Pembahasan Biofar Perkutan Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan suatu percobaan mengenai absorpsi obat perkutan secara in vitro. Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Kulit relatif impermeabel untuk sebagain besar senyawa, untuk itu perlu banyak pertimbangan untuk pemberian obat-obat melalui kulit untuk efek sistemik. Pengujian perkutan secara in vitro menunjukkan gambaran bahwa stratum korneum merupakan sawar utama untuk banyak senyawa. Stratum korneum adalah salah satu bagian dari kulit yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa asing. Untuk mencapai tempat kerja suatu obat di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid yang semipermeabel. Kelarutan molekul obat dalam lipid inilah yang merupakan faktor utama absorbsi obat dalam tubuh. Pengujian absorpsi obat perkutan dapat dilakukan untuk sediaan topikal maupun transdermal. Perbedaan dari kedua sediaan tersebut yaitu untuk sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, sedangkan sediaan transdermal adalah sediaan yang digunakan melalui kulit untuk tujuan pengobatan sistemik. Suatu sediaan akan dapat memberikan efek sistemik, apabila obat yang diberikan tersebut dapat menembus lapisan kulit dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Sediaan transdermal dapat dikembangkan untuk alternatif sistem penghantaran obat dengan bioavailabilitas obat yang rendah. Namun tidak semua obat dapat menembus kulit dengan mudah karena struktur kulit yang sangat kompleks yang menghambat absorpsi transdermal. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperbaiki bioavailabilitas obat yang diberikan secara transdermal. Salah satu upaya ini adalah penggunaan enhancer kimia dalam sediaan. Enhancer adalah sesuatu yang dapat meningkatkan permeasi (transpor). Dilakukan uji difusi suatu obat dengan menggunakan metode difusi tipe vertikal yang merupakan percobaan pada uji difusi terhadap suatu zat tertentu dimana dibuat suatu mekanisme kerja layaknya difusi di dalam membran sel tubuh manusia.



Adapun sediaan yang diuji menggunakan zat aktif asam salisilat. Kemudian dihitung konsentrasi obat yang terabsorbsi pada membran, dimana obat yang terabsorbsi seolah-olah menembus membran sel yang ada di dalam tubuh. Metode pengujian transport dengan sel difusi tipe vertikal mempunyai beberapa keuntungan yaitu membutuhkan volume kompartemen donor yang lebih kecil, membutuhkan luas membran transport lebih kecil, dan kemungkinan kebocoran membran kulit asli lebih kecil. Sedangkan kerugiannya adalah tidak adanya pengadukan di kompartemen donor dan pengadukan di kompartemen reseptor kadang - kadang kurang homogen. Pada percobaan ini digunakan membran milipore yang diibaratkan sebagai simulasi kulit dimana membran milipore ini berfungsi sebagai membran lipid buatan yaitu sebagai membran difusi. Selain membran milipore, membran yang dapat digunakan untuk uji ini yaitu kulit tikus, babi, marmut, kelinci, ular, manusia atau membran kulit sintetik. Kulit manusia adalah pilihan utama untuk uji absorpsi perkutan tetapi sulit untuk didapatkan, sehingga banyak digunakan kulit tikus atau kulit sintetik sebagai penggantinya. Kulit tikus tidak digunakan dalam percobaan ini karena kulit yang digunakan harus dalam keadaan segar dan dikhawatirkan sebelum praktikum dilakukan kulitnya mengalami perubahan secara fisik dimana akan mempengaruhi percobaan absorpsi nantinya. Selain itu proses penyiapan kulit tikus segarnya pun kemungkinan membutuhkan waktu yang cukup lama. Memban milipore diimpregnasikan dalam isopropil miristat. Maksudnya adalah membran milipore tersebut direndam dengan isopropil miristat selama 15 menit. Tujuannya yaitu untuk mengisi pori-pori dari membran. Isopropil miristat berfungsi sebagai larutan yang dapat meningkatkan proses penetrasi. Selain itu, isopropil miristat juga banyak digunakan dalam kosmetik karena dapat memberikan rasa halus dan nyaman ketika dipakai dalam kulit dan juga dapat mengurangi penguapan air dari kulit. Setelah direndam dalam isopropil miristat kemudian membran tersebut diletakkan di atas kertas saring tujuannya untuk menyerap kelebihan lipid. Membran lalu direndam kembali dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 yang merupakan cairan penerima di kompartemen aseptor selama 30 menit dimana berfungsi untuk proses hidrasi.



Selanjutnya setelah direndam membran ditempatkan diantara kompartemen donor dan aseptor. Membran ditempatkan dengan hati-hati dan jangan ada udara yang terperangkap antara membran dengan cairan penerima (kompartemen aseptor) karena udara yang terperangkap dapat menghambat penetrasi senyawa akibat kontak antara membran dengan cairan penerima terhalang. Digunakan ring karet untuk mencegah kebocoran antara kompartemen donor dan aseptor. Dalam kompartemen donor diisi oleh asam salisilat, sedangkan dalam kompartemen aseptor diisi oleh dapar fosfat pH 7,4. Digunakan dapar fosfat bertujuan untuk mengkondisikan cairan seperti pH tubuh normal, yaitu tubuh manusia normal mempunyai kisaran pH 7,35 - 7,43. Lalu dijalankan alat sel difusi dengan mengatur suhu dimana suhu yang digunakan adalah 37°C tujuannya agar sesuai dengan suhu tubuh manusia. Suhu harus dijaga karena adanya perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan laju difusi asam salisilat dalam menembus membran. Serta digunakan magnetik stirer dengan kecepatan yang konstan yaitu 120 rpm untuk menjaga cairan kompartemen aseptor tetap homogen. Pada percobaan ini, larutan dalam kompartemen aseptor secara konstan dikeluarkan dan diganti dengan pelarut baru untuk menjaga supaya konsentrasi berada pada tingkat yang rendah yaitu kondisi sink. Kemudian dilakukan pengukuran transport obat dari kompartemen donor ke kompartemen aseptor pada rentang waktu 0, 5, 10, 15, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60 menit. Cuplikan diambil sebanyak 5 ml dan dicek absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 300 nm. Absorbansi yang diperoleh nantinya akan mempengaruhi perhitungan mg terdifusi dan perhitungan fluks dimana perbedaannya yaitu mg terdifusi merupakan jumlah obat yang dapat melewati membran, sedangkan fluks disebut juga sebagai suatu laju pelepasan obat. Dimana fluks dipengaruhi oleh koefisien partisi obat dalam membran dan pembawa, tebal membran dan koefisien difusi obat. Berdasarkan tabel absorpsi obat perkutan pada asam salisilat dapat dilihat bahwa mg terdifusi asam salisilat mengalami kenaikan dan penurunan pada menit-menit tertentu. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh absorbansi dari cuplikan yang diambil per 5 menitnya karena dari absorbansinya pun terjadi kenaikan dan penurunan.



Setelah didapat hasil lalu dibuat grafik antara persen terdifusi asam salisilat dengan waktu. Namun hasil grafik tidak bagus karena asam salisilat yang terdifusi mengalami kenaikan dan penurunan pada menit tertentu. Seharusnya grafik yang dihasilkan semakin lama waktu asam salisilat yang terdifusi per satuan waktu semakin meningkat (Shargel, 1988). Sedangkan grafik fluks yang dihasilkanpun juga terlihat kurang baik karena mulai dari menit ke-15 laju penetrasi obat mengalami penurunan sampai menit ke-60. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya gelembung udara yang terperangkap antara membran dengan cairan penerima dalam kompartemen aseptor yang dapat menghambat penetrasi senyawa akibat kontak antara membran dengan cairan penerima terhalang Kemungkinan untuk grafik fluks yang baik adalah dari waktu ke waktu semakin terjadi peningkatan laju penetrasi obat.



KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa laju absorpsi perkutan dari asam salisilat hasilnya kurang baik karena terjadi penurunan laju absorpsi pada waktu tertentu.