Pembuatan Amilum Kentang (Meiliza Handayani 18330729) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PEMBUATAN AMILUM KENTANG (Solanum tuberosum L.)



Disusun Oleh : Nama



: Meiliza Handayani



NIM



: 1833079



Tanggal Laporan



: 11 Juni 2020



PROGRAM STUDI FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL



PEMBUATAN AMILUM KENTANG (Solanum tuberosum L.) A. Tujuan Percobaan Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan amilum pati dari kentang (Solanum tuberosum L.) dan mengetahui identifikasi makroskopis dan mikroskopisnya beserta reaksi kimia nya. B. Prinsip Percobaan Dalam percobaan pembuatan amilum ini, amilum dibuat dari sampel kentang dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Pembuatan amilum dimulai dari penyiapan sampel, penimbangan sampel hingga pengolahan sampel menjadi amilum. Selain itu, dilakukan



pengamatan



amilum



dari



segi



mikroskopiknya menggunakan



mikroskop. C. Landasan Teori Starch (pati) atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lainlain. Hewan dan manusia juga mejadikan pati sebagai sumber energi penting (Whistler, L. Roy. dkk, 1984). Pati juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun dan umbi. Pati merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang (Claus, et al., 1970). Pati merupakan karbohidrat cadangan yang terdapat dalam batang dan biji suatu tanaman (Otman, et al., 2011). dan membentuk butiran dalam sel di plastid, terpisah dari sitoplasma. Sumber pati terbesar adalah berasal dari jagung dan beras. Pati merupakan serbuk amorf lunak berwarna putih dan tanpa rasa manis. Tidak larut dalam air, alkohol dan eter (Jain, et al., 2014). Pati alami akan mengalami berbagai perubahan fisikokima selama proses termal. Khususnya, ketika dipanaskan dalam air, butiran pati akan membengkak, diikuti dengan perubahan struktur kristal pati tersebut (Zhu, et al., 2009). Di Indonesia, pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan



amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula (Whistler, L. Roy. dkk, 1984).



Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Whistler, L. Roy.dkk, 1984).



Salah satu sumber tanaman penghasil pati adalah kentang. Kentang mempunyai sifat menjalar, batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50 - 120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah- merahan atau keungu - unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus ( Setiadi, F.Surya., 2000). Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim dan berbentuk semak/herba. Batangnya yang berada di atas permukaan tanah ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Akan tetapi, warna batang ini juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan tanah yang lebih baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu. Sedangkan batang tanaman muda tidak berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan mudah roboh.



Dalam taksonomi tumbuhan, katuk diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta



Kelas



: Dicotyledoneae



Ordo



: Solanales



Famili



: Solanaceae



Genus



: Solanum



Spesies



: Solanum tuberosum L.



(Setiadi, F.Surya., 2000). Adapun metode yang digunakan meliputi isolasi pati kentang beserta identifikasi makroskopis dan mikroskopisnya dari pati kentang.



D. Gambar Rangkaian Alat



E. Bahan dan Alat Alat : 1. Pisau



5. Oven



2. Blender



6. Lumpang / mortir



3. Saringan & kain penyaring



7. Pot plastik



4. Kaca Arloji



8. Mikroskop



Bahan : 1. Kentang 2. NaCl 1% 3. NaOH 0,01 M 4. Air F. Prosedur Kerja 1.



Kupas 250 g bahan, cuci sampai bersih, iris tipis-tipis.



2.



Masukkan dalam blender + 175 ml NaCl 1%



3.



Saring bubur yang didapat dengan kain penyaring (flannel).



4.



Ampas + 40 ml NaCl 1%, saring lagi.



5.



Campurkan filtrat yang didapat, diamkan 1 jam sampai amilum mengendap.



6.



Lakukan dekantasi pelan-pelan.



7.



Cuci bagian yang mengendap dengan NaCl 1% (3x). NaOH 0,01 M (1x) dan air (1x), diamkan lagi 30 menit.



8.



Lakukan dekantasi lagi.



9.



Amilum yang didapat (bagian yang mengendap) dipindahkan ke kaca arloji, keringkan dalam oven (50˚c) sampai kering.



10. Setelah kering amilum/pati digerus dalam lumping atau mortir. 11. Ditimbang dan dimasukkan dalam pot plastik, tutup rapat, beri label, nama kelompok & tanggal praktikum. 12. Lakukan identifikasi makroskopik, mikroskopik & kimiawi (reaksi warna). G. Hasil Pengamatan Rendemen No 1 2 3



Suhu Pengeringan 40°C 50°C 60°C



Kadar Air



Rendemen 3,61%



3,45% 2,82%



Suhu Pengeringan 1 40°C 2 50°C 3 60°C Kadar Pati No



Kadar Air 16,40%



13,54% 6,86%



No Suhu Pengeringan 1 40°C 2 50°C 3 60°C (Martunis, 2012)



Kadar Pati 82,09%



81,87% 81,18%



Rendemen : No 1 2 3



Jenis Kentang Kentang Kuning Kentang Putih Kentang Merah



Rendemen 3,61%



3,45% 2,82%



Susut Pengeringan : No



Jenis Kentang



Susut Pengeringan



1 2 3



Kentang Kuning Kentang Putih Kentang Merah



13,0871%. 16,6568% 3,2744%



Pengamatan Makroskopis : No 1 2 3



Pengamatan Makroskopis Warna Rasa Bau



Hasil Putih Tidak berbau Tidak berasa



Pengamatan Mikroskopis : No 1 2 3



Pengamatan Makroskopis Kentang Kuning Kentang Putih Kentang Merah



Hilum Tipe konsentris Tidak jelas Tidak begitu jelas



Lamela Tampak jelas Tidak jelas Tidak begitu jelas



Kentang Kuning



Kentang Putih



Kentang Merah



(Darazat, Z. 2011)



H. Pembahasan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martinus (2012) pada sampel pati kentang dengan perbedaan suhu pengeringan dilakukan pengamatan berupa rendemen, kadar air dan kadar pati. Didapatkan hasil untuk rendemen yaitu rendemen pati kentang tertinggi diperoleh pada suhu pengeringan 40°C yaitu 3,61% yang berbeda sangat nyata dengan suhu pengeringan 60°C yaitu 2,82%. Perbedaan ini diduga karena suhu pengeringan yang digunakan tergolong tinggi sebesar 60°C, sehingga menyebabkan kandungan air yang teruapkan lebih banyak mengakibatkan rendemen yang dihasilkan menurun. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin sedikit air yang teruapkan sehingga diperoleh rendemen yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh Ramelan (1996) yang menyatakan bahwa, suhu merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pengeringan. Selain itu sifat bahan yang dikeringkan seperti kadar air awal dan ukuran produk akan mempengaruhi proses pengeringan. Kadar air tertinggi pati kentang (16,40%) diperoleh dari pengeringan dengan suhu 40°C dan berbeda sangat nyata dengan suhu 50°C (13,54%) serta suhu 60°C (6,86%). Persyaratan kadar air maksimum untuk pati kentang adalah 19% menurut Knight (1969) dalam Sartika (2007). Kadar air tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi syarat mutu karena tidak melebihi nilai syarat yang ditetapkan. Menurut Muchtadi (1997), proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan. Akan tetapi pengeringan dengan menggunakan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata. Sedangkan untuk kadar pati memperlihatkan bahwa pengeringan pada suhu 60°C menghasilkan kadar pati terendah yaitu sebesar 81,18%, sedangkan kadar pati tertinggi didapat dengan suhu pengeringan 40°C yaitu sebesar 82,09%. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar pati semakin menurun. Hal ini diduga karena perlakuan suhu



yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya sebagian molekul pati pada saat pengeringan (Lidiasari, E., et al, 2006). Adapun menurut penelitian yang dilakukan oleh Darazat, Z. (2011) pada sampel pati kentang dengan perbedaan jenis kentang yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah dilakukan pengamatan berupa rendemen, susut pengeringan, identifikasi makroskopis dan mikroskopisnya. Didapatkan hasil untuk rendemen yaitu rendemen pati kentang tertinggi diperoleh pada kentang kuning yaitu 3,61% dan kentang putih sebesar 3,45% serta kentang merah sebesar 2,82%. Hasil pemeriksaan pati dari beberapa jenis kentang diperoleh susut pengeringan yang paling tinggi 16,6568% terdapat pada kentang putih 13,0871% untuk kentang kuning dan 3,2744% kentang merah tetapi dalam hal ini masih memenuhi persyaratan yang tidak lebih dari 20%. Kemudian hasil identifikasi yang didapatkan secara makroskopik terhadap amilum solani berupa pati yang berwarna putih , tidak berbau dan tidak berasa. Hasil pemeriksaan secara mikroskopik terhadap amilum solani terlihat pati yang berbentuk lonjong, mengandung hilum pada bagian dalam dari pati. Pati dari kentang kuning terlihat hilum yang sangat jelas, ukuran patinya kecil - kecil dan lebih seragam. Demikian halnya dengan pati dari kentang merah yang memiliki ukuran pati yang kecilkecil dan hilumnya terlihat jelas. Ini berbeda untuk kentang kuning yang memiliki ukuran pati yang sangat besar dan hilum tidak begitu jelas. Pati yang berukuran besar diakibatkan kandungan air yang sangat banyak. I.



Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan terhadap pengaruh suhu pada pati kentang, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa: faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air dan kadar pati. Pati kentang dengan kualitas terbaik berdasarkan metode ranking diperoleh dari perlakuan suhu pengeringan 40°C dengan karakteristik sebagai berikut: rendemen 3,61%, kadar air 16,40%, dan kadar pati 82,09%. Adapun dari ketiga jenis kentang yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah didapatkan hasil yaitu rendemen pati tertinggi didapatkan oleh kentang kuning sebesar 3,61% dan susut pengeringan ketiga kentang semuanya memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 20%. Serta pada identifikasi mikroskopis yang terbaik adalah pati dari



kentang kuning dimana terlihat hilum yang sangat jelas, ukuran patinya kecil - kecil dan lebih seragam, dan bentuk lamela yang juga terlihat jelas. J.



Daftar Pustaka Darazat, Z. 2011. Isolasi Pati dari beberapa Jenis Kentang (Solanum tuberosum L.) dan Uji Spesifikasi Eksipien Tablet. Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara: Medan. Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Kuantitas dan Kualitas Pati Kentang Varietas Granola. Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala : Banda Aceh.