Penerapan Life Cycle Assessment Pada Produksi Kopi Dan Kakao [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENERAPAN LIFE CYCLE ASSESSMENT PADA PRODUKSI KOPI DAN KAKAO



MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas Rekayasa Mesin dan Peralatan Pertanian



Oleh: Putri Wahyulian Aningtyas 191710201068 TEP B



JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Era globalisasi menuntut pihak industri untuk memperbaiki sistem produksinya dengan tidak meninggalkan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan, yakni keuntungan ekonomi, keseimbangan ekologi dan tanggung jawab bisnis terhadap lingkungan sosial. Keterbatasan dalam hal teknologi, kualitas bahan baku, ketersediaanalat dan keterampilan pekerja, menyebab-kan terjadinya limbah dalam jumlah tertentu seringkali tidak dapat dielakkan sehingga diperlukan melakukan eko-efisiensi produk agar limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Hal-hal seperti penggunaan kembali limbah dapat menjadi salah satu solusi untuk peningkatan eko- efisiensi produk. Konsep eko-efisiensi bertujuan menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif serta meningkatkan kualitas hidup dengan mengurangi dampak lingkungan dan pemakaian sumber daya melalui daur hidup (life cycle). Untuk mengetahui tingkat sustainability suatu produk perlu dilakukan pengukuran tingkat eko-efisiensi dari produk tersebut,



dalam hal ini adalah produk biji



kakao kering dengan pemanfaatan limbah menjadi pupuk kompos. Eko-efisiensi di dalam produksi biji kakao secara langsung akan sangat menunjang implementasi kebijakan pengelolaan komoditas perkebunan di Indonesia yang berkelanjutan dan akan menunjang citra global Indonesia di dunia internasional. Sehingga perlu dilakukan pengukuran tingkat eko-efisiensi produk biji kakao kering. 1.2.RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana aliran energi input dan output yang dihasilkan? 2. Seberapa efektif dan efisien proses produksi biji kakao? 1.3.TUJUAN Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Mengetahui aliran energi input dan output yang dihasilkan? 2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien proses produksi biji kakao.



BAB 2. TINJAUAAN PUSTAKA 2.1.KAKAO Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di Indonesia. Jumlah kakao yang diproduksi secara nasional pada tahun 2008 mencapai 792.800 ton dengan tingkat produktivitas 0,54 ton-1ha-1th-1 (Statistik Indonesia, 2009 dalam Basri, 2010). Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh



peningkatan produksipersatuan luas, akan meningkatkan



jumlah limbah buah kakao. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa disebut pod kakao, yaitu sebesar 75% dari total buah (Ashadi, 1988 dalam Fauzi, 2012). Oleh karena itu perlu adanya perhatian untuk mengolah hasil sampingan dari produksi biji kakao ini menjadi sesuatu yang lebih bernilai. Limbah produksi dari perkebunan kakao dapat digunakan untuk pembuatan pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan kemampuannya menambah kandungan bahan organik tanah serta menambah nilai ekonomis bagi petani.



BAB 3. ISI 3.1.PROSES PRODUKSI



Proses produksi biji kakao kering dilakukan dengan berbagai tahap (Gambar 1). Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam proses produksi hingga menghasilkan biji kakao kering dimulai dari pemecahan buah, kemudian fermentasi, pengeringan, pe- nyortiran/pengelompokan, dan pengolahan limbah kulit kakao. 1.



Pemecahan buah Buah kakao dipecah atau dibelah untuk mendapatkan biji kakao. Pemecahan buah menggunakan pemukul kayu sehingga buah terbelah menjadi dua bagian. Biji kakao dikeluarkan lalu dimasukkan dalam wadah yang bersih, sedangkan empulur yang melekat pada biji dibuang.



2.



Fermentasi Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji dan untuk melepaskan selaput lendir. Selain itu untuk menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur. Biji kakao difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang. Fermentasi memerlukan waktu kurang lebih 4 hari. Dalam proses fermentasi terjadi penurunan berat sampai 25%.



3.



Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam biji dari 60% sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan dilakukan dengan dengan menjemur di bawah sinar matahari. Sinar matahari yang dapat melakukan pencacahan sebanyak satu kali. Dalam satu kali produksi menghasilkan satu bak kompos dengan dimensi 2,99 m3.



4.



Penyortiran/Pengelompokan Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan yang dapat memisahkan biji kakao dari kotoran.



5.



Pengolahan limbah kulit kakao Kulit kakao yang telah dipisahkan dari biji kakao basah diangkut menuju tempat pengolahan limbah padat. Kemudian dilakukan



pencacahan



dengan



menggunakan mesin pencacah. Mesin pencacah berbahan bakar solar dapat bekerja dengan kapasitas 2-3 m3 setiap jamnya. Sehingga dalam satu kali produksi metode eco-costs 2012 untuk mendapatkan nilai eco-costs dari dampak yang dihasilkan dan memiliki lebih dari 3000 database emisi serta dapat digunakan dalam operasional dengan database spesial untuk SimaPro. Software ini berfungsi merasionalkan perhitungan sistematik dari konsep pemikiran manusia terhadap pengukuran lingkungan. Suatu langkah yang sistematik dan konsisten, dimana kita dapat menemukan suatu pilihan terbaik dalam perbaikan suatu desain dan proses dari suatu produk atau jasa. Pada tahapan LCA dilakukan pengukuran mengenai besar dampak yang dihasilkan dari proses produksi biji kakao kering yang berkaitandengan aspek ekologi (Gambar 2). Adapun tahapan- tahapan dari LCA diatur standar ISO, meliputi ISO 14040-14043.



dalam



1.



GoalandScope. Tahap ini bertujuan untuk mem- formulasikan dan mendeskripsikan tujuan, sistem yang akan dievaluasi, batasan - batasan dan asumsi-asumsi yang berhubungan dengan dampak di sepanjang siklus hidup dari sistem. Tujuannya untuk mengetahui besar dampak dari produksi biji kakao kering dan melingkupi pengangkutan hingga sortasi biji kakao kering hingga pengolahan limbahnya.



3.2.PEMBAHASAN Selain data bahan baku, energi dan proses yang digunakan dalam proses produksi yang menjadi proses inventory, input data juga menggunakan data emisi yang dihasilkan dari perhitungan menggunakan persamaan 1 dan 2. Hasil perhitungan didapatkan nilai emisi gas metan sebesar 24 kg.th-1 dan emisi gas karbon dioksida sebesar 72.5 kg.th-1. Kemudian pada fase LCIA, tahapan yang terakhir adalah penetapan single score dari besarnya dampak lingkungan yang seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Tabel 3 merupakan output dari SimaPro setelah dikurskan menjadi rupiah per tanggal 20-03- 2015. Nilai eco-costs untuk proses produksi setelah dilakukan pengomposan yaitu Rp.610,133.00 lebih besar dibandingkan sebelum dilakukan pengomposan sebesar Rp.459,841.00. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan energi tambahan berupa bahan bakar solar untuk mendukung operasional dari alat pencacah kulit kakao. Nilaieco costs yang terbesar adalah pada kategori dampak perubahan iklim. Hal tersebut menyatakan bahwa biaya pencegahan dan kerusakan yang terkait dengan perubahan iklim lebih tinggi daripada kategori dampak lainnya. Nilai



ini



berdasarkan



dari



emisi



yang



dihasilkan dari proses dekomposisi dari bahan organik yang menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti metan dan karbon dioksida. Selain itu penggunaan bahan bakar solar untuk mesin diesel juga menyumbang dampak gas efek rumah kaca.



Eco-Efficiency Index Besarnya nilai darinet value dipengaruhi oleh biaya-biaya yang dibutuhkan dalam produksi suatu produk dan nilai penjualan dari produk tersebut. Nilai net valuesetelah dilakukan pengomposan sebesar Rp.2,567,273 lebih besar daripada sebelum dilakukan



pengomposan sebesar Rp.1,905,429. Hal ini dikarenakan



adanya benefit dari penjualan pupuk kompos yang dihasilkan dari pengolahan limbah kakao. Hasil dari perhitungan net value digunakan untuk menghitung nilai EEI. Perhitungan nilai



Eco-Efficiency



pengomposan nilai EEI



lebih



Index (EEI). Sebelum dilakukan proses



besar daripada setelah dilakukan proses



pengomposan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4, hal ini dikarenakan benefit dari penjualan pupuk kompos jauh lebih rendah daripada penjualan biji kakao kering. Selain itu nilai Eco-Efficiency Index (EEI) pada proses produksi setelah ataupun sebelum dilakukan pengomposan >1 sehingga produk biji kakao tergolong ramah lingkungan dan secara ekonomi terjangkau. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan tergolong bahan organik dan energi yang digunakan tergolong dalam jumlah yang rendah sehingga toleran terhadap lingkungan serta kedua produk memiliki keuntungan secara ekonomi yang cukup dari hasil penjualan produk. Eco-Efficiency Ratio Nilai akhir EER menunjukkan tingkat eko- efisiensi dari produk biji kakao kering. Produk biji kakao kering dengan melakukan kegiatan pengolahan limbah padatnya yang berupa kulit kakao dengan cara pengomposan lebih baik daripada tidak dilakukan pengolahan limbah, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai eko- efisiensi sebelum pengolahan limbah sebesar 75.9% terhadap biji kakao yang telah dilakukan proses pengolahan limbahnya sebesar 76.2% seperti yang ditunjukkan pada tabel.



Produk



EEI



EER



Setelah pengomposan 3.02 76.2% 75.9% Sebelum pengomposan 3.04 Ket. : EEI > 1 = Affordable, Sustainable EEI = 0 – 1= Affordable, Not Sustainable EEI < 0 = Not Affordable, Not Sustainable Penelitian yang dilakukan di Ghana oleh Ntiamoah and Afrane (2008) menyatakan bahwa siklus hidup proses produksi kakao dengan melakukan pemupukan dengan kompos akan dapat menurunkan dampak terhadap lingkungan. Siklus hidup dari proses produksi kakao dalam penelitian tersebut lebih luas antara lain produksi kakao (terdiri dari pemberian pestisida dan pupuk, budidaya kakao, pengolahan lahan dan penyimpanan biji kakao sementara), transportasi dan industri pengolahan biji kakao (biji terdiri pembersihan biji, memanggang, menampi, dan penggilingan menjadi pasta coklat, lemak kakao, kue dan bubuk kakao). Proses pemupukan tanaman kakao menggunakan pupuk kompos dapat menurunkan dampak toksisitas terhadap manusia sebesar 45% dan potensi eko-toksisitas terhadap area permukaan tanah sebesar 40% sehingga dapat dikatakan bahwa memproduksi pupuk kompos dari limbah kakao dapat meningkatkan eko-efisiensi yakni dengan memperbaiki kinerja lingkungan dapat meningkatkan efisiensi. Nilai eco-costs dari proses produksi biji kakao kering pada setiap satu kali produksi (1500 tongkol) setelah dilakukan pengomposansebesar Rp. 610,133.00 dan sebelum dilakukan proses pengomposan sebesar Rp.459,841.00. Eko-efisiensi dari produk biji kakao kering pada setiap satu kali produksi (1500 tongkol) meningkat dari sebelum dilakukan pengomposan sebesar



75.9% menjadi 76.2% setelah



dilakukan proses pengolahan limbah kulit kakao dengan proses pengomposan.



BAB 4 KESIMPULAN Nilai eco-costs dari proses produksi biji kakao kering pada setiap satu kali produksi (1500 tongkol) setelah dilakukan pengomposansebesar Rp. 610,133.00 dan sebelum dilakukan proses pengomposan sebesar Rp.459,841.00. Eko-efisiensi dari produk biji kakao kering pada setiap satu kali produksi (1500 tongkol) meningkat dari sebelum dilakukan pengomposan sebesar 75.9% menjadi 76.2% setelah dilakukan proses pengolahan limbah kulit kakao dengan proses pengomposan.



Daftar Pustaka Ashadi, R. W. 1988. Pembuatan Gula Cair dari Pod Coklat dengan Menggunakan Asam Sulfat, Enzim, serta Kombinasi Keduanya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Basri, Zainuddin. 2010. Mutu Biji Kakao Hasil Sambung Samping. Media Litbang Sulteng III, 2(2010), 112. Dalemo, M., Sonesson, U., Jonsson, H., & Bjorklund, A. 1998. Effect of Including Nitrogen Emissions from Soil in Environmental Systems Analysis of Waste Management Strategies. Resources, Conservation and Recycling, 24, 368. IPCC. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Volume 5, 420-439. Ntiamoah, Augustine & George



Afrane. 2008. Environmental impacts of cocoa



production and processing in Ghana: life cycle assessment approach. Cleaner Production, 16 (2008), 1735-1740. Oktiviarni, Thia



Zakiyah,



Warmadewanthi & Ellina S Pandebesie. 2012.



Potensi Asidifikasi Dari Proses Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Barat dan Pusat. Scientific Conference of Environmental Technology IX – 2012, Surabaya, 10 Juli 2012. Sari, Diana Puspita, Sri Hartini, Dyah Ika Rinawati & Tri Setyo Wicaksono. 2012. Pengukuran Tingkat Eko-efisiensi Menggunakan Life Cycle Assessment untuk Menciptakan Sustainable Production di Industri Kecil Menengah Batik. Jurnal Teknik Industri, 14, 2. Vogtlander. 2010. LCA-based Assessment of Sustainability: The Eco-costs/Value Ratio (EVR). Delft University of Technology. Nederland. Wirahadikusumah, Reini D. & Hengki Putra Sahana. 2012. Estimasi Konsumsi Energi dan Emisi Gas Rumah Kaca pada Pekerjaan Pengaspalan Jalan. Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, 19 (2012), 29.