Pembangunan Masyarakat Desa Dan Kota 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 2



Nama Mahasiswa



: EKO SULISTIAWATI



Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031367927



Kode/Nama Mata Kuliah



: IPEM4542/ PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA



Kode/Nama UPBJJ



: 20 / BANDAR LAMPUNG



Masa Ujian



: 2021/22.1 (2021.2)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



1. Menurut UU RI No 6 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 3 kepala desa adalah pemerintahan desa



atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Bertugas untuk menyelenggarakan pemerintah dan pemberdayaan desa. Badan pemerintahan desa adalah lembaga yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa yang ditetapkan secara demokratis berdasarkan kewilayahan. Fungsi dari BPD adalah membahas dan menyepakati rencana peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat, dan mengawasi kinerja kepala desa. Sekretaris desa adalah perangkat yang membantu kepala desa menjalankan tugasnya. Fungsi sekretaris meliputi menyiapkan dan melaksanakan pengelolaan administrasi desa, membantu persiapan penyusunan peraturan desa dan bahan untuk laporan penyelenggara pemerintah desa serta melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala desa. Struktur Pemerintahan Desa yang telah dibentuk, ditugaskan dan difungsikan sesuai dengan undang-undang yang telah diatur untuk desa. Setiap perangkat desa diharapkan melakukan fungsinya dengan baik. Bisa menata masyarakat dan membangun desa sesuai dengan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah pusat.



2. Wilayah pemerintahan di Indonesia terdiri dari wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang masing-masing memiliki karakteristik khusus, terkait dengan elemen dasar pemerintahan daerah, khususnya personel. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa



Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus segala kewenangan pemerintahan dalam skala lintas kabupaten/kota, dan dalam posisinya sebagai Gubernur yang juga menjadi wakil Pemerintah, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus segala kewenangan pemerintahan dalam upaya memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah. Kerjasama antar Pemerintah Daerah merupakan bentuk kesepakatan antara gubernur dengan gubernur; atau gubernur dengan bupati/wali kota; atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. Kerjasama antar Pemerintah Daerah ini semakin didorong dalam era desentralisasi terkait dengan usaha meningkatkan kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. pembangunan secara optimal yang dimaksud ialah mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis yang selama ini masih belum berkembang secara optimal. Misalnya, ada sebuah daerah yang sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan objek pariwisata. Nah, infrastruktur daerah tersebutlah yang harus dipercepat pembangunannya. Adanya ketidakseimbangan antara pembangunan di kota dan di desa juga berakibat buruk secara sosial dan ekonomi terhadap kehidupan di kedua wilayah masyarakat tersebut. Karena kota akan mengalami kepadatan penduduk yang semakin tinggi disebabkan terbukanya kesempatan kerja di berbagai bidang. Sebaliknya, kondisi di desa makin sepi ditinggalkan warganya, tersisa penduduk yang hanya bertumpu pada sektor pertanian, dikelola dengan sistem tradisional serta bergantung pada musim dan kondisi lahan. Dalam banyak kasus, kota kerap memiliki visi modern dan dinamis, sedangkan desa karakternya lamban dan tradisional. Menyikapi kondisi ini sudah saatnya pemerintah melakukan upaya-upaya terhadap kebijakannya dalam membangun masyarakat desa, apalagi di era otonomi daerah. Pemerintah perlu juga menelaah strategi dalam menciptakan keserasian pembangunan antara desa dan kota sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi di tingkat kabupaten. Peningkatan tersebut sangat mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, khususnya pemerintahan daerah, mengingat tujuan penyelenggaraan otonomi daerah seluas-luasnya adalah untuk: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pelayanan umum, (3) daya saing daerah. Untuk itu, sedang disusun Grand Design Penataan Otonomi Daerah, untuk menjawab berapa jumlah ideal Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Indonesia untuk dapat menjalankan pemerintahannya dengan efektif dan efisien. Keberagaman wilayah administrasi DOB merupakan salah satu kondisi yang perlu diperhatikan, disamping isu lain yang bermunculan. Selama pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pemekaran wilayah yang terpantau oleh Pemerintah adalah pemekaran Provinsi, Kabupaten dan Kota, karena penetapannya harus melalui Undang-undang. Di sisi lain, pembentukan kecamatan, kelurahan dan desa hanya ditetapkan melalui peraturan daerah,



sehingga belum dapat terpantau secara terkini oleh Pemerintah, mengingat belum adanya suatu sistem pelaporan atau pencatatan peraturan daerah yang kontinyu di tingkat pusat. 3. Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals), adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat dan membangun dunia yang lebih baik pada abad ke-21. Melihat hasil pembangunan di beberapa negara yang belum mencapai target, maka MDGs ditransformasikan ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs) terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Kajian penelitian terdahulu tentang modal sosial dan pemberdayaan masyarakat yang melihat peran modal sosial dalam interaksi individu di dalam keluarga dan dalam kehidupan berorganisasi dilakukan oleh Prayitno (2004) dan Ibrahim (2002); Darmawati (2008) dan Indraddin (2012). Pemanfaatan modal sosial yang ada di masyarakat rural maupun urban masih sebagai bonding (pengikat saja) belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga sehingga kapasitas modal sosial belum secara optimal dimanfaatkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan oleh LPM Unpad (2008). Kemudian diteliti tentang trust oleh Rahardian (2011) bahwa hubungan bisnis yang kooperatif akan tumbuh seiring dengan meningkatnya kepercayaan dan komitmen sehingga trust berpengaruh positip. Unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja sama secara lebih efektif (Fukuyama, 2002). Elemen modal sosial yang menjadi pusat kajian Fukuyama adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Fukuyama mengurai secara mendalam tentang bagaimana kondisi kepercayaan dalam komunitas di beberapa negara dan mencoba mencari korelasinya dengan tingkat kehidupan ekonomi negara bersangkutan. Modal sosial yang berkualitas dan tinggi tumbuh dan berkembang didalam masyarakat madani (civil society) adalah kelompok-kelompok masyarakat di luar campur tangan pemerintahan formal yang memiliki kemampuan melakukan tata laksana pemerintahan (self governance) yang didasari social trust dan nuansa demokratisasi yang tinggi (Fukuyama, 1999). Modal sosial (social capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan human capital (Fukuyama,2005). Bentuk human capital adalah ‘pengetahuan’ dan ‘keterampilan’ manusia. Investasi human capital conventional adalah dalam bentuk seperti halnya pendidikan universitas, pelatihan menjadi seorang mekanik atau programmer komputer, atau menyelenggarakan pendidikan yang tepat lainnya. Modal sosial bukanlah sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang (underpinning) kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas. Yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Dimensi lain yang menarik perhatian adalah yang berkaitan dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi



berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk mengikat atau bonding/exclusive lebih berorientasi ke dalam lingkunganya sendiri, cenderung konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making daripada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai. Kemudian tipe menjebatani atau bridging/inclusive biasanya mampu memberikan konstribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses kehidupan dan pembangunan masyarakat. Inti telaahan terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu kelompok untuk berinteraksi dalam kegiatan sosial dan bekerjasama membangun suatu jaringan (link) dan kepercayaan (trust). 4. Pemberdayaan tidak mempunyai pengertian model tunggal. Pemberdayaan dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan, politik, dan sosialbudayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Ada pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas. Ada juga yang memahami pemberdayaan secara makro sebagai upaya mengurangi ketidakmerataan dengan memperluas kemampuan manusia (melalui, misalnya, pendidikan dasar umum dan pemeliharaan kesehatan, bersama dengan perencanaan yang cukup memadai bagi perlindungan masyarakat) dan memperbaiki distribusi modal-modal yang nyata (misal lahan dan akses terhadap modal). Jadi, pemberdayaan masyarakat desa dapat dipahami dengan beberapa cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Kedua, titik pijak pemberdayaan adalah kekuasaan (power), sebagai jawaban



atas ketidakberdayaan (powerless) masyarakat. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini berasumsi bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat diubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian diatas. Kekuasan tidak vakum dan terisolasi, kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan “intervensi” dari luar. Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat, yang di dalamnya mewadahi warga secara individual maupun komunitas secara kolektif. Pemberdayaan adalah upaya membangkitkan kekuatan dan potensi masyarakat yang bertumpu pada komunitas lokal melalui pendekatan partisipatif dan belajar bersama. Dari sisi strategi, pendekatan dan proses, pemberdayaan merupakan gerakan dan pendekatan berbasis masyarakat lokal maupun bertumpu pada kapasitas lokal, yang notabene bisa dimasukkan ke dalam kerangka pembaharuan menuju kemandirian masyarakat. Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah baik Provinsi atau Kabupaten memberdayakan masyarakat dengan a) menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat desa; b) meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan c) mengakui dan memfungsikan institusi asli atau yang sudah ada di masyarakat desa. Ketiga intervensi dari pemerintah tersebut dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan desa dan kawasan perdesaaan (pasal 112 ayat 3 dan 4). Lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.114 Tahun 2014 pada pasal 6 meliputi: a. pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan, b. pelatihan teknologi tepat guna, c. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat Desa, dan Badan Pemusyawaratan Desa; dan d. peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: - kader pemberdayaan masyarakat Desa; - kelompok usaha ekonomi produktif; kelompok



perempuan, - kelompok tani, - kelompok masyarakat miskin, - kelompok nelayan, - kelompok pengrajin, - kelompok pemerhati dan perlindungan anak, - kelompok pemuda; dan - kelompok lain sesuai kondisi Desa. . Pemberdayaan ini menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Pemberdayaan juga merupakan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya.