Pedoman Fogging Untuk Pengendalian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pedoman Fogging Untuk Pengendalian Wabah | 28 September 2012



Pendahuluan Demam Dengue atau Demam Berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh gigitan nyamuk utamanya adalah Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Nyamuk tersebut bertelur di air yang bersih pada tempat penyimpanan air yang dibuat manusia misalnya vas bunga, ban yang tidak dipakai, alat pendingin, sampah padat atau tempat air tegenang selama 1 minggu atau lebih. Japanese Encephalitis (JE) disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk. Ada 17 spesies penyebab JE, tapi yang paling berperan adalah 3 spesies dari Culex yakni Cx. Tritaeniorhynchus, Cx. Vishnui, dan Cx. pseudovishnui. Vektor penyakit ini bertelur di kumpulan air yang besar seperti sawah, kolam dan tanaman air yang besar yang airnya melimpah. Ada juga yang bertelur di air bersih seperti sumur dan di saat air sawah mengering. Nyamuk vektor ini beristirahat di luar walau ada sedikit yang di dalam rumah. Mencari makan di luar. Penyakit ini termasuk zoonosis dengan reservoar utamanya adalah babi dan burung air. Manusia hanyalah inang yang kebetulan dan tidak berperan dalam penularan oleh karena rendahnya titer viremia dan sifatnya sementara saja. Wabah penyakit ini terjadi ketika adanya hubungan yang begitu dekat antara binatang resorvoar dan kehidupan manusia. Malaria disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodium yang ditularkan oleh 9 spesies nyamuk Anopeles yang bertelur di tempat tergenang atau aliran air tawar yang tidak lancar. Vektor malaria ini bertelur utamanyadi air bersih yang tidak tercemar oleh polusi organik. Kebanyakan nyamuk ini beristirahat di dalam ruangan kecuali An. Dirus yang beristirahat di luar ruangan, di hutan-hutan. Malaria ditularkan dari manusia yang terinfeksi kepada orang lain yang sehat melalui gigitan nyamuk anopeles tanpa adanya reservoir lain yang terlibat. Pengendalian Vektor merupakan strategi penting untuk memutus penularan khususnya di daerah-daerah yang beban penyakitnya tinggi. Pengurangan kepadatan nyamuk dapat dicapai dengan beberapa metode antara lain:  



Penyemprotan ruangan dengan residu insektisida Pemakaian kelambu berinsektisida.







Penggunaan ikan pemangsa larva nyamuk, dan







Metode lingkungan.



Konsep Manajemen vektor terpadu Konsep ini adalah pendekatan dasar yang digunakan untuk manejemen vektor dari penyakit kesehatan masyarakat yang penting. Syarat penting dari pendekatan ini adalah tersedianya lebih dari satu metode pengendalian yang dapat digunakan secara efektif. 











Pengurangan sumber vektor dan perbaikan lingkungan lewat pendidikan kesehatan adalah cara yang fundamental dari menejemen lingkungan. Diantaranya adalah aliran pembuangan atau drainase bagi tempat berkembangnya nyamuk, penutupan lubanglubang, pencegahan aliran air tidak lancar atau penggalakan perlindungan diri dengan menggunakan jendela berkasa dan kelambu berinsektisida. Adapaun cara yang lain dianggap sebagai pelengkap saja. Kendali Biologi lewat predator dan patogen, khususnya ikan pemakan jentik, Gambusia affinis dan Poecelia reticulate (Guppy), baik di kolam atau sumur-sumur yang tidak digunakan lagi, terbukti dapat sebagai pengendali vektor yang ramah ligkungan dan berguna. Penggunaan insektisida bisa digunakan tapi harus dengan bijak dan selektif pada daerah yang teridentifikasi, berdasar pada parameter-paremeter epidemiologi dan entomologi. Kontrol kimia ini hakikatnya adalah pelengkap bagi menejemen lingkungan dan sanitasi dasar bahkan pun jika dipakai sebagai cara pokok untuk mencapai pengendalian vektor yang cepat dan maksimal. Cara ini meliputi penggunaan pilihan kendali vektor yang berbeda dengan selalu mempertimbangkan tujuan, perilaku vektor, area yang terlibat, pemilahan cara yang paling efektif dan efektifitas biaya. Pilihan kendali kimia ini antara lain: o



Penyemprotan residu insektisida di dalam ruangan di daerah resiko tinggi.



o



Penggunaan kelambu berinsektisida (ITN).



o



Kendali kimia selektif terhadap larva/pupa.



o



Penyemprotan tempat/fogging.



Fogging Sebagai Langkah Pengendalian Vektor Fog/kabut/asap adalah semprotan aerosol yang menyebarkan droplet dengan sebuah Diameter Rata-rata Isi (VMD) di rentang kurang dari 50 mikron (biasanya 5-15 mikron). Thermal fog sangat dapat mengganggu pandangan sehingga akan dapat dapat menimbulkan bahaya bagi lalu lintas. Fogging dianggap sebagai pilihan terakhir dalam metode pengendalian kimia oleh karena keterbatasannya sebagai berikut:  



Keberadaaanya yang hanya sementara di lingkungan tanpa adanyaa efek sisa. Efek utamanya hanya terhadap nyamuk dewasa yang kontak dengan droplet.







Dibutuhkan aplikasi ulangan.







Biayanya besar.







Efek terhadap vektor sangat tergantung pada faktor iklim seperti kecepatan angin, arah angin, kelembababan, suhu dan lain-lain.







Kecepatan pergerakan dari petugas fogging







Penyebaran asapnya







Kualitas dari alat fogging



Akan tetapi, fogging telah dianggap berguna dalam situasi khusus seperti kendali vektor saat wabah penyakit Dengue atau DHF. Pelaksanaan yang efektif dari pengendalian vektor ini membutuhkan teknik pelaksanaan yang tepat dan alat yang cocok dengan kondisi lokal. Bentuk-bentuk cakupan dari area target tergantung pada spesies vektor dan bionomiknya, level kendali yang diinginkan serta priode penularan penyakit untuk menjaga biaya serendah mungkin. Manejemen dan perencanaan yang baik, pelatihan operator dalam hal teknik operasi serta kalibrasi dan penggunaan alat yang efisien adalah faktor yang penting dalam aplikasi insektisida yang tepat. Berdasarkan pandangan di atas, fogging bukanlah metode yang dipilih dalam pengendalian vektor sebagai metode rutin. Fogging sebaiknya dipilih hanya untuk memutus (melokalisir) epidemik yang sifatnya sementara, sebagai pelengkap dan pencegahan epidemi yang lain. Fogging hanya digunakan dalam waktu yang terbatas di area yang sudah teridentifikasi dengan jelas. Thermal Fogging Teknik ini berdasar prinsip bahwa insektisida diuapkan lalu diembunkan menjadi awan tipis berupa droplet ketika kontak dengan udara pendingin saat keluar dari mesin. Insektisida tersebut diuapkan pada suhu yang sangat tinggi di dalam mesin. Begitu asap keluar dari mesin, langsung menyebar sesuai arah angin. Insektisida yang dipilih untuk fogging adalah malathion atau pyrenthum ekstrak oleh karena toksisitasnya yang rendah terhadap mammalia dan karena dapat didegradasi sehingga tidak terus berada di lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Thermal fogging ini secara psikologi lebih dapat diterima oleh karena asapnya yang lebih nampak. Jenis alat nya yang paling sering digunakan adalah portabel dan mist blower. Sedangkan yang terangkai dengan kendaraan, penggunaannya hanya terbatas pada jalan-jalan umum. Meskipun thermal fogging menghasilkan asap yang lebih tebal dan jelas, tapi secara epidemiolgy kurang efektif dan biayanya lebih mahal dari ULV. Keuntungan thermal fogging:  



Formulasi semprotannya mengandung bahan aktif insektisida yang lebih sedikit sehingga mengurangi ekspos ke operator. Asapnya lebih nampak.



Adapun kerugiannya:  



Formulasinya terdiri dari lebih banyak zat pelarut sehingga biaya lebih mahal. Asap yang tebal akan mengganggu pandangan dan mengganggu lalu lintas.







Pembakaran banyak zat pelarut bukanlah ramah lingkungan.







Berisiko tinggi terjadinya kebakaran oleh karena mesin beroperasi dalam temperatur yang sangat tinggi.



Indikasi Fogging 1. Wabah dengue atau DHF Fogging dipilih hanya untuk pengendalian wabah yang ditimbang sangat diperlukan. Fogging pyranthrum di dalam ruangan hendaknya dilaksanakan sekali dua minggu dengan maksimum 3 putaran. Bila memngkinkan, fogging dilaksanakan pada kepadatan nyamuk yang tinggi dan untuk kejadian yang bersamaan dari beberapa kasus pada suatu area. Harus digunakan alat yang tepat. Alat yang portabel lebih efektif dan lebih murah daripada yang tergabung dengan kendaraan. Ketika sedang membatasi area target, diperlukan identifikasi pusat wabah melalui investigasi yang tepat dengan tetap mempertimbangkan waktu kebiasaan menggigit dari vektor. 2. Wabah Malaria Fogging bukanlah pilihan utama dan hanya mempunyai indikasi yang sangat terbatas dalam penanggulangan wabah malaria. Tidak hanya karena sangat mahal, tapi lebih karena tidak efektif terhadap nyamuk yang tdak aktif di waktu petang, berbeda dengan Aedes dan Culex. Vektor malaria hanya menjadi aktif di tengah malam dan populasinya lebih tersebar dalam tempat-tempat peristirahatannya sehingga sulit diraih dengan fogging. Fogging hanya dilakukan untuk penanggulangan wabah saat dipandang sangat perlu dan hanya pada periode yangat terbatas. 3. Wabah Ensefalitis Jepang (JE) Pada wabah JE, kasus sekunder pada manusia belum banyak yang tercatat di daerah yang sama. Distribusi penyakit ini lebih terserak dan relatif sedikit kasus pada area yang luas. Manusiia hanyalah host kebetulan juga merupakan siklus terakhir dari penularan. Vektor tidak mengambil infeksi dari host manusia. Sebagian besar vektorJE berisitirahat dan makan di luar ruangan. Mengingat hal di atas, maka fogging tidak direkomendasikan dalam penanggulangan wabah JE ini. Area Target Sangat penting untuk mempersiapkan dengan layak sebuah peta area target yang akurat dan lengkap. Sebuah peta seharusnya mengidentifikasi:  



Jalan, struktur bangunan, batas dari area yang diproteksi, tempat bertelur dsb. Are dimana adanya kondisi yang baik bagi vektor untuk bertelur seperti kumpulan air, tumbuhan air dll.



Pemilihan Insektisida, Peralatan dan Bahan



Insektisida yang dipilih berdasarkan keefektifan secara biologi terhadap vector baik terhadap organisme target atau non target, dan bahayanya terhadap manusia, ancamannya terhadap lingkungan, biaya, transportasi dan ketersediaan alat yang cocok. Di bawah NVBDCP, sekarang aplikasi fogging menggunakan Malathion dan Pyrenthrum. 



Untuk Thermal fogging:



5% Malathion dalam minyak tanah/diesel (1 liter Malathion dalam 19 liter pelarut), atau 0.1% ekstrak Pyrenthrum dalam minyak tanah/diesel (1 liter ekstrak Pyrenthrum 2% dicampur dengan 19 liter pelarut). Nilai aplikasi terbesar alat ini < 0.5 liter per hektar. Dan perlu untuk dapat ditingkatkan lagi. Biasanya, aplikasi yang efektif adalah sekitar 330 ml perhektar, meskipun dapat bervariasi sesuai dengan mesin yang digunakan. Alat yang cocok harus dipilih. Alat yang dioperasikan dengan mist-blower dan generator aerosol direkomendaasikan untuk aplikasi aerosol out door terhadap Dengue, JE dan malaria. Untuk indoor, direkomendasikan alat yang portabel. Are yang dituju dengan tetap mempertimbangkan jarak jelajah terbang dari vektor, biasanya maksimum 1 – 1,5 km dari pusat wabah dipandang masih adekuat. Kebutuhan aktual bergantung pada tipe alat, tenaga mesinnya dan cakupan area per jam operasi. Informasi mengenai hal tersebut disediakan pada masing-masing alat dan hendaknya diperhatikan sebelum perencanaan operasi. Kebutuhan tenaga juga tergantung pada tipe alatnya. Biasanya alat dapat dioperasikan oleh 1 orang, tapi untuk mempermudah pengangkutan, pencatatan dan sebagainya, bisa dibentuk team yang terdiri dari 2 operator. Tersedianya alat pemadam, perlu dipertimbangkan dalam setiap pelaksanaan fogging terkhusus jika memilih thermal fogging apalagi yang terangkai dengan kendaraan. Pelaksanaan Penyemprotan 



Waktu Penyemprotan



Hal penting yang diperhatikan adalah droplet dari asap yang dihasilkan harus tetap berada dalam udara dalam jangka waktu yang cukup supaya memungkinkan vektor kontak terhadap droplet tersebut lalu mati. Hal tersebut dengan memperhatikan waktu penyemprotan disesuaikan dengan perilaku nyamuk dan kondisi iklim. Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap efektivitas fogging. Kecepatan angin, kelembaban, suhu, dan curah hujan perlu dipertimbangkan saat fogging out door (di luar ruangan). Angin yang kencang akan membuat fogging tidak efektif. Hujan yang turun membuat droplet asap tidak bertahan lama di udara. Demikian pula temperatur yang tinggi, membuat asap tidak mungkin masuk ke vektor. Sedangkan kelembaban yang tinggi mengurangi penyebaran asap dan asap turun dengan cepat. Waktu yang cocok adalah sore hari dan awal pagi ketika nyamuk masih aktif. Outdoor fogging sangat bergantung pada waktu, sebaliknya indoor tidak terlalu. Walaupun



demikian, meskipun indoor, untuk hasil yang maksimal dalam penanggulangan wabah, fogging lebih ditekankan untuk dilaksanakan waktu – waktu tersebut. 



Tindakan pencegahan Untuk fogging Indoor



Efektifitas penyemprotan tergantung pada tercapainya asap ke tempat-tempat istirahat dari nyamuk. Di sisi lain, pelaksanaan pengasapan harus dalam kondisi yang aman jangan sampai membahayakan kesehatan. Antara lain:  



Saklar listrik dimatikan, pemanas dan peralatan masak harus dilepas ketika fogging dioperasikan. Tempat penyimpan air dan bahan makanan harus diproteksi dari asap.







Orang dan binatang tetap di luar selama minimal 30 menit setelah selesai pengasapan. Diperbolehkan masuk hanya ketika setelah ventilasi terbuka.







Semua jendela dan pintu harus ditutup sebelum penyemprotan serta dibiarkan tertutup minimal 30 menit setelah penyemprotan untuk efektifitas yang optimal.







Mulai dari yang paling dalam, terus menjauhi asap sampai semua area terasapi.







Hendaknya asap dalam keadaan kering. Seyogyanya dites dulu sebelum pelaksanaan.



 



Tindakan Pencegahan Untuk Fogging Outdoor Ketika pelaksanaan fogging outdoor, disamping tindakan-tindakan di atas, perlu dipertimbangkan kondisi iklim, lalu lintas dan pergerakan operator untuk memastikan asap masuk ke tempat perisitirahatan nyamuk.







o



Pintu dan jendela dari semua ruang yang tertutup, dalam keadaan terbuka agar asap dapat masuk ke tempat peristirahatan nyamuk.



o



Pelaksanaan ditunda jika hujan atau angin kencang.



o



Meminimalkan jarak antara tempat yang akan difogging dengan operator.



o



Didahulukan yang searah angin, baru kemudian yang berlawanan arah.



Pemeliharaan Alat



Semua alat hendaknya diperiksa. Kerusakan dan hilangnya alat diganti secepatnya. Alat harus dites dalam sebuah simulasi. Selalu dalam keadaan bersih dan kering. Diperlengkapi dengan catatan yang tepat serta alat penggantinya. Tenaga pengguna dan pengawas harus dibekali dengan pelatihan yang baik dalam hal operasional dan pemeliharaan antara lain.  o o



Pembersihan dan pelepasan sisa insektisida. Pembilasan dengan seksama terhadap alat-alat minimal 3x dengan zat pelarut. Pembilasan hendaklah dipastikan tetap aman untuk penggunaan berikutnya saat proses pengenceran insektisida dengan zat pelarutnya.



o



Inspeksi alat dengan hati-hati dan pelaporan setiap ada kerusakan atau kehilangan supaya ada perbaikan atau penggantian secepatnya.



o



Pengecekan ketersediaan alat dan spare yang tepat.



Operator seharusnya dilatih dengan baik dalam penanganan insektisida dan opeasional peralatan serta harus mengikuti mekanisme keselamatan secara ketat. Seluruh alat harus disesuaikan dengan rekomendasi umum dan khusus berkaitan dengan desain dan perawatannya. Hanya menggunakan spesifikasi dan standar kualitas yang tepat. Dan secara teratur, dilakukan pemeriksan yang sistematis terhadap adanya kebocoran katup, gasket dan pipa-pipanya. 



Pembuangan Sisa Insektisida



Dalam pelaksanaan fogging, sisa insektisida tidak pernah dibuang, melainkan digunakan lagi. Oleh karenanya insektisida seharusnya dijaga dan diberi tanda pada kalengnya. Pada thermal fogging, walaupun dilakukan pembilasan terhadap peralatan, namun tetap saja harus disimpan dengan benar untuk dilakukan proses selanjutnya. 



Ukuran droplet



Fogging hanya efektif jika droplet dapat bertahan di udara untuk jangka waktu yang cukup yang memungkinkan serangga mati oleh karena kontak dengannya (droplet diukur berdasar istilah VMD (volume median diameter)). waktu bertahannya droplet di udara tergantung pada kecepatan jatuhnya droplet oleh karena gravitasi. Massa droplet menentukan kecepatan jatuh, semakin besar, semakin cepat pula jatuhnya. Ukuran droplet lebih dari 30 mikron tidak akan lama di udara. Ukuran yang optimal adalah antara 10 – 20 mikron. Semakin kecil sebuah droplet, akan menambah kepadatan droplet (jumlah droplet per 1 cc asap) dan semakin membuatnya efektif oleh karena bertambahnya kesempatan kontak dengan serangga yang terbang. 



Kecepatan Aliran



Kecepatan aliran (flow rate) adalah keluarnya formulasi insektisida dari nozzle (alat pemercik) per satuan waktu (biasanya per menit). Semakin bertambah kecepatan alirannya, semakin besar pula ukuran dropletnya pada kebanyakan alat ULV atau thermal fogging. Walaupun demikian, hal tersebut bisa diatur dengan mengatur tekanan udara dan mengendalikannya. Hal ini penting untuk memantau ukuran droplet pada kecepatan aliran yang berbeda demi mendapatkan nilai yang optimal. Dan juga untuk memastikan bahwa mesin dapat diatur untuk mendapatkan kombinasi yang paling bagus antara ukuran droplet dan jumlahnya. Kecepatan aliran ini harus terus dimonitor dan terus dikalibrasi sebelum digunakan di lapangan, secara periodik setiap 25 jam pemakaian dan juga setelah dilakukan perawatan mayor. 



Konsentrasi Penyemprotan



Setiap pengenceran harus dikompensasi dengan penambahan volume semprot per area agar mendapatkan hasil yang optimal. Nyamuk harus kontak dengan droplet insektisida dalam dosis lethal untuk dapat terbunuh. Sehingga, jika konsentrasinya rendah, maka diperlukan tambahan jumlah volume droplet yang lebih banyak untuk sampai pada efek mematikan.



ULV, Ultra-Low Volume adalah alat yang lebih baik karena volumenya lebih rendah (biasanya 2 liter per hektar). 



Indikator Pengaruh secara entomologi untuk penyemprotan ruangan o Angka giitan pada manusia. o



Mungkin tidak signifikan perbedaannya.



o



Kepadatan nyamuk dewasa.



o



Status kerentanan dari nyamuk.



Rujukan: Guideline for Insecticide Fogging for Outbreak Control.