MFK 6 Panduan Kebakaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I KETENTUAN UMUM



A. PENGERTIAN 1. Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan mengenai klasifikasi bangunan gedung sesuai dengan Keputusan Menteri PU no. 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Lingkungan. 2. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensional dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hinga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkannya. 3. Exit atau jalan keluar adalah : a. Salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan keluar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 1) Bagian dalam dan luar tangga, 2) Ramp 3) Lorong yang dilindungi terhadap kebakaran 4) Bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka b. Jalan keluar horizontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke exit horizontal. 4. Jalan akses adalah jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan ke atau didalam bangunan yang cocok digunakan untuk/oleh orang cacat sesuai dengan standar aksesibilitas. 5. Jalan penyelamatan/evakuasi adalah jalur perjalanan yang menerus (termasuk jalan keluar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan termasuk di dalam unit hunian tunggal ketempat yang aman. 6. Tempat aman adalah : a. Suatu tempat yang aman di dalam bangunan, yakni: 1) Yang tidak ada ancaman api, dan 2) Dari sana penghuni bisa secara aman berhambur setelah menyelamatkan dari keadaan darurat menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau b. Suatu jalan atau ruang terbuka. 7. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. 8. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. 9. Waktu penyelamatan/Evakuasi adalah waktu bagi pengguna/penghuni bangunan untuk melakukan penyelamatan ke tempat aman yang dihitung dari saat dimulainya keadaan darurat hingga sampai ke tempat yang aman. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Ketentuan teknis pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan oleh penyedia jasa dan pemilik/pengelola bangunan gedung, serta pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung, melalui 1



mekanisme perijinan, pemeriksaan, dan penertiban oleh pemerintah untuk mewujudkan bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran. 2. Tujuan Ketentuan ini bertujuan untuk mengatur dan menetapkan upaya teknis teknologis agar dapat terselenggaranya pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung secara tertib, aman dan selamat. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari ketentuan ini meliputi 1. Ketentuan umum 2. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran 3. Sarana penyelamatan 4. Sistem proteksi pasif 5. Sistem proteksi aktif 6. Pengawasan dan pengendalian



BAB II PERENCANAAN TAPAK UNTUK PROTEKSI KEBAKARAN



A. LINGKUNGAN BANGUNAN Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran. Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan jalur akses dan ditentukan jarak antar bangunan. B. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE LINGKUNGAN 1. Lapis perkerasan dan jalur akses masuk 2. APAR C. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE BANGUNAN GEDUNG 2



1. Akses petugas pemadam kebakaran ke dalam bangunan Akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan. Akses petugas pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan “AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm. 2. Akses petugas pemadam kebakaran di dalam bangunan Diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari penundaan dan untuk memperlancar operasi pamadaman.



BAB III SARANA PENYELAMATAN A. TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam bab ini adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi. 2. Fungsi Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. 3. Persyaratan Kinerja Sarana atau jalan ke luar dari bangunan harus disediakan agar penghuni bangunan dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri. Jalan keluar harus ditempatkan terpisah. Agar penghuni atau pemakai bangunan dapat menggunakan jalan ke luar tersebut secara aman, maka jalur ke jalan luar harus memiliki dimensi yang di tentukan berdasarkan : a. Jumlah, mobilitas dan karakter-karakter lainnya dari penghuni atau pemakai bangunan b. Fungsi atau pemakaian bangunan B. PERSYARATAN JALAN KELUAR Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 eksit dari setiap lantainya. Eksit yang disyaratkan sebagai alternatif jalan ke luar harus : 1. Tersebar merata di sekeliling lantai yang dilayani sehingga akses ke minimal dua eksit tidak terhalang dari semua tempat termasuk area lif di lobby, dan 2. Jarak tidak kurang dari 9 m antar eksit, dan



3



3. Terletak sedemikian rupa sehingga alternatif jalur lintasan tidak bertemu, sehingga jarak antar eksit kurang dari 6 m. C. KONSTRUKSI EKSIT 1. Pintu Suatu pintu dalam bangunan yang berfungsi sebagai eksit atau membentuk bagian dari eksit atau setiap pintu untuk area perawatan pasien harus : a. Bukan pintu berputar b. Bukan pintu gulung c. Tidak boleh dipasang pintu sorong 2. Pengoperasian gerendel pintu Pintu pada eksit yang disyaratkan membentuk bagian dari eksit atau jalur yang menuju ke eksit harus siap dapat dibuka tanpa kunci dari sisi dalam yang menghadap ke jalur penyelamatan dengan satu tangan, dengan mendorong melalui alat yang dipasang pada ketinggian antara 0,9 – 1,2 m dari lantai. 3. Rambu pada pintu Untuk memberi tanda pada orang bahwa operasi pintu-pintu tertentu harus tidak di halangi, harus dipasang di tempat yang mudah dilihat atau dekat dengan pintu kebakaran yang memberikan akses langsung ke eksit yang dilindungi terhadap kebakaran. Rambu tersebut harus dibuat dengan huruf besar minimal tinggi huruf 20 mm, warna kontras dengan warna latar belakang.



BAB IV 4



SISTEM PROTEKSI PASIF TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan Tujuan dari persyaratan yang tercantum dalam Bab ini adalah untuk: a. Melindungi manusia yang sakit ataupun cedera akibat terjadinya kebakaran dalam bangunan maupun saat penyelamatan b. Menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan yang dilakukan petugas pemadam kebakaran c. Menghindari penyebaran kebakaran antar bangunan d. Melindungi benda atau barang lainnya terhadap kerusakan fisik akibat keruntuhan struktur bangunan saat terjadi kebakaran. 2. Fungsi a. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur selama kebakaran untuk: 1) Memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri secara aman 2) Memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk beroperasi 3) Menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat kebakaran b. Suatu bangunan harus dilindungi terhadap penyebaran kebakaran 1) Sehingga penghuni bangunan mempunyai cukup waktu untuk melakukan evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap kebakaran 2) Untuk memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran beroperasi 3. Persyaratan Kinerja Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai dengan: a. Fungsi bangunan b. Beban api c. Intensitas kebakaran d. Potensial bahaya e. Ketinggian bangunan f. Kedekatan dengan bangunan lain g. Sistem protektif aktif yang terpasang dalam bangunan h. Ukuran kompartemen kebakaran i. Tindakan petugas pemadam kebakaran j. Elemen bangunan lainnya yang mendukung k. Evakuasi penghuni Ruang perawatan pasien harus dilindungi terhadap penjalaran asap dan panas serta gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk dapat memberikan waktu cukup agar evakuasi penghuni bisa berlangsung secara tertib pada saat terjadi kebakaran. Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan penyebaran api pada bukaan, sambungan-sambungan, tempat-tempat penembusan struktur untuk utilitas harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang memadai dari elemen tersebut.



5



BAB V SISTEM PROTEKSI AKTIF A. TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan a. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman. b. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan avakuasi pada saat kejadian kebakaran. 2. Fungsi Suatu bangunan dilengkapi dengan proteksi kebakaran sedemikian rupa sehingga: a. Penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam bangunan sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman. b. Penghuni mempunyai waktu untuk melakuikan evakuasi secara aman sebelum kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh akibat kebakaran. 3. Persyaratan Kinerja a. Dalam suatu bangunan yang menyediakan akomodasi tempat tidur, harus disediakan sistem peringatan otomatis pada sistem deteksi asap, sehingga mereka dapat berevakuasi ke tempat yang aman pada saat terjadi kebakaran. b. Pada saat terjadi kebakaran pada bangunan gedung, kondisi pada setiap jalur evakuasi harus dijaga untuk periode waktu yang diperlukan penghuni untuk melakukan evakuasi dari bagian bangunan, sehingga : 1) Temperatur tidak membahayakan jiwa manusia 2) Jalur/rute evakuasi masih dapat terlihat jelas 3) Tingkat keracunan asap tidak membahayakan jiwa manusia c. Periode waktu yang diperlukan untuk melakukan evakuasi memperhitungkan: 1) Jumlah, mobilitas, dan karakteristik lain dari penghuni, dan 6



harus



2) Fungsi bangunan 3) Jarak tempuh dan karakteristik lainnya dari bangunan 4) Beban api 5) Potensi intensitas kebakaran 6) Tingkat bahaya kebakaran 7) Setiap sistem konstruksi kebakaran aktif yang terpasang dalam bangunan 8) Tindakan petugas pemadam kebakaran Persyaratan tersebut tidak berlaku untuk ruang parkir terbuka atau panggung terbuka.



B. SISTEM PEMADAMAN KEBAKARAN MANUAL 1. Alat Pemadam Api Portabel (APAP) a. Lingkup Spesifikasi ini menjelaskan instalasi dan pengoperasian Alat pamadam api portabel (APAP) yang meliputi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Api Beroda (APAB) b. Tujuan Instalasi APAP harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadam api pada tahap awal c. Persyaratan kinerja Alat pemadam api portabel harus dipilih dan ditempatkan sesuai ketentuan dalam SNI 03-3987- edisi terakhir, tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan Pemadaman Api Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. d. Ketentuan istalasi APAP 1) Jenis APAP Jenis APAP yang digunakan harus dari jenis yang teruji menurut SNI 033988-edisi terakhir, tentang pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan. 2) Instalasi APAP harus memenuhi SNI 03-3987 edisi terakhir tentang tata cara perencanaan, pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. 3) Penempatan APAP harus pada lokasi yang mudah ditemukan, mudah dijangkau, dan mudah di ambil dari tempatnya untuk dibawa ke lokasi kebakaran. 4) Instalasi APAP yang terpasang harus diperiksa secara berkala seperti yang diatur dalam SNI 03-3987-edisi terakhir tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. C. PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN 1. Pemberlakuaan persyaratan a. Persyaratan kinerja Pengendalian asap harus disediakan pada bangunan. Suatu bangunan bangunan yang mempunyai atrium, atau yang terpisah/secara khusus. Ketentuan sistem pembuangan asap serta ventilasi asap dan panas dari bagian ini tidak berlaku untuk setiap area yang tidak digunakan oleh penghuni untuk jangka waktu lama antara lain: gudang dengan luas lantai kurang dari 30 m², ruang sanitasi, ruang mesin atau sejenis. b. Ketentuan umum 7



Suatu sistem deteksi asap harus dipasang guna mengoperasikan sistem pengendalian asap terzona dan sistem penahan udara otomatis (pressurization) pada sarana jalan keluar yang aman kebakaran. c. Persyaratan untuk bahaya khusus Upaya tambahan dalam pengendalaian asap mungkin diperlukan untuk: 1) Karakteristik khusus bangunan, 2) Penggunaan khusus bangunan 3) Tipe material yang khusus, jumlah yang khusus dari bahan yang disimpan, dipamerkan atau dipakai dalam bangunan. 2. Sistem deteksi asap dan alarm a. Lingkup Persyaratan ini menjelaskan pemasangan dan pengoperasian sistem deteksi asap dan alarm otomatis b. Sistem alarm asap Sistem alarm asap harus terdiri dari alarm asap yang memenuhi ketentuan yang berlaku. Bila alarm asap dipasang di dapur dan di area lainnya yang sering mengakibatkan terjadinya alarm asap palsu, maka alarm panas boleh dipasang sebagai



pengganti alarm asap. Jika di dapur dan di area lain tersebut di pasang



sprinkler, maka alarm panas tidak diperlukan lagi. c. Sistem deteksi asap Sistem deteksi asap harus memenuhi SNI 03.3689 edisi terakhir. Di dapur dan di area lainnya, dimana penggunaan area tersebut sering mengakibatkan terjadinya alarm asap palsu, alarm boleh di pasang sebagai pengganti alarm asap. Apabila di dapur dan di area lain tersebut di pasang sprinkler, maka alarm panas tidak perlu di pasang. Untuk ruang pasien harus dipasang detektor asap tipe photo elektrik dan tipe ionisasi secara berselang-seling. Di pasang alat manual pemicu alarm pada jalur evakuasi, sedemikian rupa sehingga setiap titik pada bangunan mempunyai alat manual pemicu alarm yang berjarak tidak kurang dari 30 m. d. Deteksi asap untuk sistem pengendalian asap kebakaran Detektor asap yang diperlukan untuk mengaktifkan sistem penekanan udara untuk jalan keluar (eksit) yang aman dari kebakaran (fire, isolated exit) dan sistem pengendalian asap yang terzona harus: 1) Dipasang penggunaan sistem tata udara mekanis untuk pengendalian asap menurut ketentuan yang berlaku. 2) Mempunyai detektor asap tambahan yang dipasang di dekat setiap deretan pintu lif pada jarak tidak lebih dari 3 m dari bukaan pintu. Detektor asap dipasang pada jarak : Antar detektor tidak lebih dari 20 m dan tidak berjarak lebih dari 10 m dan asap dinding, dinding pemisah (bulkhead) atau tirai asap. Detektor asap mempunyai kepekaan: Sesuai dengan standar penggunaan sistem pengolah udara mekanis sebagai pengendalian untuk ruangan selain dari koridor. Detektor asap yang dipasang untuk mengaktifkan sistem pengendalian asap kebakaran harus: Merupakan bagian dari sistem pendeteksian asap atau kebakaran bangunan yang memenuhi SNI 03-3689 edisi terakhir, atau merupakan sistem berdiri sendiri yang dilengkapi dengan peralatan kontrol dan indikator dengan fasilitas verifikasi alarm dan memenuhi persyaratan yang berlaku. e. Sistem Peringatan Bahaya Bagi Penghuni Gedung 8



Bunyi suatu sistem peringatan bahaya bagi penghuni bangunan dapat terdengar pada seluruh bagian bangunan yang dihuni harus sesuai persyaratan yang berlaku (SNI-033689 edisi terakhir). Dalam suatu bangunan pada suatu ruang perawatan pasien, sistem peringatan bahaya: harus ditata untuk memberikan tanda bahaya bagi petugas rumah sakit dan dalam bangsal perawatan keras bunyi alarm dan isi pesan dari tanda bahaya harus diatur untuk meminimalkan trauma berkaitan dengan jenis dan kondisi penghuni. f. Pemantauan sistem Instalasi berikut ini harus dihubungkan secara permanen ke suatu pos instansi pemadam kebakaran, atau peralatan pemantauan yang diperbolehkan lainnya dengan suatu hubungan data langsung ke suatu pos instansi pemadam kebakaran. 3. Sistem pembuangan asap a. Spesifikasi ini menjelaskan syarat-syarat untuk sistem pembuangan asap secara mekanis. b. Kapasitas pembuangan asap Fan pembuangan asap harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghisap lapisan asap: berada di dalam reservoir asap, yang tepi bawahnya tidak kurang dari 2 m diatas permukaan lantai tertinggi. Di atas puncak setiap bukaan yang menghubungkan reservoir-reservoir asap yang berbeda. c. Fan pembuangan asap Setiap fan pembuangan asap berikut kelengkapannya: Mampu beroperasi terus menerus pada titik kerja yang ditentukan pada temperatur 200º C untuk selang waktu tidak kurang dari 60 menit, beroperasi terus menerus pada temperatur 300º C untuk selang waktu 30 menit untuk gedung yang tidak dilindungi sistem sprinkler. Karakteristik fan ditentukan berdasarkan temperatur udara luar. Bila fan dilengkapi dengan alat pengaman temperatur tinggi maka alat tersebut akan diabaikan secara otomatis selama sistem pembuangan asap beroperasi. D. PENCAHAYAAN DARURAT DAN TANDA PENUNJUK ARAH 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan persyaratan ini adalah untuk menyelamatkan penghuni dari kecelakaan ataupun ancaman bahaya dengan: a. Menyediakan pencahayaan yang memadai b. Memberikan petunjuk/rambu-rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan keluar (eksit) dan alur pencapaian menuju eksit c. Memberikan peringatan kepada penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya keadaan darurat. 2. Tuntutan Fungsi Suatu bangunan harus dilengkapi: a. Pencahayaan yang cukup memadai bila sistem pencahayaan buatan yang normal pada bangunan tidak berfungsi saat keadaan darurat b. Pencahayaan yang cukup diartikan masih mampu berfungsi untuk: 1) Memperingatkan penghuni/pengguna bangunan untuk menyelamatkan diri 2) Mengatur proses evakuasi 3) Mengenali tanda eksit dan jalur menuju ke eksit 3. Persyaratan Kinerja a. Suatu tingkat pencahayaan (iluminasi) untuk pelaksanaan evakuasi yang aman pada saat keadaan darurat harus disediakan pada bangunan disesuaikan dengan: 1) Fungsi atau peruntukan bangunan 2) Luas lantai bangunan 3) Jarak tempuh ke eksit 9



b. Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang cocok atau cara lain untuk dapat mengenali, sampai pada tingkat yang diperlukan, harus: 1) Dipasang pencahayaan darurat untuk mengidentifikasi lokasi eksit 2) Dapat memandu penghuni/pengguna bangunan ke eksit 3) Dapat terlihat secara jelas 4) Dapat beroperasi saat sumber daya untuk sistem pencahayaan tidak berfungsi, untuk waktu yang cukup hingga penghuni bangunan terevakuasi dengan selamat. c. Untuk mengingatkan penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya kondisi darurat, maka sistem peringatan dini dan interkomunikasi darurat harus disediakan sampai pada tingkat yang diperlukan, disesuaikan dengan: 1) Luas lantai bangunan 2) Fungsi atau penggunaan bangunan 3) Ketinggian bangunan. 4. Persyaratan Teknis Pencahayaan Darurat Suatu sistem pencahayaan darurat harus dipasang: a. Disetiap tangga, ramp dan jalan terusan yang dilindungi terhadap kebakaran, b. Di setiap jalan terusan, koridor, jalur penghubung di ruangan besar (hall) atau semacamnya yang menjadi bagian dari jalur perjalanan ke eksit,setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari 100 m² yang tidak membuka ke arah koridor atau ruang yang mempunyai pencahayaan darurat atau ke jalan umum atau ke ruang terbuka, setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari 300 m² 5. Desain Sistem Pencahayaan Keadaan Darurat a. Setiap sistem pencahayaan keadaan darurat harus: 1) Beroperasi otomatis 2) Memberikan pencahayaan yang cukup tanpa penundaan yang tidak perlu dalam upaya menjamin evakuasi yang aman di seluruh daerah dalam bangunan di lokasi atau tempat yang dipersyaratkan 3) Dilindungi terhadap kerusakan akibat kebakaran bila sistem pencegahan darurat tersebut merupakan sistem yang tersentralisasi. b. Pencahayaan darurat harus memenuhi standar yang berlaku. 6. Tanda keluar (Eksit) Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri eksit dan harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap: a. Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai ke: 1) Tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api, yang berfungsi sebagai sksit yang memenuhi persyaratan 2) Tangga luar, jalan terusan atau ramp yang memenuhi syarat sebagai eksit 3) Serambi atau balkon luar yang memberikan akses menuju ke eksit. b. Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka c. Eksit horisontal d. Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan pada lantai bangunan yang harus dilengkapi dengan pencahayaan darurat. 7. Tanda penunjuk arah Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan di pasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hllways), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan. 8. Perkecualian Untuk Pemasangan Tanda Penunjuk Arah Ke Luar 9. Desain dan Pengoperasian Tanda Penunjuk Arah Keluar a. Setiap tanda eksit harus: 1) Jelas dan pasti serta mempunyai huruf dan simbol berukuran tepat



10



2) Diberi pencahayaan yang cukup agar jelas terlihat setiap waktu saat bangunan dihuni atau dipakai oleh setiap orang yang berhak untuk memasuki bangunan 3) Dipasang sedemikian rupa sehingga bila terjadi gangguan listrik, maka pencahayaan darurat segera menggantikannya 4) Bila diterangi dengan sistem pencahayaan darurat, maka komponen pengkabelan dan sumber daya dan lain-lain harus memenuhi syarat. b. Tanda penunjuk arah ke luar harus memenuhi standar yang berlaku. 10. Sistem Peringatan dan Interkomunikasi Darurat Suatu sistem pemberitahuan atau peringatan dan interkomunikasi darurat sesuai dengan standar yang berlaku harus dipasang pada: Bangunan dengan tinggi efektif lebih dari 25 m



E. SISTEM DAYA DARURAT 1. Umum a. Sumber daya listrik darurat digunakan antara lain untuk mengoperasikan: 1) Pencahayaan darurat 2) Sarana komunikasi darurat 3) Lif kebakaran 4) Sistem deteksi dan alarm kebakaran 5) Hidran kebakaran 6) Sprinkler kebakaran 7) Alat pengendali asap 8) Pintu tahan api otomatis 9) Ruang pusat pengendali kebakaran. b. Ketentuan penggunaan sumber daya darurat untuk kebutuhan mengoperasikan pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lif kebakaran, sistem deteksi dan alarm kebakaraan, alat pengendali asap dan pintu tahan api otomatis diatur dalam ketentuan tersendiri. c. Instalasi listrik sistem daya darurat harus memenuhi SNI tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik edisi terakhir. 2. Sumber Daya Daya yang disuplai untuk mengoperasikan sistem daya darurat diperoleh sekurangkurangnya dari dua sumber sebagai berikut: a. Sumber Daya Listrik dapat diperoleh: 1) PLN, dan atau 2) Sumber darurat berupa: a) Batere b) Generator c) dll. b. sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatir apabila sumber daya utama tidak bekerja dan harus dapat bekerja setiap saat. c. Bangunan atau ruangan yang sumber daya utamanya dari PLN harus dapat juga dilengkapi dengan generator sebagai sumber daya darurat dan penempatannya harus memenuhi TKA yang berlaku. 3. Jaringan Catu Daya a. Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik darurat harus memenuhi kabel tahan api selama 60 menit. b. Alat Proteksi Daya Suplai Apabila alat proteksi daya suplai (pengaman lebur, pemutus daya) dipasang dalam sirkit daya suplai dari gardu sendiri dan sambungan PLN di depan sirkit feeder pompa 11



kebakaran, alat tersebut harus mampu selalu terhubung pada saat menerima arus locked rotor dari motor pompa kebakaran dan beban listrik maksimum bangunan. c. Jaringan pembagi (Ampacity jaringan) Konduktor antara sumber daya dan motor pompa kebakaran ukurannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. F. PUSAT PENGENDALI KEBAKARAN 1. Umum a. Spesifikasi ini menjelaskan mengenai konstruksi dan sarana yang disyaratkan dalam pusat penegndali kebakaran. b. Sarana yang ada di pusat pengendali kebakaran dapat digunakan untuk: 1) Melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan kebkaran atau penanganan kondisi darurat lainnya. 2) Melengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel, peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi kebakaran. c. Pusat pengendali kebakaran tidak digunakan untuk keperluan lain selain: 1) Kegiatan pengendalian kebakaran 2) Kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan bagi penghuni bangunan. 2. Lokasi ruang Pusat Pengendali Ruang pusat pengendali kebakaran haruslah ditempatkan sedemikian rupa pada bangunan, sehingga jalan keluar dari setiap bagian pada lantai ruang tersebut kearah jalan atau ruang terbuka umum tidak terdapat perbedaan ketinggian permukaan lantai lebih dari 30 cm. 3. Konstruksi Ruang pusat pengendali kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya lebih dari 50 meter, haruslah berada pada ruang terpisah, dengan syarat: a. Konstruksi pelindung penutupnya dibuat dari beton, tembok atau sejenisnya yang mempunyai kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan akibat kebakaran dan dengan nilai TKA tidak kurang dari 120/120/120; b. Bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya yang digunakan dalam ruang pengendali harus memenuhi persyaratan tangga kebakaran yang dilindungi c. Peralatan utilitas, pipa-pipa, saluran-saluran udara dan sejenisnya yang tidak diperlukan untuk berfungsinya ruang pengendali, tidak boleh melintasi ruang tersebut d. Bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang penegndali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi dan lubang perawatan lainnya khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali tersebut. 4. Pintu ‘KELUAR’ a. Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka kearah dalam ruang tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan jalur evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi atau menutup jalan masuk ke ruang pengendali tersebut b. Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari dua arah; 1) Satu dari arah pintu masuk di depan bangunan 2) Satu langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang dilindungi terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai TKA tidak kurang dari -/120/30. 5. Ukuran dan Sarana a. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya:



12



1) Panci indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran, kipas pengendali asap, dan peralatan pengaman kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan 2) Telepon yang memiliki sambungan langsung 3) Sebuah papan tulis berukuran tidak kurang dari 120 cm x 100 cm 4) Sebuah papan tempel (pin-up board) berukuran tidak kurang dari 120 cm x 100 cm 5) Sebuah meja berukuran cukup untuk menggelar gambar dan rencana taktis 6) Rencana taktis penanggulangan kebakaran yang ditetapkan dan diberi kode warna. b. Sebagai tambahan di ruang pengendali dapat disediakan: 1) Panel pengendali utama, panel indikator lif, sakelar pengendali jarak jauh untuk gas atau catu daya listrik dan genset darurat 2) Sistem keamanan bangunan, sistem pengamatan, dan sistem manajemen jika dikehendaki terpisah total dari sistem lainnya. c. Sustu ruang pengendali harus: 1) Mempunyai luas lantai tidak kurang dari 10 m² dan panjang dari sisi bagian dalam tidak kurang dari 2,5 m 2) Jika hanya menampung peralatan minimum, maka luas lantai bersih tidak kurang dari 8 m² dan luas ruang bebas di antara depan panel indikator tidak kurang dari 1,5 m² 3) Jika dipasang peralatan tambahan, maka luas bersih daerah tambahan adalah 2 m² untuk setiap penambahan alat dan ruang bebas di antara depan panel indikator tidak kurang dari 1,5 m² 6. Ventilasi dan Pemasok Daya Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara: a. Ventilasi alami dari jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang membuka langsung ke ruang pengendali dari jalan atau ruang terbuka b. Sistem udara bertekanan pada sisi yang hanya melayani ruang pengendali, 1) Dipasang sesuai ketentuan yang berlaku sebagai ruangan adalah tangga kebakaran yang dilindungi 2) Beroperasi secara otomatis melalui aktivitas sistem isyarat bahaya kebakaran (fire alarm) atau sistem sprinkler yang dipasang pada bangunan dan secara manual di ruang pengendali 3) Mengalirkan udara segar ke dalam ruangan tidak kurang dari 30 kali pertukaran udara per jamnya pada waktu sistem sedang beroperasi dan salah satu pintu ruangan terbuka 4) Mempunyai kipas, motor, dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian dari sistem, tetapi tidak berada di dalam ruang penegndali dan diproteksi oleh dinding yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dari 120/120/120 5) Mempunyai catu daya listrik ke ruang penegndali atau peralatan penting bagi beroperasinya ruang pengendali dan yang dihubungkan dengan pasokan daya dari sisi masuk saklar hubung bagi daya dari luar bangunan, dan tidak ada sarana/peralatan yang terbuka kecuali pintu yang diperlukan, pengendali pelepas tekanan (pressure control relief) dan jendela yang dapat dibuka oleh kunci yang menjadi bagian dari konstruksi ruang pengendali. 7. Tanda Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali harus diberi tanda dengan tulisan sebagai berikut: ‘RUANG PENGENDALI KEBAKARAN’ 13



Dengan huruf tidak lebih kecil dari 50 mm tingginya dan dengan warna yang kontras dengan latar belakangnya. 8. Pencahayaan Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat pengendali, tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux. 9. Peralatan yang tidak diperbolehkan ada di ruang Pengendali Kebakaran Beberapa peralatan seperti motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh dipasang dalam ruangan-ruangan yang dapat dicapai dari ruang pengendali terssebut. 10. Tingkat Suara Lingkungan (ambient). Tingkat suara di dalam ruang pengendali kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung tidak melebihi 65 dBA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan di dalam bangunan.



BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN



A. UMUM Pada bab ini dimuat rangkaian sistematis dan menerus dalam upaya pengawasan dan pengendalian pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan baik terhadap bangunan baru maupun bangunan lama agar bangunan laik fungsi serta aman bagi penghuni atau pengguna bangunan tersebut. Dengan demikian jaminan keselamatan terhadap bahaya kebakaran baik pada penghuni bangunan dan lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu dapat terpenuhi baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan atau kostruksi/instalasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan. B. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PERENCANAAN



14



Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang berwenang serta konsultan perencana dalam rangka pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku, melalui pengawasan dan pengendalian terhadap gambar-gambar perencanaan. Hasil pemeriksaan pada tahap ini akan menentukan diperolehnya rekomendasi dalam rangka memperoleh ijin mendirikan bangunan. C. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PELAKSANAAN Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang berwenang serta konsultan pengawas dalam rangka pengawasan dan pengendalian agar spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan seluruh instalasi sistem proteksi kebakaran baik pasif maupun aktif serta sarana penyelamatan sesuai dengan hasil perencanaannya. Pada tahap ini dilakukan pengecekan material, pengecekan beroperasinya seluruh sistem instalasi kebakaran, tes persetujuan, tes kelikan fungsi serta melakukan laporan berkala. Pelaporan sistem proteksi kebakaran: 1. Laporan sistem proteksi kebakaran memuat informasi mengenai sistem proteksi yang terdapat atau terpasang pada bangunan termasuk komponen-komponen sistem proteksi dan kelengkapannya. 2. Laporan sistem proteksi kebakaran ini disusun atau dibuat sebagai pegangan bagi pemilik atau pengelola bangunan serta menjadi salah satu dokumen yang harus diserahkan kepada instansi teknis yang berwenang, dalam rangka memperoleh ijinijin yang telah ditetapkan. Substansi atau materi laporan ini mencakup sekurang-kurangnya: a. Identifikasi bangunan b. Konsep perancangan sistem proteksi kebakaran c. Aksesibilitas untuk mobil pemadam kebakaran d. Sarana jalan ke luar yang ada atau tersedia e. Persyaratan struktur terhadap kebakaran yang dipenuhi f. Sistem pengendalian asap g. Sistem pengindera dan alarm kebakaran h. Sistem pemadam kebakaran (media air, kimia, khusus) i. Pembangkit tenaga listrik darurat j. Sistem pencahayaan untuk menunjang proses evakuasi k. Sistem komunikasi dan pemberitahuan keadaan darurat l. Lif kebakaran m. Daerah dengan resiko atau potensi bahaya kebakaran tinggi n. Skenario kebakaran yang mungkin terjadi o. Eksistensi manajemen penanggulangan terhadap kebakaran. Pihak yang berwenang melakukan inspeksi dan memberikan rekomendasi adalah Instansi Pemadam Kebakaran. Bila Instansi Pemadam Kebakaran belum cukup mampu melaksanakan tugas tersebut diatas, maka dapat dibantu oleh konsultan perseorangan yang profesional atau pihak perguruan tinggi yang tergabung dalam suatu tim dengan ijin Kepala Daerah. D. PENGAWASAN



DAN



PENGENDALIAN



TAHAP



PEMANFAATAN



/



PEMELIHARAAN Pengawasan dan pengendalian pada tahap ini dilaksanakan selain oleh penilik bangunan juga instansi teknis yang berwenang serta konsulkan dibidang perawatan bangunan gedung dan lingkungan, agar bangunan selalu laik fungsi. Aspek yang diperiksa selain melakukan pemeriksaan terhadap seluruh instalasi dan konstruksinya juga seluruh penunjang yang mendukung beroperasinya sistem tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara berkala, termasuk 15



tes beroperasinya seluruh peralatan yang ada. Diwajibkan secara berkala melaksanakan “latihan kebakaran”. Bagi pengelola/pengguna bangunan diharuskan melaksanakan seluruh ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran perkotaan, khususnya menyangkut pada bangunan gedung dan lingkungan sesuai yang diatur dalam ketentuan teknis tersebut. E. JAMINAN KEANDALAN SISTEM 1. Kinerja sistem proteksi kebakaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu seperti pemilihan standar dan sistem desain, kualitas instansi serta aspek pemeliharaan. 2. Perancangan dan pemilihan sistem proteksi kebakaran perlu memperhitungkan potensi bahaya kebakaran pada bangunan yang mencakup beban api, dimensi serta konfigurasi ruang, termasuk ventilasi, keberadaan benda-benda penyebab kebakaran dan ledakan, jenis peruntukan bangunan, serta kondisi lingkungan sekitar termasuk lokasi instansi kebakaran dan sumber-sumber air untuk pemadaman (water supplies), serta memenuhi ketentuan dan standar yang berlaku. 3. Pelaksanaan pekerjaan serta instalasi sistem proteksi kebakaran harus memenuhi ketentuan dan standar pelaksanaan konstruksi melalui penerapan dan pengendalian kualitas bahan, komponen, terutama ditinjau dari unsur kombustibilitas bahan dan nilai TKA, serta pelaksanaan pekerjaan dengan baik disamping penyediaan sarana proteksi yang aman disaat pekerjaan konstruksi berlangsung. 4. Unsur manajemen pengamanan kebakaran (Fire Safety Management), terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan berkala, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan. 5. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah proteksi kebakaran, meliputi latihan dan pengertian bagi pengelola dan penghuni bangunan terhadap: a. Potensi bahaya kebakaran, dan menghindarkan terjadinya kebakaran b. Tindakan pemadaman dan pengamanan saat terjadinya kebakaran c. Tindakan penyelamatan baik bagi benda maupun jiwa. F. PENGUJIAN API 1. Dalam hal menentukan sifat bahan bangunan dan tingkat ketahanan api (TKA) komponen struktur bangunan dalam rangka desain maupun evaluasi keandalan sistem proteksi kebakaran pada suatu bangunan, harus terlebih dahulu dilakukan pengujian api atau mengacu kepada hasil-hasil pengujian api yang telah dilakukan di laboratorium uji api. 2. Pelaksanaan pengujian, pengamatan dan penilaian hasil uji dilakukan sesuai ketentuan dan standar metode uji yang berlaku. 3. Dalam hal pelaksanaan uji tidak dapat dilakukan di Indonesia berhubung dengan prosedur standar, sumber daya manusia maupun kondisi peralatan uji yang ada, maka evaluasi dilakukan dengan mengacu kepada hasil pengujian yang telah dilakukkan oleh lembaga uji yang terakreditasi baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. G. PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN Pemeliharaan dan pengoperasian sistem proteksi kebakaran termasuk menjaga berfungsinya semua peralatan/perlengkapan pencegahan api (fire stop) 1. Umum Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi: a. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping) 16



b. Sarana jalan ke luar (means of access). c. Sistem deteksi dan alarm kebakaran dan sistem komunikasi suara darurat. d. Alat pemadan api ringan (APAR) (fire extinguisher). e. Sistem pompa kebakaran terpasang atap f. Sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan. g. Sistem sprinkler otomatik. h. Sistem pemadam kebakaran terpasang tetap lain. i. Sistem pengendalian dan manajemen asap. 2. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping) a. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran meliputi: 1) Pemeliharaan dan perawatan bangunan, termasuk: - Lantai: perawatan umum lantai seperti pembersihan, penanganan dan sebagainya dapat memberikan bahaya kebakaran bila pelarut atau pelapis yang mempunyai sifat mudah terbakar digunakan, atau bila sisa (residu) -



yang mudah terbakar dihasilkan. Debu dan kain tiras (dust & lint): dalam banyak fungsi/hunian bangunan diperlukan prosedur pembersih/pembuangan debu dan kain tiras mudah terbakar yang terakumulasi dari dinding, langit-langit, lantai dan komponen struktur terbuka. Kecuali prosedur ini dijalankan dengan aman menggunakan penyedot debu (vacuum cleaner) atau sistem penggerak udara (blower & exhaust system), dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan. Pada beberapa kasus di mana atmosfir penuh dengan debu, peralatan penyedot hartus dilengkapi dengan motor tahan penyalaan



(ignition-proof motor) untuk menjamin operasi yang aman. 2) Kerumahtanggaan hunian dan proses, kuncinya di sini adalah tidak memberikan kebakaran tempat untuk mulai: - Pembuangan sampah  Tempat sampah yang terbuat dari bahan tidak mudah terbakar harus  -



digunakan untuk pembuangan limbah dan sampah. Pemilahan/segresi limbah: sebaiknya sampah yang mudah terbakar



dipisahkan dari sampah yang tidak mudah terbakar. Pengendalian/kontrol sumber penyalaan  Kontrol kebiasaan merokok  Kontrol listrik statik  Kontrol friksi/gesekan  Kontrol bahaya elektrikal  Pembuangan limbah cair mudah terbakar dan korosif: pembuangan limbah cair yang mudah terbakar sering menjadi masalah yang menyusahkan. Setiap bahan limbah yang cair dan korosif (pH 12), atau cair dan mempunyai titik nyala pada temperatur 60ºC atau 



kurang, adalah termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Tumpahan cairan mudah terbakar: Tumpahan cairan mudah terbakar dapat diantisipasi di daerah dimana cairan semacam itu ditangani dan digunakan, dan cara mengatasinya harus tersedia, meliputi tersedianya material







penyerap



dan



peralatan



khusus



untuk



membatasi



penumpahan. Penyimpanan cairan mudah terbakar: cairan mudah terbakar harus disimpan di ruang terpisah.



17



3) Praktek kerumahtanggaan halaman: kerumahtanggaan yang baik adalah sama pentingnya untuk di dalam maupun di luar bangunan. Kerumahtanggaan halaman yang tidak memenuhhi syarat dapat mengancam keamanan struktur bagian luar banguunan dan barang-barang yang disimpan di halaman. Akumulassi barang bekas dan sampah dan tumbuhnya rumput, ilalang dan belukar yangg tinggi bersebelahan dengan bangunan atau barang-barang yang disimpan adalah bahaya yang biasa ditemui. Penting adanya sebuah program berkala untuk mengawasi halaman. Kerrumahtanggaan halaman meliputi: - Pengendalian/kontrol rumput dan ilalang - Penyimpanan barang di halaman secara aman - Pembuangan sampah di halaman secara aman b. Inspeksi Inspeksi / pemeriksaan harus didefinisikan dengan baik, dan harus meliputi: - Lokasi / daerah yang diperiksa - Frekuensi pemeriksaan - Apa kinerja yang dapat diterima - Siapa yang akan melakukan pemeriksaan 3. Sarana jalan keluar (means of egress). a. Sarana jalan keluar meliputi eksit, eksis ke akses dan exit pelepasan, tanda jalan keluar, penerangan darurat dan fan presurisasi tangga kebakaran b. Inspeksi harus dilakukan secara berkala setiap bulan, atau lebih sering tergantung kondisi, untuk 1) Pintu:  Tidak boleh dikunci atau di gembok  Kerusakan pada penutup pintu otomatik (door closer)  Terdapat ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu terbuka, pada pintu yang harus selalu pada keadaan tertutup.  Halangan benda dan lain-lain di depan pintu eksit 2) Tangga kebakaran:  Terdapatnya ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu tangga terbuka.  Bersih, dan tidak digunakan untuk tempat istirahat/merokok 



penghuni/karyawan, serta tidak digunakan untuk gedung Tidak boleh dipakai untuk tempat peralatan seperti panel, unit AC dan



sejenisnya  Kerusakan pada lantai dan pegangan tangga. 3) Koridor yang digunakan sebagai jalur untuk keluar  Bebas dari segala macam hambatan  Tidak digunakan untuk gudang 4) Eksit pelepasan di lantai dasar yang menuju ke jalan umum atau tempat terbuka di luar bangunan harus tidak boleh dikunci. 5) Tanda eksit:  Jelas kelihatan tidak terhalang  Lampu penerangannya hidup



4. Alat pemadam api ringan (APAR) a. Alat pemadam api ringan meliputi alat pemadam portabel/jinjing dan yang memakai roda. b. Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian hidrostatik dan pemeriksaan berkala mengikuti SNI 03-3987-1995 tata cara perencanaan dan pemasangan alat pemadam api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung 18



c. Inspeksi 1) Inspeksi/pemeriksaan



harus



dilakukan



pada



saat



pertamakali



dipasang/digunakan, dan selanjutnya setiap bulan. 2) Inspeksi/pemeriksaan meliputi: - Lokasi di tempat yang ditentukan - Halangan akses atau pandangan (Visibilitas) - Pelat nama instruksi operasi jelas terbaca dan menghadap keluar terisi -



penuh ditentukan dengan di timbang atau dirasakan dengan di angkat. Pemeriksaan visuil untuk kerusakan fisik, karat, kebocoran atau nozel



-



tersumbat. Bacaan penunjuk atau indikator tekanan menunjukkan pada posisi dapat



dioperasikan. - Untuk yang memakai roda, kondisi dari roda, kereta, slang dan nozel - Terdapat label (tag) pemeliharaan. 3) Catatan inspeksi bulanan, berisi alat pemadam api ringanyang di inspeksi, tanggal dan paraf personil yang melakukan, harus di muat dalam label (tag) pemeliharaan yang dilekatkkan pada alat pemadan api ringan tersebut. d. Pemeliharaan 1) Pemeliharaan yang dilakukan setiap tahun oleh manufaktur, perusahaan jasa pemeliharaan alat pemadam api ringan, atau oleh personil yang terlatih 2) Prosedur pemeliharaan harus termasuk pemeliharaan menyeluruh dari elemen dasar alat pemadam api ringan seperti berikut: - Bagian mekanikal dari semua alat pemadam api ringan. - Media pemadam - Cara penghembusan media pemadam 3) Pengisian kembali: semua alat pemadam api ringan yang dapat diisi kembali, harus di isi kembali setelah stiap penggunaan atau seperti ditunjukkan oleh hasil inspeksi atau pemeliharaan.



BAB VIII PE N UTU P Ketentuan teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola gedung, penyedia jasa konstruksi, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di



19



daerah. Sebagai pedoman/petunjuk pelengkapan dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya.



20