Modul PPH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DTSS Penyegaran Account Representative



Subjek dan Objek PPh Pendahuluan Pasal 1 UU No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36 tahun 2008 diatur bahwa: Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.



Dari Pasal ini, diketahui bahwa untuk dapat dikenakan pajak, harus ada Subjek Pajak dahulu. Baru kemudian dicari tahu, apakah Subjek Pajak tersebut menerima atau memperoleh penghasilan atau tidak. Penghasilan yang diterima atau diperoleh ini bisa dikenakan Pajak Penghasilan kalau memenuhi syarat sebagai Objek Pajak. Setelah itu, baru dicari tahu kapan penghasilan tersebut diperoleh, sehingga diketahui disaat atau tahun kapan bisa dikenakan pajak. Setelah persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi, baru dilihat peraturan pajak mana yang bisa diterapkan untuk pengenaan pajak penghasilan.



Dengan harus diketahui dahulu Subjek Pajaknya, maka Pajak Penghasilan merupakan Pajak Subjektif. Oleh karena itu, harus diketahui bagaimana keadaan dan kondisi Subjek Pajak sebelum menerapkan pajak penghasilan.



Pajak penghasilan dikenakan langsung ke Subjek Pajak yang menerima penghasilan, tidak bisa dialihkan atau digeser ke pihak lain. Karena kondisi inilah maka Pajak Penghasilan merupakan Pajak Langsung. Karena Subjek Pajak merupakan penanggung pajak, maka secara yuridis formal, beban ekonomis dan tujuan akhir dari pemajakan berada pada Subjek Pajak yang bersangkutan. Subjek PPh Subjek dapat diartikan sebagai pelaku. Subjek Hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Subyek Hukum dalam sistem hukum Indonesia adalah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).



Jika dihubungkan dengan Subjek Pajak, dapat diartikan bahwa subjek pajak adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum pajak. Sesuatu dalam hal ini terdiri dari BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



1



DTSS Penyegaran Account Representative individu dan badan hukum. Untuk memberikan penjelasan mengenai apa saja yang menjadi Subjek Pajak, maka Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan menjelaskan yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. badan; dan c. bentuk usaha tetap



Subjek Pajak Orang Pribadi Orang pribadi menjadi Subjek Pajak dimulai pada saat dilahirkan di Indonesia dan berakhir sampai meninggal dunia. Karena sudah ditetapkan sebagai Subjek Pajak, maka pada diri Orang Pribadi tersebut telah ada kewajiban dan hak perpajakan sesuai undang-undang perpajakan yang berlaku.



Dengan mengacu ke Undang-undang perdata, jika dua orang pribadi menikah maka akan menghapus salah satu kewajiban subjektif orang pribadi tersebut. Hal ini juga terdapat dalam undang-undang perpajakan, dimana ada ketentuan bahwa suatu keluarga dianggap sebagai satu entitas ekonomi sendiri. Dengan demikian, satu keluarga hanya memiliki satu kewajiban subjektif. Suatu keluarga biasanya diwakili oleh suami, kecuali kondisi tertentu menyebabkan lain, misalnya suami tidak ada penghasilan.



Namun demikian, ada pengecualian untuk suatu keluarga jika tidak mau dianggap sebagai satu entitas. Apabila ada keinginan dari keluarga tersebut untuk menjadi lebih dari satu entitas, maka dalam satu keluarga bisa ada lebih dari satu subjek pajak. Dalam Undangundang perpajakan, kondisi yang memungkinkan dalam satu keluarga untuk memiliki lebih dari satu Subjek Pajak adalah1: a. suami-istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.



1



Pasal 8 ayat(2) UU Pajak Penghasilan



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



2



DTSS Penyegaran Account Representative Menurut Undang-undang Perdata, untuk menjadi Subjek hukum diperlukan juga kecakapan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Golongan yang dianggap tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah: a. orang yang masih dibawah umur b. orang yang tidak sehat pemikirannya c. wanita dalam perkawinan Bagi wanita dalam perkawinan, ada pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 139 KUH Perdata dan Pasal 29 UU Perkawinan. Pasal 139 KUH Perdata berlaku bagi Golongan Tiongha. Pasal 139: Para calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuanketentuan berikut. Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan: Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Bagi orang yang dibawah umur, dianggap tidak cakap sebagai Subjek Hukum, demikian juga dalam Undang-undang Perpajakan. Pasal 8 ayat (4) Undang-undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya. Pengertian anak yang belum dewasa menurut undang-undang perpajakan adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Jadi harus memnuhi dua syarat ini, baru bisa dianggap sebagai anak yang belum dewasa. Pengertian orang yang belum dewasa (masih di bawah umur) adalah seseorang yang usianya belum mencapai 21 tahun terkecuali bagi seseorang yang walaupun belum berusia 21 tahun dan telah menikah. Bagi orang yang tidak sehat pemikirannya tidak dianggap cacat sebagai dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) huruf f Undang-undang KUP: dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



3



DTSS Penyegaran Account Representative dalam hal anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.



Subjek Pajak Warisan Belum Terbagi Dengan meninggalnya Subjek Pajak Orang Pribadi, maka berakhir pula kewajiban subjektif pajaknya. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kewajiban perpajakannya apabila Subjek Pajak Orang Pribadi tersebut meninggalkan warisan dan warisan tersebut tidak langsung dibagikan ke ahli waris. Dalam perjalan waktu, ternyata ada kewajiban perpajakan yang harus dilakukan terhadap warisan tersebut, misalnya warisan tersebut masih memberikan penghasilan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka warisan yang belum terbagi merupakan Subjek Pajak menggantikan yang berhak, yaitu ahli waris.



Beberapa penyebab mengapa warisan belum terbagi, antara lain: a. para ahli warisnya tidak diketahui dimana mereka berada; atau b. belum ada kesepakatan antara para ahli warisnya mengenai harta warisan yang menjadi haknya.



Dalam memenuhi kewajiban perpajakan warisan yang belum terbagi ini, maka dilakukan oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau pihak yang mengurus harta peninggalan tersebut2.



Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-10/PJ.41/1996 tanggal 12 Februari 1996, dijelaskan bahwa: a. Warisan yang belum terbagi merupakan Subjek Pajak, menggantikan yang berhak. b. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri, mengikuti status pewaris. c. Pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. d. Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi pada prinsipnya merupakan hak dan dapat dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak dan penghasilan tersebut digunggungkan dengan penghasilan lainnya yang diterima atau diperoleh masingmasing ahli waris.



2



Pasal 32 ayat (1) huruf e Undang-undang KUP



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



4



DTSS Penyegaran Account Representative e. Penghitungan penghasilan kena pajak masing-masing ahli Waris telah memperoleh pengurang berupa PTKP f.



Maka, dalam menghitung penghasilan kena pajak atas penghasilan yang berasal dari Warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurang berupa PTKP.



Subjek Pajak Badan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dijelaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Hal ini sama dengan pengertian yang diberikan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) b. Undang-undang Pajak Penghasilan.



Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.3



Pengertian badan sejalan dengan yang diatur dalam pengertian badan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perdata, bahwa badan hukum (recht persoon/legal person), merupakan personifikasi dari kumpulan orang-orang atau kepentingan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pendefinisian badan sebagai subjek pajak mengandung pengertian yang luas, tidak tergantung pada nama maupun bentuk dari badan tersebut. Definisi badan juga tidak membatasi apakah badan melakukan usaha atau tidak. Frasa ‘badan hukum’ mengandung dua dimensi, yakni badan hukum publik dan badan hukum perdata. Contoh yang paling nyata dari badan hukum publik adalah negara yang lazim juga disebut badan hukum orisinil, propinsi, kabupaten dan kotapraja. Sedangkan badan hukum perdata terdiri dari beberapa jenis diantaranya perkumpulan, PT, Koperasi, dan Yayasan.



Badan usaha milik negara atau, badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, 3



Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



5



DTSS Penyegaran Account Representative misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.



Tidak semua badan pemerintah merupakan Subjek Pajak, untuk itu dijelaskan badan pemerintah apa saja yang bukan Subjek Pajak. Pasal 2 ayat (3) huruf b menjelaskan: Badan pemerintah yang memenuhi kriteri berikut bukan Subjek Pajak, yaitu: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.



Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagai Subjek Pajak diatur tersendiri dalam Undang-undang perpajakan. Ketentuan mengenai BUT antara lain: 



Bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan.







Perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan







Bentuk Usaha Tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan



Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia.



Penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU Pajak Penghasilan menyatakan bahwa suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan computer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



6



DTSS Penyegaran Account Representative Ciri yang melekat pada suatu BUT pada dasarnya adalah: a. Suatu tempat usaha (a place of business), b. Bersifat permanen, c. Digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan), d. Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities).



BUT dapat berwujud: a. Fisik atau aktiva b. Jenis aktifitas, terdiri dari proyek dan pemberian jasa c. Agen d. Asuransi



BUT berwujud Fisik atau Aktiva Yaitu tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, Gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan, komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.



Untuk menentukan apakah ada BUT dalam wujud ini dilihat dari adanya aktiva berupa suatu tempat usaha (place of business).



Misalnya: Perusahaan X Ltd adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Singapura. Pada tahun 2010, X Ltd mendirikan cabang yang berlokasi di Jakarta.



Dari ilustrasi di atas, yang disebut BUT adalah cabang X Ltd yang didirikan di Jakarta. Status kantor pusat X Ltd di Singapura merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.



BUT Berwujud Aktifitas Penentuan ada atau tidaknya BUT bentuk ini, dilihat dengan aktifitas tertentu yang dilakukan di Indonesia. Penentuan BUT ini tidak berdasarkan ada atau tidak adanya aktiva atau tempat usaha.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



7



DTSS Penyegaran Account Representative Untuk aktifitas berupa proyek, dengan melihat apakah ada proyek konstruksi, instalasi atau royek perakitan.



Untuk aktifitas berupa pemberian jasa, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.



Misalnya: Perusahaan T Ltd adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, didirikan dan bertempat kedudukan di Hongkong. Pada tahun 2011, perusahaan T Ltd mendapat sebuah proyek pembangunan jembatan di Indonesia, yaitu kota Semarang.



Dari ilustrasi di atas, yang menjadi BUT adalah aktivitas proyek konstruksi di Semarang. Pemajakan di Indonesia hanya sebatas penghasilan yang diperoleh dari proyek konstruksi pembangunan jembatan di Indonesia saja.



Misal lainnya: Perusahaan R Ltd adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultan, didirikan dan bertempat kedudukan di Singapura. Tahun 2012, perusahaan R Ltd memberikan jasa konsultasi ke PT. Gaya Yoi yang berkedudukan di Indonesia. Dalam rangka pekerjaan tersebut, perusahaan R Ltd, mengirimkan salah satu karyawannya ke Indonesia. Sesuai kontrak, jasa konsultasi yang diberikan berlangsung selama 3 bulan. Dari ilustrasi di atas, BUT yang terjadi adalah karena adanya aktifitas pemberian jasa konsultasi di Indonesia karena aktivitas tersebut lebih dari 60 hari. Jika aktifitas tersebut kurang dari 60 hari, maka BUT dianggap tidak ada.



BUT Berwujud Agen Agen dalam hal ini adalah orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. Pengertian kedudukan tidak bebas karena bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.



Misalnya: WHY Ltd adalah sebuah perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Hongkong. WHY Ltd mempunyai anak perusahaan, yaitu PT. HOW yang berkedudukan di Indonesia.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



8



DTSS Penyegaran Account Representative Dalam kegiatannya di Indonesia, PT. HOW bertindak sebagai agen dan menutup kontrak untuk dan atas nama WHY Ltd.



Terlihat sekilas status PT. HOW sepertinya adalah Subjek Pajak Dalam Negeri. Dengan mengingat selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, bertindak untuk dan atas nama WHY Ltd, maka status PT. HOW adalah BUT.



BUT Berwujud Asuransi Yaitu agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.



Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia, dianggap mempunyai BUT di Indonesia, apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan, atau agennya di Indonesia.



Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. hal yang justru perlu diperhatikan adalah, pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.



Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Dari Pasal 26 ini, apakah mungkin ada BUT Asuransi?



Subjek Pajak berdasarkan domisili dapat dikelompokkan berdasarkan: -



Subjek Pajak Dalam Negeri



-



Subjek Pajak Luar Negeri



Subjek Pajak Dalam Negeri, terdiri dari:



a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.



b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



9



DTSS Penyegaran Account Representative c. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Subjek Pajak Orang Pribadi Harus memenuhi kriteria: -



bertempat tinggal di Indonesia



-



berada di Indonesia



-



mempunyai niat tinggal di Indonesia



Pengertian bertempat tinggal (place of residence) di Indonesia adalah:4 a. berdiam (permanent dwelling place), yang tidak bersifat sementara dan bukan hanya sebagai tempat persinggahan b. melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life). Yang dimaksud dengan kegiatan sehari-hari adalah kegiatan terkait dengan urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, antara lain turut serta dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dalam kegiatan, keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau perkumpulan di Indonesia. c. tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode). Tempat menjalankan kebiasaan adalah tempat yang dimiliki Orang pribadi untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan, baik yang bersifat rutin, sering ataupun tidak, antara lain melakukan aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.



Bagi Orang Pribadi yang dilahirkan di Indonesia dan masih berada di Indonesia, maka tempat domisilinya (place of domicile) di Indonesia merupakan tempat tinggalnya.



Pengertian tempat tinggal yaitu dapat ditempati sendiri oleh orang pribadi atau bersamasama dengan keluarganya, yang dapat dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakannya dan ditetapkan berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya.



Pengertian berada di Indonesia: a. berdasarkan keadaan yang sebenarnya berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia pada suatu waktu. b. Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari ditentukan dengan menghitung lamanya Subjek Pajak orang pribadi berada di Indonesia, yang keberadaannya di



4



Per-43/PJ/2011



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



10



DTSS Penyegaran Account Representative Indonesia dapat secara terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari.



Pengertian mempunyai niat tinggal di Indonesia, Subjek Pajak Orang Pribadi menunjukkan: a. niatnya secara tegas untuk bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa Visa bekerja, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 (seratus delapan puluh tiga) hari. b. melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain. Warisan Belum Terbagi Menjadi Subjek Pajak dalam negeri mengikuti Subjek Pajak Orang Pribadi yang menjadi pewarisnya.



Badan Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri harus memenuhi kriteria: a. tempa pediriannya di Indonesia b. tempat kedudukannya di Indonesia



Badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia Batasan subjek pajak badan didirikan di Indonesia adalah badan usaha yang pendirian atau pembentukannya: a. berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, b. didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, atau c. di dalam wilayah hukum Indonesia. Batasan badan ditetapkan bertempat kedudukan di Indonesia adalah badan yang:



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



11



DTSS Penyegaran Account Representative a. mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dalam akta pendirian badan, b. mempunyai kantor pusat di Indonesia, c. mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia, d. mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang melakukan pengendalian, e. pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan strategis, atau f.



pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.



Tempat kedudukan badan tersebut ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya.



Subjek Pajak luar negeri dianggap mempunyai tempat BUT di Indonesia jika subjek pajak luar negeri tersebut memiliki kedudukan manajemen di Indonesia. Tempat kedudukan manajemen efektif adalah tempat dimana keputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat atau tempat pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan (P3B). Tempat kedudukan manajemen sebagai BUT adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis. Jadi keputusan manajemen yang dibuat hanya untuk kepentingan operasional di Indonesia saja, bukan yang bersifat strategis, karena kendali seharusnya tetap berada pada subjek pajak luar negeri dimana mereka berada. Jika BUT di Indonesia melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau tempat membuat keputusan yang bersifat strategis, maka walaupun subjek pajak mempunyai tempat pendirian di luar negeri termasuk sebagai subjek pajak dalam negeri. Subjek Pajak Luar Negeri, terdiri dari: a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



12



DTSS Penyegaran Account Representative dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. c. Bentuk Usaha Tetap



Subjek pajak orang pribadi yang tidak memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak dalam negeri, maka ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang kemudian pergi keluar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di luar negeri berpindahpindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Orang Pribadi yang bertinggal di Indonesia tetapi keberadaannya tidak memenuhi time test, dirinya ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri Orang pribadi walaupun masih mempunyai rumah di Indonesia, tetapi tidak berada di Indonesia dalam jangka waktu time test, maka dirinya ditetapkan sebagai subjek pajak luar negeri Untuk dapat dianggap sebagai penduduk luar negeri, sehingga dapat dianggap sebagai subjek pajak luar negeri, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bukti kependudukannya tersebut dengan dokumen tanda pengenal resmi seperti: a. Green Card, b. identity card, c. student card, d. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri, e. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau f.



tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



13



DTSS Penyegaran Account Representative Tanpa bukti-bukti tersebut maka secara administrasi masih dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri. Perbedaan Perlakuan Pemajakan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri diperlakukan berbeda dalam pemajakannya, yaitu:



No. 1



Uraian



WP Luar Negeri



WP Dalam Negeri



(Selain BUT)



Ruang lingkup



Penghasilan yang di-terima



Penghasilan yang berasal



pemajakan



atau diperoleh dari Indonesia



dari sumber penghasilan di



maupun dari luar Indonesia



Indonesia



2



Dasar pengenaan pajak



Penghasilan Neto



Penghasilan bruto



3



Tarif



Tarif Umum



Tarif sepadan



4



Kewajiban SPT



Wajib menyampaikan



Tidak Wajib



SPT Tahunan



menyampaikan SPT Tahunan



5



Metode pemungutan



Self assessment dan



Witholding tax



witholding



Saat dimulai dan berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif: Subjek Pajak



Mulai



Berakhir



Dalam Negeri Orang Pribadi 



Saat dilahirkan



Saat meninggal dunia



Sejak hari pertama berada



Saat meninggal kan



di Indonesia



Indonesia untuk selama-



Bertempat tinggal di Indonesia



 Berada di Indonesia lebih dari 183 hari / Berada di Indonesia



lamanya



dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia Warisan yang belum terbagi



Saat meninggalpewaris



Saat warisan dibagikan.



Badan



Pada saat badan tsb



Pada saat dibubarkan



didirikan atau bertempat



atau tidak lagi bertempat



kedudukan di Indonesia



kedudukan di Indonesia.



Luar Negeri Orang Pribadi tidak bertempat BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



14



DTSS Penyegaran Account Representative tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.  Menjalankan usaha /me-



Saat berada di Indonesia



Saat ditiadakannya BUT



Saat adanya hubungan



Saat putusnya hubungan



/melakukan kegiatan melalui



ekonomis dengan



ekonomis dengan



BUT



Indonesia



Indonesia



lakukan kegiatan melalui BUT  Tidak menjalankan usaha



Tidak Termasuk Subjek Pajak a. kantor perwakilan negara asing; b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan dan pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : 1.



Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut ;



2.



tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;



d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.



Objek PPh Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan menjelaskan: “Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



15



DTSS Penyegaran Account Representative maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.



Unsur yang menjadi penghasilan dari definisi di atas: 



Setiap tambahan kemampuan ekonomis.







Diterima atau diperoleh wajib pajak.







Berasal dari Indonesia maupun berasal dari luar Indonesia.







Dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak.







Dengan nama dan dalam bentuk apapun.



Adanya tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan adalah jumlah pertambahan kekayaan dan jumlah konsumsi selama dalam periode tersebut.



Penghasilan diterima dan diperoleh mengandung pengertian bahwa penghasilan tidak membatasi apakah kemampuan ekonomis tersebut sudah nyata, baik secara fisik berada dalam penguasaan wajib pajak maupun yang masih merupakan hak. Penghasilan tersebut telah direalisasikan secara konsep akuntansi.



Sumber penghasilan tidak dibatasi apakah berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia (world wide income). Dari Undang-undang ini, dapat diartikan: a.



Jika subjek pajak Dalam Negeri, maka penghasilan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yang berasal dari Indonesia dan dari luar Indonesia.



b.



Jika Subjek Pajak Luar Negeri, maka objek pajak penghasilan hanya yang berasal dari Indonesia saja



Bahwa



keseluruhan



penghasilan



tersebut



digabungkan



termasuk



kerugian,



yang



mengurangi penghasilan. Pengecualian adalah jika kerugian tersebut berasal dari luar Indonesia.



Penghasilan dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak. Oleh karena itu besarnya penghasilan sebanding dengan jumlah konsumsi dan pertambahan kekayaan dalam satu periode.



Penghasilan tidak dibatasi dengan nama dan bentuknya. Sesuai prinsip materialitas, penghasilan lebih dipandang dari segi substansi bukan dari nama maupun bentuknya. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



16



DTSS Penyegaran Account Representative Pengelompokan Objek Pajak Penghasilan Dari penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: 



penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,







penghasilan dari usaha dan kegiatan,







penghasilan dari modal, dan







penghasilan lain-lain.



Penghasilan dari pekerjaan Penghasilan yang menjadi objek pajak termasuk di dalamnya penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh. Penghasilan dalam hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima penghasilan orang pribadi, baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun buka pegawai.



Penghasilan dari Usaha dan Kegiatan Laba usaha yang merupakan selisih lebih antara pendapatan usaha atau kegiatan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka melakukan usaha dan kegiatan. Premi asuransi termasuk premi reasuransi termasuk penghasilan bagi perusahaan penyelenggara jasa asuransi. Surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.



Penghasilan dari Modal Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen: 1.



pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;



2.



pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;



3.



pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



17



DTSS Penyegaran Account Representative 4.



pembagian laba dalam bentuk saham;



5.



pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;



6.



jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;



7.



pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;



8.



pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;



9.



bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;



10.



bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;



11.



pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;



12.



pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.



Pasal 2 Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010: Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UndangUndang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari: a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan



Agio saham dan disagio saham adalah bentuk ekuitas/modal usaha sehingga tidak terdapat tambahan kemampuan ekonomis jika agio/disagio



dikonversikan menjadi



saham.



Sedangkan konversi saham yang berasal dari selisih penilaian kembali aktiva tetap telah dijadikan objek pajak tersendiri, sehingga pada saat dikonversikan telah dikenakan pajak pada saat dilakukaannya penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



18



DTSS Penyegaran Account Representative 1.



penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;



2.



penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;



3.



pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;



4.



pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: a.



penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;



b.



penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;



c.



penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;



5.



penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan



6.



pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.



Sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



19



DTSS Penyegaran Account Representative Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta terjadi apabila harga penjualan atau harga pengalihan atau penggantian melebihi nilai sisa buku fiskal (untuk harta yang dapat disusutkan) atau harga perolehan (untuk harta yang tidak dapat disusutkan). Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar



Apabila badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan



Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan, bagi pihak yang menyerahkan barang. Sedangkan bagi perusahaan yang menerima penyerahan akan dicatat sebesar harga pasar barang yang diserahkan dan selisih antara nominal saham yang diserahkan dengan harga pasar barang tersebut dicatat sebagai Agio saham atau disagio, yang bukan merupakan objek pajak



Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan harta kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.



Badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan



Penghasilan Lain-Lain 



Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya “alimentasi” atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.







Penerimaan Kembali Pembayaran Pajak yang Telah Dibebankan Sebagai Biaya dan Pembayaran Tambahan Pengembalian Pajak



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



20



DTSS Penyegaran Account Representative 



Keuntungan Karena Pembebasan Utang, Kecuali Sampai Dengan Jumlah Tertentu yang Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah







Keuntungan Selisih Kurs Mata Uang Asing







Selisih Lebih Karena Penilaian Kembali Aktiva







Iuran yang Diterima atau Diperoleh Perkumpulan Dari Anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang Menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas.







Tambahan Kekayaan Neto yang Berasal dari Penghasilan yang Belum Dikenakan Pajak







Imbalan Bunga Sebagaimana Dimaksud dalam Undang-Undang yang Mengatur Mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan



Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) BUT merupakan Subjek Pajak Luar Negeri, tetapi dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. BUT biasanya mempunyai hubungan dengan Subjek Pajak Luar Negeri lainnya, yaitu Induknya (kantor pusat), sehingga yang ditetapkan sebagai objek pajak bagi BUT, bukan hanya yang secara faktual penghasilan dari usaha, kegiatan atau dari assets yang dikuasai BUT di Indonesia saja, tetapi seluruh penghasilan subjek pajak luar negeri tersebut yang didapatkan dari Indonesia baik yang sejenis dengan yang dilakukan BUT, serta karena adanya hubungan efektif antara penghasilan dengan BUT tersebut. Oleh karena itu, penghasilan BUT yang menjadi objek PPh: a. Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai . b. Force of Attraction: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia. c. Atribusi karena hubungan efektif



(effectively connected) yaitu penghasilan



sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 UU PPh yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Contoh dari effectively connected: X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek dagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Y melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT Y yang mempergunakan merek dagang tersebut. Dalam hal demikian, penggunaan merek BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



21



DTSS Penyegaran Account Representative dagang oleh PT Y mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap.



Dalam menentukan besarnya laba BUT, Pasal 5 ayat (3) UU Pajak Penghasilan mengatur hal sebagai berikut: 1.



biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP 62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995);



2.



pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah : a.



royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hakhak lainnya;



3.



b.



imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;



c.



bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;



pembayaran sebagaimana tersebut pada angka 2 yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai obyek pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.



Biaya yang diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP - 62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995 antara lain: 1.



Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh suatu bentuk usaha tetap di Indonesia adalah biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kantor pusat yang berkaitan dan dalam rangka untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap



yang



bersangkutan



untuk



mendapatkan,



menagih,



dan



memelihara



penghasilan. 2.



Besarnya biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 setinggitingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia.



3.



Bentuk usaha tetap di Indonesia yang mengurangkan biaya administrasi kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam angka 1, wajib menyampaikan laporan keuangan



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



22



DTSS Penyegaran Account Representative konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yang meliputi seluruh usaha dan/atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. 4.



Laporan Keuangan konsolidasi atau kombinasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus sudah diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan rincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing bentuk usaha tetap di negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan.



Penghasilan Dikenakan Pajak Final atau Bersifat Final Karakteristik pengenaan Pajak Penghasilan Final antara lain: 



Pengenaannya dipisahkan dengan penghasilan yang dikenakan tarif PPh umum.







Terutang pada setiap transaksi atau tanpa diakumulasikan pada periode tahun pajak.







Pelunasannya dapat menggunakan mekanisme witholding, atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak. Jika pajak yang terutang lebih besar dibandingkan dengan







jumlah yang telah dipotong atau dipungut pihak lain, maka kekurangannya di setor sendiri oleh wajib pajak.







Pajak Penghasilan Final atau yang bersifat final tidak dapat diperhitungkan/ dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang yang dikenakan tarif umum.







Biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka penghitungan Penghasilan Kena Pajak yang bersifat umum.







Biasanya Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final adalah tarif tunggal meskipun ada juga yang bersifat progresif.







Dilakukan pembukuan terpisah dengan yang dikenakan tarif pajak bersifat umum, atau yang bukan merupakan objek pajak, serta yang mendapatkan fasilitas perpajakan.



Jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final: No



Perihal



1.



Bunga to/Tabungan



Tarif Deposi- 20% Dan



Dasar Pengenaan Pajak



Dasar Hukum



Jumlah bruto bagi Wajib  Ps 4 ayat (2) Pajak Dalam Negeri



UU PPh



Diskonto Sertifikat Bank 20%



Jumlah bruto bagi W.P.  P.P



Indonesia (SBI)



Luar



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



negeri



atau



tarif



No.131



/2000



M. Rifky Santoso



23



DTSS Penyegaran Account Representative



No



Perihal



Tarif



Dasar Pengenaan Pajak



perjanjian  51/KMK..04/



berdasarkan penghindaran berganda



Dasar Hukum



pajak



yang



berlaku



(P3B) 2



Hadiah Undian



25%



Jumlah bruto nilai hadiah  Ps 4 ayat (2) UU yang dibayarkan atau nilai pasar



PPh



berupa  PP No 132 /



hadiah



natura atau kenikmatan.



2000  KEP-395/PJ./ 2001, TGL 1306-2001



3.



Bunga



Simpanan 0 %



Anggota Koperasi 10 %



Bruto



s/d  Ps 4 ayat (2)



bunga



Rp.240.000,00 per bulan



dan Pasal 17 (7)



Lebih dari Rp.240.000,00



UU PPh  PP No.15 /2009



per bulan 4



Pajak Penghasilan Atas 15%



dari jumlah bruto bunga  Ps 4 (2) UU PPh



Penghasilan



sesuai



Berupa



Bunga Obligasi



masa  Pasal 17 (7) UU



dengan



kepemilikan



Obligasi



PPh



Bunga bagi Wajib Pajak  PP No.16 Thn dalam negeri dan bentuk



.2009



usaha tetap; dan



20%



atau sesuai dengan tarif berdasarkan



persetujuan



penghindaran



pajak



berganda



Wajib



bagi



Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, Pajak Penghasilan Atas Penghasilan



Berupa 15%



Diskonto Obligasi



dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak



termasuk



bunga



berjalan; BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



24



DTSS Penyegaran Account Representative



No



Perihal



Tarif



Dasar Pengenaan Pajak



20%



bagi Wajib Pajak dalam



Dasar Hukum



negeri dan bentuk usaha tetap; dan atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap PPh atas penghasilan



0%



bunga dan/atau diskonto dari



Obligasi



diterima



yang



2009,9-2-09



dan/atau 5%



terdaftar



untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013;



pada



Badan Pengawas Pasar 15%



untuk



Modal



seterusnya.



dan



 PP No.16 TH.



dengan tahun 2010



diperoleh WP reksadana yang



untuk tahun 2009 sampai  Ps 4 (2) UU PPh



Lembaga



tahun 2014 dan



Keuangan 5



Penjualan Pendiri



Saham 0,1% dan



bukan



Jumlah



bruto



transaksi



Pendiri di Bursa Efek



nilai Ps 4 (2) UU PPh



penjualan PPNo.41/1994 jo



saham



PP No. 14/1997 282/KMK.04/1997



0,5%



Tambahan pemilik



PPh



saham



bagi SE-06/PJ.4/-1997 pendiri,



dari nilai saham pada saat penawaran



umum



perdana 6



Penjualan dan



BBM,



Pelumas



BBG 0,25% dari



BBM



Kepada



SPBU Pasal 22



Pertamina



254/KMK03/01



produsen atau importir



392/KMK03/01 0,3%



0,3%



BBM kepada SPBU non



236/KMK03/03



Pertamina



154/PMK.03/10



BBG



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



25



DTSS Penyegaran Account Representative



No



7.



Perihal



Penghasilan Pengalihan Tanah



Tarif



Dasar Pengenaan Pajak



0,3%



Pelumas



dari 5% Hak



Atas



Jumlah



bruto



Dasar Hukum



nilai Ps 4 (2) UU PPh



pengalihan hak atas tanah PP 71/08,



dan/Atau



dan/atau bangunan



243/PMK.33/08



Bangunan



PER30/PJ./2009 1%



Rumah



sederhana



dan



rumah susun sederhana 8.



Penghasilan



yang 10%



Jumlah



bruto



nilai Ps 4 (2) UU PPh



diterima atau diperoleh



persewaan



PP.29/1996



dari Persewaan Tanah



tanah dan/atau bangunan PP no.5 Tahun



dan /atau Bangunan



baik



yang



diterima 2002



/diperoleh W Pribadi



P Orang 120/KMK.03/



maupun



WP 2002



Badan



KEP-227/PJ/ 2002



9



Usaha Jasa Kontruksi



2%



Pelaksanan kontruksi yg



Ps 4 (2) UU PPh



dilakukan oleh penyedia PP



No



jasa yg memiliki kualifikasi 2008



51 jo



usaha



40/2009.



kecil



SE-05/PJ.03/



Th PP



2008 4%



Pelaksanan kontruksi yg dilakukan oleh penyedia jasa



yg



tidak



Mulai berlaku 1



memiliki Jan 2008



kualifikasi usaha



3%



Pelaksanan kontruksi yg dilakukan oleh penyedia jasa



selain



kedua



penyedia jasa tsb diatas .



4%



Perencanaan



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



atau M. Rifky Santoso



26



DTSS Penyegaran Account Representative



No



Perihal



Tarif



Dasar Pengenaan Pajak



Dasar Hukum



pengawasan konstruksi yg dilakukan oleh penyedia jasa yg memiliki kualifikasi usaha



6%



Perencanaan



atau



pengawasan konstruksi yg dilakukan oleh penyedia jasa



yg



tidak



memiliki



kualifikasi usaha 10



Uang pesangon, yang 0%



s.d Rp. 50 juta



Ps 21 UU PPh



dibayarkan sekaligus



PP No. 68/ 2009; 5%



Penghasilan bruto diatas Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta



15%



Penghasilan bruto diatas Rp.100 juta s.d Rp.500 juta



25%



Penghasilan bruto diatas Rp.500 juta



Uang manfaat pensiun;



0%



s.d Rp. 50 juta



Ps 4 (2) UU PPh



Tunjangan hari tua atau



11



PP No. 68/ 2009;



Jaminan Hari Tua yang 5%



Penghasilan bruto diatas



dibayarkan sekaligus



Rp.50 juta



Penghasilan Wajib Pajak



yang



1,2%



bergerak



dibidang



Peredaran bruto



Pasal 15.



(Norma Khusus)



416/KMK.04/



usaha



1996



pelayaran dalam negeri. 12



Penghasilan Wjib Pajak 2,64%



Peredaran bruto



Pasal



yang bergerak di bidang



(Norma Khusus)



417/KMK.04/



usaha pelayaran atau



15.



1996



penerbangan luar negeri 13



Penghasilan



WP



luar 0,44%



Nilai ekspor bruto



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



Pasal



15.



M. Rifky Santoso



27



DTSS Penyegaran Account Representative



No



Perihal



Tarif



negeri yang mempunyai kantor



Dasar Pengenaan Pajak



Dasar Hukum



(Norma Khusus)



634/KMK.04/



perwakilan



1994;Kep-667/PJ.



dagang di Indonesia 14



/2001



Honorarium dan imbalan lain



dengan



apapun



atas



APBN/APBD diterima



Penghasilan bruto



Psl 21 (1) UU



nama



PPh



beban 0% yang



PNS Gol I dan II, TNI / PP 80 tahun 2010 POLRI



Pejabat



Tamtama



Bintara,



Negara,PNS,angg. TNI ,



dan 264/PMK.03/ dan 2010



Pensiunannya



POLRI dan pensiunan. 5%



PNS Gol III, TNI/ POLRI Perwira



Pertama,



dan



pensiunannya



15%



PNS Gol IV, TNI/POLRI perwira



Menengah



dan



Tinggi/ Pensiunan 15



16



Nilai



bangunan



yang 5%



Jumlah yang lebih tinggi Pasal 15.



diterima dalam rangka



antara NJOP dan harga 248/KMK.04



Bangun



akte penyerahan



Guna



Serah



1995



sehub. dgn berakhirnya



SE-38/PJ.4



masa perjanjian



1995



Penjualan Saham Milik 0,1%



Jumlah



Perusahaan



transaksi



Modal



Ventura



saham



/



bruto



nilai



/



Psal 4 ayat (2)



penjualan PP No.4/1995 atau pengalihan 250/KMK.04/



penyertaan modal



1995



;SE-



33/PJ.4/-1995 17



18



Selisih penilaian kembali 10%



Selisih



aktiva tetap



kembali di atas nilai sisa 79/PMK.03-/



Diskonto



Surat



Utang 20%



lebih



buku fiskal



2008



Jumlah Diskonto SPN



Psl



Negara ( SPBN & ORI) 19



Pajak Penghasilan Atas 2,5% Penghasilan



penilaian Psl 19 ayat (1)



4



ayt



(2)



PP.27 Th 2008 Margin awal



Dari



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



Psl



4



ayt



(2)



PP.17 Th 2009 M. Rifky Santoso



28



DTSS Penyegaran Account Representative



No



Perihal



Tarif



Transaksi



Derivatif



Berupa



Kontrak



Berjangka



Dasar Pengenaan Pajak



Dasar Hukum



Sudah dicabut



Yang



Diperdagangkan



Di



Bursa



Sudah dicabut 20



Dividen



yang



diterima 10%



Jumlah bruto dividen



oleh WP orang pribadi



Ps 17 (2c) UU PPh



PP



no.19



tahun 2009 111/PMK.03/10 21



Penghasilan istri semata Tarif



Penghasilan Kena Pajak



mata dari satu pemberi pasal 17



Pasal 8 ayat (1) UU PPh



kerja.



Penghasilan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Beberapa pertimbangan penghasilan dikecualikan sebagai objek pajak, antara lain: -



penghasilan bagi lembaga yang bersifat sosial atau keagamaan



-



penghasilan yang diperoleh karena hubungan keluarga



-



menghindari pengenaan pajak berganda secara yuridis dan ekonomis;



-



penggeseran pembebanan pajak;



-



kewajaran dan kelaziman dalam dunia usaha;



-



alasan praktis;



-



menunjang program pemerintah di bidang pembangunan .



-



sebagai fasilitas dan insentif perpajakan.



Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak: 1.



Bantuan atau Sumebangan dan hibah



2.



Warisan



3.



Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal



4.



Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



29



DTSS Penyegaran Account Representative secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan



norma penghitungan khusus



(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh 5.



Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa



6.



Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat tertentu.



7.



Iuran yang diterima atau yang diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.



8.



Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7 diatas, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan



9.



Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.



10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 11. Bea siswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



30



DTSS Penyegaran Account Representative



Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri:



Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,-



Tarif Pajak 5%



Di atas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,-



15 %



Di atas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-



25 %



Di atas Rp. 500.000.000,-



30 %



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



31



DTSS Penyegaran Account Representative



Pengurang Penghasilan Bruto Pendahuluan Untuk menghitung besarnya pajak penghasilan, tarif pajak dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak didapat dengan mengurangkan penghasilan bruto dengan biaya atau pengeluaran yang diperbolehkan menurut Undang-undang Perpajakan. Biaya atau pengeluaran yang terjadi, harus dibukukan secara terpisah antara untuk mendapatkan penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan tarif umum, objek pajak final, bukan objek pajak dan yang mendapatkan fasilitas perpajakan. Jika ada biaya bersama (joint cost) yang tidak dapat dipisahkan, maka pembebanannya dilakukan dengan proporsional. Dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak, yang disebut juga sebagai Penghasilan Kena Pajak, maka pengurang penghasilan bruto yang diperbolehkan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: -



Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan



-



Kompensasi kerugian



-



Penghasilan tidak kena pajak



Biaya Untuk Mendapatkan, Menagih dan Memelihara Penghasilan Biaya ini dapat digolongkan dalam 2 golongan: 1. Biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun 2. Biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha antara lain: 1.



biaya pembelian bahan;,



2.



biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;



3.



bunga, sewa, dan royalti;



4.



biaya perjalanan;



5.



biaya pengolahan limbah;



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



32



DTSS Penyegaran Account Representative 6.



premi asuransi;



7.



biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan



8.



biaya administrasi; dan



9.



pajak kecuali Pajak Penghasilan;



Biaya-biaya ini disebut juga biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan tidak berwujud (seperti hak dan biaya lain), pembebanan melalui penyusutan dan amortisasi. Dasar penyusutan dan amortisasi adalah penghitungan bulan, dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran. Pengeluaran yang sifatnya merupakan pembayaran dimuka, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan: 1) Metode garis lurus atau straight-line method Membebankan pengeluaran atas perolehan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun kedalam bagian - bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut atau 2) Metode saldo menurun atau declining balance method Membebankan pengeluaran atas perolehan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun kedalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Dalam metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Pengeluaran–pengeluaran untuk memperoleh tanah berstatus hak milik, untuk memperoleh tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali, tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah yang berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



33



DTSS Penyegaran Account Representative Sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut. Saat dimulainya penyusutan pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Saat mulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan, tetapi harus mendapatkan persetujuan terlebih dulu dari Direktur Jenderal Pajak.Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud: Kelompok Harta Berwujud



Masa Manfaat



Tarif Penyusutan Garis Lurus



Saldo Menurun



I. Bukan Bangunan Kelompok 1



4 tahun



25 %



50 %



Kelompok 2



8 tahun



12,5 %



25 %



Kelompok 3



16 tahun



6,25 %



12,5 %



Kelompok 4



20 tahun



5%



10 %



Permanen



20 tahun



5%



-



Tidak Permanen



10 tahun



10%



-



II. Bangunan



Metode Amortisasi: -



Metode garis lurus



-



Metode saldo menurun



-



Metode satuan produksi



Metode amortisasi yang digunakan terhadap pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya, pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dan pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, adalah metode garis lurus dan saldo menurun.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



34



DTSS Penyegaran Account Representative Sedangkan metode satuan produksi digunakan untuk amortisasi terhadap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi, pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya



setiap



tahun



sama



dengan



persentase



perbandingan



antara



realisasi



penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penembangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun. Masa manfaat dan tarif penyusutan harta tak berwujud: Kelompok Harta Tak Berwujud



Masa Manfaat



Tarip Amortisasi Garis Lurus



Saldo menurun



Kelompok 1



4 tahun



25 %



50 %



Kelompok 2



8 tahun



12,5 %



25 %



Kelompok 3



16 tahun



6,25 %



12,5 %



Kelompok 4



20 tahun



5%



10 %



Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnyaberdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaatnya. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Contoh Amortisasi mengunakan metode garis lurus Kontrak kerja hak penggunaan merk dagang selama 5 tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk pengunaan merk dagang tersebut sebesar Rp 500.000.000,00, Masa manfaat yang BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



35



DTSS Penyegaran Account Representative ditetapkan sebagaimana tercantum pada tabel masa manfaat dan tarif penyusutan adalah 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun dan 20 tahun. Masa manfaaf 5 (lima) tahun dekat dengan 4 (empat)



tahun,



maka



untuk



keperluan



amortisasinya



penggunaan



merk



dagang



dimasukkaan dalam harta kelompok 1. Apabila wajib pajak menggunakan metode garis lurus,



besarnya



amortisasi



setiap



tahun



adalah



25%



x



Rp500.000.000,00



=



Rp125.000.000,00



Contoh Amortisasi mengunakan metode satuan produksi Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu, sebesar Rp1.500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan



bruto



pada



tahun



tersebut



adalah



20%



dari



pengeluaran



atau



Rp300.000.000,00. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuannya semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.



Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.



Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



36



DTSS Penyegaran Account Representative Berdasarkan PSAK No. 10 ditetapkan bahwa Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs padasaat terjadinya transaksi. Dan penyajian pada neraca diatur sebagai berikut : 



pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabilaterdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif







pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan







pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.



Pos moneter adalah kas dan setara kas, aktiva dan kewajiban yang akan diterima atau dibayar yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Perlakuan perpajakan atas biaya penelitian dan pengembangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.769/KMK.04/90dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE22/PJ.31/1990 sebagai berikut: 



Biaya biaya penelitian dan pengembangan adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan untuk



pengembangan



produksi



(product



development),



serta



biaya



untuk



meningkatkan efisiensi perusahaan termasuk teknologi untuk pengembangan proses (process technology). 



Pembebanan biaya melalui penyusutan/ amortisasi







Biaya sehari-hari untuk litbang.. sesuai Ps 6 (1) UU PPh







Biaya diluar butir 1 dan 2 diatas antara lain biaya konsultan, perlakuan perpajakan sesuai akuntansi yang berlaku



Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



37



DTSS Penyegaran Account Representative Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak. Persyaratan yang ditentukan dalam PER-105/PMK.03/2009 adalah: 1.



telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;



2.



Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak ;



3.



telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan



piutang/pembebasan



utang



antara



kreditur



dan



debitur



yang



bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus,atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. Sumbangan-sumbangan bisa sebagai pengurang penghaislan bruto yang diatur dalam Peraturan Pemerintah meliputi : -



sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional



-



sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia



-



biaya pembangunan infrastruktur sosial



-



sumbangan fasilitas pendidikan



-



sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga



Kompensasi Kerugian Kerugian dapat dikompensasikan terhadap perolehan penghasilan netto lainnya melalui 2 (dua) cara, yaitu kompensasi horisontal dan kompensasi vertikal. Kompensasi horisontal terjadi apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan (digabungkan) dengan penghasilan lainnya, untuk mendapatkan dasar pengenaan penghasilan yang akan dikenakan pajak. Penggabungan tidak dapat dapat dilakukan jika kerugian itu diperoleh dari luar Indonesia (Pasal 24 UU PPh). Penggabungan juga tidak dilakukanterhadap Penghasilan telah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang bukan merupakan objek PPh. Kompensasi vertikal terjadi apabila kerugian yang diderita dalam suatu tahun pajak dikompensasikan dengan laba fiskal dalam tahun tahun pajak berikutnya, sebagaimana BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



38



DTSS Penyegaran Account Representative diatur dalam Pasal 6 ayat (2) bahwa “ apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biayabiaya yang boleh dikurangkan didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun”. Kerugian yang boleh dikompensasi bukan kerugian komersial tetapi kerugian fiskal. Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Disamping untuk dirinya kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subyek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 162/PMK.011/2012, Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Besarnya PTKP yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 adalah: a.



Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;



b.



Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;



c.



Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang



isteri



yang



penghasilannya



digabung



dengan



penghasilan



suami



sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



39



DTSS Penyegaran Account Representative d.



Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



40



DTSS Penyegaran Account Representative



Angsuran PPh Pasal 25 (Bank, Sewa Guna Usaha, BUMN/D, WP Baru, WP OP Pengusaha Tertentu)



Pendahuluan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.



Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a.



Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan



b.



Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.



Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.



Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.



Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: a.



Wajib Pajak baru;



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



41



DTSS Penyegaran Account Representative b.



bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan



c.



Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.



Bank Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).



Sewa guna usaha Usaha sewa guna usaha ada yang menggunakan hak opsi dan ada yang tidak menggunakan hak opsi. Jika sewa guna usaha tidak dengan hak opsi, maka penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sama dengan wajib pajak umumnya, tidak ada ketentuan khusus. Apabila usaha sewa guna usaha dengan hak opsi, maka Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).



BUMN/D Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



42



DTSS Penyegaran Account Representative Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) yang harus ada sesuai ketentuan belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.



WP Baru Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Pengertian penghasilan neto disini adalah: 1. Dalam hal Wajib Pajak Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulannya, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya. 2. Dalam hal Wajib Pajak Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. 3. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25, dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. 4. Dalam hal Wajib Pajak Baru Badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi labarugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).



Misal: Tn. Ahmad pada bulan Maret 2012 menerima penghasilan neto fiskal sebesar Rp. 10.000.000,-



Maka diasumsikan penghasilan neto selama tahun 2012 adalah Rp



120.000.000,- (12 x Rp. 10.000.000,-)



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



43



DTSS Penyegaran Account Representative Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar untuk masa Maret 2012 sampai penyampaian SPT Tahunan: Penghasilan Neto setahun



Rp. 120.000.000,-



PTKP (Asumsi TK/0)



Rp. 15.840.000.-



Penghasilan Kena Pajak



Rp. 104.160.000,-



PPh Terutang: 5% x Rp. 50.000.000,-



= Rp. 2.500.000,-



15% x Rp. 54.160.000,-



= Rp. 8.124.000,-



Jumlah



Rp. 10.624.000,-



Angsuran PPh Pasal 25 : 1/12 x Rp. 10.624.000,- = Rp. 885.333,-



WP OP Pengusaha Tertentu Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OP Pengusaha Tertentu) adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha5. Definisi WP OP Pengusaha tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 255/PMK.03/2008 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Pedagang pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:6 a. Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau b. Penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha.



Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.



5



Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 208/PMK.03/2009 tanggal 10 Desember 2009 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. 6



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



44



DTSS Penyegaran Account Representative



Pembebasan Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain



Tata Cara Permohonan Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan adalah:7 a. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang pajak penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, dalam hal: 1. Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi; 2. Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersil; atau 3. Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur) b. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, dengan memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan pajak. c. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang d. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenakan pajak bersifat final. Untuk Wajib Pajak ini, hanya bisa mengajukan pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan. Syarat-syarat pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak penghasilan: a. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan b. Satu permohonan diajukan untuk setiap jenis pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22 Impor, Pasal 22 selain Impor, dan Pasal 23 7



Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2011 tanggal 20 Januari 2011 tentang Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



45



DTSS Penyegaran Account Representative c. Setiap permohonan dilampiri dengan penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan, kecuali bagi Wajib Pajak yang penghasilannya dikenakan tarif final d. Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan, kecuali bagi WP yang baru berdiri dan dalam tahap investasi. Pengertian baru berdiri adalah WP yang baru terbentuk dalam tahun berjalan. Penghitungan Pajak Penghasilan yang harus dilampiri Wajib Pajak saat pengajuan, paling sedikit memuat: a. Peredaran usaha dan luar usaha tahun berjalan serta perkiraan peredaran usaha dan luar usaha dalam satu tahun pajak. b. Biaya fiskal tahun berjalan dan perkiraan biaya fiskal dalam satu tahun pajak, kecuali bagi WP yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto c. Perkiraan Pajak Penghasilan yang akan terutang dalam satu tahun pajak d. Pajak Penghasilan yang telah dipotong/ dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun berjalan; dan e. Perkiraan Pajak Penghasilan yang akan dipotong/ dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun berjalan.



Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, Kepala KPP harus memberikan keputusan dengan menerbitkan: a. Surat Keterangan Bebas; atau b. Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja telah lewat, Kepala KPP belum memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima. Apabila permohonan WP yang diterima karena Kepala KPP tidak memberikan keputusan setelah lewat 5 (lima) hari kerja setelah permohonan, maka Kepala KPP wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu 5 (lima) kerja hari tersebut lewat. SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal terakhir tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak yang telah mendapat penolakan permohonan SKB sehubungan dengan tidak terpenuhinya persyaratan, dapat mengajukan kembali permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



46



DTSS Penyegaran Account Representative Dalam



hal



WP



yang



telah



mendapatkan



SKB



melakukan transaksi dengan lebih dari satu pemotong dan/atau pemungut, maka WP dapat menggunakan fotocopi SKB yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan SKB. Apabila berdasarkan penelitian terhadap WP yang telah mendapatkan SKB dapat dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang lebih besar dari pada Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar dalam tahun berjalan maka Kepala KPP dapat melakukan penyesuaian terhadap besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.



Menteri Keuangan dapat menetapkan: a. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; b. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan c. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. (Pasal 22 UU PPh)



Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Pasal 25 (6) UU PPh



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



47



DTSS Penyegaran Account Representative Pembebasan SKP PPh Pasal 22 impor Pembebasan PPh Pasal 22 impor dilakukan apabila peraturan yang mengatakan bahwa impor barang tertentu dibebaskan PPh Pasal 22 impor. Adapun impor barang yang yang dibebaskan PPh Pasal 22 antara lain8: 1. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor (dengan SKB). SKB diberikan untuk Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang industri perhiasan emas untuk tujuan ekspor. 2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, antara lain: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia; c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; f.



barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;



g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; h. barang pindahan; i.



barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundangundangan kepabeanan;



j.



barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;



k. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;



8



Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-15/PJ/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-57/PJ/2010 Tentang Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



48



DTSS Penyegaran Account Representative l.



barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;



m. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); n. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; o. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional; p. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia; r.



peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau



s. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. 3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 4. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan9 (dengan SKB).



Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pembebasan PPh Pasal 22 bila PPN di bebaskan, antara lain10: 1. Atas impor Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan



9



Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 154/PMK.03/2010 Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



49



DTSS Penyegaran Account Representative manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Apabila kapal-kapal ini serta suku cadangnya diimpor secara langsung oleh selain Perusahaan Pelayaran Niaga atau Perusahaan Penangkapan ikan nasional, tidak bebas PPh Pasal 22 impor, walaupun PPN impornya dibebaskan. Misalkan, Perusahaan Penyelenggara Jasa Pelabuhan Nasional melakukan impor kapal laut, maka PPN atas impor kapal tersebut dibebaskan, namun PPh Pasal 22 impor tidak bebas. 2. Atas impor Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dibebas kan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.



Apabila pesawat udara dan suku cadangnya diimpor secara langsung selain oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, maka atas impor tersebut bebas PPN impor namun tidak bebas PPh Pasal 22 impor. Misalkan dilakukan impor suku cadang pesawat oleh bukan perusahaan angkutan udara nasional tapi untuk kepentingan perusahaan udara nasional, maka atas impor tersebut bebas PPN impor, namun tidak bebas PPh Pasal 22 impor. 3. Atas Impor Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



50



DTSS Penyegaran Account Representative Apabila impor kereta api dan suku cadangnya dilakukan oleh selain PT Kereta Api untuk kepentingan PT. Kereta Api, maka dibebaskan pengenaan Pajak Pertambahan dan dikenakan PPh Pasal 22 impor.



Dana Pensiun Investasi Dana Pensiun hanya dapat ditempatkan pada jenis investasi sebagai berikut:11 a. Deposito berjangka pada bank b. Deposito on call pada bank c. Sertifikat deposito pada bank d. Saham yang tercatat di Bursa Efek e. Obligasi yang tercatat di Bursa Efek f.



Penempatan langsung pada saham yang diterbitkan oleh badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia



g. Surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia h. Tanah di Indonesia i.



Bangunan di Indonesia



j.



Tanah dan bangunan di Indonesia



k. Unit penyertaan reksadana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Pasar Modal l.



Sertifikat Bank Indonesia



m. Surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia Penghasilan yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan yang dikecualikan dari objek Pajak penghasilan dari penanaman modal berupa12: a.



bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia;



b.



bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau



11



Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 511/KMK.06/2002 tentang Investasi Dana Pensiun. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.03/2009 tentang Bidang Penanaman Modal Tertentu Yang Memberikan Penghasilan Kepada Dana Pensiun Yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan 12



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



51



DTSS Penyegaran Account Representative c.



dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia.



Pengertian dari13: 1.



Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call baik dalam mata uang rupiah maupun dalam



mata



uang



asing



(valuta



asing)



yang



ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah. 2.



Tabungan adalah simpanan pada bank di Indonesia yang



melaksanakan



kegiatan



usaha



secara



konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-



Pasal 29 UU no. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun: Kekayaan Dana Pensiun dihimpun dari: a. iuran pemberi kerja; b. iuran peserta; c. hasil investasi; d. pengalihan dari Dana Pensiun lain.



syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. 3.



Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.



4.



Dipersamakan dengan penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan adalah penghasilan berupa imbalan atau penghasilan sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun dari deposito dan tabungan.



5.



Dipersamakan dengan penghasilan berupa diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah penghasilan berupa imbalan atau penghasilan sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah.



6.



Pengecualian pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga, diberikan



berdasarkan



Surat



Keterangan



Bebas



(SKB)



Pemotongan



Pajak



Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Dana Pensiun terdaftar sebagai Wajib Pajak. 13



Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-39/Pj/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-160/Pj/2005 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (Skb) Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Yang Diterima Atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya Telah Disahkan Oleh Menteri Keuangan BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



52



DTSS Penyegaran Account Representative



Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 14 (2) UU PPh



Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Pasal 8 (1) UU PPh



Menyenangkan seseorang melalui suatu tindakan adalah lebih baik daripada ribuan kali menundukkan kepala dalam doa. – Saadi (penyair Persia) -



BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN



PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK



M. Rifky Santoso



53