5 0 181 KB
1
PEDOMAN PELAKSANAAN PEMANTAPAN MUTU PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DI RSUD DR. FAUZIAH BIREUEN
RSUD DR. FAUZIAH BIREUEN JALAN T. HAMZAH BENDAHARA NO 13 BIREUEN - ACEH
2
PROGRAM PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM KLINIK A. Uraian Teori 1. Pengertian Mutu Istilalah mutu merniliki banyak definisi dan sampai sekarang para pakar masih belum bersepakat terhadap definisi mutu secara universal yang dapat diterima oleh sema pihak. Mutu adalah karakteristik menyeluruh dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan . Mutu adalah pemenuhan persyaratan dengan meminimkan kerusakan yang mungkin timbul atau standart of zero defect yang berarti memperlakukan prinsip benar sejak awal (Nasution, 2006). Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata - rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi ( Aswar, 1994). Ada 3 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan, yaitu (Donabedian, 1980) : a. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input dengan mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
3
b. Proses adalah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien / masyarakat ). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting. c. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang
terjadi
pada
konsumen
(pasien/masyarakat),
termasuk kepuasan dari konsumen tersebut. Peningkatan mutu pelayanan laboratorium yang terdapat dalam rumah
sakit
perlu
dikelola
dengan
menggunakan
prinsip-prinsip
manajemen mutu yang tepat. Mutu pelayanan laboratorium rumah sakit diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan laboratorium klinik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen (Pusorowati, 2004). Data hasil uji analisa laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data hasil uji tersebut memuaskan pelanggan dengan aspekaspek teknis sehingga presisi dan akurasi yang tinggi dapat dicapai, dan data tersebut harus terdokumentasi dengan baik sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah. Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional laboratorium harus terpadu mulai dari perencanaan, pengambilan contoh uji, penanganan, pengujian sampai pemberian laporan hasil uji laboratorium ke pasien (Hadi, 2000).
4
2. Pemantapan Mutu Laboratorium Pemantapan mutu
laboratorium
merupakan suatu perangkat
mutu yang digunakan untuk melakukan pengawasan mutu dengan menggunakan konsep pengawasan proses pemeriksaan laboratorium. Jaminan mutu adalah suatu sistem menajemen yang dirancang untuk mengawasi kegiatan – kegiatan pada seluruh tahap meliputi tahap pra analitik, analitik, dan paska analitik (Gasperz, 1998 ). Kegiatan pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium baik pemeriksaan canggih maupun pemeriksaan manual /sederhana. Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal , pemantapan mutu eksternal, verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan (Kahar, 2005). a. Pemantapan Mutu Internal Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik (Kahar, 2005). Kegiatan pemantapan mutu internal kimia klinik mempunyai beberapa kegiatan antara lain : persiapan penderita, pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas antigen-antisera, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil (Kahar, 2005)
5
b. Pemantapan Mutu Eksternal Pemantapan mutu eksternal adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan pemantapan mutu eksternal dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium klinik, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta (Depkes, 2004). Pelaksanaan
pemantapan
mutu
eksternal
harus
dilakukan
sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas. Pemeriksaan pemantapan mutu eksternal kimia klinik dilakukan dengan reagen, peralatan, metode yang biasa digunakan tanpa perlakuan khusus sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan
laboratorium
tersebut
yang
sebenarnya.
Hasil
pemeriksaan yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikanperbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan (Depkes, 2004). c. Verifikasi Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman
pada
mutu,sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan (Depkes, 2004).
6
d. Audit Audit merupakan proses menilai atau memeriksa kembali secara teliti berbagai kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium. Kegiatan audit laboratorium ada dua macam, yaitu audit internal laboratorium dan audit eksternal laboratorium. Audit internal laboratorium dilakukan oleh tenaga laboratorium yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan ketelitian. Penilaian audit yang dilakukan harus dapat mengukur berbagai indikator pemeriksaan
laboratorium yaitu : waktu
pelayanan pemeriksaan
laboratorium, proses pemeriksaan laboratorium, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan sering terjadi (Depkes, 2004). Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu pemeriksaan laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala
laboratorium
dan
konsultan
laboratorium
untuk
membahas dan membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah satu bentuk dari audit eksternal (Depkes, 2004). e. Validasi hasil Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan. Validasi dapat mencegah kesalahan hasil laboratorium yang dikeluarkan (Depkes, 2004).
7
f. Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, seminar, workshop, simposium. Kegiatan ini harus
dilaksanakan
secara
berkelanjutan
dan
dipantau
pelaksanaannya (Depkes, 2004) 3. System Managemen Mutu Laboratorium Sistem manajemen mutu (Quality Assurance) adalah suatu kegiatan
untuk
mengorganisasikan
secara
menyeluruh
aktifitas
laboratorium agar faktor teknis, administratif, dan manusia yang mempengaruhi mutu hasil pengujian atau pelayanan berada di bawah kendali. Manajemen mutu harus memenuhi kebutuhan laboratorium dan customer yang sering berhubungan. Kebutuhan laboratorium adalah mencapai dan mempertahankan mutu yang diinginkan, biaya optimal, dengan penggunaan sumber daya yang efisien yaitu sumber daya manusia, dan sumber teknologi (Lewandroski, 2002). Suatu sistem manajemen mutu menuntun tindakan personal, peralatan, dan informasi, yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sistem manajemen mutu adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan suatu laboratorium pengujian berkaitan dengan pencapaian mutu (lLewandroski, 2002). Sistem
manajemen
mutu
laboratorium
terdiri
dari
sistem
pemantapan mutu (Quality Assurance) laboratorium kesehatan yang dimana semua kegiatannya ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan
hasil
pemeriksaan
laboratorium.
Laboratorium
harus
menunjukkan fungsi utamanya, yaitu menghasilkan data analitik bermutu
8
tinggi melalui pengukuran analitik yang akurat, dapat dipercaya. Fungsi utama laboratorium ini dapat dicapai dengan kegiatan sistem manajemen mutu yang direncanakan dan terdokumentasi secara benar (Kuncoro, 1997). 4. Manajemen Mutu Pemeriksaan Laboratorium Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang didasarkan atas peningkatan mutu seluruh aspek yang terkait dalam kegiatan suatu perusahaan. Sistem
ini
terdiri
dari
seperangkat
gagasan
dan
teknik
guna
meningkatkan daya saing dengan jalan memperbaiki mutu dari produk dan proses. Pendekatan ini hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini (Tjiptono dan Diana, 2000) : a.
Fokus pada pelanggan baik internal maupun eksternal.
b.
Memilki obsesi yang tinggi terhadap mutu
c.
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
d.
Memiliki komitmen jangka panjang
e.
Membutuhkan kerjasama tim (teamwork)
f.
Memperbaiki proses secara berkesinambungan
g.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
h.
Memberikan kebebasan yang terkendali
i.
Memiliki kesatuan tujuan
j.
Adanya ketertiban dan pemberdayaan karyawan Laboratorium klinik mempunyai tujuan /goal yakni tercapainya
pemeriksaan yang bermutu, diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu. Prinsip manajemen mutu pemeriksaan di laboratorium
9
klinik didasari model FIVE-Q dapat diuraikan sebagai berikut (Westgard, 2001). 1) Quality Planning (QP) Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium direncanakan dan dipilih terlebih dahulu jenis metode, reagen, bahan, alat, selain itu sumber daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium, pengidentifikasian dan penetapan definisi mutu pemeriksaan. Hal ini diperlukan pada saat akan melakukan penilaian mutu pemeriksaan. 2) Quality Laboratory Practice (QLP) Dasar pencapaian mutu berdasarkan QLP ialah membuat pedoman, petunjuk
dan
prosedur
tetap
yang
merupakan
acuan
setiap
pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari
atau
mengurangi
terjadinya
variasi
yang
akan
mempengaruhi mutu pemeriksaan. 3) Quality Control (QC) Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. Quality Control lebih berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi. 4) Quality Assurance (QA) Pemeriksaan tes diukur karakteristik mutunya dan didokumentasikan untuk meyakinkan konsumen bobot pemeriksaannya. Kegiatan QA tidak hanya mengukur mutu secara analitik tetapi juga mengukur berdasarkan variabel nonanalitik
5) Quality Improvement (QI)
10
Mutu pemeriksaan dalam upaya meningkatkan derajatnya, dilakukan dengan
memperbaiki
cara
memeriksa.
Penyelesaian
suatu
pemeriksaan biasanya melalui proses yang panjang dan kompleks. Dengan melakukan kegiatan QI, akan dapat dicegah dan diperbaiki penyimpangan yang mungkin terjadi selama proses memeriksa berlangsung. Manajemen mutu pemeriksaan, ke lima kegiatan tersebut (five Q) akan selalu berputar sampai tercapai mutu pemeriksaan yang sesuai dengan keinginan konsumen. Upaya meningkatkan mutu pemeriksaan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang perlu dipantau, oleh karena itu untuk mengontrol mutu dan meningkatkan mutu hasil laboratorium dapat dilakukan pemantapan mutu internal (internal quality control), akreditasi
laboratorium,
Ujian
keahlian
(proficiency
testing)
(Lewandroski, 2002). 5. Variababel – Variabel yang Mempengaruhi Mutu Pemeriksaan Laboratorium Mutu pemeriksaan laboratorium ditentukan oleh ketepatan dan ketelitian pemeriksaan laboratorium. Variabel yang mempengaruhi proses pemeriksaaan laboratorium ada dua, yaitu variabel analitik dan non analitik. Non analitik yang meliputi petugas laboratorium, penderita, pengumpulan spesimen dan hal lain yang terkait (Kahar, 2005 ). a. Variabel analitik Faktor yang dapat menimbulkan variasi analitik ialah peralatan, metode, bahan pemeriksaan dan reagen.
11
b. Variabel non analitik Faktor yang dapat menimbulkan Variasi non analitik yaitu : 1). Pre analitik Tahap pre analitik laboratorium sebagai berikut :
a)
Ketatausahaan (clerical);
b) Persiapan penderita (patient Preparation); c) Pengumpulan spesimen (specimen Collection); d) Penanganan sampel (sampling handling); e) Pengiriman Sampel (transportasi). 2). Analitik Tahap analitik meliputi sebagai berikut : a) Reagen (reagents); b) Peralatan (instruments); c) Kontrol & bakuan (control & standard); d) Metode analitik (analytical method); e) Ahli Teknologi (technologist). 3). Pasca analitik Tahap pasca analitik meliputi sebagai berikut :
a) Perhitungan (calculation); b) Cara menilai (method evaluation); c) Ketatausahaan (clerical); d) Penanganan informasi (information handling). 6. Kesalahan Pemeriksaan Laboratorium Proses pemeriksaan laboratorium dari pra analitik sampai paska analitik akan berpeluang terjadinya kesalahan yang akan mempengaruhi
12
mutu hasil pemeriksaan laboratorium. Pengetahuan dan perhatian kepada sumber kesalahan akan membantu mengurangi terjadinya kesalahan dan menemukan penyebabnya lebih cepat dari suatu kesalahan yang timbul ( Lewandrowsky, 2002). a. Kesalahan tahap pra analitik Tahap pra analitik sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien, dan dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan
mengganggu/mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium.
Kesalahan tahap pra analitik meliputi:
1) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir laboratorium; 2) Persiapan penderita; 3) Persiapan alat yang akan dipakai; 4) Cara pengambilan sampel; 5) Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan) dan transportasi; b. Kesalahan Pemeriksaan Tahap Analitik Tipe kesalahan yang dikaitkan dengan pengukuran tahap analitik dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1). Kesalahan Acak (random errors) Kesalahan acak adalah kesalahan
hasil pengukuran yang
diperoleh dari penetapan yang diulang disekitar rata-rata sampel dengan perbedaan variasi secara acak pada nilai yang lebih tinggi atau
lebih
rendah.
Kesalahan
acak
timbul
sebagai
hasil
pemeriksaan yang mempengaruhi nilai besaran yang diukur tetapi berada di luar kendali orang yang melakukan pemeriksaan. Terjadinya kesalahan acak dalam analitik seringkali disebabkan oleh: instrumen yang tidak stabil, variasi temperatur, variasi reagen dan kalibrasi, variasi teknik prosedur pemeriksaan yaitu pipetasi,
13
pencampuran,
waktu
inkubasi
dan
variasi
operator/analis.
Kesalahan acak dapat dikurangi dengan melakukan pengukuran yang berulang. 2). Kesalahan Sistematik Kesalahan sistematik sering disebut “kesalahan terusut” atau kesalahan karena bias. Kesalahan itu selalu dikarakterisasi dalam arah yang sama, yaitu positif atau negatif. Kesalahan ini menghasilkan pengukuran satu sisi yaitu nilai yang lebih tinggi atau lebih rendah yang menimbulkan hasil yang salah. Besarnya kesalahan sistematik mengkarakterisasi akurasi suatu hasil pengukuran. Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh spesifitas reagen atau metode pemeriksaan rendah, blanko sampel dan blanko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi tidak linear), mutu reagen kalibrasi kurang baik, alat bantu yang kurang akurat, panjang gelombang yang dipakai, kesalahan cara melarutkan reagen.
Kesalahan sistematik tidak dapat dikurangi dengan
pengukuran berulang (Siregar, 2007). 7. Pemantapan Mutu Internal Kimia Klinik Pemeriksaan
kimia klinik
merupakan pemeriksaan laboratorium
yang menggunakan alat spektrofotometer dengan semi otomatis maupun full otomatis. Jenis pemeriksaan kimia klinik mencakup pemeriksaan cairan tubuh yang berhubungan dengan biokimiawi darah meliputi cholesterol, trigliserida, HDL, LDL,Glukosa, Asam Urat, Ureum, Creatinin, Protein Total, Albumin, Bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali Phospat, GGT. Pemantapan mutu kimia klinik adalah segala usaha agar hasil akhir pemeriksaan kimia klinik akurat, reliable dan valid. Ada dua jenis pemantapan mutu dalam kimia klinik yaitu : pemantapan mutu internal
14
dan pemantapan mutu eksternal. Pemantapan mutu internal kimia klinik adalah pemantapan mutu yang dikerjakan oleh suatu laboratorium klinik, menggunakan serum kontrol atau usaha sendiri, dilakukan setiap hari, dan evaluasi hasil pemantapan mutu dilakukan oleh laboratorium itu sendiri (Depkes, 1997). Proses pemantapan mutu internal pemeriksaan kimia klinik dibagi lagi menjadi tiga tahapan yakni tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik (Sukorini,dkk, 2010). a.
Tahap pra analitik Pada pemantapan mutu internal tahap pra analitik dilakukan usaha-usaha
agar
tidak
terjadi
kesalahan
pra
analitik
dan
mengurangi serta meminimalisir interfensi pra analitik. Pada formulir permintaan pemeriksaan dilakukan “cek ulang kembali”, diteliti kelengkapan formulir permintaan pemeriksaan yang meliputi identitas pasien
(nama,
umur,
gender,
pengirim,alamat
dokter
pengirim,
alamat
pasien,nama
persangkaan
penyakit)
dokter jenis
pemeriksaan laboratorium yang diminta. Pada sampel dilakukan “konfirmasi” jenis sampel yang harus diambil, konfirmasi jenis sampel yang harus diperiksa dengan jenis pemeriksaan, kondisi dan macam penyakit pasien. Dilakukan cek ulang dan konfirmasi volume sampel yang harus diambil dari tubuh pasien dengan jenis parameter pemeriksaan laboratorium yang diminta dan kondisi/penyakit pasien. Sampel dilakukan cek ulang apakah ada manipulasi / tindakan tertentu terhadap sampel yang harus diambil ( keadaan puasa, dua jam setelah makan, colecting, setelah minum obat, pagi hari dan sebaginya).
15
Preparasi sampel juga harus dilakukan dengan seksama, pemisahan serum dari sel darah harus memperhatikan jenis centrifuge
dan
kecepatan
pemutarannya.
Selesai
preparasi
pemisahan serum dari sel darah, dilakukan pengamatan sampel. Diamati kondisi sampel apakah sampel ikterik, lipemik, lisis. Diamati volume serum sampel kelayakan sampel untuk analisis, jenis analisis.
Ditentukan apakah harus dilakukan sampling ulang atau
diteruskan dengan diberi catatan ( pemeriksaan glukosa pada pasien ikterik dan lipemik, pemeriksaan bilirubin pada pasien yang jauh dari lokasi laboratorium ). Kalibrasi dilakukan terhadap instrument, metode pemeriksaan, reagen dan diyatakan bahwa instrumen, reagen dan metode pemeriksaan layak dipakai. Proses kalibrasi biasanya dilakukan apabila hasil kontrol tidak masuk atau tidak sesuai standart nilai yang ditentukan. Proses kalibrasi dikerjakan secara simultan dalam satu kesatuan waktu, dan satu kesatuan kondisi, juga dilakukan pengecekan terhadap arus listrik, pembuangan limbah dan tanggal expired date reagen maupun serum kontrol. Uji presisi dan akurasi juga dilakukan terhadap instrument, reagen dan metode pemeriksaan. Uji presisi dapat dilakukan dengan grafik Levey-Jennings dan Hukum Westgard. Terlebih dahulu dilakukan uji presisi “within day” dengan replikasi 31 kali terhadap reagen dan serum kontrol dari satu macam batch. Hitung nilai rerata, simpangan baku (SD), dan koefisien variasi (CV). Apabila uji presisi masih dalam rentang CV maka instrument, reagen dan metode pemeriksaan tersebut layak digunakan untuk pelayanan pasien. Dari data within day dibuat grafik Levey-Jennings. Lakukan uji Levey-
16
Jennings dan Westgard Rules terhadap uji akurasi day to day menggunakan reagen dan serum kontrol dengan batch yang sama untuk uji within day. Apabila reagen dan atau serum kontrol habis, dilakukan lagi uji presisi dan akurasi dengan pola prosedur yang sama. Selain penilaian dengan uji Levey-Jennings dan Westgard, dikenal juga uji recovery, Youden plot, Six Sigma dan uji linearitas. Uji-uji tersebut dilakukan bilamana instrument, reagen dan metode pemeriksaan telah dinyatakan lolos kalibrasi, uji presisi dan akurasi, ternyata lolos maka dapat dilanjutkan pada tahapan berikutnya (Sukorini.dkk, 2010). b.
Tahap analitik Pemantapan mutu pada tahap analitik adalah usaha untuk menghasilkan data analisis yang akurat, reliable dan valid. Dilakukan usaha pengendalian dan usaha meminimalisir factor penyebab kesalahan dan factor interfensi pada saat dilakukan analisis sampel. Dilakukan cek ulang kembali tahap pra analitik termasuk melakukan dan menjaga hasil kalibrasi instrument, menjaga kondisi reagen kalibrasi dan metode pemeriksaan. Cek ulang juga identitas pasien, permintaan pemeriksaan dan kelayakan sampel. Jika sudah benar dan layak maka operasional analisis sampel dapat dilakukan (Sukorini,dkk, 2010).
c.
Tahap pasca analitik Pemantapan mutu pada tahap pasca analitik adalah usaha pengendalian dan usaha meminimalisir factor kesalahan pada data keluaran hasil pemeriksaan. Dilakukan cek ulang antara hasil analisis
17
dengan tahap pra analitik dan analitik. Cek kelengkapan data identitas pasien, nomor batch/log, apakah sudah sama seperti yang tertera pada formulir permintaan pemeriksaan. Teliti dan cek kembali parameter pemeriksaan. Kemudian pada hasil pemeriksaan diteliti, amati, cek kembali, evaluasi, interpretasi dan verifikasikan hasil analisis. Amati kembali perlukah adanya pengulangan pemeriksaan, penulisan catatan atau komentar. Apabila semua sudah layak serta dapat dipertanggungjawabkan dan semua prosedur sudah dilakukan dan dinyatakan benar, maka barulah dilakukan validasi hasil analisis, dan hasil dapat dikeluarkan untuk dikirim pada pasien / konsumen (Sukorini, dkk, 2010). Kesalahan yang terjadi dilaboratorium adalah 40% merupakan kesalahan pra analitik, 40% kesalahan analitik dan 20% kesalahan pasca analitik. Semua jenis kesalahan baik pra analitik, analitik dan pasca analitik memiliki tingkat yang sama beratnya dimana ketiga jenis kesalahan ini akan mempengaruhi mutu pemeriksaan (Westgart, 2001). 8. Dasar-Dasar Statistik Pemantapan Mutu Internal Grafik Levey-Jennings merupakan penyempurnaan dari grafik kontrol Shewhart yang diperkenalkan Walter A. Shewhart pada tahun 1931 (Barry, 2009). Pada grafik kontrol akan ditemui nilai rerata dan batasbatas nilai yang dapat diterima. Batas-batas tersebut menggunakan kelipatan dari simpangan baku. Grafik Levey-Jennings bekerja dengan asumsi sebaran nilai kontrol mengikuti sebaran normal atau Distribusi Gaussian. Westgard menyajikan suatu seri aturan untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan tersebut dapat digunakan pada
18
penggunaan satu level, dua level maupun tiga level kontrol. Berapa banyak level yang akan dipakai sangat tergantung pada kondisi laboratorium kita. Pemetaan dan evaluasi hasil dari dua level kontrol secara simultan akan memberikan deteksi adanya shift dan trend lebih awal jika dibandingkan jika kita hanya menggunakan satu level control. Aturan-aturan yang umumnya dipilih ketika laboratorium menggunakan satu atau dua level kontrol yang masing-masing diperiksa satu atau dua kali setiap runing. Interpretasikan hasil proses kontrol kualitas, menggunakan perhitungan dasar statistik yaitu (Wesgart, 2001). a. Rerata Rerata adalah hasil pembagian jumlah nilai hasil pemeriksaan dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan. Rerata biasa digunakan sebagai nilai target dari kontrol kualitas yang dilakukan, rumus rerata :
Keterangan : X : rerata ∑x : jumlah nilai hasil pemeriksaan N : jumlah pemeriksaan yang dilakukan National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) merekomendasikan setiap laboratorium untuk menetapkan sendiri nilai target suatu bahan kontrol dengan melakukan setidaknya 20 kali pengulangan (Biorad, 2005). b. Rentang
19
Rentang merupakan penyebaran antara nilai hasil pemeriksaan terendah hingga tertinggi. Rentang memberikan batas bawah dan batas atas suatu rangkaian data, rumus rentang adalah : Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah c. Simpangan Baku Simpangan baku mengkuantifikasikan derajat penyebaran data hasil pemeriksaan di sekitar rerata. Fungsi simpangan baku dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk distribusi data yang dimiliki. Nilai rerata dapat digunakan sebagai nilai target dan simpangan baku sebagai ukuran sebaran data, kita dapat menentukan rentang nilai yang dapat diterima atau ditolak dalam praktek kontrol kualitas, rumus simpangan baku adalah :
d. Koefisien Variasi Koefisien variasi merupakan suatu ukuran variabilitas yang bersifat relative dan dinyatakan dalam satuan persen. Hasil koefisien variasi menggambarkan perbedaan hasil yang diperoleh setiap kali kita melakukan pengulangan pemeriksaan pada sampel yang sama dan dapat membandingkan kinerja metode, alat maupun pemeriksaan yang berbeda, rumus koefisien variasi adalah :
e. Akurasi dan Presisi Akurasi adalah kemampuan mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value). Secara kuantitatif akurasi diekspresikan dalam ukuran inakurasi. Kita dapat mengukur
20
inakurasi alat dengan melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang telah diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil pengukuran kita dengan nilai target bahan kontrol merupakan indicator inakurasi pemeriksaan kita. Perbedaan ini disebut bias dan dinyatakan dalam persen. Semakin kecil bias berarti semakin tinggi akurasi pemeriksaan kita. Presisi adalah kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap pengulangan pemeriksaan. Secara kuantitatif presisi disajikan dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran koefisien variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas suatu pemeriksaan. Alat kita memiliki presisi yang tinggi, maka pengulangan pemeriksaan terhadap sampel yang sama akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Tingkat akurasi berkaitan
dengan
kesalahan
sistematik,
sementara
tingkat
presisi berkaitan dengan kesalahan acak.
Ditetapkan Oleh Direktur RSUD dr. Fauziah Bireuen
Dr. MUKHTAR, MARS NIP. 19661122 200003 1 002
B. Konsep
Pemantapan Mutu Internal Pemeriksaan Laboratorium klinik
21
PRA ANALITIK Persiapan pasien Penerimaan specimen Pengambilan specimen Pemberian identitas Pemeriksaan kontrol
ANALITIK Pengolahan specimen Pemeliharaan/kalibrasi alat Metode pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan
PASCA ANALITIK Pencatatan hasil pemeriksaan Pelaporan hasil pemeriksaan
Analisis observasi, dan dokumen terhadap pelaksanaan pemantapan mutu internal pemeriksaan Kimia klinik
Analisis data Untuk hasil control kualitas dilakukan analisis dengan statistic dasar control kualitas (Mean, SD, CV, )
Kesimpulan Pelaksanaan pemantapan mutu internal pemeriksaan kimia klinik tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan kimia klinik
DAFTAR PUSTAKA Azhrul Azwar, 1994, Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. Barry.2009. QC. The Levey – Jennings Control Chat – Westgard QC. Diunduh 26 Mei 2011 dari http:/www.wesgart.com/Lesson12. htm
22
Biorad. 2005. Basic dan Intermediate Systemof Quality Control for the Clinical Laboratory. California Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-undang No. 36 Tentang Kesehatan Tahun 2009. Diunduh tanggal 22 Juni 2011 dari http://www.scribd.com/doc/21745323/ Undang-undang-No-36-2009Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory Practice). Cetakan 3. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2010. Permenkes RI No. 411/Menkes/Per/III/2010 Tentang Laboratorium Klinik. Diunduh tanggal 23 Juni 2011 dari http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No. %20411%20ttg%20Laboratorium%20Klinik.pdf. Departemen Kesehatan RI. 1997. Petunjuk Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Donabedian, 1980, The Definition of Quality and Approaches to its Assessment Health Administration, Michigan Gasperz. 1998. Statistical Process Control, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadi. A, 2000, Sistem Manajemen Mutu Laboratorium, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hasmara. 2000. Studi deskriptif tentang manajemen Quality Assurance pada Pelayanan Laboratorium di Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Pusat Dr. Karyadi Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. Kahar. 2005. Mutu Pemeriksan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical laboratory. Kuncoro. 1997. Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah
23