Panduan Role Model Pendampingan PS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN



PERHUTANAN SOSIAL & KEMITRAAN LINGKUNGAN



Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN



PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN Diterbitkan pertama kali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cetakan pertama, Desember 2019 Penanggung Jawab Jo Kumala Dewi Penyusun : Desi Florita Syahril Hasnawir Umi Rusyianawati Linda Krisnawati Nurhayati Yussi Nadia Faisal M. Yasin Vidya Sari Nalang Latifah Hendarwati Suwito Nurka Cahyaningsih Dadang Riansyah Yuniarto Nugroho Amrin Fauzi Lubis Editor Sugiarto AS Ilustrasi Sang Puan Daulat Desain dan Layout Bintang Hanggono Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun penyebarluasan buku ini untuk kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial dengan tetap mencantumkan atribut penyusun dan keterangan dokumen ini secara lengkap. Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia



II



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



KATA PENGANTAR Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan, menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran serta menurunkan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan melalui pendekatan 3 (tiga) pilar yaitu tata kelola kelembagaan, tata kelola kawasan dan tata kelola usaha. Salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan tersebut adalah proses dan kualitas pendampingan di tingkat tapak, baik pra maupun paska ijin akses kelola perhutanan sosial. Para pendamping perhutanan sosial membutuhkan panduan sebagai pegangan/arahan dalam pelaksanaan pendampingan. Untuk itu, maka disusun buku Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan Perhutanan Sosial yang terfokus pada pendampingan paska ijin. Buku ini disusun atas dukungan USAID LESTARI dan kerjasama dengan berbagai pihak antara lain Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial(TP2PS), Yayasan Kehati dan Detara Foundation. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunannya. Kami menyadari bahwa dokumen ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya masih terbuka saran/masukan untuk penyempurnaan. Akhir kata, besar harapan kami buku ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelaksanaan Perhutanan Sosial.



Direktur Jenderal, Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan



Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc. NIP. 19631004199004 1 001



III



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



IV



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



DAFTAR ISI Tim Penyusun -II Kata Pengantar -III BAB I PENDAHULUAN -1



1.1. Latar Belakang -1



1.2. Maksud dan Tujuan -2 1.3. Dasar Hukum -2 1.4. Pengertian -4 BAB II PENGEMBANGAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN -8 2.1. Prinsip Pendampingan Perhutanan Sosial -8 2.2. Aspek Pengembangan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan -9



2.2.1. Pendampingan Tahap Awal -10







2.2.2. Pendampingan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Hutan dan Lingkungan-16







2.2.3. Pendampingan Pengembangan Kerja Sama, Akses Permodalan, dan Akses Pasar -19







2.2.4. Pengelolaan Pengetahuan Proses Pendampingan -21







2.2.5. Monitoring dan Evaluasi -22



BAB III KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN-24 BAB IV PENUTUP-25



V



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



VI



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhutanan Sosial merupakan bagian dari kebijakan pemerataan ekonomi melalui reforma agraria, yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan dengan penetapan target akses kelola 12,7 juta hektare (Ha) selama 35 tahun. Gagasan perhutanan sosial sebenarnya sederhana, memberi harapan di antara kepastian ekonomi global dengan membuka akses kelola hutan bagi masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat angka penduduk miskin pada September 2018 mencapai 9,66% setara dengan 25,67 juta orang, dan sekitar 36% berada di sekitar hutan. Sementara laporan the MC Kinsey Global Institute (2017), bahwa 50% pekerjaan yang ada sekarang terdapat di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan melibatkan 328,9 juta pekerja. Dari data-data tersebut, diharapkan perhutanan sosial dapat menjawab tantangan pembangunan dalam menambah serapan tenaga kerja, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah, dengan kata kunci, akses kelola yang mengkaitkan produksi barang dan jasa kehutanan sebagai komponen pertumbuhan ekonomi produktif oleh masyarakat. Program Perhutanan Sosial merupakan implementasi dari model pengelolaan kawasan hutan negara oleh masyarakat, yang diharapkan mampu mengubah tata kelola hutan menjadi model kelola bersama masyarakat yang dapat memberikan jaminan bagi kelestarian sumber daya hutan. Dalam mencapai target Program Perhutanan Sosial dibutuhkan pendampingan terhadap masyarakat baik tahap pra-izin maupun pasca-izin akses kelola perhutanan sosial. Pendampingan merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan target Program Perhutanan Sosial. Keberadaan pendamping sangat dibutuhkan oleh masyarakat penerima akses kelola perhutanan sosial yang berperan sebagai; pendorong, penggerak, motivator, mediator, katalisator, dan fasilitator dalam mencapai target Program Perhutanan Sosial. Pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga penyuluh, bakti rimbawan, lembaga swadaya masyarakat, local champions, akademisi, dan dunia usaha. Proses pendampingan terhadap masyarakat dapat bervariasi tergantung 1



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



dari jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat berupa Hasil Hutan Kayu (HHK), Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasa Lingkungan, dengan memperhatikan karakterisktik wilayah, tingkat pengetahuan, sosial ekonomi, budaya dan adat. Panduan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan merupakan rujukan bagi tenaga pendamping dalam melakukan proses pendampingan masyarakat perhutanan social dengan fokus pada pendampingan pasca-izin. Panduan ini diharapkan dapat digunakan oleh tenaga pendamping untuk mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan/ diperhatikan dalam melakukan proses pendampingan. 1.2. Maksud dan Tujuan Panduan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan dimaksudkan untuk menjadi rujukan/ pembelajaran/ inspirasi bagi pendamping atau pihak lain yang berkepentingan dalam proses pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan pasca-izin. Panduan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan bertujuan agar proses pendampingan terlaksana secara optimal sehingga masyarakat mandiri, sejahtera dan fungsi ekosistem hutan dan lingkungan hidup tetap terjaga secara berkelanjutan. 1.3. Dasar Hukum a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/ Menlhk/Setjen/Kum.1/2016 tentang Perhutanan Sosial. b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.60/ Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Peran Masyarakat dan Pelaku Usaha dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. c. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/ Menlhk/Setjen/Kum.1/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. d. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menlhk/Setjen/Set.1/5/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. e. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.34/ Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan 2



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



f. g. h. i. j.



k.



l. m.



n.



o. p.



Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/ Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.13/ MenLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Panduan Pendampingan Kegiatan Pembangunan Kehutanan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/ MenLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.4/PSKL/Set/Kum.1/4/2016 tentang Panduan Mediasi Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan NomorP.14/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Fasilitasi, Pembentukan dan Tata Cara Kerja Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (POKJA PPS). Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.16/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.17/PSKL/SET/PSL.0/12/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Hutan Tanaman Rakyat. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.23/PSKL/SET/PSL.3/12/2016 tentang Pedoman Peran Pelaku Usaha dalam Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perubahan Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.22/PSKL/Set/Psl.3/12/2016 tentang Pembentukan Kanal Komunikasi Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.2/PSKL/Set/Kum.1/3/2017 tentang Pedoman, Pembinaan, Pengendalian dan Evaluasi. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.3/PSKL/Set/Kum.1/3/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyaluran Pemberian Bantuan Pemerintah 3



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



untuk Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. q. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.8/PSKL/Set/Kum.1/9/2017 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pemanfaatan Hutan dan Rencana Kerja Tahunan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial. r. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.2/PSKL/Set/Kum.1/5/2018 yang telah dirubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/Set/PSL.2/2016 tentang Pedoman Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. s. Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan NomorP.1/PSKL/Keling/Kum.1/1/2019 tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial. 1.4. Pengertian a. Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan. b. Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perum Perhutani adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk izin pemanfaatan hutan. c. Kemitraan Lingkungan adalah kegiatan yang melibatkan berbagai pihak secara sukarela baik itu pemerintah, swasta maupun lembaga lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan/atau pemanfaatan sumber daya alam. d. Pendampingan Perhutanan Sosial adalah kegiatan yang dilakukan kepada masyarakat/kelompok pasca-izin untuk pengelolaan hutan lestari sehingga masyarakat mampu mengorganisasikan dirinya/ kelompoknya dalam mengusulkan dan memperoleh izin hak kelola, mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. 4



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



e. Role model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan adalah model pendampingan yang menjadi panutan dan inspirasi bagi para pihak untuk melakukan hal yang sama atau lebih dalam melakukan pemanfaatan dan/atau pengelolaan areal kelola Perhutanan Sosial dengan tetap menjaga fungsi ekosistem hutan dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. f. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. g. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. h. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. i. Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. j. Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/ jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. k. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan dalam bentuk hasil hutan kayu dan bukan kayu melalui pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran berdasarkan asas kelestarian hutan, sosial dan lingkungan dan/atau dalam bentuk pemanfaatan jasa lingkungan melalui antara lain jasa ekowisata, jasa tata air, jasa keanekaragaman hayati, jasa penyerapan/penyimpanan karbon. l. Hasil Hutan (HH) adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan (HHK, HHBK dan Jasa Lingkungan). m. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budi daya kecuali kayu yang berasal dari ekosistem hutan. n. Jasa Lingkungan (Jasling) adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. o. Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (RKU-IUPHKm) adalah rencana kerja yang disusun 5



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



p.



q.



r. s.



t. u.



v.



6



oleh pemegang IUPHKm yang berisi penandaan batas areal kerja, blok atau zonasi areal kerja, pemanfaatan hutan, perlindungan, pengamanan hutan dan pengembangan kearifan lokal berdasarkan perencanaan partisipatif. Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) adalah rencana yang disusun oleh pemegang hak berisi kegiatan penandaan batas areal kerja, blok atau zonasi areal kerja, pemanfaatan hutan (hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan), perlindungan, pengamanan hutan dan pengembangan kearifan lokal berdasarkan perencanaan partisipatif. Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (RKU-IUPHHK-HTR) adalah rencana kerja yang disusun oleh pemegang IUPHHK-HTR yang berisi kegiatan penandaan batas areal kerja, pembagian blok atau zonasi areal kerja, pemanfaatan hasil hutan kayu, perlindungan, pengamanan hutan berdasarkan asas perusahaan dan pelestarian hutan. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat setempat antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam secara lestari. Pengetahuan Tradisional adalah bagian dari kearifan lokal yang merupakan substansi pengetahuan dari hasil kegiatan intelektual dalam konteks tradisional, keterampilan, inovasi, dan praktikpraktik dari masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat yang mencakup cara hidup secara tradisi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam secara berkelanjutan Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah kumpulan petani warga negara indonesia yang mengelola usaha di bidang kehutanan didalam dan di luar kawasan hutan. Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) adalah kelompok tani dan/atau kelompok tani hutan anggota pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) atau kelompok tani/kelompok tani hutan/koperasi pemegang izin usaha Hutan Kemasyarakatan (HKm) atau izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) atau Hutan Rakyat (HR) atau Kemitraan Kehutanan atau Masyarakat Hukum Adat. Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) adalah KPS yang akan dan/atau telah melakukan usaha di bidang Perhutanan Sosial dan diakui atau terdaftar pada Kementerian Dalam Negeri atau



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, atau Kepala Dinas yang membidangi Kehutanan di Provinsi atau Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi/ Hutan Lindung/ Konservasi (KPHP/KPHL/KPHK) atau Kepala UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Kepala Desa. w. Para pihak adalah pihak-pihak yang memiliki peran dan pengaruh dalam proses pasca-izin perhutanan sosial, baik perorangan, kelompok ataupun lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dalam memanfaatkan dan/atau mengelola areal kelola perhutanan sosial dengan tetap menjaga fungsi ekosistem hutan dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. x. Pendamping Masyarakat Perhutanan Sosial adalah pihak yang memiliki kompetensi dalam melakukan pendampingan terhadap masyarakat penerima izin/ akses kelola perhutanan sosial, secara perorangan dan/atau kelompok dan/atau lembaga. y. Modal sosial merupakan serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di antara masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja sama. Modal sosial timbul dari interaksi antara orang-orang dalam suatu kelompok. Modal sosial diperlukan untuk penyelesaian konflik, mewujudkan integrasi sosial, membentuk solidaritas sosial, serta membangun partisipasi masyarakat.  z. Jejaring dan mitra adalah satu kesatuan jaringan yang berinteraksi antara satu dengan yang lain dan membentuk satu ikatan dengan maksud tujuan yang sama. aa. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.



7



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



BAB II PENGEMBANGAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/10/2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 menyatakan bahwa masyarakat yang telah mendapat akses kelola perhutanan sosial mempunyai hak untuk mendapat pendampingan. Pendampingan terhadap masyarakat dilakukan terhadap tata kelola hutan, penyelesaian konflik, kemitraan dan pengembangan usaha dengan memperhatikan keadilan atas dasar kesetaraan gender. Pendampingan Perhutanan Sosial yang optimal harus menjadi sebuah proses pembelajaran yang dapat mentransfer dan menstransform pengetahuan, keahlian dan perubahan perilaku yang dapat mendukung proses pengelolaan hutan secara berkelanjutan dari pendamping kepada pemegang izin/hak dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Dua hal yang harus diperhatikan dalam Pendampingan Perhutanan Sosial yaitu prinsip dan pengembangan pendampingan Perhutanan Sosial yang penting menjadi acuan bagi pendamping dalam melaksanakan tugasnya. 2.1. Prinsip Pendampingan Perhutanan Sosial Prinsip pendampingan Perhutanan Sosial adalah: 1). Transparan Proses pendampingan dilakukan secara nyata, jelas, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. 2). Akuntabel Sesuatu yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 3). Tidak Diskriminatif Memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan, tidak memandang golongan, suku, ras dan agama. 4). Partisipatif Berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 8



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



baik secara langsung maupun tidak langsung.  5). Keterbukaan Setiap orang dapat memperoleh informasi tentang penyelenggaraan proses pendampingan yakni informasi tentang kebijakan dan proses pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. 2.2. Aspek Pengembangan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam Pengembangan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan antara lain: (1) Pendampingan Tahap Awal meliputi identifikasi potensi sosial pascaizin areal perhutanan sosial, penguatan kelembagaan, potensi dampak lingkungan, peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan jejaring mitra. (2) Pendampingan pengembangan pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan. (3) Pendampingan kerja sama, akses permodalan, dan akses pasar. (4) Pendampingan pengelolaan pengetahuan. (5) Monitoring dan Evaluasi. SERI 3 KERJASAMA, AKSES PERMODALAN DAN AKSES PASAR SERI 2



PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN



KAWASAN HUTAN & LINGKUNGAN SERI 1 PPENDAMPINGAN TAHAP AWAL



SERI 4 PENGELOLAAN PENGETAHUAN



SERI 5 MONITORING dan EVALUASI



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN



PERHUTANAN SOSIAL & KEMITRAAN LINGKUNGAN 9



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



2.2.1. Pendampingan Tahap Awal Kegiatan pendampingan pada tahap awal dilakukan dengan memotret kembali pasca-izin dari areal perhutanan sosial yang akan dikelola oleh masyarakat/ kelompok. Kegiatan ini meliputi: 1)



Sosialisasi Izin Perhutanan Sosial Sosialisasi Izin Perhutanan Sosial adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemegang izin Perhutanan Sosial untuk menjelaskan semua isi dari izin yang telah diterima baik kepada pihak internal maupun kepada pihak eksternal. Sosialisasi izin Perhutanan Sosial bertujuan agar para pihak internal dan eksternal mengetahui dan memahami bahwa kelompok masyarakat atau lembaga sudah memilliki izin atau hak pengelolaan kawasan Perhutanan Sosial.



2)



Identifikasi Potensi (Pendataan Potensi) Pendataan potensi areal Perhutanan Sosial adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperolah data dan informasi yang berada di dalam areal izin Perhutanan Sosial seperti keanekaragaman hayati (tingkat genetik, jenis flora maupun fauna, tingkat ekosistem), akses jalan, sungai, danau, aktivitas masyarakat serta dampak lingkungan. Tujuan pendataan potensi areal Perhutanan Sosial adalah untuk menyediakan data dan informasi sebagai bahan pengelolaan areal Perhutanan Sosial, di antaranya untuk penyusunan blok pengelolaan, rencana pengelolaan Perhutanan Sosial (RPHDT, RKU, RKT, Rencana Model Usaha/RMU dan lain-lain), serta mengidentifikasi dampak lingkungan. Data dan informasi yang harus tersedia dalam pendataan potensi kawasan antara lain: a. Demografi desa dampingan (jumlah penduduk, usia, jenis kelamin dan pendidikan); b. Pemahaman masyarakat terhadap perhutanan sosial; c. Potret kelembagaan pengelola perhutanan sosial; d. Potensi konflik terkait pengelolaan/ pemanfaatan areal perhutanan sosial;



10



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



e. Pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan areal perhutanan sosial; f. Kearifan lokal, pengetahuan tradisional setempat terkait dengan pengelolaan sumber daya alam/ hutan. 3)



Identifikasi Potensi Dampak Lingkungan Pelaksanaan Perhutanan Sosial diprediksi dapat menimbulkan dampak lingkungan. Dampak lingkungan dapat diartikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia yang mengakibatkan perbaikan maupun kerusakan pada lingkungan seperti pencemaran udara, air dan tanah, kerusakan/ hilangnya keanekaragaman hayati, pengurangan cadangan air tanah, degradasi lahan, ataupun peningkatan keanekaragaman hayati, penambahan luasan areal, dll. Hal yang perlu diperhatikan dalam identifikasi dampak lingkungan antara lain:



11



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



a) Dampak positif terhadap lingkungan: bertambahnya tutupan hutan, meningkatkan jenis dan jumlah keanekaragaman hayati tingkat gen, jenis tanaman maupun hewan dan kualitas ekosistem yang ada di lokasi areal Perhutanan Sosial, terukurnya penambahan cadangan air tanah, dll. b) Dampak negatif terhadap lingkungan: ancaman bertambahnya sampah plastik yang ada di lokasi, misalkan dari penggunaan polybag untuk bibit yang akan ditanam dalam jumlah besar, pencemaran akibat penggunaan pestisida kimia, dll. 12



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



4)



Penguatan Kelembagaan Kelembagaan dapat diartikan sebagai tatanan atau aturan main/ kesepakatan masyarakat/ kelompok masyarakat baik yang tertulis maupun tidak tertulis, diwadahi dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kelembagaan merupakan faktor kunci keberhasilan suatu program/ kegiatan, bila kelembagaan kuat maka dapat dipastikan program/ kegiatan dapat berjalan secara optimal. Kelembagaan dalam pendampingan perhutanan sosial akan berisi aturan main (rule of the games) yang akan memandu perilaku masyarakat dalam memanfaatkan/ mengelola areal perhutanan sosial. Aturan main ini berisi perpaduan antara regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang perhutanan sosial dan aturan di masyarakat (tertulis dan tidak tertulis) dalam hal pemanfaatan/ pengelolaan sumber daya hutan dan struktur organisasi pengelola areal perhutanan sosial. Untuk memperkuat kelembagaan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a) Struktur dan manajemen organisasi; b) AD/ART lembaga/organisasi. Aturan main dalam AD/ ART harus memperjelas: (1) hak, kewajiban dan sangsi bagi pengurus dan anggota kelompok masyarakat yang



13



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



terdaftar dalam Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) yang memanfaatkan/ mengelola areal kelola perhutanan sosial, (2) penerima manfaat dari pemanfaatan areal perhutanan sosial, (3) pengawas kegiatan di areal perhutanan sosial, (4) Kesetaraan gender dalam organisasi; c) Aturan internal di luar AD/ART antara lain : penanggung jawab atas risiko-risiko yang mungkin timbul di kemudian hari, apabila terjadi kekisruhan di masyarakat, menurunnya fungsi kawasan hutan dan lingkungan hidup sebagai akibat dari pemanfaatan/pengelolaan kawasan hutan dalam skema kebijakan perhutanan sosial oleh kelompok masyarakat atau pihak lain yang terkait; d) Menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Rakyat sesuai Perdirjen PSKL No. P.16/ PSKL/SET/ PSL.0/12/2016 e) Kesepakatan lainnya yang dirasa perlu dibuat oleh pengusul dan penerima areal izin hak kelola perhutanan sosial. Selanjutnya Pemegang Izin/Hak akan membentuk KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) untuk menjalankan usahausaha Perhutanan Sosial yang memberikan manfaat kepada anggota Pemegang Izin/Hak dan KUPS itu sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memperkuat kelembagaan KUPS antara lain: a) Penguatan kelompok usaha melalui pembentukan struktur kerja; b) Peningkatan kapasitas tata laksana kelompok usaha (SOP, SK, dll.); dan c) Penguatan kelompok usaha melalui penyusunan Rencana Model Usaha (RMU). 5)



14



Pengembangan Usaha KUPS Tahapan berikutnya adalah pengembangan usaha produk dan jasa yang dikelola oleh KUPS. Pengembangan usaha produk dan jasa, secara umum, memiliki tahapan atau proses yang hampir sama dengan produk dan jasa di luar sektor Perhutanan Sosial. Perbedaannya terletak pada prosesnya sehingga dapat menentukan kekhasan konsumen, jenis produk dan jenis jasa



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



yang diusahakan. Buku panduan menyajikan proses tahapan secara umum untuk memudahkan pendamping melakukan pendampingan usaha produk dan jasa pada izin perhutanan sosial. 6)



Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksud yaitu kapasitas sumber daya manusia dari anggota, pengurus Pemegang Izin/ Hak dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Peningkatan kapasitas SDM dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bentuk peningkatan kapasitas SDM dapat berupa pelatihan, bimbingan teknis, studi banding dan sekolah lapang. Kapasitas pokok yang perlu dimiliki oleh Pemegang Izin/Hak dan KUPS di antaranya sebagai berikut: • Pengetahuan dan keterampilan pemetaan kawasan; • Pengetahuan dan keterampilan pendataan potensi kawasan; • Pengetahuan dan keterampilan manajemen perencanaan; • Pengetahuan dan keterampilan manajemen administrasi dan keuangan; • Pengetahuan dan keterampilan manajemen usaha dana pemasaran HHK, HHBK, pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan; • Pengetahuan dan keterampilan manajemen lingkungan.



15



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



2.2.2. Pendampingan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Hutan dan Lingkungan Pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan akan berhasil dengan syarat pendamping harus mampu memberikan pemahaman dan meyakinkan anggota dan pengurus Pemegang Izin/Hak tentang pentingnya pengelolaan kawasan hutan secara bersama dan serius untuk menjaga fungsi kawasan hutan dan fungsi lingkungan hidup yang akan memberikan manfaat bagi seluruh anggota Pemegang Izin/ Hak dan masyarakat luas secara berkelanjutan.



Pendamping juga harus memiliki kemampuan mendampingi anggota dan pengurus Pemegang Izin/ Hak dengan beragam cara/ teknik/ metode, termasuk menginspirasi dan meningkatkan keterampilan/ bimbingan teknis dalam memanfaatkan dan/atau mengelola kawasan hutan dan lingkungan. Tiga kegiatan utama dalam pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan yaitu rapat kesepakatan batas, penandaan batas izin perhutanan sosial, serta pembuatan dan penandaan blok/zonasi.



16



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



1) Rapat Kesepakatan Batas Rapat Kesepakatan Batas adalah kegiatan pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait yang berkepentingan langsung terhadap batas kawasan izin perhutanan sosial. Rapat ini bersifat situasional, dalam arti jika pada pra-izin sudah ada kesepakatan batas di antara pemilik izin maka kegiatan ini tidak perlu dilakukan lagi. Kegiatan rapat kesepakatan batas izin perhutanan sosial pada dasarnya ingin menjawab permasalahan sebagai berikut: 1. Jika di sekitar izin perhutanan sosial terdapat izin lain yang berbatasan langsung misalnya izin HTI, HPH, Restorasi Ekosistem, Perkebunan Kelapa Sawit, Pertambangan dan lain - lain. 2. Jika izin perhutanan sosial berbatasan langsung dengan lokasi- lokasi yang sudah dikerjasamakan oleh KPH dengan pihak lainnya. 3. Jika terdapat masyarakat yang bekerja atau beraktivitas di sekitar batas izin perhutanan sosial. Kegiatan rapat kesepakatan batas bertujuan menyepakati batas izin Perhutanan Sosial dengan izin lain yang berbatasan langsung di lapangan dan membahas peluang kerja sama yang diperlukan antar pemegang izin atau pengelola kawasan kerja sama dalam KPH. 2) Penandaan Batas Izin Perhutanan Sosial Penandaan batas di ruang kelola izin Perhutanan Sosial merupakan tahapan penting yang harus dilalui oleh KPS. Kegiatan penandaan batas dilakukan berdasarkan pada peta Izin PS yang telah diterima oleh kelompok atau lembaga. Pendamping sangat berperan dalam proses pendampingan teknis penandaan batas. Sedangkan proses pelaksanaan penandaan batas di lapangan dapat dilakukan setelah disusunnya perencanaan. Penandaan batas adalah proses yang dilakukan oleh pengelola izin PS untuk mengetahui, memastikan, dan menandai batas areal izin PS di lapangan. Proses ini dilakukan untuk menghindari pengelola izin PS bekerja di luar areal yang diberikan dan meminimalisir potensi terjadinya konflik di lapangan. Kegiatan ini bertujuan (1) memastikan dan menandai batas-batas izin PS 17



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



sesuai dengan izin yang telah diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; (2) mengamankan areal izin PS dari pihak lain dan mencegah konflik lahan; (3) memudahkan pemegang izin PS dalam proses pendataan potensi, penyusunan blok dan penyusunan perencanaan. 3) Pembuatan dan Penandaan Blok/Zonasi Pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan hidup yang lestari merupakan salah satu target dari kerja pendampingan masyarakat, tahap awal pengelolaan di areal perhutanan sosial yang sudah mendapatkan izin perlu melakukan pembuatan blok/zonasi setelah melakukan penandaan batas ruang kelola izin perhutanan sosial, dengan memperhatikan hal-hal penting, antara lain: a.



Fungsi dan luasan kawasan hutan dari areal yang dikelola sebagai perhutanan sosial; b. Pembagian blok/zonasi peruntukan kawasan perhutanan sosial dengan memperhatikan antara lain sempadan sungai, pantai, danau, mata air, kelerengan dan areal bernilai konservasi tinggi (high conservation value); c. Pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan: (1) Pengelolaan sampah dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle);



18



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



(2) Sistem pertanian ramah lingkungan (penggunaan pupuk organik, pestisida hayati, penggunaan dan perbanyakan benih lokal); (3) Penggunaan dan pemanfaatan energi alternatif; (4) Pengembangan produk ramah lingkungan; (5) Pemanfaatan hasil hutan berkelanjutan; (6) Konservasi, perlindungan dan pengamanan hutan berupa kegiatan konservasi flora fauna, pencegahan pembalakan liar, pencegahan perambahan dan kebakaran hutan. Bloking atau zonasi adalah proses pengaturan ruang dalam lokasi izin perhutanan sosial menjadi blok atau zona-zona tertentu yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan informasi, penyusunan rancangan blok atau zonasi dan pengesahan oleh Penyuluh KPH atau Dinas Kehutanan Setempat. Pembuatan blok pengelolaan merupakan amanat Perdirjen No. 16 tahun 2017 tentang Penyusunan RKU/RPHD/RKT bahwa KPS diwajibkan menyusun blok pengelolaan. Sesuai peraturan tersebut pembagian blok hanya ada dua yaitu: blok konservasi/perlindungan dan blok pemanfaatan. 2.2.3. Pendampingan Pengembangan Kerja Sama, Akses Permodalan, dan Akses Pasar Program Perhutanan Sosial pada dasarnya memadukan antara peningkatan kesejahteraan rakyat dan pelestarian hutan. Dalam rangka mencapai kedua hal tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya melakukan kegiatan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif melalui pengembangan produk dan jasa yang bersumber dari hasil hutan untuk memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Untuk itu KPS perlu mempunyai pengetahuan mengenai beberapa strategi pengembangan usaha seperti akses pasar, akses permodalan maupun strategi kerja sama dengan para pihak dalam pengembangan usahanya. Melalui pendampingan pengembangan kerja sama, akses permodalan, dan akses pasar diharapkan dapat: (1) Meningkatkan efektivitas pengelolaan, meningkatkan kapasitas dan memperluas jaringan KPS: (2) Membekali pengetahuan KPS untuk mengetahui apa saja yang perlu dipersiapkan: (3) Meningkatkan mutu dan kualitas produknya agar dapat berkompetisi dalam mengakses 19



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



pasar, serta dapat mengembangkan strategi pemasaran yang tepat untuk menambah pendapatannya. Kelompok membutuhkan modal yang memadai maka pendamping dapat menghubungkan/ memfasilitasi/ mendampingi masyarakat untuk memperoleh modal dari sumber pendanaan. Sumber pendanaan dapat berasal dari lembaga perbankan, pemerintah, pengumpul komoditas atau pihak lainnya. Pendamping juga harus mampu memfasilitasi KUPS untuk menjadi organisasi yang layak dalam memperoleh pendanaan, seperti penyiapan proposal pembiayaan, personel keuangan, administrasi keuangan serta kemampuan organisasi untuk mengelola keuangan sehingga dapat mengembalikan bantuan pinjaman modal. Program Perhutanan Sosial memerlukan kerja sama/bermitra dengan berbagai pihak dan memiliki 20



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



jejaring yang luas termasuk pemasaran, permodalan dan pengembangan pengetahuan. Beberapa pihak yang dapat dilibatkan secara aktif dalam pelaksanaan perhutanan sosial antara lain; a) Instansi pusat dan daerah terkait misalnya Pariwisata (Jasa Lingkungan), Perindustrian dan Perdagangan (Hasil Hutan Bukan Kayu), Pertanian (Pengadaan Bibit), Pekerjaan Umum (Sarana dan Prasarana), Pemberdayaan Masyarakat Desa (Pemanfaatan Dana Desa), Koperasi (Kelembagaan dan Pemasaran Hasil Usaha), Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pengadaan sarana dan prasarana lingkungan hidup dan kehutanan) b) Akademisi/perguruan tinggi c) Dunia usaha/sektor swasta/BUMN d) LSM/NGO (penggiat lingkungan/Perhutanan Sosial) e) Lembaga penelitian f ) Lembaga keuangan g) Local Champions (kader konservasi, kader lingkungan, kalpataru) Akses pasar merupakan hal penting di bagian hilir dari kegiatan perhutanan sosial untuk memasarkan produk usaha perhutanan sosial. Untuk membuka akses pasar produk perhutanan sosial, dapat dilakukan antara lain: (1) menghubungkan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dengan pasar tradisional/ konvensional ataupun modern (ritel atau marketplace), (2) mengikutsertakan KUPS dalam acara-acara promosi produk/komoditi unggulan, (3) membuat produk baru yang dipasarkan melalui pasar tradisional/ konvensional ataupun melalui pasar modern (ritel dan marketplace). 2.2.4. Pengelolaan Pengetahuan Proses Pendampingan Pendampingan akan menghasilkan informasi dan pengetahuan yang dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa di lokasi berbeda. Pengelolaan pengetahuan merupakan proses yang dimulai dari perencanaan, implementasi dan pemantauan. Pengelolaan pengetahuan tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu tahapan kerja, namun bersifat lintas sektor, ada pada setiap tahapan implementasi pasca-izin PS. 21



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



Dua hal yang dapat dilakukan oleh pendamping untuk mengelola pengetahuan, yaitu pendokumentasian proses pendampingan, meliputi pencatatan pembelajaran dari proses pendampingan termasuk kegagalan dan solusi. Publikasi dari dokumen pembelajaran dibuat (elektronik atau cetak) untuk kemudian disampaikan ke berbagai pihak. Promosi tokoh kunci ke para pihak, tokoh kunci merupakan lokal champion yang dapat berasal dari masyarakat (individual atau kelompok) yang sangat berperan dalam keberhasilan kegiatan perhutanan sosial. Promosi tokoh kunci diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi kelompok lain dalam menjalankan kegiatan serupa. Proses pendampingan akan menghasilkan informasi dan pengetahuan yang dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa di lokasi berbeda. Dua hal yang dapat dilakukan oleh pendamping untuk mengelola pengetahuan, yaitu: a. pendokumentasian proses pendampingan, meliputi pencatatan pembelajaran dari proses pendampingan termasuk kegagalan dan solusi. Publikasi dari dokumen pembelajaran dibuat (elektronik atau cetak) untuk kemudian disampaikan ke berbagai pihak; b. promosi tokoh kunci ke para pihak, tokoh kunci merupakan local champion yang dapat berasal dari masyarakat (individual tau kelompok) yang sangat berperan dalam keberhasilan kegiatan perhutanan social. Promosi tokoh kunci diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi kelompok lain dalam menjalankan kegiatan serupa. Melalui panduan ini diharapkan pendamping dapat (1) menyusun perencanaan yang dapat menjadi acuan bagi tugas-tugas terkait pengelolaan pengetahuan, (2) menuliskan dan menyebarluaskan pembelajaran dari lapangan, dan (3) merefleksikan antara perencanaan dengan realisasi, faktor-faktor pendukung dan penghambat, dan aksi selanjutnya untuk memperbaiki/mengembangkan pengelolaan pengetahuan. 2.2.5. Monitoring dan Evaluasi Pemantauan atau monitoring adalah kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya. 22



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



Evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap sebuah program yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Pendamping memfasilitasi pemantauan dan evaluasi yang bersifat partisipatif kelompok dengan memperhatikan antara lain: 1) 2) 3) 4)



Perubahan yang telah terjadi, Kesesuaian dengan rencana kerja kelompok, Hambatan dan tantangan, Upaya Upaya perbaikan.



23



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



BAB III KRITERIA DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN Keberhasilan dari pendampingan perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan dapat diukur dengan kriteria dan indikator sebagai berikut: *referensi buku identifikasi desa kawasan hutan 2007 & 2009 a. Keberadaan kelembagaan usaha perhutanan sosial yang sudah berjalan serta tersedia sumberdaya manusia yang memadai; b. Tersedianya rencana usaha perhutanan sosial dan perkembangan pelaksanaannya; c. Kemampuan akses pasar dalam pemasaran produk; d. Kemampuan akses modal dan mitra/jejaring untuk menjalankan usaha perhutanan sosial; e. Tingkat pendapatan anggota dan pengurus KPS-KUPS mengalami peningkatan; f. Tingkat kesejahteraan rumah tangga anggota dan pengurus KPSKUPS meningkat; g. Pengelolaan sistem informasi dan pemasaran yang baik. a. Peningkatan jumlah tenaga kerja dan lapangan kerja dari kegiatan perhutanan sosial; b. Menguatnya kapasitas kelembagaan kelompok c. Adanya proses regenerasi dan transfer knowledge dalam kelembagaan perhutanan sosial; d. Tingkat pendidikan anak-anak anggota dan pengurus KPS-KUPS meningkat bila dibandingkan sebelum adanya kegiatan perhutanan social; e. Peningkatan aset lembaga pemegang izin/hak kelola yang meningkat dari tahun ke tahun; f. Keterwakilan perempuan dalam pengurus lembaga pemegang izin/ hak kelola hutan; g. Menurunnya tingkat konflik antar anggota masyarakat. a. Penerapan sistem wanatani yang adaktif dan sesuai dengan kondisi setempat; b. Penggunaan teknologi pengelolaan/ pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan; c. Stok karbon; d. Realisasi penanaman dan pemeliharaan tanaman (meningkatknya tutupan vegetasi); e. Realisasi kegiatan pemanfaatan HHK, HHBK dan Jasa Lingkungan yang sesuai dengan rencana kerja; f. Meningkatnya perilaku ramah lingkungan; g. Menurunnya ancaman banjir/longsor/erosi/karhutla;



24



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



BAB IV PENUTUP Kinerja pendamping merupakan salah satu penentu keberhasilan pencapaian target perhutanan sosial. Proses pendampingan akan menunjukkan hasil yang bervariasi antara satu pendamping dengan pendamping lainnya. Hal ini disebabkan karena beragamnya: (1) masalah yang dialami oleh KPS-KUPS, kapasitas dan latar belakang SDM pendamping, (2) anggota dan pengurus KPS-KUPS, (3) sosio-ekonomi-kultural masyarakat, (4) sumber daya alam (hutan), (5) skema yang ditawarkan dalam perhutanan sosial, (6) para pihak terkait dan yang berkepentingan, dan (7) faktor-faktor pendukung eksternal yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan perhutanan sosial (seperti jalan, jembatan, pasar, saluran irigasi, transportasi umum, jaringan internet dll). Disamping itu faktor lainnya yang menyebabkan bervariasinya proses pendampingan disebabkan oleh beragamnya: (1) masalah yang dialami dilokasi, kualifikasi SDM pendamping, (2) sosio-ekonomi-kultural masyarakat, (3) sumber daya alam (hutan),(4) skema yang ditawarkan dalam PS, dan (5) keterlibatan pihak terkait dan yang berkepentingan. Untuk itu diperlukan modifikasi atau penyesuaian di tingkat lapangan serta kolaborasi tim dari para pihak (LSM, pemerintah desa, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, KPH, Dinas Kehutanan Provinsi, Pokja PPS, UPT KLHK terkait, lembaga/ badan di sektorlainnya), yang dipaduserasikan oleh pendamping bersama masyarakat menuju masyarakat mandiri dan sejahtera.



25



PANDUAN ROLE MODEL PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN



27



PETUNJUK TEKNIS PENDAMPINGAN PASCA-IZIN PERHUTANAN SOSIAL



28