P7 Makalah Difteri Kelompok 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DIFTERI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Dengan Dosen Pengampu Ibu: Ns. Kurniawati, S.Kep, M.Kep



DISUSUN OLEH: Kelompok 4 (Difteri) Siti Lestari Suci Rahmayati Tasya Iqrammullah Tiara Pratiwi Weliati Hilza Putri Vina Malinda Yuliani Al-Azhar Rambe Alya Aisyah Putri Amanda Yunistarina



(P032014401036) (P032014401037) (P032014401038) (P032014401039) (P032014401040) (P032014401041) (P032014401042) (P032014401043) (P032014401044) (P032014401045)



Annisa Ramadhania Annisa Suci Wulandari Devi Adelia



(P032014401046) (P032014401047) (P032014401048)



POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN RIAU Jl. Melur No.103, Harjosari, Kec. Sukajadi, Kota Pekanbaru, Riau 28156 TAHUN PELAJARAN 2021/2022



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, petunjuk serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam bentuk makalah yang berjudul Difteri. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang. Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Anak Ibuk Ns. Kurniawati, S.Kep, M.Kep yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami perkembangan pada peserta didik. Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.



Pekanbaru, 14 September 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3 2.1 Defenisi .......................................................................................................... 3 2.2 Etiologi .......................................................................................................... 4 2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................................... 5 2.4 Patofisiologi Difteri ..................................................................................... 8 2.5 Pemeriksaan penunjang ............................................................................... 10 2.6 Penatalaksanaan medis .................................................................................11 2.7 Penatalaksanaan keperawatan.......................................................................11 2.8 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................... 12 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 25 3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 25 3.2 Saran ............................................................................................................ 25 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 26



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Corynebacterium diphtheria adalah bakteri patogen penyebab penyakit difteri. Penyakit ini merupakan penyakit yang dahulu pernah terjadi namun sekarang muncul kembali (re-emerging diseases). Pada tahun 1920 terjadi pandemi penyakit difteri yang menyebabkan kematian pada ribuan anak-anak. Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit yan dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit ini pada umumnya menyerang tonsil, faring, laring, hidung. Gejala spesifik difteri adalah timbulnya membran asimetris keabu-abuan yang dikelilingi oleh radang kemerahan pada tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah bening. Faktor penyebab terjadinya kejadian luar biasa bening. Adakalanya menyerang selaput lendir atau radang konjungtiva atau vagina, bisa berlanjut ke sistem syaraf jantung, ginjal, sistem saraf pusat sehingga berakibat sukar menelan, kelemahan otot, sesak nafas, bahkan gagal jantung yang berakibat kematian mendadak. Penyakit difteri ditularkan melalui udara, percikan ludah saat berbicara dan kontak langsung dengan penderita difteri. Diagnosis cepat harus segera dilakukan berdasarkan gejala klinis, laboratorium (swab tenggorok, kultur, atau PCR) untuk penanganan lebih awal. Tata laksana terdiri dari penggunaan antitoksin spesifik dan eliminasi organisme penyebab. Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, miokarditis, paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke paru-paru menyebabkan pneumonia.



1



Pencegahan dengan melakukan imunisasi, pengobatan karier, dan penggunaan APD. Epidemiologi Penularan disebarkan melalui droplet, kontak langsung dengan sekresi saluran napas penderita atau dari penderita karier. Pada daerah endemis, orang sehat bisa sebagai pembawa kuman difteri toksigenik. Kuman C. diptheriae dapat bertahan hidup dalam debu atau udara luar sampai dengan 6 bulan.



1.2 Tujuan 1) Mengetahui dan memahami etiologi dari penyakit difteri. 2) Mengetahui status imunisasi DPT dengan kejadian difteri. 3) Mengetahui pengaruh pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu,



dan



akses pelayanan kesehatan terhadap hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri.



1.3 Manfaat 1) Untuk menambah wawasan dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dalam mengetahui hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri. 2) Sebagai tambahan referensi dan kontribusi wawasan keilmuan dalam pengembangan Ilmu Keperawatan. 3) Dapat memberikan informasi dalam menanggulangi kejadian difteri. 4) Untuk mengetahui hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difter sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan preventif agar terhindar dari penyakit difteri.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Defenisi Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan ditemukan pseudomembran pada tonsil, faring, dan / atau rongga hidung (Hartoyo, 2018). Awal dari penyakit ini yaitu ditandai dengan adanya peradangan pada selaput mukosa, faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit. Selain itu manusia



merupakan



satu-satunya



reservoir



Corynebacterium



Diphtheriae. Penyebaran penyakit ini melalui droplet (percikan ludah) dari batuk, muntah, bersin, alat makan, dan kontak langsung dengan lesi kulit. Setelah terpapar nantinya akan disusul dengan gejala seperti infeksi saluran 5 pernafasan akut (ISPA) bagian atas, nyeri menelan (faringitis) disertai dengan demam namun tidak tinggi (kurang dari 38,50 C), dan ditemukan pseudomembrane putih/keabu-abuan/kehitaman pada tonsil, laring atau faring. (Kemkes RI, 2017) Difteri pada umumnya lebih banyak menyerang pada umur anak 5-7 tahun. Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria (Kementerian Kesehatan, 2014). Ketika endemik difteri, paling banyak mempengaruhi anak-anak



3



2.2 Etiologi Etiologi positif,



penyakit



difteri



Corynobacterium



adalah



diphtheria.



infeksi



bakteri



gram



C. diphtheria



adalah



bakteri



basilus, nonmotil, tidak berspora dan tidak berkapsul. Terdapat strain yang patogenik



dan



tidak



patogenik.



Kuman



difteri



dapat



menular



melalui droplet respiratorik seperti dari batuk atau bersin atau kontak langsung dengan sekret respiratorik, dari lesi kulit yang terinfeksi, dan dari barang-barang



yang



sudah



terkontaminasi



oleh



bakteri



difteri. C. diphtheria bukan kuman yang sangat invasif dan biasanya hanya menempati lapisan superfisial mukosa respiratorik dan lesi kulit, dan dapat menyebabkan reaksi inflamasi ringan di jaringan lokal. Penyakit difteri disebabkan terutama oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh C. diphtheria.



Toksin



bakteri C. diphtheria diinfeksi



hanya



oleh



virus



diproduksi



spesifik



(bakteriofag)



jika yang



membawa informasi genetik toksin. Terdapat empat strain C. diphtheria, yaitu gravis, intermedius, mitis, memproduksi



toksin



dan



dan belfanti. menyebabkan



Semua strain ini penyakit



difteri



dapat berat.



Selain C. diphtheria, spesies C. ulcerans juga dapat menyebabkan penyakit difteri, terutama difteri pada kulit. C. ulcerans dapat tersebar melalui transmisi zoonotik ke manusia dan banyak ditemukan pada komunitas yang banyak berhubungan dengan peternakan. Beberapa faktor di bawah ini menjadi predisposisi penyakit difteri: •



Usia: Usia di bawah 12 tahun. Bayi menjadi rentan pada difteri pada usia 6-12 bulan setelah imunitas yang didapatkan transplasenta berkurang



4







Keadaan imunokompromis akibat obat penekan sistem imun, penyakit seperti infeksi Human ImmunodeficiencyVirus (HIV), ataupun akibat diabetes dan alkoholisme







Imunisasi:







Tidak pernah diimunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap







Orang dewasa yang tidak mendapat booster vaksinasi karena kadar titer antitoksin yang semakin berkurang seiring waktu, booster perlu diberikan setiap 10 tahun sekali sejak orang mencapai umur 19 tahun.







Imunitas komunitas yang rendah







Status sosioekonomi yang rendah







Kondisi lingkungan fisik rumah (dinding rumah, langit-langit rumah, lantai rumah, kelembaban, pencahayaan alami, ventilasi/jendela rumah) yang tidak memenuhi syarat rumah sehat







Tinggal di pemukiman padat, seperti barak militer, penampungan tunawisma, dan penjara







Perjalanan ke daerah endemik ataupun yang sedang mengalami wabah difteri







Kontak dengan hewan domestik yang dapat menjadi reservoir untuk infeksi pada manusia. Meskipun demikian, manusia karier difteri adalah reservoir utama infeksi meskipun terdapat laporan kasus yang menghubungkan penyakit ini dengan ternak







Infrastruktur sistem layanan kesehatan yang buruk.



2.3 Tanda dan Gejala Mukosa traktus respiratori bagian atas merupakan tempat infeksi utama. Pada orang dewasa lebih sering pada mukosa oral, mukosa bukal, bibir,



5



palatum, dan lidah. Corybacterium diphtheriaeberkolonisasi pada permukaan membran mukosa dan menyebabkan pembentukan dari pseudomembran yang berwarna putih dan setelah beberapa waktu akan menjadi warna abu – abu kotor. Pada tahap terakhir dapat menyebabkan warna hijau atau hitam yang merupakan hasil dari nekrosis.Pada limfonodi bisa terdapat pembesaran dan muncul warna merah kehitam – hitaman yang merupakan tanda – tanda perdarahan. Sebagai respon dari infeksi, menyebabkan terjadinya limfadenitis akut non-spesifik. Setelah terjadi kontak dengan agen, masa inkubasi selama 2-5hari, gejala



biasanya



diikuti



demam



dan



sakit



tenggorokan. Terbentuk



pseudomembran pada jaringan lunak uvula dan tonsil setelah 24 jam sebagai efek dari toksin. Bentuk yang lebih parah pada anak – anak adalah bull neck yang disebabkan pembengkakan pada jaringan lunak dan kelenjar getah bening leher. Onset terjadi secara tiba – tiba dan pertumbuhan dari pseudomembrane lebih cepat pada cavitas buccal, seluruh faring. Jaringan lunak palatum, uvula, dan tonsil dapat mengalami nekrosis dan lesi nekrotik ini dapat menembus ke otot rangka dan menyebabkan perdarahan serta edem. Insiden komplikasi neurologis pertama kali diindikasikan dengan terjadinya neuropati dimana terjadi paralisis dari palatum lunak dan dinding posterior faring.Seteleah itu, neuropati saraf kranial menyebabkan paralisis dari okulomotor dan siliari yang disebabkan karena disfungsi dari nervus fasial, faringeal, atau laringeal yang menyebabkan gangguan pada aspirasi. Gejala diphtheria (Sudoyo, 2009): 1) Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38o Celcius 2) Batuk dan pilek yang ringan 3) Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan 4) Mual, muntah , sakit kepala



6



5) Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor 6) Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria (Sudoyo, 2009) : 1) Diphtheria Hidung Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi. 2) Diphtheria Tonsil-Faring Gejala



anoroksia,



malaise,



demam



ringan,



nyeri



menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea. 3) Diphtheria Laring Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas. 4) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.



7



2.4 Patofisiologi Difteri Patogenesis infeksi bakteri meliputi langkah awal proses infeksius dan mekanisme



selanjutnya



yang



menimbulkan



perkembangan



gejala



penyakit. Coryne bacterium diphtheriae memiliki faktor virulensi yang memungkinkannya untuk menginvasi sel epitel saluran pernafasan atas dan kemudian menghasilkan suatu eksotoksin. Kemampuan invasi dan virulensi basil difteri ditentukan oleh antigen K bersama-sama dengan glikolipid. Antigen K adalah suatu protein termolabil dan terdapat pada permukaan dinding sel. Antigen ini berperan penting dalam imunitas antibakteri dan hipersensitivitas, tetapi tidak ada hubungannya dengan imunitas anti toksin. Selain antigen K, basil difteri juga memiliki cord factorberupa glikolipid yang mengandung mycolic acids. Pada tikus, cord factor ini terbukti menyebabkan kerusakan mitokondria, mereduksi respi-rasi, mereduksi fosforilasi dan mengakibatkan kematian sel. ( Rusmana, 2019: 50) Setelah menginvasi epitel saluran pernafasan atas, C. diphtheriae akan membentuk koloni pada tenggorokan dan kemudian periode inkubasi 2-4 hari, strain difteri yang terinfeksi (mengalami lisogenisasi) dapat menghasilkan toksin. Toksin awalnya diserap ke dalam membran sel target melalui ikatan reseptor pada permukaan sel dan mengalami endositosis. Toksin ini terdiri atas 2 komponen, yaitu subunit A dan subunit B. Subunit B berperan dalam pengikatan reseptor sedangkan subunit A merupakan komponen toksin yang enzimatik aktif. Setelah mengalami endositosis, subunit A akan menghambat sintesis protein sel. Selain itu, dengan adanya kalsium dan magnesium, toksin difteri dapat menyebabkan fragmentasi DNA melalui



mekanisme nuclease-like



activity.



Akibatnya,



terjadi



sitolisis. (Saunders, 2019: 98)



8



Nekrosis luas terjadi pada jaringan tempat kolonisasi kuman difteri dan akan memicu respons inflamasi lokal. Respons inflamasi bersama jaringan nekrosis membentuk eksudat pseudomembran. Eksudat ini awalnya dapat diangkat, tetapi seiring berjalannya infeksi, terjadi peningkatan produksi toksin sehingga terbentuk eksudat dengan komponen fibrin. Pseudomembran awalnya berwarna putih, akan menjadi abu-abu gelap disertai bintik hijau atau hitam yang menunjukkan area nekrosis. Perdarahan hebat dapat terjadi jika



pseudomembran



berusaha



diangkat.



Jaringan



edema



dan



pseudomembran difteri dapat menutup saluran napas. Pseudomembran ini akan meluruh spontan selama masa penyembuhan.(Saunders, 2019: 98) Toksin yang dihasilkan di lokasi pseudomembran akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan limfatik. Distribusi dimulai saat faring dan tonsil tertutup pseudomembran difteri. Organ dan jaringan di seluruh tubuh dapat mengalami kerusakan akibat toksin ini. Lesi sistem saraf, jantung, serta ginjal merupakan komplikasi berat; manifestasi klinis miokarditis tampak setelah periode laten 10-14 hari, sistem saraf, misalnya neuritis perifer, terjadi pada 3-7 minggu. Strain non-toksigenik juga dapat menyebabkan faringitis ringan hingga sedang, tetapi tidak terbentuk pseudomembran.



9



Gambar 1.1 Patoflow Difteri (Saputra, 2018:4)



2.5 Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium : Apusan tenggorokan 2) Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadarhemoglobin dan leukosit osis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Pad aurin terdapat albuminaria ringan 3) Pemeriksaan bakteriologis 4) Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terjadianemia karena hemoli -sis sel darah merah 5) Pada neuritis difteri 6) Schick Tes : tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita



10



2.6 Penatalaksanaan medis 1) Penatalaksanaan Medis •



Pengobatan umum dengan perawatan yang baik







Isolasi dan pengawasan EKG







Pengobatan spesifik



2) Antidiphteria serum (ADS), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut yang sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan uji mata. Pengobatan difteri : •



Infeksi ringan



: 20.000-40.000 unit







Infeksi sedang



: 40.000-60.000 unit







Infeksi berat



: 80.000-100.000 unit



3) Antibiotic. Diberi penislin prokain 50.000 U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.



Untuk



pasien



trakeostomi



ditambah



kloramfenikol



75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis 4) Kortikosteroid,



untuk



mencegah



timbulnya



miokarditis



yang



membahayakan dengan memberikan prednisone 2 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.



2.7 Penatalaksanaan keperawatan Pasien difteri dirawat di kamar isolasi tertutup. Petugasmemakai gaus khusus (celemek) dan masker yang harus ganti tiap pergantian tugas atau telah dianggap kotor dan jangan sampai berlaru-larut. Penunggu pasien juga memakai gaun khusus untuk mencegah penularan diluar ruangan. Tersedia perlangkapan cuci tangan, desinfektan, sabun, lap, handuk yang selalu kering, dan air bersih. Dan juga tersedia tempat



11



2.8 Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah proses mengmpulkan informasi atau dasar tentang pasien,agar dapat mengidentifikasi,mengenal msalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,mental,social dan lingkungan.Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang kesehatan pasien, menentukan masalah keperawatan pasien, menilai keadaan kesehatan pasien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012). Pengkajian yang dilakukan pada psien Difteri: a. Biodata Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama,umur,jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan.Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan fisik dan psikologis pasien.Jenis kelamin dan pekerjaan



perlu dikaji untuk mengetahui terjadinya masalaha tau



penyakit dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan pasien tentang penyakitnya (Muttaqin,2014) Biodataa. Umur :Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukanpada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahunb. Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskinc. Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang



12



b. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan yang pelu dikaji meliputi data saat ini. Perawat mengkaji pasien atau keluarga dan befokus kepada manifestasi kinik dari keluhan utama, kejadian yang memuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu dan riwayat kesehatan keluarga (Muttaqin, 2014). c. Keluhan Utama Keluhan Utama Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah d. Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat Kesehatan Dahulu Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas danmengalami pilek dengan sekret bercampur darah f. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat Penyakit KeluargaAdanya keluarga yang mengalami difteri tempat tinggal pasien,kondisi lingkungan misalnya adanya polusi udara. g. Riwayat Perinatal dan Neonatal 1) Hamil Untuk mengetahui Kondisi ibu selama hamil, periksa kehamilan dimana dan berapa kali, serta mendapatkan apa saja dari petugas kesehatan selama hamil. 2) Persalinan



13







Untuk mengetahui cara persalinan, ditolong oleh siapa, adakah penyulit selama melahirkan seperti perdarahan.







Kaji dimana klien dilahirkan, berat badan, panjang badan bayi.



3) Neonatal Untuk mengetahui apakah bayi minum ASI atau Pasi, berapa BB Lahir, PB lahir, apakah saat lahir bayi langsung menangis/tidak. h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan dan perkembangan motorik, sensorik klien dengan difteri biasanya terganggu pernapasan sehingga sulit menelan,disertai demam, menggigil, malaise, sakit tenggorokan, batuk. i. Riwayat imunisasi anak dan kesehatan keluarga. Apakah riwayat imunisasi pada anak lengkap/tidak. j. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola nutrisi dan metabolisme Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia 2. Pola aktivitas Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam 3. Pola istirahat dan tidur Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidurd. 4. Pola eliminasi Klien



mengalami



karena



jumlah



penurunan asupan



jumlah



nutrisi



urin



dan



feses



kurang disebabkan oleh



anoreksia



14



k. Pemeriksaan Fisik a) Secara TTV didapatkan : •



Suhu tubuh < 38,9 º c







Pernafasan : (meningkat)







Tekanan darah : (menurun)







Nadi : (meningkat)



b) Inspeksi Lidah kotor,anoreksia,ditemukan pseudomembran c) Auskultasi Napas cepat dan dangkal d) Secara head to toe : Inspeksi 1) Kepala



: simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak,



ada lesi/tidak, kulit kepala bersih 2) Rambut



: hitam/tidak, ada ketombe/tidak, rontok/tidak



3) Wajah



: pucat/tidak



4) Mata



:ada lesi/tidak, conjungtiva pucat/tidak, scelera



kuning/tidak, tampak cowong 5) Hidung



:simetris/tidak,



tampak



bersih/tidak,



ada



secret/tidak, ada pernafasan cuping hidung/tidak. 6) Mulut



: mukosa bibir terlihat lembab/tidak, bersih/tidakk,



tampak ada stomatitis/tidak. 7) Leher



: tampak pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe



maupun pembesaran vena jugolaris/tidak. 8) Dada



:simetris/tidak,



tampak



benjolan



yang



abnormal/tidak, nafas teratur/tidak.



15



9) Perut



: tampak buncit/tidak, adanya benjolan/tidak.



10) Genetalia : untuk mengetahui kelengkapan dan keadaannya. 11) Integumen : bersih/tidak, tampak pucat/tidak, kering/lembab. 12) Ekstremitas : •



Atas simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak.







Bawah : simetris/tidak, pergerakkan bebas/tidak



Palpasi : 1) Kepala



: teraba benjolan abnormal/tidak



2) Leher



: teraba pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe



maupun pembesaran vena jugolaris/tidak. 3) Dada



:simetris/tidak,



tampak



benjolan



yang



abnormal/tidak, nafas teratur/tidak. 4) Perut



: teraba benjolan yang abnormal/tidak..



5) Integumen : kering/lembab, turgor jelek/tidak Auskultasi : 1. Dada



: terdengar ronchi dan wheezing/tidak



2. Abdomen : terdengar bising usus/tidak Perkusi : 1. Reflek patella kanan/kiri positif/tidak 2. Perut



: ada kembung/tidak



e) Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick dilaboratorium



16



2. Untuk melihat kelainan jantung,bisa dilakukan pemeriksaan EKG



2. Analisa Data Merupakan terakhir dari tahap pengkajian setelah dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan mengidentifikasi masalah.



3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyatamaupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. 1. Pola nafas napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas 2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan 3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis



3. Intervensi Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Diagnosa



Tujuan dan kriteria hasil



Interverensi



keperawatan Pola nafas tdk efektif



Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Pemantauan respirasi inspirasi dan atau ekspirasi yg tdk memberikan ventilasi adekuat



membaik



Observasi : •



Monitor nafas



pola



monitor



satuarsi o2 •



Monitor frekuensi,irama ,kedalaman,dan



17



upaya nafas •



Monitor adanya sumbatan jalan nafas teraputik



Pengertian :



Kriteria hasil



Terapeutik •



Atur



interval



pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Inspirasi



dan



atau



ekspirasi



yg



tdk



Menurun Cukup



sedang Cukup



menurun



Meningkat



meningkat



memberikan ventilisasi ade kuat 1.



Dipsnea



1



2



Edukasi : 3



4







5



Jelaskan tujuan dan



prosedur



pemantauan •



Informasi hasil pemantauan jika perlu



4. 1



penggunaan otot bantu nafas 2



3



4



Terapi oksigen Observasi:



5



• Memburuk Cukup memburuk



Sedang Cukup membaik



Membaik



Monitor kecepatan aliran darah



18



• 5. Frekuensi nafas 1



2



3



alat 4



5



3



Monitor tanda tanda



6. Kedalaman nafas 2



terapi



oksigen •



1



Monitor posisi



4



hipoventilasi



5 •



Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan O2 Terapeutik :







Bersihkan secret pd mulut







Pertahankan kepatenan jalan nafas







Berikan O2 jika perlu Edukasi







:



Ajarkan keluarga menggunkan O2 di rumah



Nyeri Akut



19



Diagnose



Tujuan dan kriteria hasil



intervensi



keperawatan Nyeri akut



Tingkat nyeri



Manejemen nyeri



D.0077



Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam



pengertian :



diharapkan tingkatnyeri menurun



Observasi : •



Pengalaman sensorik



kateristik Kriteria hasil : Membu



Cukup



emosional yg



ruk



berkaitan



sedang



Cukup



membai



membur



membai



k



uk



k















jaringan



a. Frekuensi atau



1



2



fungsional



sekala



Indentifikasi



respon



3



4



atau lambat dan berinteritas



Indentifikasi



memperingan nyeri



5 •



b. Pola nafas



Indentifikasi pengetahuan



1



2



3



4



5



keyakinan nyeri



Men Cuk



Seda Cuk



Men



ingk up



ng



urun



at



ringan hingga berat



up



men



men



ingk



urun



faktor



yang memperberat dan



nadi



onset



mendadak







dan tentang



Indentifikasi pengaruh nyeri pd kualitas hidup







Monitor efek samping oenggunaan anal getik



at



lgsng



Terapetik :



kurang dr 3 bulan.



Indentifikasi



nyeri non verbal



kerusakan



yg



frekkuensi



nyeri



dgn



dgn



lokasi



,kualitas intensitas nyeri



atau



actual



Indentifikasi







c. Keluhan nyeri 1



2



3



4



5



Berikan teknik non farmakologi pereda nyeri



20



untuk







d. Meringis 1



2



3



4



Control lingkungan yg



5



memperberat



nyeri •



7. Gelisah 1



2



3



4



3



Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri



8. Kesulitan tidur 2



istirahat



dan tidur



5 •



1



Fasilitasi



4



dalam



5



pemilihan



strategi pereda nyeri Edukasi : •



Jelaskan penyebab,priode dan



pemicu



nyeri •



Jelaskan strategi pereda nyeri







Ajarkan teknik non farmakologi pereda nyeri



Kaolaborasi: •



Kolaborasi pemberian analgetik jika prrlu



21



Defisit Nutrisi Diagnose



Tujuan dan kriteria hasil



Interverensi



keperawatan Devisit nutrisi



Satus nutrisi



Manajemen nutrisi



D.0019



Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status Observasi : •



nutrisi tetap terpenuhi



Indentifikasi status nutrisi







Indentifikasi alergi dan intoleransi makanann







Monitor asupan makanan



• Pengertian: Asupan nutrisi



Kriteria hasil



Terapeutik : •



tdk cukup utk memenuhi



Monitor BB



Lakukan oral hygyne sblm makan







kebutugan



Sajikan makanan secara menarik dan suhu yg sesuai







Hentikan pemberian makanan menggunakan selang naso apabila pemberian makan



22



secara oral dapat di lakukan Edukasi : •



Anjurkan posisi duduk bila mampu







Ajarkan diet yg di program



Kolaborasi •



kolab dgn ahli gizi utk menentu kan jumlah kalori dan nutrisi



Promosi BB



Menurun



Cukup



Sedang Cukup



menurun



meningkat



Observasi •



meningkat



1 Porsi



BB kurang •



makanan yg



monitor adanya mual ,muntah



terapeutik :



dihabiskan 1



indentifikasi penyebab



2



3



4



5







2 IMT 1



tepat sesuai pasien 2



3



4



5



3 Frekuensi







berikan pujian pd pasian untk



makan 1



sdiakan makanan yg



peningkatan yg di 2



3



4



5



capai



4 Nafsu



23



makan 1



2



3



4



5



5 Perasaan cepat kenyang



4.



Implementasi Implementasi



keperawatan



adalah



tahap



ketika



perawat



mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).



5.



Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah penilaian terkhir keperawatan yang didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan prilaku dan kriteri hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam. 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu: a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan b. Diagnosa keperawatan c. Evaluasi keperawat



24



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit difteri disebabkan terutama oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh C. diphtheria. Toksin hanya diproduksi jika bakteri C. diphtheria diinfeksi oleh virus spesifik (bakteriofag) yang membawa informasi genetik toksin. Coryne bacterium diphtheriae



memiliki faktor virulensi yang memungkinkannya untuk menginvasi sel epitel saluran pernafasan atas dan kemudian menghasilkan suatu eksotoksin. Gejalanya berupa demam, batuk pilek, mual/muntah, dan gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria. Dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien, beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat yaitu, pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.



3.2 Saran Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap tentang difteri, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku buku yang berhubungan dengan difteri. Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang berisi untuk membangun dan menyempurnakan penulisan makalah makalah selanjutnya sangat diharapka.



25



DAFTAR PUSTAKA



Rusmana, D. (2019). Mekanisme Toksigenitas Molekuler dan Potensi Medik Toksin Difteri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 5, No. 2, Februari , 48-59. Saunders, R. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana Difteri. CDK-273/ vol. 46 no. 2 th. 2019, 98-101. Saputra, M. A. (2018). Difteri Dalam Lingkup Asuhan Keperawatan. Jurnal Kesehatan DOI 10.17605/OSF.IO/3A2NV, 1-17. Hartoyo, E. (2018). Difteri pada Anak. 2. Pracoyo1, N. E. (2020). Faktor Penyebab Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). 1-2. PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI. PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI. PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Hartanti, A. A. (n.d.). Askep Anak Dengan Difteri. Retrieved from PDFCOFFE: https://pdfcoffee.com/askep-anak-dengan-difteri-pdf-free.html Tesa.



(2015).



Askep



Pada



Pasien



Dengan



Difteri.



Retrieved



from



https://tessaprymanandaputri.wordpress.com/2015/03/17/askep-pada-pasie n-dengan-difteri/http:/eprints.umm.ac.id/67564/3/BAB%20II.pdf



26



27