Panduan Code Blue [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Lombok Timur



RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA No. Ijin : 2049/503/PM.II.50.A8/04/2018 Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Selong Lombok Timur Telp. (0376) 21004, Fax (0376) 22693 Bismillahirrahmairrahim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA NOMOR : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018 TENTANG PANDAUAN PELAYANAN CODE BLUE DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan dan ridho Allah SWT : MENIMBANG : a. Bahwa code blue merupakan salah satu prosedur kegawat daruratan yang harus segera diaktifkan jika ditemukan seseorang dalam kondisi cardiorespiratory arrest di dalam area rumah sakit . b. Bahwa untuk meningkatkan dan mempercepat respon seluruh petugas di rumah Sakit Islam Namira pada pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat untuk menghindari kematian dan kecacatan diperlukan panduan code blue c. Bahwa untuk maksud tersebut diatas maka perlu ditetapkan kebijakan tentang Code blue di Rumah Sakit Islam Namira MENGINGAT



:



1.



Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan



2. 1.



2. 3. 4.



5.



Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637). Peraturan MENKES No 1691/MENKES/PER/VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Undang undang RI No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 29 ayat 1 Pelayanan Medis Kegawatdaruratan Fatwa DSN- MUI Nomor : 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah; Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Namira Nomor: 1186/KBJ/RSI-N/XI/2018 tentang Kebijakan 2



Pemberlakuan Buku Wajib Rumah Sakit Syariah; 6. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor Nomor 005/SK/YRSPN/VIII/2015 tentang Pemberlakuan struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Namira; 7. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor Nomor 005/SK/YRSPN/VI/2017 tentang Pengangkatan dr. H. Utun Supria, M.Kes sebagai Direktur Rumah Sakit Islam Namira terhitung mulai 1 Juli 2017 sampai dengan 30 Juni 2020. MEMUTUSKAN MENETAPKAN : PERTAMA



:



KEDUA



:



KETIGA



PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA TENTANG PANDAUAN PELAYANAN CODE BLUE DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA; Kebijakan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan; Apabila hasil evaluasi mensyaratkan perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di Tanggal



: Lombok Timur : 18 September 2018 M 8 Muharram 1440 H



Rumah Sakit Islam Namira Lombok Timur



dr. Utun Supria, M.Kes Direktur



Tembusan : 1. Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor 2. Arsip



DAFTAR ISI 3



BAB I DEFINISI ....................................................................................................... BAB II RUANG LINGKUP ....................................................................................... BAB III TATALAKSANA .......................................................................................... BAB IV DOKUMENTASI .........................................................................................



4 6 8 17



4



Lampiran Nomor Tanggal Tentang



Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Namira : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018 : 18 September 2018 M : Pandauan Pelayanan Code Blue



BAB I DEFINISI A. Bantuan hidup dasar adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas bantuan terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas. Bantuan Hidup Dasar dilaksanakan sesuai Algoritma ACLS yang dikeluarkan oleh ILCOR Guideline 2015 B. Cardiac Arrest (henti Jantung) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif, yang secara klinis ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda sirkulasi lainnya. Gambaran EKG pada Cardiac Arrest: 1) Asystole 2) PEA (Pulseless Electrical Activity) 3) Ventricular Fibrilasi 4) Pulseless Ventricular Tachicardi C. Kegawat daruratan medis adalah masalah-masalah yang muncul secara tiba-tiba dan tidak terprediksi yang mengancam nyawa dan butuh penanganan segera meliputi masalah pada Airway, Breathing, Circulation dan Disability. D. Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat yang memerlukan bantuan hidup segera, yaitu suatu tindakan resusitasi, terutama oleh karena henti jantung dan henti nafas baik pasien anak maupun dewasa di Rumah Sakit Islam Namira E. Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest. F. Pelayanan kode biru di Rumah Sakit Islam Namira adalah Pelayanan memberikan pertolongan segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas dan atau henti jantung ( pre-arrest dan arrest) dengan resusitasi seragam melalui sistim pemanggilan kegawat daruratan di lingkungan Rumah Sakit Islam Namira melalui operator IGD dengan call 830........ dan di laksanakan oleh tim kode biru. G. Tim Kode biru Rumah Sakit Islam Namira adalah Tim reaksi cepat yang terdiri dari dokter jaga dan perawat terlatih yang melakukan tindakan resusitasi seragam di lingkungan rumah sakit Islam Namira bila terjadi kondisi gawat darurat pada pasien anak maupun dewasa H. Pasien gawat adalah pasien anak maupun dewasa yang terancam jiwanya tetapi belum memerlukan pertolongan RJP. Pemilahan kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien I. Pasien gawat darurat adalah pasien anak maupun dewasa yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan resusitasi jantung paru ( RJP) segera 5



J. Dokter IGD adalah Dokter jaga IGD yang sudah mendapatkan pelatihan ATLS dan ACLS K. Perawat terlatih adalah perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / BLS sehingga memiliki keterampilan khusus untuk melakukan proses asuhan L. Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dan diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan keperawatan pada instansi kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja. M. Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah mendeteksi segera kondisi korban dan meminta pertolongan (early access), rantai kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP) segera (early cardiopulmonary resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiacarrest care). 1) Figure 1



ANA ECC Adult Chain of Survival The inks n the neo., AHA ECG Adult Chain of SuruiveA areas folluw 5. a) Immediate recognition of cardiac arrest and activation of the emergency response system b) Early CPA with an emphasis on chest compressions c) Rapid dellbrialtdion d) Effective advanced life support e) Integrated post-cardiac arrest care.



6



BAB II RUANG LINGKUP



2.1 UNIT KERJA A. Unit Rawat Inap B. Unit Rawat Jalan 2.2 KEWENANGAN PELAKSANA A. KEWENANGAN PENGAKTIFAN CODE BLUE : 1) Dokter 2) Perawat 3) Profesional pemberi asuhan pasien (radiographer, analis medis, fisioterapis) yang telah terlatih 4) Tenaga non medis lain yang telah terlatih B. KEWENANGAN PELAKSANAAN RESUSITASI: 1) Dokter 2) Perawat 2.3 SISTIM RESPON Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit yaitu kurang atau sama dengan ( ≤ 5 menit ) A. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah : 1) Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi 2) Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit, yaitu di IGD B. Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap: 1) Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya, dimana terdapat layanan Basic LifeSupport (BLS) 2) Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code blue. 2.4 Peran tim code blue (Roles of Code Blue Team) (Roles of Code Blue Team) terdiri dari: A. dokter IGD bertugas mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan nafas, melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader. B. Perawat kesatu melanjutkan pijat jantung



7



C. Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) jika belum terpasang dan memasukkan obat2an. Membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter, mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang diberikan 2.5 WAKTU PELAKSANAAN A. Indikasi Pelayanan Bantuan Hidup Dasar 1) Pada saat terjadi Cardiac Arrest atau henti jantung 2) Pada saat terjadi henti napas B. Respon time kedatangan tim codeblue adalah ≤ 5 menit setelah mendapat panggilan. 2.6 JADWAL PETUGAS TIM CODE BLUE A. Terdiri : 1 dokter jaga IGD dan 2 perawat ruangan dan masing-masing ruangan ada 1 orang sebagai penanggung jawab bila terjadi code blue B. Daftar jaga Tim Code Blue setiap shift ada di IGD,dimana setiap ruangan yang bertugas menyampaikan petugasnya tiap malam sebelum tanggal jaga. C. Daftar jaga diatur oleh penanggung jawab Tim Code Blue yaitu kepala Instalasi IGD 2.7 FASILITAS DAN PERALATAN A. Personal Kit : 1) Defibrilator1 2) Stetoskope 1 bh 3) Tensimeter 1 bh 4) Senter Genggam 1 bh B. Peralatan Pembebasan Jalan Nafas (Airway): 1) Orofaringeal Tube 2) Nasofaringeal Tube 3) Suction kateter 4) Tongue Spatel C. Peralatan bantuan ventilasi (breathing): 1) Bag valve mask 2) Jacksen Rees 3) Masker ketat 4) Berbagai alat bantuan oksigenasi (nasal canul, simple mask, NRBM, dll) D. Obat emergensi: 1) Sulfas Atropin 2) Epinephrin 3) Dopamin 4) Dobutamin 5) Norepinephrin



8



BAB III TATA LAKSANA C.1ORGANISASI  A. Tim Code Blue adalah 1. Koordinator Team 2. Sekertaris 3. Penanggung jawab Medis 4. Perawat Pelaksana Organisasi



KOORDINATOR TEAM



PENANGGUNG JAWAB MEDIS: 



DOKTER RUANGAN



TIM RESUSITASI DOKTER &PERAWAT TERLATIH(PERAWAT JAGA)



PERAWAT PELAKSANA: a. b. c. d. e. f. g. h.



PERAWAT ORCHID 1 PERAWAT ORCHID 2 PERAWAT ORCHID 3 PERAWAT BANGSAL BIDAN VK PERAWAT HD PERAWAT IGD PERAWAT NIFAS



C.2URAIAN TUGAS. A. Koordinator Team Dijabat oleh dokter IGD yang bertugas : 1) Mengkoordinir segenap anggota 2) Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawat daruratan yang dibutuhkan oleh anggota. B. Sekertaris Bertugas untuk mencatat dan membuat hasil kerja tim code blue setiap bulan dan diserahkan kepada koordinator team C. Penanggungjawab Medis Dijabat oleh Dokter Jaga IGD Bertugas : Semua dokter IGD merupakan penanggung jawab medissaat ada pengaktivan kode blue. 1) Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang 2) Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawat daruratan 3) Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP 4) Menentukan sikap D. Perawat Pelaksana. Perawat bertugas :



9



1) Bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi/triage pasien di ruang 2) Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat darurat di ruangan/ lapangan 3) Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat diruang 4) Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang perawatan C.3PROSEDUR CODE BLUE A. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka perawat ruangan (I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu: 1) Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban. 2) Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan. 3) Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu. 4) Meminta bantuan pertolongan perawat lain (II) atau petugas yang ditemui di lokasi untuk mengaktifkan code blue. 5) Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code blue datang. B. Perawat ruangan yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi operator telepon " ..............." untuk mengaktifkan code blue, dengan prosedur sebagai berikut: 1) Perkenalkan diri. 2) Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue. 3) Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama ruangan ..... nomor kamar..... “.Misalnya: “ Code Blue – orchid I –Kamar 315 pasien kejang – perawat iqbal ” 4) Waktu respon operator menerima telepon " ......." adalah harus secepatnya diterima, kurang dari 2 kali deringan telepon. C. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan, setelah menghubungi operator, perawat ruangan terdekat segera membawa troli emergensi (emergency trolley) ke lokasi dan membantu perawat ruangan melakukan resusitasi sampai dengan tim Code Blue datang.: Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan: “Code Blue, Code Blue, Code Blue, nama ruangan ..... nomor kamar .....”. Misalnya: “ Code Blue, code blue, code blue – orchid I –kamar 315 - pasien kejang – perawat iqbal ” D. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera menghentikan tugasnya masing-masing, menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan tim code blue di lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5 menit. E. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia (public area) maka petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur. 10



F. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi dihentikan oleh ketua tim code blue. G. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu: 1) Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju. 2) Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh maka pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas 3) Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan. 4) Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan perawat ruangan untuk perawatan jenazah. H. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP. I. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien. J. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi. C.4TATA LAKSANA AKTIFASI CODE BLUE Keberhasilan pelayanan bantuan hidup dasar ditentukan seberapa cepat dan tepat dilaksanakannya prinsip “ Chain of Survival” yaitu: EARLY INTERVENTION EARLY DEFIBRILLATION ACLS



EARLY ACCESS EARLY CPR POST RESUSCITATION CARE



A. Setiap petugas yang mendapat informasi dan/ mengetahui kejadian cardiac arrest (henti napas dan henti jantung) harus segera mengaktifkan system kegawatan dengan berteriak “Code Blue” atau meminta pertolongan orang terdekat. Segera menghubungi petugas medis dan para medis terdekat serta segera melakukan pijat jantung (sesuai ILCOR Guidline 2015). B. Segera melapor kepada tim code blue dengan cara menghubungi/ telefon IGD di nomor 830 dengan menyebutkan: kode “Code Blue” - lokasi kejadian – kondisi korban – nama/identitas pelapor. Misalnya: “ Code Blue – orchid I – pasien kejang – perawat iqbal ” C. Setelah bantuan Code Blue datang segera alih resusitasi. D. Aktifasi Code Blue Di Luar Ruang Perawatan 1) Apabila resusitasi dilakukan sebelum bantuan medis datang, dapat melakukan prosedur: a) Segera amankan lingkungan apabila dijumpai korban b) Lakukan asesmen untuk menilai apakah korban memerlukan bantuan resusitasi dengan cara menilai respon, menilai nafas (prosedur: “Lihat – Dengar – Rasakan”) dan cek nadi c) Aktifkan code blue dengan meminta bantuan tenaga medis/perawat terdekat dan segera melaporkan kepada tim code blue d) Penolong kesatu melakukan pembebasan jalan nafas, melakukan bantuan nafas e) Penolong kedua melakukan pijat jantung 2) Setelah bantuan tim code blue datang: 11



a) Tim medis (dokter dan perawat ) mengelola jalan nafas dan melanjutkan bantuan resusitasi b) Penilaian lebih lanjut dan prosedur resusitasi diambil alih oleh tim medis dan perawat c) Jika diperlukan transfer ke ruang perawatan intensif untuk mendapatkan terapi definitive. C.5AKTIVASI CODE BLUE DI LUAR/ DIDALAM RUANG PERAWATAN Perawat ruangan terdekat membawa Emergency Bag, Perawat Intensif membawa DC Shock Pasien/ Korban



Resusitasi



Berhasil D: Danger (Amankan) Tim Code Blue terdiri dari 1 dokter IGD, 2 perawat ruangan Terdekat



Gagal



Transfer ke IGD, pastikan identitas, Hubungi keluarga, KIEHubungi keluarga, K Transfer ke IGD, pastikan identitas,



R: Cek respon BHD dilanjutkan, perawat ruanganter dekat menuju lokasi terdekat mengambil alih BHD dibantu pelapor



minta tolong petugas terdekat untuk memanggiltim code blu di nomor “830” Pemeriksaan penunjang dan perawatan lanjutan Kamar Jenazah Petugas IGD mendengar panggian audio, siapkan peralatan



Dokumentasi dan pelaporan A. AKTIFASI CODE BLUE DI DALAM RUANG PERAWATAN 1) Apabila prosedur resusitasi dilakukan sebelum bantuan tim code blue datang: a) Perawat yang pertama kali menjumpai pasien cardiac arrest harus segera mengaktifkan code blue



12



b) Perawat kesatu melakukan primary survey dan pembebasan jalan nafas, melakukan bantuan nafas c) Perawat kedua melakukan pijat jantung 2) Prosedur resusitasi setelah tim Code Blue datang memberi bantuan: a) Tim code blue mengambil alih bantuan dibantu petugas code blue ruangan saat itu. b) Dokter mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan nafas, melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader. c) Perawat kesatu melanjutkan pijat jantung d) Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) dan memasukkan obatobatan. membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter, mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang diberikan e) Apabila diperlukan dilakukan transfer pasien ke unit pelayanan intensif untuk mendapatkan terapi definitive dan lanjutan



C.6TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN YANG MEMERLUKAN BANTUAN HIDUP DASAR (RESUSITASI) A. ASESMEN RESPON PASIEN Nilai kesadaran/respon dengan metoda AVPU yaitu: 1) A (Alert) : Pasien sadar dan dapat merespon dengan menjawab pertanyaan. 2) V (Verbal) : Respon pasien terhadap rangsang dengan mengeluarkan suara 3) P (Pain) : Respon pasien terhadap rangsang nyeri yang diberikan. 4) U (Unrespon) : Pasien tidak bias merespon rangsang yang diberikan B. ASESMEN JALAN NAFAS PASIEN (AIRWAY) Metoda yang digunakan menggunakan LOOK – LISTEN - FEEL/ LIHAT – DENGAR- RASAKAN 1) LOOK : Menilai gerak dada apakah ada gerak nafas/tidak, tanda distress nafas (retraksi, PCH, otot bantu nafas) 2) LISTEN : Mendengarkan suara nafas tambahan apakah ada sumbatan benda padat (snoring), atau gurgling (sumbatan benda cair seperti darah, muntahan) 3) FEEL : Merasakan hembusan hawa nafas menunjukkan apakah ada sumbatan jalan nafas (parsial atau total) C. ASESMEN PASIEN PERNAFASAN PASIEN (BREATHING) Menilai komponen pernafasan yaitu: 1) RATE : Frekuensi pernafasan per menit. Pada dewasa normal 12-20 x/menit 13



2) RHYTHM 3) KEDALAMAN



: :



4) KUALITAS



:



Adekuat/tidak Merasakan hembusan hawa nafas menunjukkan apakah ada sumbatan jalan nafas (parsial atau total) Pengembangan dada (simetris/tidak), adakah penggunaan retraksi otot bantu pernafasan, adakah suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor



D. ASESMEN SISTIM SIRKULASI (CIRCULATION) 1) Cek nadi karotis, bila tidak ada segera lakukan resusitasi 2) Cek nadi radialis pada pasien yang sadar dan bandingkan dengan nadi karotis 3) Nilai perfusi perifer dengan meraba telapak tangan (akral) dingin/hangat, kering/basah, pucat/kemerahan 4) Nilai CRT (Capilarry Refill Time), normal kembali 60 x/ mnt b) Usia 4 – 12 bulan : > 50 x/mnt c) Usia 1 – 4 tahu : > 40 x/mnt d) Usia 5 – 12 tahun : > 30 x/mnt e) Usia > 12 tahun : > 30 x/mnt Hipoventilasi yaitu berkurangnya volume udara pada inspirasi dan ekspirasi (menurunnya minute volume/volume tidal dan kecepatan pernafasan) 3. Ancaman gangguan sirkulasi, identifikasi dini terhadap adanya tanda: a. Semua henti jantung yang ditandai dengan: 1) Tidak adanya nadi carotis 2) Disertai gambaran EKG: asistole, PEA, VT dan VF tanpa nadi b. Gangguan perfusi dan sirkulasi/shock dengan tanda akral/perfusi perifer/perabaan tangan dan kaki dingin, berkeringat (basah) , pucat, sianosis (kebiruan), CRT (Capilarry Refill Time) > 2 detik c. Suara nafas ronchi, adanya keluhan nyeri dada (chest pain) yang spesifik perubahan gambaran irama EKG yang mengancam jiwa (misalnya: IMA akut, AV Block, PVC, SVT, VT dll) Merupakan tanda ancaman terjadi shock kardiogenik d. Perubahan laju jantung/denyut nadi: 1) Usia 0 – 1 tahun : < 100 x/mnt atau > 180 x/mnt 2) Usia 1 – 4 tahun : < 90x/ mnt atau > 160 x/mnt 3) Usia 5 – 12 tahun: < 80x/mnt atau > 140 x/mnt 16



4) Usia > 12 tahun : < 60 atau >130 x/mnt e. Perubahan mendadak pada tekanan darah sistolik: 1) Usia < 1 tahun : < 80 mmHg 2) Usia > 12 tahun : < 90 mmHg f. Perubahan kesadaran mendadak (penurunan ≥2 nilai GCS), Kejang g. Penurunan produksi urine (menandakan penurunan renal blood flow) B. Mencegah terjadinya komplikasi akibat kesalahan penanganan/pertolongan resusitasi antara lain: 1) Fraktur tulang sternum dapat dicegah dengan melakukan posisi pijat jantung pada titik yang tepat dengan prosedur yang benar. 2) Mencegah risiko patah tulang belakang ataupun cedera tulang cervical/ tulang leher dengan cara tidak melakukan manuver pembebasan jalan nafas secara head tilt & chin lift pada pasien dengan/dicurigai mempunyai riwayat cedera kepala dan leher. Pada pasien dengan kondisi tersebut cara membebaskan jalan nafas adalah dengan teknik jaw trust dan penggunaan alat bantu pembebasan jalan nafas. Pada pasien dengan riwayat trauma pasangkan cervical collar dan gunakan teknik log roll apabila melakukan transfer/transport pasien. 3) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh benda asing berupa cairan ataupun benda padat dengan melakukan finger swap ataupun suction 4) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh penggunaan alat pembebasan jalan nafas karena kesalahan pengukuran alat ataupun ketidaktepatan pemasangan alat dapat dilakukan dengan mengukur secara tepat alat yang dibutuhkan dan pemasangan dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar C.13 TATA LAKSANA SETELAH RESUSITASI A. Jika resusitasi berhasil: 1) Segera konsultasikan dengan dokter spesialis anestesi atau dokter spesialis lain sesuai bidangnya. 2) Monitor terus ABCD B. Jika resusitasi gagal: 1) Tenangkan keluarga 2) Hormati pasien dengan pendekatan yang manusiawi 3) Tulis kronologis kejadian di lembar rekam medis. C.14 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN KELUARGA A. Indikasi dan risiko atas tindakan yang dilakukan B. Jenis tindakan dan pengobatan yang diberikan



BAB IV DOKUMENTASI



17



4.1 Dokumentasi asesmen perubahan kondisi pasien sehingga memerlukan bantuan hidup dasar didokumentasikan pada lembar CPPT (catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi). 4.2 Informasi kondisi pasien tahap akhir kehidupan dan memerlukan bantuan hidup dasar didokumentasikan pada lembar informasi dan edukasi terintegrasi. 4.3 Informasi kepada pasien dan/keluarganya meliputi indikasi, dan resiko didokumentasikan pada form code blue. 4.4 Dokumentasi pelayanan dicatat oleh pemberi pelayanan bantuan hidup dasar yang berkompeten pada form code blue yang di rangkap dua terdiri dari satu lembar di tempelkan pada status pasien dan satu lembar sebagai arsip untuk tim code blue. 4.5 Rekam medis hasil asesmen dan tindakan resusitasi dicatat oleh Dokter dan Perawat. 4.6 Dokumentasi bantuan resusitasi (code blue) di luar ruang perawatan meliputi: A. Tanggal dan jam kejadian B. Lokasi C. Kondisi pasien saat ditemukan (primary survey) D. Pemberian obat/peralatan yang diberikan E. Kondisi/diagnose perkiraan (secondary survey) F. Pemeriksaan penunjang yang diberikan G. Hasil/pengaktivan bantuan (perawat definitive/rujuk/meninggal) H. Identifikasi pasien Kegiatan code blue di luar ruang perawatan dilaporakan kepada ketua tim kemudian diteruskan kepada kepala bagian pelayanan dan kepala RS



Ditetapkan di Tanggal



: Lombok Timur : 18 September 2018 M 8 Muharram 1440 H



Rumah Sakit Islam Namira Lombok Timur



dr. Utun Supria, M.Kes Direktur



18