Patient Safety Kasus  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999). Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit. Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.



1.2 Rumusan Masalah 1 Apa yang dimaksud Patient Safety? 2 Kasus patient safety apa yang biasa terjadi di RS? 3 Bagaimana alternative pemecahan masalah dalam kasus tersebut? 1.3 Tujuan Penulisan 1 Untuk mengetahui tentang Patient Safety 2 Untuk mencegah terjadinya KTD di Rumah Sakit



Patient Safety



|1



BAB II TINJAUAN KASUS



2.1.PENGERTIAN Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Menurut The America Hospital Asosiation (AHA) 1999 keselamatan dan keamanan pasien (Patient Safety) merupakan sebuah prioritas strategic. Patient safety adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. System ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.



2.2 TUJUAN PATIENT SAFETY 1. Terciptanya budaya kesedlamatan pasien di Rumah Sakit 2. Meningkatkan akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) di Rumah Sakit 4. Terlaksananyaprogram-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)



2.3 ENAM SASARAN KESELAMATAN PASIEN (Patient Safety) Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien Sasaran II: Peningkatan Komunikasi Efektif Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obata yang perlu diwaspadai (High Alert) Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi Sasaran V: Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Sasaran VI: Pengurangan Resiko Pasien Jatuh



Patient Safety



|2



2.4 KASUS MENURUT 6 SASARAN PRINSIP PATIENT SAFETY  Kasus 1 (Ketepatan Identifikasi Pasien) Bayi Nyaris Tewas Akibat Perawat Salah Suntik Obat LANGSA--Dugaan malpraktek terjadi dan menimpa seorang bayi hingga nyaris tewas, akibat muntah-muntah dan lemas serta perut kembung. Hal ini dialami korban, setelah seorang perawat akademi kebidanan (akbid) yang masih praktek lapangan di rumah sakit tersebut, asal-asalan menyuntikkan obat kepada pasien. Kepada Metro Aceh, Mariana (39) warga Gampong Merandeh, Langsa Lama menceritakan peristiwa dialami sang anak pada Kamis (5/12) siang, saat ditemui di ruang rawat inap anak RSUD Langsa. "Kejadian itu berawal saat anak saya yang masih berusia 34 hari, menderita penyakit GE/mencret dirujuk ke RSUD Langsa dari dokter praktek. Kami pun masuk untuk perawatan intensif dengan infus pada Rabu (4/12) malam sekira pukul 19.50 Wib. Namun jam 11 malam, masuk seorang mahasiswa perawat yang sedang melakukan praktek di RSUD ke ruangan. Ia lalu meminta supaya anak kami diberi injeksi obat Naritidin 50 mg dan Naufalgis 45 mg atas perintah perawat bakti berinisial CM," terang ibu korban. Bahkan sebelum obat diberikan, Marianna sempat bertanya berulang kali kepada pelaku. Apa benar obat tersebut buat anaknya. "Dia ngotot kalau obat itu tepat buat anak saya. Kemudian, memasukan cairan suntik ke infus," sebut Mariana. Lanjutnya, namun alangkah terkejutnya dia, selang beberapa menit usai injeksi obat, tiba-tiba anaknya mengalami kejang-kejang, muntah-muntah, gembung dan lemas hingga saat ini. Karena panik, akhirnya dia menanyakan ulang perihal obat dan melihat map tugas perawat, "Ternyata obat tersebut bukan buat anak saya, tapi pasien lain. Ini namanya malpraktek karena kesalahan yang fatal, Lihat kondisi anak saya saat ini lemas dan muntah-muntah terus," tegas Mariana lagi yang juga bekerja sebagai perawat kesehatan. Menurutnya, selain kesalahan injeksi obat, perawat bakti itu juga melanggar instruksi dokter Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus saja, tapi ternyata dia (perawat-red) memberi obat suntikan yang berakibat fatal seperti ini. "Ironisnya lagi, ketika kami tanya, perawat berinisial CM itu malah tidak terima dengan perlakuannya tersebut. "Silahkan kakak mau melapor ke mana, saya siap," sebut Mariana kesal menirukan ucapan perawat CM. Terkait dugaan kesalahan suntik obat tersebut, Wakil Direktur bidang pelayanan, RSUD Langsa, dr.Dahniar, dalam konfirmasinya kepada wartawan mengatakan, bahwa pemberian obat Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg, sudah ada dalam rencana. Akan tetapi belum diintruksikan oleh dokter untuk secepat itu dilakukan pemberian kepada pasien. Seharusnya saat pemberian obat tersebut siswa yang sedang melakukan praktek didampingi oleh perawat senior, tidak dibiarkan sendirian seperti itu. Dan, hasil konsultasi dengan dr.Nursan, bahwa dosis yang diberikan itu sudah layak untuk diberikan kepada pasien, bahkan efek samping dari obat yang diberikan itu juga tidak ada. Selain itu, obat yang diberikan itu juga bisa untuk meredam rasa gangguan pencernaan pasien. "Alhamdulillah kondisi pasien tersebut sudah mulai membaik, bahkan penyakit GE/mencret yang dialami pasien sudah berkurang," ujar Dahniar.



Patient Safety



|3



Lanjutnya, terkait perawat tersebut, sudah diberikan teguran dan akan kita lakukan pembinaan serta di istirahatkan sementara. "Dan, untuk siswa yang sedang melakukan praktek itu, akan kita kembalikan ke kampusnya, apa sangsi yang diberikan itu tergantung dari kampusnya," demikian Dahniar.



 Kasus 2 (Peningkatan Komunikasi Yang Efektif) Bayi Meninggal Diduga Akibat Kelalaian Perawat Seorang bayi berumur 15 hari meninggal dunia dalam perawatan medis di Balai Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah (BLU-RSUD) dr Fauziah Bireuen, Jumat (5/9) pagi. Kasus itu diduga akibat kelalaian perawat yang sebelumnya sempat diminta melanjutkan arahan dokter dari UGD untuk segera dikonsultasikan ke dokter spesialis anak. Informasi yang diperoleh Analisa di rumah sakit itu menyebutkan, bayi berusia 15 hari yang diberi nama Fadila Albayhaki merupakan bayi pasangan warga Gampong Raya Tambo, Peusangan, diterima petugas UGD pada Kamis (4/9) malam pukul 20.10 WIB dengan keluhan sesak nafas. Sang bayi selanjutnya ditangani dr M Adi yang kala itu bertugas sebagai dokter piket UGD. Penanganan pun dilaporkan sesuai prosedur perawatan yang telah ditetapkan, selanjutnya pasien mungil itu dirujuk ke ruang Perinatologi dan ICU untuk ditangani lebih intensif. “Bayi itu diberikan oksigen, suntikan dan dimasukkan ke dalam inkubator. Pada berkas rujukan telah saya tulis kalau pasien harus segera dikonsultasi dengan dokter spesialis anak, tetapi saya tak paham mengapa tidak dilaporkan kepada dokter ahli. Saya telah lakukan upaya sesuai wewenang saya,” jelas M Adi. Kepala Ruang Perinatologi dan ICU, Nurhayati mengatakan, dokter spesialis anak tidak ada yang bertugas pada malam hari, tetapi jika ada keperluan mendesak maka para dokter ahli anak mana pun bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan kala itu seluruh ruangan di bawah pengawasan dokter piket UGD. “Bayi Fadila itu telah ditangani dokter piket di UGD, jadi tidak perlu lagi ditangani dokter spesialis anak. Kami telah berupaya secara maksimal, tetapi takdir berkata lain. Saya tidak menghubungi dokter ahli, itu pun sesuai arahan dokter piket UGD,” jelas Nurhayati yang berseberangan dengan pernyataan dr M Adi. Secara terpisah, Direktur BLU-RSUD dr Fauziah, dr Tjut Darmawati Sp.A yang ditemui kemarin mengakui, kasus kematian bayi Fadila Albayhaki karena unsur kelalaian oleh perawat di ruang Perinatologi dan ICU, yakni tidak melaporkan kondisi pasien yang segera harus dikonsultasi dengan dokter ahli. “Saya sendiri baru tahu pasien bayi itu meninggal tadi pagi. Menurut perawat memang tidak sempat ditangani dokter ahli. Dan ini saya nilai memang sebab human error, tapi biasalah manusia ada kesilapan sekali-kali,” kata dr Tjut Darmawati Sp.A didampingi dr M.Adi serta dua perawat Perinatologi dan ICU. Dijelaskan, seharusnya pasien pada kondisi kritis wajib segera dikonsultasi kepada dokter spesialis, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh perawat. Itu adalah sebuah bentuk pelanggaran yang mengakibatkan pasien meninggal dunia. Terkait kasus tersebut, Tjut Dharmawati mengaku telah memperingatkan seluruh perawat dan dokter agar hal serupa tidak terulang lagi. Begitu pun, dia meminta agar kejadian itu lebih dilihat kepada unsur takdir.



Patient Safety



|4



 Kasus 3 (Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai) RS Siloam: 2 Pasien Meninggal Setelah Pemberian Obat Buvanest yang Ditarik Jakarta - Penarikan dua produk obat oleh perusahaan farmasi Kalbe Farma terjadi menyusul 2 kasus pasien meninggal di RS Siloam Karawaci, Tangerang. Pasien tersebut meninggal setelah mendapat suntikan salah satu dari obat yang ditarik. "Memang benar ada kejadian seperti itu. Kita sedang tunggu investigasi dari Kemenkes dan BPOM, paling dalam 1-2 hari ada hasilnya," kata Heppi Nurfianto, Kepala Hubungan Masyarakat RS Siloam Karawaci saat dihubungi detikHealth, Selasa (17/2/2015). Heppi menjelaskan dua pasien tersebut meninggal setelah mendapatkan suntikan Buvanest Spinal. Salah satunya merupakan kasus obgyn (Obstetrics and gynaecology), sedangkan yang satu kasus lagi merupakan kasus urologi. Informasi yang dihimpun detikHealth menyebut, pasien mengalami gatal dan kejang-kejang setelah penyuntikan Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy. Sempat mendapat perawatan intensif, pasien meninggal kurang dari 24 jam kemudian. Ada indikasi, Buvanest yang disuntikkan berisi obat lain yakni Kalnex (Asam Tranexamat). Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kalbe yang memproduksi Buvanest dan segera diinvestigasi. Pada 12 Februari 2015, Kalbe menarik 2 produk yakni seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml dengan nomor batch 629668 dan 630025. Buvanest merupakan injeksi anestesi yang mengandung Bupivacaine 5 mg/mL, sedangkan Asam Tranexamat merupakan obat untuk mengatasi perdarahan. Keduanya merupakan obat injeksi dengan kemasan berbentuk ampul atau vial. Perusahaan farmasi Kalbe Farma sebelumnya telah menyampaikan penjelasan kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa pihaknya telah memulai penelaahan lebih lanjut yang hingga kini masih berlangsung, juga berkoordinasi dengan instansi pemerintahan terkait. Langkah ini sebagai komitmen untuk bertanggung jawab atas segala produk dan layanannya.



 Kasus 4 (Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi) Duh, Kantong Kemih Tersayat Pisau Saat Operasi Caesar JawaPos.com - Tragedi dialami Mayasari, perempuan 26 tahun. Usai melahirkan melalui operasi caesar di Rumah Sakit (RS) Kenari Graha Medika, Cileungsi Kidul, Bogor, kantong kemih perempuan muda itu didiagnosa bocor. Itu diduga akibat terkena pisau bedah saat operasi persalinan.



Kasus ini berawal operasi caesar yang dilakukan dr Firdaus, Jumat (3/3) lalu sekitar pukul 02.00 WIB. Setelah selesai operasi, dr Firdaus mengatakan bahwa bagian kantong kemih Mayasari mengalami kebocoran. ”Sekitar jam 03.00 WIB saya dipanggil dokter Firdaus. Kata dokter kantong kemih istrinya kesayat pisau bedah, harus ditransfusi darah. Bahkan harus dirawat diruang HCU,” jelas Rotamas Awaludin, suami Mayasari kepada INDOPOS (Jaw Pos Group), Senin (6/3).



Patient Safety



|5



Dia sempat mempertanyakan kepada dokter mengapa kantong kemih istrinya bocor usai operasi caesar. Bahkan sejak kesalahan operasi caesar itu, dr Firdaus tidak dapat dihubungi. Termasuk pihak rumah sakit enggan menjelaskan terkait kelalaian dokter kepada istrinya. ”Dari pihak rumah sakit tidak ada yang memberikan penjelasan. Padahal waktu saya bawa istri normal saja. Bahkan sampai saat ini dokter Firdaus juga sangat sulit ditemui. Kami sudah meminta pihak rumah sakit untuk menyelesaikan kasus itu. Tapi tidak ada titik temu,” cetusnya. Yang paling miris, kata dia lagi, pihak rumah sakit tetap membebankan pembayaran operasi kantung kemih kepada keluarga pasien. Padahal jelas itu kelalain yang dilakukan oleh dokter rumah sakit tersebut. ”Sampai saat ini saya sudah bayar Rp 9 juta, sisanya saya dimintain Rp 6 juta dengan alasan untuk penambahan uang operasi, karena tidak ada uang lagi, saya tetap menolak membayar, karena kalau hanya untuk bayar operasi caesar saya hanya dibebankan Rp 6,5 juta,” bebernya. Terpisah, HRD Rumah Sakit Kenari Graha Medika, Kurdi mengatakan pihak rumah sakit belum mendapatkan informasi langsung dari dr Firdaus terkait dugaan kelalain dalam proses operasi caesar. ”Direktunya sedang ada rapat Pak, jadi kami belum bisa memberikan penjelasan yang lebih detail permasalahan ini. Tetapi nanti akan disampaikan kepada pimpinan,” ucapanya. Menurutnya, kalau betul ada kecerobohan yang dilakukan oleh dokter, seharusnya sudah memberikan penjelasan terlebih dahulu, agar tidak ada miskomunikasi antara dokter dengan rumah sakit. ”Saya pastikan ada solusi yang tidak merugikan pasien, tentunya rumah sakit bertanggungjawab kalau ada kesalahan dalam proses operasi. Kami juga mengalami kendala menghubungi dokter Firdaus, informasinya beliau sedang ada di Padang,” paparnya. Sementara itu, Bidan Lia Marlina yang merujuk pasien ke RS Kenari Graha Medika menjelaskan, pasien saat akan dirujuk dalam keadaan bayi dalam kandungan posisinya sungsang. Sehingga harus langsung dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan operasi caesar. ”Jangan salah ya, resiko operasi yang kedua memang macam-macam, apalagi bagian kandung kemih itu akan naik ke atas saat dilakukan caesar, jadi wajar kalau tersayat. Yang penting pihak rumah sakit mempercepat operasi, tidak diabaikan,” katanya. Lebih lanjut Bidan Lia juga menjelaskan bahwa permasalahan ini bisa mencuat karena provokator dari bapak sang pasien. Padahal, katanya juga, kalau mengacu juklak proses rujukan pasien dari bidan ke rumah sakit sudah sesuai ketentuan. ”Saya dengan media massa sudah yang kali kedua menghadapi permasalahan ini. Termasuk ke dokter Firdaus saat menghubungi, saya katakan bahwa permasalahan ini sudah sampai ke media massa. Tetapi saya jelaskan permasalahan ini bukan mala praktek, jadi tenang saja,” ucapnya juga.



 Kasus 5 (Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan) Amputasi Jari Bayi, RS Harapan Bunda Malpraktek? TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Harapan Bunda, Pasar Rebo, diduga melakukan malpraktek terhadap seorang bayi bernama Edwin Timothy Sihombing yang masih berusia 2,5 bulan. Bayi pasangan dari suami istri Gonti Laurel Sihombing, 34 tahun, dan Romauli Manurung, 28 tahun, kehilangan separuh jari telunjuk kanan seusai mendapatkan perawatan di rumah sakit tersebut.



Patient Safety



|6



Ditemui di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), Gonti menceritakan awalnya dia membawa sang anak ke RS Harapan Bunda pada 20 Februari lalu karena mengalami sakit panas, batuk, dan pilek. Tiba di rumah sakit, Edwin langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat, kemudian dilarikan ke ICU. Edwin ditangani oleh seorang dokter bernama Lenny. "Dokter langsung menyuntiknya di bagian dubur. Kata dokter Lenny, itu suntikan obat antikejang," kata Gonti di Komnas Anak, Rabu, 10 April 2013. Kemudian, Edwin kembali dibawa ke ruang rawat UGD anak untuk menjalani perawatan. Saat itu, dokter memasang infus di bagian telapak tangan kanan Edwin karena tidak menemukan bagian tangan lain yang cocok. Namun, ternyata infusan tersebut membuat tangan Edwin membengkak. "Awalnya saya pikir biasa, tapi makin lama semakin membengkak. Saya minta dokter mencabut infusannya," ujarnya. Setelah dilepas infus, kondisi Edwin mulai membaik. Namun, bengkak di tangannya tak kunjung sembuh, malah menjadi kehitaman. "Bengkaknya sudah mulai menghitam, seperti adanya infeksi. Tapi saya bawa pulang ke rumah karena dipikir biasa," ujarnya. Beberapa pekan dirawat di rumah, kata Gonti, kondisi tangan sang anak semakin menghitam dan seperti mau membusuk. Akhirnya, ia kembali membawa Edwin ke Rumah Sakit Harapan Bunda. "Pihak rumah sakit kesulitan mau mengambil tindakan medis karena peralatannya terbatas. Terus kami dirujuk ke RSUD Pasar Rebo untuk cek EEG (pemeriksaan saraf). Jika terbukti ada luka sarafnya, rumah sakit mau bertanggung jawab," ujarnya. Ia langsung membawa Edwin ke RSUD Pasar Rebo pada 25 Februari lalu. Hasil pemeriksaan EEG menunjukan bahwa bekas infus pada telapak tangan Edwin kondisinya semakin memburuk. "Saya tunjukin hasilnya ke RS Harapan Bunda, dokternya malah panik." Kemudian, RS Harapan Bunda melakukan penanganan terhadap Edwin dengan melakukan operasi pada telapak tangannya. Namun, pihak RS Harapan Bunda malah melakukan amputasi terhadap sebagian jari telunjuk Edwin. "Saya kaget dan enggak percaya tangan anak saya diamputasi dan kenapa harus diamputasi. Saya hanya menerima surat rujukan operasi telapak tangan," ujarnya. Kini Edwin masih menjalani perawatan di RS Harapan Bunda. Pihak keluarga juga masih meminta pertanggungjawaban rumah sakit atas tindakan amputasi setengah jari telunjuk terhadap Edwin. "Kami minta tanggung jawab rumah sakit telah mengamputasi jari anak kami tanpa sepengetahuaan kami," ujarnya.



 Kasus 6 (Pengurangan Risiko Pasien Jatuh) Pasien Jatuh dari Tempat Tidur IGD TANGSEL POS, TANGERANG — Diduga akibat kelalaian, seorang pasien RSU Kabupaten Tangerang bernama Ade Firmansyah (32) meninggal dunia setelah terjatuh dari tempat tidurnya di ruang IGD RS tersebut. Pihak keluarga pasien naas ini tak terima dengan insiden itu dan melaporkan pihak RS ke polisi. Insiden jatuhnya pasien di ruang IGD terjadi pada Sabtu (14/11) pagi. Kejadian ini bermula ketika korban Ade Firmansyah warga Kampung Gebang RT 04/03, Kelurahan Sangiang Jaya, Kecamatan Periuk Kota Tangerang datang ke RSU Kabupaten Tangerang di Jl. A. Yani Kel. Sukaasih Kec/Kota Tangerang sekira pukul 03.00 WIB. Korban diantar oleh istrinya, Sulastri (32) dan Agus Setiawan (45) untuk memeriksa kesehatan dengan keluhan sakit perut. Setelah mendapatkan tindakan dari dokter, korban yang merupakan anggota LSM Geram Banten ini diperintahkan untuk duduk dan beristirahat sambil menunggu kamar untuk dirawat. Patient Safety



|7



Tidak lama menunggu korban di tinggal pergi oleh istrinya ke kamar mandi. Namun seusai dari kamar mandi sang istri melihat korban sudah jatuh dan telentang dilantai kamar IGD. Tak hanya itu, Sulastri pun lebih tercengang lagi manakala melihat sang suami yang tak berdaya itu bersimbah darah dan mengalami luka serius dibagian kepala. Akibat kejadian tersebut, keluarga korban dan orang tuanya merasa terpukul dan tidak terima akibat kejadian tersebut. Sekira pukul 10.00 WIB pihak keluarga korban dengan pihak RSU Kabupaten Tangerang sempat melakukan musyawarah, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan dan berujung pada laporan kepolisian. “Saya dapat kabar Ade sudah meninggal. Saya langsung datang kerumah sakit. Setelah diceritakan oleh menantu saya (istri korban), Ade terjatuh dari tempat tidurnya karena tidak ada yang jaga,” kata Suharlih, orangtua korban. Menurut Suharlih, pihak keluarga tidak terima atas kejadian ini dan menganggap bahwa kejadian ini adalah suatu kelalaian dari pihak RSU Kabupaten Tangerang. “Saya sudah laporkan peristiwa ini ke Polres Metro Tangerang karena kelalaian rumah sakit membuat anak saya meninggal dunia,” ujar Suharlih sambil memperlihatkan laporan kepolisian Nomor LP/B/944/XI/2015/PMJ/Restro Tangerang Kota. Rekan korban yang mengantarkan korban, Agus menuturkan, saat kejadian dirinya sedang memesan kamar diruang pendaftaran pasien untuk korban. Setelah itu dirinya dipanggil dari luar dan langsung menuju ruang IGD. Dirinya melihat korban sudah berada dilantai dan bersimbah darah. “Yang melihat perawat, saya sempat tanya kenapa ditinggalin. Saya juga bingung kok bisa ruang IGD tidak ada dokter atau perawat yang jaga,” ujarnya di depan kamar mayat RSU Tangerang, Sabtu kemarin. Agus mengungkapkan, dia membawa korban ke RSU sekira pukul 03.30 wib. Waktu datang memang ia melihat satpam yang sedang tertidur. Kemudian waktu ke meja pendaftaran juga petugasnya tidur. “Saya ngomong fakta karena melihat sendiri. saya berharap pihak rumah sakit tidak lalai lagi karena korban kan awalnya hanya sakit perut tapi meninggal karena sebab yang lain. Pihak rumah sakit juga harus bertanggung jawab,” Terangnya. Ketua LSM Geram Banten, Alamsyah menambahkan, pertama dirinya mengucapkan turut berduka cita atas kepergian salahsatu anggotanya. Menurut dia, korban adalah pria yang aktif karena menjadi Humas LSM Geram Banten wilayah Kota Tangerang. “Yang kedua kita melihat sebab akibatnya kenapa korban meninggal. Korban ini kan hanya kendala di bagian perut dan dibawa kerumah sakit. Memang sudah mendapat perawatan, tapi karena tidak ada yang jaga korban terjatuh dan meninggal,” ungkapnya. Maka itu, dirinya menilai rumah sakit telah lalai dalam merawat dan menjaga pasien. Padahal dirinya yakin kalau rumah sakit ini mempunyai dokter dan perawat yang banyak. Dia berharap kejadian ini bisa menjadi evaluasi manajemen rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. “Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini dan rumah sakit dapat bertanggungjawab terhadap keluarga korban yang kehilangan anggot akeluarganya,” ujarnya. Kepala Bagian Humas Polres Metro Tangerang, Kompol Triyani membenarkan adanya penerimaan laporan atau pengaduan yang masuk terkait insiden tersebut. Kejadian ini dilaporkan Sabtu 14 November 2015 pukul 11.41 wib yang dilaporkan oleh Suharlih yang merupakan orangtua korban. Patient Safety



|8



“Kasusnya masih dalam penyelidikan petugas. Kalau yang dilaporkan oleh pelapor pasal 359 KUHP tentang karena lalainya mengakibatkan orang meninggal dunia,” jelasnya. Sementara itu, Humas RSU Kabupaten Tangerang, Nizar menjelaskan, insiden jatuhnya pasien dari tempat tidur di ruang IGD ini masih ditelusuri penyebabnya. Dirinya juga terus mem-follow up perkembangan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak internal rumah sakit maupun kepolisian. “Perawatnya tidak tidur. Satpam juga memang tidak tidak ada yang tugas didalam. Mereka jaga diluar,” kata Nizar saat dihubungi, Minggu (15/11). Nizar menambahkan, pihaknya juga masih menunggu rapat pimpinan yang dijadwalkan Senin (16/11).



Patient Safety



|9



BAB III PEMBAHASAN  Kasus 1 (Ketepatan Identifikasi Pasien)  Analisa Pada kasus ini dari pihak Mahasiswa yang sedang praktek belum menerapkan prinsip 6 benar dan belum menerapi 6 sasaran prinsip patient safety yang pertama yaitu ketepatan identifikasi pasien. Karena sebelum melakukan tindakan apapun yang dapat mengancam kesehatan bahkan jiwa pasien harus di identifikasi sebelumnya agar tidak terjadi kesalahan tindakan. Akan tetapi mahasiswa perawat tersebut tidak menerapkan itu. Dan dari pihak perawat Rumah Sakit tersebut tidak menjelaskan prosedur tindakan dan hanya bisa menyuruh mahasiswa yang sedang praktik dan itu tidak benar.  Alternatif pemecahan masalah Pihak perawat senior Rumah Sakit seharusnya membimbing anak-anak yang sedang Praktik Kerja Lapangan. Dan seharusnya perawat senior harus menjelaskan prosedur pemberian obat tersebut kepada siswa/mahasiswa yang sedang PKL. Seharusnya tim medis sebelum memberikan antibiotik pada pasien harus memperhatikan prinsip 6 benar yaitu benar pasien,benar obat, benar rute, benar waktu, benar dosis dan benar dokumentasi dan melakukan check kembali agar tidak mengalami kesalahan tindakan.  Kasus 2 (Peningkatan Komunikasi yang Efektif)  Analisa Komunikasi yang efektif sangat diperlukan untuk memberitahukan maksud yang ingin di sampaikan. Pihak RS harus meningkatkan komunikasi antar petugas kesehatan. Terutama Dokter dan Perawat. Dan perawat tersebut belum menerapi salah satu dari 6 sasaran prinsip patient safety yang kedua yaitu peningkatan Komunikasi yang efektif. Karena komunikasi sangatkah penting agar tidak terjadinya miss com.







Alternatif pemecahan masalah Dari pihak perawat tersebut seharusnya lebih meningkatkan komunikasi terhadap tenaga kesehatan yang lain terutama kepada dokter apalagi sedang dalam keadaan kritis. Maka dari itu perawat tersebut seharusnya harus lebih aktif.



 Kasus 3 (Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai)  Analisa Pada kasus ini, pengamanan obat yang dilakukan oleh pihak RS belum aman. Pihak RS tidak memeriksa ulang obat tersebut yang di pasarkan oleh pabrik. Pihak RS hanya menerima terima saja obat yang dikirim ke Rumah sakit. Padahal pihak Kalbe Farma sudah menarik obat itu sebelumnya. 



Alternative pemecahan masalah Dari pihak Rumah Sakit seharusnya mengecek ulang obat tersebut apakah obat tersebut bahaya untuk digunakan. Dan pihak Rumah Sakit harus lebih update lagi tentang informasi obat yang akan diberikan kepada pasien.



Patient Safety



| 10



 Kasus 4 (kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi)  Analisa Pada kasus ini, tindakan operasi yang dilakukan dokter belum tepat lokasi. Karena pasien yang seharusnya Caesar, dan sampai kandung kemih klienpun terkena sayat juga. Dan dari pihak dokter juga jika sudah ada kasus seperti ini, dokter tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan.  Alternative pemecahan masalah Dari pihak dokter seharusnya lebih teliti dan focus lagi pada saat melakukan tindakan operasi. Karena operasi memang rentan mengalami komplikasi. Maka dari itu dokter harus lebih teliti agar mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan (KTD).  Kasus 5 (Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan)  Analisa Dalam kasus ini, pihak Rumah Sakit mungkin tidak melakukan tindakan steril pada saat pemasangan infus. Maka dari itu anak bayi tersebut mengalami infeksi di tangan yang sebelumnya di pasang infus. Dan dari pihak rumah sakit seharusnya harus meningkatkan komunikasi terhadap keluarga pasien sebelum melakukan tindakan amputasi jari bayi tersebut. 



Alternative pemecahan masalah Seharusnya pihak rumah sakit bahkan perawat, dokter atau tenaga kesehatan yang lain harus memperhatikan risiko infeksi sebelum melakukan tindakan. Jika tindakan tersebut steril, harus dilakukan dengan cara steril dan jangan lupa selalu menggunakan APD dan selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.



 Kasus 6 (Pengurangan resiko pasien jatuh)  Analisa Dalam kasus ini, perawat memang telah lalai dalam menjalankan tugasnya. Karena di ruang IGD tidak ada perawat yang menjaga sehingga menyebabkan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada seorang pasien. 



Alternative pemecahan masalah Sebaiknya pihak perawat harus memerhatikan dan menjaga klien yang sedang sakit dan tidak meninggalkan pasien sendirian agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.



Patient Safety



| 11



BAB IV KESIMPULAN



Dari keenam kasus diatas, Patient Safety memang sangatlah penting dilakukan di Rumah Sakit. Terutama untuk semua petugas Rumah Sakit seperti perawat, dokter, farmasi, gizi, dll. Karena kalau Patient Safety tidak di terapkan dengan benar di Rumah Sakit, maka hal-hal seperti keenam kasus tersebut akan terjadi pada para petugas kesehatan. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) kita harus menerapkan 6 benar, 6 sasaran prinsip patient safety, dan 7 standar keperawatan. Untuk para Tenaga Medis, terutama perawat harus mematuhi SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, tepat dalam mengidentifikasi pasien, melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, saling berkomunikasi antar tenaga medis, tepat dalam pemberian obat dan lain-lain agar mencegah KTD pada perawat.



Patient Safety



| 12



DAFTAR PUSTAKA



 https://samanui.wordpress.com/2008/09/07/bayi-meninggal-diduga-akibat-kelalaianperawat/  https://m.detik.com/news/berita/2835265/rs-siloam-2-pasien-meninggal-setelahpemberian-obat-buvanest-yang-ditarik  http://tangselpos.co.id/2015/11/16/pasien-jatuh-dari-tempat-tidur-igd/  https://m.jpnn.com/news/bayi-nyaris-tewas-akibat-perawat-salah-suntik-obat?page=2  https://www.jawapos.com/read/2017/03/07/114419/duh-kantong-kemih-tersayat-pisausaat-operasi-caesar  https://metro.tempo.co/read/472448/amputasi-jari-bayi-rs-harapan-bunda-malpraktek  https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safety-keselamatan-pasienrumah-sakit/  http://www.kurniayoung.com/2016/08/keselamatan-pasien-patient-safety.html?m=1  http://rsudprambanan.slemankab.go.id/2015/08/11/6-sasaran-keselamatan-pasien/  http://www.academia.edu/8043649/sasaran_keselamatan_pasien_rumah_sakit



Patient Safety



| 13