketergantungan wilayah terhadap perangkutan sungai. Kota Pontianak pada umumnya dapat di capai melalui beberapa koridor penting yaitu : 1) Koridor Tenggara (darat dan sungai) menghubungkan Kota Pontianak dengan Sungai Raya, Sungai Ambawang, Rasau Jaya, bahkan menghubungkan Kota Pontianak dengan kotakota di selatan Kabupaten Kubu Raya seperti Kubu, Padang Tikar, Terentang, Teluk Batang, Ketapang, serta kota-kota di hulu Sungai Kapuas. 2) Koridor Timur menghubungkan Kota Pontianak dengan Kota Sungai Raya, Sungai Ambawang, Tayan, Sanggau, Sekadau, Sintang, Nanga Pinoh, bahkan sampai ke Putussibau dan ke Sarawak (Malaysia) melalui BDC (Border Development Center) Entikong. 3) Koridor utara (darat) menghubungkan Kota Pontianak dengan Kota Sungai Pinyuh, Mempawah dan Kota-kota di utara Kalimantan Barat (Singkawang, Sambas, Sanggau, Ngabang, dll) bahkan sampai ke Sarawak. 4) Koridor barat (sungai dan laut) menghubungkan Kota Pontianak dengan kota-kota di luar Kalimantan Barat. Sistem transportasi dari dan ke Kota Pontianak didukung oleh jaringan jalan dengan kondisi yang cukup memadai untuk semua koridor darat dan tersedianya beberapa dermaga di sepanjang pinggiran Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Dukungan prasarana angkutan udara masih mengacu ke Bandara Supadio di Sungai Raya (Kubu Raya). Jaringan jalan di dalam Kota Pontianak sendiri terdiri dari jalan aspal, jalan telford, jalan tanah dan jalan beton. Pola jaringan jalan di Kota Pontianak membentuk grid-pola radial. Sebagian jalan-jalan utama dibangun radial menuju Sungai Kapuas dan Sungai Landak, sebagian lagi dibangun sejajar berlapis dengan jalur Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Kedua jenis jalan ini membentuk pola grid.



Dari 310,958 km panjang jalan di dalam Kota Pontianak, 273,319 km (± 89 %) diantaranya merupakan jalan aspal. Jalan aspal ini meliputi seluruh jaringan jalan nasional (Jalan Kom Yos Sudarso, Jalan Pak Kasih, Jalan Rahadi Usman, Jalan Tanjung Pura Jalan Ahmad Yani, Jalan Veteran, Jalan Pahlawan, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Gst Situt Mahmud, Jalan Khatulistiwa, dan



Jalan Ya’ Sabran), seluruh jaringan jalan provinsi (Jalan Adi Sucipto, Jalan Imam Bonjol, Jalan Hasanuding, Jalan Rais A. Rahman dan Jalan Husein Hamzah) serta sebagian besar jaringan jalan kota (259,644 km). Jaringan jalan kota sebagian masih berupa jalan tanah yaitu sekitar 15,764 km atau sekitar 6 % dari panjang keseluruhan jaringan jalan. Tabel 6 : Panjang Jalan Di Kota Pontianak Berdasarkan Jenis Permukaan dan Status Pengelolaannya (m)



Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak



Bila dilihat dari kondisinya, seluruh jaringan jalan nasional maupun jaringan jalan provinsi dalam keadaan baik. Demikian juga sebagian besar (199,25 km) jaringan jalan kota. Sebagian jalan kota diidentifikasikan sebagai jalan dengan kondisi rusak berat, yaitu total sepanjang 48,9 km atau sekitar 19 % panjang jalan kota.



Tabel 7 : Panjang Jalan Kota Pontianak Menurut Kondisiny a, Tahun 2012



Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak



2.2 Rencana Kota 2.2.1 Strategi Pengelolaa n Persampah an



Strategi pengelolaan persampahan Kota Pontianak dilakukan dalam rangka mewujudkan visi kelima pembangunan Kota Pontianak yaitu: “Meningkatkan sarana dan prasarana dasar perkotaan untuk menunjang perkembangan perdagangan dan jasa”. Pencapaian terhadap strategi ini diharapkan dapat mendukung pencapaian misi kedepan Kota Pontianak untuk menjadi “ Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan Terdepan Dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Dan Pelayanan Publik. Berwawasan Lingkungan dalam visi tersebut, mengandung makna bahwa pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya alam akan dilakukan secara berkesinambungan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup, berkeadilan dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai Ibukota Propinsi yang sedang berkembang, pembangunan Kota Pontianak dilakukan secara berimbang dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup, kebersihan, keindahan, kenyamanan, serta tertib dan teratur sesuai dengan rencana tata kota. Peningkatan kualitas lingkungan, terutama udara dan air, ditempuh melalui koordinasi dan kerjasama antar daerah serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya menciptakan “Udara dan Kali Bersih” untuk mewujudkan Pontianak Sehat. Pengelolaan persampahan Kota Pontianak akan dilakukan untuk memenuhi aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup, kebersihan, keindahan dan kenyamanan kota, seperti yang tersirat dalam visi tersebut. Rencana Sistem persampahan sebagaimana dituangkan dalam Perda tentang RTRW Kota Pontianak 2013-2033Pasal 23 ayat (4) meliputi: a. Standarisasi jenis sarana sampah dalam memenuhi pelayanan penduduk dan kegiatan pada wilayah pelayanan; b. Pengembangan program pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan mengembangkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di setiap kecamatan;



c. Pengembangan sistem pengangkutan sampah lingkungan, kecamatan dan kota.



d. Mengembangkan dan menerapkan model pengelolaan sampah 4R (reuse, reduce, recycle dan replace); e. Mengembangkan sistem pengolahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)



2.2.2 Rencana Pengemban gan Jaringan Transportas i Kota



Pengembangan jaringan sistem transportasi kota sangat berpengaruh terhadap sistem pengelolaan persampahan kota terutama dari aspek pengumpulan sampah dan pengangkutannya. Rencana pengembangan sistem transportasi Kota Pontianak adalah sebagai berikut :



2.2.2.1 Sistem Jaringan Transportasi Darat



Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat Kota Pontianak, meliputi :



f.



Mengembangkan TPA Regional yang melayani Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Pontianak yang berlokasi di wilayah Kabupaten Kubu Raya.



1) Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan mencakup a) Jaringan jalan; b) Jaringan prasarana jalan; dan c) Jaringan pelayanan angkutan jalan. 2) Jaringan angkutan sungai, dan penyeberangan Rencana Pengembangan Pontianak meliputi :



jaringan



jalan



Kota



1) Jaringan jalan arteri primer meliputi Jalan Pak Kasih, Jalan Rahadi Usman, Jalan Tanjungpura, Jalan Pahlawan, Jalan Sultan Hamid II, Jalan Gusti Situt Mahmud, Jalan Khatulistiwa, Jalan Veteran, sebagian Jalan Ahmad Yani, Jalan Ya’ M. Sabran dan Jalan Kom. Yos Sudarso; 2) Jaringan jalan kolektor primer yaitu ruas Jalan H.R.A Rachman – Jalan Husein Hamzah, ruas Jalan Imam bonjol – Adi Sucipto, dan ruas Jalan Tanjung Raya II; 3) Jaringan jalan arteri sekunder meliputi : a) ruas Jalan Diponegoro – Jalan Gusti Lelanang – Jalan Sutan Syahrir; b) ruas Jalan K.H Wahid Hasyim – sebagian Jalan Ahmad Yani; c) ruas Jalan Jalan Gajahmada - Pattimura – Hasanuddin; d) ruas Jalan Teuku Umar; dan e) pengembangan jaringan jalan arteri sekunder lingkar luar Pontianak (Jalan Karet – Jalan Berdikari 2 – Jalan Ampera – Jalan Harapan Jaya – rencana jalan sampai Sungai Raya Dalam). 4) Jaringan jalan kolektor sekunder meliputi Jalan Jeranding, Jalan Martadinata, Jalan Tabrani Akhmad, Jalan Dr. Wahidin, Jalan Gusti Hamzah, Jalan Putri Dara Nante, Jalan Uray Bawadi, Jalan Danau Sentarum, Jalan Ali Anyang, Jalan Johar – Jendral Urip, Jalan M. Sohor – Johan Idrus, Jalan



Sutoyo, Jalan Prof. M. Yamin, Jalan Purnama II, Jalan Wonobaru – Tani Makmur, Jalan Karya Tani, Jalan Parit Haji Husein III, sebagian Jalan Parit Haji Husein II, Gang Sejahtera, Jalan Daya Nasional, Jalan Panglima Aim, sebagian Jalan 28 Oktober, Jalan Budi Utomo, Jalan Parwasal, dan Jalan Merdeka, serta pengembangan jaringan jalan lingkar dalam Pontianak. 5) Jaringan jalan lokal sekunder meliputi Jalan Apel, Jalan Tebu, Nipah Kuning Dalam – Berdikari 2, Jalan M. Suwignyo, Jalan



6) Petani, Jalan Putri Candramidi, Jalan Putri Dara Hitam, Jalan WR Supratman, Jalan Purnama II, Jalan Reformasi UNTAN, Jalan A.R Saleh, Jalan Parit H. Husein I, Jalan Perdana, Jalan Sepakat II, Jalan Parit Demang-Jalan Perdana-Jalan Parit H. Husein II, Jalan Parit Pangeran, Jalan dari Sungai Durhaka sampai Sungai Putat, Jalan Kebangkitan Nasional, Jalan Panca Bhakti, Jalan Flora, Jalan Tanjung Raya I, Jalan Tritura, Jalan Alami – Pemuda, Jalan Tani – Perum III, sebagian Jalan 28 Oktober, dan Jalan Selat Panjang. 7) Pengembangan jaringan jalan lokal sekunder meliputi : a) Pembangunan Jalan yang berhimpit dengan sisi luar dari sempadan Sungai Jawi dan Sungai Raya; b) jalan mulai dari Jalan Parit Pangeran-Jalan Parwasal – Jalan Teluk Betung – Jalan Sungai Selamat; c) jalan mulai Jalan Kebangkitan Nasional – Jalan Panca Bakhti – Jalan Flora; d) jalan di Komplek Mitra Indah Utama IV– Balimas 3; e) jalan di Sekitar Politeknik Kesehatan Pontianak- Lapangan Golf di Pontianak Utara; dan f) jalan Pemda. Pengembangan meliputi :



sistem



Jaringan



prasarana



jalan



1) peningkatan jembatan eksisting meliputi : a) Penambahan jembatan paralel dengan jembatan kapuas I; b) Perawatan Jembatan Kapuas I dan Jembatan Landak; c) Perawatan Jembatan di atas Parit Primer; 2) pengembangan jembatan meliputi : a) pengembangan jembatan menghubungkan Bardan Hadi – Terminal Siantan b) pengembangan Jembatan di ruas Jl. Karet dan Batu Layang Pontianak Utara; 3) pengembangan terminal meliputi : a) Terminal Tipe B Batu Layang di Kecamatan Pontianak Utara b) Terminal Tipe C meliputi : Terminal Nipah Kuning di Kecamatan Pontianak Barat, Terminal Parit Mayor di Kecamatan Pontianak Timur, Terminal Pasar Dahlia di Kecamatan Pontianak Barat, Terminal Pal Lima di Kecamatan Pontianak Barat, Terminal Harapan Jaya di Kecamatan Pontianak Selatan, dan Terminal Siantan di Kecamatan Pontianak Utara Pengembangan sistem penyeberangan meliputi:



Jaringan



1) Alur pelayaran sungai, meliputi: a) Sungai Kapuas; dan b) Sungai Landak



sungai



dan



2) Lintas penyeberangan, meliputi: a) Penyeberang an di Alunalun Kapuas Siantan; dan b) Penyeberang an Seng Hie Kampung Beting 3) Pelabuhan sungai, meliputi: a) Pelabuhan Seng Hie di Kecamatan Pontianak Selatan; b) Pelabuhan Kapuas Indah.



Pengembangan sistem jaringan transportasi laut meliputi tatanan kepelabuhanandanalur pelayaran. Pengembangan pelabuhan Kota Pontianak dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pelayanan Pelabuhan utama yang merupakan pelabuhan internasional yaitu Pelabuhan Pontianak di Kecamatan Pontianak Kota. Disamping itu dikembangkan pula Pelabuhan Pengumpul yaitu pelabuhan Nusantara Nipah Kuning di Kecamatan Pontianak Barat serta pengembangan pelabuhan khusus/ terminal khusus industri yang berlokasi di Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara. Rencana pengembangan alur dengan peraturan tersendiri.



pelayaran



diatur



2.2.2.2 Sistem Jaringan Transportasi Laut



2.2.3 Rencana Pengemban gan Jaringan Prasarana Lainnya



Selain pengembangan sistem transportasi kota, beberapa jaringan prasarana kota lainnya juga akan sangat berpengaruh terhadap sistem pengelolaan persampahan kota antara lain : a. b. c. d.



sistem sistem sistem sistem



jaringan energi; jaringan telekomunikasi; jaringan sumber daya air; dan infrastruktur perkotaan.



Pengembangan sistem jaringan energi Kota Pontianak terdiri atas: 1) Pengembangan pembangkit tenaga listrik meliputi : a) Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Siantan; dan b) Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Siantan 2) Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik yang mencakup: a) Pengembangan gardu induk di Siantan; dan b) Pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) menghubungkan Wilayah Pontianak Utara dengan Tayan, Pontianak Utara dengan Kabupaten Pontianak, dan Pontianak Utara dengan Pembangkit di Sungai Raya (Kabupaten Kubu Raya). Pengembangan sistem dilakukan dengan : 1) Pengembangan telepon rumah;



jaringan



sistem



jaringan



telekomunikasi kabel



kabel



2) Pengembangan sistem jaringan nirkabel telekomunikasi selular; 3) Pengembangan sistem jaringan satelit terdiri atas Jaringan Internet dan Multi Media; 4) Pengembangan dan penataan lokasi menara telekomunikasi yang diarahkan dengan konsep tower bersama dengan mempertimbangk an frekwensi, keamanan, kenyamanan dan estetika Lingkungan. Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air meliputi : 1) Pengembangan sistem wilayah sungai terdiri atas: a) Wilayah Sungai Kapuas dan b) Wilayah Sungai Landak 2) Pengembangan sumber Air Baku terdiri atas : a) Pengembang an Sumber Air Baku Sungai Kapuas b) Pengembang an sumber Air Baku Sungai Landak



c) Pengembangan Sumber Air Baku Penepat kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya dengan Kapasitas 300 liter/detik 3) Pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih terdiri atas : a) Sistem Jaringan Primer Penepat – Pontianak dan Pontianak – Danau Lait b) Sistem Jaringan Sekunder c) Sistem Jaringan Tersier 4) Pengembangan Sistem Drainase di wilayah kota meliputi : a) Sistem Jaringan Drainase Primer b) Sistem Jaringan Drainase Sekunder c) Sistem Jaringan Drainase Tersier 5) Konsevasi Sumber Daya Air (SDA), meliputi: a) Perlindungan kawasan tangkapan air (catchment area) b) Penetapan kawasan sempadan sungai. Pengembangan Sistem Perkotaanmeliputi :



Jaringan



Infrastruktur



1) Pengembangan sistem penyediaan air minum meliputi: a) Penyediaan air minum melalui beberapa Water Treatment Plan (WTP) sebagai berikut: i) WTP Imam Bonjol dengan kapasitas 860 liter/detik; ii) WTP Jeruju dengan Kapasitas 50 liter/detik; iii) WTP Selat Panjang dengan kapasitas 300 liter/detik; dan iv) WTP Penempat yang berlokasi di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya dengan kapasitas air lebih kurang 300 liter/detik. b) Meningkatkan cakupan wilayah pelayanan distribusi air minum untuk seluruh wilayah Kota Pontianak dengan tetap memperhatikan kecukupan kuantitas dan persyaratan kualitas; c) Sistem jaringan air bersih yang mengikuti jaringan jalan yang dilengkapi dengan instalasi pengolahan air ; d) Meningkatkan pengolahan sumber air baku yang ada ; e) Menurunkan tingkat kebocoran air sebagai usaha mengefisienkan pelayanan sistem publik; f) Pengembangan sistem publik ini dapat pula dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat. 2) Pengembangan sistem pengelolaan air limbah meliputi: a) Pengelolaan air limbah domestik. b) Pengelolaan air limbah non domestik yang mencakup limbah berupa bahan kimia dan bahan berbahaya dan beracun (B3). c) Ketentuan mengenai penanganan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana pembangunan intalasi pengolahan air limbah (IPAL) diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah tersendiri.



3) Pengembangan sistem persampahan meliputi: a) Standarisasi jenis sarana sampah dalam memenuhi pelayanan penduduk dan kegiatan pada wilayah pelayanan;



b) Pengembangan program pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan mengembangkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di setiap kecamatan; c) Pengembangan sistem pengangkutan sampah lingkungan, kecamatan dan kota. d) Mengembangkan dan menerapkan model pengelolaan sampah 4R (reuse, reduce, recycle dan replace); e) Mengembangkan sistem pengolahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) f) Mengembangkan TPA Regional yang melayani Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Pontianak yang berlokasi di wilayah Kabupaten Kubu Raya. 4) Pengembangan sistem drainase meliputi: a. Saluran parit dan sungai yang telah terbentuk, perlu ditata dan dijaga dengan maksud untuk menciptakan keseimbangan antara volume air larian (run off) dengan kapasitas badan air; b. Di daerah-daerah yang tidak dilalui parit/sungai perlu dibangun saluran-saluran air hujan buatan menuju ke parit atau sungai terdekat; c. pembangunan dan peningkatan pelayanan sistem drainase kota untuk masa yang akan datang dengan membangun saluran baru, rehabilitasi, dan pemeliharaan saluran alami dan saluran buatan; d. Peningkatan kualitas pelayanan sistem drainase kota ini juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan kota; e. Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan drainase sekunder dan tersier yang ada serta mengembangkan jaringan drainase sekunder dan tersier yang baru secara terpadu pada tempat-tempat yang belum terlayani; f. Meningkatkan fungsi pelayanan drainase primer. 5) Pengembangan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki meliputi : a. Ruang yang direncanakan harus dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik; b. Jalur yang direncanakan mempunyai daya tarik atau nilai tambah lain diluar fungsi utama; c. Terciptanya ruang sosial sehingga pejalan kaki dapat beraktivitas secara aman di ruang publik; d. Terwujudnya keterpaduan sistem, baik dari aspek penataan lingkungan atau dengan sistem transportasi atau aksesilibitas antar kawasan; e. Terwujud perencanaan yang efektif dan efisien sesuai dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan kawasan; f. Pembangunan Sistem Jaringan jalan pejalan kaki pada sisi jalan, pada sisi air, pada kawasan komersial dan pemerintahan, pada



ruang terbuka hijau dan taman serta pajalan kaki di atas tanah; g. Jalan-jalan Protokol di Kota Pontianak dilengkapi dengan ruang pejalan kaki dan jalur sepeda yang dilengkapi dengan fasilitas pendukungny a. 6) Pengembangan jalur evakuasi meliputi : a. seluruh ruas jalan arteri primer dan kolektor primer;



2.2.4 Rencana Pola Ruang



b. seluruh ruas jalan arteri sekunder sebagian jaringan kolektor sekunder c. jalur Sungai Kapuas dan Sungai Landak.



dan



Pengembangan sistem pengelolaan persampahan kota juga harus memperhatikan dan mentaati rencana pola ruang yang telah digariskan dalam RTRW Kota Pontianak 2013-2033, terutama dalam rangka penentuan lokasi sarana dan prasarana persampahan, baik itu tempat pengumpulan sampah, tempat pengolahan sampah terpadu sampai pada penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah. Rencana pola ruang Kota Pontianak terdiri dari rencana Kawasan Lindung dan rencana Kawasan Budidaya. Kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung, terutama kawasan konservasi yang fungsinya sebagai catchment area, atau kawasan lindung gambut yang berada di hulu sungai/parit yang sangat penting dalam tatanan hidroorologis kota tentu harus dihindari sebagai alokasi TPA. Sementara itu, tempat pengumpulan sampah sementara dan tempat pengolahan sampah terpadu, tentu harus diarahkan ke kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan permukiman dan pusat perdagangan/jasa komersial sebagai pemasok sampah terbeusar suatu kota, sehingga fasilitasfasilitas persampahan tersebut akan mudah terjangkau. Rencana pola runag kota adalah sebagai berikut :



2.2.4.1 Rencana Kawasan Lindung



Luas Kawasan Lindung Kota Pontaianak kurang lebih 2.426 Hektar atau sekitar 22,5 % dari luas kota terdiri atas :



1) Kawasan Lindung Gambut seluas 641 hektar meliputi : a) Kawasan lindung gambut di Kelurahan Batu Layang dan Kelurahan Siantan Hulu Kecamatan Pontianak Utara; dan b) Kawasan lindung gambut di Kelurahan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan dan Kelurahan Bansir Darat Kecamatan Pontianak Tenggara. 2) Kawasan Rawan Bencana meliputi; a) Kawasan rawan banjir mencakup areal sekitar 48 % dari luas kota, terdapat di hampir seluruh bagian yang berinteraksi dengan sungai dan parit-parit primer, diantaranya yang cukup luas meliputi :  Kawasan Parit Tokaya dan sekitarnya;  Kawasan Sungai Bangkong dan sekitarnya;



 Kawasan Parit Bentasan sekitar Sungai Melaya;  Kawasan sekitar Jeruju sampai Jalan Karet;  Kawasan Batu Layang;  Sebagian besar kawasan Pontianak Timur yaitu sekitar Jalan Panglima Aim; dan  Kawasan sekitar Parit Haji Husein I dan Sungai Raya Dalam. b) Kawasan rawan Angin Puting Beliung terdapat di bagian selatan kota mulai dari batasan kota bagian Tenggara sampai bagian selatan Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Selatan. c) Kawasan rawan Kebakaran terdapat di bagian wilayah kota yang mempunyai tingkat kepadatan dan kerapatan



d) bangunan yang tinggi terutama kawasan pusat pelayanan kota dan sub pusat pelayanan kota. 3) Kawasan Perlindungan Setempat yaitu kawasan sempadan sungai yang mencakup areal seluas kurang lebih 197 Ha terdapat di daratan sepanjang tepian Sungai Kapuas, Sungai Landak dan Sungai Malaya serta saluran drainase primer dengan jarak minimal 15 meter untuk Sungai Kapuas dan Sungai Landak dan 10 meter untuk Sungai Malaya dan saluran drainase primer diukur dari titik pasang air sungai tertinggi. 4) Kawasan Perlindungan Cagar Budayameliputi: a) Keraton Kadriah Pontianak; b) Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrachma n; c) Makam Kesultanan Pontianak di Batulayang; d) Tugu Khatulistiwa; e) Masjid Baitannur; f) Sekolah Dasar Negeri 14 Pontianak;



g) Vihara Bodhisatva; h) Kantor Pos; i) Lapangan Keboen Sajoek; j) Rumah Adat Betang/Panjang; k) Sumur Bor; l) Pelabuhan Seng Hie; m) Kantor Bappeda Kota Pontianak. 5) Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota meliputi : a) RTH Privat seluas kurang lebih 1.370 hektar; b) RTH Publik terdiri atas : i) RTH Taman meliputi :  RTH untuk taman RT, RW, Kelurahan, dan kecamatan di wilayah kota seluas kurang lebih 140 hektar;  RTH untuk taman kecamatan di wilayah kota seluas kurang lebih 16 hektar;  RTH taman kota seluas kurang lebih 29 hektar; dan ii) RTH Hutan Kota seluas kurang lebih 22 hektar meliputi:  Hutan Kota di samping rumah jabatan gubernur;  Hutan Kota di Universitas Tanjungpura;  Hutan Kota di Stadion Atlletik Jl. Ampera;  Hutan Kota Fasilitas umum jl. Sulawesi;  Hutan Kota sebagai Buffer Zone TPA;  Hutan Kota Areal Kantor Dinas Kebersihan;  Hutan Kota sebagai Buffer Zone Raiser Dinas Prtanian Perikanan dan Kehutanan;  Hutan Kota sebagai Buffer Zone Sub Terminal Agribisnis;  Hutan Kota sebagai Buffer Zone UPTD RPH Babi;  Hutan Kota sebagai Bufer Zone Balai Benih Ikan Parit Mayor;  Hutan Kota sebagai Buffer Zone Gedung Bulu Tangkis Pontianak Barat;  Hutan Kota Areal depan Gedung KNPI Jalan Sutan Syahrir; dan  Hutan Kota sebagai Buffer Zone Sirkuit Balap Motor Batu Layang



iii) RTH Lapangan olahraga seluas kurang lebih 84 hektar terdiri atas :  Kawas an Gelang gang Olah Raga (GOR) Pangs uma Jalan Ahmad Yani Pontia nak  Lapan gan Olah Raga Kebon Sajoek Kecam atan Pontia nak Kota  Lapan gan Olah Raga Univer sitas Tanjun gpura Pontia nak  Lapan gan Olah Raga Jalan Amper a 2.2.4.2 Rencana Kawasan Budidaya







Lapangan Olah Raga Kompleks Golf Kecamatan Pontianak Utara  Lapangan sepak Bola Perum IV Kecamatan Pontianak Timur  Lapangan Sepak Bola di Jalan Ujung Pandang Kecamatan Pontianak Kota  Sirkuit Grass Track di Jalan Flora Kecamatan Pontianak Utara  Direncanakan satu Lokasi Lapangan Sepak Bola di Kecamatan Pontianak Barat iv) RTH Jalur terdiri atas :  RTH jalur hijau jalan meliputi pulau jalan, median jalan dan jalur pejalan kaki; dan  RTH di bawah saluran udara tegangan tinggi (SUTT) yang menghubungkan Gardu Siantan dan Tayan. v) Tempat pemakaman umum tersebar di seluruh kelurahan dengan luas kurang lebih 32,7 hektar. Tabel 8 : Rencana Ruang Terbuka Hijau Publik



Pengembangan berbagai jenis sarana dan prasarana persampahan harus memperhatikan rencana pengembangan kawasan budidaya terutama arah pengembangan perumahan penduduk, dan rencana pengembangan kawasan perdagangan dan jasa komersial terutama pasar tradisional yang umumnya menjadi pusat timbulan sampah. Kawasan-kawasan yang dikembangkan sebagai kawasan pendidikan dan



pusat pelayanan kesehatan sedapat mungkin dihindari untuk penempatan tempat pengumpulan sampah apalagi untuk TPA. Berikut adalah gambaran mengenai rencana kawasan budidaya Kota Pontianak. A. Perumahan Kawasan perumahan adalah kawasan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang kegiatan hunian.Kawasan perumahan akan dikembangkan menjadi sekitar 4.580 hektar yang terdiri dari : a. kawasan perumahan kepadatan tinggi seluas kurang lebih 458 hektar; b. kawasan perumahan kepadatan sedang seluas kurang lebih 1.374 hektar; dan c. kawasan perumahan kepadatan rendah seluas kurang lebih 2.748 hektar. Kebutuhan perumahan di Kota Pontianak terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Sejalan dengan penerapan Konsep



Pembangunan Pontianak sebagai kota Perdagangan dan Jasa, maka untuk memperoleh kualitas lingkungan kota yang baik dan nyaman, ditetapkan luas lahan yang diperuntukan untuk permukiman pada 20 tahun mendatang tidak akan lebih dari 60 % dari luas keseluruhan Kota Pontianak atau sebesar 4.530,38 Ha dan ini disiapkan untuk menampung lebih kurang 763.397 jiwa. Sementara itu pada tahun 2010 luas lahan permukiman sudah mencapai ± 34,18 % dari lahan keseluruhan yaitu seluas 3.685,72 Ha menampung 550.304 jiwa. Karena itu untuk mencapai tingkat pelayanan permukiman dan yang memenuhi persyaratan pelayanan prasarana dasar selain pengembangan horizontal juga pengembangan vertikal berupa rumah susun. Pengembangan secara vertikal ini dilakukan kecuali di kawasan yang ditetapkan sebagai cagar budaya, atau kapasitas prasarananya terbatas, atau tingkat pelayanan jalannya rendah. Pengembangan perumahan diklasifikasikan dengan perumahan kepadatan tinggi, kepadatan sedang dan kepadatan rendah. Perumahan dengan kepadatan tinggi berbentuk rumah susun, flat atau apartemen. Perumahan kepadatan tinggi rata-rata kapling bangunan direncanakan 150 m2, yaitu di wilayah permukiman di pusat kota dan permukiman tepian Sungai Kapuas. Perumahan kepadatan sedang rata-rata kapling bangunan direncanakan 300 m2, yaitu di wilayah hampir merata di seluruh bagian kota. Kepadatan permukiman rendah diarahkan di pinggiran kota atau di pusat kota dengan konsep Townhouse. Kepadatan perumahan yang direncanakan ini untuk rata-rata per wilayah dan kecamatan dengan pengembangan secara horizontal yang disesuaikan dengan ketersediaan ruang untuk pengembangan perumahan. Dari rencana



luas kapling perumahan ini menunjukkan bahwa pengembangan perumahan di Kota Pontianak semakin terbatas sehingga pengembangan perumahan akan cenderung makin intensif di wilayah kota dan makin ekstensif ke wilayah luar Kota Pontianak. Dengan rencana rata-rata kapling perumahan yang terbatas ini tidak berarti perumahan dengan kapling besar terutama di lokasi perumahan terencana (perumahan lama yang prestisius) yang menjadi ciri khas Kota Pontianak di wilayah Pusat Kota dilarang tetapi sebaliknya tetap dipertahankan dalam kerangka perlindungan cagar budaya. Selain itu, kebijakan pembangunan perumahan secara vertikal diterapkan untuk perencanaan perumahan di kawasan sekitar Inti Pusat Kota, yang saat ini merupakan kawasan sangat padat yang sebagian besar merupakan slum area (daerah kumuh) dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang mendekati 80 % - 90 %; sementara nilai lahannya sangat strategis dan bernilai ekonomi tinggi. Pada daerah kumuh ini akan dilakukan urban renewal dan revitalisasi sehingga tercapai kualitas



lingkungan yang baik, baik dengan cara pendekatan land consolidation (konsolidasi lahan) maupun land sharing (sharing lahan). Urban renewal dan redevelopment direncanakan pada beberapa daerah kumuh. Peremajaan kota (urban renewal) merupakan kegiatan untuk memperbaiki daerah kota; bermaksud agar dapat meningkatkan pemanfaatan daerahdaerah yang dirasakan sudah kurang menguntungkan bagi kehidupan sosial dan penghidupan ekonomi kota. Pembangunan kembali kota (urban redevelopment) merupakan pengaturan dan pembangunan kembali lahan kota; berupa upaya meningkatkan manfaat lahan bagi masyarakat maupun pemerintah kota. Untuk pengembangan baru di wilayah Pontianak barat dan Pontianak Utara akan dilakukan new development yaitu pembangunan baru lengkap dengan ketersediaan sarana dan prasarananya dengan konsep pengembangan kota baru yang memiliki daya tarik tersendiri bagi perkembangan wilayah. Pengembangan kota baru di Pontianak Barat ini dapat dengan konsep pembangunan kawasan siap bangun (Kasiba, minimal 3.000 unit) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) yang berdiri sendiri, minimal 1.000 unit. Kawasan Siap Bangun (KASIBA) merupakan sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu atau lebih lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan pemkot dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan. Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) merupakan sebidang tanah yang merupakan bagian dari KASIBA ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persayaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang; lisiba berdimensi lebih kecil



daripada KASIBA. Ketentuan pembangunan KASIBA dan LISIBA yang berdiri sendiri diatur dalam PP No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun.



rumah berkapling besar: kapling sedang : kapling kecil. Mengacu kepada penentuan luas yang sering dipergunakan dalam penyusunan rencana tata ruang kota-kota di Kalimantan Barat, luas rata-rata masingmasing kategori ukuran kapling di Kota Pontianak sesuai dengan kelaziman tersebut adalah sebagai berikut:



Dalam pengembangan perumahan di Indonesia, berlaku standar perbandingan luas kapling rumah di kota-kota kecil dan menengah, yaitu 1 : 3 : 6 untuk jumlah















Luas kapling kecil = 100 sampai 200 m2 atau dengan rata-rata 150 m2 Luas kapling sedang = 200 sampai 400 m2 atau dengan rata-rata 300 m2 Luas kapling besar = 400 sampai 800 m2 atau dengan rata-rata 600 m2



Penentuan kebutuhan jumlah unit rumah dilakukan dengan pertimbangan utama bahwa sesuai hasil analisis, pada tahun 2030 di Kota Pontianak terdapat sekitar 190.849 KK; satu rumah umumnya terdiri dari 4-5 orang. Dengan demikian, sampai tahun 2030 di Kota Pontianak perlu pengembangan fasilitas perumahan yang layak bagi masyarakat kota.



Tabel 9 : Rencana Pengembangan Perumahan Tahun 2030



Sumber : RTRW Kota Pontianak Tahun 2013-2033



Berdasarkan standar tersebut, maka hingga tahun 2030 Kota Pontianak membutuhkan 1.145,09 hektar lahan untuk perumahan kapling besar; 1.717,64



hektar untuk perumahan kapling sedang; dan 1.717,64 hektar untuk perumahan kapling kecil, atau dengan jumlah total 4.580,38 hektar lahan dibutuhkan untuk kawasan perumahan. Tabel 9 menunjukkan secara rinci kebutuhan unit rumah dan luas lahan perumahan untuk empat periode lima tahun yang akan datang.



3 KAJIAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH EKSISTING



Pada bab ini akan diurakan secara ringkas mengenai layanan pengelolaan sampah saat ini,



persoalan dan permasalahan utama yang diidentifikasi dari pengamatan terakhir, dan prioritas untuk perbaikan. Uraian ini juga akan menginformasikan apa yang telah dan akan dilakukan secara formal dan informal.



3.1 Manajeme n dan Organisasi Pengelolaa n Sampah diKota Pontianak



Pengelolaan sampah di Kota Pontianak merupakan tanggung jawab Dinas Kebersihan Dan Pertamanan yang mencakup pelayanan sampah dengan jumlah penduduk Kota Pontianak saat ini lebih dari 575 juta jiwa dengan jumlah timbulan sampah yang harus dikelola oleh dinas kebersihan dan pertamanan adalah sekitar 1.800 m3 setiap harinya. Dari pelayanan persampahan di Kota Pontianak meliputi 6 kecamatan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan



Pontianak Pontianak Pontianak Pontianak Pontianak Pontianak



Kota Barat Selatan Tenggara Timur Utara



Cakupan pelayanan persampahan khususnya pelayanan angkutan baru mencapai 60 persen pada daerah pemukiman dari total jumlah penduduk. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah dalam memberikan pelayanan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah :



1. Sumberdaya manusia yang kurang memahami untuk mengikut sertakan masyarakat dalam menerapkan 3RC. Hal ini karena pemerintah belum melaksanaka n



2. pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah secara swadaya untuk masyarakat yang belum mengetahui pengelolaan sampah secara swadaya 3. Sedikitnya intesitas penyuluhan yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk memberikan pengarahan masyarakat dalam mengelola sampah. Setiap tahun penyuluhan dilakukan 24 kali dengan jumlah kelurahan sebanyak 24 sehingga setahun sekali satu kelurahan mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. 4. Adanya ego sektoral dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh instansi terkait. Instansi terkait tidak melibatkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini menyebabkan penanganan sampah masih bersifat persial. Pengelolaan sampah memerlukan pelibatan seluruh instansi terkait yang saling berhubungan satu sama lain yang membutuhkan integrasi sehingga tercapai lingkungan yang bersih. 5. Kurangnya tenaga teknis yang ikut dalam pelatihan untuk mengorganisasikan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal ini yang menyebabkan kegiatan yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan masih mengandalkan teknologi. Masyarakat belum digerakkan dalam pengelolaan sampah. 6. Bantuan pengelolaan sampah akan diberikan kepada pemerintah jika masyarakat sudah melaksanakan pengelolaan sampah serta swadaya terlebih dahulu 7. Belum diterapkannya paradigma pengembangan masyarakat dalam mengelola sampah dengan memperdayakan masyarakat yang belum mampu melakukan pengelolaan sampah. 8. Kurang disiplin pegawai melaksanakan tugas pelayanan sampah untuk menempati jadwal pengangkutan sampah yang telah ditentukan.



3.2 Timbulan Sampah



Sampah yang ditimbulkan di Kota pontianak, berasal dari beberapa sumber yaitu : perumahan, kawasan komersial, industri, perkantoran, ruang terbuka publik, kawasan pertanian dan kawasan lainnya. Kawasan hunian/perumahan dan komersial merupakan penyumbang sampah terbesar di Kota Pontianak. Kawasan hunian/perumahan di Kota Pontianak terdiri dari kawasan hunian tunggal, komplek perumahan dan kawasan perkampungan tepian sungai, dimana masing-masing kategori hunian tersebut secara umum memiliki sistem pengelolaan sampah yang berbeda.



3.2.1 Volume Sampah



Sebagaimana telah disebutkan dalam sub bab terdahulu, jumlah penduduk kota pada tahun 2013 adalah 579.276 yang tersebar di 6 (enam) kecamatan dengan kepadatan penduduk antara 31 sampai 96orang/hektar dan pertumbuhan 1,69 persen per



tahun. Berdasarkan data kependudukan tersebut dan perkiraan timbulan sampah 2.75 liter per orang per hari



(sesuai SK SNI S-04-1993, DPU 1993), maka jumlah sampah yang dihasilkan di seluruh kota adalah sekitar 1.593 m3/hari atau sekitar 358 ton/hari (apabila kerapatan curah 225 kg/m 3). Apabila tidak ada tindakan pengurangan, jumlah sampah akan bertambah sekitar 1,01 ton/hari.



Tabel 10 : Tipe Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktivitasdan Lokasi Sumber Sampah



SUMBER SAMPAH



TIPE FASILITAS, AKTIVITAS DAN LOKASI DARI SUMBER SAMPAH



Sarana Hunian



Rumah tunggal, komplek perumahan, perkampungan pinggiran sungai



Komersial



Fasilitas Sosial dan Pelayanan Umum



Industri



Ruang Terbuka Publik Lokasi Tempat Pengendalaian Pertanian



Toko, restoran, pasar, kantor, hotel motel, bengkel, fasilitas kesehatan, kantor, lembaga, dll Perkantoran pemerintah, Sekolah, Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan lainnya, Sarana Peribadatan Konstruksi, pabrik, pergudangan Jalan, taman, tempat bermain, tempat rekreasi terbuak, jalan besar, tanah kosong, dll Pelabuhan, bandar udara, terminal, tempat pengendalian industri, dll Sawah, ladang, kebun, dll



TIPE SAMPAH Sampah dari makan, sampah kering, sampah basah, debu/lembut, dan sampah khusus, Sampah B3 Sampah dari makanan, sampah kering, sampah lembut/debu, sampah khusus, sampah konstruksi, Sampah B3 Sampah dari makan, sampah kering, sampah basah, debu/lembut, sampah khusus, sambah B3 Sampah dari makanan, sampah kering, sampah debu/lembut, sampah hasil bongkaran, sampah berbahaya, sampah khusus, Sampah B3 Sampah khusus dn sampah kering Sampah hasil proses pengendalian, residu limbah Sampah busuk dari tanaman, sampah pertanian, sampah kering dan sampah berbahaya.



Tabel 11 : Analisa Timbulan Sampah dan Tingkat Pelayanan Persampahan Kota Pontianak Tahun 2010-2013



Sumber : Diolah dari beberapa sumber (Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Hasil Pengamatan di Lapangan



Sebagian besar sampah tersebut bersumber dari permukiman atau sampah domestik. Sumber penghasil sampah terbesar kedua dan ketiga secara berurutan adalah dari pertokoan atau komersial dan pasar. Ketiga kegiatan ini merupakan sumber penghasil sampah dengan volume yang cukup mencolok dibandingkan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti perkantoran, sampah dari jalan, industri dan lainnya. Jumlah sampah yang tertangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (terangkut ke TPA) Tahun 2013 rata-rata 300 ton per hari atau sekitar 1.335 m 3 per hari (Tahun 2012 sekitar 1.200 m3/hari1). Volume sampah tersebut sebagian besar (77,4 %) berasal dari rumah tangga (domestik), 14,5 % sampah pasar dan 7,9 % sampah dari perkantoran dan fasilitas umum, serta 0,15 % sampah yang berasal dari penyapuan jalan dan taman.



Ini berarti tingkat pelayanan persampahan mencapai 65,85 % dari timbulan sampah. Jumlah sampah yang 1



Sesuai data yang dirilis Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak dalam LAKIP Tahun 2012



tertangani ini mengalami peningkatan dari Tahun 2010 sebesar 5,95 % per tahun (lihat Tabel 11). Peningkatan jumlah penduduk yang terlayani fasilitas persampahan yang diswakelola ini juga mengalami peningkatan dari sekitar 62 % pada tahun 2010 menjadi 71% pada tahun



2013. Dengan angka pertumbuhan penduduk sekitar 1,45 % per tahun (rata-rata 3 tahun terakhir), maka optimis pengelolaan persampahan Kota Pontianak bergerak maju dengan level of service yang semakin baik.



3.2.2 Komposisi Sampah



Dari hasil penelitian di 26 wilayah kelurahan yang masuk dalam wilayah Kota Pontianak dengan jumlah sampling 20 KK per kelurahan, diketahui berat sampah rata-rata per hari untuk sampah organik 0,14 kg/orang/hari dan volume sampah organik rata-rata per hari adalah 1,04 L/orang/hari. Untuk sampah anorganik berat rata-rata per hari adalah 0,09 kg/orang/hari dan volume sampah anorganik ratarata per hari adalah 1,54 L/orang/hari. Untuk sampah non 3R rata-rata per hari adalah 0,003 kg/orang/hari, dan volume sampah non 3R ratarata per hari adalah 0,1 L/orang/hari.



Bila usaha dan kinerja DKP sebagai pengelola persampahan kota dapat dipertahankan seperti sekarang, maka diperkirakan 5 sampai 6 tahun ke depan tingkat pelayanan bisa mencapai 100 %. Namun hal ini tentu akan meninmbulkan permasalahan baru terkait dengan volume sampah yang terus meningkat yang membebani TPA dan lingkungan kota secara umum, sehingga dibutuhkan usaha-usaha dan terobosan baru untuk mengurangi jumlah timbulan sampah.



Untuk timbulan sampah rata-rata per orang per hari adalah : = volume sampah organik + volume sampah anorganik+ volume non 3R = 1,04 l/orang/hari + 1,54 l/orang/hari + 0,1 l/orang/hari = 2,68 l/orang/hari



Sampah yang dihasilkan belum seluruhnya ditangani oleh masyarakat maupun pemerintah kota. Pewadahan sampah merupakan tanggungjawab masyarakat dan pemerintah kota. Wadah yang digunakan terdiri atas jenis permanen yang terbuat dari beton, atau material lain dan jenis bergerak berbentuk tong/bin yang terbuat dari kayu, plastik atau material lain atau berbentuk kantong atau karung dari bahan plastik dan bahan lain. Sampah yang dibuang langsung secara individu ke tempat pengumpulan sementara umumnya dimasukkan dalam wadah berbentuk kantong plastik dan sejenisnya.



Komposisi sampah ditentukan berdasarkan pengambilan sampel di lokasi survey. Komposisi sampah domestik yang dihasilkan Kota Pontianak adalah komponen organik 65 %, komponen anorganik 34 %, dan komponen non 3R 1 %. Sedangkan untuk sampah Non Domestik komposisinya sedikit berbeda, yaitu 1,6 % sampah B3, 42,1 % sampah anorganik dan 56,3 % sampah organik



3.3 Pengelolaa n Sampah diWilayah Pemukima n 3.3.1 Pewadahan Sampah



Berikut ini adalah beberapa contoh gambaran bentuk pewadahan sampah individual yang berhasil direkam di seluruh wilayah Kota Pontianak.



3.3.2 Pengumpul an 3.3.2.1 Pengumpula n Sampah Rumah Tangga



Pengumpulan sampah dilaksanakan oleh keluarga masing-masing, petugas kelompok, petugas RT/RW, dan petugas kecamatan. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong atau langsung diangkut oleh individu-individu ke tempat-tempat pengumpulan sampah sementara (TPS). Keluarga yang memiliki tempat (wadah) sampah menerima pelayanan pengumpulan sampah dari berbagai pihak. Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk dan kondisi gerobak sampah yang berhasil direkam Tim Survey langsung di lapangan.



TPS sampah dengan konstruksi beton atau pasangan batu dan kontainer tersebar di 98 titik strategis dan sebagian TPS beton



sudah dalam keadaan rusak. Sebagian dari TPS-TPS tersebut tampak tidak mampu menampung volume sampah yang lebih besar dari daya tampungnya. Pada tahun 2013, menurut hasil pengamatan/survey langsung di lapangan, jumlah TPS yang ada di Kota Pontianak 129 unit, terdiri dari61 unit TPS bak semen/batu dan 68 unit TPS container.



Tabel 12 : Jumlah dan Penyebaran Tempat Penampungan Sampah Sementara di Kota Pontianak Tahun 2013



Sumber : Hasil peninjauan lapangan, September-Oktober 2013



Foto : TPS kontainer di beberapa titik lokasi Kota Pontianak



Foto : Sebagian kecil TPS semen terbuka di beberapa titik lokasi di Kota Pontianak



TPS terbanyak berada di Kecamatan Pontianak Kota kemudian di Pontianak Barat dan Pontianak Utara. TPS kontainer yang rata-rata kapasitas daya tampungnya 7 m3 lebih banyak dialokasikan di Pontianak Kota dan Pontianak Barat. Sedangkan TPS dengan konstruksi semen cor maupun pasangan batako/batu lebih banyak dibangun di Kecamatan Pontianak Utara. Kapasitas atau daya tampung keseluruhan TPS yang ada (termasuk transfer depo dan rumah kompos) adalah sekitar 804,8 m3. TPS dengan daya tampung terbesar berada di Kecamatan Pontianak Kota yaitu sekitar 296,3 m3, padahal kecamatan ini diperkirakan memproduksi sampah sekitar 286 m 3. Berarti kapasitas TPS yang tersedia di kecamatan ini sedikit melebihi perkiraan produksi sampah.



Grafik : Kapasitas/daya tampung TPS di setiap kecamatan Untuk empat kecamatan lainnya, sesuai grafik di atas, kapasitas TPS masih jauh di bawah perkiraan produksi



sampah di kecamatan masing-masing. Hal ini menyebabkan tumbuhnya TPS-TPS liar dalam berbagai skala.



Gambar 4 : Peta Lokasi Penempatan TPS Kontainer



Pertumbuhan TPS liar membuktikan masyarakat tidak ikut mengurangi beban pemerintahdalam memberikan pelayanan pengangkutan sampah.hal menyebabkan munculnyab TPS liar yang dibuat oleh masyarakat karena:



1.



2. 3. 4.



Masyarakat menganggap sudah membayar uang retribusi sampah sehingga pengangkutan sampah merupakan tanggung jawab pemerintah Masyarakat tidak mau membuang sampah yang jauh dari tempat tinggal mereka Masyarakat memindahkan sampah ke tempat lain tanpa memperdulikan pencemaran tempat penampungan sampah yang mereka buang Masyarakat kurang memahami pengelolaan sampah yang dapat dilakukan pada tingkat rumah tangga.



Gambar 5 : Peta Lokasi TPS Permanen dari Semen/beton/batako



TPS 3R di Pontianak Utara



Gambar 6 : Peta Lokasi Penyebaran TPS Liar



Tabel 13 : Jumlah Lokasi Penimbunan Sampah Liar diKota Pontianak



Permasalahan TPS liar telah terjadi sejak lama. Masyarakat yang selalu mengandalkan keberadaan TPS dekat dengan wilyah mereka.Sehingga masyarakat membuang sampah di sembarang tempat dengan harapan akan di angkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan.Oleh karena itu setiap wilayah yang tidak memiliki TPS akan di buat sendiri oleh masyarakatdengan menumpukkan sampah di sembarang tempat. Selain TPS dalam bentuk bak semen dan kontainer, DKP Pontianak juga telah membangun TPST skala kecil di tiga lokasi (lihat Tabel 14). Pengadaan ketiga TPST ini semula dimaksudkan untuk mulai menerapkan konsep pengurangan dan penanganan sampah sejak dari



sumbernya serta membina masyarakat kota agar lebih aktif berpartisipasi dalam pengeloalan sampah kota, disamping juga untuk menyediakan lapangan kerja baru di bidang persampahan. Namun saat ini, ketiga TPST tersebut terlihat terbengkalai tanpa ada kegiatan apapun. Tabel 14 : Lokasi dan Kapasitas TPST di Kota Pontianak No.



LOKASI TPST



JUMLAH WARGA YANG DILAYANI



VOLUME SAMPAH (3 BULAN)



1



Komplek Purnama Agung 7



250 KK



281.25



120 KK



135



100 KK



112.5



470 KK



528.75



2 3



Komplek Danau Sentarum Permai Jalan Suwignyo, Gang Arafah Jumlah Total Sampah yang dikelola



Sumber : DKP Pontianak



DKP Pontianak juga membangun transfer depo di tiga lokasi yaitu di Kompleks Sultan Abdurrachman, Kompleks Pasar Puring dan Kompleks Pasar Mawar, serta satu unit rumah kompos di Kelurahan Tanjung Hulu yang dibangun pada Tahun 2009. 3.3.2.2 Pengumpulan Sampah Pasar



Pengelolaan sampah yang diserahkan kepada swasta pertama kali pada Pasar Flamboyant dan Pasar Mawar yang menjadi pengelolaan sampah oleh swasta. Hal ini dilakukan pada tanggal 28 agustus 2000 yang dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari Agustus sampai Januari 2001. Kerjasama ini diteruskan untuk enam pasar sampai tahun 2013. hal ini dilakukan untuk mengurangi beban pemerintah daerah Kota Pontianak dalam penangan sampah. Adapun kerjasama operasional pasar mawar dan flamboyant dengan kegiatan :



Sedangkan untuk pengumpulan sampah pada pasarpasar tradisonal dilakukan tenaga dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Pengumpulan sampah dilakukan setiap hari. Kegiatan dimulai dari penyapuan los-los, meja-meja jualan, lapak halaman trotoar jalan sampai sampai dengan sampah saluran got. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh pekerja yang dikoordinir oleh dinas kebersihan dan pertamanan mulai pukul 08.00 – 13.00 Wib. Sampah tersebut diangkut dengan gerobak sampah untuk dimasukan kedalam dump truk/container dan ada pula yang ditampung pada TPS yang dibangun disekitar pasar tersebut. Kemudian sampah-sampah tersebut diangkut dengan dump truk/container untuk dibawa ke TPA batu layang.



1. Melakukan penyapuan pada loronglorong dan bawah meja pedagang 2. Melakukan pengangkuta n sampah hasil penyapuan ke TPS 3. Melakukan pembersihan saluran dalam lingkungan pasar 4. Melakukan penyapuan pada lingkungan pasar/tempat parker 5. Memelihara sarana operasional kkebersihan pasar



Permasalah yang dihadapi dalam permasalahan sampah dipasar adalah sebagai berikut:



Sampah pasar volumenya relative meningkat pada saat tiba hari-hari besar, seperti tahun baru masehi, Imlek, Cap Goh Me, Idhul Adha, Idul Fitri, Hari Natal, Momentum Hari Nasional, Kegiatan Besar Propinsi dan Kota. Demikian pula pada musim buah, pada musim ini kota pontianak akan dibanjiri berbagai jenis buah sesuai dengan musimnya, terutama buah durian. Oleh karena itu, jika musim buah ini tiba maka timbunan volume sampah meningkat. Pada umumnya pada hari-hari besar volume sampah meningkat mencapai 100 persen – 200 persen. Jenis buah-buah yang dating dari daerah adalah durian, rambutan, langsat, rambai, jambu, semangka, jeruk, melon, dan mangga. Data volume sampah pada pasar-pasar sebagai berikut:



1. Penempatan posisi antara pedagang belum tertib sehingga lorong-lorong tertutup meyebabkan kebersihan di los-los dan kios-kios disepajang jalan masuk sulit dilakukan karena tempat estela dagangan tidak dirapikan kembali (banyak menggunakan meja permanent yang tidak bias dipindahkan) 2. Para pedagang membuang sampah tidak menggunakan kantong atau keranjang sampah. Sampah dibiarkan berserakan ditempat jualan sehingga memperlama kerja petugas mengumpulkan sampah untuk dibaung ke TPS.



2. Banyak pedagang yang berjualan disepanjang jalan masuk pasar serta dilingkungan tempat parkir sehingga menyulitkan dalam penyapuan jalan luar/tempat parkir. 3. Pasar disapu pada pukul 08.00 – 13.00 Wib dan pasar tutup pada pukul 15.00 Wib sehingga pasar tidak bersih 4. Operasional pengakutan sampah dari TPS pasar dilakukan dengan dua mobil. Pengangkutan sampah dapat diatasi dengan dua mobil pengangkutan. Pada saat satu mobil rusak maka sampah di TPS tidak dapat terangkut dan sampah menumpuk diTPS. Tabel 15 : Data Volume Sampah diPasarPasar Kota Pontianak



3.3.2.3 Penyapuas Jalan dan Pasar



Sumber: DKP Pontianak



Tindakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan kerjasama kepada pihak ke tiga. Hal ini tidak membuat perubahan yang signifikan untuk merubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Pelaksanaan dan pelayanan yang dilakukan masih sebatas membersihkan sehingga hal tersebut tidak mendapatkan perubahan perilaku masyarakat untuk membuang sampah pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Hal ini dibuktikan dengan ketidaktahuan pedagang tentang pengelolaan sampah yang dilakukan dinas kebersihan dan pertamanan sehingga tidak mungkin menumbuhkan partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah umtuk mengatasi masalah sampah dipasar. Masalah sampah adalah masalah perilaku manusia dalam mengelola sampah yang dihasilkan jika pelayanan yang dilakukan hanya sebatas pada pelayanan memebrsihkan maka kota pontianak tidak akan pernah bersih. Pertumbuhan sampah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Kegiatan membersihkan bukan merupakan tanggung jawab dari pemerintah tetapi tanggung jawab masyarakat juga. Tetapi pelayanan yang dilakukan pemerintah belum pada tahap pemberi kesadaran masalah sampah merupakan masalah bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih.



Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak melalui program peningkatan kebersihan Kota Pontianak melaksanakan kegiatan penyapuan jalan dan pasar. Penyapuan dilaksanakan secara manual dengan sapu lidi oleh tenaga lepas/kontrak. 1. Penyapuan jalan-jalan protocol/daerah komersial.



Kegiatan ini dilakukan setiap hari, pada pagi hari disapu sedang siang dan sore hari tidak dapat dilaksanakan, pada jalan tertentu bahkan dilakukan pada malam hari. Penyapuan jalan protocol, daerah perdagangan dan perkantoran baru dapat dilakukan pada 39 ruas jalan dari 229 ruas jalan yang ada. Kegiatan penyapuan dilakukan selama 3 (tiga) jam/hari dan pada jalan tertentu dilakukan lembur selama 2 (dua) jam.. Jam efektif pekerjaan penyapuan ini



3.3.3 Pengangkut an



dilakukan pagi hari, mulai pukul 04.30 Wib setiap harinya sampai selesai. Disamping itu pekerja yang menyapu sebanyak 280 (dua ratus delapan puluh) orang untuk melayani penyapuan pada 39 ruas jalan. 2. Penyapun pasar tradisional dilakukan selama 3 (tiga) jam dengan jumlah 6 (enam) lokasi dilakukan oleh 129 (seratus dua puluh sembilan) pekerja setiap harinya dan dilakukkan setelah aktifitas pedagang selesai. Sampah yang dikumpulkan dalam proses penyapuan ini kemudian dikumpulkan dengan menggunakan gerobak motor untuk kemudian dibawa ke TPS-TPS terdekat. Tabel 16 : Jumlah Lokasi Penyapuan Ruas Jalan Protokol/Daerah Komersial



Sumber : DKP Pontianak (hasil olahan)



Pengangkutan dilaksanakan oleh petugas pemerintah kota. Jumlah sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir sekitar 300 ton/hari. Pengangkutan oleh petugas pemerintah kota dilakukan dengan menggunakan dumptruck dan armroll truck. Pemerintah Kota Pontianak sampai tahun 2013 memiliki 34 unit dumptruck dan armroll truck berdaya angkut 9 m3. Pelayanan angkutan dilakukan dari TPS oleh truk angkutan sampah untuk diangkut ke TPA. Berdasarkan kamampuan operasional sarana angkuatan yang ada diperkirakan yang terangkut ke TPA sebanyak 1.300 m3/hari atau 300 ton/hari, sedangkan sisanya 500 m3/hari atau sekitar 110 ton/hari oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai, dan ditempat lainnya. Volume sampah



kota yang terangkut dari TPS ke TPA tahun 2012 sebanyak 1.404 m3/hari atau 512.460 m3/tahun. Karakteristik pola pemindahan yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan Dan Pertanaman adalah menggunakan pola pemindahan berupa kontainer berkapasitas sembilan m3/hari, sehingga termasuk dalam jenis transef depo yaitu pemindahan berkapasitas 8 sampai 16 m3/hari. TPS ini digunakan untuk melayani 5.000 – 10.000 jiwa/unit dengan radius standar ± 500 m, sedangkan umur teknisnya adalah sepuluh tahun pemakaian. Tranportasi angkutan sampah yang tersedia adalah sebagai berikut: Tabel 17 : Dafta r Armada Pengangk utan Sampah Untuk Pemukim an Kota Pontianak



Sumber: DKP Pontianak, 2013



Cara pelayanan yang dilakukan dengan pengangkutan sampah adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Pengangkutan Truck Tipper



dengan



Dump



Proses pengangkutan dengan dump truk tiper dengan kapasitas 6 m3 dilakukan oleh pekerja dinas kebersihan dan pertamanan. Dump truk ini berjumlah 31 unit dengan rata-rata ritasi perhari tiga sampai lima rit/unit. Jadi ritasi yang terjadi dalam satu hari biasa nya mencapai 69 rit. Satu unit truk diwakili oleh satu supir disertai kru pengangkut sebanyak lima orang.



Masing-masing truk yang ada dibagi tugas mengangkut beberapa TPS dan depo sesuai dengan kapasitas truk dan disesuaikan dengan hasil survey timbunan sampah oleh tim survey. Prakteknya dua orang pekerja berada diatas truk dan tiga orang lainnya dibawah (dua orang keranjang dan satu menyusun sampah didalam dump truk). Setelah sampah didalam bak dan depo selesai dikerjakan maka lokasi tempat sampah tersebut juga dibersihkan dengan cara disapu. Peralatan standar digunakan adalah : keranjang rotan besar, sekop, pengangkut besar dan kecil, dan sapu lidi ikat besar. Truk melakukan pengangkutan tiga kali dengan waktu : pagi, siang dan sore hari. Sampahsampah tersebut langsung diangkut ke TPA melalui jalur darat melewati dua buah jembatan setiap hari non stop sepanjang tahun. Permaslahan yang dihadapi dengan system pengangkutan ini adalah:



a) pengangkutan sampah hanya akan dilakukan didaerah yang telah disediakan TPS. Bagi wilayah yang tidak tersedia TPS, tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. b) Kerusakan satu mobil akan mengakibatkan penumpukan sampah diTPS. c) Pelayanan pengangkutan ini tidak menyadarkan masyarakat untuk tidak me d) mbuang sampah setelah pengangkutan sampah agar menjaga keindahan Kota Pontianak dari tumpukan sampah di TPS. e) Menimbulkan pencemaran pada saat mobil angkutan sampah lewat karena bak truk tidak ditutup dengan terpal. f)



Air sampah dari mobil angkutan berceceran disepanjang jalan menuju ke TPA.



2. Pelayanan Angkutan Sampah Dengan Arm Roll Kendaraan arm roll mengangkut container setiap hari sebanyak tiga rit yaitu pagi, siang dan sore hari. Pagi sekitar pukul 05.00, siang pukul 13.00 dan sore pukul 15.00. Dalam satu hari, satu unit arm roll dapat mengangkut sebanyak dua atau tiga rit. Kendaraan ini difungsikan untuk mengangkut container yang terbuat daru flat besi tebal dengan kapasitas rata-rata sembilan m3 dan dibuat tertutup rapat serta dikunci. Sekaligus kedap/tidak tembus air. Truk arm roll ini beroperasi sesuai dengan pembagian lokasi kontainer. Jumlah pekerja sebanyak tiga orang terdiri dari: satu orang supir dan dua orang kru pengangkutan. Tugas dua orang ini membantu pada saat naik turunnya kontainer ketruk arm roll dan membersihkan lokasi dan lanadsan kontainer dari sampah dan cairan/kotoran lain. Container pada umumnya ditempatkan pada kawasan perdagangan dan jalur protocol dalam rangka mewujudkan dan menuju kondisi keindahan jalan. Pada umumnya satu unit truk arm roll melayani dua sampai tiga container setiap hari non stop disepanjang tahun. Permasalahan yang dihadapai dalam pengangkutan sampah ini adalah:



a) Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk. b) Terbatas nya angkutan ini membuat pemerintah menjaga pencemaran akibat sampah hanya sebatas pada daerah protocol. Sedangkan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan pelayanan pengangkuta n sampah tanpa pencemaran udara dan air sampah dijalan.



3. Pelayan Angkutan Dengan Truk Compactor Kendaran angkutan jenis ini berfungsi sebagai pengangkut juga berfungsi sebagai pemadat sampah. Jumlah pekerja selama tiga orang terdiri dari :satu orang supir dan dua orang kru pengangkut. Proses kerja yang di lakukan adalah sampah pada kawasan perdagangan yang tardiri dari plastik dan kertas biasanya memakan volume pewadahan yang relatif besar. Sampah ini sebelum masuk pada bak pewadahan di lakukan pemadatan atau pengepresan agar padat dan penghemat ruang bak pewadahan. Setelah sampah menjadi padat .lalu di dorong masuk ke dalam truk sampah dan TPA atau di lakukan



pemusnahan (insenarasi). Pemsalahan yang dihadapi dengan system pengangkutan ini adalah: a. proses pengangkuta n ini tidak menimbulkan nilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pembakaran kertas dan plastik di TPA padahal plastik dan kertas bekas memiliki harga jual yang tinggi jika di pilah dan di jual ke lapak. b. Pelayanan ini tidak menimbulkan persepsi masyarakat untuk berperan serta melaksanaka n 3R dalam mengelolah sampah yang memiliki nilai ekonomi. Hal ini membuat tidak tercapainya visi Kota Pontianak untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelolah sampah. c. Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk.



Untuk melakukan pelayanan pengangkutan sampah harus memperhatikan beberapa syarat yaitu: 1. Ritasi sampah antara satu sampai empat rit per hari. Pelayanan yang di lakukan oleh pemerintah telah melewati standar yang sebaiknya di lakukan untuk menjaga pelayanan pengumpulan sampah karena pengangkutan sampah dalam sehari dapat di lakukan sampai lima ritasi. Hal ini menunjukkan pemerintah memiliki baban pelayanan yang terlalu besarsehingaga perlu kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat di lakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam mengelolah sampah. 2. Periodisasi pelayanan maksimal satu hari. Pelayanan yang di lakukan pemerintah Kota Pontianak telah memenuhi standar dengan periodisasi pelayanan satu hari. Hal ini di lakukan karena luasnya pelayanan pewadahan sampah yang menjadi tanggung jawab pemerintah. 3. Kapasitas Kerja. Kapasitas yang di lakukan oleh pemerintah mencakup seluruh Kota Pontianakdengan jumlah armada yang tersedia tidak memungkinkan dapat mencapai 100 persen pelayanan dan menciptakan kota bersih dari sampah. Oleh



4. karna itu perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat di lakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalampengelolaa n sampah. 5. Desain peralatan. Peralatan yang di lakukan oleh pemerintah masih kurang memperhatikan pencemaran yang terjadi dalam proses pengangkutan sampah menuju ke TPA seperti bak sampah terbuka dan air lindi berceceran. Pemerintah belum merancang peralatan yang dapat melayani pengangkutan sampah untuk daerah gang yang sulit di lewati dengan angkutan mobil.



6. Kualitas pelayanan.pemerintah belum memiliki standar pelayanan dalam hal pengangkutan sampah di lihat dari ketepatan jam pengangkutan sampah.selain itu masih banyak sampah yang tidak dapat di angkut oleh Dinas kebersihan dan Pertamanan.



3.3.4 Daur Ulang dan Pengolahan Sampah



Kegiatan daur ulang sampah telah dilaksanakan swasta. Ada beberapa perusahan swasta atau perorangan telah melakukan pengumpulan dan pemilahan berbagai jenis bahan plastik, kertas, logam dan kaca/gelas yang dikumpulkan oleh para pemulung. Setelah dipilah dandipilih, bahan-bahan bekas ini di kirim ke Pulau Jawa untuk kemudian di daur ulang. Demikian pula dengan pengolahan sampah organik menjadi kompos sudah mulai dilakukan secara terbatas oleh lembaga-lembaga swasta dan masyarakat. Salah satu contoh partisipasi aktif masyarakat dalam



Sedangkan standar untuk pengangkutan sampah adalah:



pemindahan



dan



1. Alat pengangkutan sampah harus di lengkapi dengan penutup sampah. Minimal dengan jaring. Mobil angkutan yang dimiliki Kota Pontianak belum memenuhi standar penutup sampah. Mobil angkutan masih menggunakan bak terbuka.Hal ini membuat pencemaran udara. 2. Kapasitas disesuaikan dengan kondisi kelas jalan yang akan dilalui. Pelayanan angkutan sampah belum tersedia untuk daerah dalam gang sehingga semua kendaran yang di lalui oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah jalan besar. Pelyanan pengangkutan sampah yang tersedia hanya perupa truk/dump truk. 3. Bak dasar kontainer sebaiknya dilengkapi dengan pengaman lindi.kontainer yang tersedia di Kota Pontianak tidak menggunakan pengaman lindi sehingga lindiberceceran di sepanjang jalan yang dilalui kendaraan angkutan sampah. Pemasalahan yang timbul dengan pelayanan yang mengandalkan transportasi adalah terbatasnya Kapasitas Armada Pengangkutan Sampah. Mengandalkan angkutan sebagai pusat pelayanan sampah tidak merubah perilaku masyarakat membuang sampah. Diketahui bahwa masalah persampahan berkaitan dengan pertumbuhan penduduk diiringi dengan pertumbuhan produksi sampah, sehingga sampah dari tahun ke tahun akan terus meningkat. Oleh karma itu penanganansampah ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah di tingkat rumah tangga.



pengelolaan sampah yang benar adalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga Komplek Perumahan Dwi Ratna di Kelurahan Siantan Hulu



Kecamatan Pontianak Utara. Warga RT 05 RW 26 Kelurahan Siantan Hulu ini telah berhasil mengubah sampah menjadi uang. Sampah diolah menjadi kompos dan beberapa jenis sampah digunakan kembali sebagai bahan baku aneka kerajinan.



3.3.5 Incenerator



Penggunaan insenerator pernah dilakukan Pemerintah Kota Pontianak, dialokasikan di GORPangsuma Kota Pontianak. Penyediaan insenenrator untuk mengatasi masalah sampah yang belum tertangani untuk didaerah yang belum memiliki TPS. Hal ini di sesuai dengan tujuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan yaitu meninggkatkan pengelolaan pemusnaan sampah (insenerator) agar kualitas lingkungan hidup terjaga. Pengerjaan insenerator ini dilakukan oleh peugas kebersihan dan membakar sampah yang dibawa oleh petugas sampah yang mengambil sampah dari rumah warga. Insenerator akan dihidupkan jika ada petugas sampah dari warga yang membawa sampah dan siap untuk dibakar. Cara pembakaran insenerator ini dengan menempatkan kayu didalam tungku insenerator kemudian disiram dengan minyak tanah.



Komposting secara individual oleh rumah tangga masih sangat minim dilakukan.



Pengambilan sampah dilakukan oleh petugas sampah disekitar daerah jalan purnama, jalan mekar, jalan supraptp, dan sekitarnya dengan upah petugas sampah setiap rumah sebesar rp 10.000/ perbulan. Pembayaran gaji tukang sampah ada yang melalui RT dan langsung dilakukan oleh petugas sampah. Untuk penarikan iuran sampah melalui RT. Petugas sampah tidak mengetahui iuran sampah setiap rumah yang dipungut oleh ketua RT untuk pengangkutan sampah. Pengadaan insenerator ini membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan petugas sampah membeli gerobak sampah dan gerobak dorong untuk mengambil sampah dari rumah kerumah. Rata-rata petugas sampah yang mengangkut sampah sekitar 100 rumah. Kerusakan insenerator pernah terjadi pada tahun 2006 membuat sampah menumpuk ditempat penampungan sampah diinsenerator. Berdasarkan hasil penelitian, perbaikan insenerator diasumsikan biaya perbaikan kurang lebih sama dengan biaya untuk membeli yang baru. Upaya perbaikan insenerator ini dengan mengganti alat blower. Akibat dari kerusakan tersebut menyebabkan asap menggumpal dan petugas yang membakar sampah insenerator mengalami penyakit kulit. Berdasarkan hasil penelitian dari permana (2003) menunjukan bahwa jika kondisi yang diharapkan mengharuskan penentuan teknologi pengelolaan sampah dititik beratkan kepda perhatian membuka kesempatan kerja, meminimalkan potensi konflik yang mungkin terjadi, menciptakan p[eluang usaha bagi masyarakat, membuka peluang kepda sektor informal dan formal untuk terlibat, serta dapat meningkatkan



peran serta masyarakat, maka teknologi pengkomposan adalah prioritas utama untuk diterapkan dibandingkan insenenrator.



Permaslahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah menggunakan insenerator adalah sebagai berikut: 1. Besarnya biaya operasional dan perawatan mesin insenerator 2. Pelayanan pengadaan insenerator hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang mampu membayar uang retribusi sampah untuk mengangkut sampah dari rumah ketempat insenerator. Sedangkan masyarakat masih sulit membuang sampah ke TPS yang jauh dari rumah. 3. Ketergantungan masyarakat dengan insenerator. Hal ini ditunjukan dengan sampah menumpuk pada saat insenerator rusak. 4. Keberadaan insenerator tidak mengubah perilaku masyarakat dan persepsi masyarakat dalam pengelolaan sampah di tingkkat rumah tangga yaitu pemilahan sampah dan mendaur ulang sampah. 5. Pencemaran yang menimbulkan penyakit bagi petugas.



1. Kelima permasalahan tersebut ditambah dengan semakin mahalnya BBM membuat incenerator satusatunya yang dimiliki Pemerintah Kota Pontianak saat ini tidak lagi diperasikan.



3.3.6 Pembuanga n



Fasilitas pembuangan sampah di Kota Pontianak terdiri dari satu unit TPA (tempat pembuangan sampah akhir) yang berlokasi di Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara, dengan luas lahan efektif 26,6 Ha. Jarak TPA Batu Layang dari pusat Kota kurang lebih sejauh 15 km dan jarak dari badan air penerima (Sungai Kapuas) ke TPA sekitar kurang lebih 3 km. Kondisi Topografi TPA relative datar dan jarak TPA dengan pemukiman penduduk kurang lebih 2 km, dengan lahan TPA yang memiliki jenis tanah bergambut. Rata-rata sampah yang masuk ke TPA setiap harinya sekitar 300 ton/hari. TPA Batulayang menerapkan sistem lahan urug terkendali atau controled landfill manajemen dan open dumping dan sejak tahun 1996 telah menampung 300.000 ton sampah yang menumpuk hampir setinggi lima meter, ditambah masuknya sampah baru rata-rata 250-300 ton/hari. Pengelolaan sampah dengan sistem ini memerlukan dana cukup besar. Pemko Pontianak berharap TPA menjadi tempat yang nyaman dan hijau. Saat ini kondisi TPA Batulayang mulai kurang tertata, berbau, berbahaya (mengandung gas) dan volumenya mulai berkurang karena saat tumpukan sampah mencapai 2 meter segera ditutup dan dipadatkan lagi.



Tumpukan sampah dibagi dalam beberapa cel (cel A dan cel B) untuk diteruskan pada tahap selanjutnya, yaitu pembakaran gas. Pengumpulan gas yang diperoleh dapat digunakan sebagai tenaga listrik dan bahan bakar untuk menggerakkan generator mesin sehingga tidak perlu menggunakan solar.



Foto : Jalan Masuk TPA



Program ini juga berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar TPA khususnya pemulung, tenaga mereka dibutuhkan sebagai pekerja harian apabila ada perkerjaan di TPA, seperti menutup dan memadatkan tanah, menutup tanah dengan ijuk serta pekerjaan lain yang ada di TPA.



3.4 Persoalan dan Permasala han Umum Persampah an Kota Pontianak



Pada masa lalu di kota kecil seperti Pontianak, sampah yang berada di ruang terbuka akan lapuk dan berubah dengan sendirinya menjadi tanah, atau terbawa hanyut oleh aliran air sungai, dan tidak ada masalah. Pada saat ini sampah banyak mengandung plastik, logam, dan berbagai macam benda yang tidak mudah lapuk. Akibatnya, sampah tetap ada di ruang terbuka dan terus bertambah (terakumulasi). Disamping itu, urban area tumbuh dengan cepat dan penduduk menghasilkan sampah jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Semua hal tersebut menyebabkan diperlukannya lebih banyak kelompok/organisasi untuk menjaga daerah perkotaan bersih dari sampah. Pada waktu belakangan ini, berbagai lembaga pemerintah kota dan pemerintah pusat telah melaksanakan pengelolaan sampah yang sebelumnya dilakukan oleh berbagai organisasi masyarakat. Pada prinsipnya hal tersebut dimaksudkan untuk menyediakan pelayanan yang efisien dengan menggunakan cara-cara dan teknologi pengelolaan sampah modern. Meskipun demikian, dalam praktiknya, ternyata tidak cukup dana dan personil terlatih untuk menangani kebutuhan yang terus meningkat, dan pengelolaan sampah tidak terbukti cukup efektif. Permasalahan tersebut terutama tampak di daerah yang padat penduduk. Oleh sebab itu, perlu untuk meninjau ulang pendekatan pengelolaan sampah dan menemukan cara-cara yang akan menjamin sampah tersebut dapat dikumpulkan dan dibuang dengan cara yang tepat. Pengelolaan sampah di Kota Pontianak merupakan tanggungjawabDinasKebersihan dan Pertamananyang mencakuppelayanan sampah dengan jumlahpenduduk Kota Pontianak saat ini lebih dari 500 juta jiwa dengan jumlahtimbunan sampah yang harus dikelola olehDinas Kebersihan dan Pertamananadalah sekitar 1.400 m3setiap harinya. Dari pelayanan persampahan di KotaPontianak meliputi 6 kecamatan khususnya pelayanan angkutan baru mencapai60persenpada daerah pemukiman dari total jumlah penduduk.Permasalahanyang dihadapi dalam pengelolaan sampahdalam memberikan pelayanandiDinasKebersihan dan Pertamananadalah: 1. Sumberdaya manusia yang kurang memahami untuk mengikutsertakanmasyarakat dalam menerapkan 3R. Hal inikarenapemerintah belummelaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah secaraswadaya untuk masyarakatyangbelum mengetahui pengelolaan sampahsecara swadaya. 2. Sedikitnya intensitas penyuluhan yang dilakukan olehDinas Kebersihan danPertamananuntuk memberikan pengarahan masyarakat dalammengelolasampah. Setiap tahun penyuluhandilakukan 29 kali dengan jumlah kelurahansebanyak 29 sehingga setahun sekali satu kelurahan mendapatkan penyuluhandari Dinas Kebersihan dan Pertamanan



3. Adanya ego sektoral dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh instansiterkait. Instansi terkait tidak melibatkanDinas Kebersihan dan Pertamanandala m melakukan



4. pengelolaan sampah.Hal ini menyebabkan penanganansampah masih bersifat parsial. Pengelolaan sampah memerlukan pelibatanseluruh instansi terkait yang saling berhubungan satu sama lain yangmembutuhkan integrasi sehingga tercapailingkungan yang bersih. 5. Kurangnya tenaga teknisyangikut dalam pelatihan untuk mengorganisasikanmasyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal ini yang menyebabkan kegiatanyang dilakukanDinas Kebersihan dan Pertamananmasih mengandalkanteknologi. Masyarakat belum digerakkan dalam pengelolaan sampah.Bantuan pengelolaan sampah akan diberikan oleh pemerintah jikamasyarakat sudah melaksanakan pengelolaan sampah secara swadaya terlebihdahulu. 6. Belum diterapkannya paradigma pengembangan masyarakat dalam mengelolasampah dengan memberdayakan masyarakat yang belum mampu melakukanpengelolaan sampah.



4 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 4.1 Asas, Peranan dan Tanggung Jawab, Tujuan dan Sasaran 4.1.1 Asas Pengelolaa n Sampah



Beberapa asas pengelolaan persampahan Pontianak adalah sebagai berikut :



Kota



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Asas Pengelolaan Mulai Dari Sumber Sampah Asas Penghasil Sampah Membayar Asas Produk Ramah Lingkungan Asas Internalitas Biaya Pengelolaan Sampah Asas Pembangunan Berkelanjutan Asas Kewaspadaan Dini Asas Pendayagunaan dan Pemanfaatan Sampah 8. Asas Transparansi, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas



4.1.1.1 Asas Pengelolaan Mulai Dari Sumber



Saat ini, pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh pemerintah masih menggunakan pendekatan yang menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah dihasilkan (end of pipe solution), yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pendekatan ini akan memberatkan beban TPA dengan lahan yang terbatas. Pendekatan pengelolaan sampah ini diusahakan untuk bergeser ke arah pendekatan penanganan mulai dari sumber. Dengan asas ini, pengelolaan sampah tidak lagi berpikir untuk memusnahkan sampah yang sudah dihasilkan oleh penghasil sampah, tetapi melakukan upaya-upaya pada saat sampah tersebut belum timbul dan atau belum dibuang ke TPA. Asas ini dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mulai dari menghindari timbulnya sampan, mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang sampah (3R)



4.1.1.2 Asas Penghasil Sampah Banyak Membayar Banyak



Siapa saja yang membuang sampah ke lingkungan baik disengaja atau tidak disengaja harus membayar biaya dan atau bertanggung jawab mengelola sampah yang dibuangnya tersebut dengan nilai sebanding jumlah barang yang dibuangnya. Seseorang harus membayar lebih banyak jika dia membuang sampah dengan jumlah yang lebih besar. Asas ini diterapkan untuk mendorong masyarakat penghasil sampah mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari, agar supaya mereka tidak harus mengeluarkan biaya pengelolaan sampah yang lebih mahal. Namun dalam penerapan asas ini perlu dicermati adanya kemungkinan oknum yang berusaha tidak melakukan upaya reduksi sampah sama sekali dengan anggapan bahwa dirinya mampu membayar berapapun beban biaya yang



harus ditanggungnya. 4.1.1.3 Asas Produk Ramah Lingkungan



Agar produk yang dihasilkan oleh produsen beserta kemasannya kelak tidak menjadi beban timbulan sampah, maka produk dan kemasan tersebut harus bersifat ramah lingkungan. Untuk mencapai produk dan kemasan ramah lingkungan perlu didorong dengan menerapkan asas produk ramah lingkungan. Tujuan dari asas produk ramah lingkungan ini adalah sebanyak mungkin mengurangi penggunaan bahanbahan yang tidak dapat diuraikan



secara khususnya



alami, bahan-



bahan untuk kemasan yang pasti akan menjadi sampah.



4.1.1.4 Asas Internalitas Biaya Pengelolaan Sampah



Kegiatan pengelolaan sampah membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga beban tersebut tidak bisa hanya mengandalkan dari retribusi kebersihan yang dibayar oleh penghasil sampah. Oleh karena itu Pelaku Usaha yang turut menyumbang jumlah dan jenis sampah yang dihasilkan oleh konsumen harus pula berperan dalam pembiayaan pengelolaan sampah. Biaya pengelolaan sampah tersebut langsung diperhitungkan dalam biaya produksi untuk menghasilkan barang. Semakin sulit suatu barang untuk diolah secara alami pada saat dibuang sebagai sampah, semakin tinggi pula biaya pengelolaan sampah yang harus dikenakan pada barang tersebut. Hal ini diharapkan dapat mendorong Pelaku Usaha untuk menghasilkan barang-barang yang ramah lingkungan.



4.1.1.5 Asas Pembangun an Berkelanjuta n



Dalam upaya melaksanakan asas pengelolaan mulai dari sumber, asas penghasil sampah membayar, asas Produk Ramah Lingkungan dan asas Internalitas Biaya Pengelolaan Sampah, dilakukan kegiatankegiatan yang bertujuan untuk mengurangi produksi sampah. Dengan mengurangi produksi sampah, berarti juga terjadi kegiatan pengurangan bahan baku dalam proses pemanfaatan dan pembuatan produk. Secara tidak langsung kegiatan pengurangan produksi sampah juga berakibat pada penghematan penggunaan sumber daya alam. Sehingga kegiatan ini dapat menjamin berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan.



4.1.1.6 Asas Kewaspadaa n Dini Terhadap Bencana



Dalam pengelolaan TPST dan TPA harus dilakukan secara hati-hati mengingat proses-proses alam merupakan hal yang tidak bisa diperkirakan terlebih dahulu. Kehati-hatian ini dilakukan sebelum dampak negatif dari pengelolaan TPA tersebut timbul. Belum adanya laporan, data, atau pembuktian ilmiah tentang dampak negatif dari pengelolaan TPA tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan upaya pencegahan dampak negatif dari pengelolaan TPA. Karena itu maka pengelolaan sampah pada umumnya dan pengelolaan TPA pada khususnya dilakukan dengan mengambil resiko yang paling kecil.



4.1.1.7 Asas Pendayagun aan dan Pemanfaata n Sampah



Asas Pendayagunaan dan Pemanfaatan Sampah adalah upaya untuk mengurangi beban TPA dan atau instalasi pengeolahan sampah lainnya, melalui kegiatan Mengurangi, Memanfaatkan kembali, dan Mendaur ulang sampah (3R).



4.1.1.8 Asas Transparansi , Akuntabilita s, Efisiensi dan Efektivitas



Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan sampah dilakukan secara terbuka dan melibatkan sbanyak mungkin publik. Untuk menjamin partisipasi publik yang efektif maka perlu diberikan dan dilindungi hak dan akses publik atas informasi pengelolaan sampah. Untuk menciptakan kebijakan pengelolaan sampah yang berorientasi pada kepentingan publik maka partisipasi rakyat dalam



proses pembuatan kebijakan perlu dijamin. Partisipasi terbuka pada seluruh proses pengelolaan mulai dari inventarisasi sampah, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan sampah. Pelaksanaan pengelolaan sampah perlu didasarkan pada persetujuan masyarakat terutama kelompok yang berpotensi menerima kerugian akibat pengelolaan sampah.



Dengan semangat perlindungan pada kepentingan publik maka pelaksanaan pengelolaan sampah harus pula bertanggung jawab (accountability) kepada publik.



4.1.2 Peran dan Tanggung Jawab



Seperti yang telah digariskan dalam UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan persampahan, setiap sektor pembangkit sampah memiliki peranan dan tanggungjawab masing-masing dalam pengelolaan sampah. Masing-masing sektor harus secara aktif berpartisipasi dalam pencapaian sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Peranan dan tanggungjawab dibawah ini dikembangkan oleh pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup sebagai pedoman bagi masyarakat untuk mencapai suatu komunitas pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 1. Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Kota a. Menyusun rencana dan menyediakan pelayanan pengelolaan persampahan secara langsung bagi Kota Pontianak, termasuk pengembangan program pemilahan dan pembuangan sampah rumah tangga. b. Merencanakan, membangun dan membiayai infrastruktur pengelolaan sampah c. Mematuhi dan bersinergi dengan standarstandar dan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan di tingkat propinsi mengenai pengelolaan persamapahan d. Membiayai program-program pelaksanaan pengelolaan sampah melalui alokasi dana APBD Kabupaten 2. Peran dan Tanggungjawab Sektor Industri, Perdagangan dan Lembaga Pemerintah a. Merencanakan, dan ikut mengurangi, jumlah sampah yang dihasilkan dari masing-masing kegiatan operasional mereka



b. Mematuhi dan bersinergi dengan standarstandar dan persyaratanpersyaratan yang telah ditentukan di tingkat propinsi mengenai pengelolaan persamapahan. 3. Peran dan Tanggungjawab Masyarakat Umum a. Membantu mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan oleh kegiatankegiatan masyarakat b. Ikutserta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan sampah dan berpartisipasi aktif dalam programprogram pemilahan dan pengurangan sampah 4. Peran Tanggungjawab Badan Pengelola Persampahan Swasta : a. Menyediakan pelayanan pengelolaan sampah bagi masyarakat umum maupun klien khusus mereka sesuai dengan perjanjian kerjasama baik dengan pemerintah kota maupun klien mereka langsung b. Mematuhi dan bersinergi dengan standar-



standar dan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan di tingkat nasional maupun propinsi mengenai pengelolaan persampahan. 5. Peran dan Tanggungjawab LSM bidang Lingkungan Hidup : a. Mempromosikan kebutuhan akan pengurangan jumlah sampah dan pelestarian sumbserdaya alam lokal b. Meningkatkan kepedulian masyarakat umum terhadap isu-isu pengelolaan sampah.



4.1.3 Tujuan Pengelolaan Sampah



Pengelolaan sampah Kota Pontianak ditujukan untuk : 1. Mengurangi pencemaran terhadap air, udara dan tanah oleh sampah 2. Mengembangkan mekanisme pencegahan, minimalisasi atau menekan dampak negatif yang diakibatkan sampah terhadap lingkungan dengan mempromosikan penanganan sampah melalui 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle)



4.2 Strategi Pengelolaa n Sampah Kota Pontianak



3. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat 4. Mengembangkan Strategi Pengelolaan Sampah melalui pembelajaran publik dan mekanisme umpan balik 5. Menyusun peraturan daerah untuk menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam Penyusunan Masterplan Pengelolaan Persamapahan Kota Pontianak ini adalah : 1. Mendorong dan mempromosikan pengolahan sampah menjadi kompos di setiap rumah tangga 2. Mendorong dan mempromosikan kepada rumah tangga, kawasan komersial dan lembaga-lembaga pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dalam mengurangi bangkitan sampah (reduce), pemanfaatan kembali (reuse) dan pendaurulangan sampah (recycle) 3. Mengembangkan prosedur pengurangan pengangkutan sampah bekas bangunan, dan sampah berbahaya/beracun ke TPA sampah. 4. Memenuhi target-target yang dicanangkan pemerintah propinsi dalam pengurangan dan penangan sampah. Strategi pengelolaan sampah ditetapkan sebagai berikut :



di



Kota



Pontianak



1. Meminimalkan Timbulan Sampah 2. Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Regional 3. Pemanfaatan Standar dan Teknologi Modern 4. Memaksimalkan Nilai Ekonomis Sampah dan Perluas Lapangan Kerja 5. Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat



4.2.1 Strategi I : Meminimal kan Sampah



Sampah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang berujud padat atau semi padat baik berupa zat organik dan atau anorganik bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.



4.2.1.1 Definisi Sampah



Sampah yang dikelola berdasarkan Masterplan Pengelolaan Persampahan ini terdiri atas: 1. sampah rumah tangga; yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari- hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 2. sampah sejenis sampah rumah tangga; yaitu sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. 3. sampah spesifik : yaitu sampah yang terdiri dari :



a. sampah yang mengand ung bahan berbahaya dan beracun;



b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik.



4.2.1.2 Pengertian Minimalisasi Sampah



Ketika sampah tidak bisa lagi sepenuhnya dimusnahkan/dihilangkan, jumlah sampah yang akan dibawa ke TPS maupun TPA dapat dikurangi. Keberhasilan pengurangan sampah menekan jumlah volume material sampah spesifik dalam arus pengolahan sampahbergantung pada penerapan hirarkhi pengelolaan sampah : reduce (pengurangan timbulan sampah), reuse (pemanfaatan kembali sampah), recycle (daur ulang sampah), recovery dan disposal (pembuangan sampah). 1. Pengurangan sampah (reduce) adalah mengurangi jumlah sampah yang ditimbulkan sejak dari sumbernya. Hal ini dapat dilakukan dengan pengurangan penggunaan produk sekali pake lalu buang, serta menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. 2. Penggunaan kembali (reuse) dilakukan dengan pemanfaatan kembali material dan produk/barang daripada dibuang, akan mengurangi kebutuhan akan produk baru, seperti misalnya botol minuman yang dapat digunakan kembali, penggunaan baterai yang bisa diisi kembali (rechargeable batteries) dan penggunaan kartrid printer isi ulang, dan lain-lain. 3. Daur ulang (recycle) sampah merupakan mengolah material bekas menjadi barang-barang dalam bentuk lain, sehingga mengurangi kebutuhan akan material baru dalam produksi barang-barang konsumsi, seperti misalnya kertas koran daur ulang, kardus daur ulang dan jenisjenis kertas lainhasil daur ulang 4. Recovery merupakan pengambilan manfaat dari sampah baik berupa material baru maupun energi, seperti misalnya mengubah sampah organik menjadi kompos yang dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah. 5. Disposal atau pembuangan akhir sampah yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis dan nilai lingkungan.



4.2.2 Strategi II : Pendekatan Regional 4.2.2.1 Pengertian Sistem Pengelolaan Sampah Regional



Sistem pengelolaan sampah regional (regional waste management system) adalah sebuah bentuk kerjasama formal antar wilayah dalam pengelolaan persampahan. Kota Pontianak merupakan kota yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya sehingga secara defakto kedua wilayah ini telah menjadi satu kesatuan sehingga dalam banyak hal dapat dilakukan kerjasama antar daerah untuk mengatasi berbagai persoalan perkotaan termasuk persoalan



persampahan di ketiga wilayah. Kerjasama regional dalam pengelolaan persampahan dapat memperbesar sumberdaya dan membantu menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara sendiri-sendiri. Pendekatan ini juga secara dramatis akan



mengurangi jumlah TPS yang perlu dibangun, terutama di kawasan perbatasan antara dua wilayah (Sungai Raya Dalam-Punggur-Sungai Rengas). Sistem ini akan melayani masyarakat kedua wilayah terutama yang berada di perbatasan kedua wilayah dalam hal penyediaan TPST yang lengkap dan terpadu, dimana dalam TPST tersebut dilengkapi fasilitas pembuatan kompos, incenator, pusat pengumpulan barang-barang daur ulang, penampung khusus bahan-bahan bekas bangunan dan bongkaran, penampung khusus logam bekas dan bahan-bahan bekas lain yang dapat digunakan kembali, penampungan bahan-bahan bekas berbahaya dan beracun, serta fasilitas pengangkutan sampah ke TPA. Sistem pengelolaan sampah regional ini juga bertujuan untuk pembangunan TPA yang bisa digunakan bersama. Mungkin pemerintah Kabupaten Kubu Raya menyediakan lahan bagi TPA, sementara Pemerintah Kota Pontianak membiayai pembangunan berbagai fasilitas TPA sampai siap digunakan, sementara biaya operasionalnya ditanggung bersama. Sebuah lembaga konsultan teknis diperlukan untuk membantu masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sampah ini. Setiap wilayah (Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak) menyediakan koordinator yang secara aktif melakukan promosi usaha pengurangan sampah, mengawasi pelaksanaan teknis penglolaan sampah, dan mengembangkan program sosialisasi di masing-masing wilayahnya.



4.2.2.2 Sistem Kelembagaa n



Sistem pengelolaan sampah regional ini akan dirancang, dibiayai dan dilaksanakan secara teknis oleh sebuah lembaga khusus yaitu Badan Pengelola Sampah Antar Daerah (BPSAD). BPSAD ini dibentuk secara legal formal terdiri dari unsur pemerintah Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak, unsur camat yang berbatasan langsung, dan unsur-unsur masyarakat yang ada di kedua wilayah. BPSAD ini memiliki tugas dan wewenang dalam : 1. Menyediakan pelayanan pengelolaan sampah termasuk pengumpulan dan pembuangan sampah 2. Menetapkan, membangun, mengawasi dan mengelola serta mengoperasikan fasilitas-fasilitas pengumpulan, daur ulang dan pembuangan akhir sampah. 3. Menyediakan pembiayaan operasional fasilitas persampahan 4. Menentukan tarif pelayanan sampah, menarik dan mengumpulkan iuran sampah dari masyarakat dan pengguna layanan lainnya 5. Membayarkan gaji dan upah personil/petugas pengelola sampah



BPSAD harus menyusun sebuah business plan, rencana operasional dan studi AMDAL sistem pengelolaan sampah regional ini. Rencana-rencana tersebut harus mencakup perkiraanperkiraan dampak terhadap lingkungan, kebijakan dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan serta programprogram sosialisasi dan edukasi. Fasilitas-fasilitas harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan minimal dalam 50 tahun.



Setiap tahun, rata-rata biaya yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah di Propinsi Kalimantan Barat masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh penerapan sistem pengelolaan sampah yang masih sangat konvensional serta tingkat pelayanan yang masih sangat rendah. Dalam sistem pengelolaan sampah modern, biaya yang dibutuhkan memang sangat tinggi di awal pengembangannya terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, pengadaan peralatan dan biaya operasional awalnya. Namun karena dalam sistem pengelolaan ini juga termasuk proses pengolahan yang menhasolkan produk bernilai jual, maka sebenarnya biaya operasional ke depannya dapat ditekan.



4.2.2.3 Biaya Pengelolaan



Setiap wilayah kabupaten/kota akan beroperasi secara finansial berdasarkan pembiayaannya sendiri, daripendapatan sampah rumahtangga, sampah komersial dan lembaga pemerintah melalui retribusi dan pelaksanaan program-program persampahan di APBD kabupaten/kota maupun propinsi. Bdan pengelola persampahan masing-masing wilayah harus memberlakukan tarif yang berbeda untuk mendorong pemilahan sampah, yaitu dengan memberlakukan tarif tinggi bagi sampah yang tidak dipilah dan tarif rendah bagi sampah yang dapat didaur ulang.



4.2.3 Strategi III : Pemanfaat an Standar dan Teknologi Modern



Meskipun strategi minimalisasi atau pengurangan sampah berhasil diterapkan, selalu akan ada sampah yang harus dibuang, tidak dapat di daur ulang maupun dugunakan kembali. Tujuan penerapan sistem pengelolaan sampah modern salah satunya adalah mengurangi kapasitas TPST dan TPA yang harus disediakan dan untuk meyakinkan fasilitasfasilitas pengolahan sampah beroperasi dengan meminimalkan dampak buruk bagi lingkungan.



Modal keseluruhan penerapan sistem ini dapat dibiayai melalui kombinasi kerjasama pemerintahswasta, murni pemilikan dan operasional oleh sektor swasta, atau sharing antara pemerintah kabupaten/kota dan propinsi (mengingat Kota Pontianak sebagai ibukota propinsi), sedangkan biaya operasional dapat ditutupi dari retribusi dan pendapatan dari hasil pengolahan sampah.



Pemerintah daerah harus segera merumuskan standar dan aturan-aturan baru sebagai pedoman dalam perancangan, konstruksi dan operasional fasilitas-fasilitas dan sistem pengelolaan sampah. Penggunaan incenator dan penerapan open dumping di TPA sudah tidak diperkenankan lagi digunakan sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008, kecuali untuk daerah-daerah terpencil dimana tidak ada lagi alternatif lain yang bisa dikembangkan. Standar dan aturan-aturan ini didasarkan pada pengalaman-pengalaman di negara-negara lain yang telah berhasil melakukan pengelolaan sampah secara lebih efisien, efektif dan yang terpenting menjamin



kelestarian lingkungan, yang dikombinasikan degan hasil riset dan perkembangan teknologi dalam pengelolaan sampah. Untuk keperluan perencanaan, persyaratan minimal bagi fasilitas-fasilitas persampahan yang akan dibangun adalah sebagai berikut : 1. TPST dan TPA



2. Rencana pengembangan kawasan dan rencana operasional yang benar, termasuk rencana sistem pengelolaan lingkungan (AMDAL) 3. Penggunaan sistem lapisan impermeable untuk TPA yang dilengkapi dengan sistem penampung lindi dan sistem pengelolaan lindi (pembuangan dan pengolahan). 4. Tersedia tenaga pengawas yang terlatih di lapangan pada saat jam-jam operasional 5. Rencana matang untuk mencegah pembuangan sampah dari bahan berbahaya dan beracun ke dalam TPA 6. Jaminan tertanganinya seluruh sampah harian 7. Jaminan tanpa ada pembakaran 8. Fasilitas Pembuatan Kompos 9. Operasional pembuatan kompos dilakukan di dalam bangunan 10. Fasilitas komposting harus mendukung dan sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan/AMDAL 11. Semua proses komposting dilakukan dalam bangunan yang tertutup dengan peredam suara dan sistem pengendalian bau 12. Seluruh area komposting harus dilengkapi dengan sistem pengelolaan lindi, sistem pengelolaan air dan sistem pengelolaan air tanah 13. Tempat Pengumpulan Bekas Bangunan dan Bongkaran 14. Rencana pengembangan kawasan dan rencana operasional yang benar, termasuk rencana sistem pengelolaan lingkungan (AMDAL) 15. Tersedia tenaga pengawas yang terlatih di lapangan pada saat jam-jam operasional 16. Sistem drainase internal 17. Rencana monitoring Jadi secara eksplisit strategi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Merumuskan standar dan aturan mengenai pengelolaan persampahan di Kota Pontianak. Standar dan aturan-aturan tersebut sebaiknya secara periodik dikaji ulang (review). 2. Merakukan riset yang mendalam dalam bidang teknologi pengelolaan sampah untuk terus mencari terobosan-terobosan dan inovasi baru dalam penanganan sampah 3. Mengembangkan standar-standar Kawasan TPA yang aman dan bersih



4.2.4 Strategi IV : Memaksim alkan Nilai Ekonomis dan Perluas Lapangan Kerja



Beberapa tahun belakangan ini, pengelolaan sampah telah berkembang menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi (seperti Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dll), dan secara nasional telah mampu menyediakan ribuan kesempatan kerja baru. Pengelolaan sampah modern telah menciptakan lapangan kerja secara langsung dan merangsang perkembangan usaha baru. Kesempatan-kesempatan usaha yang berkaitan dengan pengelolaan sampah mencakup bisnis pengumpulan barang bekas, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran barang-barang daur



ulang, perancangan dan operasionalisasi fasilitas-fasilitas pengolahan sampah serta produksi barang-barang baru dari barang-barang bekas yang dapat digunakan kembali.



Di Kota Pontianak saat ini ada sekitar 58 usaha pengumpul barang bekas yang tersebar di beberapa lokasi, dan mempekerjakan sekitar 696 orang baik sebagai pemulung, penyortir, pengangkut dan tenaga-tenaga pendukung lainnya. Di tingkat pengumpul barang-barang bekas plastik secara umum, rata-rata dibeli Rp. 1.800,00 per kg, bervariasi antara Rp. 800,00 hingga Rp 2.800,00 per kg, tergantung jenis barang plastiknya. Sementara kaleng bekas minuman dihargai Rp.2000,00 per kg. Barang-barang bekas yang terbuat dari aluminium bahkan mencapai Rp. 9000,00 per kg. Demikian pula pupuk kompos di tingkat pedagang eceran dihargai Rp. 1000,00 per kg, sedangkan pupuk kompos organik kualitas tinggi bahkan sampai Rp. 4000,00 per kg. Kebutuhan akan infrastruktur baru terkait pengolahan sampah akan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha baru. Bahkan lapangan kerja dan peluang usaha baru akan tercipta melalui kebutuhan akan jasa untuk mendukung operasional pengelolaan, serta pengembangan dan penyebaran programprogram sosialisasi. Pemerintah kota harus bekerja maksimal untuk memaksimalkan keuntungan ekonomis pengelolaan sampah. Bila dalam satu rumah pengolahan sampah atau TPSTskala Kelurahan dipekerjakan 25 orang tenaga kerja, maka di seluruh Kota Pontianak akan tersedia sekitar 650 lapangan kerja yang langsung bekerja di sistem pengelolaan sampah. Belum lagi kesempatan kerja yang timbul dari multiflier effect sistem ini. Disamping itu, sistem pengelolaan sampah ini akan menciptakan kesempatan/peluang usaha baru dalam bidang pelatihan, pendukung operasional, serta riset dan pengembangan. Kesempatan akan terbuka lebar bagi sektor swasta untuk terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi ini baik secara langsung maupun melalui pola kemitraan dengan pemerintah kota.



4.2.5 Strategi V : Edukasi dan Sosialisasi



Penerapan sistem pengelolaan sampah modern ini memerlukan perubahan paradigma (cara pandang) dan perilaku masyarakat dalam penanganan sampah, dari perilaku yang berlaku saat ini. Harus ditekankan bahwa pembelajaran dan penyebaran informasi yang terus menerus mengenai sistem pengelolaan sampah ini kepada masyarakat harus dilakukan secara serius dan kontinyu untuk mengubah secara perlahan prilaku, sikap dan kebiasaan mereka. Sehingga mereka benar-benar mengerti mengenai konsep, tujuan dan pelaksanaan sistem pengelolaan sampah modern ini.



5 RENCANA PENGELOLAAN SAMPAH Sampah yang dikelola dalam sistem pengelolaan sampah ini terdiri atas: 1. sampah rumah tangga; 2. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan 3. sampah spesifik. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,



5.1 Proyeksi Timbulan Sampah 5.1.1 Proyeksi Penduduk



fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sedangkan sampah spesifik meliputi:      



sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; sampah yang timbul akibat bencana; puing bongkaran bangunan; sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik.



Rencana teknis pengelolaan sampah di Pontianak secara garis besar akan terdiri dari :



Kota



1. Rencana Pengurangan Sampah a. Rencana Pembatasan Timbulan Sampah b. Rencana Penggunaan Ulang Sampah c. Rencana Daur Ulang Sampah 2. Rencana Penanganan Sampah a. Rencana Pemilahan Sampah b. Rencana Pengumpulan Sampah c. Rencana Pengangkutan Sampah d. Rencana Pengolahan Sampah e. Rencana Pemrosesan Akhir Sampah Perkembangan kegiatan perkotaan berbanding lurus dengan perkembangan penduduk karena setiap perkembangan penduduk akan diikuti perkembangan kegiatan sosial ekonomi. Perkembangan kegiatan memerlukan ruang yang semakin besar, demikian pula pertambahan penduduk itu sendiri memerlukan pertambahan jumlah fasilitas pelayanan yang juga konsekuensinya pada pertambahan kebutuhan ruang. Di samping itu, besaran jumlah dan luas berbagai fasilitas perkotaan ditentukan oleh jumlah penduduk pendukungnya/ yang dilayani. Jadi, perkiraan kebutuhan berbagai fasilitas perkotaan akan didasari oleh prediksi jumlah penduduk yang akan berada di dalam Kota Pontianak . Data tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Pontianak adalah 579.276orang tersebar di 5 kecamatan dan 26 kelurahan. Dari tahun 1990-2010 atau dalam waktu 20 tahun penduduk Kota Pontianak mengalami pertumbuhan rata-rata 1,69



% per tahun. Jadi ada pertambahan jumlah penduduk sebanyak 158.106orang yaitu dari tahun 2000 sebanyak 396.658orang menjadi 554.764orang pada tahun 2010. Bila dilihat per kecamatan, pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari rata-rata terjadi di Pontianak Timur, Pontianak Tenggara dan Pontianak Utara yaitu masing-masing sebesar 3,37 %, 3,19 % dan 1,77 % pertahun, sementara Kecamatan Pontianak Kota, Selatan dan Barat mengalami pertambahan penduduk di bawah rata-. Dari data perkembangan penduduk per kecamatan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan penduduk paling banyak terjadi di yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya yang secara fantastis telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak dibentuknya Kabupaten Kubu Raya yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak. Kenyataan ini sangat mendukung hasil analisis perkembangan fisik kota pada bab terdahulu, dimana arah perkembangan



kota memang mengarah ke Timur dan utara (lihat Tabel 5). Struktur tingkat pertumbuhan penduduk seperti di atas diperkirakan akan berubah untuk periode 20 tahun mendatang terutama diakibatkan oleh rencana pembangunan Jembatan Kapuas III dan rencana outer ringroad di selatan kota. Faktor-faktor ini akan meningkatkan angka pertumbuhan penduduk beberapa kecamatan di selatan dan baratKota Pontianak terutama di wilayah Kecamatan Pontianak Barat karena kecamatan ini masih memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan permukiman penduduk. Sedangkan Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Selatan akan mengalami pertumbuhan hampir sama dengan pertumbuhan rata-rata kota. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tenggara dan Timur akan tetap tinggi karena kedua kecamatan ini masih akan menjadi primadona bagi pengembangan sarana hunian hingga 10 tahun ke depan disamping masih luasnya lahan-lahan yang dimungkinkan untuk perumahan. Sedangkan Kecamatan Pontianak Utara, dengan akan dibangunnya jembatan Kapuas III di Nipah Kuning, maka diharapkan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini akan perlahan meningkat hingga 2,5 % pada akhir tahun 2023. Tetapi bila jembatan Kapuas III belum terbangun dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, maka sangat sulit untuk memacu pertumbuhan penduduk ke arah utara ini, mengingat investasi pemerintah di kecamatan ini relatif minim. Untuk memperkirakan penduduk Kota Pontianak Kota Pontianak 20 tahun mendatang dihitung dengan beberapa skenario pertumbuhan penduduk. 1) LIMA TAHUN PERTAMA dengan angka pertumbuhan 1,7 % dengan asumsi kegiatan pembangunan Kota Pontianakmemiliki kinerja yang hampir sama dengan yang terjadi saat ini. Investasi pemerintah belum didesentralisasikan secara maksimal ke sub pusat-sub pusat pelayanan kota sesuai arahan rencana struktur ruang Kota Pontianak Tahun 2033; Kecamatan Pontianak Tenggara dan Timur masih memiliki pertumbuhan tinggi sekitar 2,0 sampai 3,0 % pertahun. Sedangkan Pontianak Barat, Pontianak Utara mulai naik pertumbuhannya menjadi



2) sekitar 1,2 sampai 1,7 % pertahun. Kecamatan Pontianak Kota dan Selatan akan tetap tumbuh di sekitar 1,7 % mengingat tingginya harga lahan di kecamatan ini. 3) LIMA TAHUN KE – 2 dengan angka pertumbuhan 1,75 % dengan asumsi makin bertambahnya sarana dan prasarana umum, pergeseran sektor pertanian ke sektor perkotaan, inmigrasi, serta makin terbukanya wilayah Kota Pontianak dengan terealisasinya jembatan Kapuas III dan outer ringroad di barat dan selatan kota. Asumsi lainnya kawasan subpusatsubpusat kota



telah terbentuk dan berfungsi, infrastruktur penunjang kawasan perkotaan telah teresentralisasikan dengan baik sehingga dapat menarik arus perkembangan penduduk (jumlah tenaga kerja baik pegawai pemerintahan maupun pegawai swasta meningkat) dan permukiman yang dapat menciptakan pusat-pusat permukiman baru; 4) LIMA TAHUN KE-3 dengan angka pertumbuhan 1,8 % dengan asumsi rencana investasi di berbagai sektor baik perdagangan dan jasa, agribisnis maupun industri juga akan mempercepat laju pertumbuhan penduduk kota sebagai simpul kegiatan sejalan dengan dikembangkannya pusatpusat aktifitas baru seperti pusat perdagangan, jasa dan investasi lainnya dengan munculnya beberapa pusat lingkungan baru sebagai daya tarik kawasan. Pada lima tahun ketiga ini Kecamatan Pontianak Utara dan Barat mengalami ertumbuhan yang cukup tinggi yaitu mendekati 2,0 % sedangkan Kecamatan Pontianak Timur dan Tenggara mulai mengalami kejenuhan akibat terbatasnya lahan sehingga pertumbuhannya bergeser ke kisaran 1,8 % per tahun. 5) LIMA TAHUN KE-4 dengan angka pertumbuhan 1,8 % sama dengan lima tahun ketiga, ini diasumsikan bahwa dengan telah terbentuknya beberapa kawasan fungsional strategis kawasan perkotaan dan aktifitas perkotaan telah berjalan sebagaimana mestinya maka angka pertumbuhan penduduk kota akan stabil. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pontianak Kota, Pontianak Selatan, Timur dan Teggara mulai mengalami kejenuhan sehingga perkembangan penduduk lebih banyak terjadi di luar batas kota (di wilayah Kabupaten Kubu Raya yang berbatasan). Sementara Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Utara akan cenderung makin diminati untuk bermukim.



Tabel 18 : Proyeksi Penduduk Per Kecamatan di Kota Pontianak sampai Tahun 2034



5.1.2 Rencana Pengurang an dan Penangana n Sampah 5.1.2.1 Proyeksi Timbulan Sampah



Dari hasil identifikasi timbulan sampah dan komposisi sampah dan hasil kajian pertumbuhan penduduk serta proyeksinya 20 tahun ke depan, maka diperkirakan hingga Tahun 2034 Kota Pontianak akan memproduksi sampah sebesar 3.190,7 m3 per hari nya, atau sekitar 718 ton per hari (densitas = 225kg/m3). Proyeksi ini berdasarkan atas beberapa asumsi sebagai berikut :  Produksi sampah domestik/rumah tangga sebesar 2,75 liter per orang per hari  Produksi sampah non domestik sebesar 1 liter per orang per hari. Tabel 19 : Proyeksi Timbulan Sampah Kota Pontianak Sampai Tahun 2034



5.1.2.2 Rencana Penguranga n dan Penanganan Sampah



Dengan memperhatikan hasil analisis terhadap berbagai aspek fisik, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat kota serta hasil kajian mengenai aspek kelembagaan dan kemampuan finansial pemerintah kota dalam pengelolaan sampah maka rencana pengurangan produksi sampah dan penanganan sampah Kota Pontianak hingga Tahun 2034 ditetapkan sebagai berikut : 1. Peningkatan pelayanan penanganan sampah domestik dilaksanakan secara bertahap; a. Tahun 2014 sebesar 60 % b. Tahun 2019 sebesar 70 % c. Tahun 2024 Sebesar 80 % d. Tahun 2029 sebesar 90 % e. Tahun 2034 sebesar 100 % 2. Pelayanan penanganan sampah non domestik sebesar 100 % dari produksi sampah non domestik dilaksanakan sejak awal rencana (Tahun 2014) 3. Tingkat daur ulang dan penggunaan kembali (recovery factor) sampah non organik ditargetkan mencapai 70 % pada tahun 2034 dengan tahapan sebagai berikut : a. Target Tahun 2019 = 55 % b. Target Tahun 2024 = 60 % c. Target Tahun 2029 = 65 % d. Target Tahun 2034 = 70 % 4. Tingkat daur ulang sampah organik direncanakan sebesar 92 % tercapai paling lambat pada akhir Tahun 2024 5. Sampah yang diolah di TPA pada tahun 2034 direncanakan hanya tinggal 17 % dari jumlah



total produksi sampah kota. Dengan tahapan sebagai berikut : a. Target Tahun 2019 = 22,7 % b. Target Tahun 2024 = 20,8 % c. Target Tahun 2029 = 18,9 % d. Target Tahun 2034 = 17,0 %



Tabel 20 menunjukkan rencana pengurangan dan penanganan sampah Kota Pontianak hingga Tahun 2034.



Tabel 20 : Rencana Pengurangan dan Penanganan SampahKota Pontianak Hingga Tahun 2034



Sumber : Hasil Analisis Tabel 21 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Utara



Sumber : Hasil Analisis



Tabel 22 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Timur



Sumber : Hasil Analisis Tabel 23 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Tenggara



Sumber : Hasil Analisis Tabel 24 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Selatan Hingga Tahun 2034



Sumber : Hasil Analisis Tabel 25 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Kota Hingga Tahun 2034



Sumber : Hasil Analisis



Tabel 26 : Rencana Pengurangan dan Penanganan Sampah Kecamatan Pontianak Barat Hingga Tahun 2034



Sumber : Hasil Analisis



5.2 Rencana Pengurang -an Sampah



UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua fihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi: 1. Pembatasan (Reduce): mengupayakan limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin.



agar



2. Guna-ulang (Reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung. 3. Daur-ulang (Recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi. Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah, yang mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan pengolahan maupun melalui tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat bahaya sesedikit mungkin. Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste). Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah dapat direalisir. Oleh karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan



sebagi semangat dalam pengendalian pencemaran sampah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya untuk meminimalkan terbentuknya sampah atau meminimalkan tingkat bahaya dari sampah, bahkan kalau muingkin meniadakan. Kinerja sistem pengelolaan akan sangat menentukan wajah dari suatu kota. Apabila kinerja sistem pengelolaan sampah baik, maka wajah kota tersebut akan menjadi bersih dan demikian juga sebaliknya. Nilai penting dari unjuk kerja sistem pengelolaan sampah tidak saja terhadap nilai estetika lingkungan, tetapi juga meliputi manfaatnya terhadap : A. Perlindungan kesehatan masyarakat. B. Perlindungan pencemaran lingkungan. C. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. D. Peningkatan nilai sosial budaya masyarakat. Pengelolaan yang dikembangkan adalah pengelolaan sampah terpadu berdasarkan atas konsep community based development, yang merupakan upaya untuk meminimalkan sampah yang akan diangkut ke TPA seminimal mungkin, dengan melibatkan swadaya masyarakat dalam daur ulang sampah. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya : 1. Biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah. 2. Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA; 3. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis; 4. Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan; 5. Bersifat lebih ekonomis dan ekologis; 6. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat ; 7. Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota.



Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah ”Meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah.” Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang ”sampah dari bencana menjadi berkah”. Hal ini penting karena pada hakikatnya pada timbunan sampah itu banyak mengandung komponenkomponen yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi namun karena tercampur secara acak maka nilai ekonominya hilang.



Nilai penting dari unjuk kerja sistem pengelolaan sampah ini tidak mudah untuk disadari kemanfaatannya, kecuali apabila sistem pengelolaan sampah perumahan sudah benar-benar lumpuh dan menimbulkan bencana kota. Lingkungan yang dikelola sampahnya agar tercipta kondisi yang bersih berkelanjutan adalah :



5.2.1 Pembatasa n Timbulan Sampah



Konsep pembatasan (reduce) jumlah sampah yang akan terbentuk dapat dilakukan antara lain melalui:



1. Lingkungan pemukiman. 2. Sarana umum (lapangan olahraga, tempat ibadah, sekolah, dan lain-lain). 3. Prasarana (jalan, drainase, sungai, taman, dan lainnya). 4. Sarana pengelolaan kebersihan (TPS, TPST, TPA). Dalam pengembangan sistem pengelolaan kebersihan juga diterapkan prinsip umum, diantaranya yaitu : 1. Mengutamakan citra pusat pengelolaan sampah TPST/TPA juga bersih. 2. Seluruh prasarana dan sarana kebersihan mengisolasi sampah dari lingkungannya. 3. Mengutamakan penambahan kapasitas sarana dan prasarana kebersihan. 4. Mengutamakan perluasan daerah pelayanan dan secepatnya sampah terangkut. 5. Sampah terkendali tidak selalu harus diangkut, bisa dikurangi, bisa digunakan ulang, bisa dikomposkan, bisa didaur-ulang. 6. Pengomposan di sumber untuk pengkondisi lahan halaman rumah. 7. Pemilahan di sumber merupakan kunci efisiensi.



1. Efisiensi penggunaan sumber daya alam 2. Rancangan produk yang mengarah pada penggunaan bahan atau proses yang lebih sedikit menghasilkan sampah, dan sampahnya mudah untuk diguna-ulang dan didaur-ulang 3. Menggunakan bahan yang berasal dari hasil daurulang limbah 4. Mengurangi penggunaan bahan berbahaya Menggunakan eco-labeling Konsep guna-ulang (reuse) mengandung pengertian bukan saja mengupayakan penggunaan residu atau sampah terbentuk secara langsung, tetapi juga upaya yang sebetulnya biasa diterapkan sehari-hari di Indonesia, yaitu memperbaiki barang ynag rusak agar dapat dimanfaatkan kembali. Bagi prosdusen, memproduksi produk yang mempunyai masa-layan panjang sangat diharapkan. Konsep



daur-ulang (recycle) mengandung pengertian pemanfaatan semaksimal mungkin residu melalui proses, baik sebagai bahan baku untuk produk sejenis seperti asalnya, atau sebagai bahan baku untuk produk yang berbeda, atau memanfaatkan enersi yang dihasilkan dari proses recycling tersebut. Beberapa hal yang diatur dalam UU18/2008 terkait dengan upaya minimasi (pembatasan) timbulan sampah adalah: 1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan: a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang



e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. 2) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. 3) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam 4) Pemerintah memberikan: a) insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah b) disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah Ketentuan tersebut di atas masih perlu diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah agar dapat dilaksanakan secara baik dan tepat sasaran. Stakeholders utama dalam pengelolaan sampah yang berbasis 3R dibagi dalam 5 kelompok, yang masingmasing mempunyai peran utama dalam membatasi sampah yang akan dihasilkan, yaitu: 1) Masyarakat penghasil sampah: a) Memahami dampak akibat sampah yang dihasilkan b) Mempertimbangkan ulang pola hidupnya c) Memilih barang dan pelayanan yang berwawasan lingkungan d) Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, misalnya pemilahan sampah Berpartsipasi dalam pengembangan pengelolaan sampah berbasis 3R 2) LSM: a) Mempromosikan kegiatan-kegiatan positif 3R dalam level masyarakat b) Mempromosikan peningkatan kesadaran c) Menyiapkan-melakukan training dan sosialisasi d) Memantau upaya-upaya yang dilakukan oleh kegiatan bisnis dan pemerintah e) Memberikan masukan kebijakan yang sesuai 3) Pihak Swasta:



a) Menyiapkan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan b) Melaksanakan kegiatan ’take-back’, guna-ulang dan daurulang terhadap produk bekasnya c) Mengelola limbah secara berwawasan lingkungan d) Mengembang kan sistem pengelolaan lingkungan e) Memberi informasi yang jujur kepada konsumen melalui label dan laporan 4) Pemerintah Kota dan Propinsi: a) Memastikan diterapkanny a peraturan dan panduan b) Menyiapkan rencana tindak c) Mendorong ’green purchasing’, dan peningkatan pemahaman masyarakat d) Menjamin masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan e) Bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan 3R dan pihak bisnis f) Bertindak sebagai koordinator



lokal dalam pengembangan masyarakat berwawasan daur-bahan g) Menyediakan ruang dan kesempatan untuk saling bertukar barang-bekas dan informasi antar stakeholders h) Promosi kerjasama internasional 5) Pemerintah Pusat: a) Mengembangkan sistem, termasuk aspek legal yang dibutuhkan b) Memberikan subsidi dan pengaturan pajak untuk fasilitas, penelitian dan pengembangan untuk membangun masyarakat yang berwawasan daur-ulang c) Memberikan dorongan dan infoirmasi bagi warga dan LSM yang akan melaksanakan kegiatan secara sukarela d) Menyiapakan dasar yang dibutuhkan bagi kegiatan seluruh stakeholders e) Mempromosikan kerjasama dan dialog internasional terkait dengan kegiatan 3R UU-18/2008 menggaris bawahi bahwa pengurangan sampah dilakukan sebelum sampah tersebut terbentuk, misalnya melalui penghematan penggunaan bahan. Kewajiban pengurangan sampah ditujukan bukan saja bagi konsumen, tetapi juga ditujukan pada produsen produk. Upaya mereduksi sampah masih belum mendapat perhatian yang baik karena dianggap rumit dan tidak menunjukkan hasil yang nyata dalam waktu singkat. Upaya mereduksi sampah sebetulnya akan menimbulkan manfaat jangka panjang seperti: 1) 2) 3) 4) 5)



Mengurangi biaya pengelolaan dan investasi. Mengurangi potensi pencemaran air dan tanah. Memperpanjang usia TPA. Mengurangi kebutuhan sarana sistem kebersihan. Menghemat pemakaian sumber daya alam.



Salah satu upaya sederhana, namun sangat sulit dibiasakan khususnya pada masyarakat urban, adalah pembatasan adanya sampah sebelum barang yang kita gunakan menjadi sampah, melalui penggunaan bahan berulang-ulang, seperti penggunaan kantong plastik yang disediakan secara berlimpah bila kita berbelanja di toko atau pusatpusat perbelanjaan. Membawa



kantong sendiri adalah salah satu upaya yang sangat dianjurkan agar timbulan sampah dapat dikurangi. Terkait dengan pengemas produk yang dibahas di atas, maka peran produsen yang menggunakan pengemas untuk memasarkan produknya menjadi mata rantai awal yang harus diatur oleh UndangUndang. Dikenal konsep Extended Producer Responsibility (EPR), yaitu strategi yang dirancang dengan menginternalkan biaya lingkungan ke dalam biaya produksi



sebuah produk, tidak terbatas pada produk utamanya, tetapi termasuk pula pengemas dari produk utama tersebut. Dengan demikian biaya lingkungan, seperti biaya penangan residu atau limbah yang muncul akibat penggunaan produk tersebut menjadi bagian dari komponen harga pasar produk yang dipasarkan tersebut. Langkah EPR diterapkanmelalui beberapa langkah: 1) Langkah 1: penghematan bahan baku di proses produksi 2) Langkah 2: memproduksi barang yang berumur panjang, mendorong reparasi pada barang yang rusak, termasuk servis bergaransi 3) Langkah 3: menerima pengembalian produk bekas termasuk pengemas, mennggunakan bahan baku atau menghasilkan produk yang berasal dari hasil daur-ulang serta mengupayakan penggunaan dan pengembangan teknologi daur -ulang Disamping mendorong produsen untuk menerapkan EPR, peran dan tanggung jawab produsen dimasukkan dalam pengelolaan limbah secara menyeluruh yang dikenal sebagai internalisasi biaya lingkungan dalam biaya produk. Dengan demikian, biaya penanganan limbah dan dampaknya sudah termasuk di dalamnya.



Gambar 7 : Kaitan 3R dengan Extended Producer Responsibility (EPR)



Mekanisme EPR untuk wadah dan pengemas adalah sebagai berikut: 1) Pemerintah kota bertanggung jawab untuk membiaya pengumpulan, pemilahan dan penyimpanan, sedang pengusaha



bertanggung jawab untuk biaya recycling dan pemerosesan



2) Pengusaha bertanggung jawab terhadap pengemas atau wadah yang



5.2.2 Guna-ulang (Reuse) dan Daurulang (Recycle) Sampah



mereka buat produknya



atau



mereka



jual



bersama



Salah satu upaya EPR yang biasa diterapkan terhadap produk yang dipasarkan adalah pencantuman eco-labeling, yang menandakan bahwa produk tersebut dibuat dengan memperhatikan aspek lingkungan. Daur-ulang limbah pada dasarnya telah dimulai sejak lama. Di Indonesiapun, khususnya di daerah pertanian, masyarakat sudah mengenal daur ulang limbah, khususnya limbah yang bersifat hayati, seperti sisa makanan, daun-daunan dsb. Dalam pengelolaan persampahan di Indonesia, upaya daurulang memang cukup menonjol, walaupun umumnya baru melibatkan sektor informal, seperti pedagang sampah (tukang loak), tukang servis alat-alat elektronika, petugas sampah, pemulung, bandar/lapak dsb. Dalam usaha mengelola sampah secara baik, ada beberapa pendekatan teknologi, di antaranya penanganan pendahuluan. Penanganan pendahuluan umumnya dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur-ulang yang lebih baik dan memudahkan penanganan yang akan dilakukan. Penanganan pendahuluan yang umum dilakukan saat ini adalah pengelompokan limbah sesuai jenisnya, pengurangan volume dan pengurangan ukuran. Usaha penanganan pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan memudahkan dan mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur-ulang. Dalam pengelolaan sampah, upaya daurulang akan berhasil baik bila dilakukan pemilahan dan pemisahan komponen sampah mulai dari sumber sampai ke proses akhirnya.Upaya pemilahan sangat dianjurkan dan harus diprioritaskan sehingga termasuk yang paling penting didahulukan. Persoalannya adalah bagaimana meningkatkan keterlibatan masyarakat. Pemilahan yang dianjurkan adalah pola pemilahan yang dilakukan mulai dari level sumber atau asal sampah itu muncul, karena sampah tersebut masih murni dalam pengertian masih memiliki sifat awal yaitu belum tercampur atau terkontaminasi dengan sampah lainnya. Terminologi daur-ulang sudah cukup lama digunakan, namun selama ini pengertiannya bukan hanya identik dengan recycle, tapi digunakan juga untuk menjelaskan aktivitas lain, seperti reuse dsb. Jadi terminologi ’daur-ulang’ di Indonesia digunakan untuk seluruh upaya pemanfaatan kembali. Sebelum terminologi 3R menjadi acuan umum dalam penanganan sampah dikenal beragam terminologi yang menggunakan ”R”, seperti recovery, reduce, reuse, recycle, refurbishment, repair, sampai kepada rethinking dan masih banyak lagi. Dari sebuah literatur, masing-masing kosa kata tersebut mempunya pengertian yang berbeda, yang intinya



adalah upaya pemanfaatan sampah, dengan penekanan pada: 1) Reduce: upaya mengurangi terbentuknya sampah, termasuk penghematan atau pemilihan bahan yang dapat mengurangi kuantitas sampah serta sifat bahaya dari sampah.



2) Recovery: upaya untuk memberikan nilai kembali sampah yang terbuang, sehingga bisa dimanfaatkan kembali dalam berbagai bentuk, melalui upaya pengumpulan dan pemisahan yang baik. 3) Reuse: upaya yang dilakukan bila sampah tersebut dimanfaatkan kembali tanpa mengalami proses atau tanpa transformasi baru, misalnya botol minuman kembali menjadi botol minuman 4) Recycle: misalnya botol minuman dilebur namun tetap dijadikan produk yang berbasis pada gelas. Bisa saja terjadi bahwa kualitas produk yang baru sudah mengalami penurunan dibanding produk asalnya. 5) Reclamation: bila limbah tersebut dikembalikan menjadi bahan baku baru, seolah-olah sumber daya alam yang baru. Limbah tersebut diproses terlebih dahulu, sehingga dapat menjadi input baru dari suatu kegiatan produksi, dan dihasilkan produk yang mungkin berbeda dibanding produk asalnya. Semua pihak sepakat bahwa program 3R dinilai sangat bermanfaat, tetapi sampai saat ini upayaupaya nyata belum terlihat. Perlu kemauan semua fihak, bukan hanya penghasil sampah, tetapi juga stakeholders lainnya, termasuk pemerintah untuk secara nyata menerapkan konsep ini. Manfaat dari upaya tersebut dalam jangka panjang antara lain adalah: 1) Berkurangnya secara drastis ketergantungan terhadap tempat pemrosesan akhir. 2) Lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sarana dan prasarana persampahan. 3) Terciptanya peluang usaha bagi masyarakat dari pengelolaan sampah (usaha daur ulang dan pengomposan). 4) Terciptanya jalinan kerjasama antara pemerintah kabupaten/kota dan antara pemerintah dan masyarakat/swasta dalam rangka menuju terlaksananya pelayanan sampah yang lebih berkualitas. 5) Adanya pemisahan dan pemilahan sampah baik di sumber timbulan maupun di tempat pembuangan akhir dan adanya pemusatan kegiatan pengelolaan akan lebih menjamin terkendalinya dampak lingkungan yang tidak dikehendaki. Secara sederhana, daur-ulang adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu yang berharga dari sampah, seperti kertas koran diproses agar tinta- nya disingkirkan (deink), atau repulping yang akan dihasilkan bahan kertas baru. Dikenal terminology lain, seperti reuse, direct recycling, indirect recycling: 1. Reuse: contoh botol minuman, dipakai ber-ulang dari produsen minuman ke konsumen setelah melalui proses pencucian dan pengisian minuman. Reuse adalah opsi yang paling diinginkan , karena enersi dan biaya yang



dibutuhkan paling sedikit 2. Direct recycling: contoh botol minuman, suatu ketika botol tersebut setelah tiba di produsen minuman dianggap kurang layak untuk diteruskan, lalu botol tersebut dikirim ke pabrik pembuat botol untuk dilebur untuk dijadikan bahan pembuat botol baru. Cost yang dibutuhkan akan lebih tinggi dibandingkan reuse. Bila bahan cullet (bahan kaca) ini ternyata lebih mahal dibandingkan biaya dari bahan baku murni,



3. misalnya karena adanya biaya pengangkutan, maka opsi ini jelas kurang menguntungkan untuk diteruskan. Bahan yang diproses dengan cara ini kemungkinan mengalami degradasi dari segi kualitas, misalnya kertas atau plastik. Serat kertas yang diproses berulang-ulang akan mengalami penurunan kualitas, ukurannya akan tambah lama tambah memendek. Jadi aspek biaya dan kualitas perlu menjadi perhatian utama pada saat memutuskan apakah perlu dilakukan direct recycling. 4. Indirect recycling: misalnya botol minuman di atas, ternyata dari sudut kualitas bahan kurang baik, sudah pecah dan bercampur dengan gelas warna lain yang, serta pengotor lain. Untuk memisahkan dibutuhkan upaya yang mengakibatkan biayanya menjadi mahal. Maka pemanfaatan lanjut adalah, bahan ini digunakan sebagai camnpuran bahan pelapis dasar pembuatan jalan. Plastik yang ternyata tidak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan wadah yang baik, akan mengalami penurunan derajat, misalnya digunakan untuk bahan baku barang yang tidak membutuhkan persyaratan estetika (warna, dsb) atau sifat-sifat lain. Atau dimanfaatkan sebaai sumber enersi (a) memproduksi gas bahan bakar dalam prirolisis atau (b) bahan bakar langsung dalam pabrik semen dalam eco-cement. Proses indirect recycling ini dinilai mempunyai level yang terendah, Biasanya, bila sebuah bahan telah mengalami proses indirect recycling, akan sulit dan mahal biayanya bila hendak didaur-ulang kembali , apalagi bila hendak dikembalikan pada pos isi sebagai raw-material aslinya. Penanganan akhir dari bahan yang demikian adalah biasanya landfilling atau insinerasi. Jadi sebetulnya landfilling atau insinerasi adalah digunakan sebagai upaya menangani sampah yang telah tidak mempunyai nilai lagi untuk didaur-ulang.



5.3 Rencana Penangana n Sampah



Teknik operasional penanganan sampah Kota Pontianak meliputi dasar-dasar perencanaan untuk kegiatan-kegiatan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pewadahan sampah Pengumpulan sampah Pemindahan sampah Pengangkutan sampah Pengolahan dan pendaur-ulangan sampah \ Pemerosesan akhir sampah.



Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan sejak dari pewadahan sampah sampai dengan pembuangan akhir sampah. Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri atas kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada Gambar ....



Peningkatan pelayanan dilakukan melalui peningkatan penyelenggaraan penyapuan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai pembuangan akhir (termasuk pemeliharaan sarana) sampah dari seluruh sumber sampah.



2. Mengupayakan pemilahan di sumbernya untuk sampah organik dan non organik. 3. Pengumpulan menggunakan gerobak bermotor dengan perkiraan rasio 1 gerobak untuk 70 rumah atau 200-300 jiwa. 4. Pengangkutan sampah dari TPST menggunakan truk tertutup ke TPA. Teknik operasional pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai pemrosesan akhir yang direncanakan di Kota Pontianak terlihat dalam Gambar 8.



1. Pewadahan tertutup untuk mengatasi problem cuaca dilakukan secara terpisah antara sampah organik dan non organik. Gambar 8 : Skema Rencana Penanganan Sampah Kota Pontianak



Faktor penentu dalam memilih teknik operasional yang akan diterapkan adalah kondisi topografi dan lingkungan daerah pelayanan, kondisi sosial, ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah dan jenis timbulan sampah.



Pola operasional dilaksanakan sebagai berikut : a. pewadahan terdiri dari : 1. pewadahan individual dan atau; 2. pewadahan komunal 3. jumlah wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk memilah jenis sampah mulai di sumber yaitu : 4. wadah sampah organik untuk mewadahi sampah sisa sayuran, sisa makanan, kulit buah-buahan, dan daun-daunan menggunakan wadah dengan warna gelap; 5. wadah sampah anorganik untuk mewadahi sampah jenis kertas, kardus, botol, kaca,



plastik, dan lain-lain menggunaka n wadah warna terang. b. pengumpulan terdiri dari : 1. pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah; 2. pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum ; 3. pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial;



4. pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat. c. pengolahan dan daur ulang sampah di sumber dan di Rumah Pengolahan Sampah (RPS) berupa : 1. pengomposan skala rumah tangga dan daur ulang sampah anorganik , sesuai dengan tipe rumah atau luas halaman yang ada 2. pengomposan skala lingkungan di RPS 3. daur ulang sampah anorganik di RPS d. pemindahan sampah dilakukan di RPS dan di lokasi wadah sampah komunal e. pengangkutan dari RPS atau wadah komunal ke TPA frekwensinya dilakukan sesuai dengan jumlah sampah yang ada.



5.3.1 Pengelolaa n Di Sumber Sampah



Pengelolaan sampah di sumber seperti rumah, restoran, toko, sekolah, perkantoran dan lainnya dilakukan sebagai berikut : A. Untuk Kawasan Permukiman : 1. Sediakan wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah sampah organik dan anorganik ; 2. Tempatkan wadah sampah anorganik di halaman bangunan 3. Pilah sampah sesuai jenis sampah. Sampah organik dan anorganik masukan langsung ke masing-masing wadahnya; 4. Pasang minimal 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap bangunan yang lahannya mencukupi; 5. masukan sampah organik dapur ke dalam alat pengomposan rumah tangga individual atau komunal ; 6. Tempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan bagi sistem pengomposan skala lingkungan. B. Untuk Kawasan Non Perumukiman 1. sediakan wadah sampah di masing-masing sumber sampah. 2. Setiap sekolah dan kantor pemerintah harus menyediakan fasilitas pembuat kompos diintegrasikan dengan sistem pemeliharaan taman sekolah/kantor masing-masing 3. masukan sampah dari wadah ke kontainer terdekat. 5.3.1.1 Rencana Pewadahan dan Pemilahan Sampah



Pewadahan Sampah. Tidak ada ketentuan tentang pewadahan sampah yang harus digunakan oleh masyarakat, baik bentuk, ukuran maupun bahan wadah sampah. Pengadaan dan pemeliharaan wadah sampah merupakan tanggung jawab masing-masing penghasil sampah baik kelompok masyarakat dalam pemukiman ataupun di pusat kegiatan yang lain. Pemerintah kota atau dinas kebersihan dan pertamanan hanya menyediakan dan memelihara wadah sampah yang ada di jalan dan tempattempat umum. Setiap rumah tangga memisahkan sampah mereka ke dalam dua tempat (tong) sampah. Masingmasing diisi oleh sampah organik dan anorganik yang dapat didaur ulang (seperti : gelas, plastik, besi, kertas dan sebagainya). Sedangkan sampah non 3R (termasuk sampah B3), dapat digabungkan dengan sampah anorganik yang akan dipilah kemudian di tingkat RPS atau TPA. Sampah plastik dikumpulkan kemudian dikirim ke industri yang mengolah sampah



plastik. Demikian halnya sampah kertas dikumpulkan kemudian dikirim ke industri pengolah kertas. Sedangkan sampah organik disatukan untuk kemudian dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk pertanian. Pengkomposan sampah organik dapat dilakukan di rumah tangga atau sumber sampah lainnya secara individual, bisa juga dilakukan secara komunal (RT/RW atau kompleks perumahan, perkantoran, pasar, pertokoan, dan lain-lain). Pemerintah kota melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang ditugasi untuk mengelola sampah, harus melakukan beberapa langkah edukasi dan sosialisasi terhadap semua masyarakat dan kelompok-kelompok penghasil sampah, baik rumah tangga, sekolah (sosial), pasar, pertokoan, industri, perkantoran, dan lain-lain, melalui :   



Penyuluhan langsung ke rumah-rumah secara berkala dan terus menerus Pembuatan leaflet dan membagikannya ke setiap sumber penghasil sampah Pelaksanaan proyek percontohan dimulai dari pengolahan sampah di kantor-kantor dinas, kantor desa, sekolah dan pasar



Materi yang disosialisasikan mencakup hal-hal berikut : 1. Pengertian tentang identifikasi jenis sampah organik, non organik dan sampah spesifik secara rinci, mudah dimengerti, dengan bahasa yang lugas bahkan dengan menggunakan bahasa dan nama-nama lokal jenis-jenis sampah. 2. Penjelasan mengenai pengadaan dan pembuatan wadah sampah yang benar, murah dan tahan lama 3. Penjelasan mengenai cara pemilahan dan pewadahan sampah yang benar 4. Penjelasan mengenai cara pengolahan sampah organik menjadi kompos, secara detail, gamblang, mudah dimengerti orang awam, disertai dengan cara penggunaan dan pemasaran kompos yang dihasilkan. 5. Sanksi-sanksi yang diberlakukan bila terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam pengelolaan sampah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Wadah sampah dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu wadah sampah individual dan wadah sampah komunal. Wadah sampah individual diletakkan di masing-masing rumah tangga, kantor, ruko, fasilitas sosial, industri dan lain-lain yang disediakan dan dikelola oleh masing-masing individu. Sedangkan wadah sampah komunal disediakan dan dikelola oleh pemerintah kabupaten melalui lembaga pengelola sampah yang ditunjuk, diletakkan di tempat-tempat umum seperti pada jalur pejalan kaki, taman, tempat parkir, halte, terminal dan lain-lain.



Wadah sampah skala rumah tangga/individual, bentuk, desain dan bahannya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing rumah tangga, namun dengan ketentuan/kriteria dasar sebagai berikut :



1. Wadah sampah harus higienis dan tertutup sehingga terhindar dari masuknya air hujan sekaligus mencegah keluarnya bau yang dapat mengundang lalat 2. Wadah sampah harus dirancang sedemikian rupa sehingga proses pemindahan sampah ke gerobak pengumpul dapat berjalan dengan aman dan mudah, tidak memerlukan waktu yang lama 3. Ukuran wadah sampah dirancang sehingga dapat menampung volume sampah yang dihasilkan dalam waktu 3 hari Gambar 9 : Beberapa contoh penempatan dan pemisahan tong sampah, lebih memudahkan petugas pengumpul sampah



Sedangkan untuk wadah sampah yang dikelola pemerintah yang diletakkan di tempat-tempat umum seperti pada jalur pejalan kaki, taman, halte, terminal dan lain-lain dirancang sedemikian rupa sehingga serasi dengan elemen-elemen lingkungan di sekitarnya, mudah dikenali oleh masyarakat, aman dari pemindahan/pencurian, kuat terhadap cuaca, bahkan dapat dirancang untuk menambah segi estetika lingkungan.



Foto : Sebuah contoh penempatan tempat sampah di taman kota/jalur pejalan kaki, 3 buah tempat sampah plastik di tempatkan pada satu tempat dari logam dengan desain menarik. Tempat



sampah tetap mudah dipindahkan saat pengosongan, tertutup dan dibedakan dengan warna



Foto : Pewadahan sampah untuk pejalan kaki, penempatannya memudahkan pejalan kaki membuang sampah. Desain tempat sampah yang unik dan manarik sangat dibutuhkan, sehingga fasilitas ini tidak menjadi momok bagi pejalan kaki maupun pengguna jalan



Wadah sampah individual dan komunal direncanakan terdiri dari 2 wadah yang menjadi satu untuk memudahkan pemilahan sampah. Satu wadah untuk menampung sampah organik (sampah basah) dan satu wadah untuk menampung sampah anorganik 3R (plastik, kertas, kaca, dll). Sebagian rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan yang cukup besar yitu rumah dengan luas persil di atas 300 m 2 dengan Koefisien Dasar Bangunan kurang dari 60% diharuskan untuk mengolah sampah organiknya menjadi kompos secara individual. Demikian pula seluruh kantor pemerintah dan fasilitas sosial seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit dan industri diwajibkan untuk membangun sistem composting sederhana. Di luar kelompok itu, sampah organik dan anorganik 3R selanjutnya akan dikumpulkan dan diangkut ke Rumah Kompos oleh petugas menggunakan gerobak sampah bersekat. 5.3.1.2 Pengolahan Sampah Individual



Pengolahan sampah di tingkat sumber sampah ini, hanya difokuskan pada pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos (composting). Ada dua alternatif pembuatan kompos pada tingkat ini yaitu : 1. Alternatif I. Pembuatan kompos Individual Dalam pengelolaan sampah secara individul/ tersebar diperlukan satu alat yaitu komposter yang dapat membantu dalam proses perubahan sampah organik menjadi kompos yang sangat diperlukan oleh lahan pertanian, perkebunan, perikanan dan ex galian pertambangan. Dengan



metoda ini, pengomposan dapat langsung dilakukan di masing-masing



rumah tangga penghasil sampah organik dengan teknik yang sangat praktis. Dengan adanya metode komposter ini, pengelolaan sampah kota menjadi lebih sederhana sehingga dapat mengurangi volume sampah di TPS dan dapat meminimalisir bau tidak sedap yang dikeluarkan oleh sampah organik yang membusuk karena tidak langsung diolah. Sedangkan untuk sampah an-organik, seperti sampah plastik, kertas dan logam dapat didaur ulang menjadi bahan baku industri. Sampah plastik, kertas dan logam dapat diolah di tempat daur ulang atau disalurkan melalui pengumpul yang selanjutnya akan di distribusikan ke industri daur ulang yang membutuhkan bahan baku tersebut. Proses Pembuatan Kompos dengan menggunakan Komposter Sederhana a. Penyediaan dan pembuatan Komposter Pada drum/tong plastik dengan tinggi ± 75 cm dan diameter 50 cm dibuat beberapa lubang ventilasi dengan diameter lubang 3 -10 cm. Metoda ini effektif apabila menggunakan bioaktivator Orgadec yang mengandung mikroba aerob alternatif. Bioaktivator yang digunakan merupakan hasil produksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. b. Pemasangan Komposter Komposter dapat diletakan dihalaman/ diatas permukaan tanah begitu saja yang penting ventilasinya berfungsi dengan baik. Dalam proses tersebut akan mengeluarkan bau tapi sangat minim. c. Proses Pengomposan Sampah organik yang telah dicacah dimasukan ke dalam komposter. Apabila sampah organik tersebut telah terkumpul sebanyak satu kilogram ditaburi dengan bioaktivator sebanyak 5 gram. Kompos yang telah jadi dapat digunakan sebagai bioaktivator juga. Selanjutnya komposter ditutup dan hal tersebut dapat berlangsung kontinyu setiap hari sampai drum tersebut penuh. Perlu diperhatikan kondisi sampah tidak boleh terlalu basah atau terlalu kering, karena proses pengomposan tidak akan jalan. Kelembaban yang diperlukan sekitar 40 % saja. Perlu diperhatikan kondisi sampah tidak boleh terlalu basah dan harus dicacah terlebih dahulu.. Sampah basah harus di angin-angin dulu agar setengah kering, Proses pengomposan akan berlangsung selama 12 hari. Sampah yang sudah berumur 12 hari



sudah dapat digunakan untuk media tanam atau pemupukan tanaman hias di sekitar rumah.



Foto : Beberapa contoh desain komposter sederhana untuk rumah tangga



2. Alternatif II : Komposting Komunal Pada metoda ini direncanakan pengelolaan sampah di beberapa lokasi yang dapat menampung sampah dari beberapa rumah tangga penghasil sampah. Lokasi yang diperlukan relatif kecil hanya berukuran 1,5 m x 3,5 m x 2 m, dengan luas tersebut dapat menampung sampah organik sebanyak 1.575 kg/hari dan waktu yang diperlukan untuk proses pengomposan yaitu 12 hari.



5.3.2 Pengumpul an Dan Penyapuan Sampah



Rencana Pengumpulan, meliputi pola pengumpulan (pengumpulan individual langsung / tidak langsung dan komunal) untuk setiap daerah pelayanan sesuai dengan kriteria perencanaan. Disain gerobak / becak pengumpul sampah sedemikian rupa agar mudah mengoperasikannya serta sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Pokok-pokok rencana pengumpulan sampah adalah sebagai berikut : 1. Untuk daerah permukiman yang teratur di mana semua persil menghadap jalan, sampah-sampah rumah tangga dapat dikumpulkan secara door to door oleh petugas dengan gerobak. Sampah kemudian diangkut ke Rumah Pengolahan Sampah yang terdapat pada setiap desa/kelurahan dan pusat-pusat perdagangan kota dan BWK. 2. Untuk daerah permukiman yang tidak teratur dimana persil-persil rumah tidak selalu menghadap jalan dan penggunaan grobak tidak memungkinkan, pengumpulan sampah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga ke bak-bak penampungan komunal di mulut-mulut gang atau di tengah-tengah kumpulan beberapa rumah yang letaknya dekat dengan jalan lingkungan yang dapat dilalui gerobak pengangkut. Dari wadah sampah komunal ini gerobak sampah membawa sampah ke rumah kompos. 3. Untuk daerah perdagangan dan komersial dengan kepadatan bangunan sangat tinggi, pengumpulan sampah dari bangunan-bangunan dilakukan dengan sistem pewadahan sampah berupa kantong plastik yang kemudian dikumpulkan oleh petugas dengan gerobak dan diangkut menuju rumah kompos. 4. Sampah jalan, taman dan saluran dikelola oleh petugas kebersihan kota dinaikkan ke gerobak untuk dibawa ke Rumah Kompos atau langsung ke truk pengangkut untuk selanjutnya dikirim ke



tempat pembuangan akhir. Beberapa alternatif teknik pengumpulan sampah rumah tangga yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :



5.3.2.1 Pengumpula n Terpisah



Dalam sistem pengumpulan terpisah, satu alat angkut sampah (gerobak sampah) digunakan untuk mengumpulkan hanya satu jenis sampah (organik atau anorganik) saja, segingga diperlukan dua gerobak untuk mengangkut sampah organik maupun anorganik. Alternatif lain, satu gerobak sampah yang sama di gunakan untuk mengangkut sampah organik pada hari tertentu, dan mengangkut sampah anorganik pada hari yang lain. Sistem pengumpulan terpisah ini lebih menguntungkan diterapkan pada wilayah kota yang memiliki kepadatan penduduk dan bangunan tinggi, seperti di pusat kota, pusat perdagangan dan daerah pasar. Sedangkan penerapan sistem ini pada wilayah kota yang masih kental ciri pedesaannya dimana kepadatan penduduk dan bangunan masih sangat rendah, akan memerlukan biaya yang sangat tinggi.



5.3.2.2 Sistem Pengumpula n Simultan



Dalam sistem ini pengumpulan sampah dilakukan secara simultan untuk semua jenis sampah baik organik, anorganik maupun sampah spesifik. Kecenderungan saat ini menunjukkan sistem ini telah mulai dilakukan dalam sistem pengumpulan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga, dimana semua jenis sampah diangkut dalam gerobak sampah yang bersekat. Sistem ini merupakan alternatif terbaik untuk menekan biaya angkut dan meningkatkan efisiensi serta mampu meningkatkan angka pengurangan sampah.Keberhasilan sistem ini terletak pada penerapan desain gerobak sampah yang mampu mengangkut sampah organik dan anorganik secara bersama-sama dalam tempat yang terpisah dan tidak ada saling kontaminasi antar kedua jenis sampah tersebut.



5.3.2.3 Sistem Pengumpula n Di Rumah Kompos



Sistem ketiga adalah pengumpulan sampah langsung ke Rumah Kompos dimana masing-masing sumber sampah melakukan pengumpulan sendiri ke fasilitas ini. Sistem ini sangat tepat diterapkan di wilayah kota dengan kepadatan penduduk sangat rendah. Agar sistem pengumpulan sampah ini berjalan efektif, harus didukung oleh petugas penjaga RPS yang cukup sehingga pengumpulan sampah berjalan dengan baik tepat pada tempatnya, tidak malah berceceran ke sekitar RPS.



5.3.3 Rencana Pengemban gan Rumah Kompos



Untuk mendukung usaha pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA, maka dalam rencana induk pengelolaan sampah ini direncanakan dibangun Rumah Kompos yang fungsinya bukan saja sebagai pengumpul sampah sementaratetapi juga tempat untuk memilah dan mengolah sampah menjadi kompos padat dan cair. Jadi secara umum dalam Rumah Kompos ini akan dilakukan :



5.3.3.1 Mekanisme Pengolahan



1) Pemilihan dan pemilahan sampah yang berasal dari gerobak-gerobak pengumpul sampah dari berbagai sumber sampah. Dalam Rumah Kompos hanya dilakukan pemilahan terhadap sampah Anorganik menjadi beberapa kelompok yaitu :



a) sampah anorganik yang dapat didaur ulang, misalnya membuat barang kerajinan dari sampah, membuat kertas daur ulang, membuat pellet plastik dari sampah kantong plastik keresek, dan atau



b) sampah lapak yang dapat dijual seperti kertas, kardus, plastik, gelas/kaca, logam dan lainnya dikemas sesuai jenisnya c) sampah B3 rumah tangga d) residu sampah 2) Pengolahan sampah yang meliputi : a) Pengolahan sampah organik menjadi kompos (composting) b) Pengolahan Sampah Anorganik meliputi : c) pengolahan plastik, d) pengolahan kertas, e) dan pengumpulan kaleng, besi dan logam lainnya untuk dijual ke industri yang membutuhkan bahan baku ini f) Pengolahan Sampah Non 3R dan B3 rumah tangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3) Pengumpulan Residu Sampah ke dalam kontainer siap diangkut ke TPA 1. Pengolahan Plastik Sampah plastik merupakan penyebab tersumbatnya gorong-gorong/selokan bahkan sungai di perkotaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya banjir yang dapat mengancam warga sekitar. Salah satu cara untuk meminimalisir bencana tersebut adalah dengan mengolah sampah plastik yang dihasilkan, keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah membuka lapangan kerja baru. Beberapa proses pengolahan sampah plastik ini adalah sebagai berikut : a) Proses Daur Ulang Sampah Plastik menjadi Pecahan Plastik (Plastik Cacahan) i)



Sortir (pemisahan) Pemisahan (penyortiran) ini dilakukan untuk memisahkan sampah jenis plastik (PP, PE, HD) dan warnanya. Proses ini bisa dilakukan secara manual supaya para pemulung masih dapat dilibatkan dalam pekerjaan ini.



ii) Pencucian Setelah dahulu.



disortir,



plastik



dicuci



terlebih



iii) Pencacahan Tujuannya adalah untuk memperkecil ukuran plastik sehingga proses selanjutnya lebih mudah. Jenis yang dapat dicacah adalah plastik yang berukuran tebal, kantong pasik misalnya tidak dapat diolah dengan cara ini. Dan jenis plastik hasil cacahan ini dapat langsung dijual.



b) Proses Daur Ulang Sampah Plastik menjadi Pellet i)



Sortir (pemisaha n)



Pemisahan (penyortiran) ini dilakukan untuk memisahkan sampah jenis plastik (PP, PE, HD) dan warnanya. Proses ini bisa dilakukan secara manual supaya para pemulung masih dapat dilibatkan dalam pekerjaan ini. ii) Pencucian Setelah dahulu.



disortir,



plastik



dicuci



terlebih



iii) Pencacahan Tujuannya adalah untuk memperkecil ukuran plastik sehingga proses selanjutnya lebih mudah. iv) Pellet Plastik yang telah dicacah di masukan ke dalam mesin pemanas selanjutnya dimasukan ke mesin pembuat pellet sehingga akan diperoleh pellet plastik yang siap menjadi bahan baku plastik baru. c) Proses Daur Ulang Sampah Plastik menjadi Barang Jadi i)



Sortir (pemisahan) Pemisahan (penyortiran) ini dilakukan untuk memisahkan sampah jenis plastik (PP, PE, HD) dan warnanya. Proses ini bisa dilakukan secara manual supaya para pemulung masih dapat dilibatkan dalam pekerjaan ini.



ii) Pencucian Setelah dahulu.



disortir,



plastik



dicuci



terlebih



iii) Pencacahan Tujuannya adalah untuk memperkecil ukuran plastik sehingga proses selanjutnya lebih mudah (contoh mesin pencacah terlihat di samping). iv) Pellet Plastik yang telah dicacah di masukan ke dalam mesin pemanas selanjutnya dimasukan ke mesin pembuat pellet sehingga akan diperoleh pellet plastik yang siap menjadi bahan baku plastik baru. v) Barang Jadi Pellet yang telah jadi dimasukkan kedalam mesin pemanas, kemudian dibentuk menjadi barang jadi misalnya karung,



kantong plastik, ember, mainan anak dan beragam bentuk barang jadi. 2. Pengolahan Kertas



maupun kali. Padahal sampah tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan yang lebih bermanfaat seperti barang seni, pelengkap cendera mata maupun dapat didaur ulang menjadi karton. Sampah kertas apabila didaur ulang memberikan manfaat diantaranya mengurangi volume sampah dan juga dapat menjadi sumber pendapatan baru. a) Proses Daur Ulang Kertas adalah sebagau berikut : i)



Selain sampah plastik, sampah kertas juga merupakan penyebab kotornya kota dan tersumbatnya gorong-gorong



Sortasi Pemisahan (penyortiran) dilakukan untuk memisahkan sampah jenis kertas (koran, kardus/karton, dll). Proses ini bisa dilakukan secara manual agar para pemulung masih dapat dilibatkan dalam pekerjaan ini.



ii) Pembuatan Bubur Kertas Setelah kertas disortasi berdasarkan jenisnya, kertas tersebut direndam di dalam air sampai menjadi bubur kertas. iii) Pemutihan/Bleaching dan Pewarnaan Bubur kertas yang telah jadi kembali diproses untuk menyeragamkan warna dan apabila diperlukan pada proses ini juga dapat dilakukan pewarnaan. iv) Pencetakan Kertas Proses selanjutnya adalah pencetakan kertas sesuai dengan kebutuhan (ukuran, bentuk dan juga motif). v) Pengeringan Pengeringan dapat dilakukan langsung dibawah sinar matahari ataupun menggunakan pengering buatan. 3. Pengumpulan Lainnya



Besi/



Kaleng



dan



Logam



Khusus untuk sampah yang terbuat dari bahan besi, almunium, kaleng maupun bahan logam lainnya dapat dikumpulkan di satu tempat kemudian didistribusikan lagi ke penampung/pengumpul yang dapat mengolahnya menjadi barang lain yang lebih bermanfaat ataupun dapat langsung didistribusikan ke industri yang membutuhkan bahan logam tersebut. 4. Pengelolaan selain Sampah Organik, Plastik, Kertas dan Logam Pada kenyataannya ada beberapa jenis sampah yang tidak dapat didaur ulang, seperti sampah



yang berasal dari karet, pempers, pembalut wanita, kain, kayu-kayu yang sulit melapuk dll. Sampah tersebut tetap dapat di musnahkan dengan cara dibakar di dalam incenerator. Hasil pembakarannya dapat berupa arang dan abu. Untuk arang dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan campuran kompos.



5. Penanganan Sampah bongkaran bangunan)



Spesifik



(bekas



Untuk meningkatkan umur pelayanan TPA, pemerintah merasa perlu untuk melarang dan membatasi pembuangan sampah-sampah non 3R terutama sampah bekas bongkaran bangunan ke TPA. Volume bahan buangan jenis ini umumnya sangat besar sehingga akan cukup besar membebani kapasitas pelayanan TPA. Untuk itulah maka diperlukan sebuah alternatif penanganan sampah jenis ini. Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan berbagai metode penanganan dengan menggunakan kembali dan atau mendaur ulang barang-barang bekas bongkaran ini, dimana barang-barang bongkaran ini bisa meliputi kayu, serpihan beton, besi/metal, bata, karpet, plastik, pipa pvc, batu, pasir, debu, karton dan bekas tanaman. 6. Penanganan Sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2008, penanganan sampah B3 ini di atur melalui peraturan pemerintah.



5.3.3.2 Rencana Pengemban gan Daerah Pelayanan RPS



Rencana pengembangan daerah pelayanan ini didasarkan pada konsep pengembangan Rumah Kompos sebagai fasilitas persampahan yang terpenting dalam sistem pengelolaan sampah 3R. Beberapa faktor utama yang menjadi dasar pertimbangan penentuan kuantitas dan lokasi Rumah Kompos yang direncanakan adalah : 1) jangkauan pelayanan setiap rumah pengolahan sampah yang optimal yaitu radius antara 2-3 km. 2) Pola tata ruang eksisting dan rencana pola ruang sesuai RTRW Kota Pontianak 3) Kepadatan penduduk eksisting dan rencana kepadatan bangunan yang ditetapkan dalam RTRW Kota Kota Pontianak 4) Lokasi pembuangan sampah eksisting sebagai kompromi terhadap prilaku masyarakat setempat dalam membuang sampah 5) Ketersediaan lahan kosong yang memadai untuk pembangunan Rumah Kompos Pola pengembangan mengikuti pola rumah tumbuh dengan perkiraan timbulan sampah yang akan dikelola untuk jangka waktu perencanaan tertentu (berdasarkan hasil proyeksi). Secara garis besar, rencana pengembangan daerah pelayanan pengelolaan persampahan Kota Pontianak adalah sebagai berikut (lihat Gambar ...): 1) Kota Pontianak dibagi menjadi 22 zona pengolahan sampah dimana masing-masing zona dilayani oleh satu unit rumah kompos 2) Zona-zona pengolahan sampah yang dalam RTRW Kota Pontianak di dalamnya direncanakan pusat



kota dan sub pusat kota, akan dilayani oleh rumah pengolahan sampah type III, dengan luas lahan minimal 1.000 m2. 3) Zona-zona pengolahan sampah yang di dalamnya terdapat sub pusat kota sesuai rencana struktur tata ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kota Sungai Raya, dilayani oleh rumah



4) pengolahan sampah type II, dengan luas lahan minimal 500 m2. 5) Zona-zona pengolahan sampah yang didalamnya terdapat rencana pusat lingkungan sesuai RTRWK Pontianak, dilayani oleh rumah pengolahan sampah type I dengan luas lahan minimal 100 m2. 6) Penempatan rumah pengolahan sampah untuk masing-masing zonal pengolahan sampah sedapat mungkin di tengah-tengah zona sehingga memiliki akses yang sama ke seluruh bagian zona, dengan demikian pelayanan bisa lebih merata. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi wilayah Kota Pontianak, penyebaran penduduk serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak ke depan, maka rencana pengembangan daerah layanan persampahan Kota Pontianak diperlihatkan dalam Gambar .... Rencana pengelolaan sampah untuk masing-masing zona pelayanan sampah perlu disusun sampai ke tingkat Detail Engineering Design (DED). Menurut standar Pengelolaan Sampah di Permukiman sebagai Revisi SNI 03-3242-1994 yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Departemen Pekerjaan umum, klasifikasi Rumah Kompos(RK) yang akan dikembangkan di Kota Pontianak ini adalah sebagai berikut : 1) RK tipe I : Tempat pemilahan dan pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan : a) Ruang pemilahan b) gudang c) tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container d) Luas lahan ± 100 - 200 m2 2) RK tipe II : Tempat pembuatan kompos dan pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan : a) Ruang pemilahan ( 10 m2) b) Pengomposan sampah organik ( 200 m2) c) Gudang ( 50 m2) d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2) e) luas lahan ± 300-500 m2 3) RK tipe III : Tempat pembuatan kompos dan pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan : a) Ruang pemilahan ( 30 m2) b) Pengomposan sampah organik ( 800 m2) c) Gudang ( 100 m2) d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2) e) luas lahan minimal 1.000 m2



Gambar 10 : Prototipe Rumah Kompos Type 1



Gambar 11 : Prototipe Rumah Kompos Type 2



Gambar 12 : Prototipe Rumah Kompos Type 3



5.3.3.3 Rencana Pengangkut an Sampah



Rencana pengangkutan sampah meliputi pola pengangkutan sampah, jumlah dan jenis alat angkut. Selain itu juga dilengkapi peta rute pengangkutan sampah dari hasil time motion study (gambar dan spesifikasi truck dilampirkan). Pengangkutan sampah residu dari RPS-RPS ke TPA dilakukan bila container telah penuh dan sesuai dengan jadwal pengangkutan yang telah dikonfirmasikan dengan pengelola sampah kota.



5.3.3.4 Rencana Pengolahan Akhir



Dalam konteks perbaikan pengelolaan ini, maka terminologi yang digunakan adalah Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA), karena sampah yang sampai ke TPA benar-benar akan diolah/diproses. Pengolahan di TPA untuk Kota Pontianak ini diperlukan untuk mengolah sampah dari RK Tipe I dan residu Sampah RK Tipe II dan III. Di TPA , berlaku konsep recycle (daur ulang), tidak hanya sekedar menimbun semua sampah yang masuk ke TPA, tetapi juga melakukan kegiatan pemilihan dan pemilahan serta komposting untuk sampah organik dan pengepakan untuk sampah anorganik yang bisa didaur ulang. Sampah masuk ke TPA berdasarkan jenisnya, misalnya sampah organik diarahkan menuju fasilitas pengomposan. Pemerintah kota melalui instansi teknisnya melakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos yang dapat dipasarkan ke instansi lain seperti perkebunan, pertanian, maupun rumah tangga/komersil. Selanjutnya sampah anorganik yang bisa didaur ulang misalnya



plastik, kertas, botol plastik dsb diarahkan ke fasilitas pengepakan. Instansi teknis sampah dapat mengarahkan para pemulung ke fasilitas daur ulang ini, atau bekerja sama dalam proses pengepakan. Sehingga mereka tidak mengacak-acak seluruh lokasi TPA, yang bisa mengakibatkan terjangkitnya berbagai macam penyakit menular. Sisa sampah anorganik yang tidak bisa didaur ulang, misalnya kaca, keramik, porcelain dan sebagainya, selanjutnya dapat ditimbun di TPA. Sedangkan sampah yang dikategorikan B3, pemerintah harus bisa mencari dan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga yang dapat memanfaatkan atau mengolah sampah tersebut. Jika usaha pengolahan ini berjalan dengan baik, maka kuantitas sampah akan berkurang hingga kurang lebih 80%, sehingga hanya 20% dari total timbulan sampah kota saja yang akan ditimbun. Keuntungan lain yang didapatkan adalah kebutuhan lahan TPA semakin kecil, pengaplikasian geomembran liner untuk lapisan dasar TPA yang mahal bisa diganti dengan clay karena sampah organik tidak ada



yang ditimbun, sehingga menguntungkan.



secara



ekonomi



lebih



Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus ditingkatkan guna memudahkan kendaraan pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya, kebutuhan lahan yang relatif cukup luas disesuaikan dengan konsep pengelolaan TPA sampah misalnya Buffer zone untuk menghindari dampak dari bau, kebisingan, lalat dan vektor penyakit dengan ditanami pohon pelindung dengan ketebalan berkisar antara 20 m sampai dengan 50 m dari batas luar daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon yang cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m, dan tidak mudah patah akibat pengaruh angin misalnya sengon, mahoni, tanjung dan lain-lain dengan jarak antar pohon 2 m. Selain itu ditetapkan pula Free Zone yang merupakan zona bebas dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus merupakan Ruang Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan, dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone, sehingga TPA sampah dapat difungsikan secara terpadu dengan pengelolaannya, sistem pengolahan limbah organik dan non organik dilakukan secara terpisah agar setiap dampak/implikasi limbah dapat disortir sesuai dengan sifat dan jenisnya sehingga dapat diketahui limbah yang mengandung B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) disertai penanganannya, pengolahan limbah juga harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air buangan dari limbah organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur ulang sehingga perlu penanganan pemusnahan, pemisahan limbah padatpun harus sesuai dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan sampah yang berasal dari limbah organik dengan cara diproses menjadi pupuk atau kompos, merupakan pendekatan yang perlu pula menjadi alternatif pilihan pengelolaan limbah, karena dapat memberikan nilai tambah baik secara ekologis, psikologis dan ekonomis. Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA



sampah yang didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 % dari luas wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai-nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat. Dapat dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kotakota besar bahkan



Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan.



5.3.3.5 Rencana Lokasi TPA



Dengan mengacu pada PP 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang di dalamnya mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19-22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill untuk kota besar dan metropolitan dan controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain itu perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan lindi (leachate) secara berkala.



Rencana Pengolahan Akhir Sampah meliputi rencana lokasi sesuai dengan ketentuan teknis (SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA) dengan luas yang dapat menampung sampah untuk masa 20 tahun dan fasilitas Controlled Land Fill (CLF) dan rencana pemanfaatan lahan pasca TPA. Disain fasilitas CLF tersebut meliputi jalan masuk, drainase, pagar (tanaman hidup berdaun rimbun, contoh angsana), pos jaga (kantor), zone pembuangan yang terdiri dari lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pipa ventilasi gas, kolam penampung dan pengolahan lindi. Selain itu juga dilengkapi dengan fasilitas lain seperti air bersih, tanah penutup, alat berat (buldozer, landfill compactor, loader dan exavator) dan bengkel untuk perbaikan ringan. Disain masing2 fasilitas dilengkapi gambar (skala 1 : 500) dan spesifikasi teknis. Selain itu Disain TPA juga dilengkapi dengan SOP (standard operation procedure) untuk pembuangan sistem sel. Pasca TPA disesuaikan dengan rencana peruntukan lahan dan rekomendasi teknis.



Dengan jumlah pendududk yang diproyeksikan sebesar 850.853 orang pada Tahun 2034, maka Kota Pontianak masuk dalam kategori Kota Sedang, sehingga sistem pengolahan sampah di TPA dapat menggunakan sistem controlled land fill. Namun bila dikaitkan dengan Kota Pontianak sebagai satu kesatuan dalam Pontianak Metropolitan Area yang mencakup areal gabungan antara Kota Pontianak, Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap, Sungai Ambawang dan Kecamatan Siantan, maka sebagai alternatif adalah bergabung dengan wilayah Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Pontianak yang merencanakan membangun TPA regional di wilayah Kabupaten Kubu Raya (Sungai Ambawang/Rassau Jaya).