Panduan Blue Code [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN CODE BLUE UPTD PUSKESMAS WIRADESA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PEKALONGAN



KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan inayahNya sehingga penyusunan



“PanduanCode Blue”



ini dapat terselesaikan. Panduan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien, meningkatkan keselamatan pasien, mengurangi angka kesakitan serta melindungi pasien dari resiko terjadinya kecacatan fisik ataupun resiko yang mengancam jiwa. Diharapkan dengan panduan ini dapat terjadi persamaan persepsi dalam penerapan code blue pasien di UPTD Puskesmas Wiradesa Panduan ini disusun bersama antara Bidang Pelayanan Medis, Bidang pelayanan Keperawatan dengan beberapa instalasi terkait dan Pokja Pelayanan Pasien (PP) yang merupakan bagian dari panitia Akreditasi UPTD Puskesmas Wiradesa. Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi seluruh tenaga medis, perawat dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan pelayanan yang aman dan bermutu menuju kepuasan dan keselamatan pasien. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan sehingga akan menambah kesempurnaan penyusunan Pedoman dimasa mendatang.



Pekalongan, 12 Maret 2019



Editor



[Type text]



KATA SAMBUTAN KEPALA PUSKESMAS



UPTD Puskesmas Wiradesa merupakan Puskesmas rujukan yang akan selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Oleh karenanya kita sambut dengan hangat penerbitan"Panduan Code Blue” tahun 2019. Panduan ini disusun berdasarkan Undang - Undang yang berlaku dan telah diterapkan pada proses pelayanan di UPTD Puskesmas Wiradesa. Proses penyempurnaan panduan ini terus menerus dilakukan, sehingga diharapkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan untuk pelayanan pasien



yang



seragam



diseluruh



Puskesmas



serta



sesuai



dengan



perkembangan ilmu terkini. Panduan ini menjadi pegangan bagi seluruh komponen pelayanan di UPTD Puskesmas Wiradesa yaitu dokter,perawat, bidan serta seluruh karyawan di lingkungan UPTD Puskesmas Wiradesa. Semoga dapat bermanfaat dan digunakan dengan baik, sehingga tujuan untuk mencapai keamanan dan mutu tinggi dalam menjalankan pelayanan secara selaras, serasi, dan seimbang di UPTD Puskesmas Wiradesa akan semakin cepat terwujud.



Pekalongan, 12 Maret 2019 KEPALA UPTD PUSKESMAS WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN



dr. F.FERRY SUSANTO Penata Tk I



[Type text]



DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................



i



Kata Pengantar.................................................................................



ii



Kata Sambutan Kepala Puskesmas...................................................



iii



Daftar Isi .........................................................................................



v



BAB I



PENDAHULUAN ...................................................................



1



A. Definisi............................................................................



1



BAB II Ruang Lingkup Pelayanan....................................................



2



BAB III Tata Laksana Pelayanan......................................................



3



BAB IV Dokumentasi.......................................................................



8



[Type text]



BAB I DEFINISI



1.



Code Blue Code Blue adalah kode isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan jantung (Cardiac Arrest) atau mengalami situasi gagal nafas akut (Respiratory Arrest) dan situasi darurat lainnya yang membutuhkan tindakan resusitasi segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi cardiopulmoner (CPR).



2.



Code Blue Tim Code blue tim adalah tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai "Tim Code Blue", yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan alat – alat penting seperti AED, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatanresusitasi (adrenalin, atropin) dan IV set untuk menstabilkan pasien.



3.



Bantuan Hidup Dasar (BHD) Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons tindakan gawat darurat. BHD adalah suatu cara memberikan bantuan / pertolongan hidup dasar yang meliputi bebasnya jalan napas (airway/A), pernapasan yang adekuat (breathing/B), sirkulasi yang adekuat (circulation/C).BHD dapat dilakukan oleh tenaga medis, paramedis maupun orang awam yangmelihat korban pertama kali. Skills BHD harus dikuasai oleh paramedis danmedis, dan sebaiknya orang awam juga menguasainya karena seringkali korban justru ditemukan pertamakali bukan oleh tenaga medis



4.



Advanced Cardiac Life Support (ACLS) Advanced Cardiac Life Support (ACLS) adalah bantuan lanjut atau pertolongan pertama pada penyakit jantung.



[Type text]



hidup



BAB II RUANG LINGKUP



Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semuakondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegeramungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap. 1. 2.



Respon awal (responder pertama) berasal petugas Puskesmas yang berada di sekitarnya, yang sudah mendapat pelatihan BHD. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari unit yang ditunjuk oleh pihak Puskesmas.



Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah : 1.



2.



Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan Puskesmas, misalnya lobi Puskesmas, ruang tunggu poliklinik dan ruang persalinan, dimana peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.



[Type text]



BAB III TATA LAKSANA



A.



Bantuan Hidup Dasar 1.



2.



PUSKESMAS harus memastikan semua petugas yang ada di Puskesmas mampu melakukan bantuan hidup dasar kepada pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas. Setiap petugas di PUSKESMAS sebelum melakukan bantuan hidup dasar diharuskan: a. Memahami tanda – tanda henti jantung dan henti nafas b. Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi buatan yang baik dan benar c. Teknik kompresi yang baik serta frekuensi kompresi yang adekuat d. Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan nafas



3.



Bantuan hidup dasar yang dilakukan mengacu kepada rekomendasi yang dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010 yang dikenal dengan mengambil 3 rantai pertama dari 5 rantai kelangsungan hidup, yaitu: a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early Acces) b. Resusitasi jantung paru segera (Early CPR) c. Defibrilasi segera (Early Defibrilation) d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif (Effective ACLS) e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Integrated Post Cardiac Arrest Care)



4.



Rantai kelangsungan hidup adalah: a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka, petugas harus melakukan hal-hal sebagai berikut: Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem gawat darurat Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada orang dewasa atau sekitar satu menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi dan anak Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung Identifikasi henti jantung dan henti nafas.



[Type text]



b.



Resusitasi jantung paru segera Kompresi dada segera dilakukan jika penderita mengalami henti jantung. Kompresi dada dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh serta berirama ditengah tulang dada. Tekanan ini dilakukan untuk mengalirkan darah serta mengantarkan oksigen ke otak dan otot jantung. Pernafasan bantuan dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan memberikan nafas dalam waktu satu detik sesuai volume tidal dan diberikan setelah dilakukan 30 kompresi dada.



c.



Defibrilasi segera Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai kelangsungan hidup penderita. Waktu antara penderita kolaps dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis. Angka keberhasilan menurun 7-10% setiap menit keterlambatan penggunaan defibrilator.



d.



Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif Pertolongan lebih lanjut oleh tim ACLS merupakan rantai keberhasilan manajemen henti jantung dengan bantuan alat-alat ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan stabilisisasi penderita. ACLS memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan henti jantung : -



-



e.



Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkanmanajemen jalan nafas, pemberian bantuan nafas dan pemberian obat-obatan Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi Memberikan defibrilasi jika terjadi Fibrilasi Ventrikel, mencegah fibrilasi berulang dan menstabilkan penderita setelah resusitasi



Penanganan terintegrasi pasca henti jantung Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan American Herat Association tahun 2010 mulai diperkenalkan kepentingan pelayanan sistematis dan penatalaksanaan multi spesialistik bagi penderita setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan (Return Of Spontaneous Circulation)



[Type text]



5.



Pelaksanaan bantuan hidup dasar Tujuan utama pelaksanaan RJP adalah untuk mempertahankan kehidupan, memperbaiki kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaandan membatasi disability tanpa melupakan hak dan keputusan pribadi. Dalam pelaksanaanya keputusan untuk melakukan tindakan RJP sering kali hanya diambil dalam hitungan detik oleh penolong yang mungkin tidak mengenal penderita yang mengalami henti jantung atau tidak mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilakukan yaitu: a.



b. c.



6.



Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat pengobatan secara optimal Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memilki angka mortalitas tinggi, misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau kelainan kromosom.



Penghentian RJP Bantuan RJP dapat dihentikan bila: a. b.



c.



7.



[Type text]



Penolong sudah melakukan BHD dan Bantuan Hidup Lanjut secara optimal Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau mengalami overdosis obat yang menghambat susunan sistem saraf pusat Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10 menit atau lebih.



Tekhnik pelaksanaan BHD a. Sebelum melakukan BHD penolong harus memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respons penderita, sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan defibrilator b. Pengecekan pulsasi arteri - Pengecekan pulsasi tidak perlu dilakukan bila penderita mengalami pingsan mendadak, tidak bernafas atau bernafas tidak normal. - Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik, jika dalam 10 detik tidak dapat meraba pulsasi maka segera lakukan kompresi dada.



-



-



c.



Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada tulang dada, dengan frekwensi minimal 100 kali/menit, kedalaman minimal 5 cm, berikan kesempatan dada mengembang sempurna setelah kompresi, seminimal mungkin interupsi dan hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.



Pembukaan jalan nafas Pembukaan jalan nafas dilakukan dengan teknik angkat kepala angkat dagu pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher, sedangkan untuk yang mengalami cedera leher dilakukan dengan menarik rahang tanpa ekstensi kepala.



d.



Pemberian nafas bantuan Pemberian nafas bantuan dilakukan setelah jalan nafas aman dengan memperhatikan pemberian nafas bantuan dalam waktu 1 detik dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada, diberikan 2 kali nafas setelah 10 kali kompresi.



e.



Defibrilasi Defibrilasi hanya dilakukan bila pasien dengan fibrilasi ventrikel dan Ventrikel Takikardi dengan kemungkinan keberhasilan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu



B.



Bantuan Hidup Lanjutan 1. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelah bantuan hidup dasar maka Puskesmas membentuk tim bantuan hidup lanjutan yang disebut tim biru (Blue code) 2. Tim biru terdiri dari dokter dan perawat terlatih yang bersertifikasiperawatan intensif dan atau ACLS. 3. Penanggung jawab tim biru adalah dokter 4. Leader dalam tim biru adalah dokter yang jaga saat kejadian atau perawat tim biru yang bersertifikat BTCLS 5. Pemimimpin tim biru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua dilakukan pada saat yang tepat dengan cara yang tepat dengan memantau dan mengintegrasikan kinerja perorangan semua anggota tim. 6. Tugas pemimpin tim adalah: a. Memantau kinerja perorangan dari semua anggota tim b. Menyokong anggota tim c. Berkonsentrasi pada penanganan pasien secara komprehensif d. Mengajar dan melatih



[Type text]



e. f.



Memberikan pemahaman Menetapkan peranan anggota tim



7.



Peranan anggota tim adalah: a. Siap untuk memenuhi tanggung jawab peranannya b. Sering mempraktekan pengetahuan mengenai algoritma c. Memiliki pengetahuan mengenai algoritma d. Bertanggung jawab untuk mencapai keberhasilan e. Melaksanakan perintah pemimpin tim.



8.



Tim a. b. c. d.



9.



Pembagian tugas dalam Tim Code Blue a. Leader  Memimpin jalannya Bantuan Hidup Lanjut dan memberikan instruksi  Monitoring dan menginterprestasikan gambaran EKG  Melakukan defibrilasi b.



c.



d.



Code Blue terdiri dari 4 orang : 1 orang Leader (dokter jaga ruangan/perawat) 1 orang ventilator (perawat) 1 orang compressor (perawat) 1 orang sirkulator (perawat)



Ventilator  Bertanggung jawab breathing  Memasang ETT



melakukan



Compressor  Bertanggung jawab melakukan massage (kompresi dada



ventilasi/



resque



external



cardiag



Sirkulator  Bertanggung jawab melakukan pengobatan sesuai instruksi leader  Melakukan pencatatan tindakan dan timer tindakan



10. Tim biru terdiri dari 4 tim yaitu dokter jaga ruangan, Tim ICU, Case Manager, dan tim IGD. 11. Untuk kelancaran operasional maka Puskesmas melengkapi pelaksanaan tim biru dengan Alur Kerja dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Blue code, SPO BHD, SPO Intubasi, SPO penggunaan AED, SPO Penggunaan Defibrilator, SPO Penggunaan Defibrilator Cardioversi. 12. Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010.



[Type text]



yang



BAB IV DOKUMENTASI



Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah; 1. 2. 3.



4.



[Type text]



Tim biru mencatat segala kejadian, tindakan dan obat-obatan yang diberikan dalam form blue code. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan layanan asuhan mencatat di dalam form catatan terintegrasi. Bila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif, maka dokter dan perawat mencatat rencana selanjutnya dalam form catatan terintegrasi dan selanjutnya pasien dikirim ke ruang rawat intensif setelah mendapat persetujuan dari keluarga pasien. Bila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal harus dicatat kapan pasien tersebut dinyatakan meninggal serta penyebab pasien meninggal dalam form catatan terintegrasi