Paper Kepemimpinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN



ANALISIS KEPEMIMPINAN STEVE JOBS BERDASARKAN TEORI SITUASIONAL LEADERSHIP



Disusun Oleh: Muhammad Awwaby Hafizd Satria



NPM 1401160060



Steven



NPM 1401160137



Utami



NPM 1401160066



Validita Kurniawan



NPM 1401160078



Wildan Syarif



NPM 1401160082



Wira Jeffris Oktaromi



NPM 1401160128



Yogie Kristianto Soebagio



NPM 1401160046



Oktober 2017



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4 C. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah ........................................................... 5 D. Metode Penelitian ................................................................................................ 5 BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 6 A. Kepemimpinan .................................................................................................... 6 B. Teori Situasional ................................................................................................. 7 1. Teori Situasional - Hersey dan Blanchard ........................................................... 7 2. Teori Situasional – Tannenbaum dan Schmidt...................................................12 C. Sosok Steve Jobs ................................................................................................15 1. Biografi Singkat Steve Jobs ...............................................................................15 2. Kepemimpinan Steve Jobs .................................................................................17 BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................22 A. Kepemimpinan Steve Jobs di Apple berdasarkan teori situasional Hershey dan Blanchard .....................................................................................22 B. Kepemimpinan Steve Jobs di Apple berdasarkan teori situasional Tannenbaum dan Schmidt.................................................................................25 BAB IV KESIMPULAN ...........................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................31



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kepemimpinan dapat berada dimana-mana. Mulai dari diri sendiri, di sekolah/lembaga pendidikan lainnya, rumah tangga, keluarga, perusahaan swasta, organisasi pemerintah, suatu negara dan di banyak tempat atau organisasi lainnya. Banyak literatur dan penelitian yang telah membahas kepemimpinan dan pengaruh kepemimpinan tersebut. Pembahasan dan penelitian mengenai kepemimpinan pun masih terus berkembang hingga sekarang. Yang kemudian menjadi pertanyaan ialah apa yang menjadikan kepemimpinan menjadi topik yang selalu menarik untuk dibahas hingga jaman sekarang ini. Rob Goffee dan Gareth Jones (2006,8) menyatakan bahwa kepemimpinan sejati telah menjadi aset paling berharga baik bagi organisasi maupun individu. Salah satu pemicunya ialah skandal korporat besar yang masif yaitu seperti skandal Enron (2001),



WorldCom



(2002),



dan



Adelphia



(2002)



yang



melibatkan



para



pemimpin/CEO-nya dalam melakukan penipuan/kejahatan tersebut. Akibat dari perilaku menyimpang tersebut, banyak orang yang kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin tersebut. Hal ini juga pernah terjadi di pemerintahan Indonesia yaitu dimana Presiden Soeharto dilengserkan dari kepemimpinannya atas desakan rakyat pada tahun 1998. Rob Goffee dan Gareth Jones (2006,9) dalam bukunya yang berjudul Why should anyone be led by you menyebutkan: “Ketika kami bertanya kepada orang - orang dalam organisasi-antara lain eksekutif, supervisor, guru, dan perawat rumah sakit- manakah kompetensi yang paling ingin mereka kembangkan, semua memberi jawaban yang sama: bantu kami menjadi pemimpin yang lebih efektif. Mereka beranggapan bahwa kepemimpinan mengubah hidup mereka dan kinerja organisasi. Sama halnya ketika kami bertanya pada para CEO, apakah problem yang mereka hadapi, mereka menjawab tegas : organisasi kami membutuhkan lebih banyak pemimpin pada tingkat manapun. “



1



2



Teori kepemimpinan telah banyak berkembang mulai dari yang meneliti dan menjelaskan mengenai



apa



yang menjadikan seseorang pemimpin, model



kepemimpinan, gaya dan karakteristik pemimpin, bahkan ciri/sifat dari “good leader”/”bad leader”. Namun hingga saat, kita masih dihadapkan pada situasi kekurangan pemimpin. Bahkan topik mengenai krisis kepemimpinan kian mencuat di mana-mana. Keadaan dimana rakyat tidak lagi percaya dengan pemimpin negaranya atau juga anak-anak tidak lagi menghormarti orangtuanya, dan begitu juga sebaliknya. Rob Goffee dan Gareth Jones (2006,10) menyebutkan salah satu faktor penyebab dari kondisi diatas ialah pemahaman atas kepemimpinan yang mengabur, yaitu kerangka utamanya yang berpusat pada karakteristik para pemimpin. Asumsi dibalik pandangan ini ialah bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang kita lakukan pada orang lain. Menurut Rob Goffe dan Gareth Jones (2006,10) kepemimpinan seharusnya merupakan sesuatu yang kita lakukan pada orang lain. Kepemimpinan harus selalu merupakan suatu hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Peter Verkerk dalam Rob Goffee dan Gareth Jones (2006: 10) menyebutkan “selama bertahun-tahun, 3 pertanyaan utama yang mendominasi penelitian mengenai effective leadership ialah: a) What personality traits differentiate leaders from non-leaders? b) What leadership style is the most effective? c) Which interactions between leadership style and the group situation are effective?



Penelitian atas pertanyaan poin kedua yaitu mengenai model kepemimpinan apa yang paling efektif menghasilkan 2 label dikotomi model kepemimpinan yaitu: autocratic vs democratic leadership (Lewin & Lippit,1938), initiating structure vs consideration (Halpin & Winer,1957), directive vs participative leadership (Tannenbaum & Schmidt, 1958), Theory X & Y (McGregor, 1960). Namun, Fiedler (1974:73) menerobos teori tersebut dengan mengeluarkan model contingency tentang satu gaya kepimimpinan yang efektif yaitu “the performance of the group is contingent upon both the motivational systemof the leader and the degree to which the



3



leader has control and influence in a particular situation, the situasional favorableness.” Tak ada karakteristik kepemimpinan yang bersifat universal. Keberhasilan satu pemimpin belum tentu cocok untuk yang lain. (Rob Goffee dan Gareth Jones, 2006:10). Rob Goffee dan Gareth Jones (2006:12) menyebutkan “untuk menjadi pemimpin yang efektif, diperlukan pemahaman atas 3 aksioma dasar kepemimpinan, yaitu: “ a) Kepemimpinan bersifat situasional Kemampuan meraba situasi adalah kunci kepemimpinan. b) Kepemimpinan bersifat non-hierarkis “Anggapan bahwa pemimpin adalah para senior pada puncak organisasi merupakan salah kaprah.” Hierarki saja tidak cukup dan bahkan tidak perlu untuk mewujudkan kepemimpinan. c) Kepemimpinan bersifat relasional Anda tidak dapat menjadi pemimpin tanpa pengikut. Kepemimpinan adalah hubungan yang dijalin secara aktif oleh kedua pihak.



Kepemimpinan



merupakan konsepsi sosial yang diciptakan kembali oleh hubungan antara para pemipin dan yang ingin mereka pimpin. Hal ini juga sejalan dengan teori situasional leadership yang dikemukakan oleh Ken Blanchard dan Paul Hersey (1977) membuat teori mengenai situasional leadership, yaitu “In the past a leader was a boss. Today’s leaders can no longer lead solely based on positional power”. The situasional leadership model suggests that there is no “one size fits all” approach to leadership. Karena perkembangan jaman yang semakin cepat berubah dan semakin tanpa batas, kepemimpinan bukan lagi sekedar tentang posisi dan power tetapi kemampuan membaca situasi dan bertindak sesuai dengan situasi dan organisasi yang dipimpinnya. Steve Jobs adalah salah satu co-founder dari Apple Corporation yang terkenal atas idenya yang luar biasa dalam mengembangkan komputer dan membujuk temannya dalam mengembangkan komputer hingga produk apple lainnya. Steve Jobs



4



berhasil membujuk rekannya yaitu Steve Wozniak untuk membuat komputer dan kemudian menjualnya. Jobs juga mendorong rekannya untuk mengembangkan komputer yang lebih canggih dan lebih lengkap. Atas idenya tersebut, Jobs juga rela menjual harta pribadi nya suntuk membeli komponen-komponen yang mereka butuhkan dan juga menemui Mike Markkulla yang memberikan pinjaman bank sebesar US$ 250.000. Akhirnya mereka membentuk Apple Computer pada 1 April 1976. Produk Apple II dilepas pada tahun 1977 dan peristiwa ini diasosiasikan sebagai peristiwa munculnya pasar personal computer (PC) pertama. Banyak peristiwa yang terjadi dalam perusahaan tersebut hingga Steve Jobs pernah keluar dari Apple pada tahun 1980-an dan kemudian membentuk perusahaan baru dan kemudian bergabung lagi pada tahun 1998. Tahun 2001, Steve Jobs meninggal dan akibatnya saham Apple jatuh sebesar 5%. Banyak yang memprediksi selepas Steve Jobs, Apple tidak akan bisa berjaya seperti dulu lagi. Atas latar belakang ini, kelompok kami tertarik untuk mendalami tentang sosok Steve Jobs dan gaya kepemimpinan selama perjalanan karirnya di Apple Corporation. Kelompok kami kemudian akan mengaitkannya dengan teori situasional leadership, yaitu model yang dibuat oleh Ken Blanchard dan Paul Hersey, dan model kontinum yang dikemukakan oleh Tannebaum dan Schmidth B. Tujuan Penulisan Tujuan yang diharapkan tim penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk dapat memberikan gambaran dan referensi tentang gaya kepemimpinan Steve Jobs dan membandingkannya dengan teori kepemimpinan situasional leadership yang dikemukan oleh Ken Blanchard dan Paul Hersey serta mengaitkannya dengan teori kepemimpinan yang dikenalkan oleh Tannebaum dan Schmidth yaitu Model Kontinum. Dengan demikian dapat diketahui praktek-praktek apa saja yang terdapat dalam diri Steve Jobs yang dijalankan secara konsisten, sehingga beliau dikenal sebagai sosok penting dalam tekonologi IT.



5



C. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Makalah ini membahas mengenai kepemimpinan Steve Jobs selama membangun dan berkarir di APPLE CORPORATION dengan menggunakan teori situasional leadership oleh Ken Blanchard dan Paul Hersey dan teori kepemimpinan oleh Tannebaum dan Schmidth. D.



Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah deskriptif dengan



memanfaatkan sumber-sumber mengenai teori kepemimpinan dan biografi steve jobs dalam buku, media cetak, dan elektronik, serta jurnal-jurnal terkait lainnya.



BAB II LANDASAN TEORI



A. Teori Situasional – Hersey dan Blanchard Teori kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku Situational Leader dan Ken Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis buku Management of Organizational Behavior (sekarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9). Teori ini pada awalnya diintrodusikan sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”. Sampai kemudian pada pertengahan 1970-an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti dengan sebutan “Situational Leadership Theory“. Di akhir 1970-an dan awal 1980-an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey – mengembangkan Situational Leadership Model dan Blanchard – mengembangkan Situational Leadership Model II. Hersey dan Blanchard terus bersepakat dengan teori aslinya hingga tahun 1977. Ketika mereka sepakat untuk menjalankan pemahaman masing-masing pada akhir 1970-an, Hersey mengubah nama dari kepemimpinan situasional menjadi Teori Kepemimpinan Situasional dan Blanchard menawarkan Teori Kepemimpinan Situasional sebagai Pendekatan Situasional untuk mengelola orang. Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk mengelola orang, hingga sampai tahun 1985 mulai diperkenalkan Kepemimpinan Situasional II (SLII). Pada tahun 1979, Ken Blanchard mendirikan Blanchard Training & Development Inc, (kemudian menjadi The Ken Blanchard Companies) bersama-sama dengan istrinya Margie Blanchard dan dewan pendiri. Seiring waktu, kelompok ini membuat perubahan konsep dari teori kepemimpinan situasional awal pada beberapa bidang utama, termasuk penelitian dasar, gaya kepemimpinan, dan kontinum tingkat perkembangan individu.



6



7



Model penelitian kepemimpinan situasional II (SLII) mengakui penelitian yang ada dari teori kepemimpinan situasional dan merevisi konsep berdasarkan umpan balik dari klien, manajer, dan karya peneliti terkemuka pada bidang pengembangan kelompok. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannya diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksankan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu (Thoha, 1983:65). Model ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan diagnosis bagi seorang manajer tidak bisa diabaikan, seperti terlihat pada “Manajer yang berhasil harus seorang pendiagnosis yang baik dan dapat menghargai semangat mencari tahu”. Apabila kemampuan motif serta kebutuhan bawahan sangat bervariasi, seorang pemimpin harus mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosis agar mampu membaca dan menerima perbedaan- perbedaan itu. Manajer harus mempu mengidentifikasikan isyarat-isyarat yang terjadi dilingkungannya tetapi kemampuan mendiagnosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif. Manajer harus mampu untuk melakukan adaptasi kepemimpinan terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya. Seorang manajer harus mempunyai fleksibilitas yang bervariasi karena kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuat dia harus diberlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang menganggap tidak praktis kalau dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu mempertimbangkan setiap variabel situasi. Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori ini menekankan hubungan pemimpin dengan anggota hingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan pribadi yang dimiliki pemimpin. Berdasarkan kombinasi pola dasar perilaku tugas dan perilaku hubungan, dikembangkan empat gaya perilaku pemimpin dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan seperti Gambar II.1. Gambar II. 1 Gaya Kepemimpinan Kontigensi Blanchard



8



Sumber: Modul Kepemimpinan IV. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-iv.pdf (diakses 12 Oktober 2017) Adapun penjelasan gambar tentang empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan adalah sebagai berikut: a.



Gaya lnstruksi (G1) Merupakan perilaku pemimpin yang berorientasi tinggi pada tugas dan



berorientasi rendah pada hubungan. Komunikasi yang terjalin antara pimpinan dan bawahan satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan bawahannya dan rnemberitahukan mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana harus melaksanakan berbagai tugas. lnisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan berada di tangan seorang pimpinan. Pengawasan terhadap pelaksanaan oleh bawahan dilakukan secara ketat. b.



Gaya Konsultasi (G2) Merupakan perilaku pemimpin yang berorientasi tinggi pada tugas dan juga



berorientasi tinggi pada hubungan. Pemimpin yang menerapkan gaya ini masih banyak memberikan pengarahan dan mendominasi pelaksanaan keputusan, namun juga diikuti oleh usaha meningkatkan komunikasi dua arah atau perilaku hubungan dengan bawahan. Perasaan, ide-ide, saran-saran dan masukan-masukan dari bawahan berusaha didengarkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi pengendalian serta penentu keputusan tetap ada ditangan pimpinan. c.



Gaya Partisipasi (G3)



9



Merupakan perilaku pemimpin yang mempunyai ciri-ciri berorientasi tinggi pada hubungan dan berorientasi rendah pada tugas. Pemimpin dengan pola gaya seperti ini menunjukkan perilaku memberikan kewenangan kepada bawahan dalam menemukan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan secara bergantian ataupun secara bersama-sama. Terjadi pertukaran ide, gagasan antara pimpinan dengan bawahan sehingga terjalin komunikasi dua arah. Tanggung jawab sebagian besar berada pada pihak bawahan, karena telah dipandang mampu melaksanakan tugas. d.



Gaya Delegasi (G4) Merupakan perilaku pemimpin yang mempunyai ciri-ciri berorientasi rendah



pada hubungan dan berorientasi rendah pada tugas. Pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berdiskusi bersama-sama bawahan sehingga



tercapai



kesepakatan,



selanjutnya



proses



pengambilan



keputusan



didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Bawahan selanjutnya memiliki wewenang untuk memutuskan bagaimana cara pelaksanaan tugas. Teori Blanchard sering disebut juga dengan teori siklus - kehidupan. Konsep dasar teori ini menyatakan bahwa pemilihan gaya kepemimpinan tergantung pada faktor situasional dan terutama didasarkan pada kedewasaan atau ketidakdewasaan para bawahan atau pengikut. Kedewasaan para bawahan (maturity) dapat dirumuskan sebagai suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Tingkat kedewasaan tersebut hendaknya dipertimbangkan dalam hubungannya dengan penyerahan dan pelaksanaan tugastugas spesifik yang dilakukan oleh bawahan. Kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kedewasaan bawahan, berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan, dan/atau pengalaman. Adapun kemauan unsur yang lain dari kedewasaan berkaitan dengan keyakinan diri dan motivasi seseorang. Tingkat kedewasaan seseorang dalam organisasi tertentu perlu diingat bahwa tidak ada seseorang yang mampu berkembang secara penuh, melainkan hanya dalam hal tugas secara spesifik. Dengan demikian setiap bawahan memiliki tingkat kesiapan/kemampuan yang berbeda-beda di dalam menerima dan menyerap hal-hal



10



yang berupa pengetahuan, kemauan, sikap dan tingkah laku yang datang dari pimpinan. Dengan demikian kepemimpinan situasional berfokus pada perhatian tentang kesuaian antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kedewasaan pengikut atau bawahan. Tingkat kedewasaan bawahan atau tingkat kesiapan pengikut secara kontinum terbagi dalam empat tingkat: rendah ( M1 ), rendah ke sedang (M2), sedang ke tinggi ( M3 ), dan tinggi (M4 ). Tiap tinskat perkembangan menunjukkan kombinasi kemampuan dan kemauan yang berbeda-beda seperti ditunjukkan dalam gambar II.2: Gambar II. 2 Tingkat Kedewasaan Bawahan



Sumber: Modul Kepemimpinan IV. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-iv.pdf (diakses 12 Oktober 2017) Pemilihan gaya kepemimpinan bila dikaitkan dengan tingkat kedewasaan bawahan: a.



Gaya lnstruksi Bila tingkat kedewasaan rendah (M1), maka gaya yang efektif adalah yang



bersifat mengarahkan atau memerintah secara rinci tugas-tugas yang harus dilaksanakann (kapan, dimana, dengan apa dan sebagainya). Dengan demikian hanya sedikit memberikan hubungan kemanusiaan padanya. b.



Gaya Konsultasi Bila tingkat kedewasaan M2 (tidak mampu tetapi berkeinginan kuat dan



berusaha keras dapat melaksanakan), gaya yang efektif adalah kombinasi antara Penugasan Tinggi (PT) dengan Hubungan Persahabatan yang tinggi pula (HT). Pada dasamya bawahan tidak mampu, maka disertai penugasan yang harus dilakukan, akan



11



tetapi karena mereka bersedia bekerja keras, maka harus disertai dorongan atau motivasi dalam bentuk hubungan kemanusiaan/persahabatan yang komunikatif dan persuasif. Hubungan komunikatif sangat penting dan perlu dijaga, supaya tidak mematahkan semangat berusaha. Untuk itu perlu keterampilan berkomunikasi untuk mengarahkan, membimbing dan kemudian memacu kesiapan bawahan. Perlu kesabaran, pengendalian diri/emosi bagi pimpinan. c.



Gaya Partisipasi Jika kedewasaan pada tingkat tiga (M3), yaitu kelompok yang sebenarnya



mampu tapi belum siap terjun ke lapangan sehingga tidak memiliki motivasi yang kuat untuk melakukannya. Atau kelompok yang mampu, punya motivasi kuat, tapi karena sesuatu hal maka mereka tidak mau atau enggan melakukannya (ketidakharmonisan hubungan dengan atasan, kesusahan keluarga dan lain-lain). Gaya yang sesuai dari pimpinan adalah prioritas yang tinggi pada hubungan kemanusiaan dengan teknik komunikasi dua arah yang persuasif dan penugasan rendah (HT, PR). Karena bawahan sudah mampu melaksanakan, sehingga yang diperlukan merangsang dengan diskusi yang suportif, fasilitatif dan bersahabat untuk menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. d.



Gaya Delegasi Bila kedewasaan berada pada tingkat empat (M4), yakni bawahan mampu dan



mau serta bersemangat tinggi,



mereka bekerja dengan



profesional,



gaya



kepemimpinan yang cocok adalah pendelegasian tugas, tanggung jawab dan wewenang yang cukup besar pada bawahan. Pimpinan melakukan pengawasan dengan tutwuri handayani. 1.



Teori Situasional – Kontinum (Tannenbaum dan Schmidt) Gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin dalarn



berhubungan dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan. Terdapat dua bidang pengaruh yang ekstrim dalam proses pengambilan keputusan sehingga menimbulkan kecenderungan berperilaku tertentu. Perilaku tersebut bertitik tolak dari dua pandangan dasar: a) berorientasi pada pemimpin (bidang pengaruh pimpinan); dan



12



b) berorientasi pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan). Pada bidang pertama seorang pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan yang otoriter dalam memimpin, sedangkan pada bidang ke dua pemimpin lebih menunjukkan gaya kepemimpinan yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya dalam pelaksanakan aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan. Mengacu pada dua pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh model gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Teori kontinum digambarkan seperti gambar II.3 Gambar II. 2 Model Kontinum – Tannembaum dan Schmidt



Sumber: Modul Kepemimpinan IV. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-iv.pdf (diakses 12 Oktober 2017) Model gambar tersebut menerangkan sebagai berikut: a) Makin bergeser ke kiri, maka semakin meluas otoritas seorang pemimpin. Kebebasan bawahan semakin sempit atau semakin terkekang di dalam keterlibatan



pengambilan



keputusan.



Jadi



perilaku



pemimpin



yang



berorientasi pada pemimpin itu sendiri disebut juga dengan kepemimpinan yang bergaya otoriter. b) Makin bergeser ke kanan, maka semakin luas kebebasan bawahan dalam proses pengambilan keputusan dan sebaliknya semakin sempit otoritas dari



13



pemimpin. Jadi perilaku pemimpin yang berorientasi pada bawahan disebut juga dengan kepemimpinan yang bergaya demokratis. Bertolak dari dua model dasar tersebut dapat dikembangkan 7 gaya kepemimpinan yakni sebagai berikut : a) pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling); b) pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling); c) pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan; d) pemimpin memberikan keputusan sementara, dan keputusan masih dapat diubah; e) pemimpin memberikan problem dan meminta saran pemecahan masalahnya kepada bawahan (consulting); f) pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan; dan g) pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang dilentukan (joining). Menurut Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang efektif ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang pemimpin, yaitu: a) Kekuatan yang ada pimpinan: meliputi latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi, pengetahuan, nilai-nilai hidup yang dihayati, kecerdasan, pengalaman, dan lainjain. b) Kekuatan yang ada bawahan: tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak dalam pembuatan keputusan. c) Tingkat pengetahuan dan berpengalaman yang dimiliki bawahan dalam bekerja.



C. Sosok Steve Jobs 1.



Biografi Singkat Steve Jobs



14



Steven Paul "Steve" Jobs merupakan seorang pria berdarah Suriah-Amerika. Ia dilahirkan di Kota San Fransisco, California, Amerika Serikat pada tanggal 24 Februari 1955 dari pasangan John Abdulfattah Jandali dan Joanne Simpson. Semasa kecil, Steve Jobs diadopsi oleh pasangan suami istri asal California, Paul dan Clara Jobs. Seperti kebanyakan anak kecil lainnya, pada masa-masa awal kehidupannya, Steve Jobs sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda luar biasa. Jobs bersekolah di Cupertino Junior High School dan Homestead High School di California. Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Steve Jobs memutuskan untuk menempuh pendidikan jenjang universitas di Reed College di Portland, Oregon. Selama menjadi mahasiswa, pikiran kritis Steve Jobs mulai terbentuk. Jobs mulai sering menanyakan apakah ilmu yang dia pelajari saat itu memang dibutuhkan untuk kehidupannya di masa mendatang. Oleh karena itu, Steve Jobs akhirnya memutuskan untuk drop-out dari kampusnya. Setelah keluar dari kampus, tahun 1974 Steve Jobs bekerja sebagai teknisi di sebuah perusahaan yang mendesain circuitboard. Dari sinilah kegemarannya akan ilmu komputer semakin terasah. Melalui komputer, Steve Jobs merasa telah menemukan passion hidupnya. Pada tahun 1974, Steve Jobs mengajak Steve Wozniak untuk mendirikan perusahaan IT berlogo buah apel tergigit, Apple Computer di garasi keluarga Jobs. Melalui Apple, Steve Jobs bertekad kuat untuk mengubah dunia. Personal computer pertama yang diproduksi kemudian diberi nama Apple I. Kemudian, pada tahun 1977, mereka memperkenalkan Apple II yang sukses besar di pasaran rumah tangga. Kesuksesan ini memberi pengaruh besar bagi Apple sebagai industri personal computer yang masih muda. Pada tahun 1980, Apple Computer mencatatkan namanya di bursa efek. Dengan penawaran saham awal yang sukses, ketenaran Steve Jobs pun bertambah. Sepuluh tahun bekerja keras, Apple telah banyak menelurkan karya teknologi seperti Apple I, Apple II, Apple III, LISA, hingga yang paling fenomenal pada zaman itu, Macintosh. Tahun 1983, Steve Jobs berhasil mengajak John Sculley untuk keluar dari PepsiCola dan menjabat sebagai CEO Apple. Namun penurunan penjualan di seluruh



15



industri menjelang akhir 1984 mengakibatkan keretakan hubungan kerja Steve Jobs dengan John Sculley. Akhir Mei 1985 setelah ketegangan internal dan pengumuman PHK besar-besaran, Sculley mengakhiri jabatan Jobs sebagai kepala divisi Macintosh. Karena perbedaan visi dengan para direksi dan pemegang saham, Steve Jobs yang notabene pendiri Apple terpaksa harus dipecat dari perusahaannya sendiri karena sifat keras kepala dan temperamentalnya yang dianggap kurang baik untuk iklim internal perusahaan. Setelah dipecat dari Apple, Steve Jobs kemudian mendirikan perusahaan NeXT dan menciptakan sistem operasi yang pada akhirnya diakuisisi Apple dengan harga US$ 429 juta, dan menjadikan Steve Jobs sebagai CEO secara de facto setelah CEO sebelumnya, Gil Amelio dipecat. Pada bulan Maret 1998, demi mengonsentrasikan usaha Apple untuk mendapat laba, Steve Jobs menghentikan sejumlah proyek, seperti Newton, Cyberdog, dan OpenDoc. Dalam bulan-bulan selanjutnya, banyak karyawan yang menjadi korban pemecatan seketika karena tidak sesuai dengan visi yang dijalankan perusahaan. Steve Jobs juga mengubah program lisensi untuk tiruan Macintosh, sehingga para pembuat komputer harus mengeluarkan biaya mahal untuk terus memproduksi barang. Sekembalinya Steve Jobs ke Apple, gebrakan besar dilakukan dengan mengeluarkan produk-produk andalan, seperti iPod, iMac, iPhone, iPad dan iCloud. Hal inilah yang membuat Apple berhasil meraup keuntungan besar. Namun perjuangan Steve Jobs mulai terhenti pasca dokter memvonis dirinya terkena kanker pankreas dan usianya tak lama lagi. Pada 24 Agustus 2011, ia mengundurkan diri dari jabatan CEO yang kemudian digantikan oleh Tim Cook. Tak lama setelah mengundurkan diri, pada 5 Oktober 2011, pria yang dikenal dengan motivasi “connecting the dots” ini pun meninggal dunia. Semasa hidupnya, Steve Jobs telah sukses menorehkan berbagai prestasi. Beberapa prestasi berupa penghargaan yang pernah diraih oleh Steve Jobs adalah sebagai berikut: a) National Medal of Technology dari Presiden Ronald Reagan (1984)



16



b) Jefferson Award for Public Service dalam kategori "Pelayanan Publik Terbaik oleh Individu Berusia 35 Tahun atau Lebih Muda" (1987). c) Gelar tokoh bisnis terkuat, Fortune Magazine (27 November 2007). d) California Hall of Fame di The California Museum for History, Women and the Arts dari Gubernur California Arnold Schwarzenegger (5 Desember 2007). e) Pengusaha paling dikagumi di antara para remaja berdasarkan survei oleh Junior Achievement (Agustus 2009). f) Gelar “CEO Dasawarsa Ini” versi Fortune Magazine (5 November 2009). g) Peringkat ke-57 dalam The World's Most Powerful People, Forbes (November 2009). 2.



Kepemimpinan Steve Jobs Steve Jobs merupakan salah satu contoh seorang pemimpin yang memiliki



kharisma dalam membangun perusahaannya. Jatuh bangun ia lalui dalam membangun Apple. Steve Jobs merupakan salah satu pemimpin yang visioner, dimana ia selalu mempunyai visi jangka panjang, yang kemudian membuktikan bahwa langkah yang ia ambil merupakan langkah revolusioner. Steve Jobs termasuk orang yang pantang menyerah. Kecewa karena dikeluarkan dari perusahaan yang didirikan dengan susah payah, Steve Jobs tidak menyerah begitu saja dan merasa tertantang. Dia malah mendirikan perusahaan baru, yaitu NeXT. Bahkan sampai Apple memutuskan untuk membeli NeXT dan mengangkat kembali Jobs sebagai CEO-nya. Gaya kepemimpinan Steve Jobs sangat unik, merupakan kombinasi dari kejeniusan dan kepiawaian dalam mewujudkan visi. Sebagai seorang pemimpin yang baik, maka sejatinya harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat. Sifat visioner yang dimilikinya dapat memberikan arahan yang jelas bagi para karyawannya. Selain itu, kemampuannya yang luar biasa dalam berkomunikasi di depan para konsumen seolah-olah menjadi sihir sehingga dunia kini mengakui produknya sebagai salah satu produk teknologi terdepan.



17



Sawerigading (2016) mengungkapkan empat konsep kepemimpinan Steve Jobs, sebagai berikut: a.



Chosen for Greatness Steve Jobs bukan tipe orang yang mudah menerima hasil karya, termasuk dari



orang-orangnya sendiri. Ia menetapkan standar tinggi atas produk yang dikeluarkan, dengan tujuan membuat segala sesuatunya lebih baik. Apapun keputusannya yang dibuatnya, meskipun tampak tidak berperasaan, merupakan caranya untuk mengadakan perbaikan di semua lini, baik personal maupun produk. Hal ini sesuai dengan salah satu quote Steve Jobs yang fenomenal, “My job is not to be easy on people. My job is to make them better.” b.



Follow Your Passion Passion memegang peranan besar dalam pembentukan kemegahan suatu impian.



Steve Jobs sangat meyakini bahwa hanya dengan disertai passion, sebuah karya akan mendapatkan predikat "hebat". Ia mendorong orang-orang untuk mengerjakan apa yang dicintainya. “If you don’t love something, you’re not going to go the extra mile, work the extra weekend, challenge the status quo as much.” c.



Stay True to Your Vision Pemimpin visioner adalah ciri khas lain yang melekat pada Steve Jobs. Apa



yang dimaksud visioner di sini adalah kesetiaan pada visi awal. Visi itu tidak boleh berubah meskipun di tengah perjalanan ada banyak godaan yang ingin meruntuhkannya. Karena kesetiaan pada visinya, Steve Jobs pernah dipecat dari perusahaan yang ia dirikan. Gaya kepemimpinan Steve Jobs membuat visi itu merebak ke setiap pekerjanya. Ia memastikan bahwa setiap langkah bergerak menuju visi tersebut. Tidak ada toleransi. Visi baginya ibarat identitas brand. Apabila lemah pada visi, maka tidak ada produk dengan identitas yang kuat. d.



Hire Creativity Think Different adalah mantra yang menggetarkan dari Apple. Slogan ini



mengungkapkan bagaimana Steve Jobs selalu berjalan di luar tradisi-tradisi yang sudah ada. Think Different adalah nafas dari setiap produk Apple. Mendobrak cara



18



berpikir kuno, hasilnya adalah sebuah produk dengan inovasi tersendiri. Bukan produk yang diinginkan konsumen, tapi produk yang berada di luar jangkauan imajinasi konsumen. Filosofi ini terlihat dari bagaimana ia merekrut pekerjanya. Apple tidak hanya merekrut para insinyur ahli di bidang komputer, melainkan juga merekrut para seniman, pemusik, sastrawan, hingga sejarahwan yang juga mengerti komputer. Steve Jobs menginginkan elemen kehidupan yang terpadu dan tersaji dalam produk-produknya.



BAB III PEMBAHASAN



A. Kepemimpinan Steve Jobs di Apple berdasarkan teori situasional Hershey dan Blanchard Steve Jobs mendirikan Apple Computer bersama Steve Wozniak pada 1 April 1976 untuk menjual komputer pribadi yang dirancang Wozniak yang dinilai Jobs sangat berpeluang menjadi pemimpin dalam pasar komputer karena memiliki desain yang unik. Hal tersebut tercermin ketika Jobs berhasil memengaruhi Wozniak untuk mendirikan perusahaan yang akan dipergunakan untuk menjual komputer rancangan Wozniak seperti dalam uraian Moisescot (2007,4) sebagai berikut: “Steve’s own interest in computer design was limited, but he quickly understood that his friend’s current project was an amazing feat of engineering. He got increasingly involved and after a few months, he convinced Woz to found a company to sell his computer to other hobbyists. He understood that there were hundreds of software hobbyist out there, who, unlike Woz, were not interested in building a machine, but were desperate to use it for programming.” Berdasarkan teori situasional Hersey dan Blanchard, model kepemimpinan yang dipraktikan Steve Jobs adalah model Supporting. Hal tersebut dapat dilihat dari peran yang diambil oleh Steve untuk memfasilitasi kemampuan tinggi yang dimiliki Wozniak dalam merancang komputer, tetapi tidak diiringi kemauan untuk menjual hasil rancangannya kepada para pengembang komputer yang selama ini menghormati Wozniak sebagai salah satu anggota Homebrew Computer Club yang biasa berjumpa dua kali seminggu di Stanford Linear Accelerator Center auditorium. Model kepemimpinan situasional lain yang dipraktikan oleh Steve Jobs adalah model Directing. Model ini dipraktikan pada saat Steve memutuskan memulai sebuah proyek baru untuk menyaingi ketenaran komputer Apple II besutan Wozniak dengan nama LISA pada tahun 1979. Sebuah tim yang dibentuk Steve, dikepalai John Couch serta beberapa programer Apple mendapat kesempatan berkunjung ke lokasi Xerox



20



21



PARC (Palo Alto Research Center) untuk melihat hasil penemuan-penemuan pusat riset ini antara lain : GUI ( Graphical User Interface), tetikus, jaringan komputer melalui ethernet dan printer laser. Penemuan GUI yang belum dilihat sebagai peluang besar oleh para petinggi Xerox karena menganggap terlalu revolusioner dan menemukan masalah dalam hal penentuan harga yang ditaksir mencapai US$10.000. Hal tersebut dilihat berbeda oleh Steve yang terkenal ucapannya dalam sebuah dokumenter tentang pengembangan komputer personal di Amerika Serikat berjudul Triumph of the Nerds bahwa dalam waktu 10 menit saja, sudah bisa membuat Steve dapat melihat dengan jelas bahwa suatu saat nanti seluruh komputer akan bekerja dengan model GUI tersebut. Steve merekrut banyak insinyur untuk mengembangkan proyek LISA, tentu saja ini membuat ketegangan di dalam Apple semakin meningkat di antara tiga kelompok besar insinyur yang mengembangkan Apple II, yang sedang merintis Apple III, dan tentu saja para insinyur yang tergabung dalam proyek LISA. Keputusan dibuat oleh dewan direksi untuk membuat divisi baru yang dikepalai oleh Steve yang pada akhirnya membuat karirnya semakin cemerlang. Namun, peran dominan yang ditunjukkan Steve akhirnya membuat proyek LISA gagal memproduksi komputer kantor seharga US$2.000 dan justru mendekati harga Xerox Alto. Kepemimpinan Steve dalam proyek LISA membuat harum namanya dan pada saat Apple melakukan penawaran saham publik perdana membuat Steve menjadi milyarder baru dengan segala kharisma dalam memasarkan produk yang dimiliki. Seorang Steve yang tidak pernah merasa puas dan selalu ingin berinovasi membuat dirinya memutuskan untuk terjun kembali dalam mengawal produk masa depan Apple. Steve memutuskan mengambil alih proyek Jef Raskin yang bernama Macintosh. Steve menginginkan Macintosh dapat memiliki fitur seperti LISA tetapi dengan harga yang lebih bersaing dan desain yang eksklusif. Steve merekrut banyak insinyur dan desainer untuk mengalahkan dominasi yang dimiliki IBM dalam pasar komputer personal. Macintosh akhirnya membuktikan bahwa produk ini dapat diterima di kalangan mahasiswa. Tetapi keberhasilan di pasar mahasiswa tidak bisa diraih di pasar komputer personal secara umum. Penjualan Macintosh tak seperti yang



22



ditargetkan sebesar 750.000 unit untuk tahun 1984. Riset yang dilakukan Steve menemukan beberapa hal mendasar yang membuat Macintosh jauh dari harapan, seperti: kapasitas memori yang terlalu kecil untuk GUI, ketersediaan perangkat lunak populer seperti Lotus 123 yang terlupakan, dan preferensi dari penjual komputer kepada komputer besutan IBM dibanding Mac. Pada periode kepemimpinan dalam menggarap proyek Macintosh, Steve mempraktikan model kepemimpinan Coaching dengan mengarahkan John Sculley yang sebelumnya menjabat CEO Pepsi untuk membantu Apple. Dengan bimbingan Steve, Sculley yang semula tak mengenal dunia komputer menjadi salah satu pionir yang merasakan kesuksesan Macintosh merebut pangsa pasar mahasiswa dan menjadi media darling. Dibalik kesuksesan dalam meluncurkan Macintosh, terselip kisah pilu yang membuat Apple menjadi semakin terpecah yang pada akhirnya membuat Wozniak keluar, dan dengan terus merosotnya penjualan Apple, dewan direksi melalui voting memutuskan melakukan reorganisasi dan nama Steve tidak ada di dalam organisasi yang baru, Steve dipecat dari perusahaan yang didirikan olehnya. Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan. Peribahasa tersebut mungkin mewakili apa yang terjadi antara Apple Computer dan Steve Jobs. Setelah pada tahun 1985 dirinya dipecat dari Apple, pada tahun 1997 Steve kembali ke Apple setelah Apple mengakuisisi NeXT (perusahaan



yang dibuat Steve pasca



meninggalkan Apple). Dengan penjualan Apple yang semakin menurun, dewan direksi memutuskan Steve Jobs untuk mengambil alih kursi CEO dari Gil Amelio. Perubahan besar pun dilakukan Steve Jobs. Keputusan yang cukup kontroversial diambil ketika Steve memutuskan bermitra dengan Microsoft. Di awal kepemimpinan sebagai CEO interim pada September 1997, Steve menerapkan model kepemimpinan Directing untuk membenahi seluruh proses bisnis Apple, diantaranya memangkas prioritas penelitian dan pengembangan produk. Steve menyadari bahwa selama ini Apple tidak fokus pada pengembangan produk yang benar-benar dapat menjadi pemimpin inovasi pasar. Steve melakukan kampanye budaya berupa slogan Think different untuk mengembalikan citra Apple sebagai perusahaan yang inovatif dan unik.



23



Meskipun seringkali seorang Steve Jobs dianggap sebagai seorang yang arogan, diktator, dan terkadang memberikan spirit yang luar biasa, menurut Henson (2011), kepemimpinan Steve yang mengambil berbagai macam gaya menjadi salah satu kunci keberhasilan Apple. Dengan kemampuan dalam desain produk dan strategi penjualan yang mumpuni, para karyawan Apple dapat melihat bahwa gaya kepemimpinan Steve merupakan adaptasi atas perubahan lingkungan sehingga kepemimpinan yang diambil merupakan kepemimpinan yang situasional. Karisma Steve Jobs yang sangat kuat membuat banyak profesional tertarik untuk bekerja sama dengannya. Bahkan banyak profesional yang awalnya ragu-ragu namun berhasil diyakinkan oleh Steve Jobs untuk bergabung dengan perusahaan Apple. Salah satu contohnya adalah John Sculley, yang merupakan mantan CEO Pepsi.co. Ketika Steve Jobs bertemu dengannya saat memasarkan produk Lisa di Manhattan, ia mengatakan kalimat yang sangat terkenal yang mampu membuat John Sculley hijrah ke Apple yaitu, “Do you want to sell sugared water for the rest of your life or do you want to come with me and change the world?”. Teknik manajemen gaya partisipasi yang dilakukan oleh Steve Jobs, dimana teknik manajemen situasional ini sesuai ketika memiliki bawahan yang memiliki kemampuan yang tinggi namun kemauan yang rendah. Hal ini dapat diatasi oleh karisma yang kuat dari Steve Jobs dan kemampuan persuasif yang tinggi. Pada tahun 2001, teknik ini kembali dilakukan oleh Steve untuk meyakinkan Tony Fadell, supaya ia menutup bisnis yang tengah ia kerjakan beserta konsumen-konsumennya untuk bekerja dengan Apple dan melahirkan produk sukses bernama Ipod. Dalam masa memimpin Apple, Steve Jobs dalam berbagai kesempatan menunjukkan bahwa ia juga memakai metode delegasi, yaitu metode yang dipakai ketika memiliki bawahan memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi. Sehingga sebagai seorang pemimpin, delegasi wewenang kepada bawahan dapat dilakukan. Hal ini tercermin ketika Steve Jobs memperkerjakan seorang yang ahli di bidang hubungan masyarakat yaitu Regis McKenna. Regis McKenna memiliki pengalaman dalam bidang pemasaran dan telah berhasil mengelola iklan Intel yang sukses sehingga membuat Steve Jobs tertarik merekrut dan memberikan wewenang



24



pemasaran Apple kepadanya. Salah satu peristiwa yang menjadi kesuksesan tim pemasaran Apple adalah pada saat mengikuti West Coast Computer Faire pada April 1977. Dukungan dari tim pemasaran yang kapabel dan dukungan dana yang signifikan dari Mike Markkula sebesar 5000 US$ membuat Apple semakin dikenal di masyarakat. Hal tersebut diikuti dengan diterimanya jumlah pesanan yang besar untuk produk Apple IIs selama pameran, mencatatkan 300 pesanan yang merupakan angka dua kali lipat dari penjualan yang dicatatkan sejak perusahaan ini berdiri. Delegasi wewenang yang diberikan oleh Steve Jobs tak selamanya berjalan dengan baik. Bahkan ia pernah dua kali dibuang oleh bawahannya yang ia berikan kepercayaan, yaitu John Sculley dan Van Cuylenburg. Ia juga sering ditinggalkan oleh karyawan terbaiknya karena beberapa merasa tidak cocok dengan gaya kepemimpinan Steve Jobs yang disebut sebagai Hero-Shithead Roller Coaster. Para pegawai menganggap Steve Jobs sering memuji karyawan ketika merekrut mereka namun sering menggunakan kata-kata celaan yang menurunkan semangat mereka. Bahkan tak jarang Steve Jobs menyebut pekerjaan mereka sebagai sampah. Peristiwa-peristiwa ini memang membuat Steve Jobs menjadi seorang pribadi yang lebih berhati-hati di masa depan, namun tidak membuatnya benar-benar menghilangkan pemberian wewenang dalam melakukan gaya manajemennya. Ada masa ketika ia kembali ke gaya directing, ketika ia baru kembali ke Apple pada tahun 1997. Steve Jobs melakukan micro managing atau manajemen hal-hal yang kecil seperti peraturan yang mengatur gaya hidup pegawai, mengendalikan kebijakan jumlah produk serta mengetahui setiap informasi mengenai setiap proyek yang sedang dikerjakan. Semua hal itu dilakukan dengan tujuan mengembalikan Apple ke masa kejayaannya. Namun ia tahu, bahwa ada beberapa hal yang bisa dipercayakan penuh kepada bawahannya. Jony Ive adalah salah satu dari sedikit pegawai yang mendapatkan kepercayaan itu ketika Steve Jobs mendelagasikan urusan desain produk Apple kepadanya. Perubahan yang signifikan terjadi pada tahun 2000 ketika MacWorld even diadakan, tidak seperti sebelumnya dimana Steve mengambil semua kredit untuk dirinya sendiri, pada even tersebut Steve mengapresiasi kerja keras dari semua timnya. Dan itu terus dilakukan olehnya dalam setiap penutupan pidatonya.



25



B. Kepemimpinan Steve Jobs di Apple berdasarkan teori situasional Tannenbaum dan Schmidt Model ini menjabarkan bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin ketika berhubungan atau berinteraksi dengan bawahan dalam mengambil keputusan. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan perilaku kepemimpinan yang efektif yang meliputi kekuatan pemimpin, kekuatan bawahan, dan kekuatan situasional. Kekuatan pemimpin berfokus pada penggunaan gaya otoriter dalam memimpin, sedangkan kekuatan bawahan menunjukkan bahwa pemimpin memilih gaya yang lebih demokratis. Kemudian kekuatan situasi biasanya berdasarkan pada keadaan lingkungan yang dihadapi oleh organisasi baik dalam bentuk fisik maupun sosial. Lingkungan yang berbeda menciptakan situasi yang berbeda pula sehingga menuntut penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda. Sosok Steve Jobs memiliki kepribadian yang sangat unik. Dalam hubungannya dengan model ini, Steve Jobs memiliki perilaku yang cenderung otoriter dalam menjalankan kepemimpinannya. Hal ini berarti bahwa Steve Jobs lebih memilih gaya kepemimpinan yang berfokus pada orientasi pemimpin dalam menjalankan organisasinya. Dalam melihat kepribadian Steve Jobs, terdapat perilaku yang baik maupun yang tidak baik yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran bersama. Berikut ini adalah penjabaran karakter Steve Jobs dalam pendekatan teori situasional khususnya model kontinum yang dikenalkan oleh Schmidth dan Tannenbaum. 1.



Berorientasi pada Pemimpin Steve Jobs dikenal sebagai salah satu pemimpin perusahaan yang dikenal,



dihormati, disegani dan ditakuti oleh banyak orang dalam bidang industri teknologi. Dengan visi-misiya, Steve Jobs mampu menciptakan berbagai terobosan penting serta mendirikan salah satu perusahaan raksasa dunia yakni Apple. Jobs memimpin Apple menuju level tertinggi melalui kepemimpinan yang unik dan penuh inovasi. Ketertarikannya pada dunia teknologi mengantarnya menjadi perancang gadget mutakhir saat ini. Hal ini mendorong Jobs dalam menghasilkan berbagai produk revolusioner dengan kualitas yang baik sehingga sangat disukai oleh konsumennya.



26



Dalam kepemimpinannya, Steve Jobs cenderung melakukan aktivitasnya dengan berorientasi pada dirinya sendiri sebagai pemimpin. Ia ingin setiap keinginannya dijalankan dengan sempurna oleh anak buahnya. Hal ini didukung oleh sikap ambisiusnya dalam mengejar tujuan yang ingin diraih. Akibatnya, area kebebasan bawahan cenderung ditekan sehingga bawahan mau tidak mau harus menaati perintah-perintahnya. Menurut Tannenbaum dan Schmidth (1973) seseorang memilih gaya yang berorientasi pada pemimpin karena beberapa hal seperti faktor kecerdasan, pengalaman, kehidupan pribadi, nilai yang dihayati, latarbelakang pendidikan, dan lain sebagainya. Beberapa faktor tersebut memberikan pengaruh kepada Steve Jobs dalam memimpin yang berorientasi pada dirinya sendiri. Seperti pemimpin pada umumnya, Steve Jobs selalu memberikan inspirasi untuk mengerjakan sesuatu namun dengan cara yang berbeda. Ia sangat fokus atas sesuatu yang diinginkannya dan mencoba menularkannya kepada orang di sekitarnya. Namun, ide-idenya tersebut tidak selalu dapat dengan mudah terlaksana, karena ide-idenya yang sangat cemerlang dan dipandang terlalu imajinatif, kadang orang disekitarnya menganggap hal tersebut menjadi sesuatu yang mustahil untuk dicapai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi, tidak jarang orang-orang atau bawahannya merasa mendapatkan inspirasi dan menganggap hal tersebut sebagai tantangan yang harus dapat diselesaikan. Steve Jobs juga memiliki antusiasme tinggi terhadap segala sesuatu yang sedang dikerjakan. Ketika dia tertarik kepada sesuatu, dia akan fokus untuk menyelesaikannya. Jobs menularkan gairah tersebut terhadap tim yang ia bangun agar seluruhnya bersemangat mengerjakan proyek tersebut. Hal itulah yang membuat Perusahaan Apple dapat berkibar dan maju dengan pesat hingga saat ini. Dalam kesehariannya, ia selalu percaya diri bahwa ialah orang yang paling benar dan selalu ingin menang dalam berargumentasi. Namun, hal ini merupakan cara Steve Jobs untuk mendorong lebih keras dari orang lain yang mungkin mempunyai ide yang sama, agar lebih tahan dari tekanan dan mampu menjaga ide-idenya. Steve Jobs adalah seorang pengusaha kreatif dan inovatif yang memiliki hasrat terhadap kesempurnaan dan kegigihan. Ia mampu menggabungkan kreativitas dan teknologi,



27



imajinasi dan keahlian luar biasa di bidang teknik. Keinginan terhadap kesempurnaan menjadikan Jobs dikenal sebagai seorang perfeksionis. Setiap pemimpin harus memiliki visi yang yang jelas. Hal ini ditemukan pada sosok karakter Steve Jobs sebagai pimpinan tertinggi Apple. Steve Jobs percaya bahwa segala sesuatu dimulai dengan suatu tujuan. Ia sangat fokus terhadap visinya. Steve Jobs yakin bahwa mempercayai keputusan yang telah diambilnya sangatlah penting, walaupun memiliki konsekuensi dan menuntut komitmen tinggi untuk memenuhinya. Visi yang jelas tersebut akan lebih mudah berhasil dicapai Steve Jobs karena ia sangat mencintai pekerjaannya. Menurut dia, satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah dengan benar-benar mencintainya. Hal tersebut juga didukung oleh kegigihan yang tinggi untuk tidak mudah menyerah. Selain beberapa karakter yang positif yang telah diulas di atas, terdapat beberapa karakter kurang baik yang dimiliki Steve Jobs dalam memimpin Perusahaan Apple. Beberapa karakter negatif tersebut cukup membuat tidak nyaman rekan kerja dan bawahannya. Salah satu karakter buruk Steve Jobs yakni ambisius. Steve Jobs punya idealisme tinggi dan visi-visi hebat. Sayangnya terkadang idealisme itu muncul terlalu berlebihan. Hal ini menyebabkan karyawannya merasa dibebani oleh standar yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dengan standar tersebut bisa jadi karyawan malah menjadi merasa tidak mendapat penghargaan akan aktualisasi karena menganggap dirinya tidak mampu mencapai ambisi besar Jobs. Steve Jobs juga dikenal sebagai sosok pribadi yang mudah emosi. Apabila ada orang yang tidak sepaham dengannya, ia tak segan-segan untuk mendebat, membentak, bahkan mengeluarkan makian kasar. Padahal belum tentu pandangan yang diutarakan Steve Jobs itu benar. Hal inilah yang menyebabkan ia tidak disenangi oleh pegawainya. Bahkan, karena sikapnya dianggap berpengaruh buruk terhadap kinerja perusahaan, Steve Jobs dipecat oleh perusahaan yang telah dirintisnya. Jobs juga memiliki sifat perfeksionis. Berbagai pekerjaannya harus dilaksanakan dengan sempurna. Beberapa hasil karya rekan dan karyawannya dianggap tidak bernilai ketika tidak sejalan dengan pendapatnya. Dia juga terlalu menginginkan sesuatu yang



28



dianggap menarik baginya. Namun, sifat ambisius dan perfeksionis ini kadangkala mengorbankan pihak lain, terutama karyawannya. Kemudian, Steve Jobs juga dikenal sebagai seorang pengendali. Dia sangat ingin mengendalikan proses perekrutan pegawai untuk mendapatkan orang-orang yang kreatif, luar biasa cerdas, dan sedikit pemberontak. Namun kadang, karyawannya merasa tertekan dan tidak nyaman dengan lingkungan kerja yang diinginkan oleh Steve Jobs. Karena ekspektasinya yang terlalu tinggi, kadang Steve Jobs menjadi pemimpin yang kurang bisa menghargai pegawainya. Sikap kurang menghargai pegawai juga ditunjukkan ketika Steve Jobs bersama dengan Steve Wozniak merekrut beberapa orang sebagai pegawai pertama. Salah satunya pegawai tersebut adalah Daniel Kottke yang merupakan teman kuliah Steve Jobs. Daniel memiliki peran yang signifikan dalam kemajuan Apple, seperti pembuatan computer Apple dan Macintosh generasi awal. Meskipun ia berperan penting di awal pendirian perusahaan, Steve Jobs tidak pernah menawarkan saham padanya, padahal Wozniak rela memberikan sahamnya kepada Daniel. 2.



Berorientasi pada Bawahan Orientasi kepada bawahan biasanya dipilih ketika pemimpin percaya terhadap



kemampuan bawahan dan bawahan memiliki potensi yang signifikan dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Orientasi ini menggali sisi demokrasi yang dilakukan pemimpin untuk kebaikan organisasinya. Ketika orientasi bawahan dipilih, karyawan akan lebih bebas mengekspresikan ide-idenya yang mungkin tidak terpikirkan oleh atasan. Hal ini dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi industri yang bergerak dalam bidang teknologi dengan perubahan yang sangat cepat dan membutuhkan inovasi-inovasi yang unik dan canggih. Walaupun sebagian besar perilakunya menunjukkan bahwa ia cenderung pada orientasi atasan, namun terdapat beberapa hal-hal terkait perilaku Steve Jobs yang dikelompokkan ke dalam pendekatan orientasi bawahan. Dalam kepemimpinannya, Steve Jobs memang dikenal sebagai pribadi yang mendominasi jalannya perusahaan. Namun bukan berarti bahwa Steve Jobs tidak menghiraukan kontribusi pegawainya. Kekuatan bawahan menonjol ketika Steve Jobs



29



memerlukan ide-ide yang cemerlang untuk menghasilkan suatu produk. Dengan semakin cepat bergulirnya perubahan-perubahan teknologi, Steve Jobs merasa tidak mampu memikirkan sendirian kreatifitas dalam pengembangan produknya. Apalagi Jobs tidak memiliki latar belakang pendidikan yang berasal dari sarjana dalam bidang IT. Steve Jobs mempercayakan pengembangan teknologi kepada rekan kerjanya, Steve Wozniak. Dengan perkembangan Apple yang semakin pesat, Jobs juga menyerahkan pengembangan teknologi perusahaannya kepada tim bagian riset dan pengembangan. Dengan jalan tersebut, Jobs dapat lebih berfokus terhadap pengembangan perusahaan dan pemasarannya. Sekembalinya Steve Jobs setelah dipecat pihak manajemen Apple beberapa tahun sebelumnya, dia berubah menjadi sosok yang lebih ramah dan menghargai karyawannya. Jobs menyadari bahwa karakter dirinya yang keras dan kaku tidak disukai oleh banyak orang disekitarnya. Steve Jobs berusaha mengurangi sifat-sifat jeleknya



dengan



lebih



memperhatikan



dan



mendengarkan



karyawannya.



Pendelegasian wewenang lebih terlihat nyata ketika ketika Jobs mulai menderita sakit kanker pankreas sekitar tahun 2009. Sadar dengan kondisi kesehatannya, dia memutuskan untuk mengurangi aktivitasnya sebagai pemimpin Apple dan menyerahkan beberapa wewenangnya kepada orang-orang kepercayaannya. Dari beberapa uraian tersebut dapat dikatakan bahwa Steve Jobs karakter pribadi yang tegas, keras, dan cenderung otoriter dalam memimpin. Hal tersebut terjadi karena Steve Jobs merasa bahwa kekuatan seharusnya ada pada pimpinan. Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, Jobs tidak ragu untuk bertindak berdasarkan keinginannya. Hal ini dapat menjadi hal positif namun juga dapat dikategorikan sebagai hal negatif. Sebab, atas perilakunya ia kerap kali tidak disukai rekannya maupun bawahannya. Dalam kaitannya dengan teori situasional, Steven Jobs cenderung untuk tidak menyesuaikan keadaan yang ada disekitarnya dan melakukan sesuai dengan yang diinginkannya walaupun bisa jadi dipandang tidak baik dalam dimensi orang lain. Namun selain dari sisi otoriter, terdapat sisi lain yang menggambarkan bahwa Steve Jobs juga berorientasi kepada bawahan ketika ia merasa bahwa tidak mampu untuk memegang semua tanggungjawabnya.



BAB IV KESIMPULAN



Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya, kondisi lingkungan fisik dan social dan lain-lain. Pemahaman mendasar dari teori kepemimpinan situasional adalah tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat sesuai dengan situasi atau kondisi yang ada. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik Berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini terkait Steve Jobs dan gaya kepemimpinan selama



perjalanan karirnya



di



Apple Corporation.



Dengan



mengaitkannya pada teori situasional leadership, yaitu model yang dibuat oleh Ken Blanchard dan Paul Hersey, dan model kontinum yang dikemukakan oleh Tannebaum dan Schmidth, gaya kepemimpinan Steve Jobs selama berkarir di Apple dapat menyesuaikan dengan situasi yang ada pada saat itu. Walaupun Steve Jobs terkenal dengan sifatnya yang ambisius, emosional dan otoriter tetapi ada kalanya pada suatu kondisi



atau



situasi



dia



menunjukkan



gaya



kepemimpinan



yang



disesuaikan/diadaptasikan dengan perubahan lingkungan di sekitarnya seperti yang telah diulas dalam pembahasan. Ada kalanya dia menjadi sosok pemimpin yang supporting, ada kalanya juga dia menjadi pemimpin yang directing. Sosok Steve Jobs bisa menjadi pemimpin yang sukses dan dikagumi bukan semata-mata karena hanya satu gaya kepemimpinan saja, tetapi bagaimana dia bisa mengadaptasikan gaya kepemimpinannya terhadap lingkungan di sekitarnya.



30



DAFTAR PUSTAKA Darmaji, Laras Tri Wahyu. dkk. 2013. Pendekatan Situasional. Malang: Universitas Brawijaya. Isaacson, Walter. 2011. Steve Jobs. Diterjemahkan oleh: Tim Bentang. Jakarta: Bentang. Goffe, Rob dan Garet Jones. 2006. Why should anyone be led by you?. Diterjemahkan oleh: Tim Grasindo. Jakarta: Grasindo. Moisescot, Romain. 2007. Steve Jobs : A Biography by Romain Moisescot. London : www.romain-moisescot.com (diakses pada 11 Oktober 2017) Tannenbaum, Robert dan Warren H. Schmidt. 1973. How to Choose a Leadership Pattern. Harvard Business Review May – June 1973. Available at http://www.expert2business.com/itson/tannenbaum.pdf. (diakses 13 Oktober 2017) Cheana, Lusy. 2014. 40 pengertian kepemimpinan menurut para Ahli. http://lusysaycin07.blogspot.co.id/2014/04/40-pengertian-kepemimpinanmenurut-para.html, (diakses 15 Oktober 2017). Handayani, Putri. 2015. Gaya Kepemimpinan Kontinum. http://www.academia.edu/22239269/Gaya_Kepemimpinan_Kontinum, (diakses 16 Oktober 2017). Henson, Ramon. 2011. The Leadership of Steve Jobs. Rutgers Business School Newark and New Brunswick, 11 November 2011 http://www.business.rutgers.edu/business-insights/leadership-steve-jobs. (diakses 12 Oktober 2017) Kurniawan, Iwan. 2013. Lima Perilaku Steve Jobs Mencapai Kesuksesan. Ditemukan di alamat http://www.viva.co.id/berita/bisnis/408075-lima-perilaku-steve-jobsmencapai-kesuksesan (diakses 12 Oktober 2017). Mustofa, Ayyob. 2017. Lima Sikap Steve Jobs yang Tidak Boleh Kamu Tiru. Ditemukan di alamat https://id.techinasia.com/sikap-steve-jobs-ini-jangan-ditiru (diakses 12 Oktober 2017). Sawerigading, Andi. 2016. Kepemimpinan Steve Jobs. https://prezi.com/xrdbl1ecoygh/kepemimpinan-steve-jobs/ (Diakses tanggal 16 Oktober 2017)



31