Pasca Kasus 12345 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENERAPAN SHAKER EXERCISE DAN LATIHAN MENELAN DENGAN JELLY TERHADAP KEMAMPUAN MENELAN PADA PASIEN STROKE



Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan



Diajukan Oleh: ATIKA FEBRI DAMAYANTI 20101440117014



KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG DIPLOMA III KEPERAWATAN 2020



PROPOSAL PENERAPAN SHAKER EXERCISE DAN LATIHAN MENELAN DENGAN JELLY TERHADAP KEMAMPUAN MENELAN PADA PASIEN STROKE



Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan



Diajukan Oleh: ATIKA FEBRI DAMAYANTI 20101440117014



i



KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG DIPLOMA III KEPERAWATAN 2020



PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN



Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama



: Atika Febri Damayanti



NIM



: 20101440117014



Progam Studi



: Diploma III Keperawatan



Institusi



: Akademi Keperawatan Kesdam IV/ Diponegoro Semarang



Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.



ii



Mengetahui



Semarang,



Pembimbing



Januari 2020



Pembuat Pernyataan



Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep



Atika Febri Damayanti



NIDN 0608038801



20101440117014



LEMBAR PERSETUJUAN



Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Atika Febri Damayanti NIM 20101440117014 dengan judul “Penerapan Shaker exercise dan Latihan Menelan dengan Jelly terhadap Kemampuan Menelan pada Pasien Stroke” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.



Semarang,



Januari 2020



Pembimbing



iii



Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep NIDN 0608038801



LEMBAR PENGESAHAN



Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Atika Febri Damayanti NIM 20101440117014 dengan judul “Penerapan Shaker exercise dan Latihan Menelan dengan Jelly terhadap Kemampuan Menelan pada Pasien Stroke” telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal.



Dewan Penguji



Penguji Ketua



Penguji Anggota



Ns. Dwi Mulianda, M.Kep



Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep



NIDN 0619078003



NIDN 06080388



iv



Mengetahui, Direktur



Indah Setyawati, S.K.M., M.M. Letnan Kolonel Ckm (K) NRP 11960028180872



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum wr. wb. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke” Dengan segala kekurangan, Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan banyak teimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membimbing saya dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Adapun pihak tersebut antara lain : 1. Letnan Kolonel CKM (K) Indah Setyawati., S.K.M., M.M. selaku direktur Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang yang telah memberikan izin penulis melakukan penelitian.



v



2. Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan mengarahkan sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 3. Ns. Dwi Mulianda, M.Kep selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Segenap Dosen serta staff Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang yang telah membantu dalam proses penulisan ini. 5. Orangtua dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan, memotivasi serta membantu penulis baik secara moral, spiritual, dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Keluarga Besar teman-teman Angkatan XXIII Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro



Semarang



yang



berjuang



bersama-sama



dan



saling



memberikan dukungan dalam pelaksanaan penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Keluarga besar kontrakan lemah gempal 1 no.12, Apriliya Triwidiya Cahya Ningtiyas, Hajar Fikri Mujiyani, Kistia Rita Santi dan Tantri Suryani. 8. Teman spesial penulis, Heru Kurniawan, S.Pd yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Saya



vi



berharap semoga Proposal Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi semua yang memerlukan dan membutuhkannya. Semarang, …. Januari 2020



Atika Febri Damayanti 20101440117014



DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul......................................................................................................i Lembar Pernyataan Keaslian................................................................................ii Lembar Persetujuan.............................................................................................iii Lembar Pengesahan.............................................................................................iv Kata Pengantar......................................................................................................v Daftar Isi..............................................................................................................vii Daftar Gambar.....................................................................................................ix Daftar Lampiran...................................................................................................x Daftar Singkatan..................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 A. Latar Belakang.......................................................................................1 B. Rumusan Masalah..................................................................................6



vii



C. Tujuan.....................................................................................................6 D. Manfaat...................................................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................7 A. Konsep Stroke........................................................................................7 1.



Pengertian Stroke.....................................................................7



2.



Etiologi ....................................................................................8



3.



Patofisiologi ...........................................................................10



4.



Manifestasi Klinis...................................................................12



5.



Penatalaksanaan Stroke...........................................................14



6.



Pemeriksaan Penunjang..........................................................15



7.



Komplikasi .............................................................................17



8.



Faktor Risiko...........................................................................18



B. Kesulitan Menelan.................................................................................19 1.



Pengertian................................................................................19



2.



Etiologi ...................................................................................19



3.



Patofisiologi ...........................................................................20



4.



Gejala Klinis............................................................................21



5.



Tata Laksana...........................................................................21



C. Konsep Shaker exercise dan Latihan Menelan dengan Jelly................22 D. Hasil penelitian Shaker exercise dan Latihan Menelan dengan Jelly. . .26 BAB III METODE STUDI KASUS...................................................................28 A. Rancangan Studi Kasus.........................................................................28 B. Subjek Studi Kasus................................................................................28



viii



C. Fokus Studi Kasus.................................................................................28 D. Definisi Studi Kasus..............................................................................29 E. Instrumen Studi Kasus..........................................................................30 F. Metode Pengumpulan Data...................................................................30 G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus.............................................................31 H. Analisis Data dan Penyajian Data.........................................................31 I.



Etika Studi Kasus..................................................................................32



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Latihan shaker exercise...................................................................40 Gambar 2.2 Ukuran jelly.....................................................................................40



ix



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Lembar Konsultasi Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Lampiran 2 Penjelasan Mengikuti Penelitian Lampiran 3 Informed Consent Lampiran 4 Gerakan Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly



Lampiran 5 The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke Lampiran 6 Standar Operasional Prosedur (SOP) Latihan Menelan Jelly Lampiran 7 Standar Operasional Prosedur (SOP) Shaker Exercise Lampiran 8 Lembar Observasi Status Menelan



x



DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH



ASA



: American Stroke Association



AHA



: American Heart Association



EKG



: Elektrokardigrafi



MRI



: Magnetik Resonansi Imagine



BRFSS



: Behavioral Risk Factor Surveillance System



CDC



: Centers for Disease Control



SMT



: Stimulasi Magnetic Transkranial



RAPIDS



: The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke



AHRQ



: Agency For Health Care Research And Quality



xi



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Stroke adalah kerusakan otak akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah di otak. Ketika aliran darah ke otak berkurang maka akan terjadi kerusakan sebagian daerah otak dan dapat menyebabkan berbagai gejala seperti kelumpuhan atau kelemahan separuh tubuh yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak seperti gangguan keseimbangan, kesulitan berbicara, wajah tidak seimbang,dan kesulitan menelan.1 Prevalensi stroke di Amerika Serikat menurut American Heart Association (AHA) meningkat karena bertambahnya usia pada pria dan wanita. Menurut data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) 2016 (CDC) Centers for Disease Control 1: 2,9% pria dan 2,8% wanita ≥18 tahun memiliki riwayat stroke; 2,7% kulit putih, 4,1% kulit hitam, 1,2% orang Asia / Kepulauan Pasifik, 2,3% orang Hispanik (dari ras apa pun), 5,3% penduduk asli Amerika Indian / Alaska, dan 4,9% dari ras lain atau orang multi ras memiliki riwayat stroke. Prevalensi stroke pada orang dewasa adalah 2,9% di Amerika Serikat, dengan prevalensi terendah di South Dakota (1,9%) dan prevalensi tertinggi di Mississippi (4,5%). 2 Prevalensi stroke menurut Riskesdas 2018, pada penduduk Indonesia penderita stroke tertinggi pada tahun 2018 di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 14,7% dan terendah



1



2



di Provinsi Papua sebanyak 4,1%. Menurut jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan



sebanyak 11,0% sedangkan perempuan



sebanyak 10,9%. Berdasarkan usia, penderita stroke usia 15-24 tahun hanya 0,6% dan penderita stroke usia ≥75 tahun lebih tinggi yaitu 50,2%.3 Dampak stroke sangat beragam, tergantung dari bagian otak yang mengalami kerusakan. Jika serangan stroke terjadi pada bagaian otak yang berperan penting seperti batang otak yang mengatur pernafasan, maka dapat menimbulkan dampak yang berat. Beberapa dampak stroke yang biasa terjadi yaitu kelumpuhan atau kelemahan ekstremitas (hemiplagia atau hemiparese), kehilangan rasa separuh badan, gangguan penglihatan, berkurangnya kemampuan kognitif, perubahan emosional seperti cemas dan depresi, aphasia dan disatria, serta kesulitan menelan (disphagia).1 Sekitar 50-60 % pasien stroke mengalami kesulitan menelan, sehingga kesulitan saat menelan makanan dan minuman. Kesulitan menelan disebabkan oleh gangguan koordinasi otot, kelemahan otot tonus menelan yang dihubungkan dengan gangguan fungsi hemisfer, nuklear dari serabut saraf otak yang mempersarafi dan otot-otot pengunyah dan menelan.



4



Menurut



American Stroke Association (ASA), kesulitan menelan didapatkan pada sekitar 65% pasien stroke. Kesulitan menelan yang bersifat sementara terjadi pada hampir 50% pasien stroke. Pasien yang sebelumnya sudah mengalami stroke berulang dan lesi subkortikal bilateral, dapat terjadi gangguan menelan.5



3



Stroke pada otak maupun batang otak dapat menyebabkan kesulitan menelan. Lesi pada otak dapat menyebabkan gangguan mengunyah dan transportasi bolus makanan. Lesi otak yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif seperti, gangguan konsentrasi dan atensi juga dapat mengganggu proses menelan. Stimulasi Magnetic Transkranial (SMT) akan didapatkan hasil bahwa otot-otot menelan dipersarafi secara bilateral oleh korteks motorik, namun persarafan tersebut tidak simetris. Kerusakan pada batang otak menyebabkan perubahan sensasi dari mulut, lidah dan pipi, serta gangguan koordinasi menelan yang terdiri dari proses menelan pada faring elevasi laring, penutupan glotis, relaksasi krikofaringeal dan esophagus karena adanya gangguan pada sistem pernafasan vagus.4 Pasien stroke dengan kesulitan menelan disebabkan oleh kerusakan saraf yang mengendalikan gerakan otot menelan. Pasien dengan kesulitan menelan dapat mengalami aspirasi akibat masuknya makanan atau minuman ke saluran pernafasan dan untuk pasien stroke dengan kesulitan menelan yang berat ada kemungkinan untuk mengalami kurang gizi atau dehidrasi.4 Pasien stroke dengan kesulitan menelan dapat dilakukan beberapa terapi menelan yaitu, compensatory technique (teknik ini mengajarkan pasien untuk mengubah posisi postural maneuver dengan mengimbangi kesulitan menelan), indirect swallow therapy (teknik ini mengajarkan pasien untuk menjalani latihan menelan tidak langsung dalam memperkuat otot yang lemah serta mengatasi kesulitan menelan yaitu seperti shaker exercise), direct



4



swallow therapy (teknik ini mengajarkan pasien untuk melakukan latihan menelan langsung seperti menggunakan jelly).4 Beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengatasi kesulitan menelan pada pasien stroke adalah dengan menggunakan kombinasi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly.6 Shaker exercise adalah latihan menelan yang paling sering direkomendasikan oleh ahli patologi bicarabahasa untuk pengobatan kesulitan menelan.7 Latihan digunakan untuk meningkatkan tonus otot dan menambah kekuatan menelan faring. Dua jenis latihan dapat disarankan untuk pasien dengan kesulitan menelan tidak langsung (misalnya, latihan untuk memperkuat otot menelan) dan langsung (misalnya, latihan yang harus dilakukan saat menelan).8 Shaker exercise dilakukan dengan cara pasien berbaring dalam posisi terlentang kepala diganjal menggunakan bantal dan kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat jari-jari kaki untuk memfasilitasi peningkatan pembukaan sfingter esofagus atas melalui peningkatan hyoid dan laring anterior dan superior.9 Penanganan kesulitan menelan pada pasien stroke dengan cara latihan menelan langsung menggunakan makanan yang bertekstur lunak, salah satu caranya yaitu menggunakan jelly.6 Jelly merupakan makanan dalam tekstur lembut, tidak menyebabkan iritasi dan rendah serat. Jelly harus mudah ditelan, dan membutuhkan manipulasi dalam jumlah minimum. Asupan makanan dan cairan harus dipantau secara ketat.10 Pada tahun 2017 telah dilakukan penelitian pengaruh shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke oleh Yusrial Tarihoran menunjukkan



5



hasil bahwa rata-rata kemampuan menelan sebelum diberikan intervensi yaitu 85,38 dengan standart devisi 3,118 dan kemampuan menelan setelah diberikan intervensi 92,50 dengan standart deviasi 4,107. Hasil analisis menunjukkan bahwa



perbedaan



yang



bermakna



(p=0,000).



Hasil



analisis



diatas



menunjukkan adanya perbedan kemampuan menelan sebelum dan setelah diberikan intervensi. Shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly ini dikombinasikan agar masalah kesulitan menelan orofaring dan esophagus bisa teratasi sekaligus.6 Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudberg tahun 2015, “Shaker exercise Rehabilitation in Head and Neck Cancer and Stroke Patients with Dysphagia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek shaker exercise pada pasien kanker leher dan stroke dengan kesulitan menelan dilakukan kepada 10 pasien dimana 6 pasien mengalami kanker leher dan 4 pasien stroke, dengan menggunakan metode prospective pilot studi dan pengukuran pre dan post shaker exercise. Hasilnya menunjukkan 9 dari 10 pasien terdapat kemampuan menelan pada kedua kelompok.6 Pengaruh shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly efektif untuk diterapkan pada pasien stroke dengan gangguan menelan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke.



6



B. Rumusan Masalah Bagaimana pemberian intervensi terapi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly dapat meningkatkan kemampan menelan pada pasien stroke. C. Tujuan Menggambarkan penerapan terapi shaker exercise dan jelly dalam latihan menelan pada pasien stroke. D. Manfaat Adapun manfaat dari penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini yaitu : 1. Bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam perawatan pada anggota keluarga dengan menggunakan terapi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly pada pasien yang mengalami stroke. 2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan dan teknologi keperawatan Sebagai bahan masukan dan tambahan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada pasien stroke dengan melakukan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly.Selain itu,hasil penelitian ini dapat digunakan dalam peningkatan pelaksanaan pelayanan keperawatan pada pasien stroke dengan kesulitan menelan. 3. Bagi penulis Dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan tambahan dan pengalaman dalam menerapkan hasil penelitian keperawatan dengan terapi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly pada pasien stroke.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tibatiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. Dalam jaringan otak, kekurangan aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Otak adalah pusat sistem saraf dalam tubuh manusia yang mengendalikan gerakan, pikiran, ingatan, emosi, suasana hati, bahkan sampai dorongan seksual.11 Aliran darah ke otak pada dasarnya memasok nutrisi dan oksigen ke sel-sel saraf otak. Jika aliran darah dan pasokan oksigen ke otak berjalan dengan lancar, fungsi otak pun akan berfungsi dengan normal. Otak membutuhkan darah segar sekitar 1/5 dari kebutuhan seluruh bagian organ tubuh lainnya. Padahal, berat otak hanya 1/40 dari berat tubuh. Tanpa nutrisi dan oksigen, sel-sel otak akan mati.11 Gangguan aliran darah ke otak akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke otak. Oksigen yang terputus selama 8-10 detik akan menyebabkan gangguan fungsi otak. Sedangkan, terputusnya aliran



7



8



oksigen ke otak dalam 6-10 menit dapat merusak sel-sel otak, dan kemungkinan tidak bisa pulih kembali.11 2. Etiologi Stroke terjadi karena dua hal yaitu sumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak. Sumbatan pembuluh darah di otak dapat terjadi karena tumpukan lemak pada dinding pembuluh darah atau akibat bekuan darah yang terhenti pada pembuluh darah otak. Sedangkan pecahnya pembuluh darah otak dapat disebabkan oleh tekanan darah yang sangat tinggi.1 a. Kelebihan lemak jahat di dalam tubuh dapat menempel pada dinding pembuluh darah. Dalam jumlah yang besar dapat menyumbat pembuluh



darah.



Sumbatan



pada



pembuluh



darah



di



otak



menyebabkan kerusakan jaringan otak sehingga menimbulkan gejala stroke. b. Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkann pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga darah memenuhi ruang otak dan menyebakan kerusakan dan kematian jaringan otak. Menurut smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :12 1) Thrombosis serebral Arterioklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum.



9



Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplagi atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului onset paralisis berat pada beberapa jam atau hari. 2) Embolisme serebral Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien degan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari emboli serebral. 3) Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. 4) Hemoragi serebral a) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahanan hidup.



10



b) Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala. c) Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus



willisi dan malformasi arteri



vena congenital pada otak. d) Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak, paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis



serebral



disebabkan



oleh



perubahan



degenerative karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya onset tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas Defisit neurologic yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. 3. Patofisiologi Menurut Long (1996), otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10



11



menit. Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan



hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik



otak. Iskemik otak dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema otak karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta peningkatan karbon dioksida dan asam laktat.12 Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme,yaitu:12 a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis (infark). b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemoragi). c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak (misalnya:malformasi angiomatosa, aneurisma). d. Edem serebri yang merupakan pengumpulan cairan diruang intersisial jaringan otak.



12



4. Manifistasi Klinis Menurut Smeltzer (2001) manifistasi klinis stroke adalah sebagai berikut.12 a. Defisit lapang penglihat 1) Homonimus hemianopsia (kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak). 2) Kehilangan penglihatan perifer Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek. 3) Diplopia Penglihatan ganda. b. Defisit motorik 1) Hemiparesis Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). 2) Ataksi Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas. 3) Disartria Kesulitan dalam membentuk kata. 4) Kesulitan menelan (Disfagia) Kesulitan dalam menelan.



13



c. Defisit verbal 1) Afasia ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami,mungkin mmpu bicara dalam respon kata tunggal. 2) Afasia reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal. 3) Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif. d. Defisit kognitif Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrak buruk dan perubahan penilaian. e. Defisit emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah. Serta perasaan isolasi. Tanda dan gejala serangan stroke :1 1) Wajah tidak simetris. 2) Ekstremitas lemah atau tidak dapat digerakkan yang terjadi secara tiba-tiba. 3) Sulit berbicara atau bicara pelo.



14



5. Penatalaksanaan Stroke Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia terjadi karena adanya edema otak. Edema otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Edema otak mula-mula cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat edema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal berikut ini.12 a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30̊. b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik. c. Pemberian osmoterapi seperti berikut ini. 1) Bolus marital 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter. 2) Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10l/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan, sedang). 3) Furosemide 1 mg/kgBB intravena. a) Intubasi



dan



hiperventilasi



terkontrol



hiperbarik sampai PCO2=29-35 mmHg.



dengan



oksigen



15



b) Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral 8. Dengan pergeseran linea mediarea atau serebral infark disertai efek rasa. c) Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara serebral karena disamping menyebabkan hiperglikemia juga naiknya risiko infeksi. 6. Pemeriksaan Penunjang Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah sebagai berikut.12 a. CT scan bagian kepala. Stroke non-hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke hemoragi terlihat perdarahan. b. Pemeriksaan lumbal pungsi. Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi dan virology. Di samping itu, dilihat pula tetesan cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non-hemoragi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurologi yang telah berpengalaman.



16



c. Elektrokardiografi (EKG) Untuk mengetahui keadaan jantung di mana jantung berperan dalam suplai darah ke otak. d. Elektro Encephalo Grafi Elektro encephalo grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik. e. Pemeriksaan darah Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah. f. Angiografi serebral Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri,memperlihatkan secara tepat letak oklusi dan rupture. g. Magnetic Resonansi Imagine (MRI) Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT scan. h. Ultrasonografi Dopler Ultrasinik Dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV (Harsono,1996). Menurut Wibowo (1991), pemeiksaan sinar x kepala dapat menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis internal



17



yang dapat dilihat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial pada dinsing anerisme pada perdarahan subaraknoid. 7. Komplikasi Komplikasi stroke menurut satyanegara (1998) adalah sebagai berikut.11 a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama). 1) Edema serebri : defisit neurologis cenderung memberat,dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian. 2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal. b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama). 1) Pneumonia : akibat immobilisasi lama. 2) Infark miokard. 3) Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat penderita mulai mobilisasi. 4) Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat. c. Komplikasi jangka panjang. Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vascular lain : penyakit vascular perifer. Menurut smeltzer (2001),komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu sebagai berikut. 1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan member oksigenasi. 2) Penurunan darah serebral. 3) Embolisme serebral.



18



8. Faktor Risiko Keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut sebagai faktor risiko. Waspada terhadap serangan stroke jika seseorang menderita:11 a. Hipertensi (darah tinggi) b. Penyakit jantung c. Diabetes mellitus d. Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah) e. Gangguan pembuluh darah koroner;dan f. Mempunyai riwayat pernah terkena serangan stroke (stroke ringan). Selain itu, masih ada lagi faktor risiko ikutan yang meliputi : a. Kadar lemak b. Kegemukan atau obesitas c. Merokok d. Kurang olahraga e. Kadar asam urat tinggi; dan f. Kadar fibrinogen tinggi. Faktor faktor tersebut memang merupakan faktor minor. Meskipun demikian,



sebaiknya



tidak



diremehkan



karena



memberikan peluang akan terjadinya serangan stroke.



keberadaannya



tetap



19



B. Kesulitan Menelan (Disfagia) 1. Pengertian Kesulitan menelan adalah penurunan suatu fungsi menelan yang disebabkan oleh kerusakan saraf. Kesulitan menelan dapat berhubungan dengan penelanan makanan padat atau cair atau keduanya.13 Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan beberapa fungsi dari saraf kranial(SK). Mulut harus terbuka (SK V), lidah harus tertutup (SK X), dan lidah harus bergerak (SK XII). Mulut harus bisa merasakan jumlah dan kualitas gumpalan makanan yang ditelan (SK V dan X) dan harus bisa mengirimkan pesan ke pusat menelan (SK V dan IX). Selama aktivitas menelan,lidah menggerakkan gumpalan makanan ke arah orofaring. Faring akan terangkat dan glottis menutup. Gerakan otot faringeal akan mengirim makanan dari faring ke esophagus, kemudian dengan gerakan peristaltis mendorong makanan ke dalam perut. Stroke yang terjadi di daerah vertebrobasilar mengakibatkan terjadinya kesulitan menelan.14 Untuk menilai kemampuan menelan pada pasien stroke dapat digunakan suatu instrument yaitu RAPIDS (Modifikasi dari The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke). 2. Etiologi Lesi stroke di hemisfer dominan, bihemisfer maupun bulbar akan menimbulkan manifestasi kesulitan menelan. Penyakit neurologi lainnya seperti Parkinson, multiple sklerosis, amyotrophic lateral sclerosis (ALS),



20



poliomyelitis, myasthenia gravis (MG), demensia dan cerebral palsy juga dapat menyebabkan kesulitan menelan.4 3. Patofisiologi Stroke pada otak maupun batang otak dapat menyebabkan gangguan mengunyah dan transportasi bolus makanan. Lesi korteks pada girus presentralis menyebabkan gangguan motorik wajah, bibir dan lidah kontralateral, serta gangguan gerakan peristaltis faring kontralateral. Lesi otak yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif, seperti gangguan konsentrasi dan atensi, juga mengganggu proses menelan. Pada stimulasi magnetik transkranial, didapatkan bahwa otot-otot menelan dipersarafi secara bilateral oleh korteks motorik, namun persarafan tersebut tidak simetris. Beberapa orang memiliki hemisfer yang lebih dominan yang mengatur proses menelan. Stroke yang mengenai hemisfer dominan tersebut menyebabkan kesulitan menelan. Penyembuhan kesulitan menelan tersebut berkaitan dengan perubahan pengaturan proses menelan, yaitu diambil alih (reorganisasi) oleh hemisfer yang kurang dominan.4 Stroke pada batang otak lebih jarang dijumpai, namun menyebabkan gangguan menelan yang lebih berat. Hal tersebut terutama disebabkan karena kerusakan pada batang otak menyebabkan perubahan sensasi dari mulut, lidah, dan pipi, serta gangguan koordinasi menelan yang terdiri dari proses menelan pada faring,elevasi laring, penutupan glotis, relaksasi krikofaringeal dan esophagus oleh karena terganggunya sistem persarafan vagus.4



21



4. Gejala klinis Penderita stroke dengan kesulitan menelan dapat mengalami salah satu dari gejala klinis berikut :4 a. Batuk dan tersedak ketika mencoba menelan makanan atau minuman b. Makanan lengket di dalam mulut atau kerongkongan c. Nyeri waktu menelan d. Liur menetes atau drooling e. Makanan maupun cairan tumpah ke hidung (nasal regurgitation) f. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan dan minuman g. Suara terdengar basah dan tersedak setelah makan atau minum h. Jika makanan masuk ke saluran nafas, dapat terjadi infeksi paru dengan keluhan kesulitan bernafas dan demam. 5. Tata Laksana Terapi bertujuan untuk menurunkan risiko aspirasi, memperbaiki kemampuan makan dan menelan, serta mengoptimalkan status gizi. Strategi terapi menurut agency for health care research and quality (AHRQ) antara lain sebagai beikut.4 a. Modifikasi diet : 1) Teknik ini digunakan jika pasien hanya mengalami aspirasi ketika menelan. Tes ini bertujuan untuk menilai konsistensi makanan yang dapat ditoleransi



22



2) Pada pasien stroke dengan kesulitan menelan yang berat dan kemungkinan mengalami kurang gizi atau dehidrasi, dapat digunakan NGT. Apabila pemasangan NGT akan ≥ 14 hari, perlu dilakukan



pemasangan



gastrotomi



endoskopi



perkutan



(percutaneous endoscopic gastrostomy/PEG), yang dimasukkan melalui kulit secara langsung. Risiko pemasangan PEG lebih kecil daripada pemasangan NGT, namun karena bersifat invasive, dapat terjadi infeksi lokal dan peritonitis. b. Terapi menelan meliputi : 1) Compensatory techniques : teknik ini mengajarkan pasien untuk mengubah posisi (postural maneuver) untuk mengimbangi kesulitan menelan. 2) Indirect swallow therapy : teknik ini mengajarkan pasien untuk menjalani latihan untuk memperkuat otot yang lemah untuk mengatasi kesulitan menelan. 3) Direct swallow therapy : teknik ini mengajarkan pasien untuk melakukan latihan proses menelan C. Konsep Shaker exercise dan Latihan Menelan Dengan Jelly Ada beberapa cara mengukur kemampuan menelan salah satunya menggunakan The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke (RAPIDS). Dalam RAPIDS ada beberapa hal yang harus diperhatikan, mulai dari kesadaran, suara nafas, komprehensi, bicara, motorik bibir, gerakan lidah, palatum, gag reflek, fonasi, batuk, mengunyah, oral, pharynk, dan toleransi



23



menelan. Saat skala RAPIDS yang di hasilkan antara 20-80 menandakan bahwa ada resiko aspirasi tinggi sehingga tidak disarankan untuk melakukan latihan menelan, jika hasil RAPIDS antara 81-100 menandakan adanya resiko aspirasi rendah sehingga diperbolehkan melakukan latihan menelan. Salah satu cara untuk menangani kesulitan menelan yaitu dengan cara latihan menelan. Latihan menelan ada dua pertama latihan menelan tidak langsung dan latihan menelan langsung, salah satu latihan menelan tidak langsung yang dapat meningkatkan fungsi menelan pada pasien stroke dengan kesulitan menelan adalah shaker exercise. Shaker exercise adalah suatu rehabilitasi yang bertujuan untuk memperkuat otot-otot suprahyoid di leher yang saat menelan meningkatkan gerakan ke atas dan ke depan dari tulang hyoid dan laring sehingga terjadi peningkatan pembukaan sfingter esophagus bagian atas dan akan memudahkan makanan untuk masuk kesaluran pencernaan bagian bawah.6 Metode latihan meliputi latihan isometrik dan isotonik. Untuk latihan isometrik, pasien diharuskan berbaring di tempat tidur dan mengangkat kepala tanpa mengangkat bahu, melihat ujung kaki mereka selama 60 detik dan kemudian menurunkan kepala mereka kembali ke tempat tidur untuk beristirahat selama 60 detik. Untuk latihan isotonic shaker, pasien diharuskan berbaring di tempat tidur dan mengangkat kepala dalam posisi yang sama dan melihat kaki mereka 30 kali berturut-turut.6 Latihan shaker exercise terdiri dari dua latihan.15 Terdapat gambar mengenai posisi pada lampiran.



24



1. Latihan Shaker (bagian 1) • Berbaring telentang di tempat tidur, ganjal kepala menggunakan bantal (pundak harus rata dengan permukaan) • Jaga agar pundak rata di atas tempat tidur, dan angkat kepala, bawa dagu ke dada (hingga dapat melihat jari-jari kaki). kepala diangkat selama 60 detik, lalu turunkan kepala Anda dan istirahatkan selama 60 detik. Ulangi langkah ini 3 kali. 2. Latihan Shaker (bagian 2) • Berbaring telentang di tempat tidur, ganjal kepala dengan menggunakan bantal (bahu harus rata dengan permukaan) • Jaga agar bahu tetap rata di tempat tidur, dan angkat kepala, bawa dagu ke dada. Kemudian segera turunkan kepala. Ulangi langkah ini 30 kali. Pada latihan menelan langsung dapat dilakukan dengan cara latihan menelan menggunakan jelly. Jelly merupakan makanan dengan tekstur semi padat dan lunak yang mengandung sedikit air dan dapat melepaskan air tersebut jika jelly dikunyah di mulut, dengan tekstur yang kenyal jelly dapat merangsang otot-otot oral dan faringeal pada saat mengunyah sehingga otot oral dan faringeal lebih aktif dalam melakukan pergerakan. Jelly juga memiliki berbagai jenis rasa yang dapat merangsang lidah pasien untuk lebih aktif bergerak karena adanya rangsangan dari rasa jelly tersebut dan dapat juga disesuaikan dengan selera pasien sehingga pasien tidak jenuh untuk melakukan latihan menelan dengan jelly.6 Di Jepang, ada sejarah panjang menggunakan jelly, pelatihan ini digunakan oleh pasien yang mengalami kesulitan menelan untuk melatih menelan yang aman dan efektif dalam pengobatan. Inisiatif Diet Disfagia Standardisasi Internasional (IDDSI)



25



selama bertahun-tahun menggunakan ide piramida dari cara Jepang untuk menggambarkan diet standar. Inisiatif Diet Disfagia Standardisasi Internasional (IDDSI) dibagi menjadi tiga yaitu : 1.



IDDSI level 1 Dysphagia-Pureed yang bersifat homogen, sangat kohesif, seperti puding/jelly dan membutuhkan sedikit kemampuan mengunyah.



2. IDDSI level 2 Disfagia-Mekanis yang bersifat kohesif, lembab, tekstur makanan setengah padat dan perlu dikunyah. 3. IDDSI



level



3



Disfagia-Advanced



yaitu



makanan



lunak



yang



membutuhkan lebih banyak kemampuan mengunyah. Pada pelatihan ini menggunakan IDDSI level 1 yaitu jelly yang lebih sedikit



menggunakan



kemampuan



mengunyah.



Jelly



pada



pelatihan



kemampuan menelan tidak mudah larut sehingga lebih aman daripada bahan makanan transisi lainnya yang dapat berubah secara drastis. Dalam piramida makanan yang dimodifikasi dari masyarakat Jepang Stroke Dysphagia Rehabilitasi (JSDR), jelly terletak sebagai makanan termudah untuk memulai latihan menelan sebelum fase puree (lunak).16 Tekstur jelly licin dan tidak menempel di lidah ketika seseorang dengan kesulitan menelan memiliki kemampuan terbatas untuk mendorong bolus makanan di posterior. Jelly untuk pelatihan kesulitan menelan mudah dibentuk menjadi bolus dan tidak terpisah menjadi cairan plus padatan (misalnya, Konsistensi campuran yang lebih berbahaya) sebelum tertelan. Penelitian menunjukkan bahwa jelly saat digunakan dalam pelatihan



26



menyebabkan aspirasi lebih sedikit daripada cairan kental (misalnya, Cairan agak tebal / nektar tebal atau agak tebal cair / madu atau IDDSI level 2 dan 3). Selain sifat-sifat tekstur ini, jelly Pelatihan kesulitan menelan Jepang secara khusus dipotong menjadi ukuran yang memfasilitasi menelan sambil menghindari risiko tersedak (1 x 15 mm).16 Terdapat gambar ukuran jelly pada lampiran. D. Hasil Penelitian terkait Shaker Exercise dan Latihan Menelan dengan Jelly Pada tahun 2017 telah dilakukan penelitian pengaruh shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke oleh Yusrial Tarihoran menunjukkan hasil bahwa rata-rata kemampuan menelan sebelum diberikan intervensi yaitu 85,38 dengan standart devisi 3,118 dan kemampuan menelan setelah diberikan intervensi 92,50 dengan standart deviasi 4,107. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan yang bermakna (p=0,000). Hasil analisis diatas menunjukkan adanya perbedan kemampuan menelan sebelum dan setelah diberikan intervensi. Shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly ini dikombinasikan agar masalah kesulitan menelan orofaring dan esophagus bisa teratasi sekaligus.6 Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudberg tahun 2015, “Shaker exercise Rehabilitation in Head and Neck Cancer and Stroke Patients with Dysphagia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek shaker exercise pada pasien kanker leher dan stroke dengan kesulitan menelan dilakukan kepada 10 pasien dimana 6 pasien mengalami kanker leher



27



dan 4 pasien stroke, dengan menggunakan metode prospective pilot studi dan pengukuran pre dan post shaker exercise. Hasilnya menunjukkan 9 dari 10 pasien terdapat kemampuan menelan pada kedua kelompok.6 Shaker exercise dapat memperkuat otot-otot suprahyoid di leher yang saat menelan meningkatkan gerakan ke atas dan ke depan dari tulang hyoid dan laring sehingga terjadi peningkatan pembukaan sfingter esophagus bagian atas dan akan memudahkan makanan untuk masuk kesaluran pencernaan bagian bawah.6 Sehingga dapat meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke dengan kesulitan menelan. Jelly ketika dikunyah di mulut, dengan tekstur yang kenyal jelly dapat merangsang otot-otot oral dan faringeal pada saat mengunyah sehingga otot oral dan faringeal lebih aktif dalam melakukan pergerakan sehingga dapat melatih rangsang lidah supaya lebih aktif saat ada makanan.



BAB III METODE PENELITIAN



A. Rancangan Studi Kasus Jenis penelitian ini adalah diskriptif dengan metode studi kasus.studi kasus adalah suatu rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi.17 Studi kasus bertujuan untuk menganalisis kemampuan menelan pada pasien stroke dengan kesulitan menelan setelah diberikan terapi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly. B. Subjek studi kasus Subjek dalam penelitian ini adalah pasien stroke dengan kriteria inklusi : 1. Bersedia menjadi responden 2. Pasien stroke fase rehabilitasi 3. Skala RAPIDS 81-90 (aspirasi rendah) 4. Kesadaran komposmentis, kooperatif serta tanda-tanda vital pasien stabil. Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah : 1. Pasien stroke dengan kesadaran menurun dan perburukan kondisi (gawat) 2. Pasien stroke dengan komplikasi lain yang menjadi penyulit dalam pemberian intervensi. C. Fokus studi kasus Fokus studi dalam penelitian ini adalah penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly pada pasien stroke dengan kesulitan menelan.



28



29



D. Definisi operasional studi kasus 1. Shaker exercise adalah terapi menelan yang digunakan untuk pasien stroke dan bertujuan untuk melatih kemampuan menelan pasien stroke dengan kesulitan menelan yang dilakukan dengan cara berbaring dalam posisi terlentang dan mengangkat kepalanya sampai melihat jari-jari kaki untuk memfasilitasi peningkatan pembukaan sfingter esofagus atas melalui peningkatan hyoid dan laring anterior dan superior, terapi tersebut menggunakan alat yaitu bantal untuk mengganjal kepala, latihan dimulai dengan latihan isometrik yang dilakukan sebanyak 3 kali dan dilanjutkan dengan latihan isotonik sebanyak 30 kali, dilakukan sehari 3 kali selama 6 hari berturut-turut. 2. Latihan menelan dengan jelly yang memiliki tekstur lunak dan licin untuk membantu dalam proses latihan menelan, Jelly dikunyah supaya dapat merangsang otot-otot oral dan faringeal, terapi tersebut menggunakan beberapa alat yaitu : 50 ml air putih dalam gelas, 1 cup jelly berisi 200 ml yang siap makan, sendok kecil & tissue atau lap makan, senter, satu set alat oral care dan cairan NaCl 0,9%, handscoon, dan busur terapi diberikan selama 3 kali sehari selama 6 hari berturut turut. 3. Kesulitan menelan adalah kelemahan pada otot-otot menelan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan saat menelan atau bahkan sampai aspirasi yang dapat diukur dengan menggunakan lembar RAPIDS sebelum diberikan intervensi di hari pertama dan setelah diberikan intervensi dihari keenam.



30



E. Instrument studi kasus Instrument dalam karya tulis ilmiah ini menggunakan lembar observasi dengan status fungsi menelan The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke/RAPIDS untuk mengukur kemampuan menelan pada pasien stroke dengan kesulitan menelan dan lembar observasi pasien. F. Metode pengumpulan data 1. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi terhadap kemampuan menelan pasien yang mengalami stroke dengan kesulitan menelan, sebelum dan sesudah diberikan terapi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly. 2. Langkah pengumpulan data a. Mengurus perjanjian dengan institusi terkait yaitu RS untuk melakukan studi kasus b. Melakukan seleksi calon studi kasus berdasarkan kriteria inklusi melalui observasi langsung ataupun catatan rekam medik berupa diagnosa pasien, usia, jenis kelamin, letak stroke dan jenis stroke di register ruang stroke. c. Menjelaskan maksud, tujuan , dan waktu penelitian pada kepala ruang atau perawat penanggung jawab ditempat penelitian dan meminta persetujuan untuk melibatkan Subjek studi kasus.



31



d. Meminta keluarga untuk menandatangani lembar informed consent sebagai bukti persetujuan studi kasus. e. Melakukan pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital, melakukan penilaian terkait status fungsi menelan pasien dengan format RAPIDS dihari pertama sebelum diberikan intervensi. f. Memberikan intervensi sebagai berikut : pasien diberi intervensi shaker exercise, setelah 5 menit diberikan terapi shaker exercise lanjutkan dengan terapi latihan menelan dengan jelly, kedua terapi tersebut dilakukan sebanyak 3 kali sehari sebelum makan selama 6 hari. g. Mengukur kembali kemampuan menelan dengan instrument RAPIDS dihari keenam setelah diberikan intervensi. h. Melakukan pengolahan data i. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil studi kasus dalam bentuk table dan narasi. G. Lokasi dan waktu studi kasus Studi kasus dilakukan di salah satu rumah sakit di Semarang pada 09-21 Maret 2020. H. Anilisis data dan penyajian data Pengolahan data dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu pengolahan data dengan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk table atau grafik. Anilisis deskriptif berfungsi untuk



32



meringkas,



dan



menyajikan



data.



Penilaian



kemampuan



menelan



menggunakan kategori sebagai berikut: 1. 20-80 :Resiko aspirasi tinggi 2. 81-100 : Resiko aspirasi rendah I. Etika studi kasus Masalah etika studi kasus keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, sehingga etika studi kasus harus diperhatikan. Menurut Macnee 2004 pertimbangan etika dalam studi kasus dilakukan dengan prinsip-prinsip The Five Right of Human Subjects in Research.18 1. Hak Autonomy Hak untuk membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik yang dimiliki oleh pasien serta tidak dalam studi kasus atau mengundurkan diri dari studi kasus. 2. Hak Privacy dan Dignity Pasien mempunyai hak untuk dihargai tentang hal-hal yang dilakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka serta kapan dan bagaimana hal-hal tentang merek yang dibagi dengan orang lain. 3. Hak anonymity dan confidentiality Semua informasi yang di dapat dari pasien harus dijaga kerahasiaannya sehingga orang lain tidak bisa langsung dikaitkan dengan pasien tentang keterlibatannya di studi kasus. Studi kasus harus menyimpan dokumentasi dari hasil pengumpulan data seperti lembar persetujuan, biodata, kaset rekaman, transkip wawancara yang hanya bisa



33



diakses oleh studi kasus dan studi kasus menguraikan data tanpa identitas pasien. 4. Hak terhadap penanganan yang adil Studi kasus memberi hak individu yang sama untuk terlibat atau dipilih di dalam studi kasus tanpa diskriminasi dan diberi penanganan dengan cara menghormati seluruh persetujuan yang disetujui dan untuk penanganan masalah yang muncul selama studi kasus. 5. Hak untuk mendapatakan perlindunga Studi kasus harus melindungi pasien dari ketidaknyamanan, kerugian, exploitasi dan studi kasus serta memaksimalkan manfaat studi kasus.



34



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



Pada bab ini peniliti akan menjelaskan tentang studi kasus dengan pembahasannya. Hal yang akan dibahas meliputi uraian data umum dan data khusus disertai dengan analisa tentang perubahan kemampuan menelan sebelum dan sesudah penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke di ruang Soka RSUD Sunan Kalijaga yang dilakukan pada tanggal 9 Maret – 21 Maret 2019. Seluruh pengumpulan data dan pelaksanaan intervensi dilakukan langsung oleh peneliti. Tujuan umum studi kasus ini yaitu meningkatkan kemampuan menelan pada pasien stroke dengan gangguan menelan setelah dilakukan intervensi shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly. Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut maka pembahasan hasil studi kasus difokuskan pada shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly dan kemampuan menelan disajikan sebagai berikut: A. Hasil Studi Kasus 1. Gambaran Lokasi Studi Kasus Studi kasus ini dilakukan di RSUD Sunan Kalijaga adalah rumah sakit tipe C. Rumah sakit ini terletak di jalan sultan fatah nomor 669/50 Demak. RSUD Sunan Kalijaga didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1938 dengan nama awal Rumah Sakit Umum Demak. Pada tahun 1949 berubah status menjadi Rumah Sakit Umum Pemerintah Tingkat II dengan tipe D, pada tanggal 26 februari 1993 meningkat statusnya menjadi rumah



35



sakit tipe C. Pada tahun 1997 Rumah Sakit Umum Kabupaten Demak berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Karya Husada. Pada tanggal 28 april 2008 diganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. Fasilitas yang tersedia di RSUD Sunan Kalijaga Demak ini antara lain Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi Radiologi, Instalasi Laboratorium dan Unit Bank Darah, Instalasi Rehabilitasi Medic, Instalansi Rawat Inap, Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam, Poliklinik Spesialis Bedah, Poliklinik Spesialis Syaraf, Poliklinik Spesialis THT, Poliklinik Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin, Poliklinik Spesialis Rehabilitasi Medic, dan Poliklinik Orthopedi. Pada studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Saraf yaitu Ruang Soka. Ruang Soka mempunyai kapasitas 24 tempat tidur pasien yang terdiri dari 4 tempat tidur kelas I, 6 tempat tidur kelas II, 10 tempat tidur kelas III. Di ruang oka terdapat 19 pasien, yang terdiri dari 12 pasien stroke non hemoragic, 3 pasien stroke hemoragic, 3 pasien vertigo,dan 1 pasien DHF. 2. Gambaran Subjek Studi Kasus Studi kasus ini dilakukan di Ruang Soka dengan pemilihan 2 subjek di Ruang Soka. Kedua subjek tersebut telah ditetapkan sesuai dengan kriteria yang dibuat penulis. Subjek I Subjek I bernama Tn.S, umur 60 tahun, subjek I beragama islam, pendidikan terakhir SMA, bersuku jawa, dan bekerja. Subjek I datang ke IGD tanggal 08 maret 2020 pukul 23.39 WIB dengan keluhan tiba – tiba



36



lemes, sulit bicara. Aktifitas sehari-hari diruang perawatan hanya berbaring ditempat tidur, aktifitasnya dibantu oleh keluarga dan perawat. Subjek I saat dilakukan pengkajian TD: 160/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 20x/ menit, suhu: 38 derajat celcius dan untuk kemampuan menelan mengalami kesulitan menelan (disfagia) dengan nilai skore 81(resiko aspirasi rendah) skore diukur mulai dari kesadaran,suara nafas, komprehensi, bicara, motorik bibir, gerakan lidah, palatum, gag reflek, fonasi, batuk, mengunyah, oral, pharynk, dan toleransi menelan. Subjek II Subjek II bernama Ny.S, umur 72 tahun, subjek II beragama islam, pendidikan terakhir SD, alamat pengkol jatimulyo. Ny.S masuk IGD pada tanggal 09 Maret 2020 pukul 18.00 WIB. Ny.S dibawa ke rumah sakit karena jatuh di rumah dan setelah jatuh Ny.S susah berbicara, wajah merot dan badan sebelah kanan lemas saat digerakan dan susah untuk menelan, TD:170/90, RR:22, HR:114x/menit, suhu 37,2 derajat celcius. Saat dilakukan pengkajian subjek mengatakan merasa sulit saat akan menelan dan susah menguyah karena lidah susah untuk di gerakkan dan untuk kemampuan menelan mengalami kesulitan menelan (disfagia) dengan nilai skore 82(resiko aspirasi rendah) skore diukur mulai dari kesadaran,suara nafas, komprehensi, bicara, motorik bibir, gerakan lidah, palatum, gag reflek, fonasi, batuk, mengunyah, oral, pharynk, dan toleransi menelan.



37



3. Penerapan Fokus Studi Kasus a. Hasil pengkajian awal tentang kemampuan menelan Subjek Berdasarkan tahapan proses keperawatan maka langkah pertama yang harus dilakukan pada kedua Subjek adalah pengkajian. Studi kasus ini berfokus pada kemampuan menelan yang dialami oleh kedua Subjek sebelum diberikan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly dengan menggunakan skala The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke (RAPIDS). Berdasarkan hasil studi, dapat diketahui bahwa saat pengkajian awal terhadap kemampuan menelan Subjek I dan Subjek II dapat dilihat seperti pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Awal Kemamuan Menelan Pada Kedua Subjek Sebelum Dilakukan Intervensi Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly



Subjek



Skore



Kategori



Subjek I



81



Resiko aspirasi ringan



Subjek II



82



Resiko aspirasi ringan



38



Selanjutnya untuk mempertegas kemampuan menelan yang dialami oleh kedua Subjek, sebelum dilakukan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly dapat digambarkan pada diagram 4.1 90 80 70 60 50



Subjek I Subjek II



40 30 20 10 0



Subjek I



Subjek II



Diagram 4.1 Hasil Pengkajian Awal Kemampuan Menelan Pada Kedua Subjek Sebelum Dilakukan Intervensi Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly Berdasarkan tabel 4.1 dan diagram 4.1 diketahui bahwa kemampuan oleh subjek I mengalami resiko aspirasi rendah (skore 81), sedangkan subjek II mengalami resiko aspirasi rendah (skore 82). Hasil study kasus observasi diketahui bahwa pada kedua subjek mengalami salah satu tanda kesulitan menelan (Disfagia) yaitu sulit menggerakkan lidah, sehingga makanan sulit sampai ke orofaring. Setelah melakukan pengkajian awal kemampuan menelan pada kedua



39



subjek, selanjutnya kedua subjek dilakukan intervensi keperawatan shaker exercise dan latihan menelan dengan menggunakan jelly. b.



Hasil Evaluasi Peningkatan Kemampuan Menelan Subjek Sesudah Dilakukan Intervensi Keperawatan Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly



Berdasarkan hasil studi kasus, bahwa sesudah dilakukan intervensi keperawatan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly sebelum makan diperoleh hasil bahwa ada peningkatan kemampuan menelan. Pada subjek I dilakukan intervensi pada jam 06.00 WIB, subjek II jam 06.20 WIB. Hasil evaluasi kemampuan menelan pada subjek I sebelum dan sesudah diberikan intervensi shaker exercise dan latihan menelan dengan menggunakan jelly hasil kemapuan menelan dapat dilihat pada diagram 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Pengkajian Kemampuan Menelan Pada Kedua Subjek Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly Subjek



Skore hari ke-I



Kategori



Skore hai ke-IV



Kategori



Subjek I



81



Resiko aspirasi



86



Resiko aspirasi



rendah Subjek II



86



Resiko aspirasi rendah



rendah 91



Resiko aspirasi rendah



40



Selanjutnya untuk mempertegas kemampuan menelan yang dialami oleh kedua Subjek, sebelum dan sesudah dilakukan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly dapat digambarkan pada diagram 4.2 100 90 80 70 60 Sebelum Sesudah



50 40 30 20 10 0



Subjek I



Subjek II



Diagram 4.2 Hasil Evaluasi Peningkatan Kemampuan Menelan Pada Kedua Subjek Setelah Dilakukan Intervensi Shaker Exercise Dan Latihan Menelan Dengan Jelly Pada diagram 4.2 diketahui bahwa kemampuan menelan pada subjek I sebelum dan sesudah diberikan intervensi menunjukkan adanya peningkatan dari skore 81 (resiko aspirasi sedang) meningkat menjadi skore 86 ( resiko aspirasi rendah). Kemampuan menelan pada subjek II juga mengalami peningkatan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dari skore 82 (resiko aspirasi rendah) menjadi 91 (resiko aspirasi rendah).



41



B. Pembahasan Berdasarkan studi kasus penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke dengan cara mengganjal kepala subjek dengan bantal kemudian melatih subjek melakukan latihan isometrik dan latihan isotonik Istirahatkan subjek I dan II selama 5 menit, kemudian dilanjut dengan pemberian jelly. Sebelum memberikan jelly atur posisi subjek 70-90 derajat, ganjal dengan bantal sisi tubuh yang lemah, bersihkan mulut dngan kassa dan air putih matang. Anjurkan subjek untuk membuka dan menutup mulut sebagai persipan manipulasi makanan. Anjurkan subjek melakukan gerakan lidah julutkan lidah, sentuhan bibir atas, bibir bawah, dan bibir samping kanan kiri. Dengan mulut tertutup, sentuh pipi kanan dan kiri dengan lidah. Pindah sini Didapatkan hasil kemampuan menelan pada subjek I dan subjek II yang berada di ruang soka setelah diberikan shaker exercise dan latihan menelan dengan menggunakan jelly diperoleh hasil adanya peningkatan kemampuan menelan pada masing-masing subjek dimana setelah dilakukan intervensi kedua subjek sama-sama mengalami peningkatan kemampuan menelan, subjek I mengalami peningkatan kemampuan menelan dari skore 81 (resiko aspirasi rendah) menjadi 86 (resiko aspirasi rendah). Sedangkan subjek II mengalami peningkatan kemampuan menelan dari skore 82 (resiko aspirasi rendah) menjadi skore 91 (resiko aspirasi rendah).



42



Kesulitan menelan disebabkan oleh kerusakan saraf yang mengendalikan gerakan otot menelan. Subjek dengan gangguan menelan dapat mengalami aspirasi akibat masuknya makanan atau minuman ke saluran pernafasan.1 Apabila kesulitan menelan tidak ditangani segera akan mengakibatkan penurunan kesadaran, dehidrasi dan malnutrisi. Dalam penatalaksanaan subjek dengan kesulitan menelan diperlukan pengkajian, observasi, serta latihan menelan secara dini agar otot-otot menelan dapat bekerja secara maksimal. 6 Shaker exercise dapat dilakukan untuk memperkuat otot-otot suprahyoid di leher yang saat menelan meningkatkan gerakan ke atas dan ke depan dari tulang hyoid dan laring sehingga terjadi peningkatan pembukaan sfingter esophagus bagian atas dan akan memudahkan makanan untuk masuk kesaluran pencernaan bagian bawah.6 Latihan menelan dengan jelly yang memiliki tekstur kenyal dapat merangsang otot-otot oral dan faringeal pada saat mengunyah sehingga otot oral dan faringeal lebih aktif dalam melakukan pergerakan. Jelly juga memiliki berbagai jenis rasa yang dapat merangsang lidah pasien untuk lebih aktif bergerak karena adanya rangsangan dari rasa jelly tersebut Hal ini ditunjukkan subjek I dan II menunjukkan kemampuan menjulurkan lidah, sentuhan bibir atas dan bawah, sentuhan bibir kanan dan kiri, meyentuh pipi kanan dan kiri menggunakan lidah dengan mulut tertutup, hal ini menjadi sebab kemampuan menelan meningkat. Pindah sini Faktor yang mempengaruhi stroke dengan kesulitan menelan yaitu factor jenis kelamin, lokasi stroke, dan jenis stroke. Subjek I berjenis kelamin laki-



43



laki sedangkan subjek II berjenis kelamin perempuan, keduanya diberikan inervensi yang sama tetapi terjadi peningkatan kemampuan menelan yang berbeda karena jenis kelamin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan menelan. Pada subjek I mengalami peningkatan menelan lebih sedikit daripada subjek II dikarenakan subjek I berjenis kelamin laki-laki sedangkan subjek II berjenis kelamin perempuan dimana jenis kelamin lakilaki lebih sulit mengalami peningkatan kemampuan menelan dibanding jenis kelamin perempuan. Factor yg lain jenis stroke dan lokasi stroke mana pembahasannya??? Hasil dari studi kasus shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly efektif untuk meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke dengan kesulitan menelan. Studi kasus ini sesuai dengan penelitian Yusrial Tarihoran, Agung Waluyo, Giri Widagdo (2017) sebelum dan sesudah dilakukan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap psien stroke dengan kesulitan menelan, menunjukkan hasil bahwa distribusi rata-rata kemampuan menelan sebelum diberikan intervensi yaitu 85,38 dengan standart deviasi 3,118. Nilai terendah skala RAPIDS yaitu 81 dan nilai tertinggi 90 dari hasil analisis disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kemampuan menelan sebelum intervensi di antara 84,06 sampai dengan 86,69. Dan rata-rata kemampuan menelan setelah diberikan intervensi yaitu 92,50 dengan standart deviasi 4,107. Nilai terendah skala RAPIDS yaitu 83 dan nilai tertinggi 98 dari hasil analisis disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kemampuan menelan setelah intervensi di antara 90,07 sampai dengan 94,23.



44



Yang dibahas adalah hasil2 yang dievaluasi dari nilai rapid setelah diberikan terapi terjadi perubahan yg bgmn??? C. Keterbatasan Dalam studi kasus ni penulis menemui hambatan sehingga menjadi keterbatasan dalam penyusunan studi kasus yaitu terapi yang dilakukan melalui terlalu banyak tahapan dan waktu yang lama, sehingga dapat dimungkinkan terapi tidak hanya dilakukan di rumah sakit saja dapat dilakukan di rumah.



45



BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 2 subjek studi kasus pada pasien stroke yang dirawat di ruang soka RSUD Sunan Kalijaga Demak dengan menggunakan lembar pengkajian kemampuan menelan RAPIDS diperoleh perubahan skore kemampuan menelan pada subjek I sebelum dilakukan intervensi dengan skore 81 (resiko aspirasi rendah) mengalami peningkatan skore kemampuan menelan menjadi 86 (resiko aspirasi rendah). Sedangkan pada subjek II sebelum dilakukan terapi dengan skore 82 (resiko aspirasi rendah) mengalami peningkatan kemampuan menelan menjadi lebih baik yaitu 91 (resiko aspirasi rendah), hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan menelan. Maka terdapat efektivitas penerapan shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly pada pasien stroke dengan kesulitan menelan. B. Saran



46



Setelah menyimpulkan hasil penelitian, maka penulis akan memberikan beberapa saran diantaranya : 1. Masyarakat Pemberian shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly perlu dilakukan oleh keluarga yang memiliki anggot keluarga dengan stroke karena dapat mencegah terjadinya luka tekan. 2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai SOP tambahan untuk meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke dengan kesulitan menelan.



47



DAFTAR PUSTAKA



1. Kusuma Dharma, Kelana. Pemberdayaan keluarga untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien paska stroke. Yogyakarta. CV BUDI UTAMA. 2018. 2. American stroke Association. 2013 3. Emelia J. Benjamin, MD, ScM, FAHA, ChairPaul Muntner, PhD, MHS, FAHA, Vice ChairAlvaro Alonso, MD, PhD, FAHA, dkk. Heart Disease and Stroke Statistics— 2019 Update [diunduh 28 Januari 2020]. Tersedia dari: https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/CIR.0000000000000659. 4. Kemenkes RI. Hasil utama riskesdas. 2018 5. Rasyid, Al, Misbach, Jusuf & Harris, salim. Stroke komplikasi medis dan tatalaksana. Jakarta. Badan penerbit FKUI. 2015 6. Tarihoran,Yusrial, Waluyo, Agung & Widagdo, Giri. Pengaruh shaker exercise dan latihan menelan dengan jelly terhadap kemampuan menelan pada pasien stroke dengan disfagia di RSUD kota Bekasi. 2017



48



7. Dejong, Julie. M.Cl.Sc SLPCandidate. Is the Shaker exerciseeffective in rehabilitating swallowing function in individuals with dysphagia due to upper esophageal dysfunction?. [diunduh 28 Januari 2020]. Tersedia dari: https://www.uwo.ca/fhs/lwm/teaching/EBP/2015_16/DeJong.pdf 8. Elizabeth, A. Dysphagia Treatment & Management. 2018 [diunduh 28 januari 2020].



Tersedia



dari:



https://emedicine.medscape.com/article/2212409-



treatment#d14.



9. American speech – language - hearing association. Adult dysphagia. [diunduh 28



januari



2020].



Tersedia



dari



:



https://www.asha.org/PRPSpecificTOpic.aspx? folderid=8589942550§ion=Treatment. 10. Amy speech & language therapy, inc. Dysphagia Diet. [diunduh 28 januari 2020]. Tersedia dari: https://www.amyspeechlanguagetherapy.com/dysphagiadiets.html. 11. S, Wiwit. Stroke & penangannya : memahami, mencegah, & mengobati stroke. Jogjakarta. Katahati. 2017 12. April Ariani, Tutu. Sistem neurobihaviour. Jakarta. Salemba Medika. 2012 13. Umami, vidhia. Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2009 14. Mulyanto, Joko, hendra setiyawan, nurhuda, dkk. Keperawatan medical bedah:Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Singapore. Elsevier. 2014



49



15. Information for Head and NeckRadiotherapy and Chemoradiotherapy Patients. Rehabilitative Swallowing Exercises. [diunduh 28 Januari 2020]. Tersedia dari:



https://www.southtees.nhs.uk/content/uploads/MICB5694-Swallowing-



Exercises-Radiotherapy.pdf. 16. SwallowstudySLP. Jelly & Jell-O Surprise: What’s Up With Jell-O, Jelly Cups, Dysphagia Training Jelly. 2018. [diunduh 28 Januari 2020]. Tersedia dari:https://iddsi.org/wp-content/uploads/2016/10/FAQs_IDDSI_FOOD_jellyJapanese-dysphagia-training-jelly_10-October_final.pdf 17. Prof.Dr.Suryana,M.Si. Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualititatif. Buku Ajar Perkuliahan. Universitas Indonesia; 2010. 18. Tim Dosen Akper Kesdam IV/Diponegoro. Pedoman penulisan karya tulis ilmiah. Semarang. Akper Kesdam IV/Diponegoro. 2019. 19. Pazos, Laura. SLP- Dysphagia. [diunduh 28 Januari 2020]. Tersedia dari: https://www.google.com/url? sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=2ahUKEwj_unZiannAhX1_XMBHVhCCaQQjRx6BAgBEAQ&url=https%3A%2F %2Fwww.pinterest.com%2Flmpazos%2Fslp-dysphagia %2F&psig=AOvVaw3szrno61E1qAxvpBjWhlQQ&ust=1580396446293950



50



Lampiran 1



KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG DIPLOMA III KEPERAWATAN



LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH



NAMA MAHASISWA



: Atika Febri Damayanti



JUDUL KTI



: Penerapan Shaker exercise dan Latihan Menelan Dengan Jelly Terhadap Kemampuan Menelan Pada Pasien Stroke



NIM



: 20101440117014



NAMA PEMBIMBING



: Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep



NO



TANGGAL



REKOMENDASI PEMBIMBING



PARAF PEMBIMBING



Lampiran 2



PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN 51



(PSP) 1.



Kami adalah Peneliti berasal dari institusi/jurusan/program studi DIII Keperawatan Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Shaker exercise dan Latihan Menelan Dengan Jelly Terhadap Kemampuan Menelan Pada Pasien Stroke”.



2.



Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah Menggambarkan penerapan terapi shaker exercise dan jelly dalam latihan menelan pada pasien stroke yang memberikan manfaat berupa meningkatkan kemampuan menelan pada pasien stroke dengan kesulitan menelan. Penelitian ini akan berlangsung selama 6 hari dimulai dari tanggal 09 Maret - 21 Maret 2020.



3.



Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 1520 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan/pelayanan keperawatan.



4.



Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/tindakan yang diberikan.



5.



Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang anda sampaikan akan tetap dirahasiakan.



6.



Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan penelitian ini, silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp: 085726322824



52



Peneliti



Atika Febri Damayanti



Lampiran 3



INFORMED CONCENT (Persetujuan Menjadi Partisipan)



53



Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Atika Febri Damayanti dengan judul “Penerapan Shaker exercise dan Latihan Menelan Dengan Jelly Terhadap Kemampuan Menelan Pada Pasien Stroke” Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.



Demak, Maret 2020 Saksi



Yang memberikan persetujuan



Demak, Maret 2020 Peneliti



Atika Febri Damayanti NIM 20101440117014



54



Lampiran 4



GAMBAR GERAKAN SHAKER EXERCISE DAN LATIHAN MENELAN DENGAN JELLY



Gambar 2.1 Latihan Shaker exercise



55



Gambar 2.2 Ukuran Jelly



Lampiran 5



STATUS MENELAN PARRAMATA HOSPITAL DYSPHAGIA ASSESSMENT (MODIFIKASI DARI THE ROYAL ADELAIDE PROGNOSTIC INDEX FOR DYSPHAGIC STROKE/ RAPIDS) (Broadley, Cheek, Salonikis, et al,2004 : Mulyatsih, 2009)



1. No Responden



:



2. Tanggal Pengkajian



:



a. Hari I b. Hari VI 3. Total Skore



:



56



1



Kesadaran



2



5



6



8



10



Tidak



Sukar



Somnolen



Apatis



Sadar



berespon



bangun



(tidur



tpi



penuh



mudah dibangunkan ) 2



3



4



Suar nafas



2



4



6



8



10



Slim banyak



Ronchi



Ronchi



Ronchi



Bersih



sedang



ringan



Komprehen



1



2



3



4



5



si



Respon



Mengikuti



Mengikuti



Kadang-



normal



minimal/tida



pembeciraa



suatu



kadang bisa



k ada respon



n



perintah



1



2



3



4



5



Membentuk



Disartria



Normal



3



4



5



Tidak



Sedikit tidak Normal



tidak



simetris/



simetris



simetris/



gerakan-



sulit



gerakan



Bicara



Tidak suara



ada Beberapa kata saja



kalimat tidak sesuai



5



Motorik



1



bibir



Tidak gerakan



2 ada Sangat



57



6



Gerakan



2



lidah



Tidak



digerakkan



terganggu



4



6



8



10



ROM



Gangguan



Normal



terbatas



ROM



3



4



5



Asimetris



Asimetris



Normal



ada ROM



gerakan



sangat terbatas



7



Palatum



1 Tidak



8



Gag reflek



Fonasi



berat



sedang



ringan



1



2



3



4



Batuk



0



bisa Reflek satu Reflek



Reflek



5 gag Normal



dikaji



sisi hilang



menurun



tak simetris



1



2



3



4



5



Serak ringan



Normal



8



10



Tidak



1



ada Asimetris



gerakan



Tidak



9



2



ada/



Seperti Serak



suara



suara



minimal



berkumur



2



4



6



Tidak ada



Reflek



Reflek batuk Sering batuk



batuk



agak lemah



Normal



sangat lemah 1 1



Mengunyah



1



2



3



4



Tidak bisa



Minimal



Kurang



Ada



mampu



makanan di



58



5 sisa Normal



membentuk



mulut



bolus 1



Oral



2



2



Tak gerakan



4



6



8



10



Sangat



Lambat



Normal



tidak



lambat



memindahka



terorganisa



memindahka



n



si



n



ada Sangat



makanan



makanan (1-5 detik)



(>5 detik) 1



Pharynk



2



3



Tidak gerakan



4



6



ada Sangat



8



10



Lambat (3-5 Agak lambat Normal



lambat (>5 detik)



(1-2 detik)



detik) 1



Toleransi



1



2



3



4



5



4



menelan



Tidak



Toleran



Makanan



Makanan



Semua



toleran



makanan



kental



kental



cair



dan lunak cair



dan jenis makana n



Total (



)



20 – 80



: Resiko aspirasi tinggi



81 – 100



: Resiko aspirasi rendah



59



Lampiran 6



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LATIHAN MENELAN atau SWALLOWING THERAPY



JUDUL



STANDAR



OPERASIONAL PROSEDUR MENELAN



60



LATIHAN



AKPER



KESDAM



IV/DIPONEGORO SEMARANG 1.



PENGERTIAN



Latihan



menelan dilakukan



agar dapat melatih otot-otot menelan



sehingga



berfungsi



bisa kembali



sebagaimana mestinya 2.



TUJUAN



1. Untuk



mengetahui



kemampuan menelan 2. Mengembalikan kemampuan menelan 3



INDIKASI



1. Pasien yang mengalami gangguan dalam proses menelan



4



KONTRAINDIKASI



-



5



PETUGAS



Perawat



6



ALAT DAN BAHAN



1. 50 ml air putih dalam gelas 2. 1 cup jelly berisi 200 ml yang siap makan



61



3. Sendok kecil & tissue atau lap makan 4. Senter 5. Satu set alat oral care dan cairan NaCl 0,9% 6. Handscoon 7. Busur 7



PROSEDUR



TAHAP



1. Lakukan verifikasi data



PELAKSANAAN



PRAINTERAKSI 2. Cuci tangan 3. Menempatkan



alat



didekat pasien TAHAP ORIENTASI



1. Beri



salam



kepada



pasien 2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan 3. Berikan



kesempatan



pasien untuk bertanya dan



jawab



seluruh



pertanyaan pasien 4. Kontrak waktu 5. Tanyakan



kesediaan



pasien TAHAP KERJA



62



1. Kolaborasi



dengan



anggota tim kesehatan lain 2. Kaji



kemampuan



mengunyah dan menelan sesuai format skrining kesulitan menelan 3. Mencuci tangan 4. Tutup tirai 5. Gunakan



handscone



bersih 6. Atur posisi duduk tegak 70-90



derajat,



kepala



agak ditekuk kedepan 7. Ganjal dengan bantal sisi tubuh yang lemah 8. Bersihkan mulut dengan kasa



dan



air



putih



matang 9. Instruksikan untuk



pasien



membuka



dan



menutup mulut sebagai persiapan makanan



63



manipulasi



10. Anjurkan pasien untuk melakukan gerakan lidah seperti berikut : julurkan lidah,



sentuhan



bibir



atas, bibir bawah, dan bibir samping kanan dan kiri.



Dengan



tertutup,



mulut



sentuh



pipi



kanan dan kiri dengan lidah. 11. Anjurkan



pasien



memutar posisi kepala kearah sisi tubuh yang lemah saat menelan. TAHAP TERMINASI



1. Melakukan tindakan 2. Melakukan tindak lanjut



64



evaluasi



kontarak



Lampiran 7



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SHAKER EXERCISE



JUDUL



STANDAR



OPERASIONAL PROSEDUR AKPER KESDAM IV/DIPONEGORO



EXERCISE



SEMARANG



65



SHAKER



1.



PENGERTIAN



Shaker exercise dilakukan untuk



meberikan



latihan



isometric dan isotonic pada otot menelan 2.



TUJUAN



1. Untuk



melatih



otot



menelan 2. Mengembalikan kemampuan menelan 3



INDIKASI



Pasien



stroke



mengalami



yang kesulitan



menelan 4



KONTRAINDIKASI



-



5



PETUGAS



Perawat



6



ALAT DAN BAHAN



1.



Bantal



7



PROSEDUR



TAHAP



1.



Lakukan verifikasi data



PELAKSANAAN



PRAINTERAKS



2.



Cuci tangan



I



3.



Menempatkan



alat



didekat pasien TAHAP



1.



ORIENTASI



Beri



salam



kepada



pasien 2.



Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan



3.



66



Berikan



kesempatan



pasien untuk bertanya dan



jawab



seluruh



pertanyaan pasien 4.



Kontrak waktu



5.



Tanyakan



kesediaan



pasien TAHAP KERJA



1.



Kolaborasi



dengan



anggota tim kesehatan lain 2.



Jelaskan tujuan latihan shaker pada pasien dan keluarga



3.



Atur posisi pasien untuk melakukan



latihan



isometrik terlebih dahulu dengan



cara



pasien



diharuskan berbaring di tempat



tidur



ganjal



kepala dengan bantal dan anjurkan



pasien



mengangkat kepala tanpa mengangkat melihat



67



ujung



bahu, kaki



selama 60 detik dan kemudian



menurunkan



kepala



kembali



tempat



tidur



ke untuk



beristirahat selama 60 detik. 4.



Setelah



beristirahat



lakukan latihan isotonik dengan



cara



pasien



dianjurkan berbaring tidur,



untuk di



tempat



ganjal



kepala



dengan



bantal



dan



anjurkan pasien untuk mengangkat kepala di postur yang sama seperti latihan yang pertama dan melihat



ujung



kaki



30



kali



sebanyak berturut-turut.



TAHAP TERMINASI



68



3. Melakukan tindakan



evaluasi



4. Melakukan



kontrak



tindak lanjut



Lampiran 8



LEMBAR OBSERVASI STATUS MENELAN



Nama



:



No. Responden



:



No



Waktu Pelaksanaan



1



Hari I



2



Hari VI



Hasil observasi status menelan



69