Pedoman Program Penurunan Prevelensi Stunting & Wasting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting



RUMAH SAKIT PULMONARY DR.M.GOENAWAN PARTOWIDIGDO 2022



ii



LEMBAR PENGESAHAN



Buku Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting RSPG Cisarua ini telah disusun dan disesuaikan dengan buku pedoman nasional Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting. Bila diperlukan akan dilakukan revisi sesuai ketentuan yang berlaku. Dibuat dan disetujui untuk dilaksanakan sepenuhnya.



Bogor, Juni 2022



iii



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting ini dapat tersusun. Dalam rangka meningkatkan pengelolaan program perbaikan gizi di tingkat fasilitas kesehatan (Rumah Sakit), perlu dilakukan berbagai upaya yang dapat membantu terlaksananya program gizi dan pelayanan gizi secara optimal. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menyusun Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan program dan pelayanan gizi. Buku Pedoman Program Penurunan Prevalensi Stunting dan Prevalensi Wasting ini disusun untuk memenuhi kebutuhan akan pedoman kerja bagi tenaga gizi yang bekerja di Unit Pelayanan Gizi, khususnya di Instalasi Gizi RS. Paru Dr.M.Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor. Pedoman ini disusun oleh Tim Gizi RS. Paru Goenawan dengan mengacu ke program penurunan stunting dan wasting di rumah sakit yang ada, literatur pedoman internal stunting dan wasting yang digunakan oleh rumah sakit,



serta pengalaman dan rujukan dari buku-buku tentang stunting,wasting. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi tenaga pelaksana gizi dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan pelayanan gizi yang berkualitas di Rumah Sakit. Ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam penyusunan Pedoman Internal Stunting ini. Bogor,



Juni 2022



Penyusun



iv



DAFTAR ISI



Hal HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. iv I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1.2 Dasar Hukum............................................................................................ 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 1.4 Sasaran ..................................................................................................... 1.5 Ruang Lingkup ......................................................................................... 1.6 Batasan Operasional ................................................................................. II. STUNTING DAN WASTING ................................................................. 2.1 Definis ...................................................................................................... 2.2 Penyebab .................................................................................................. 2.3 Dampak .................................................................................................... 2.4 Intervensi ................................................................................................. III. ALUR RUJUKAN RUMAH SAKIT....................................................... IV. TATA LAKSANA STUNTING DAN WASTING .................................. V. RENCANA TAHUN 2022 ....................................................................... VI. PENUTUP ................................................................................................ DAFTAR PUSAKA .................................................................................



1 1 2 2 2 2 3 3 3 4 4 5 7 8 11 12 15 16 17



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan utama yang saat ini dihadapi sector kesehatan di Indonesia adalah kekurangan gizi anak kronis. Meskipun banyak perkembangan dan kemajuan kesehatan yang telah dilakukan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, namun masalah stunting dan wasting tetap signifikan. Sejumlah 30,8% anak Indonesia mengalami stunting (Riskesdas, 2018) dari target RPJMN 2019 28% masih belum memenuhi target. Sejumlah 17,7% anak Indonesia mengalami wasting (Riskesdas, 2018) dari target RPJMN 2019 17% masih belum memenuhi target. Stunting dan Wasting yang terjadi selama masa anak-anak sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, dan jangka hidup yang lebih pendek. Menurut Schmidt (2014) mengatakan bahwa, stunting merupakan dampak dari kurang gizi yang terjadi dalam periode waktu yang lama yang pada akhirnya menyebabkan penghambatan pertumbuhan linear. Etiologi menurut WHO (2014) stunting



dapat



disebabkan oleh 4 masalah utama yaitu factor keluarga dan rumah tangga, pemberian makanan tambahan yang tidak adekuat, pemberian ASI serta penyakit infeksi. Keempat masalah utama tersebut disebabkan oleh factor social dan komunitas, seperti politik dan ekonomi, kesehatan dan pelayanan esehatan, pendidikan, kultur social, system pangan dan agrikultur, serta air, sanitasi, juga lingkungan. Rumah sakit adalah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat,bidan, ahli gizi dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Stunting dan Wasting adalah salah satu program prioritas nasional yang dijalankan Rumah Sakit, dimana program pencegahan stunting ini terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah Sakit, di perlukan pelayanan yang bermutu , sehingga dapat menghasilkan status gizi yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan pasien.



2



Program perbaikan gizi untuk balita stunting dan wasting bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi serta konsumsi pangan, yang berdampak pada perbaikan keadaan atau status gizi, terutama status gizi kurang dan status gizi buruk serta mempertahankan keadaan status gizi baik, sehingga dapat menurunkan angka penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat berpenghasilan rendah (di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada anak balita dan wanita. Pelaksana program Gizi di Rumah Sakit dilakukan oleh tenaga gizi berpendidikan S1/D3 Gizi (Sarjana Gizi) yang khusus dipersiapkan atau mahir dalam Usaha Perbaikan Gizi atau sebagai tenaga profesional di bidang gizi. 1.2 Dasar Hukum a) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. b) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit c) Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting d) Peraturan Presiden No 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020-2024 e) Peraturan Presiden No 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraris & Tata Ruang f) Peraturan Presiden No 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi g) Peraturan Presiden No 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi h) SE Menteri PPN No 4 Tahun 2021 i) SE Kemenkes No.HK.03.03/V/0595/2016 j) SE Menteri PPN tentang Lokasi Fokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Tahun 2020 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menanggulangi masalah Gizi Stunting Dan Wasting di Rumah Sakit Pulmonary Dr.M.Goenawan Partowidigdo Tujuan ini akan dicapai dengan cara : a. Program pemberian makanan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) di Rumah sakit b. Pelaksanaan Pelayanan Gizi c. Penilaian Status Gizi d. Pemberian Tablet Tambah Darah Ibu Hamil e. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi Umur 6-11 Bulan f. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita Umur 12-59 Bulan



3



g. Penanganan Balita Stunting h. Penangan Balita Wasting



1.3.2 Tujuan Khusus a. Meningkatkan kemampuan dan peran serta pasien, keluarga dan seluruh anggota untuk mewujudkan perilaku gizi yang baik dan benar. b. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas gizi dalam merencanakan, melaksanakan, membina, memantau dan mengevaluasi Upaya Perbaikan Gizi Pasien. c. Terwujudnya rangkaian kegiatan Pencatatan dan pelaporan Gizi .



1.4 Sasaran Sasaran Upaya Perbaikan Gizi adalah Kelompok yang berkaitan dengan stunting dan wasting, antara lain pasien : a. Bayi dan Balita. b. Wanita Usia Subur (WUS) c. Semua anak dan dewasa yang mempunyai masalah gizi



1.5 Ruang Lingkup Ruang Lingkup Pelayanan Program Gizi di Rumah Sakit Pulmonary Dr. M. Goenawan Partowidigdo,



1.6 Batasan Operasional Pelayanan Program Gizi meliputi : a. Edukasi Gizi b. Rawat Jalan c. Rawat Inap



4



BAB II STUNTING DAN WASTING



2.1 Definisi Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menemukan 30,8% mengalami stunting. Walaupun prevalensi stunting menurun dari angka 37,2% pada tahun 2013, namun angka stunting tetap tinggi dan masih ada 2 (dua) provinsi dengan prevalensi di atas 40% (Gambar 1.1.) Wasting adalah suatu kondisi dimana balita menderita gangguan gizi dengan diagnosis ditegakkan berdasarkan penilaian tinggi badan per berat badan (Hasyim, 2017). Wasting merupakan suatu kondisi kekurangan gizi akut dimana BB anak tidak sesuai dengan TB atau nilai Z-score kurang dari -2SD (Standart Deviasi) (Afriyani, 2016). Anak kurus merupakan masalah gizi yang sifatnya akut, sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama seperti kekurangan asupan makanan (Rochmawati, 2016)



5



2.2 Penyebab Penyebab Stunting Mengacu pada “The Conceptual Framework of the Determinants of Child Undernutrition” , “The Underlying Drivers of Malnutrition” , dan “Faktor Penyebab Masalah Gizi Konteks Indonesia” penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi (Gambar 1.2.). Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan. Penelitian Dubois, et.al pada tahun 2012 menunjukkan bahwa faktor keturunan hanya sedikit (4-7% pada wanita) mempengaruhi tinggi badan seseorang saat lahir. Sebaliknya, pengaruh faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (74-87% pada wanita). Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.



6



Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami penyakit infeksi akan melahirkan bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR), dan/atau panjang badan bayi di bawah standar. Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat. Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air bersih dan sanitasi layak serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian infeksi penyakit menular pada anak. Kehidupan anak sejak dalam kandungan ibu hingga berusia dua tahun (1.000 HPK) merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Faktor lingkungan yang baik, terutama di awal-awal kehidupan anak, dapat memaksimalkan potensi genetik (keturunan) yang dimiliki anak sehingga anak dapat mencapai tinggi badan optimalnya. Faktor lingkungan yang mendukung ditentukan oleh berbagai aspek atau sektor. Penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup: (a) Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan; (b) Keterlibatan pemerintah dan lintas



7



sektor; dan (c) Kapasitas untuk melaksanakan. Gambar 1.2. menunjukkan bahwa penurunan stunting memerlukan pendekatan yang menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.



2.3 Dampak Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK, akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu hilangnya masa hidup sehat setiap tahun.Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan stroke (Gambar 1.3.).



8



2.4 Intervensi Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung. Kerangka konseptual Intervensi penurunan stunting terintegrasi (Gambar 1.4.). Kerangka konseptual intervensi penurunan stunting terintegrasi di atas merupakan panduan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menurunkan kejadian stunting. Pemerintah kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk berinovasi untuk menambahkan kegiatan intervensi efektif lainnya berdasarkan pengalaman dan praktik baik yang telah dilaksanakan di masingmasing kabupaten/kota dengan fokus pada penurunan stunting. Target indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi adalah: 1) Prevalensi stunting pada anak baduta dan balita 2) Persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 3) 4)



Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita Prevalensi wasting (kurus) anak balita



5)



Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif



6)



Prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri



7)



Prevalensi kecacingan pada anak balita



8)



Prevalensi diare pada anak baduta dan balita



9



Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini diberikan oleh rumah sakit dan dijelaskan dalam Tabel 1.1. Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik: a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik dampak



paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran prioritas; b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi



dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan. c. Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang



diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana (program gizi darurat).



10



Table 1.1 Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Penurunan Stunting dan Wasting Kelompok Sasaran



Intervensi Prioritas



Intervensi Pendukung



Kelompok Sasaran 1000 HPK Ibu Hamil



Ibu Menyusui dan anak 0-23 bulan



Suplemen tablet tambah darah



Suplemen Kalsium



Suplemen Vitamin A



Pemeriksaan Kehamilan Suplemen kapsul vitamin A



Promosi dan konseling menyusui Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA) yang di rawat inap Tata laksana gizi buruk



Pemberian makanan tambahan bagi anak kurus yang di rawat inap Pemberian makanan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) Kelompok Sasaran Usia Lainnya Remaja putri dan Wanita Subur



Suplemen tablet tambah darah



Anak 24-59 bulan



Tata laksana gizi buruk Pemberian makanan tambahan bagi anak kurus yang di rawat inap Pemberian makanan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK)



Imunisasi



Suplemen zinc untuk pengobatan diare



Intervensi Prioritas Sesuai Kondisi tertentu



11



BAB III ALUR RUJUKAN STUNTING RUMAH SAKIT



RS. Paru Dr.M.Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor sebagai rumah sakit tipe A, adalah rumah sakit rujukan. Adapun program RS. Paru Dr.M.Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor dalam melaksanaan penataan sistem rujukan adalah:



1. Surveilans gizi dan penemuan dan penanganan kasus di puskesmas berisiko gagal tumbuh, gizi kurang dan gizi buruk 2. Sistem Rujukan Berbasis Kompetensi ke pelayanan kesehatan sekunder yaitu rumah sakit yang memiliki sdm yang kompeten:dr. spesialis anak/ subspesialis anak( gizi anak, tumbuh kembang) sarana dan prasarana yang memadai. Rujukan kasus stunting dan wasting, guna mendapatkan penanganan lebih lanjut terkait penyebab dan terapi yang dibutuhkan.



12



BAB IV TATALAKSANA STUNTING DAN WASTING



Penanganan balita wasting dan stunting harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mencegah kematian dan komplikasi lebih lanjut serta memperbaikitumbuh kembang anak di masa mendatang. Upaya penanggulangan dilakukan dengan pencegahan melalui penemuai dini dan mobilisasi masyarakat serta penanganan sesuai tata laksana kasus, yeng terintegrasi baik dengan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Menurut WHO, jika deteksi dini dan pemberdayaan masyarakat optimal, maka 80% atau sekitar 644.000 kasus dapat ditangain secara rawat jalan. Upaya Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi menekankan pentingnya peran serta aktif keluarga dan masyarakat serta lintas sektor terkait dalam upaya penanggulangan gizi buruk pada balita. Upaya ini juga menganjurkan layanan rawat jalan untuk balita berusia 6-59 bulan dengan gizi buruk tanpa komplikasi. Bila ada komplikasi, maka balita perlu menjalani rawat inap sampai komplikasi teratasi dan selanjutnya diperbolehkan menjalani rawat jalan sampai sembuh sepenuhnya. Untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk, dianjurkan rawat inap, walaupun tidak ada komplikasi. Pendekatan pengelolaan gizi buruk terintegrasi dapat meningkatkan: • jumlah balita gizi buruk yang terdeteksi secara dini; • cakupan penanganan kasus; • tingkat kepatuhan, sehingga mengurangi drop out balita yang menjalani rawat jalan/ inap; • proporsi kasus yang berhasil disembuhkan Rawat inap untuk: Bayi