Penanggulangan Kejahatan Empirik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penanggulangan kejahatan empirik terdiri dari tiga bagian pokok , yaitu: 1. Pre-emtif Yang dimaksud dengan upaya pre-emtif disini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulan kejahatan secara pre-emtif menanamkan nilainilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisai dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu: Niat + Kesempatan terjadinya kejahatan. Contohnya, ditengah malam pada saat lampu merah lalu lintas menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu terjadi dibanyak Negara seperti Singapura, Sydney, dan kota besar lainnya didunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor “NIAT” tidak terjadi.



2. Preventif Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya. Contoh ada orang ingin mencuri motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada ditempatkan ditempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan menjadi dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup. 3. Represif Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakan berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman. Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungny asangat berat.



Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak lepas dari sistem pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu sub-



sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan. Yang merupakan suatu keseluruh- an dalam terangkai dan berhubungan secara fungsional. Dalam penanggulangan secara represif cara-cara yang ditempuh bukan lagi pada tahap bagaimana mencegah terjadinya suatu kejahatan tetapi bagaimana menanggulangi atau mencari solusi atas kejahatan yang sudah terjadi. Atas dasar itu kemudian, langkah-langkah yang biasa ditempuh cenderung bagaimana menindak tegas pelaku kejahatan atau bagaimana memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan.



TEORI PENCEGAHAN KEJAHATAN SITUASIONAL (SITUATIONAL CRIME PREVENTION)



Karena penelitian ini akan membahas strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik, maka penulis merasa perlu membahas pendekatan situational crime prevention secara lebih mendalam. Situational crime prevention pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama pada situasi, tempat, dan waktu tertentu. Pendekatan ini mencoba melakukan pencegahan kejahatan dengan cara membuat target menjadi kurang memiliki nilai serta meningkatkan resiko dan usaha untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian, seorang pencegah kejahatan harus memahami pikiran rasional dari para pelaku. Pendekatan ini memiliki tiga indikator untuk menentukan definisinya, yaitu: 1.



Diarahkan pada bentuk-bentuk kejahatan yang spesifik.




2. Melibatkan manajemen, desain atau manipulasi keadaan lingkungan sekitar dengan cara
 yang sistematis.
 3. Menjadikan kejahatan sebagai suatu hal yang sulit untuk terjadi, mengkondisikan bahwa
 kejahatan yang dilakukan akan kurang menguntungkan bagi pelaku. (Clarke, 1997) Alih-alih melakukan pencegahan kejahatan secara global, pendekatan ini memilih untuk menfokuskan pendekatannya kepada situasi tertentu yang berpotensi mendukung terjadinya kejahatan. Clarke kemudian mengembangan beberapa penelitian tentang situational crime prevention disertai dengan penyajian data yang sistematis untuk melengkapi penelitiannya. Sejalan dengan perkembangannya, dewasa ini setidaknya ada 25 kategori pendekatan situtional crime prevention dan mungkin lebih dari 200 kasus penelitian (Cornish & Clarke, 2003).



Situational crime prevention pada dasarnya mencari cara yang sederhana untuk mengurangi kejahatan melalui tiga langkah umum: 1.



Membuat desain keamanan,



2. Mengorganisasi prosedur yang efektif, yaitu melalui serangkaian upaya perencanaan dan penggunaan prinsip-prinsip manajemen, 3. Mengembangkan produk yang aman, yaitu menciptakan produk yang sulit dicuri atau disalahgunakan. (Clarke & Newman, 2005) Cornish dan Clarke, R. V. kemudian mengembangkan 25 teknik pencegahan melalui pengurangan kesempatan berbuat kejahatan. Teknik ini diarahkan untuk mencegah kejahatan yang lebih spesifik daripada mencegah kejahatan secara umum. Semua 25 teknik tersebut tidak semuanya cocok untuk berbagai situasi kejahatan. Kerangka teknik ini harus digunakan disesuaikan dengan jenis kejahatan yang ingin dicegah melalui identifikasi karakter dan situasi yang berpengaruh. Berangkat dari identifikasi karakter kejahatan dan situasi yang mendukung, upaya pencegahan kejahatan secara situsional bertujuan untuk menciptakan suatu desain kondisi yang dapat menangkal kejahatan. Desain penangkalan kejahatan terkadang hanya berkaitan dengan pemikiran sederhana tentang "target hardening" , namun lebih luas lagi mencakup beberapa teknik yang dapat mereduksi faktor-faktor pendukung terjadinya kejahatan.



Tabel 2.1 25 (dua puluh lima) Teknik Pencegahan Kejahatan Situasional Sumber: Cornish, D. B. and Clarke, R. V. (2003), Opportunities, precipitators and criminal decisions: A reply to Wortley’s critique of situational crime prevention, in Smith, M. and Cornish, D. B. (eds) Theory for Situational Crime Prevention, Crime Prevention Studies Vol. 16, Criminal Justice Press, Monsey, New York.



a. Meningkatkan usaha (Increase the effort) yang meliputi serangkaian upaya yang harus dilakukan sehingga meningkatkan usaha yang diperlukan pelaku untuk melakukan suatu kejahatan. Tujuannya adalah agar pelaku tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk berbuat jahat atau mempersempit waktu yang memungkinkan untuk berbuat kejahatan. Ilustrasinya, apabila kejahatan meretas sistem perbankan adalah sesuatu yang mudah maka semua orang akan dapat melakukannya. 1. Memperkuat sasaran (target hardening) yang berarti memasukkan penghalang fisik, teknik, dan administratif pada objek sebelum kejahatan itu terjadi. Dengan



memberikan beberapa lapisan penghalang sebelum mencapai target, maka kejahatan akan semakin sulit dilakukan. 2. Mengendalikan akses menuju fasilitas (control access to facilities) termasuk juga ke dalam jaringan atau sumber daya yang dapat menjadi target kejahatan. Contohnya adalah penggunaan CCTV, pemasangan pagar, dan mengadakan penjaga. 3. Mengawasi pintu keluar (screen exits) dari setiap subjek yang telah memasuki fasilitas atau jaringan. Ilustrasi adalah sesederhana dengan mempunyai penjaga di pintu keluar ruangan. 4. Menjauhkan pelaku dari target (deflect offender) dengan mengurangi intensitas pelaku dan target bertemu dalam situasi yang memungkinkan terjadinya kejahatan yang sama. Contohnya adalah memisahkan kamar mandi laki-laki dan perempuan. 5. Mengendalikan peralatan / senjata yang digunakan pelaku (control tools/weapons). Contohnya adalah dengan memberikan identitas dalam nomor panggilan sehingga dapat mengarah kepada pengurangan kejahatan yang berhubungan dengan telefon. b. Meningkatkan resiko (increase the risk) dalam berbuat jahat. Resiko disini termasuk resiko untuk tertangkap, resiko kegagalan, resiko kehilangan barang yang didapatkan dari kejahatan, dan resiko lainnya. Resiko untuk dapat terdeteksi sebagai pelaku kejahatan juga termasuk, contohnya adalah pengenalan identitas pengaksesan internet, identitas telfon pelaku, lokasi GPS, dan identitas lainnya. Lebih jauh lagi resiko ini dapat ditingkatkan dengan langkah-langkah pengawasan baik secara terbuka ataupun tertutup oleh penjaga. 1. Memperluas penjagaan (extend guardianship) dari objek yang dilindungi. Menyediakan sistem alarm yang otomatis menghubungi polisi adalah salah satu contohnya. 2. Membantu pengawasan alamiah (assist natural surveillance), contohnya melalui metode CPTED (Crime Prevention Through Environmental Design). Dalam kejahatan melalui media elektronik, pengelolaan lingkungan ini dapat diterjemahkan dengan merancang desain sistem akses yang dapat dipercaya, menampilkan identitas produk, pola transaksi yang dapat dimonitor, dan keamanan jaringan yang baik. 3. Mengurangi anonimitas (reduce anonymity) dari pelaku kejahatan. Anonimitas memang merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam penggunaan internet secara luas. Namun hal itu dapat disiasati dengan memberikan identitas pada barang atau identitas pada penjual barang yang menggunakan sarana internet.



4. Memberdayakan manajer lokasi (utilize place managers) yang bertanggungjawab dalam hal pengawasan. Pemilik dari sistem komunikasi dapat diberikan tanggungjawab untuk menyediakan fungsi pengawasan dalam sistemnya. 5. Memperkuat pengawasan formal (strengthen formal surveillance) oleh polisi, penjaga keamanan, dan pihak yang bertanggungjawab dalam keamanan jaringan komunikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti CCTV, perangkat lunak yang memiliki algoritma pendeteksian kejahatan, dan instrumen lainnya. c. Mengurangi imbalan (reduce the rewards) yang didapat sebagai hasil melakukan kejahatan. Misalnya dengan menciptakan desain telefon genggam yang dapat dimatikan secara permanen apabila barang tersebut hilang dicuri. Hal ini akan menurunkan kemanfaatan dari berbuat jahat, karena jika barang tersebut yang tidak bisa digunakan maka nilai dari barang tersebut akan otomatis berkurang. Menyembunyikan target (conceal targets) dapat mengurangi kemanfaatan dari pelaku. Produk harus dapat dengan mudah digunakan dan diakses oleh konsumen, namun tidak memberikan banyak informasi bagi calon pelaku untuk melakukan kejahatan. Memindahkan target (remove target) dari tempat yang memungkinkan terjadinya kejahatan. Hal ini bukan berarti menyembunyikan target secara seluruhnya, namun hanya menyediakan produk tersebut pada waktu yang seharusnya. Memberikan identitas pada benda (identify property). Identifikasi yang baik terhadap produk dapat mempermudah pengawas untuk melacak produk, melacak lokasi pelaku kejahatan, dan juga meningkatkan kesadaran pemilik akan barang yang dimilikinya. Mengganggu pasar (disrupt markets) yang digunakan untuk menjual barang hasil kejahatan untuk mengurangi kemanfaatannya dan juga meningkatkan resikonya. Mencegah keuntungan yang akan diperoleh pelaku (deny benefits). Produk dan pelayanan yang sulit dijual dalam pasar akan mengurangi kemanfaatan dari aktivitas kejahatan. d. Mengurangi provokasi (reduce provocations) yang langkah-langkahnya meliputi: 1. Mengurangi frustasi dan stres (reduce frustrations and stress) yang merupakan faktor utama penyebab kejahatan yang berhubungan dengan kekerasan. 2.



Mencegah munculnya pertengkaran (avoid disputes) diantara subjek.



3. Mengurangi rangsangan emosional (reduce emotional arousal) yang berujung pada terjadinya kejahatan.



4. Menetralisir tekanan rekan (neutralize peer pressure) yang berujung pada kerjasama atau mendorong individu untuk berbuat jahat. 5. Mencegah imitasi (discourage imitation). Publikasi dapat mempengaruhi seseorang untuk meniru kejahatan. e. Menghilangkan alasan (remove excuses) yang melegalkan orang untuk berbuat jahat. Hal ini dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan mengingatkan bahwa beberapa tindak merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum. Contohnya adalah kata-kata yang terdapat pada halaman awal buku yang menyatakan bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang ilegal dan dilarang oleh hukum. 1. Membuat aturan (set rules) tentang perilaku yang diperbolehkan dan juga pemberitahuan bahwa pelanggaran terhadap peraturan akan mendapat konsekwensi hukum yang sepadan. 2. Menempatkan rambu-rambu larangan maupun perintah (post instruction) yang memberitahukan dengan jelas perbuatan yang diperbolehkan dan dilarang oleh hukum yang berlaku. Membuat seseorang paham akan dilarangnya suatu tindakan akan mendorong mereka untuk tidak berbuat salah. 3. Meningkatkan kesadaran (alert conscience) akan fakta bahwa suatu perbuatan merupakan perbuatan yang dilarang. 4. Membantu mewujudkan kepatuhan (assist compliance) dengan cara membantu seseorang untuk menemukan jalan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara legal sehingga mereka tidak mencari jalan alternatif dengan cara melanggar peraturan. 5. Mengendalikan peredaran narkoba dan alkohol (controlling drugs and alcohol). (Cornish dan Clarke, 2003)



Penulis menggunakan teori situational crime prevention dari Clarke untuk menganalisa strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektornik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan selanjutnya memberikan rekomendasi strategi pencegahan kejahatan yang ideal berdasarkan 25 teknik pencegahan kejahatan dari Clarke.



Pada tulisan sederhana saya berikut ini, saya mencoba berbagi terkait dengan pendapat para ahli tentang Pencegahan Kejahatan ( Crime Prevention ) yang saat ini kita perlukan untuk dapat di terapkan di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja.



Menurut National Crime Prvention Council ( USA ),Crime prevention is a pattern of attitude and behaviors directed at reducing the threat of crime and enhancing the sense of safety and security,to positively influence the quality of life in our society and to develop environments where crime cannot flouris.(1990) ( pencegahan kejahatan adalah pola sikap dan perilaku yang diarahkan untuk mengurangi ancaman kejahatan dan meningkatkan rasa aman)



Menurut United Nation Office On Drugs and Crime / UNODC ( 2002 ) dalam Guidelines for the prevention of crime.Crime prevention is defined as comprising:strategies and measures that seek to reduce the risk crimes occurring and their potenstial harmful effect on individuals and society,including fear or crime,by intervening to influence their multiple causes ( pencegahan kejahatan terdiri dari strategi dan tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya kejahatan dan potensi akibat buruknya terhadap individu dan masyarakat termasuk ketakutan terhadap kejahatan dengan melakukan intervensi untuk mempengaruhi berbagai penyebabnya ).Selanjutnya dinyatakan bahwa : the enforcement of laws,sentences and corrections,while also performing preventive functions,fall outside the guidelines.Definis UNODC ini berbeda dengan defines pertama karena menekankan pada strategi dan tindakan untuk mengurangi terjadinya serta dampak negatifnya serta melakukan intervensi untuk mempengaruhi penyebabnya.Pengertian yang digunakan guidelines ini juga membatasi pengertian pencegahan kejahatan dan tidak memasukan fungsi penegakan hukum.



Menurut Australian Institute Of Criminology (2014 ): Crime prevention refer to the range of strategies that are implemented by individual,communities,business,non government organizations and all level of government to target the various social and environmental factors that increase of crime,disorder and victimization (AIC 2003;ECOSOC 20002;IPC 2008;Van Dijk & De Waard 1991 ) (pencegahan kejahatan adalah berbagai strategi yang di implemetasikan oleh pribadi,komunitas,perusahaan,LSM/NGO dan semua tingkat organisasi pemerintah dengan sasaran berbagai factor sosial dan lingkungan yang meningkatkan resiko terjadinya kejahatan,ketidaktertiban dan korban )



Menurut Awaloedin ( 2015:55 ) Tanggung jawab pencegahan kejahatan dilaksanakan oleh Polri dan masyarakat dengan melakukan tugas-tugas pre emtif dan tugas preventif,yaitu membuat anggota masyarakat taat dan patuh hukum.Polri bertanggung jawab atas kurang lebih 20% kegiatan sedangkan 80 % kegiatan lainnya merupakan



tanggung jawab masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur.Sedangkan dalam rangka tugas-tugas preventif polri bertanggung jawab atas kurang lebih 50% kegiatan sedangkan 50% kegiatan lainnya adalah tanggung jawab masyarakat yang terutama dilaksanakan ileh berbagai bentuk pengamanan swakarsa yang dibentuk oleh masyarakat sendiri.



Dalam kriminologi sangat penting untuk mengetahui penyebabnya terjadinya kejahatan agar dapat menjawab pertanyaan bagaimana mencegah terjadinya kejahatan.Menurut Awaloeddin ( 2015 ) berbagai teori telah dikemukakan para pakar di bidang ini dalam upaya mencari solusi terbaik terhadap berbagai bentuk kejahatan. Steven Briggs merangkumnya sebagai berikut :



Rational choice theory Manusia bertindak sesuai kepentingannya sendiri dan mengambil keputusan untuk berbuat kejahatan setelah menimbang potensi resiko yang dihadapi ( termasuk resiko tertangkap dan dihukum ).Terhadap manfaat yang didapat kalau kejahatan berhasil.



1. Social disorganization theory



Lingkungan fisik dan sosial seseorang sangat menentukan pilihan perilakunya.Suatu lingkungan komunitas dengan struktur sosial yang buruk akan mempunyai tingkat kehajatan yang tinggi.Lingkungan seperti itu ditandai dengan sekolah yang buruk,bangunan yang kumuh,tingginya angka pengangguran,bercampurnya daerah pemukiman dengan daerah komersial



2. Strain theory



Sebagian besar warga mempunyai tujuan yang sama, tetapi kemampuan dan kesempatan untuk mencapainya berbeda.Bila ada yang gagal mencapai harapan dengan cara-cara yang benar,seperti kerja keras,kemungkinan ada yang melakukan kejahatan untuk mencapainya.



3. Social learning theory



Sebagian besar manusia mengembangkan motivasi dan kemampuan untuk berbuat jahat melalui pergaulan dengan orang-orang jahat yang ada disekelilingnya.



4. Social control theory



Sebagian besar manusia akan berbuat jahat apabila pengawasan masyarakat melalui lembaga sekolah,lingkungan keluarga,agama dan tempat kerja mengalami kegagalan



5. Labeling theory



Penguasa menentukan perbuatan apa yang dinyatakan sebagai kejahatan dan menetapkan pelakunya sebagai penjahat.Sekali seseorang dinyatakan sebagai penjahat masyarakat akan menjauhinya dan hal ini akan berakibat yang bersangkutan semakin jahat.



6. Biology, genetic and evolution



Menyatakan bahwa asupan makanan yang buruk,berbagai bentuk penyakit jiwa,kenakalan dan sifat agresif adalah penyebab perilaku kejahatan.



Adapun pendekatan dalam pencegahan kejahatan menurut Awaloedin ( 2015:59) adalah sebagai berikut :



1. Enviromental approach



Pendekatan ini meliputi teknik-teknik situational crime prevention ( pencegahan kejahatan situasional ) dan kegiatan perencanaan kota yang lebih luas, bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik untuk mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan ( Crawford 1998;Hughes 2007;Sutton,Cherney & White 2008 )



2. Social Approach



Pendekatan ini focus pada akar sosial dan ekonomi sebagai penyebab kejahatan dalam komunitas ( kohesi sosial,terbatasnya perumahan,pengangguran,pendidikan dan layanan kesehatan ) dan membatasi adanya pelakuyang termotivasi termasuk development prevention dan berbagai model community development ( Crawford 1998;ECOSOC 2002;Hope 1995;Hughes 2007;Sutton,Cherney & white 2008,Weatherbirn 2004 ).



3. Criminal justice approach



Pendekatan peradilan pidana ini mengacu pada berbagai program yang dilaksanakan oleh polisi,kejaksaan,pengadilan dan lembaga permasyarakatan yang ditujukan untuk mencegah pengulanagan kejahatan oleh orang-orang yang telah terlibat dengan sistem peradilan pidana ( ECOSOC 2002;UNODC 2010 ).



Selain itu menurut Awaloedin ( 2015 ) ada tiga type pencegahan kejahatan yaitu :



1. Primary prevention



Yaitu merubah kondisi fisik lingkungan dan lingkungan sosial yang memberi kesempatan terjadinya kejahatan.Hal ini dilakukan terhadap lingkungan yang langsung dihadapi sekarang dan spesifik ( jangka pendek ).Kegiatan-kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat pada tingkat RT/RW dengan melakukan penjagaan,ronda kampong maupun pemasangan portal dengan tujuan membatasi akses masuk ke komplek permukiman.Hal yang sama juga dilakukan oleh berbagai perusahaan dengan penggunaan teknologi yang lebih cangih seperti,CCTV,pagar pembatas,gembok/kunci



dan sebagainya.25 teknik pencegahan kejahatan situasional yang dikembangkan oleh Cornish dan Clarke termasuk pada kategori ini.



2. Secondary prevention



Yaitu sedini mungkin melakukan identifikasi pelaku-pelaku yang potensial dan melakukan intervensi sebelum pelaku terlibat dalam kejahatan.Kegiatan ini meliputi berbagai bentuk pembinaan masyarakat terhadap pemuda,pecandu narkoba maupun mantan pelaku kejahatan.Kegiatan-kegiatan ini menjadi tugas dan terutama dilakukan oleh unit pembinaan masyarakat polri maupun berbagai lembaga pemerintah,agama maupun organisasi kemasyakaratan lainnya.



3. Tertiary Prevention



Yaitu kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk melakukan tindakan terhadap pelaku setelah terjadinya kejahatan,yaitu proses penyelidikan,penyidikan,penuntutan dan penghukuman terhadap pelaku kejahatan oleh sistem peradilan pidana.



Demikian pendapat para ahli tentang upaya pencegahan kejahatan ( crime prevention ) semoga bermanfaat