Pendekatan Evaluasi Kebijakan Menurut William Dunn Dan Studi Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDEKATAN EVALUASI KEBIJAKAN MENURUT WILLIAM DUNN (STUDI KASUS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG)



Dosen Pembimbing : Anthy Septianty, ST, MT.



Oleh : Ingga Erva Setiani (D1091141008)



PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2016/2017



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1 1.3 Tujuan dan Sasaran .......................................................................................................... 2 BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................... 3 2.1 Pengertian Evaluasi Kebijakan......................................................................................... 3 2.2 Karakteristik Evaluasi Kebijakan ..................................................................................... 3 2.3 Fungsi Evaluasi Kebijakan............................................................................................... 4 2.4 Kriteria Evaluasi Kebijakan ............................................................................................. 4 2.5 Pendekatan Terhadap Evaluasi Kebijakan ....................................................................... 5 2.5.1 Evaluasi Semu ........................................................................................................... 5 2.5.2 Evaluasi Formal ......................................................................................................... 5 2.5.3 Evaluasi Teoritis ........................................................................................................ 7 2.6 Perbandingan Pendekatan Evaluasi.................................................................................. 9 BAB III STUDI KASUS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG.............................................................................................................................. 10 3.1 Pendahuluan ................................................................................................................... 10 3.2 Metode Penelitian........................................................................................................... 13 3.3 Hasil dan Pembahasan.................................................................................................... 14 BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 18 4.1



Kesimpulan Berdasarkan Materi ............................................................................... 18



4.2



Kesimpulan dan Saran Berdasarkan Studi Kasus ..................................................... 18



DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Evaluasi merupakan proses monitoring dan penyesusaian



yang dikehendaki oleh para evaluator dalam menentukan atau



meningkatkan kualitas. Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksa naan program kedepannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat kedepan dari pada melihat kesalahan-kesalahan dimasa lalu dan di tujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. Keadaan tersebut



menunjukan misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau



penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program. Hal tersebutlah yang menunjukan bahwa evaluasi diperlukan dalam suatu kegiatan proyek dan perlu adanya teknik evaluasi yang menunjang kegiatan tersebut. Teknik evaluasi merupakan serangkaian metode yang diperlukan untuk dapat melihat dan menganalisa pendekatan yang akan dipakai dan yang sesuai dengan kegaitan proyek. Teknik evaluasi yang sering dibahas yaitu teknik evaluasi menurut Willian N. Dunn dimana teknik evaluasi tersebut memiliki karakteristik dan fungsi dari evaluasi kebijakan. Untuk dapat mengevaluasi kebijakan maka diperlukan adanya pendekatan sebagai metode maupun pilihan dalam mengevaluasi. Hal tersebut dapat mendukung analisa evaluasi kebijakan yang menggunakan pendekatan evaluasi yaitu, pendekatan evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis. Setelah mengetahui pendekatan dalam evaluasi maka perlu adanya contoh kasus yang menerapkan pendekatan evaluasi tersebut yaitu studi kasus kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di Kota Bandung. Kasus tersebut membahas kebijakan terkait RTH dan realisasi kebijakan terhadap Kota Bandung berdasarkan misi dan isu strategis yang ada. 1.2 Rumusan Masalah  Apa itu evaluasi kebijakan ? 



Apa saja pendekatan yang ada di evaluasi kebijakan menurut William Dunn ?



1







Bagaimana Bandung mengevaluasi kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di Kota Bandung ?



1.3 Tujuan dan Sasaran Pembahasan ini yaitu untuk mendefinisikan fungsi dan karakteristik dari evaluasi kebijakan. Selain itu juga, mampu menjelaskan tiga pendekatan evaluasi kebijakan menurut Willian Dunn dan mengetahui isu strategis beserta kebijakan dan implementasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung.



2



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan merupakan persoalan fakta yang berupa pengukuran serta penilaian baik terhadap tahap implementasi kebijakannya maupun terhadap hasil (outcome) atau dampak (impact) dari bekerjanya suatu kebijakan atau program tertentu, sehingga menentukan langkah yang dapat diambil dimasa yang akan datang. Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan. Menurut W. Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing- masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali. 2.2 Karakteristik Evaluasi Kebijakan Evaluasi mempunyai karakteristik



Menurut



William



N.



Dunn



yang



membedakannya dari metode- metode analisis kebijakan lainnya yaitu: 1. Fokus Nilai Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. Hal tersebut disebabkan karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian dan sasaran kebijakan. 2. Interdependensi Fakta-Nilai Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”. Hal tersebut di dukung dengan adanya penentuan nilai dari suatu kebijakan yang bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta bahea kebijakan dapat memecahkan suatu masalah. 3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Keadaan tersebut mengara pada tuntutan evaluasi diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan dengan kebijakan yang sudah ada. 4. Dualitas Nilai



3



Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Nilai- nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam memepengaruhi pencapaian tujuan lainnya. 2.3 Fungsi Evaluasi Kebijakan 1. Eksplanasi Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan program. 2. Kepatuhan Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pe laku, baik birokrasi maupun pelaku lainya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. 3. Audit Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan. 4. Akunting Evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut. 2.4 Krite ria Evaluasi Kebijakan Dalam merancang program evaluasi kebijakan, William N. Dunn membuat beberapa kriteria-kriteria sebagai pedoman dalam menuntun evaluasi kebijakan, yaitu sebagai berikut : 1. Relevansi, adalah evaluasi terhadap informasi yang dibutuhkan oleh pengambil keputusan dan pelaku-pelaku kebijakan yang lain dan harus menjawab pertanyaan yang benar pada waktu yang tepat, 2. Signifikansi, adalah evaluasi terhadap informasi bahwa baru dan penting bagi pelaku kebijakan untuk beranjak lebih dari selama ini mereka anggap jelas dan terang, 3. Validitas, adalah evaluasi terhadap pertimbangan yang persuasif dan seimbang mengenai hasil- hasil nyata dari kebijakan atau program,



4



4. Reliabilitas, adalah evaluasi yang berisi bukti bahwa simpulan tidak berdasarkan pada informasi melalui prosedur pengukuran yang tidak teliti dan tidak konsekwen, 5. Objektifitas, adalah evaluasi harus melaporkan simpulan dan informasi pendukung yang sempurna dan tidak melenceng (bias) yaitu informasi yang membuat evaluator-evaluator dapat mencapai simpulan yang sama, 6. Ketepatan waktu, adalah evaluasi yang membuat informasi tersedia pada waktu keputusan harus dibuat, 7. Daya guna, adalah evaluasi yang menyediakan informasi yang dapat dipergunakan dan dapat dimengerti oleh pengambil keputusan dan pelaku-pelaku kebijakan lain 2.5 Pendekatan Terhadap Evaluasi Kebijakan 2.5.1 Evaluasi Semu Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil- hasil kebijakan, tanpa mannyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijkaan tersebut pada individu, kelompok atau masyarakat. Asumsi yang digunakan adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial. 2.5.2 Evaluasi Formal Evaluasi Formal (Formal



Evaluation)



merupakan



pendekatan



yang



menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil- hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran untuk manfaat atau nilai kebijakan program. Evaluasi formatif adalah untuk mengevakuasi pelaksanaan program yang memiliki ciri:ciri sebagai berikut 1. Merupakan evaluasi terhadap proses 2. Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standar aturan 3. Menggunakan model- model dalam implementasi



5



4. Bersifat kuantitatif 5. Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanan kebijakan Dalam model ini terdapat tipe-tipe untuk memahami evaluasi kebijakan lebih lanjut, yakni: evaluasi sumatif, yang berusaha untuk memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu; dan kedua, evaluasi formatif, suatu tipe evaluasi kebijakan yang berusaha untuk meliputi usaha-usaha secara terus menerus dalam rangka memantau pencapaian tujuan-tujuan dan target-target formal. Selain evaluasi sumatif dan formatif, evaluasi formal dapat juga meliputi kontrol langsung atau tidak langsung terhadap masukan kebijakan da n proses-proses. Tabel 1 Variasi Evaluasi Formal No



Kontrol terhadap



Orientasi te rhadap Proses Kebijakan



Aksi Kebijakan



Formatif



Sumatif



1



Langsung



Evaluasi Perkembangan



2



Tidak Langsung



Evaluasi



Evaluasi eksparimental



proses Evaluasi hasil retrospektif



retrospektif Sumber: Kebijakan Publik Dari tabel 2 mengenai variasi evaluasi formal di atas, secara lebih spesifik, tiap jenis variasi evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Evaluasi Perkembangan Dalam varian ini evaluasi formal berupaya untuk



menunjuukan



kegiatan/aktivitas evaluasi kebijakan secara eksplisit yang diciptakan untuk melayani kebutuhan sehari- hari staf program. Evaluasi perkembangan yang meliputi beberapaukuran pengontrolan langsung terhadap aksi-aksi kebijakan, telah digunakan secara luasuntuk berbagai situasi di sektor-sektor publik dan swasta. Evaluasi perkembangan karena bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan untuk



mengadaptasi secara langsung



pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi secara sistematis terhadap variabel masukan dan proses. 2. Evaluasi proses retrospektif



6



Evaluasi proses retrospektif, yang meliputi pemantauan/evaluasi program setelah program tersebut diterapkan untuk hangka waktu tertentu. Varian ini cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi berlangsung, yang berhubungan dengan keluaran dan dampak yang diperoleh. Evaluasi ini tidak memperkenankan dilakukannya manipulasi langsung terhadap masukan atau proses. 3. Evaluasi eksperimental Varian evaluasi eksperimental adalah evaluasi kebijakan yang lahir dari hasil kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses kebijakan. Evaluasi eksperimental yang ideal secaara umum merupakan faktor “eksperimental ilmiah yang terkontrol”, dimana semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dikontrol, dipertahankan konstan, atau diperlakukan sebagai hipotesis tandingan yang masuk akal. 4. Evaluasi hasil retrospektif Evaluasi hasil retrospektif, meliputi pemantauan dan evaluasi hasil tetapi tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap masukan- masukan dan prose kebijakan yang dapat dimanipulasi. 2.5.3 Evaluasi Teoritis Pendekatan yang mengunakan metode- metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertangung jawabkan dan valid mengenai hasil- hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsinya evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik dari yang tersembunyi ata u dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai, karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan (sebagai contoh: staf tingkat menengah dan bawahan, pegawai pada badan-badan lainya, kelompok klien) dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target dimana kinerja nantinya akan diukur. Evaluasi keputusan teoritis merupakan cara untuk mengatasi beberapa kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal. 1. Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja.



7



Sebagian besar informasi yang dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan atau tidak pernah digunakan untuk memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk sebagian, hal ini karena evaluasi tidk cukup responsive terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program. 2. Ambiguitas kinerja tujuan. Banyak tujuan dan program public yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum yang sama misalnya untuknya meningkatkan kesehatan dan mendorong konservasi energy yang lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) d apat dioperasionalkan kedalam paling sedikit enam macam criteria evaluasi: efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dan evaluasi keputusan teoritis adalah untuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptaka n konflik antar tujuan spesifik atau target. 3. Tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Tujuan dan target kebijakan dan program-program public tidak dapat secara memuaskan diciptkan dengan memusatkkan pada nilai- nilai salah satu atau beberapa pihak (misalnya kongres, kelompok klien yang dominan atau kepala administrator). Dalam kenyataan, berbagai pelaku kebijakan dengan tujuna dan target yang saling berlawanan Nampak dalam hamper semua kondisi/situasi yang memerlukan



evaluasi.



Evaluasi



keputusan-teoritis



berusaha



untuk



mengidentifikasi berbagi pelaku kebijakan ini dan menampakkan tujuan-tujuan mereka. Salah satu tujuan utama dari evluasi teoritis keputusan adalah untuk menghubungkan informasi mengenai hasil- hasil kebijakan dengan nilai- nilai dari berbagai pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan bahwa tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan aturan yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program. Bentuk utama dari evaluasi teoritis kebijakan adalah penaksiran evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya berusaha menghubungkan informasi mengenai hasil kebjakan dengan nilai dari berbagi pelaku kebijakan.



8



2.6 Perbandingan Pendekatan Evaluasi Perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dari tujuan, asumsi, dan bentuk-bentuk utama pendekatan evaluasi dibawah ini. Tabel 2 Perbandingan Pendekatan dalam Evaluasi Pendekatan



Tujuan



Asumsi



Bentuk-Bentuk Utama



Evaluasi Semu



Menggunakan metode



Ukuran manfaat atau Eksperimentasi social,



deskriptif



nilai terbukti dengan Akuntasi system social,



untuk



menghasilkan



sendirinya atau tidak Pemeriksaan



informasi yang valid



kontroversial



tentang



Sintesis



hasil



social,



riset



dan



praktik.



kebijakan. Evaluasi



Menggunakan metode



Tujuan



Formal



deskripif



dari



untuk



menghasilkan informasi



sasaran Evaluasi



pengambil perkembangan,



kebijakan



dan Evaluasi



yang administrator



terpercaya dan valid mengenai



secara



yang eksperimental, resmi Evaluasi



hasil diumumkan



kebijakan formal



dan



secara



merupakan



diumumkan yang



sebagai



proses



retrospektif,



Evaluasi



ukuran hasil retrospektif.



tepat



dari



tujuan manfaat atau nilai.



program kebijakan. Evaluasi Keputusan Teoritis



Menggunakan metode



Tujuan



deskripitif



dari berbagai pelaku tidaknya



untuk



menghasilkan informasi



yang



sasaran Penilaian tentang dapat dievaluasi.



diumumkan Analisis



utilitas



yang secara formal ataupun multiatribut.



terpercaya dan valid mengenai



diam-diam merupakan



hasil ukuran yang tepat dari



kebijakan yang secara eksplisit



dan



manfaat atau nilai.



diinginkan



oleh berbagai pelaku kebijakan. Sumber: William Dunn



9



BAB III STUDI KASUS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG (PENDEKATAN FORMAL) 3.1 Pendahuluan Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Komponen utama perancangan kota terdiri dari dua kategori yakni ruang keras dan ruang lembut. Ruang terbuka yang merupakan ruang yang direncanakan untuk kebutuhan pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka masuk ke dalam komponen ruang lembut. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai, bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara, pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembuat arsitektur bangunan. Sehingga keberadaannya dalam sebuah kota menjadi sangat penting. Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka menjadi terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, industri, pertokoan, kantor, dan lain- lain. Semakin sempitnya RTH, khususnya taman dapat menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan di masyarakat perkotaan. Disamping ini semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap peningkatan iklim mikro, pencemaran udara, banjir dan berbagai dampak negatif lingkungan lainnya. Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30 % dari total luas kota. Namun tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti



10



pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk. Kegiatan pengembangan RTH di Kota Bandung tidak terlepas dari kebijakan dan rencana penataan ruang Kota Bandung yang tertuang pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Bandung, dan Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. Berdasarkan Kondisi diatas, peneliti tergerak untuk mengetahui mengenai kebijakan RTH di Kota Bandung dan posisi kebijakan RTH tersebut dalam perlindungan dan pengelolaan LIngkungan hidup di Kota Bandung. Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area memanjang / jalur dan / a tau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi : 1. Kawasan hijau pertamanan kota 2. Kawasan Hijau hutan kota 3. Kawasan hijau rekreasi kota 4. Kawasan hijau kegiatan olahraga 5. Kawasan hijau pemakaman Pasal 1 angka 2 Permendagri N0 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ( RTH –KP ) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Inmendagri No 14 tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut : 1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 m2 . Taman ini merupakan taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.



11



2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 m2 . Taman ini untuk menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan lainnya. 3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 m2 . Taman ini untuk melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohonpohon besar sebagai peneduhnya. 4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2 . RTH inisudah dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota. 5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 m2 . Taman ini berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga dan fasilitas pendukung lainnya. Besaran RTH yang disyaratkan Inmendagri ini diharapkan bisa memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas : 1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai. 2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup. 3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman. 4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak. 5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara maupun di air , dengan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya. 6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya. 7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya.



12



8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi. Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah : 1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan. 2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah : 1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya. 2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi. 3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual 4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat 5. Kebutuhan akan terlayaninya hak- hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Diawali dengan mendeskripsikan berbagai permasalahan mengenai kebijakan ruang terbuka hijau di kota Bandung, dan kemudian menganalisinya secara sistematis berdasarkan bahan-bahan hukum serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hasil analisis tersebut menjadi landasan untuk mengenali hukum (tertulis) yang berlaku yang mengatur kebijakan ruang terbuka hijau di kota Bandung. Penelitian ini mendekati permasalahan kebijakan ruang terbuka hijau secara sistemik (utuh- menyeluruh/ holistik), yaitu dengan pendekatan dari segi pengkajian secara



interdisipliner dan



multidisipliner,



dan dengan



pendekatan dari segi



pengelolaannya secara terpadu. Melalui pendekatan interdisipliner, akan diketahui hukum yang mengatur kebijakan ruang terbuka hijau, dan melalui pendekatan multi disipliner, akan diketahui Ilmu- ilmu Pengetahuan lainnya yang mendukung pengaturan kebijakan ruang terbuka hijau.



13



Metode pendekatan sistemik ini digunakan sebagai konsekuensi dari pemahaman tentang pengertian lingkungan, khususnya pengertian tentang ekosistem. Selanjutnya, penelitian ini harus pula mendekati permasalahan tersebut di atas secara futuristik, mengingat penelitian ini menyangkut pembangunan yang berkelanjutan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data kepustakaan ini diperoleh dari perpustakaan perguruan tinggi yang diperkirakan memiliki kompetensi di bidang lingkungan hidup dan penataan ruang. Bahkan pada instansi atau lembagalembaga penelitian yang berkaitan dengan lingkungan dan penataan ruang, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Pengumpulan data dan informasi dilakukan pula melalui internet. Pengumpulan informasi dilakukan pula dengan wawacara dengan nara sumber terpilih. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun dan nara sumber yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sesuai dengan data dan informasi yang diharapkan. Wawancara juga dilakukan secara insidentil dengan nara sumber yang tidak terjadwal dan tidak terencana. Data dan informasi yang diperoleh, baik yang diperoleh melalui studi kepustakaan maupun wawancara, akan dianalisis secara kualitatif. 3.3 Hasil dan Pe mbahasan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian Sistem Tata Ruang Kota. Adapun bentuk RTH pada suatu kota tergantung pada fungsi, lokasi maupun pengelolaannya. Pengadaan RTH Kota sangat bergantung pada kebijakan lingkungan yang dimiliki oleh kota tersebut. Kebijakan RTH Kota Bandung dapat dilihat dari keberadaannya dalam Misi Kota Bandung dan Isu strategis RPJM Kota Bandung. Misi Kota Bandung Tahun 2009-2013: 1. Mengembangkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, berakhlak, profesional, dan berdaya saing; 2. Mengembangkan perekonomian kota yang berdaya saing dalam menunjang penciptaan lapangan kerja dan pelayanan publik serta meningkatkan peranan swasta dalam pembangunan ekonomi kota; 3. Meningkatkan kesadaran Budaya Kota yang tertib, aman, kreatif, berprestasi dalam menunjang Kota Jasa Bermartabat; 4. Penataan Kota Bandung menuju mertropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan;



14



5. Meningkatkan kinerja pemerintah kota yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan dalam upaya meningkatkan kapasitas pelayanan kota metropolitan; 6. Meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan dan pembiayaan pembangunan kota yang akuntabel dan transparan dalam menunjang sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. ISU STRATEGIS RPJM KOTA BANDUNG 2009-2013, terdiri atas: 1. Peningkatan kualitas dan pencegahan degradasi lingkungan hidup kota ; 2. Penyediaan dan pengelolaan infrastruktur serta penataan kota; 3. Penyediaan pelayanan umum yang prima kota; 4. Penumbuhan ekonomi kreatif kota; 5. Optimalisasi manajemen pemerintahan kota. Dasar kebijakan RTH Kota Bandung adalah poin keempat dalam misi kota bandung yaitu penataan kota Bandung menuju metropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan. Bila melihat isu strategis yang terdapat dalam RPJM kota Bandung 20092013 dan fungsi dari RTH, keberadaan RTH sangat menunjang tercapainya kelima isu tersebut. Beberapa Perangkat Peraturan yang berkaitan Dengan RTH : 1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 Tentang Analisa Dampak Lingkungan 4. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang 5. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota 6. Peraturan Menteri Luar Negeri No. 04 Tahun 1996 Tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan 8. Perda No. 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perda No. 02 Tahun 2004 Tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 9. Peraturan Walikota Bandung Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bandung ( 6 perwal )



15



Program Prioritas Kota Bandung terdiri atas: Bandung Cerdas, Bandung Sehat, Bandung Makmur, Bandung Hijau, Bandung Kota Seni Budaya, Bandung Berprestasi, Bandung Agamis. Program Lingkungan Hidup kota Bandung termasuk ke dalam Program Bandung Hijau yang didukung oleh 5 (lima) Gerakan yaitu Gerakan Penghijauan, Hemat dan Menabung Air, Gerakan Cikapundung Bersih, Gerakan Udara Bersih, Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung, Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup. Kewajiban pemerintah kota terhadap masyarakat secara mendasar adalah mengadakan dan menyelenggarakan pembangunan untuk peningkatan kehidupan masyarakat kota. Sehingga kewajiban pengadaan RTH berada pada pemerintah, akan tetapi pemerintah dapat melibatkan pihak swasta untuk memenuhi kewajiban penyediaan RTH 30% seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR). Pasal 29 ayat 3 UUPR menyatakan : “Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota” Pasal ini diterjemahkan oleh pemerintah sebagai dasar melibatkan p ihak swasta untuk memenuhi sisa 10% RTH dalam bentuk RTH Privat. Kebijakan pemenuhan RTH oleh pihak swasta ini diwujudkan dalam bentuk mewajibkan pihak swasta: 1. Menyediakan fasos / fasum pada lokasi pembangunan sebesar 40 % dari areal yang dikuasai. 2. Membuat sumur resapan 3. Menanam pohon Pada peroses perizinan, pihak swasta diwajibkan berperan serta dalam penyediaan lahan pemakaman sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No 39 Tahun 1996 Tentang Penyediaan Lahan Untuk Tempat Pemakaman Umum Oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan serta Surat Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Bandung No 467 / SK. 317 / Bandung Huk / 1994 Tentang Kewajiban Developer Perumahan Untuk Berperan Serta Menyediakan Lahan Pemakaman. Peluang penyediaan RTH oleh pihak swasta sesuai dengan Ketentuan Pasal 6 Permendagri No 1 Tahun 2007 Tentang RTH Kawasan Perkotaan juga dapat dilakukan dalam bentuk pembangunan:



16



1. Taman Lingkungan Perumahan dan Pemukiman, Contoh : Taman di Komplek Perumahan Parakan Mas, Kopo mas, Buah Batu Regency, dsb. 2. Taman Rekreasi, Contoh : Taman Rekreasi Karang Setra, Taman Kebun Binatang Bandung, dsb. 3. Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial, Contoh : Perkantoran di jl.Asia Afrika 4. Perdagangan, seperti Bandung Super mall, Ciwalk, Paris Van Java, Carefour, dsb. 5. Taman di Lingkungan Rumah Sakit Contoh: taman di RS. Hasan Sadikin, RS. ST Borromeus, RS. Kawaluyaan. Dsb. 6. Taman Wisata Alam, Contoh : Karang Setra, Water Boom Cibiru, Water Boom di Jl. Aceh, Kawasan Punclut, dsb 7. Lapangan Olah Raga, Contoh : Lapangan Batununggal di komplek Batununggal Indah 8. Parkir Terbuka, Contoh : di area Mall, Super Market, dsb



17



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan Materi Evaluasi kebijakan menurut Willian N. Dunn terdapat pendekatan evaluasi dalam menganalisa kebijakan yang ada yaitu, evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis. Ketiga pedekatan evaluasi kebijakan tersebut digunakan untuk menganalisa kebijakan dan metode untuk dapat menganalisa suatu kasus. Masing- msing pendekatan evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang berbeda yaitu, 1. Evaluasi Semu memiliki tujuan yaitu, Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan. 2. Evaluasi Formal memiliki tujuan yaitu, Menggunakan metode deskripif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan. 3. Evaluasi Keputusan Teoritis memiliki tujuan yaitu, Menggunakan metode deskripitif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan. 4.2 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan Studi Kasus Dasar kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung adalah salah satu Misi Kota Bandung yaitu Penataan Kota Bandung menuju mertropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan. Kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai Rencana Tata Ruang Kota, karena RTH merupakan bagian dari Sistem Tata Ruang Kota. Bentuk pe raturan perundang-undangan yang mengatur Rencana Tata Ruang adalah Peraturan Daerah No 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perda No. 02 Tahun 2004 Tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung dan Peraturan Walikota Bandung Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bandung yang terdiri dari 6 (enam) Perwal. Kebijakan RTH diwujudkan dalam Gerakan Penghijauan, Hemat dan Menabung Air, Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung, dan Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup (G4PLH). Pemerintah Kota Bandung juga melibatkan pihak swasta dalam pengadaan RTH, dengan mewajibkan penyediaan fasos / fasum pada lokasi pembangunan sebesar 40 % dari areal yang dikuasai, menanam pohon dan kewajiban menyediakan lahan pemakaman bagi developer. Sebagai bagian dari tata ruang RTH merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sehingga dapat



18



disimpulkan bahwa kebijakan mengenai RTH merupakan bagian dari kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melihat pentingnya RTH bagi masyarakat, pemerintah perlu lebih giat mensosialisasikan tentang pentingnya RTH sehingga masyarakat turut serta dalam menjaga dan memelihara RTH Publik yang ada. Dengan bekerjasama dengan masyarakat dan swasta pemerintah dapat menambah RTH Kota dengan adanya RTH-RTH Privat yang dibuat oleh masyarakat dan pihak swasta. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi tegas bagi perusak kawasan RTH.



19



DAFTAR PUSTAKA



Fajar. (2011, Juni 19). PENDEKATAN DALAM EVALUASI. Retrieved November 28, 2016, from



PENDEKATAN



DALAM



EVALUASI



:



http://www.PENDEKATANDALAMEVALUASI.html KRITERIA-KRITERIA DALAM MENUNTUN EVALUSASI KEBIJAKAN. (2012, Mei 26). Retrieved November 27, 2016, from KUMPULAN ARTIKEL, DEFINISI, TEORI DAN



MAKALAH



PEMERINTAHAN:



http://teori-



ilmupemerintahan.blogspot.co.id/2012/05/kriteria-kriteria-dalam- menuntun.html Masithoh, F. (2014, April 29). Evaluasi Kebijakan . Retrieved November 27, 2016, from Fiki Porniadi : http://www.EvaluasiKebijakan.html Nadia Astriani, I. A. (2011). Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : Universitas Padjadjaran.



20