Nurul [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum yang digunakan untuk membuat kue atau mie. Tepung terigu mengandung banyak pati dan protein dalam bentuk gluten yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan. Pada praktikum kelompok 3 dan 4 menguji sampel tepung C dan D dengan media DTBPA (Dextrose Tryptone Brom Cresol Purple Agar). Pada DTBPA, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya koloni warna kuning yang diduga merupakan spora dari bakteri termofilik. Pada sampel tepung C, terdapat 4 cawan yang menunjukkan reaksi positif dan 1 cawan menunjukkan reaksi negatif, reaksi negatif ditandai dengan tidak tumbuhnya koloni warna kuning dalam media DTBPA. Akan tetapi dari 4 cawan positif tersebut hanya 3 cawan yang dapat diidentifikasi dan dihitung jumlahnya yaitu cawan 2 dengan jumlah 11 koloni, cawan 3 dengan jumlah 3 koloni, dan cawan 5 dengan jumlah 1 koloni. Pada cawan 1 menunjukkan hasil positif terbentuknya koloni kuning, namun tidak dapat dihitung. Warna kuning yang terbentuk tercampur dengan media agar DTBPA sehingga tidak dapat dihitung secara spesifik jumlahnya. Sampel diduuga tidak tercampur merata saat proses penuangan ke dalam, selain itu pada beberapa sampel yang telah dicampur dengan DTBPA terbentuk 2 fase, yaitu fase endapan dan fase larutan. Kurangnya pengocokan saat dilakukan proses pada waterbath diduga menjadi penyebabnya. Larutan menjadi tidak homogen dan timbul endapan yang setelah dituang dan diinkubasi menyamarkan hasil yang terbentuk. Jumlah spora penyebab busuk asam pada sampel tepung C yaitu 8,0



101



spora/10 gram sampel tepung. Pada sampel tepung D terdapat 5 cawan yang menunjukkan reaksi positif terbentuknya koloni berwarna kuning dan dari 5 cawan tersebut semuanya dapat diidentifikasi dan dihitung jumlah koloninya. Pada cawan ke-1 dan ke-3 terdapat 4 koloni kuning, cawan ke-2 terdapat 5 koloni kuning, cawan ke-4 terdapat 85 koloni berwarna kuning, dan cawan ke-5 terdapat 14 koloni berwarna kuning. Jumlah spora penyebab kebusukan pada sampel D adalah 5,6



102 spora/10



gram sampel. Apabila dibandingkan dengan keempat sampel tepung, tepung C mempunyai jumlah spora paling sedikit. Menurut National Canners Association, spora pembentuk asam (flat sour) yang diijinkan tidak lebih dari 50 spora per 10



gram sampel. Berdasarkan standar mutu yang berlaku tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keempat sampel jenis tepung memiliki mutu yang rendah karena jumlah spora melebihi dari batas maksimum yang diizinkan atau ditetapkan. Sebelum dilakukan pengujian, tepung terigu yang telah diberi DTBPA dimasukkan ke dalam waterbath, proses pemanasan dalam waterbath dengan suhu 900C yaitu untuk mengkondisikan spora dari bakteri itu dapat tumbuh, karena bakteri berspora seperti B.cereus tersebut termasuk bakteri termofilik yang tahan pada suhu tinggi. Untuk menghitung jumlah spora termofilik, sampel harus mengalami perlakuan pemanasan untuk membunuh sel-sel vegetatif dan untuk memberikan kejutan panas (heat shock). Adanya cemaran bakteri pembentuk spora diduga karena penanganan yang kurang higienis pada saat produksi dapat menimbulkan kontaminasi bakteri patogen dalam produk sehingga menyebabkan keracunan pangan. Tepung merupakan sumber amilosa.. Tepung merupakan salah satu bahan pangan yang dengan kandungan karbohidrat tinggi. Komposisi sebagian besar karbohidrat yang terdapat dalam tepung berbentuk pati. Pati tersusun dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, serta komponen amilosa dan amilopektin. (Buckle, 1987 dalam Nurfauziawati, 2011). Kandungan komponen-komponen dalam tepung tersebut dibutuhkan oleh bakteri. Bakteri yang dominan mengkontaminasi makanan kering seperti tepung adalah kelompok Clostridium dan Bacillus. Spora kedua bakteri ini dapat bertahan pada proses pengeringan. Penggunaan suhu pengeringan yang tidak bekterisidal, memungkinkan bakteri seperti Salmonella dan E. coli tetap ada setelah pengeringan. Bahan yang demikian aman dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan seperti halnya makanan segar. Karena seringkali terkontaminasi spora dalam jumlah banyak. Menurut Fardiaz, 1992 dalam Nurfauziawati, 2011, bakteri amilolitik yang biasa tumbuh pada tepung terigu adalah Bacillus subtilis dan Clostridium butyricum. Menurut Sukarminah, 2008, Bacillus subtilis dan Clostridium butyricum merupakan bakteri berbentuk basil dan bergram positif. Bacillus merupakan bakteri berbentuk batang gram positif, bersifat anaerob sampai anaerob fakultatif. Bakteri kelompok ini berkatalase positif dan membentuk spora.



Bacillus subtilis dapat memproduksi enzim amylase dan memecah pati diluar sel. Bacillus polimexa menghasilkan polimixin. Bacillus macerans yang kinerjanya dalah menghidrolisis pati menjadi suatu oligosakarida yang disebut dekstrin Schardinger yang sering digunakan sebagai zat aditif pada makanan (Winarno, 1992 dalam Nurfauziawati, 2011). Salah satu jenis bakteri Bacillus yang mengkontaminasi produk tepung adalah B.cereus. Bacillus cereus membutuhkan glukosa, threonin, leusin, dan valin



dimana



terdapat



dalam



tepung



sebagai



kebutuhan



energi



dan



pertumbuhannya serta mengeluarkan asam-asam organik yang mengandung hidrogen (seperti asam asetat, asam laktat, asam format, asam suksinat), alkohol, senyawa karbonil, dan karbon dioksida sebagai hasil metabolismenya. Karena B.cereus ini menghasilkan asam maka disebut sebagai bakteri penyebab kebusukan asam. Mekanisme pembentukan asam oleh Bacillus yaitu :



Glukosa = (glikolisis) => Asam piruvat = (siklus TCA) => Asam Suksinat+format



Endospora bakteri mulai terbentuk pada akhir fase logaritmik. Ciri-ciri endospora bakteri adalah sebagai berikut : (1) Dibentuk oleh sel basilus, misalnya yang



sering



ditemukan



pada



makanan



terutama



adalah



dari



jenis Bacillus dan Clostridium. (2) Endospora bakteri sangat tahan terhadap pemanasan, pengeringan dan desinfektan. (3) Endospora sukar untuk diwarnai, tetapi sekali diwarnai sukar untuk dihilangkan. (4) Dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif. Bentuk dan posisi spora di dalam sel mungkin berbeda pada masingmasing spesies. Spora mungkin terletak pada ujung atau di tengah sel dan sel vegetatif yang mengandung spora mungkin mengalami pembengkakan atau ukurannya tetap sama. Sifat-sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi bakteri. Endospora mengandung ion kalsium dan DPA (dipicolinic acid) dalam jumlah relatif tinggi karena selama pembentukan spora terjadi kenaikan absorbsi ion kalsium dan sintesis DPA. Endospora tidak melakukan aktivitas metabolisme sehingga bersifat dorman. Pada waktu germinasi, sifat dorman endospora hilang sehingga sudah mulai terjadi aktivitas metabolisme yang mengakibatkan sel dapat



tumbuh. Proses germinasi dirangsang oleh perlakuan kejutan panas (heat shock) pada suhu subletal (tidak mematikan), adanya asam amino, glukosa, dan ion-ion magnesium dan mangan.



Dapus : Aditya. 2008. Sifat kimia tepung daging sapi yang dibuat dengan metode



pengeringan yang berbeda dan sifat mikrobiologisnya selama penyimpanan [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, IPB. Nurfauziawati. 2011. Uji amilolitik. www.scribd.com [27 November 2012]



Siagian. 2009. Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU.