PPH Badan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah dalam mencapai



tujuan pembangunan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Karena pentingnya peranan pajak dalam menyukseskan pembangunan nasional, maka penerimaan pajak negara setiap tahunnya diupayakan untuk meningkat. Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya, salah satu dari pajak tersebut adalah pajak penghasilan badan. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan. Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Begitu pula dalam perpajakan salah satu kewajiban wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan. Tujuan dari pembukuan yang dilakukan oleh wajib pajak yang berbentuk badan adalah untuk mempermudah perhitungan pajak yang ditanggungnya. Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang Pajak Penghasilan Badan selengkapnya akan dibahas pada makalah ini.



Pajak Penghasilan Badan



1



1.2.



Rumusan Masalah



Adapun masalah yang muncul dari latar belakang diatas yaitu: 1. Apa Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Badan? 2. Apa saja Subjek dan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Badan? 3. Bagaimana Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Badan? 4. Bagaimana Cara Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan? 5. Bagaimana Tarif Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan?



1.3.



Tujuan



Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu: 1. Untuk memahami pengertian dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan 2. Untuk mengetahui secara jelas Subjek dan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Badan 3. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Badan dalam Perpajakan 4. Untuk mengetahui perlakuan Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Badan 5. Untuk memahami Cara Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan 6. Untuk mengetahui Tarif Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan



Pajak Penghasilan Badan



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Badan Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 ayat 3 huruf b, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan usaha baik yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP.



2.2 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Badan Adapun subjek dari PPh Badan yaitu : a. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. b. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan



Pajak Penghasilan Badan



3



tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia. Yang menjadi Objek Pajak Badan secara rinci berdasarkan UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 4 ayat 1 yaitu: a. Penghasilan dari usaha dan kegiatan usaha: yang meliputi laba usaha, premi asuransi, iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan usaha dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha dan pekerjaan bebas, hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. b. Penghasilan dari modal: yang meliputi keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, deviden dengan nama, asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, royalty atau imbalan atas penggunaan hak, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. c. Penghasilan lain-lain meliputi: hadiah dari undian, penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak, penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, keuntungan selisih kurs mata uang asing, selisish karena penilaian kembali aktiva, tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, penghasilan dari usaha berbasis syariah, imbalan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP, dan surplus Bank Indonesia.



2.3 Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Badan Saat terutang dari pajak penghasilan badan adalah pada saat badan atau perusahaan tersebut sudah mendapat penghasilan atau laba. Pajak Penghasilan



Pajak Penghasilan Badan



4



(PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, pph badan harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pembayaran pajak dilakukan melaui Bank Persepsi atau bank Devisi Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara online. Pembayaran pajak harus digunakan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. Apabila pajak terutang untuk satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak maka penyetoran kekurangan pajak yang terutang (pph pasal 29) harus dilunasi selambat-lambatnya sebelum SPT Tahunan disampaikan. Sedangkan, untuk pelaporan SPT, maksimal disampaikan pada akhir bulan keempat setelah tahun pajak berakhir.



2.4 Cara Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terjadi perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara pembukuan komersil dengan pembukuan menurut perpajakan.Berikut perbedaan diantara keduanya.  Beda Tetap (Permanent Difference) a. Menurut akuntasi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan Pajak Penghasilan bukan penghasilan. Misal: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25%



atau



lebih pada badan usaha yang



didirikan dan berkedudukan di Indonesia. b. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangakan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh terutang. Misal: penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.



Pajak Penghasilan Badan



5



c. Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto (Pasal 9 UU PPh). Misalnya : 



Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.







Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.







Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.







Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya: daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas penghapusan piutang).



 Beda Sementara (Temporary Difference) Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal. Misalnya yaitu : 



Metode penyusutan,







Metode penilaian persediaan,







Penyisihan piutang tak tertagih,







Rugi-laba selisih kurs. Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan



antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal.Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal.  Langkah-langkah penghitungan PPh Badan Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk menghitung PPh Badan :



Jumlah penghasilan neto bruto



xxxx



Biaya



xxxx –



Pajak Penghasilan Badan



6



Penghasilan neto komersial



xxxx



Koreksi fiskal: Positif



xxxx



Negatif



(xxxx) +-



Penghasilan neto fiskal



xxxx



Kompensasi kerugian



xxxx –



Penghasilan kena pajak



xxxx



PPh terutang



xxxx



Kredit pajak: Dipotong/dipungut pihak ketiga



xxxx



Telah dibayar sendiri



xxxx +



Jumlah kredit pajak



xxxx –



Kurang/lebih bayar



xxxx



2.5 Tarif Pajak PPh Badan Adapun tarif pajak yang dikenakan untuk badan yakni, sebagai berikut: a. Tarif tertinggi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. b. Wajib Pajak Badan dalan negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. c. Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.



Pajak Penghasilan Badan



7



BAB III SIMPULAN Dilihat dari Subjek dan Objek Pajaknya, Pajak Penghasilan badan ini merupakan pajak yang cukup kompleks. Dikatakan kompleks karena wajib pajak badan dan Pajak Penghasilan Badan terdiri dari berbagai macam jenis usaha dan ketentuan yang mengikutinya. Pajak Penghasilan Badan ini terhutang pada saat laba dalam Badan yang bersangkutan diakui, setelah pajak terhutang dihitung maka pajak tersebut harus dibayarkan ke kas negara. Dalam akuntansi unum dan Pajak terdapat perbedaan yang terjadi pada laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan pajak membuat wajib pajak harus melakukan penyesuaian agar didapat laba fiskal dengan cara merekonsiliasinya. Dalam tarif pajak untuk Pajak Penghasilan Badan wajib pajak badan juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan ketentuan dan krietria tertentu agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.



Pajak Penghasilan Badan



8