NEONATUS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS RESPIATORY DISTRES SYNDROME (RDS) DI RUANG PERINATALOGI MAWAR RUMAH SAKIT Dr DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA



Oleh :



Di susun oleh: Nama : Hepi Nopita Sari Nim : 2019.C.11a.1011



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021/ 2022



i



LEMBAR PERSETUJUAN Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh: Nama



: Hepi Nopita Sari



NIM



: 2019.C.11a.1011



Program Studi : S1 Keperawatan Judul



: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada By.A Dengan



Diagnosa



Medis



Neonatal



respiratory



distress



syndrome (RDS) Di Ruang Perinatalogi Mawar Dr Doris Sylvanus Palangkaraya



Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :



Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Winnarti Triwijaya,SSiT Nia Pristina, S.Kep., Ners



i



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada By.A Dengan Diagnosa Medis Respiratory Distress Syndrome (RDS) Pada Keperawatan Neonatal”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini



4.



Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik 3 Program Studi Sarjana Keperawatan.



5.



Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan



dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya, 04 Oktober 2021



Hepi Nopita Sari



ii



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i KATA PENGANTAR....................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................iii BAB 1 PEMBAHASAN..................................................................................1 1.1 Konsep Dasar Penyakit...............................................................................1 1.2.1 Definisi....................................................................................................1 1.2.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................1 1.2.3 Etiologi....................................................................................................3 1.2.4 Klasifikasi................................................................................................4 1.2.5 Patofisiologi.............................................................................................5 1.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)....................................................12 1.2.7 Komplikasi...............................................................................................13 1.2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................14 1.2.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................15 2.2. Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................18 2.3.1 Pengkajian................................................................................................18 2.3.2 Diagnosa..................................................................................................22 2.3.3 Intervensi.................................................................................................22 2.3.4 Implementasi............................................................................................30 2.3.5 Evaluasi....................................................................................................30 BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................31 3.1 Pengkajian...................................................................................................31 3.2 Diagnosa.....................................................................................................32 3.3 Intervensi....................................................................................................42 3.4 Implementasi...............................................................................................47 3.5 Evaluasi.......................................................................................................47 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................51



iii



BAB 1 PEMBAHASAN 1.2 Konsep Penyakit 1.2.1 Definisi Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012). Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni,2006). Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. (Surasmi, dkk, 2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa Respiratory Distress Syndrom atau sindrom gawat nafas adalah gangguan pada sistem pernafasan yang disebabkan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.



(Gambar 2, respiratory distress sindrom, RDS) 1.2.2



Anatomi Fisiologi Pernafasan Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring ,



laring (kotak suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih kecil



1



yang mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran pernapasan terdiri dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke permukaan tersebut . Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian pernapasan . Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk udara dihidung ke rongga hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru . Bagian pernapasan termasuk saluran bronkiolus pernapasan dan kantung udara halus , atau alveoli ( al - VE ) , di mana terjadi pertukaran gas . Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan jaringan terkait , organ , dan struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini menyesuaikan kondisi udara dengan menyaring , pemanasan , dan melembabkan itu , sehingga melindungi bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel , patogen , dan lingkungan ekstrem .( Martini et al 2012)



(Gambar 2, Anatomi pernafasan) Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut, rongga hidung,



faring,



laring,



trakea,



percabangan



bronkus,



paru-



paru



(bronkiolus,alveolus). Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea, merupakan lanjutan dari



2



laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C. Bronkus merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea Pharynx Right Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan



extrapulmonar



dan



sampai



memasuki



paru-paru



disebut



intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paruparu berbentuk seperti spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007). 1.2.3 Etiologi Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari: 2.1.2.1 Faktor ibu Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. 2.1.2.2 Faktor plasenta Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. 2.1.2.3 Faktor janin Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. 2.1.2.4 Faktor persalinan Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lainlain.



3



Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidak mampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan. Menurut Suriadidan Yulianni(2010)etiologi dari RDS yaitu: 2.1.2.1 Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang sempurna.Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,sehingga pada bayi premature dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. 2.1.2.2 Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein),difagosit oleh makrofag. 2.1.2.3 Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram. 2.1.2.4 Adanya kelainan di dalam dan diluar paru.Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum ,penyakit membran hialin (PMH). 2.1.2.5 Bayi premature atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.Produksi surfaktan ini dimulai



sejak



kehamilan



minggu



ke-22,semakin



muda



usia



kehamilan,maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS. 1.2.4 Klasifikasi  Dibagi menjadi dua stadium, yaitu : 2.1.3.1 Eksudatif Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan kerusakan pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009). 2.1.3.2 Fibroproliferatif Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan



4



fungsi kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi(Somantri, 2009). Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : 1)  Stadium 1



Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara 2)



Stadium 2 Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran



air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. 3)



Stadium 3 Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru



terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak terlihat, bronchogram udara lebih luas. 4)



 Stadium 4



Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat terlihat. (Warman, Waskito, & Romadhon, 2012). 1.2.5 Patofisiologi RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya : 1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic. 2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.



5



Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.Vulnus punctum terjadi akibat penusukan



benda



tajam,sehingga



menyebabkan



contuiniutas



jaringan



terputus.Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.Dalam hal ini adapeluang besar terjadinya infeksi hebat.



6



WOC Respiratory Distress Syndrom (RDS) Kelahiran prematur Anatomi fisiologi belum sempurna



MK: Ansietas



Keluarga merasa cemas, keluarga merasa bersalah, keluarga merasa takut



Produksi surfaktan menurun



Atelectasis paru Kolaps dan tisdak mampu menahan sisa udara fungsiomal pada akhir espirasi Difusi terganggu Ventilasi paru-paru terganggu Nafas periodik



MK ; pola nafas tidak efektif



Respiratory Distress Syndrom (RDS)



B1 (Breath)



B2 (Blood)



Produksi surfaktan menurun



Sirkulasi pernafasan menjadi terganggu



Atelectasis paru kolabs hipoxia



MK ; gangguan pertukaran gas



Paru-paru belum menghasilkan surfaktan dalam jumlah cukup



Kurangnya oksigen ke jaringan



B3 (Brain)



B4 (Bledder)



↓ Perfusi ke organ vital paru-paru



otak menurun Inskemia



MK: gangguan perfusi jaringan perifer



Ggn fungsi serebral



Penurunan kesadaran, kelemahan otot, dilatasi pupil, kejang, letargi



Penurunan aliran darah menyebabkan menurunanya volume vaskuler Pelepasan vasopressin dan reabsorbsi air dari duktus kolektivus oliguria



MK: Resiko Ketidakseimbangan cairan



MK: Resiko Cedera



9



Peninggian tegangan di permukaan alveolar Kolaps dan tidak mampu menahan sisa udara fungsional pada akhir espirasi



B5 (Bowel)



B6 (Bonel)



Ventilasi parupar terganggu



Lemak subkutan tipis



Penggunaan energi yang maksimal untuk bernafas Refleks menghisap lemah



Intake nutrisi tidak adekuat



MK: Defisit nutrisi



Suhu tubuh dan udara berbeda Kulit teraba dingin



MK: Hiportermi



Defisiensi pertahanan diri lemah



Resiko infeksi



1.2.6 Manifestasi Klinis Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada bayi yang lahir prematur. Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu : 1)



Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)



2)



Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik



3)



Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi



4)



Grunting : suara merintih saat ekspirasi



5)



Pernapasan cuping hidung



Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes



Frekuensi napas Retraksi Sianosis



Skor 0 < 60 /menit Tidak ada retraksi Tidak ada sianosis



Air entry



Udara masuk



Merintih



Tidak merintih



Pemeriksaan



1 60-80 /menit Retraksi ringan Sianosis hilang dengan 02



2 > 80/menit Retraksi berat Sianosis menetap walaupun diberi O2 Penurunan ringan Tidak ada udara udara masuk masuk Dapat didengar Dapat didengar dengan stetoskop tanpa alat bantu



Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan 4-5 = gawat napas sedang > 6 = gawat napas berat Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi yang mengalami RDS di antaranya: 1)



Napas cepat



2)



Lubang hidung melebar ketika bernapas 12



3)



Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara tulang rusuk atau di bawah tulang rusuk).



4)



Bising saat bernapas atau mendengkur.



5)



Bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen, yang disebut dengan  sianosis Biasanya gejala RDS akan memburuk pada hari ketiga. Saat bayi membaik,



ia memerlukan lebih sedikit oksigen dan bantuan mekanis untuk bernapas. Gejala RDS mungkin tampak seperti kondisi kesehatan lainnya. 1.2.7 Komplikasi Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi : 1.



Ruptur



alveoli



:



Bila



dicurigai



terjadi



kebocoran



udara



( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2.



Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang



memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3.



Perdarahan



intrakranial



dan



leukomalacia



periventrikular



:



perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. 4.



PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan



komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1.



Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru



kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa



13



gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2.



Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang



berhubungan



dengan



masa



gestasi,



adanya



hipoxia,



komplikasi



intrakranial, dan adanya infeksi. 1.2.8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut Warman(2012), antara lain: 1)



Tes Kematangan Paru a) Tes Biokimia Paru janin berhubungan dengan cairan amnion,maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan,sebagai tolak ukur kematangan paru. b) Test Biofisika Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsure yang lain dari cairan amnion seperti protein,garam empedu dan asam lemak bebas.Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion:ethanol)merupakan indikasi maturitas paru janin.Pada kehamilan normal,mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.



2)



Analisis Gas Darah Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik bersamaan dengan hipoksia.Asidosis muncul karena atelectasis alveolus atau over distensi jalan napas terminal.



3)



Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi. Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri. Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis



14



4)



Glukosa Darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau memperberat takipnea.



5)



Pulse Oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen



6)



Radiografi Thoraks Pada bayi dengan RDS menunjukkan reticular granular atau gambaran ground-glass bilateral,difus,air bronchograms,dan ekspansi paru yang jelek.Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap.Bayangan jantung bias normal atau



membesar.Kardiomegali



mungkin



dihasilkan



oleh



asfiksi



prenatal,diabetes maternal,paten tductus arteriosus(PDA),kemungkinan kelainan jantung bawaan.Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat. 1.2.9 Penatalaksanaan Medis Menurut Sudarti & Fauziah. (2013)tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi : a.



Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.



b.



Mempertahankan keseimbangan asam basa.



c.



Mempertahankan suhu lingkungan netral.



d.



Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.



e.



Mencegah hipotermia.



f.



Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.



1.2.9.1 Penatalaksanaan secara umum perawatan a.



Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %



b.







Pantau selalu tanda vital







Jaga patensi jalan nafas







Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)



Jika bayi mengalami apneu 



Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan







Lakukan penilaian lanjut



15



c.



Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah



d.



Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai



dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut: a.



Gangguan nafas ringan Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.



b.



Gangguan nafas sedang 



Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup







Bayi jangan diberi minum







Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis. -



Suhu aksiler 39˚C



-



Air ketuban bercampur mekonium



-



Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)







Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam: -



Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis



-



Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.







Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam



16







Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.







Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum.







Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.



c.



Gangguan nafas berat 



Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.







Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.







Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.







Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.



1.2.9.2 Penatalaksanaan secara Medis 1)



Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal a.



Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal



b.



Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi



c.



Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi



d.



Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan



2)



Pertahankan kestabilan suhu



3)



Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat



4)



Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin



5)



Lakukankan transfusi darah seperlunya



6)



Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi



17



7)



Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel darah



8)



Berikan obat yang diperlukan Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah: 



Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder







Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru







Fenobarbital







Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen







Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.







Terapi surfaktan: surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada tube endotracheal dalam 2x suntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf, Alveofact







Nitric Oxide inhalasi







Narkotik/benzodiazepin untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pada bayi, contoh: Lorazepam dan Fentanyl







Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis







Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk : benefit.



Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan). 2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian 2.2.1.1 Anamnesis/pengkajian Pengkajian klien menurut Padila (2012,h.197) a.



Identitas



b.



Pengkajian terhadap factorresiko



1) Maternal : Usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan social dan riwayat pekerjaan. 2) Obsetrik : Parity, periode, kondisi kehamilan terakhir 18



3) Perinatal : Antenatal, informasi prenatal maternal health (DM,jantung) 4) Intra Partumevent : a) Usia gestasi : Lebih dari 34 minggu sampai dengan 42 minggu. b) Lama dan karakteristik persalinan : Persalinan lama pada kala I dan II KPD 24 jam. c) Kondisi ibu : Hipo/Hiper tensi progsif perdarahan, infeksi. d) Keadaan yang mengidentifikasi fetaldisstres HR lebih dari 120 x sampai dengan 140 x / menit. e) Penggunaan analgesic f)



Metode meahirkan : Sectio Caesaria, Forsep, Vakum



c.



Pengkajian Fisik



1) Eksternal : Perhatikan warna, bercak warna , kuku, lipatan pada telapak kaki, periksa potensi hidung dengan menutup sebelah lubang hidung sambil mengobservasi pernafasan dan perubahan kulit. 2) Dada Palpasi untuk mencari detak jantung yang terkencang, auskultasi untuk menghitung denyut jantung, perhatikan bunyi nafas pada setiap dada. a) Abdomen : Verifikasi adanya abdomen yang berbentuk seperti kubam atau tidak ada anomaly, perhatikan jumlah pembuluh darah pada tali pusat. b) Neurologis : Periksa tonus otot dan reaksi reflex. d.



Pemeriksaan Penunjang



e.



Nilai APGAR Skor APGAR, Skor optimal harus antara 7 sampai 10.Pernafasan pada bayi baru lahir normal biasanya 30 sampai 60 x/menit.Pola periodic dapat terlihat.Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya. Silindrik torak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.



APGAR SCORE Skor Appearance



0



1



2



Pucat



Pulse Grimace



Tidak ada Tidak ada



Activity



Lumpuh



Bedan merah, ekstermitas biru 100x/menit Menangis, batuk/bersin Pergerakan aktif



19



Respiration



f.



Tidak ada



Lemah tidak teratur



Menangis kuat



Pengkajian



1) Aktivitas/Istirahat Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak semi koma saat tidur ; meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat, tidur sehari rata-rata 20 jam. 2) Pernapasan dan Peredaran Darah Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk menilai status kesehatan bayi dalam kaitannya dengan pernapasan dan peredaran darah dapat digunakan metode APGAR Score. Namun secara praktis dapat dilihat dari frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta wajah, ekstremitas dan seluruh tubuh, frekwensi denyut jantung bayi normal berkisar antara 120-140 kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat berfluktuasi dari 70-100 kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis). Pernapasan bayi normal berkisar antara 30-60 kali/menit warna ekstremitas, wajah dan seluruh tubuh bayi adalah kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir 78 dan tekanan diastolik rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama bulan pertama kelahiran. Tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15 mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik. 3) Suhu Tubuh Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,50C-370C.Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada aksila atau pada rektal. 4) Kulit Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan padat dengan sedikit



pengelupasan,



terutama



pada



telapak



tangan,



kaki



dan



selangkangan.Kulit biasanya dilapisi dengan zat lemak berwarna putih kekuningan terutama di daerah lipatan dan bahu yang disebut vernikskaseosa. 5) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk, kelainan jumlah atau tidak sama sekali pada semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki juga lubang anus (rektal) dan jenis kelamin.



20



6) Tali Pusat Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena umbilikalis.Keadaan tali pusat harus kering, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan di sekitarnya. 7) Refleks Beberapa refleks yang terdapat pada bayi : a) Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang mengagetkan akan terjadi refleks lengan dan tangan terbuka. b) Refleks menggenggam (palmergraps). Bila telapak tangan dirangsang akan memberi reaksi seperti menggenggam. Plantargraps, bila telapak kaki dirangsang akan memberi reaksi. c) Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada bidang datang atau diangkat akan bergerak seperti berjalan. d) Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan menoleh kepalanya ke sisi yang disentuh itu mencari puting susu. e) Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke dalam mulut bayi akan membuat gerakan menghisap. 8) Berat Badan Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan fisiologis.Namun harus waspada jangan sampai melampaui 10% dari berat badan lahir.Berat badan lahir normal adalah 2500 sampai 4000 gram. 9) Mekonium Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental berwarna gelap hitam kehijauan dan lengket. Mekonium akan mulai keluar dalam 24 jam pertama. 10) Antropometri Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas dan panjang badan dengan menggunakan pita pengukur. Lingkar kepala frontooccipitalis 34cm, suboksipito-bregmantika 32cm, mentooccipitalis 35cm. Lingkar dada normal 32-34 cm. Lingkar lengan atas normal 10-11 cm. Panjang badan normal 48-50 cm. 11) Seksualitas Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda vagina/himen dapat terlihat, rabas mukosa putih (smegma) atau rabas



21



berdarah sedikit mungkin ada. Genetalia pria ; Testis turun, skrotum tertutup dengan rugae, fimosis biasa terjadi. 2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2.2.2.1 Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan pengembangan otot (D.0005 hal. 26) 2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler (D.0003 ha.22) 2.2.2.3 Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran keateri/vema (D.009 hal.37) 2.2.2.4 Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit (D.0140 hal 302) 2.2.2.5 Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mneghisap dan penurunan mobilitas usus (D. 0019 hal. 56) 2.2.2.6. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (D.0136 hal.294) 2.2.2.7 Resiko ketidakseimbangan cairan b.d imanuritas (D.0040hal.294) 2.2.2.8 Resiko Infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (D.0142hal.304) 2.2.3 Intervensi Keperawatan



22



Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan pengembangan otot (D.0005 hal. 26)



Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



Pola Napas SLKI (L.01004 hal. 95) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan pola napas efektif dengan kriteria hasil: 1. Dyspnea menurun skor 5 2. Penggunaan otot bantu napas menurun skor 5 3. Ortopnea menurun skor 5 4. Pernapasan pursed-lip menurun skor 5 5. Pernapasan cuping hidung menurun skor 5 6. Frekuensi napas membaik skor 5 Kedalaman napas membaik skor 5



Manajemen jalan napas SIKI (I.01011 hal. 186) Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler 3. Berikan minum hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi



23



Kolaborasi



pemberian



bronkodilator,



ekspektoran,



mukolitik, jika perlu. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolarkapiler (D.0003 ha.22)



3. Gangguan



Pola Napas SLKI (L.01004 hal. 95) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan oksigenasi atau elimasi karbodioksida pada membran eveolus kafiler dalam batas normal dengan kriteria hasil: 1. Dyspnea menurun skor 5 2. Penggunaan otot bantu napas menurun skor 5 3. Pernapasan cuping hidung menurun skor 5 4. Bunyi nafas tambahan menuurn 5 5. Pengliatan kabur menurun 1



perfusi



Pemantauan Respirasi SIKI (I.010114 hal.247) Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes 3. Moniitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas 6. Palpasi kesimestrisan paru 7. Akultasi bunyi nafas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x-ray toraks Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasi hasil pemantauan Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Informasikan hasil pemantauan



jaringan Perfusi Perifer SLKI (L.02011 hal. Perawatan sirkulasi SIKI (I.02079 hal. 345) 84) Observasi perifer b.d penurunan aliran Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, keateri/vema (D.009 hal.37) keperawatan selama 1x7 jam pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-bracial index)



24



diharapkan perfeusi perifer efektif dengan kriteria hasil: 4. Resiko Cedera berhubungan 1. Denyut nadi perifer meningkat dengan Hipoksia jaringan skor 5 2. Penyembuhan luka meningkat (D.0136 hal.294) skor 5 3. Warna kulit pucat menurun skor 5 4. Pengisian kapiler membaik skor 5 5. Akral membaik skor 5 Turgor kulit membaik skor 5



25



2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstermitas Terapeutik 3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 4. Hindari pengkuran tekanan darah pada ektremitas dengan keterbatasan perfusi 5. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera 6. Lakukan pencegahan infeksi 7. Lakukan perawatan kaki dan kuku 8. Lakukan hidrasi Edukasi 1. Anjurkan berhenti merokok 2. Anjurkan berolahraga rutin 3. Anjurkan mngecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar 4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, abtikoagulan, dan penurun kolesterol, Jika perlu 5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur 6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta 7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)



5. Hiportermi



b.d



belum Termoregulasi SLKI (L.14134) Hal.129 Setelah di lakukan terbentuknya lapisan lemak perawatan selama 1x7 jam pada kulit (D.0140 hal 302) diharapkan masalah hipotermi klien teratasi, dengan kriteria: 1. Akral dingin , menurun(1) 2. Kebiruan, menurun (1) 3. Energik, meningkat(5) Suhu tubuh meningkat (5)



Manajemen nutrisi SIKI (I.14507 hal. 183) Observasi 1. Monitor suhu tubuh 2. Indetifikasi penyebab hiportermia (mis, terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan) 3. Monitor tanda dan gejala akibat hiportermia (Hiportermia ringan : takipnea, disatria, mengigil, hipertensi, diuresis, hiportemia sedang : aritma, hipoteensi, apatis, koagulopati, refleks menurun, hiportemia berat : oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam basa abnormal ) Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis atur suhu rungan, inkubator) 2. Ganti pakaian atau linen klien yang basah 3. Lakukan penghatan pasif (mis selimut, menutup kepala, pakaian tebal) 4. Lakukan penghatan aktif eksternl (mis kompres air hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kanguru) 5. Lakukan penghatan akif internal (mis infus cairan hangat, oksigen nasi hangat, lavase peritonetal dengan cairan hangat) 6. Edukasi



26



1. Anjurkan makan dan minum hangat 6. Hiportermi



belum Eliminasi urine SLKI (L.04034 hal. 24) terbentuknya lapisan lemak Setelah dilakukan tindakan pada kulit (D.0140 hal 302) keperawatan selama 1x7 jam diharapkan eliminasi urin tidak terganggu, dengan kriteria hasil: 1. Sensasi berkemih meningkat skor 5 2. Distensi kandung kemih menurun skor 5 3. Berkemih tidak tuntas menurun skor 5 Frekuensi BAK membaik skor 5



7. Defisit



b.d



nutrisi



b.d Setelah diberikan asuhan



27



Manajemen eliminasi urine SIKI (I.04152 hal. 175) Observasi 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi urin atau inkontenensia urin 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontenensia urin 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) Terapeutik 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih 2. Batasi asupan cairan, jika perlu 3. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur Edukasi 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin 3. Ajarkan mengambil specimen urin midstream 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu tepat untuk berkemih 5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan 6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi 7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur Kolaborasi Observasi :



Ketidakmampuan



menghisap keperawatan selama 3x7 jam diharapkan status menyusui dan penurunan mobilitas usus membaik (D. 0019 hal. 56). Kriteria hasil : SLKI (L.03029 Hal. 119) 1. Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat (5) 2. Tetesan/pancaran asi meningkat (5) 3. Suplai ASI adekuat meningkat (5) 4. Puting tidak lecet setelah 2 minggu melahirkan meningkat (5) 5. Kepercayaan diri ibu meningkat (5) Tambah yg lain ttg nutrisinya



28



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Identifikasi status nutrisi Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric Monitor berat badan Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui 7. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui Terapeutik 1. Timbang berat badan 2. Ukur antropometrik komposisi tubuj (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran pinggang dan ukuran lipatan kulit) 3. Gunakan teknik mendengarkan aktif 4. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar 5. Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui 6. Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga kesehatan dan masyarakat. Edukasi 1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu 2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi 3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (latch on) dengan benar 4. Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan mengkompres dengan kapas yang telah diberikan



minyak kelapa 8. Resiko Infeksi berhubungan Tingkat Infeksi SLKI (L.14137, hal:139) dengan defisiensi pertahanan Setelah dilakukan tindakan SDKI (D. 0142 hal. 304) keperawatan selama 1x7 jam diharapkan derajat infeksi menurun 1. Demam menurn (5)



Observasi Monitor tanda-tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Terapeutik -Batasi jumlah pengunjung -Berikan perawatan kulit pada daerah edema -Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi 2. Sianosis menurun (5) Edukasi -Jelaskan tanda dan gejala infeksi 3. Kadar sel darah putih membaik -Ajarkan cara memeriksa luka (5) -Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi 4. Periode malaise menurun (5) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika Periode menggigil menurun (5) perlu



29



2.2.4 Implementasi Keperawatan Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi). 2.2.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.



30



BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN Nama Mahasiswa



: Hepi Nopita Sari



NIM



: 2019.C.11a.1011



Tanggal Praktek



: 2-5 September 2021



Tanggal & Jam Pengkajian



: 2 September 2021, pukul 10.09 WIB



3.1



Pengkajian Keperawatan



3.1.1 Identitas Nama Klien



: By. A



Diagnosa



medis



:



NRDS



(Neonatus



Tanggal lahir : 30 September 2021



Respiratory Distress



Jam Kelahiran : 10.09 WIB



Syndrome)dengan BBLR Ruang Tanggal Pengkajian



: Mawar : 2 Oktober 2021



Umur Bayi Saat Dikaji : 2 Hari Nama Ayah : Tn. M.A



Nama Ibu



: Ny. S



Umur



: 24 tahun



Umur



: 21 tahun



Pekerjaan



: Swasta



Pekerjaan



: IRT



Alamat



: Jln.Rindang Benua



Alamat



: Jln.Rindang Benua



Agama



: Islam



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMP



Pendididikan : SMP 3.1.2 Keluhan Utama : Sesak nafas ( + ) 3.1.3 Riwayat penyakit sekarang



Bayi Ny. S lahir pada tanggal 30 September 2021 jam 10:09 Wib, karena bayi Ny. S lahir dengan BB 2300 gr, tangis (-), sesak nafas (+), takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 Nk 1 lpm PEEP 7 l/mnt. 3.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu 31



Ny. S



mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. S



hanya



mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. S tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi. 3.1.4 Riwayat penyakit keluarga Ny. S



mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita



penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. S maupun suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR. 3.1.5 Riwayat Psikososial Ny. S



sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi



neonatus. 3.1.6 Riwayat Antenatal Ny. S mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat rumahnya setiap bulan. 3.1.7 Riwayat Natal Bayi Ny. S lahir pada tanggal 30 September 2021 jam 10:09 WIB secara spontan. Ny. S mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru 36-37 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. S harus segera dikeluarkan. 3.1.8 Riwayat Post natal 3.1.8.1 APGAR Score 0



1



2



tidak ada



60



60



tidak ada lemah



Tak Teratur Sedang



tidak ada Pucat pasi



APGAR SCORE Denyut jantung



1 5 Menit Menit 1



1



Tidak ada



pernapasan



1



1



baik



tonus otot



1



2



Merintih



menangis



Peka rangsang



0



1



Tidak ada



Kemerahan



Warna Jumlah



1 4



2 7



3.1.8.2 Antropometri a) Berat badan lahir



: 2300 gram



32



b) Lingkar kepala



: 32 cm



c) Lingkar lengan atas



: - cm



d) Panjang badan



: 45 cm



e) Lingkar dada



: 29,5 cm



f) Lingkar perut



: - cm



g) Anus



: positif



h) Adanya kelainan congenital



: negatif



Status gizi: BB/usia= -2,3 (