6 0 960 KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan orang lain.1 Menurut data WHO tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.2
WHO memperkirakan 83 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa, dan dengan perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki sebesar 33,2 : 21,7. WHO juga menyebutkan gangguan kesehatan jiwa merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya disabilitas di seluruh dunia.3 Gangguan kesehatan jiwa dapat meningkatkan angka mortalitas, dan menurunkan angka kesejahteraan berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalanipengobatan.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018yang dilakukan oleh Kementerian Republik Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional skizofrenia mencapai sekitar 282.654 jiwa atau sebanyak 6,7%. Jumlah gangguan jiwa berat tahun 2018 tersebar di berbagai provinsi dengan jumlah terbanyak di Bali (11,8%) Daerah Istimewa Yogyakarta (10,4%) dan Sumatera Barat ( 9,1%), kemudian NTB (9,6%), disusul oleh Aceh (8,7%) dan Sumatera Selatan (8,0%). Masalah kesehatan jiwa tersebut di atas jika
1
tidak segera ditangani dapat menurunkan status kesehatan fisik dan menimbulkan dampak psikososial antara lain tindak kekerasan, penyalahgunaan napza, pemasungan, maupun tindakan percobaan bunuh diri (Riset Kesehatan Dasar, 2018).4
Menurut laporan RISKESDAS Papua, prevalensi gangguan jiwa berat di Provinsi Papua Barat sebesar 7 %. dengan prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan makin meningkatnya kelompok umur. Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional antara lain perempuan, pendidikan rendah, tidak bekerja, dan tinggal di desa. Untuk tingkat pengeluaran perkapita rumah tangga prevalensi gangguan mental emosional hampir merata pada semua kuintil.5
Sebagian masyarakat memperlakukan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dengan pemasungan, Padahal sesungguhnya Kementrian
2
Kesehatan Republik Indonesia telah menggalangkan program ‘Indonesia Bebas Pasung’.6
Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan “gila” (psikotik) sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti ansietas, depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa inilah yang banyak ditemukan di masyarakat. Mereka ini akan datang ke pelayanan kesehatan umum dengan keluhan fisiknya, sehingga petugas kesehatan sering kali terfokus pada keluhan fisik, melakukan berbagai pemeriksaan dan memberikan berbagai jenis obat untuk mengatasinya. Masalah kesehatan jiwa yang melatar belakangi keluhan fisik tersebut sering kali terabaikan, sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.7
1.2 Rumusan Masalah Kasus gangguan kesehatan jiwa merupakan kondisi yang cukup banyak ditemukan, dengan jumlah kurang lebih 83 juta kasus di seluruh dunia. Gangguan kesehatan jiwa dapat meningkatkan angka mortalitas dan menurunkan angka kesejahteraan. Data RISKESDAS Papua, prevalensi gangguan jiwa berat di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 7 %. Masalah kesehatan jiwa yang melatar belakangi keluhan fisik sering kali terabaikan, sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.
1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui tingkat keberhasilan program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Kota Sorong periode Mei sampai dengan Agustus 2019 melalui pendekatan sistem.
3
1.3.2
Tujuan Khusus Diketahuinya cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Kota Sorong periode Mei sampai dengan Agustus 2019.
Diketahuinya cakupan penanganan pasien yang terdeteksi gangguan kesehatan jiwa di Klasaman Kota Sorong periode Mei sampai dengan Agustus 2019.
Diketahuinya cakupan penyuluhan kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan di Klasaman Kota Sorong periode Mei sampai dengan Agustus 2019.
1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Evaluator
Menerapkan ilmu pengetahuan mengenai program puskesmas yang telah diperoleh selama melakukan Program Intership Dokter Indonesia.
Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengevaluasi suatu program puskesmas melalui pendekatan sistem.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi program puskesmas.
Membina bakat terutama dalam bidang manager yang diperlukan sebagai modal untuk menjadi dokter puskesmas nantinya
1.4.2
Bagi Puskesmas Klasaman Mengetahui masalah-masalah
yang
timbul dalam pelaksanaan program
upaya kesehatan jiwa disertai dengan usulan atau saran sebagai pemecahan masalah.
Memberikan masukan dalam meningkatkan kerjasama dan membina peran serta masyarakat dalam melaksanakan program upaya kesehatan jiwa secara optimal.
Membantu kemandirian
puskesmas dalam upaya lebih mengaktifkan
program upaya kesehatan jiwa sehingga dapat memenuhi target cakupan
4
program yang bersangkutan.
1.4.3
Memberikan suatu informasi data mengenai mini projek bagi puskesmas
Bagi Masyarakat Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan upaya kesehatan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Klasaman, Kota Sorong.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kegiatan upaya kesehatan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Klasaman, Kota Sorong.
Meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Klasaman, Kota Sorong .
Menurunkan dan mempertahankan prevalensi angka kejadian gangguan jiwa pada masyarakat.
1.5 Sasaran Semua masyarakat yang belum terdeteksi gangguan jiwa dan masyarakat yang sudah terdeteksi gangguan jiwa namun belum mendapatkan penanganan yang tepat di wilayah kerja Puskesmas Klasaman, Kota Sorong periode Mei sampai dengan Agustus 2019.
5
BAB II MATERI DAN METODE 2.1. Materi Materi yang dievaluasi dalam program ini terdiri dari laporan hasil kegiatan bulanan puskesmas mengenai program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Kota Sorong Periode Mei sampai dengan Agustus 2019, yang berisi kegiatan sebagai berikut: 1. Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa 2. Penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa 3. Penyuluhan kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan
2.2. Metode Evaluasi
program
ini
dilaksanakan
dengan
pengumpulan
data,
pengolahan data, dan analisis data sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Kota Sorong Periode Mei sampai dengan Agustus 2019 dengan cara membandingkan cakupan hasil program terhadap tolak
ukur yang telah
ditetapkan dan menemukan penyebab masalah dengan menggunakan pendekatan sistem.
6
BAB III KERANGKA TEORI
3.1. Bagan Sistem
Bagan di atas menerangkan sistem adalah gabungan dari elemen elemen yang saling dihubungkan dengan suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. Bagian atau elemen tersebut dapat dikelompokkan dalam enam unsur,yaitu: 6
1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan dibutuhkan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut, terdiri dari tenaga (man), dana (money), sarana (material), metode (method).
2. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang ada di dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
7
keluaran yang direncanakan. Terdiri dari unsur perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pemantauan (controlling). 3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem, terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. 5. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan dari sistem tersebut, berupa rapat bulanan. 6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari suatusistem. 3.2. Tolak Ukur
Tolak ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang meliputi masukan, proses, keluaran, lingkungan dan umpan balik pada program upaya kesehatan jiwa seperti yang tertera pada lampiran.
8
BAB IV PENYAJIAN DATA
4.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk evaluasi program ini berasal dari data sekunder dan tersierberupa: a. Data geografis dari data Puskesmas Klasaman tahun 2019 b. Data demografis dari data Puskesmas Klasaman tahun 2019 c. Data laporan bulanan program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman periode April
2019 sampai dengan
Agustus 2019, yang terdiri dari: i.
Data penemuan penderita baru gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Mei 2019 sampai Agustus 2019
ii.
Data pelayanan pemeriksaan dan pengobatan pasien yang terdeteksi mengalami gangguan kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman Mei 2019 sampai Agustus 2019.
4.2 Data Umum 4.2.1
Data Geografis
a. Lokasi Puskesmas Klasaman terletak di Jalan S. kamundan, Klawuyuk, Sorong Utara,Papua Barat.
9
b. Wilayah Kerja Puskesmas klasaman meliputi 4 wilayah kelurahan sebagai wilayah kerja, yaitu: 1.
Kelurahan Klawuyuk.
2.
Kelurahan Klasaman.
3.
Kelurahan Kalasuat
4.
Kelurahan Giwu.
Data Jumlah Penduduk dalam Wilayah Kerja Puskesmas Klasaman adalah: No
Cakupan wilayah
Jumlah
Laki- laki
Perempuan
penduduk 1
Klasaman
5610
3480
2562
2
Kalasuat
481
250
231
3
Klawuyuk
11017
5726
5291
4
Giwu
3651
1770
1881
Jumlah total
20759
10794
9965
(Sumber : Data Demografi wilayah kerja Puskesmas Klasaman Tahun 2019)
4.2.2
Data Fasilitas Kesehatan Jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada wilayah kerja Puskesmas Pedes, antara lain : -
Puskesmas Induk
: 1 buah
-
Pustu
: 5 buah
-
Pusling
: 1 buah
10
4.3
-
Posyandu
: 9buah
-
Poslansia
: 5 buah
-
Posbindu PTM
: 2 buah
Data Khusus 4.3.1.
Masukan (input) a) Tenaga (man)
Kepala Puskesmas
: 1orang
Dokter Umum
: 3orang
Dokter Gigi
: 1orang
Perawat
: 20 orang
Bidan
: 18 orang
Farmasi
: 1orang
Asisten farmasi
: 3 orang
Analis Lab
: 2orang
Nutrisionis
: 2orang
Admindan Keuangan
: 7 orang
Tenaga Umum (supir,kebersihan, dll) : 3 orang
b) Dana (money) Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
: ada
JKN
: ada
11
c) Sarana(material)
Medis Meja
: ada
Kursi
: ada
Tempattidur
: ada
Stetoskop
: ada
Sphygnomanometer
:ada
Termometer
: ada
Timbangan
: ada
Spuit
: ada
Kapasalkohol
: ada
Obat
Haloperidol
: tersedia-kurang
Clorpromazin
: tersedia-kurang
Diazepam
: tersedia-kurang
Triheksilfenidil
: tersedia - kurang
Fenitoin
: tersedia – kurang
Amitriptilin
: tersedia - kurang
NonMedis Leaflet
: Tidakada
Poster
: Tidakada
12
GedungPuskesmas •
RuangPendaftaran
: 1 ruang
•
RuangTunggu
: 1ruang
•
RuangPeriksa Kes Jiwa
: 1ruang
•
KamarObat
: 1 ruang
Buku pedomankesehatan jiwa
: ada
Kartuberobatpasien
: tidak ada
Formulir pencatatandanpelaporan
: ada
d) Metode(method) A. Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa adalah kegiatan pemeriksaan untuk melihat adanya gejala awal
gangguan
menggunakan
kesehatan
metode
2
jiwa,
menit,
dan
dengan dengan
mempermudah deteksi dini di berikan kuisioner SRQ 29 yang diisi oleh pasien pada pertama kali datang berobat atau tersangka.
Pasien datang ke pusat pelayanan kesehatan dasar, mendaftar ke loket, di sana dicatat identitas pasien pada kartu berobat. Pasien dengan membawa kartu berobat menuju kamar periksa, di sana pasien diterima oleh perawat yang akan melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda- tanda vital. Dengan pemeriksaan metode 2 menit dan pengisiian
13
SRQ 29 dapat menentukan cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa.
B. Pelayanan kesehatan sesuai standar pada pasien terdeteksi gangguan jiwa
Penanganan kasus gangguan kesehatan jiwa dalam bentuk psikofarmaka adalah penanganan pasien yang
sudah
terdiagnosis
gangguan
jiwa
mendapatkan pengobatan sesuai dengan tingkatan diagnosa. Untuk gangguan berat langsung dirujuk ke pelayanan sekunder.
Pemberian
obat
digunakan
untuk
psikofarmaka, mengatasi
antipsikotik
gejala
psikotik
(misalnya gaduh, gelisah, sulit tidur, halusinasi, waham, proses pikir kacau). Pasien psikotik yang agresif, mengancam, cendrung merusak dirinya atau orang lain (biasanya pasien skizofrenia, maniakal, atau penyalahgunaan
NAPZA)
membutuhkan
terapi yang efektif, aman dan mempunyai efek yang cepat (segera). Anti psikotik oral yang ada di Indonesia ada 2 golongan yaitu anti psikotik tipikal dan anti psikotik atipikal.6
C. Penyuluhan kesehatan jiwa di masyarakat oleh petugas kesehatan Penyuluhan tentang kesehatan jiwa di lakukan oleh petugas kesehatan yang sudah terlatih, penyuluhan bisa di lakukan di kelompok - kelompok kesehatan
14
seperrti posyandu, Posbindu PTM, sekolah-sekolah khusunya para remaja, poslansia dan pasien yang sedang
menunggu
antrian
di
ruang
tunggu
puskesmas. Biasnya penyuluhan terjadwal.
4.3.2.
Proses (process)
4.3.2.1. Perencanaan (planning) 1. Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa dilakukan dengan pemeriksaan pendataan PIS PK dan anamnesis oleh tenaga kesehatan dan akan ditindak lanjuti oleh dokter yang bertugas di ruangan pemeriksaan keswa pada hari Senin sampai dengan Sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIT. 2. Pelayanan kesehatan sesuai standar pada pasien terdeteksi gangguan jiwa Penanganan psikofarmaka dilakukan oleh dokter yang bertugas di ruang pemeriksaan keswa.
pada hari Senin
sampai dengan Sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIT.
3. Penyuluhan kesehatan jiwa di masyarakat oleh petugas kesehatan Penyuluhan di lakukan oleh tenaga kesehatan terlatih di posbindu, posyandu, poslansia, PKPR dan dildalam gedung puskesmas senin- sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIT.
15
4.3.2.2 Pengorganisasian (Organizinng) Adanya pembagian dan pemberian tugas yang teratur dalam melaksanakan tugasnya
Gambar 2. Bagan Struktur organisasi Puskesmas Klasman, Kota Sorng
Kepala Puskesmas dr.Lenny Hae
Koordinator Program Kesehatan Jiwa dr. Levina Sesa
Pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Jiwa Sudaraso Amk Prestoryca G Amd.Keb Tabel 1. Koordinator Kesehatan Jiwa di Puskesmas Klasaman
16
4.3.2.3 Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, dilaksanakan secara berkala: 1. Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Deteksi dini gangguan kesehatan jiwa dengan anamnesis oleh dokter –tenaga kesehetan yang bertugas di Balai Pengobatan Umum pada hari Senin sampai dengan Sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIB. Kurangnya pengetahuan dan stigma masyarakat akan gangguan kesehatan jiwa menyebabkan keluarga pasien yang memiliki gangguan kesehatan jiwa tidak membawa pasien berobat ke puskesmas maupun fasilitas kesehatan lainnya. 2. Penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa Dilakukan penanganan psikofarmaka dilakukan oleh dokter yang bertugas di Balai Pengobatan Umum pada hari Senin sampai dengan Sabtu pukul 08.00 – 12.00 WIB. Selain itu, dilakukan juga home visit / kunjungan rumah oleh tim kesehatan jiwa puskesmas yang dirasa masih kurang maksimal dikarenakan kurangnya tenaga dan waktu pelaksanaan. Beberapa kunjungan dilakukan setelah kegiatan BP di puskesmas sudah selesai. Belum ada panduan maupun SOP dalam pelaksanaan upaya kesehatan jiwa juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketidak efektifan dalam upaya penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa. 3. Penyuluhan tentang kesahatn jiwa oleh tenga kesehatan Dilakukan penyuluhan tentang kesehatn jiwa oleh tenga kesehatan yang terlatih , penyuluhan dapat di lakukan di
17
fasilitas umum di bawah naumgan program dari puskesmas. Penyuluhan dengan leaflet, spanduk, brosur membantu
pemahaman
dan
masyarakat.
Penyuluhan
di
menarik adakan
di
perhatian posyandu,
posbindu, PKPR, di dalam gedung puskesmas.
4.3.2.4. Pengawasan (controlling) Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara berkala setiap bulan oleh pemegang program upaya kesehatan jiwa. Lokakarya Mini Puskesmas yang dilakukan setiap awalbulan.
4.3.3.
Keluaran (output)
4.3.3.1. Cakupan Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa Bulan
Jumlah pasien
Mei 2019
-
Juni 2019
5
Juli 2019
-
Agustus 2019 Total
8
Sumber : Data Laporan Bulanan Deteksi
Dini Gangguan
Kesehatan Jiwa di Puskesmas Klasman periode Mei 2019 sampai dengan Agsutus 2019.
18
Data di atas merupakan hasil temuan kasus gangguan jiwa berat yang di dapatkan pada saat pendataan PIS PK di lapangan.
Tabel 3. Data Kunjungan Pasien di Puskesmas Klasmanan periode Mei 2019 sampai dengan Agustus 2019 Bulan Mei 2019
Jumlah pasien 1038
Juni 2019
916
Juli 2019
1260
Agustus 2019 Total
1197 4411
Sumber : Data Laporan Bulanan Deteksi
Dini Gangguan
Kesehatan Jiwa di Puskesmas Klasman periode Mei 2019 sampai dengan Agustus 2019
Cakupan Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pedes Periode Mei 2019 sampai dengan Agustus 2019 adalah:
Ukm : capaian deteksi dini gangguan kesehatan jiwa 46.42% belum mencapai target 50%
Ukp : Rumus
Jumlah kunjungan kasus kejiwaan melalui deteksi dini X 100% Jumlah seluruh pasien yang ke puskesmas
= =
8 4411
𝑥 100% 1.81%
19
4.3.3.2. Cakupan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Jiwa Tabel 3. Data Cakupan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Jiwa di Puskesmas Klasaman Periode mei 2019 sampai dengan agustus 2019.
Bulan
Jumlah pasien
Mei 2019
8
Juni 2019
8
Juli 2019
7
Agustus 2019
7
Total
30
Sumber : Data Laporan Bulanan Penanganan Pasien Terdeteksi Gangguan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Klasaman periode Mei 2019 – Agustus 2019.
Data di atas merupakan hasil temuan kasus gangguan jiwa berat yang di dapatkan pada saat pendataan PIS PK di lapangan dan mendapatkan penanganan sesuai standar di puskesmas.
20
Tabel 4. Data Kunjungan Pasien di Puskesmas Klasmanan periode Mei 2019 sampai dengan Agustus 2019.
Bulan
Jumlah pasien
Mei 2019
1038
Juni 2019
916
Juli 2019
1260
Agustus 2019
1197
Total
4411
Rumus: Jumlah kunjungan kejiwaan melalui deteksi dini dan ditangani X100% Jumlah seluruh pasien yang ke puskesmas
=
𝟑𝟎 𝟒𝟒𝟏𝟏
𝒙
=
𝟏𝟎𝟎 % 𝟔. 𝟖%
4.3.3.3. Cakupan penyuluhan kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan terlatih
Ukm : capaian penyuluhan jiwa di masyarakat oleh petugas kesehatan 75% belum
di lakukan
dari target 75%.
UKP :Penyuluhan baru di lakukan 1 kali pada bulan agustus. Pencapian sebesar 0.32% Jumlah masyarakat di wilayah kerja yang mendapat penyuluhan kesehatan jiwa oleh petugas PKM 100% Jumlah masyarakat di wilayah kerja
21
4.3.4.
Lingkungan (environment) Lingkungan Fisik
Lokasi
Transportasi : Tersedia saranatransportasi
Fasilitaskesehatanlain : Ada fasilitas kesehatan lain
: Tidak terdapat lokasi yang sulit dicapai
LingkunganNon-Fisik
Pendidikan : rata-rata pengetahuan tentang kesehatan jiwa masih kurang
Budaya dan
: Terdapat perbedaan persepsi masyarakat
petugas
medis
mengenai
gangguan
jiwa.
Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa hanya yang disebut “orang gila” saja. Masyarakat juga menganggap pasien dengan gangguan jiwa tidak perlu melakukan pengobatan secara rutin. Orang dengan gangguan
jiwa
dianggap
akibat
ulah
“guna-
guna/santet”.
Sosial/ekonomi
: pekerjaan beragam
. 4.3.5.
Umpan Balik (feedback)
Pencatatan dan pelaporan : adanya pencatatan dan pelaporan setiap bulan secara lengkap mengenai program upaya kesehatan jiwa.
Rapat kerja dalam bentuk lokakarya mini : 1 bulan sekali
22
4.3.6.
Dampak (impact)
Langsung : diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat sebagai bagian dari derajat kesehatanmasyarakat. Dapat mempercepat pengobtan pada pasien yang telah di deteksi dini dan di diagnose, sehingga data ODGJ yang terlantar bahkan yang di pasung berkurang.
Tidak langsung : diharapkan stigma dan diskriminasi di masyarakat yang masih menganggap pasien ODGJ adalah “ orang gila ”.
23
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pembahasan Masalah 5.1.1. Masalah MenurutKeluaran No 1
2
3
Variabel Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Cakupan penganan pasien terdeteksi gangguan jiwa Cakupan penyuluhan kesehatan jiwa
Tolak ukur 50 %
Pencapaian 1.81 %
Besar masalah 48.19%
15 %
6.8%
8.2%
75%
0.32%
75%
5.1.2. Masalah MenurutMasukan No 1
2 3 4
Variabel Petugas medis yang sudah dilatih deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Leafleat atau poster Buku pedoman kesehatan jiwa SOP upaya kesehatan jiwa
Tolak ukur Ada
Pencapaian masalah ada -
Ada
+
Ada
Ada, terbatas ada
Ada
ada
-
-
24
5.1.3. Masalah MenurutProses No Variabel 1 Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa 2 Cakupan penganan pasien terdeteksi gangguan jiwa
3
Cakupan penyuluhan kesehatan jiwa
5.1.4. No 1 2 3 4
Tolak ukur anamnesis
Pencapaian Besar masalah Sudah di + lakukan tapi belum tercapai Penangan Sudah efektif + pasien berupa tetapi belum psikofarmaka/ mencapai psikoterapi dan target adanya kunjungan rumah Leaflet, poster, Belum + penjadwlan tercapai terencana
Masalah Menurut Lingkungan Variabel Fisik : fasilitas kesehatan lain Leafleat atau poster Buku pedoman kesehatan jiwa SOP upaya kesehatan jiwa
No pencapaian 1 Fisik : fasilitas kesehatan lain 2 Non Fisik Budaya
Tolak ukur Ada
Pencapaian ada
masalah -
Ada
terbatas
+
Ada
ada
-
Ada
ada
-
Masalah Kurangnya pencatatan dan pelaporanpenderita gangguan jiwa dari luar puskesmas khususnya dari fasilitas kesehatan lain, belum dilaporkan ke puskesmas tempat dimana penderitatinggal Kurang, karena masih terdapat perbedaan persepsi masyarakat dan petugas medis mengenai gangguan jiwa. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa hanya yang disebut “orang gila” saja. Masyarakat juga menganggap pasien dengan gangguan jiwa tidak perlu melakukan pengobatan secara rutin. Orang dengan gangguan jiwa dianggap akibat ulah “guna- guna/santet”.
25
BAB VI PERUMUSAN MASALAH
6.1. Masalah Menurut Keluaran a. Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa adalah1.81 % dengan besar masalah 48.19 % dari target 50% b. Cakupan penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa adalah6.8 % dengan besar masalah 8.2% dari target 15 % c. Cakupan penyuluhan kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan 0.32% dengan besar masalah 74.68% dari target 75%
6.2. Masalah dari Unsur Lain 6.2.1. Dari Masukan 6.2.1.1. Man Tidak adanya petugas medis yang
melakukan deteksi dini,
karena hanya coordinator program yang menjalankan tugas hanya pada saat pasien datang dengan gejala. Selain itu baru berjalannya penggunaan metode ini. Dan selama ini coordinator dn pelaksana kesehatan jiwa kurang mempunyai waktu dan double job sehingga kurang efisien melaksanakan deteksi dini dan penyuluhan. Kurangnya petugas untuk melakukan deteksi dini dan penyuluhan.sehingga di butuhkan kader untuk membangtu program ini.
6.2.1.2. Material Tidak tersedianya leaflet dan poster kesehatan jiwa.
26
6.2.1.3. Method Tidak ada masalah
6.2.2.
Dari Proses a. Pelaksanaan deteksi dini hanya dengan anamnesis dan pemantauan secara PIS PK belum efektif dan belum terjadwal, belum ada koordinasi untuk menjalankan deteksi dini. b. Penanganan pasien terdeteksi gangguan jiwa tidak berjalan efektif
karena
penjangkauan
penanganan
melalui
home
visit/kunjungan rumah tidak berjalan secararutin dan ketidak cukupan persedian obat. c. Penyuluhan kesehatan jiwa belum terjadwal dan di lakukan, kurang tersedia bahan dan alat yang cukup untuk membuat penyuluhan lebih menarik.
6.2.3.
Dari Luar Sistem (Lingkungan) a. LingkunganFisik Kurangnya pencatatan dan pelaporan penderita gangguan jiwa dari luar puskesmas khususnya dari fasilitas kesehatan lain, belum dilaporkan ke puskesmas tempat dimana penderitatinggal. b. Lingkungan nonfisi Terdapat perbedaan persepsi masyarakat dan petugas medis mengenai gangguan jiwa. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa hanya yang disebut “orang gila” saja. Masyarakat juga menganggap pasien dengan gangguan jiwa tidak perlu melakukan pengobatan secara rutin. Orang dengan gangguan jiwa dianggap akibat ulah “guna-guna/santet”.
27
BAB VII PRIORITAS MASALAH
7.1 Masalah Menurut Keluaran “ Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa adalah 1,81% dengan besar masalah 48.19%.”
Kami mengambil indicator ini sebagai prioritas masalah dikarenakan: 1. Indicator tersebut belum mencapai target 2. Kurang efisisennya deteksi dini menggunakan metode anamnesis saja. 3. Adanya kesalahpahaman mengenai data deteksi dini yang diambil melalui hasil pendataan temuan kasus PIS-PK.
28
BAB VIII PENYELESAIAN MASALAH
8.1. Masalah Pertama
Cakupan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa Penyebab : a) Metode pendeteksian dini menggunakan anamnesis yang di rasakan kurang efektif. b) Kurangnya ketersediaan leaflet dan poster tentang kesehatan jiwa sehingga informasi kesehatan jiwa yang didapatkan masyarakat. c) Waktu melakukan pendataan deteksi dini kurang efisien. d) Masih perlunya inovasi yang memungkinkan pendeteksian dini yang melibatkan masyarakat. e) Terdapatnya stigma di masyarakat yang masih menganggap gangguan jiwa sebagai orang gila sehingga merasa malu untuk mencari pengobatan medis, adanya anggapan bahwa gangguan jiwa dapat diobati oleh dukun atau alternatif lain. Penyelesaian masalah: a) Gunakan metode SRQ 29 untuk penjaringan deteksi dini. b) Buat leaflet dan poster tentang kesehatan jiwa sehingga pengunjung puskesmas dapat mengetahui informasi tentang kesehatanjiwa. c) Lakukan deteksi dini bersamaan dengan program pis pk untuk mengefesiensikan waktu. d) Tingkatkan pencarian deteksi sini secara aktif dengan kunjungan rumah dan lakukan pelatihan kader dari masyarakat untuk kesehatan jiwa. 29
e) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat agar mengetahui tentang gangguan jiwa dan dapat mencari pengobatan ke puskesmas dengan kerja sama lintas program bagian promkes untuk melakukan penyuluhan upaya kesehatan jiwa yang terjadwal satu bulansekali.
Pada pembuatan penelitian ini, peneliti melakukan uji coba dengan membagiakan kuisioner SRQ 29 kepada pengunjung puskesmas dan pada saat pendataan pis PK.
Dari 100 lembar SRQ 29, di dapatkan hasil pengisiian yang menderita depresi ringan – sedang, ansietas sebanyak 17 sampel dan depresi berat, skizofren, psikosa aktif sebanyak 35 sampel,
sisanya tidak
mengalami gejala seperti di SRQ 29 sebanyak 48 sampel. Pada pembagian, peneliti mendapatkan banyak hasil “YA” di poli VCT, TB, KUSTA, dan beberapa diperoleh dari kunjungan rumah pada saat pendataan PIS PK. Dari sini peniliti mengambil kesimpulan bahwa Pasien yang mengunjungi Poli VCT, TB, Kusta lebih banyak mengalami gangguan depresi, dikarenakan penyakit yang mereka derita serta pengobatan yang membutuhkan waktu lama. Sedangkan pada kunjungan rumah ,responden tidak terbuka dalam pengisian SRQ 29 di hadapan petugas dan beberapa responde merasa keluhan tidak menganggu. Pada beberapa keluarga yang anggota keluarganya memiliki gejala kesehatan jiwa, tidak merasa hal tersebut mengganggu masyarakat sehingga keluarga tidak membawa periksa ke puskesmas atau ke fasilitas kesehatan lainnya dan merasa malu dikarenakan masih adanya stigma masyarakat orang dengan gangguan gejala kejiwaan dianggap sebagai “orang gila”.
30
Akan tetapi, dengan hasil “YA” tersebut belum bisa membedakan pasien depresi berat, skizofrenia, ataupun psikosa aktif dikarenakan tidak ada pemeriksaan lanjut kepada pasien tersebut.
Adapun beberapa kekurangan dari pengisian kuisoner SRQ 29 ini dikarenakan;
(a) responden masih kurang memahami pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dan kurangnya edukasi serta pengawasan dalam mengisis kuisoner tersebut, (b) pertanyaan pada SRQ 29 dirasakan terlalu banyak sehingga terkadang responden mengisi dengan tidak memperhatikan poin yang di tanyakan .
Pemakaian metode SRQ 29 sangat efisien waktu dan mudah dilakukan, sehinggga membantu pemegang program untuk mendeteksi pasien yang datang berobat dengan gejala kesehatan mental/ jiwa sehingga dapat di tangani sesuai dengan diagnosis yang ditetapkan.
31
BAB IX PENUTUP
9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi program upaya kesehatan jiwa di puskesmas klasaman dengan menggunakan metode anamnesis yang dilakukan di poli jiwa serta melalui kegiatan PIS-PK hasilnya kurang efektif, sehingga cakupan deteksi dini tidak tercapai. Oleh karena itu, diperlukan metode baru yaitu metode SRQ-29. Dimana peneliti melakukan uji coba dan didapatkan 52 orang dari 100 orang terdeteksi mengalami gangguan jiwa. Sehingga metode SRQ 29 ini dinilai efektif untuk melakukan pendeteksian dini gangguan jiwa.
9.2 Saran Agar program upaya kesehatan jiwa di Puskesmas Klasaman pada periode yang akan datang dapat berhasil dan berjalan dengan baik, maka Puskesmas sebaiknya
memperbaiki
masalah
yang ada dengan
penyelesaian masalah sebagaiberikut:
a) Melakukan pelatihan kepada petugas kesehatan yang berada di balai pengobatan agar mengetahui tugas masing-masing dan penggunaan SRQ 29 , serta membuat jadwal untuk melakukan deteksi dini. b) Membuat poster atau leaflet tantang upaya kesehatanjiwa. c) Meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat mengenai deteksi dini kesehatan jiwa, membuat kegiatan penyuluhan terjadwal. d) Meningkatkan pencarian penderita secara aktif dengan kunjungan rumah secara rutin danterjadwal.
Melalui saran di atas diharapkan dapat membantu dalam keberhasilan program Upaya kesehatan jiwa pada periode yang akan datang di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Klasaman.
Lampiran :
Penyuluhan tentang kesehetan jiwa oleh koordinator kesehatan jiwa di pos lansia Bethel
Pendataan PIS PK sekaligus memberikan kuisioner SRQ 29 di Kelurahan Klawuyuk
Leaflet
LAPORAN BULANAN UPAYA KESEHATAN JIWA PUSKESMAS BULAN TAHUN
: : Jumlah
No Kegiatan L I
PENEMUAN PENDERITA BARU
1
Psikosis
2
Neurosis
3
Penyalahgunaan obat/napza
4
Retardasi mental
5
Epilepsi
6
Gangguan jiwa lainnya JUMLAH TOTAL
II
PEMERIKSA DAN PENGOBATAN
1
Psikosis
2
Neurosis
3
Penyalah gunaan obat/napza
4
Retardasi mental
5
Epilepsi
6
Gangguan jiwa lainnya JUMLAH TOTAL
P
Σ
III
RUJUKAN (Penderita
DAN
KONSULTASI
Gangguan Jiwa)
IV
PENYULUHAN KESEHATAN JIWA
KHUSUS
KUNJUNGAN RUMAH ( Untuk evaluasi sosial, lingkungan dan pembinaan keluarga V JUMLAH KUNJUNGAN PUSKESMAS VI VII
CAKUPAN KESEHATAN JIWA
(Jumlah kunjungan pasien jiwa I / II ) / jumlah kunjungan pasien puskesmas (VI) x 100%