OTM StERiL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Teori Sediaan OBAT TETES MATA



TETES MATA I. PENDAHULUAN 1.1. ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣



1.2.



DEFINISI Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (FI III hal 10) Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13) Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581) Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada Suspensiones.(FI IV hal 14) Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221) Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata. (Codex, 161-165). KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN Keuntungan : ♣ Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penangananan. ♣ Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya. Kekurangan : ♣ Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronkhial. ♣ Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal.



1.3. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti glaukoma, senyawa diagnostik dan anestetik lokal. (Codex hal 160). 1.4. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA 1.4.1 Syarat sediaan tetes mata (Diktat kuliah teknologi steril, 285): 1.Steril 2.Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (hal 300) atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301) 3.Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus. 4.Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata) 1.4.2 Faktor Penting Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ; Modul praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) : 1



Teori Sediaan OBAT TETES MATA ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣







Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan. Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri. Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan mata (perlu penambahan bahan pengental). pH optimum lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan. Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah, tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif dalam sediaan. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25) Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25) Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan dengan kornea mata (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-25) Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13) Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata). (FI IV hal 13)



1.4.3 Pemilihan Bentuk Zat Aktif Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu : 1. Kelarutan 2. Stabilitas 3. pH stabilitas dan kapasitas dapar 4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula. Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa sam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161). 1.4.4 Suspensi Mata Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex, pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :  Rendahnya bioavailabilitas zat aktif dalam bentuk larutannya.  Toksisitas atau stabilitas zat aktif dalam bentuk larutan Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan Maka solusinya, digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi (micronized). Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan. Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk memperlambat pengkristalan. 2



Teori Sediaan OBAT TETES MATA Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.



II. FORMULASI 2.1 FORMULA UMUM R/ Zat aktif Bahan pembantu :



Pengawet Pengisotonis Anti oksidan



Pendapar Peningkat viskositas Pensuspensi



Surfaktan



2.2 TEORI BAHAN PEMBANTU a. PENGAWET Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI IV hal 13 & 14) Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas aeruginosa. Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran (AOC, 223). Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus(AOC, 223 - 224). Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38). Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) : 1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap Pseudomonas aeruginosa. 2. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva). 3. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai. 4. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi. 5. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan. Golongan pengawet pada sediaan tetes mata ( DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi



steril, 291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) : Jenis Senyawa amonium kuartener : Benzalkonium klorida Senyawa merkur nitrat : 



Fenil merkuri nitrat  Thiomersa l Parahidroksi



Konsentrasi 0,004 – 0,02 % (biasanya 0,01%)



0,01 – 0,005% 0,005%



Nipagin 0,18% + Nipasol 0,02%



Inkompatibilitas Keterangan Sabun, surfaktan anionik,  Paling banyak salisilat, nitrat, fluorescein dipakai untuk sediaan natrium. optalmik.  Efektivitasnya ditingkatkan dengan penambahan EDTA 0,02%. Halida tertentu dengan Biasanya digunakan sebagai fenilmerkuri asetat pengawet dari zat aktif yang OTT dengan benzalkonium klorida



Ddiadsorpsi makromolekul,



oleh interaksi



Jarang digunakan; banyak digunakan untuk mencegah



3



Teori Sediaan OBAT TETES MATA benzoat :



dengan surfaktan nonionik



Nipagin, Nipasol Fenol : Klorobutanol



0,5 – 0,7%



Alkohol aromatik : Feniletil alkohol



Stabilitasnya pH dependent; aktivitasnya tercapai pada konsentrasi dekat kelarutan max Kelarutan dalam air rendah



0,5 - 0,9% or 0,5%



pertumbuhan jamur, dalam dosis tinggi mempunyai sifat antimikroba yang lemah. Akan berdifusi melalui kemasan polietilen lowdensity



Akan berdifusi melalui kemasan polietilen lowdensity, kadang2 digunakan dalam kombinasi dengan pengawet lain.



Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :  Benzalkonium klorida + EDTA  Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat  Klorobutanol + EDTA/ paraben  Tiomerasol + EDTA  Feniletilakohol + paraben b. PENGISOTONIS Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata : FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8% AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5% Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril). c. PENDAPAR Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV Syarat dapar (Codex, 161-165) : 1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan 2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan daqpat mengubah pH air mata. Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat. Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya. Untuk dapar fosfat dapat digunakan dapar yang terdapat di FI III.



4



Teori Sediaan OBAT TETES MATA



Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68) pH



Na fosfat (Na2HPO4.12H2O)



Asam sitrat (C6H8O7.H20)



g/L



g/L



2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 3,6 3,8



1,4 4,4 7,8 11,4 14,7 17,7 20,4 23,1 25,4



20,6 19,7 18,7 17,7 16,7 15,8 15,0 14,2 13,6



4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 5,0



27,6 29,7 31,6 33,5 35,3 36,9



12,9 12,3 11,7 11,2 10,7 10,2



pH



Na fosfat (Na2HPO4.12H2O)



Asam sitrat (C6H8O7.H20)



g/L



g/L



5,2 5,4 5,6 5,8 6,0 6,2 6,4 6,6 6,8



38,4 39,9 41,5 43,3 45,2 47,3 49,6 52,1 55,3



9,7 9,3 8,8 8,3 7,7 7,1 6,5 5,7 4,8



7,0 7,2 7,4 7,6 7,8 8,0



59,0 62,3 65,1 67,1 68,6 69,7



3,7 2,7 1,9 1,3 0,9 0,58



Dapar Fosfat (FI III hal 755) Dibuat dengan mencampur 50,0 ml kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan sejumlah natrium hidroksida 0,2 N yang tertera pada daftar di bawah dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 200,0 ml. pH mL NaOH 0,2 N



5,8 3,6



6,0 5,6



6,2 8,1



6,4 11,6



6,6 16,4



6,8 22,4



7,0 29,1



7,2 34,7



7,4 39,1



7,6 42,4



7,8 44,5



8,0 46,1



d. PENINGKAT VISKOSITAS



Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas untuk sediaan optalmik adalah ( Codex, 161-165) 1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Mis. Polimer mukoadhesif ( asam hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous. 2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas. 3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat. Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya ( Diktat kuliah teknologi steril, 303). Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 cps. Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol. Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).



5



Teori Sediaan OBAT TETES MATA Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada ( Diktat kuliah teknologi steril, 304):  Ketahanan pada saat sterilisasi,  Kemungkinan dapat disaring,  Stabilitas, dan  Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain. Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP. e. ANTI OKSIDAN Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin. Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590). f. SURFAKTAN Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah teknologi steril, 304) : 1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil piridinium klorida, dll). 2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan akti terapeutik zat aktif. 3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat. 4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya. Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang jernih. Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan menginaktifkannya. (RPS, 1590) Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20, benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll. 2.3 MONOGRAFI BAHAN PEMBANTU 2.3.1 Monografi Pengawet (1) Benzalkonium Klorida ( HOPE 2003 p 45) ♣ Konsentrasi yang digunakan 0,01-0,02 % w/v. seringkali dikombinasikan dengan pengawet lain atau eksipien lain seperti 0,1% w/v diNa-edetat untuk meningkatkan aktivitas antimikrobanya dalam melawan strain pseudomonas. ♣ Keasaman/kebasaan : pH = 5-8 pada larutan berair 10% w/v ♣ Kombinasi dengan diNa-edeta (0,01-0,1%w/v), benzil alkohol, feniletanol atau fenilpropanol dapat meningkatkan aktivitas antimikroba terhadap Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antimikroba berada pada pH antara 4-10. ♣ Kelarutan : praktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol (95%), methanol, propanol, dan air. ♣ Dengan adanya buffer sitrat dan fosfat (bukan borat), aktivitas melawan Pseudomonas menurun. 6



Teori Sediaan OBAT TETES MATA ♣ Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Larutan stabil pada rentang suhu dan pH yang lebar dan mungkin dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa kehilangan aktivitas antimikroba. ♣ Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anionik, sitrat, katun/kapas, fluorescein, hidrogen peroksida, hidroksipropilmetilselulosa atau hipromellosa, iodide, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan nonionik pada konsentrasi tinggi, permanganat, protein, salisilat, garam perak, sabun, sulfonamid, tartrat, zink oksida, zink sulfat, beberapa campuran karet dan plastik. (2) Klorobutanol (HOPE 2003, 141) ♣ Digunakan terutama pada sediaan mata atau parenteral dengan dosis sebagai antimikroba dengan konsentrasi sampai 0,5% w/v. Umumnya digunakan sebagai antibakteri untuk larutan epinefrin, larutan ekstrak posterior pituitary dan sediaan mata terutama untuk terapi miosis. ♣ Efektif melawan bakteri gram positif dan negatif, beberapa fungi seperti Candida albicans, P. aeruginosa, Staphylococcus albus. Aktivitas antimikroba sebagai bakteriostatik daripada bakterisidal dan berkurang pada pH diatas 5,5. Aktivitasnya mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu, inkompatibilitas dengan eksipien lain. ♣ Kelarutan : Larut baik dalam kloroform, eter metanol dan minyak atsiri; larut dalam etanol 95% (1 : 1); larut dalam gliserin (1 : 10); larut dalam air ( 1 : 125) ♣ Stabilitas : Bersifat mudah menguap dan tersublimasi. Pada larutan berair degradasi dikatalisis oleh ion hidroksida. Stabilitas baik pada pH 3 tapi menurun dengan peningkatan pH. Hilangnya klorobutanol dapat terjadi karena sifatnya yang mudah menguap selama proses autoklaf. Pada larutan berair 0,5% w/v klorbutanol yang disimpan pada suhu kamar, klorobutanol mengalami penjenuhan dan dapat mengkristal jika suhu menurun. ♣ Inkompatibilitas : Disebabkan masalah sorpsi, klorobutanol inkompatibel dengan vial plastik, kenop(stoppers) karet, bentonit, magnesium trisilikat, polietilen dan polyhydroxyethylmethacrylate. Dalam jumlah yang lebih kecil, karboksimetilselulosa dan polisorbat 80 mereduksi aktivitas antimikroba melalui sorpsi atau pembentukan kompleks. (3) Feniletil alcohol (HOPE 2003, p 431) ♣ Digunakan sebagai pengawet antimikroba slow acting dalam formulasi parenteral dan mata pada konsentrasi 0,25-0,5% v/v, biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. ♣ Aktivitas terbaiknya terutama pada pH kurang dari 5; bersifat tidak aktif pada pH>8. Efek sinergis telah dilaporkan ketika dikombinasikan dengan benzalkonium klorida, klorheksidin glukonat atau diasetat, polimiksin B sulfat dan fenilmerkuri nitrat. ♣ Kelarutan : Sangat larut dalam benzil benzoat, kloroform, dietl ftalat, etanol 95%, eter, fixed oil, gliserin, minyak mineral, dan propilenglikol; larut dalam air (1 : 60). ♣ Stabilitas : Feniletil alcohol stabil dalam ruahan, tapi mudah menguap dan sensitive terhadap cahaya dan agen pengoksidasi. Stabil dalam larutan basa maupun asam. Larutan berair mungkin dapat disterilisasi dengan autoklaf. ♣ Inkompatibel dengan agen pengoksidasi dan protein seperti serum. Feniletil alcohol secara parsial diinaktivasi oleh polisorbat meskipun tidak sebesar reduksi antimikroba yang terjadi dengan parabens dan polisorbat. (4) Thimerosal (HOPE 2003, 648) ♣ Thimerosal telah digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam sediaan biologis dan farmasi. Digunakan sebagai alternative benzalkonium klorida dan pengawet fenil merkuri lainnya dan memiliki aktivitas baktertiostatik dan fungistatik. Untuk sediaan larutan untuk mata konsentrasi yang digunakan adalah 0,001-0,15, untuk suspensi digunakan konsentrasi 0,001-0,004. ♣ pH=6,7 pada larutan berair 1%w/v pada 200C. ♣ Merupakan bakterisid pada pH asam, bakteriostatik dan fungistatik pada pH basa atau netral. Tidak efektif untuk organisme pembentuk spora. 7



Teori Sediaan OBAT TETES MATA ♣ Kelarutan : larut dalam 1:8 etanol (95%), 1:1 dalam air, praktis tidak larut dalam benzene dan eter. ♣ Stabilitas : Pemaparan terhadap cahaya dapat menyebabkan pemudaran warna. Larutan berair dapat disterilisasi dengan autoklaf, tapi sensitif terhadap cahaya. Kecepatan oksidasi larutan meningkat dengan adanya sedikit tembaga dan logam lainnya. ♣ Inkompatibel dengan alumunium dan logam lainnya, agen pengoksidasi kuat, asam dan basa kuat, larutan NaCl, lesitin, senyawa fenilmerkuri, senyawa ammonium kuaterner, tioglikolat, dan protein. Adanya Na-metabisulfat, asam edetat, dan edetat dalam larutan dapat meruduksi khasiat antimikroba thimerosal. Dalam bentuk larutan, thimerosal dapat teradsopsi oleh material plastic, terutama polietilen. Teradsorpsi kuat oleh penutup karet yang kontak dengan larutan. (5) Fenilmerkuri Nitrat (HOPE 2003, 438) ♣ Garam fenilmerkuri aktif pada rentang pH lebar untuk melawan bakteri dan fungi dan biasanya digunakan pada larutan netral atau basa meskipun efektif juga pada pH sedikit asam. Pada formulasi bersifat asam, lebih disukai fenilmerkuri asetat atau fenilmerkuri borat karena tidak mengendap. Untuk pengawet pada obat mata biasanya digunakan 0,002%. ♣ Pada pH larutan < 6 aktifitas terhadap P. aeruginosa telah terlihat. Aktivitas meningkat dengan adanya feniletil alcohol dan Na-metabisulfit pada pH asam, tapi menurun dengan adanya Na-metabisulfit pada pH basa. ♣ Kelarutan : lebih larut dengan adanya asam nitrat atau alkali hidroksida. Dalam etanol 95% 1 : 1000; larut dalam fixed oil; sedikit larut dalam gliserin; dalam air 1 : 6001500 atau 1 : 160 pada 1000C. ♣ Stabilitas : Semua larutan fenilmerkuri membentuk residu hitam atau logam merkuri saat terpapar cahaya atau pada penyimpanan waktu lama. Larutan dapat disterilisasi dengan autoklaf meskipun sejumlah garam fenilmerkuri dapat hilang. ♣ Inkompatibilitas : Aktivitas berkurang dengan adanya agen pengemulsi anionic dan agen pensuspensi, tragakan, starch, talk, Na-metabisulfit, Na-thiosulfat, diNa-edetat dan silikat (bentonit, alumunium magnesium silikat, magnesium trisilikat dan kaolin. Inkompatibel dengan bromida, iodida, garam aluminium, asam amino, karet. Beberapa tipe membrane filter dapat menyebabkan hilangnya garam fenilmerkuri selama sterilisasi dengan cara filtrasi. (6) Propil paraben (HOPE 2003,526) ♣ Senyawa paraben efektif pada rentang pH yang lebar dan memiliki aktivitas antimikroba dengan spectrum yang luas meskipun lebih efektif untuk ragi dan kapang. Karena kelarutannya yang rendah, biasanya digunakan bentuk garamnya.Propil paraben (0,02%) digunakan bersama dengan metilparaben (0,18%) telah digunakan pada berbagai sediaan farmasi. Untuk sediaan mata, konsentrasi yang digunakan adalah 0,005-0,01%. ♣ Propilparaben memiliki aktivitas antimikroba pada pH antara 4-8. Khasiat pengawet turun dengan peningkatan pH disebabkan oleh pembentukan anion fenolat. Paraben lebih efektif untuk bakteri gram positif daripada negative. Aktivitas paraben meningkat dengan penambahan kerangka alkil, tapi bagaimanapun kelarutannya menurun. Aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan dikombinasikan dengan paraben lain karena terjadi efek aditif. ♣ Kelarutan : dalam etanol 1 : 1,1; larut baik dalam eter; dalam propilenglikol 1 : 3,9; dalam air 1 : 2500 atau 1 : 225 pada 80oC. ♣ Stabilitas : Larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjadi dekomposisi. Pada pH 3-6 larutan berairnya stabil ( 20%.  Inkompatibel dengan aminakrin HCl, klorokresol, merkuri klorida, fenol, resorsinol, asam tanat, perak nitrat, setilpiridinium klorida, asam p-hidroksibenzoat, asam p-aminobenzoat, metilparaben, butilparaben, dan propilparaben. Elektrolit konsentrasi tinggi dapat meningkatkan viskositas musilago metilselulosa karena terjadi proses salting out. Garam dari asam mineral dan tannin akan mengkoagulasi larutan metil selulosa, tapi dapat dicegah dengan penambahan etanol atau glikol diasetat. Dengan surfaktan (tetracain, dibutoline sulfat), metil selulosa akan membentuk kompleks. (3) Polivinil alkohol (HOPE 2003 p 491-492)  Banyak digunakan sebagai pengental produk optalmik, sebagai lubrikan pada larutan air mata buatan dan larutan lensa kontak.  Konsentrasi : Untuk formulasi optalmik 0,25-3%.  Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik. Kelarutannya dalam air meningkat dengan menurunnya bobot molekul.  Stabilitas : Larutan dalam air stabil dan sebaiknya disimpan dalam wadah tahan korosi. Untuk penyimpanan jangka panjang, ssebaiknya ke dalam larutannya ditambahkan pengawet. 2.3.2 Monografi Antioksidan (1) Natrium metabisulfit (HOPE 2003 p 571-572) Konsentrasi : 0,01-1% b/v pH : 3,5-5,0 (larutan 5% b/v dalam air). Pada suhu 200C. Kelarutan : Sukar larut dalam etanol 95%; mudah larut dalam gliserin; dalam air 1:1,9 atau 1:1,2 pada 100oC. Stabilitas : Jika terpapar pada udara dan kelembaban, Na metabisulfit akan segera berubah menjadi ion Na dan bisulfit. Larutan Na metabisulfit dalam air terdekomposisi oleh adanya udara dan panas, jadi jika akan disterilisasi dengan autoklaf harus disimpan pada wadah yang udaranya digantikan oleh gas inert seperti nitrogen. Adanya dekstrosa akan menurunkan stabilitas Na metabisulfit. Inkompatibel dengan simpatomimetik, o- atau p-hidroksi benzil alkohol, adrenalin dan turunannya, kloramfenikol, cisplatin, fenilmerkuri asetat, bereaksi dengan tutup karet vial. (2) Natrium bisulfit (HOPE 2003 p 572 )  Kelarutan : Dalam air 1:3,5 pada 20oC atau 1:2 pada 100oC; dalam etanol 95% 1:70 (3) Natrium sulfit (HOPE 2003 p 572 )  Kelarutan : Dalam air 1:3,2 ; larut dalam gliserin; praktis tidak larut dalam etanol 95%. (4) Asam askorbat (HOPE 2003 p 32 )  Konsentrasi : 0,01-0,1% b/v  pH : 2,1 – 2,6 (larutan 5% b/v dalam air) 10



Teori Sediaan OBAT TETES MATA  







Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform, eter dan minyak; kelarutan dalam etanol 95% 1:25, dalam gliserin 1:100, dalam propilenglikol 1:20, dan dalam air 1:3,5 Stabilitas : Tanpa adanya oksigen dan senyawa pengoksidasi vit. C stabil terhadap panas. Vit. C tidak stabil dalam larutan, khusunya pada larutan basa, akan mengalami oksidasi jika terpapar oleh udara. Proses oksidasi akan dipercepat oleh cahaya dan panas, serta dapat dikatalisa oleh sesepora besi dan tembaga. Larutan vit. C mencapai stabilitas max pada pH 5,4. Larutannya dapat disterilisasi dengan filtrasi. Inkompatibel dengan alkalis, ion logam berat (terutama besi dan tembaga), oksidator, methenamine, fenilefrin HCl, pirilamin maleat, salisilamid, Na nitrit, Na salisilat dan teobromin salisilat.



2.4 PERHITUNGAN



 Cara perhitungan tonisitas dan dapar lihat di TS INJEKSI/ INFUS !!!! III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN 3.1



METODE STERILISASI Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13). Menurut FI III, kecuali dinyatakan lain, tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut : 1. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115-116 oC selama minimal 30 menit, tergantung volume cairan yang kan disterilkan (cara sterilisasi A). 2. Obat dilarutkan ke dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang sudah steril secara aseptik dan tutup rapat. 3. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat, sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98-100 oC selama minimal 30 menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).



3.2 PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … % dengan volume … mL/botol Jumlah yang akan dibuat : 1. Untuk keperluan tugas = …… 2. Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi, penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1). Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5) Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5). Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol. 3.3 PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI 3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi : (1) HPMC 11



Teori Sediaan OBAT TETES MATA HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90 oC. Untuk mencapai volume yang diinginkan dapat ditambahkan air dingin. (2) Metilselulosa Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental. 3.3.2 Prosedur pembuatan Tahap pembuatan sediaan tetes mata : 1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan menggunakan aquabides secukupnya. 2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang bahan berikutnya. 3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua kali. 4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL, maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL). 5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides. Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer. 6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui corong dan kertas saring yang telah dibasahi. 7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan sebelumnya. 8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom reservoir. 9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :  Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya. Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne kemudian disterilkan (autoklaf).  Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara aseptik.  Pasang tutup botol yang telah disiapkan. b. Sterilisasi dengan cara filtrasi  Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.  Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi secara aseptik.  Pasang tutup botol yang telah disiapkan. 10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar. 11. Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.



 Catatan : Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.  Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka” 3.3.3 Cara Sterilisasi Alat No .



Nama alat



Cara sterilisasi



12



Teori Sediaan OBAT TETES MATA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



Spatel logam/sendok Pinset, pipet tetes Batang pengaduk Kaca arloji, vial Gelas piala Corong Erlenmeyer Gelas ukur, pipet dan balon karet, kertas saring Buret Aqua bidest Ruangan Wadah yang digunakan



Direndam dalam etanol 70%, 24 jam



Oven, 170oC, 1 jam



Autoklaf, 121oC, 15 menit Larutan fenol 5%, 24 jam Dididihkan 30 menit Lampu UV, 24 jam Sesuaikan dengan jenis wadahnya



IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN 4.1 EVALUASI SEDIAAN 4.1.1. Evaluasi Fisik a. Uji kejernihan (FI IV hal 998) b. Penentuan bobot jenis (FI IV , hal 1030) c. Penentuan pH (FI IV , hal 1039) d. Penentuan bahan partikulat (FI IV , hal 981) e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV , hal 1089) f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14) g. Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi) h. Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi) i. Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi) j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)  Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi! 4.1.2. Evaluasi Kimia a. Identifikasi b. Penetapan kadar c. Penentuan potensi (untuk antibiotik) 4.1.3. Evaluasi Biologi a. Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi) b. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855). 4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN (Codex, 166-167) Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper. Keuntungan wadah plastik :  Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah  Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.  Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik. Kekurangan wadah plastik :  Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan oksigen.  Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi. Persyaratan kompendial :  Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.  Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.



13



Teori Sediaan OBAT TETES MATA 



Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai waktu penggunaan.  Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2 1869).  Penyimpanan, dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml, dilengkapi dengan penetes (FI III, hal 10).  Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)  Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.  Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah. 4.3 PENANDAAN Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes mata.  Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka (waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).  Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2 1868)  Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi bahan aktif.  Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi penyimpanan  Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode (BP 2002 vol2 1869).  Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).  Labelling (BP 2002 vol2 1869). Label harus mencantumkan : 1. Nama dan persentase zat aktif. 2. Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi. 3. Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata. Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.



V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA 5.1 NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA a. FI IV atropine sulfat (hal.116) gentamisin sulfat (407) homatropin hidrobromida (431) kloramfenicol (191) pilokarpin HCl (676) b. FI III tropikamida (619) c. Fornas 1978 adrenalina (121) antazolina nafasolina (30)



pilokarpin nitrat(677) sulfasetamida natrium (764) timolol maleat (792) tropikamida (808)



hiosina (159) homatropina (148) 14



Teori Sediaan OBAT TETES MATA atropine (32) basitrasina neomisina (37) betametason fosfat (48) deksametason neomisina (96) dwizolina (30) epinefrina (121) fenilefrina (241) fisostigmina salisilat fisostigmina sulfat (243) hidrokortison (151)



kloramfenicol (65) kortison (87) sulfasetamida (276) oksitetrasiklina (223) perak proteina (31) pilokarpina HCl(246) pilokarpina nitrat (246) prednison fosfat (252) skopolamina (159) tropikamida (298)



d. BP 2002 Adrenalin/Epinefrin (1919) Alkalin (2231) Atropin (1947) Betametason (1967) Betaxolol (lar. 1971, susp 1972) Carteolol (1995) Kloramfenikol (2013) Cyclopentolate (2080) Dipivefrine (2108) Fluorescein (2166) Fluorometholone (2168) Flurbiprofen (2174) Fusidic Acid (2185) Gentamicin (2189) Homatropine (2213) Hyoscine (2230)



Hypromellose (2231) Idoxuridine (2235) Levobunolol (2270) Light liquid paraffin (2370) Neomycin (2338, 2220) Norfloxacin (2349) Oxybuprocaine (2360) Phenilephrine (2385) Pilocarpine hydrochloride (2390) Pilocarpine nitrate (2390) Prednisolone sodium phosphate (2404) Proxymetacaine (2421) Sodium chloride (2447) Sodium citrate (2449) Sodium cromoglicate (2450) Zinc sulphate (2521)



e. USP 27 Echothiophate iodide (683) Emedastine (700) Epinephrine bitartrate (714) Epinephrine (712) Epinephryl borate (714) Eucatropine HCl (775) Fluorescein sodium & benoxinate HCl (814) Fluorometholone (819) Fluorometholone acetate & tobramycin (susp 1860) Flurbiprofen sodium (836) Gentamycin sulfate (861) Glycerin (876) Homatropine HBr (912) Hydrocortisone acetat (susp 927)



Hydrxyamphetamine HBr (939) Hypromellose (952) Idoxuridine (960) Levobunolol HCl (1077) Metilselulosa (1208) Naphazoline HCl (1282) Natamycin (susp 1287) Ofloxacin (1356) Oxymetazoline HCl (1383) Phenylephrine HCl (1473) Physostigmine salicylate (1486) Pilocarpine HCl (1491) Pilocarpine nitrate (1492) Prednisolone sodium Phsphate (1543)



5.2 CONTOH FORMULA PUSTAKA UMUM AULTON 1. Hidrokortison asetat 0.5 Gm Methocel 15 cps 0.1 Gm Sodium karboksimetil sellulosa 0.5 Gm Benzil alcohol 0.5 ml Benzalkonium klorida 1 : 10,000 Air suling steril ad 100.0 ml 15



Teori Sediaan OBAT TETES MATA 2. Larutan mata terramycin Per ml



5 mg 5 ml



Terramycin (oxytetraciclyne) hydroclorida cocok pada formula kering dan mengandung 25 mg pada 62.5 mg sodium klorida dan 25 mg sodium borat dan ditambahkan 5 ml air suling steril. Larutan ini stabil selama 2 hari pada temperatur refrigerator. 3. Pontocaine hydroclorida Potassium asam phosphat Disodium phosphat anhidrat Sodium klorida Larutan zepiran klorida



0.50 Gm 0.43 Gm 0.57 Gm 0.34 Gm 1 : 10,000



ad 100.00 ml



2 drop pada masing-masing mata selama sakit. 4. Diisopropil fluorophosphat 0.1 % Minyak kacang steril, ad 4.0 ml DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik pada pengobatan glaucoma. 5. Atropin sulfat 1.00 Gm Sodium asam phosphat anhidrat 0.56 Gm Disodium phosphat anhidrat 0.28 Gm Sodium klorida 0.36 Gm Larutan benzalkonium klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml 0.14 Gm sodium klorida setara dengan 1 Gm atropin sulfat. 6. fluoresen sodium larutan metiolat 1: 1000 buffer phasphat steril 7.4, ad



2 Gm 20 ml 100 ml



7. ammonium tartrat air suling steril



5 Gm 100 ml



8. larutan mata paredrin hidrobromida 1 % 9. homatropin hidrobromida sodium asam phosphat anhidrat



4 ml.



1.00 Gm



16



Teori Sediaan OBAT TETES MATA



17