Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pemahaman Dasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengantar Ilmu Hukum Drs.H.Saifudin,M.Hum ISBN 978-623-353-245-7 Copyright 2022 Editor Ellisa Vikalista,S.H,M.IP M.Najeri Al Syahrin, S.IP,M.A



Layout Isi Afipah Desain Sampul Tim Ruang Karya RUANG KARYA BERSAMA Jl. Martapura Lama, Km. 07, Rt. 07 Kec. Sungai Tabuk, Kel. Sungai Lulut, Kab. Banjar, Kalimantan Selatan HP: 08971169692 WA: 08971169692 Email: [email protected] Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit



Editor : Ellisa Vikalista,S.H,M.IP M.Najeri Al Syahrin, S.IP,M.A



RUANG KARYA “Berkarya selagi muda, bermanfaat selagi bisa.”



SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT (ULM) Hukum mempunyai peranan yang sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat karena hukum itu mengatur, menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial. Apabila antara satu kepentingan dan lainnya berjalan dengan tertib dan teratur maka senantiasa dapat tercipta suatu keamanan, ketentraman, kedamaian dan keadilan, sehingga tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat Demi mewujudkan suatu masyarakat yang tertib secara hukum, diperlukan manusia yang mempunyai kesadaran moral tinggi yang ada dalam jiwanya masing-masing. Salah satu strategi untuk menciptakan manusia yang baik secara moral ditempuh melalui Pendidikan formal dengan kurikulumnya memprogram mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Pengantar Ilmu Hukum tergolong sebagai mata kuliah pemula atau dasar yang wajib diikuti oleh mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Hukum dan Ilmu



Sosial



lain



karena



berfungsi



sebagai



pengantar



(introduction atau inleiding) dan petunjuk jalan bagi siapapun yang mempelajari hukum secara umum (universal) dan juga



Pengantar Ilmu Hukum |v



memberikan pengertian yang mendalam mengenai persoalan atau segala sesuatu yang berkaitan di bidang hukum. Menginggat pentingnya Ilmu Hukum sebagai pengetahuan dasar untuk mengantar setiap orang yang mempelajari hukum selanjutnya, saya bersyukur dan menyambut baik terbitnaya buku ini yang telah disusun penulis selaku staf pengajar Program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat, diharapkan selain untuk menjadi pegangan bagi mahasiswa juga membantu mereka yang berminat dan memerlukan pengayaan referensi dalam ilmu hukum. Harapan kami, semoga buku ini dapat menambah khasanah literatur ilmu hukum dan bermanfaat bagi mahasiswa serta dijadikan acuan bagi kalangan umum yang membutuhkan ilmu hukum sebagai pengetahuan dasar.



Banjarmasin, 10 Juni 2022 Rektor ULM,



Prof.Dr.H.Sutarto Hadi,M.Si,M.Sc



Pengantar Ilmu Hukum |vi



SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (ULM) Puji



syukur



kehadirat



Allah



SWT,



penulis



dapat



menuangkan gagasannya yang sudah lama terpendam. Penulis merupakan dosen senior yang memiliki integritas di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat yang sangat konsen dan sangat lama menggeluti keilmuan hukum tata pemerintahan secara teoritik maupun praksis. Buku ini memiliki kekhasan tersendiri bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik karena mengayomi basis keilmuan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Buku ini menjadi pondasi dalam memahami mata kuliah keunikan, seperti Ilmu Pemerintahan, Ilmu Negara, Hukum Tata Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Proses Peraturan Perundang-undangan. Secara subtansi berbeda dari kebanyakan buku Pengantar Ilmu Hukum lainnya, dimana basis penekanannya lebih pada pengayoman dan pondasi dalam memahami mata kuliah Ilmu Pemerintahan, Ilmu Negara, Hukum Tata Negara, Hukum Tata Pemerintah,



Proses



Pembentukan



Peraturan



Perundang-



undangan. Hukum dalam pandangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sebagai sebuah produk politik dalam rangka memahami kehidupan bernegara. Tanpa adanya hukum tidak akan ada



Pengantar Ilmu Hukum |vii



ketertiban dalam kehidupan negara. Hukum sebagai produk politik yang secara realitasnya mengatur dan menata kehidupan bernegara. Karya Samuel Huntington tentang Tertib Politik menjadi pintu masuk bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat turut serta mengajarkan kepada mahasiswa mengenai pemahaman hukum dalam kehidupan



bernegara



komprehensif



sehingga



pemahaman



mahasiswa



ketika



dapat



berpraktek



lebih dalam



pekerjaannya di instansi pemerintah dan swasta. Buku ini melengkapi semaian karya para dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka mencerdaskan mahasiswa sehingga memiliki kualitas sebagai lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat. Semoga buku ini dapat mewujudkan harapan penulis dan harapan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat dalam memproduk lulusan yang memiliki pemahaman komprehensif yang memang diperlukan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia. Banjarmasin, 03 Juni 2022



Pengantar Ilmu Hukum |viii



PRAKATA Alhamdulillah dan puji syukur dipanjatkan khadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rakhmat dan kesehatan kepada penulis, sehingga dapat merampungkan penyusunan Buku Pengantar Ilmu Hukum (PIH). Meskipun telah diakui bahwa sekarang ini banyak judul buku tentang Pengantar Ilmu Hukum yang telah ditulis berbagai ahli hukum, namun tidak menjadi penghalang bagi penulis untuk tetap mengusahakan hadirnya buku Pengantar Ilmu Hukum untuk dipahami lebih mudah bagi pembacanya dan senantiasa diperlukan untuk menambah pengetahuan siapapun yang belajar tentang dasar-dasar hukum. Buku ini ditulis merupakan hasil kuliah pada mahasiswa Strata-1 dan Program Diploma 3 di Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik dengan maksud di samping sebagai pegangan bagi para mahasiswa bersangkutan dan mahasiswa lainnya yang berminat dalam mempelajari Pengantar Ilmu Hukum juga membantu untuk memahami dasar-dasar atau fondasi dari hukum sebelum mempelajari bidang-bidang hukum lanjutan sebagai persyaratan mata kuliah serta dengan adanya buku pegangan ini tidak berarti bahwa para mahasiswa lalu dapat mengesampingkan buku literatur Pengantar Hukum dan bahanbahan lainnya yang telah dianjurkan.



Pengantar Ilmu Hukum |ix



Kami mencoba menyungguhkan buku ini dengan bahasa akademis yang sederhana, lugas dan mudah untuk dimengerti serta memuat banyak gambar dan bagan sebagai ilustrasi. Meskipun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih banyak disana sini kekurangannya, sehingga kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku ini selalu di dambakan. Insya Allah segala masukan diberikan merupakan “cambuk” untuk membuahkan pemikiran yang lebih baik. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, kami ucapkan ribuan terima kasih ditujukan kepada keluargaku, dan dosen pendamping ibu Ellisa Vikalista,S.H.M.IP dan M.Najeri Al Syahrin,S.IP,M.A yang bersedia sebagai Editor buku pegangan ini. yang tanpa bantuan dan dorongannya buku ini belum dapat kami selesaikan. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat kepada mereka yang benar-benar memerlukan dan membutuhkannya sehingga membawa kebaikan dan berkah bagi semua. Aamiin.



Banjarmasin, 01 Juni 2022 Penulis



Drs.H.Saifudin,M.Hum



Pengantar Ilmu Hukum |x



DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN REKTOR ..................................................... v KATA SAMBUTAN DEKAN ........................................................ vii PRAKATA ...................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................... xi DAFTAR BAGAN ........................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xviii BAB 1



ILMU HUKUM SUATU PENGANTAR........................ 1 A. Sejarah Singkat ............................................................. 1 B. Pengertian dan Hakekat PIH ......................................... 2 C. Fungsi Ilmu Hukum ...................................................... 9 1. Menciptakan manusia yang baik secara moral ....... 9 2. Menciptakan pemerintahan yang baik dan Masyarakat yang tertib............................................. 10



BAB 2



HUKUM KAITANNYA DENGAN MANUSIA, MASYARAKAT, NEGARA DAN KEKUASAAN. ...... 11 A. Manusia dan Masyarakat .............................................. 11 B. Hukum dan Manusia ..................................................... 15 C. Hukum dan Masyarakat ................................................ 18 D. Hukum dan Negara ....................................................... 20 E. Hukum dan Kekuasaan ................................................. 22



BAB 3



NORMA ATAU KAEDAH ............................................. 24 A. Pengertian ..................................................................... 24 B. Macam-macam Norma .................................................. 25 1. Norma Agama .......................................................... 27 2. Norma Kesusilaan .................................................... 29 3. Norma Kesopanan.................................................... 29 4. Norma Hukum ......................................................... 30 Pengantar Ilmu Hukum |xi



C. Persamaan dan Perbedaan bentuk Norma atau Kaidah .............................................................. 32 D. Hukum Relavansinya dengan Kaidah lain ............... 35 BAB 4



KEDUDUKAN DAN FUNGSI HUKUM .................. 37 A. Kedudukan Hukum .................................................. 37 B. Fungsi Hukum dalam Masyarakat ........................... 40 1. Alat Ketertiban dan Ketenteraman Masyarakat .. 41 2. Menjamin kepastian hukum ................................ 41 3. Pengayom atau Pelindung Masyarakat ............... 41 4. Mewujudkan Keadilan Sosial ............................. 42 5. Pengawasan......................................................... 42 6. Pengerak Pembangunan (a tool of social engineering) ........................................................ 43



BAB 5



PENGERTIAN HUKUM ........................................... 44 A. Apakah Hukum itu? ................................................. 44 B. Kesukaran Pendefinisian Hukum ............................. 47 1. Ditentukan dari sudut Pandang ........................... 47 2. Kesukaran pengunaan Kata-kata......................... 47 3. Sejarah perubahan dalam kontek hukum itu sendiri ................................................................. 48 4. Dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan pembuat............................................................... 48 C. Istilah Hukum........................................................... 48 D. Manfaat Pendefinisian.............................................. 50 E. Definisi Hukum ........................................................ 51



Pengantar Ilmu Hukum |xii



BAB 6



TUJUAN, FUNGSI, SIFAT DAN PENTAATAN HUKUM ....................................................................... 59 A. Tujuan Hukum ......................................................... 59 1. Mewujudkan Perdamaian ................................... 61 2. Keadilan .............................................................. 61 3. Kesejahteraan ...................................................... 63 4. Kebahagiaan........................................................ 64 B. Fungsi Ilmu Hukum dan Hukum ............................. 67 C. Sifat-sifat Hukum ..................................................... 73 1. Memaksa ............................................................. 73 2. Mengatur ........................................................... 74 3. Tindakan Lahir bukan batin ................................ 74 4. Umum dan tidak memihak .................................. 75 D. Pentaatan Hukum ..................................................... 76



BAB 7



SUMBER-SUMBER HUKUM .................................. 81 A. Istilah Sumber .......................................................... 81 B. Sumber Hukum ........................................................ 82 1. Sumber hukum dalam ilmu hukum menurut Rozikin Daman ................................................... 84 2. Sumber hukum menurut Allen ............................ 85 3. Sumber hukum ditinjau dari berbagai sudut atau bidang .......................................................... 86 4. Sumber Hukum menurut Para ahli hukum.......... 88 a. Sumber hukum Materiil ................................. 88 b. Sumber Hukum Formal ................................. 90 1. Undang-Undang ....................................... 90 2. Kebiasaan (Custom).................................. 101 3. Yurisprudensi ........................................... 106 4. Traktat....................................................... 110 5. Doktrin...................................................... 116 Pengantar Ilmu Hukum |xiii



BAB 8



SUBJEK DAN OBJEK HUKUM .............................. 118 A. Subjek Hukum ......................................................... 118 1. Manusia sebagai Subjek Hukum......................... 119  Manusia belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin .................................................. 122  Manusia dewasa berada di bawah pengampunan ................................................. 123  Istri tunduk pada KUHPerdata....................... 124  Orang dinyatakan Pailit ................................. 125 2. Badan Hukum sebagai Subjek Hukum ............... 129  Syarat Badan Hukum ..................................... 129  Macam Badan Hukum ................................... 130  Perbuatan Badan Hukum ............................... 132 B. Objek Hukum ........................................................... 133



BAB 9



PERISTIWA, AKIBAT HUKUM DAN ASAS-ASAS HUKUM ................................................ 139 A. Peristiwa Hukum ...................................................... 139 1. Peristiwa karena perbuatan Subjek Hukum ........ 140 2. Peristiwa bukan perbuatan Subjek Hukum ......... 145 B. Akibat Hukum .......................................................... 147 1. Lahirnya Lahirnya, berubahnya dan Lenyapnya Keadaan Hukum ............................... 148 2. Lahirnya, berubahnya dan Lenyapnya Hubungan Hukum ............................................... 149 3. Lahirnya Sanksi Hukum ..................................... 149 C. Asas-Asas Hukum .................................................... 149 1. Asas Hukum dalam Hukum Acara Pidana.......... 152 2. Asas Hukum dalam Hukum Pidana .................... 154 Pengantar Ilmu Hukum |xiv



3. 4. 5. 6.



Asas Hukum dalam Hukum Perdata ................... 155 Asas Hukum dalam Hukum Internasional .......... 156 Asas keberlakuan Perundang-Undangan ............ 157 Asas dalam Yurisprudensi .................................. 158



BAB 10 PEMBAGIAN, LANDASAN DAN LINGKUNGAN BERLAKUNYA HUKUM............. 159 A. Pembagian Hukum ................................................... 159 B. Landasan Berlakunya Hukum .................................. 176 1. Landasan Filosofis (filosofische grondslag) ...... 176 2. Landasan Sosiologis (sociologische grondslag) . 177 3. Landasan Yuridis (recht grondslag) ................... 178 C. Lingkungan Berlakunya Hukum .............................. 180 BAB 11 SISTEM HUKUM ....................................................... 182 A. Pengertian Sistem Hukum ........................................ 182 B. Macam-macam Sistem Hukum ................................ 185 1. Sistem Hukum Eropa Kontinental ..................... 185 2. Sistem Hukum Anglo Saxon............................... 190 3. Sistem Hukum Adat ............................................ 195 4. Sistem Hukum lslam ........................................... 199 5. Sistem Hukum Kanonik ...................................... 205 6. Sistem Hukum Sosialis ....................................... 206 BAB 12 PENEMUAN HUKUM ............................................... 211 A. Sejarah...................................................................... 211 B. Penemuan Hukum (Rechtsvinding) .......................... 216 1. Interpretasi .......................................................... 217 a. Penafsiran Gramatikal (Tata bahasa) ............. 218 b. Penafsiran Autentik (Resmi, Sahih)............... 219 c. Penafsiran Historis (Sejarah) ......................... 219 d. Penafsiran Sistematis (dogmatis,analogis) .... 220 Pengantar Ilmu Hukum |xv



e. Penafsiran Sosiologis (Teleologis) ................ 221 f. Penafsiran Perbandingan (Komparatif) ......... 223 g. Penafsiran Ekstensif....................................... 223 h. Penafsiran Restrikrif ...................................... 224 2. Konstruksi ........................................................... 226 a. Argumentum Peranalogian / Analogi ............ 226 b. Argumentum A Contrario .............................. 229 c. Penghalusan hukum (Rechtsverfijning) ........ 230 d. Fiksi Hukum .................................................. 231 BAB 13 MAZHAB ILMU HUKUM ........................................ 233 A. Pengertian ................................................................ 233 B. Macam-macam Mazhab Hukum .............................. 234 1. Hukum Alam ...................................................... 234 2. Positivisme Hukum ............................................ 238 3. Utilitarianisme .................................................... 240 4. Sejarah (historis) ................................................. 242 5. Sosiologis (Sociological Jurisprudence) ............. 245 6. Realisme Hukum (Pragmatic Legal Realism) .... 248 BAB 14 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN.. 251 A. Antropologi Hukum ................................................. 251 B. Sosiologi Hukum ..................................................... 253 C. Psikologi Hukum ..................................................... 256 D. Sejarah Hukum......................................................... 261 E. Filsafat Hukum......................................................... 263 F. Perbandingan Hukum............................................... 265 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 368 PROFIL PENULIS ..................................................................... 374



Pengantar Ilmu Hukum |xvi



DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar Gambar Gambar



1 2 3 4



Dua Sisi Wajah Hukum............................................ 57 Pohon Beringin dan Neraca Timbangan .................. 71 Perkembangan Sistem Hukum Eropa Kontinental ... 189 Perkembangan Sistem Hukum Anglo Saxon .......... 191



Pengantar Ilmu Hukum |xvii



DAFTAR BAGAN Bagan 1 Perlindungan Hak Asasi Manusia............................... 17 Bagan 2 Macam-macam Norma ............................................... 27 Bagan 3 Persamaan dan Perbedaan Bentuk Norma .................. 33 Bagan 4 Kedudukan Hukum..................................................... 37 Bagan 5 Lingkaran dan Aspek Kehidupan ............................... 39 Bagan 6 Jenis dan Hierarkhi Peruu ........................................... 99 Bagan 7 Macam-Macam Badan Hukum ................................... 132 Bagan 8 Macam-macam Benda ................................................ 135 Bagan 9 Peristiwa dan Perbuatan Hukum................................. 147 Bagan 10 Pembagian Hukum ..................................................... 175 Bagan 11 19 Lingkaran Hukum Adat di lndonesia..................... 197



Pengantar Ilmu Hukum |xviii



BAB 1 ILMU HUKUM SUATU PENGANTAR A. Sejarah Singkat Secara historis Pengantar Ilmu Hukum sebagai istilah tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan berasal dari terjemahan ”Inleiding tot de rechtswetenschap” mulai digunakan dan dicantumkan dalam UU Perguruan Tinggi Negeri Belanda (Hoger Onderwijs Wet) pada tahun 1920



mengantikan istilah



”Encyclopaedie der rechtswetenschap”, yang sebelumnya telah dipakai di Jerman pada akhir abad ke 19 dengan istilah ”Einfuhrung in die Rechtswissenschaft”. Di Hindia Belanda1) ”Inleiding tot de rechtswetenschap” mulai dikenal sejak didirikannya Rechts Hoge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia (Jakarta) tahun 1924 kemudian diterjemahkan para ahli lndonesia dengan Pengantar Ilmu Hukum, dan untuk pertama kalinya dipakai di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1946, hingga sekarang dijadikan Mata Kuliah Dasar di setiap perguruan tinggi di



1)



Hindia Belanda atau “Nederlands Indie” nama diberikan Pemerintah Belanda untuk wilayah lndonesia yang dijajah Pemerintah Kolonial Belanda selama  350 tahun.



Pengantar Ilmu Hukum |1



seluruh lndonesia baik di Fakultas Hukum maupun Fakultas ilmu sosial lainnya. Sebagai mata kuliah dasar, Pengantar Ilmu Hukum memberikan landasan atau sendi-sendi guna mendukung mata kuliah lain sehingga dapat membantu memudahkan dan melancarkan mata kuliah hukum lanjutan yang bukan bersifat pengantar lagi atau mengantarkan orang yang mau belajar hukum kearah hukum yang sebenarnya



B. Pengertian dan Hakekat PIH Kosa kata Pengantar Ilmu Hukum terdiri dari kata ”Pengantar” dan ”Ilmu Hukum”. Menurut Kamus Besar Bahasa lndonesia (KBBI) kata ”Pengantar” atau ”Mengantar” berasal dari kata ”antar” berarti membawa ke tempat yang dituju atau untuk mengantarkan. Kata dalam bahasa asing diartikan dengan ”lnleiding” (Belanda) dan ”lntroduction” (lnggris) yang berarti memperkenalkan, memberitahukan atau memasyarakatkan, dalam hal ini Ilmu Hukum. Apa dimaksud pengertian Ilmu Hukum? Hal yang tak bisa diabaikan dalam mengkaji pengertian ilmu hukum bahwa negara yang menganut sistem Anglo Saxon menyebut dengan ”Jurisprudence” (lnggris), berasal dari kata: jus, atau juris



Pengantar Ilmu Hukum |2



berarti hak atau hukum, sedangkan prudens berarti memandang ke depan, atau memiliki keahlian. Arti umum tentang ”Jurisprudence”



pengetahuan



yang



mempelajari



hukum



sebaliknya arti tersebut berbeda dengan negara menganut sistem hukum Eropa kontinental menyebut pengertian ”Jurisprudensi” berarti putusan pengadilan, jadi memiliki arti yang lebih sempit. Tibalah saatnya kita mempersoalkan hukum sebagai ilmu. Persoalan awal dari hukum sebagai ilmu, dihadapkan masih terdapatnya pandangan tertentu yang menolak hukum sebagai suatu ilmu dengan kata lain, masih ada kalangan yang menyangsikan keberadaan ilmu hukum. Salah satu diantara pakar hukum itu Julius Herman von Kirchmann (1802-1884) dengan alasan penolakan sebagai berikut : a. Objek ilmu hukum adalah ”living law” atau hukum yang hidup dalam masyarakat dan sifatnya dinamis selalu mengikuti perkembangan masyarakatnya yang kian berubah. Hal itu berakibat ilmu hukum tidak mampu untuk menguasai objeknya tadi artinya sebelum ilmu hukum merampungkan metode dan sistemnya maka objek hukum yang hidup jauh meninggalkannya (het recht hinkt, achter de feiten aan). b. Setiap negara selalu terikat pada hukum positip dan pemerintah cenderung bersikap memaksa untuk mentaati



Pengantar Ilmu Hukum |3



tidak memperdulikan apakah kaedah di dalamnya baik atau buruk, diterima atau tidak oleh masyarakat. c. Selalu terikat pada hukum positip, maka ilmu hukum tidak mungkin menjadi ilmu. Hal ini disebabkan ilmu hukum tidak dapat melakukan penelitian secara bebas karena selalu taat pada yang berwenang sehingga perpustakaan hukum dan perundang-undangan berubah menjadi sekedar tumpukan kertas yang tak berharga akibat salah cetak. d. Ilmu hukum bukanlah ilmu, sekalipun bentuknya semu, karena tidak mengabdi pada kepentingan keadilan. Pandangan von Kirchmann tersebut, terlalu a’priori terhadap hukum positip dan hukum yang tertulis sehingga dari sikapnya itu tidak lagi menyadari kelemahan dari jalan berpikirnya. Ia telah mengkerdilkan objek ilmu hukum hanya terbatas pada suatu ”living law” (hukum yang hidup) saja, kenyataannya selain hukum kebiasaan yang merupakan hukum tidak tertulis, terdapat juga hukup tertulis (Achmad Ali, 1988). Padahal suatu ilmu memenuhi syarat sebagai ilmu, tidaklah ditentukan



kreteria yang telah dikemukakan



oleh



von



Kirchmann melainkan harus memiliki persyaratan adanya : objek, sistematis, metodologi, dapat dipelajari dan diajarkan secara objektif. Pengantar Ilmu Hukum |4



Berarti dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum adalah suatu ilmu, karena ia mempunyai objek yaitu hukum, metodologi tertentu, sistematis, dan objektif-rasional yang membahas segala hal yang berhubungan dengan hukum. Sebagai suatu ilmu, ilmu hukum masuk dalam bilangan ilmu preskriptif bukan empiris (deskriptif) artinya ilmu membawa sarat nilai yang bersifat ”menganjurkan” yang mempelajari tindakan atau perbuatan (act) berkaitan dengan norma dan prinsip hukum (Peter Mahmud Masrzuki, 2011). Berdasarkan kreteria itu, disajikan berbagai definisi ilmu hukum menurut pakar dan kamus hukum antara lain : a. Cross (1961) memaknai ilmu hukum sebagai pengetahuan hukum yang mempelajari hukum dalam segala bentuk manifestasinya (Satjipto Rahardjo, 1982). b. Curzon, L.B. (1979) berpendapat bahwa ilmu hukum suatu ilmu pengetahuan yang mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. c. Ulpian (1978) ilmu hukum adalah pengetahuan tentang masalah yang bersifat surgawi dan manusiawi, pengetahuan tentang apa yang benar dan salah (Achmad Ali, 1988). d. Allen (1964) ilmu hukum adalah sintesa ilmiah tentang asasasas pokok dari hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |5



e. Dias (1976) ilmu hukum menyangkut pemikiran tentang hukum mengenai dasarnya yang paling luas. f. Bodenheimer (1974) pokok bahasan dari ilmu hukum adalah luas sekali meliputi hal-hal yang bersifat filosofis, sosiologis, historis, ataupun komponen-komponen analistis tentang teori hukum. g. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono



Soekanto (1982)



mengemukakan bahwa ilmu hukum ilmu tentang kaedah atau ”normwissenchaft” atau ”sollenwissenchaft” yang menelaah hukum sebagai kaedah atau sistem kaedah-kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum. h. Webster‟s New International Dictionary : ilmu hukum adalah sistem atau rangka hukum . . ilmu atau filsafat hukum. i. Oxford English Dictionary : ilmu hukum yaitu pengetahuan atau keahlian di dalam hukum. Ilmu yang membahas hukum kemanusiaan secara tertulis atau tidak tertulis secara umum.



Oleh karena itu mengacu pada penjelasan di atas para pakar hukum mengajukan pendapatnya terhadap batasan atau pengertian PIH yaitu :



Pengantar Ilmu Hukum |6



a. Soedjono



Dirdjosisworo,



(1984)



menyatakan



PIH



dinamakan juga ”Encyclopedia Hukum” yang merupakan pengantar



(lntroduction



atau



lnleiding)



untuk



ilmu



pengetahuan hukum dan ia berusaha menjelaskan tentang keadaan, inti, maksud dan tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum serta pertalian-pertalian antara bagian-bagian tersebut dengan ilmu pengetahuan hukum. b. Ahmad Sanusi (1977) mengetengahkan PIH termasuk dalam mata pelajaran dasar (basis leervak) dan bukan termasuk latihan berpraktek. Meski demikian mata pelajaran ini harus dikuasai oleh mereka yang ingin mempelajari cabangcabang ilmu hukum dan tidak boleh dianggap kecil nilainya. Menurut Penulis PIH sebagai dasar untuk mengantarkan pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi hukum. Untuk itu PIH secara luas bukan saja ditujukan bagi mahasiswa Fakultas Hukum melainkan Fakultas Sosial lainnya sebagai bahan dasar untuk memahami hukum ketatanegaraan negara bersangkutan. Bila dicermati secara mendalam uraian tersebut, maka hakekat PIH dapatlah dikatakan sebagai berikut :



Pengantar Ilmu Hukum |7



a. Merupakan suatu mata pelajaran yang menjadi pengantar dan petunjuk jalan bagi siapapun yang ingin mempelajari Ilmu Hukum, yang ternyata sangat luas ruang lingkupnya. Mereka tidak mungkin memahami dengan baik mengenai berbagai cabang ilmu tanpa menguasai suatu pelajaran PIH terlebih dahulu. b. Memberikan dan menanamkan pengertian dasar mengenai arti, permasalahan dan persoalan di bidang hukum sehingga ia menjadi mata pelajaran utama harus dikuasai oleh mereka yang ingin mendalami ilmu hukum. c. Memberikan gambaran dan dasar yang jelas mengenai sendisendi utama hukum itu sendiri. Berbeda dengan cabang ilmu hukum lainnya, maka PIH mempunyai cara pendekatan khusus ialah memberikan pandangan tentang hukum secara umum. d. Merupakan mata pelajaran dasar, maka bagi mereka yang ingin mempelajari ilmu hukum harus menguasai PIH lebih dahulu. Tanpa penguasaan PIH mereka akan mendapatkan kesulitan atau kegagalan.



Pengantar Ilmu Hukum |8



C. Fungsi Ilmu Hukum Apabila mengacu pendapat dari Bachsan Mustafa (2003) fungsi hukum sebagai suatu ilmu pengetahuan mempunyai fungsi utama yakni : 1. Menciptakan manusia yang baik secara moral Maksudnya manusia mempunyai kedudukan, baik ia sebagai aparat negara, (pemerintah atau administrasi) maupun masyarakat biasa dalam bertindak hendaknya dilakukan dengan cara pantas dan layak, sesuai dengan nilai atau norma sosial dianut oleh masyarakat setempat. Artinya diharapkan segala tindakan yang dilakukannya sedapat mungkin bisa : a. Mengurusi dirinya sendiri tanpa diawasi orang lain; b. Mempunyai keyakinan sendiri terhadap apa yang baik dan benar untuk dilakukan dan harus dihindari; c. Kedisiplinan dalam melaksanakan fungsinya. Kemudian timbul pertanyaan strategi apa digunakan untuk menciptakan manusia yang baik secara moral ? Hal ini digunakan dengan cara bisa melalui : a. Pendidikan formal, dengan kurikulum mata kuliah / mata ajar tentang moral dan etika;



Pengantar Ilmu Hukum |9



b. Pendidikan non formal (melalui ceramah-ceramah di Majlis Ta‟lim di berbagai mushola atau masjid atau Gereja dan tempat lainnya). 2. Menciptakan pemerintahan baik dan masyarakat yang tertib. Sasaran dan tujuannya berkenaan dengan manusia, baik ia aparatur negara (pemerintah) ataupun warga negara) untuk menciptakan kesadaran moral tinggi dalam jiwanya masingmasing sebagai dorongan batin melakukan perbuatan baik.



Pengantar Ilmu Hukum |10



BAB 2 HUBUNGAN HUKUM DENGAN MANUSIA, MASYARAKAT, NEGARA DAN KEKUASAAN A. Manusia dan Masyarakat Sejarah perkembangan manusia, ternyata tidak terdapat seorang pun yang dapat hidup sendiri terpisah dari manusia atau kelompok lainnya, akan tetapi selalu hidup secara bersama, hidup berkelompok, sekurangnya kehidupan bersama itu terdiri atas dua orang suami-isteri (ibu dan anaknya). Ahli pikir Yunani bernama Aristoteles mengatakan “Zoon Politicon” (manusia adalah mahluk sosial atau mahluk bermasyarakat yang bergaul, berkelompok dengan sesamanya), artinya manusia tidak bisa hidup terasing dari manusia yang lain dan merupakan satu kesatuan sosial. Walaupun ada juga manusia yang hidup menyendiri dengan maksud tertentu misalnya bertapa dan ber-tahannuts (lslam)2), hal demikian suatu pengecualiaan yang jarang ditemui.



2)



Bertapa artinya menjauh sepenuhnya dari segala sesuatu sehingga tidak berhubungan sedikit atau sesaat pun dengan manusia adalah sikap yang berbeda dengan ber-tahannuts menyendiri dilakukan Nabi Muhammad SAW selama sebulan setiap tahun dalam bentuk renungan, tafakkur, zikir, dan mensyukuri serta mengagungkan Allah Yang Maha Esa serta mensucikan-Nya dari segala sifat yang tidak wajar bagi-Nya.



Pengantar Ilmu Hukum |11



Merujuk cerita dalam Novel klasik karya Daniel Defoe (1660–1731) berjudul ”The Life and Adventures of Robinson Crusoe” sering dipakai untuk menggambarkan orang yang semula hidup sendiri karena terdampar seperti dialami Robinson Crusoe dengan perjuangan bertahan hidupnya di sebuah pulau terpencil secara berangsur-angsur membentuk kelompok yang kian besar. Kisah ini bermula dari kapal yang ditumpangi Robinson Crusoe ditimpa badai besar dan terdampar di sebuah pulau yang tidak berpenghuni. Untuk mempertahankan hidupnya ia mendirikan gubuk tinggal, menangkap ikan, bercocok tanam, dan memelihara ternak dan memakan buahbuahan yang ada di pulau itu. Selama hidup sendiri di pulau itu, ia bebas melakukan apa pun sekehendak hatinya dan belum adanya persoalan hak atau hukum. Situasinya mulai berubah ketika ada orang lain ikut juga terdampar dan Robinson menolong dan menuntun orang itu. Hadirnya orang itu (bernama Friday) menimbulkan persoalan pertama menyangkut siapa yang berhak menentukan pemanfaatan segala hal sumber daya yang ada di tempat mereka hidup dan lingkungan sekitarnya



meskipun



hubungan



diantara



mereka



masih



sederhana saling membantu, tolong menolong terhadap kehidupan mereka tanpa aturan yang ketat dan kebutuhan hidup masih tersedia cukup banyak sehingga kehidupan mereka jalani terasa nyaman dan tidak mengalami gangguan. Kemudian Pengantar Ilmu Hukum |12



berjalannya waktu penduduk di pulau itu kian bertambah di samping kedatangan penghuni dari pulau lain ada lagi kapal yang terdampar ditempat yang sama, akhirnya kehidupan di tempat tesebut tidak lagi sendirian. Adanya perubahan itu Robinson dan para pendatang baru mulai mengatur hubungan di antara mereka yang mendiami pulau itu untuk menentukan aturan antara lain : batas tanah mereka tempati, hubungan pergaulan dan jenis kelamin di antara mereka apa yang boleh dan / tidak boleh dilakukan dan semua ketentuan itu mereka sepakat tunduk dan mengikat bagi kehidupan masing-masing. Cerita di atas menunjukkan bahwa ungkapan ”Manusia sebagai mahluk sosial” benar adanya dan melukiskan bagaimana manusia membentuk satu kesatuan hidup bersama yang dinamakan masyarakat? Al kisah ini sering dipergunakan dalam buku Pengantar ilmu kemasyarakatan termasuk Ilmu Hukum meskipun cerita tersebut hanya suatu karangan yang bersifat fiktif. Hikmah pernyataan di atas, dalam hidup keseharian bahwa manusia tidak mungkin dapat memenuhi kehidupannya sendiri, tapi ia harus berhubungan dengan orang lain. Di samping itu perjalanan hidup manusia tidaklah selalu mulus, banyak tantangan dan bahaya selalu mengancam hidupnya yang pada dasarnya ia seorang diri tidak akan mampu mengatasinya.



Pengantar Ilmu Hukum |13



Sehingga manusia sering disebut juga sebagai mahluk yang lemah dan selalu tergantung dengan orang lain dalam arti ia sendiri tidak dapat melakukannya tanpa bantuan orang lain. Apabila dicermati perilaku manusia tersebut, ada beberapa faktor pendorong manusia hidup bermasyarakat antara lain : a. Hasrat untuk memenuhi keperluan hidup Terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia yaitu : sandang, pangan dan papan, karena untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan seorang diri tidak mungkin, ia memerlukan bantuan orang lain. Hidup seorang diri akan mendapatkan kesulitan dan setiap usaha akan berhasil apabila



adanya



saling kerjasama



untuk memperoleh



kebutuhan hidup. b. Hasrat untuk membela diri Manusia sebagai mahluk yang lemah dan kekurangan, dirinya sulit untuk mempertahankan hidupnya secara sendiri, tanpa adanya persatuan dan kesatuan dalam menyusun usaha dan rencana untuk dapat membela atau mempertahankan diri, keluarga dan kelompoknya terhadap bahaya dari luar.



c. Hasrat mengadakan keturunan Setiap manusia yang normal mempunyai hasrat untuk mendapatkan keturunan melalui perkawinan, hidup berumah



Pengantar Ilmu Hukum |14



tangga selanjutnya mempunyai anak (keturunan), akhirnya menjadi bagian dari masyarakat (Bewa Ragawino, 1997) . d. Hasrat untuk berperilaku yang pantas Manusia dalam bertingkah laku untuk selalu bertindak yang pantas dan bersesuaian dengan kelakuan sesamanya dalam masyarakat. Pantas dalam bertindak di sini bukan pendapat pribadi melainkan menurut penilaian masyarakat. Tepatlah apa dikatakan J.Bouman bahwa “manusia baru menjadi manusia setelah hidup dengan sesamanya”. Di samping hasrat tersebut di atas, menurut Bewa Ragawino faktor pendukung lainnya untuk selalu hidup bermasyarakat disebabkan sebagai berikut : a. Ikatan pertalian darah (geneologis); b. Persamaan cita dan ldeologi; c. Persamaan keyakinan; d. Persamaan maksud dan tujuan atau keinginan (hobbi). B.



Hukum dan Manusia Bagaimana hubungan antara hukum dan manusia? Hukum



memberikan berbagai hak dan sekaligus kewajiban kepada manusia. Pada dasarnya menurut Bachsan Mustafa (2003) ada 3



Pengantar Ilmu Hukum |15



(tiga) jenis



Hak dimiliki



oleh



manusia



membutuhkan



perlindungan hukum sebagai berikut : Pertama, Hak Asasi Manusia yaitu hak yang melekat pada diri manusia sejak ia berada dalam kandungan ibunya dan sepanjang perjalanan hidup manusia, sampai ia masuk ke liang lahat hukum tetap memberikan perlindungan. Kemudian Prinsip kemanusiaan beradab menyebutkan setiap manusia mempunyai kepribadian yang dijamin oleh hukum, sejak ia lahir sampai mati selama itu pula hak asasinya tidak boleh dilanggar oleh siapa pun dan tidak mengenal suatu perbedaan : warna kulit, ras, bangsa, jenis kelamin, agama, golongan, kedudukan, pangkat dan partai. Misalnya : orang dilarang menghina atau memfitnah orang yang telah meninggal dunia. Kalau ini dilakukannya, berarti telah melanggar hak asasi manusia yakni mengusik nama baiknya dan bila diadukan ahli warisnya dapat dituntut tindak pidana penghinaan (fitnah).



Pengantar Ilmu Hukum |16



Bagan 1. Perlindungan Hak Asasi Manusia



Kedua, Kebendaan yaitu hak kepemilikan suatu benda baik bergerak ataupun tidak bergerak). Hak kebendaan ini disebut hak mutlak (hak Absolut) karena setiap orang harus mengindahkan (menghormati) dan mengakuinya. Orang tidak boleh memakai, meminjam, ataupun mengambil barang orang lain tanpa seizin pemiliknya. Perampasan terhadap haknya dapat dituntut tindak pidana pencurian. Ketiga, Perorangan disebut juga hak tagihan atau hak relatif yaitu hak seseorang (peminjam) untuk menagih suatu piutang kepada yang berutang (meminjam) termasuk hak menagih uang sewa barang tertentu. Jadi, fungsi hukum di sini



Pengantar Ilmu Hukum |17



memberikan hak kepada manusia yang satu dan membebankan kewajiban kepada lainnya artinya hukum dapat memaksakan orang yang dibebani kewajiban untuk memenuhi segala kewajibannya atas tuntutan orang yang berhak.



C.



Hukum dan Masyarakat Hukum selalu ada dalam masyarakat, di mana setiap



ditemukan masyarakat di situlah ada hukum. Ada anggapan hukum hanya ada di masyarakat beradab saja sedangkan dalam masyarakat kuno / primitif (sederhana) tidak ada hukum. Persepsi demikian tidak benar, sebab dalam masyarakat sederhana



ternyata



dijumpai



pula



peraturan-peraturan,



kebiasaan-kebiasaan yang mengatur kehidupan mereka bahkan dipertahankan dan dijadikan podoman dalam masyarakat dan sangat dihormati serta dijunjung seluruh warga. Hubungan “Masyarakat” dengan “Hukum” merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, sebagaimana Adagium dicetuskan Cicero menyebutkan “Ubi societes, Ibi ius” berarti “tiada masyarakat tanpa hukum dan tiada hukum tanpa masyarakat” dengan kata lain “di mana ada masyarakat di situ ada hukum, dan juga tidak mungkin adanya hukum tanpa adanya masyarakat”.



Pengantar Ilmu Hukum |18



Oleh karena itu pendapat para sarjana hukum peranan hukum dalam masyarakat dapat dibagi sebagai berikut: a. bersifat pasif, artinya bahwa tumbuh dan berkembangnya hukum tergantung dari tumbuh dan berkembangnya masyarakat. Hal ini seperti telah dikemukakan oleh Von Savigny; b. bersifat aktif, artinya tumbuh dan berkembangnya hukum tidak



tergantung



dari



tumbuh



dan



berkembangnya



masyarakat artinya hukum sebagai alat pembaharuan / rekayasa masyarakat (Law is a tool of social engineering) dan hukum merupakan unsur dalam hidup bermasyarakat yang harus memajukan segala kepentingan umum. Hal ini seperti dikemukakan aliran “Sociologikal Jurisprudence” bernama Roscoe Pound. c. bersifat memelihara ketertiban, berlaku pada masyarakat yang konservatif (sederhana) bahwa hukum sebagai alat untuk memelihara ketertiban dan mempertahankan yang telah dicapai dalam masyarakat. Sedangkan pada masyarakat sedang membangun, selain hukum itu sebagai alat untuk memelihara ketertiban, juga harus dapat membantu proses dalam perubahan masyarakat.



Pengantar Ilmu Hukum |19



D. Hukum dan Negara Negara dan hukum adalah dua hal yang berbeda namun sukar untuk dipisahkan sebagaimana mata uang logam yang mempunyai dua sisi berbeda tapi satu, dalam arti hubungannya sangat erat sekali. Secara politis negara dipandang sebagai alat dan bukan sebagai tujuan. lazim dipersamakan dengan “Bahtera” yang mengangkut para penumpangnya (seluruh lapisan masyarakat) ke pelabuhan kesejahteraan (masyarakat aman, adil dan makmur, rohaniah dan jasmaniah). Arti negara sebagai Bahtera sudah terkandung dalam kata Pemerintah yakni terjemahan dari kata asing Governmen (Inggris), Gouvernement (Perancis). Kata asing itu semua berasal dari kata Yunani “Kubernan” berarti “mengemudikan kapal” (to steer a ship). Jadi negara dan pemerintahan dapat dipersamakan dengan kapal yang dikemudikan oleh nakhoda beserta anak kapalnya (pemerintah) yang menghantarkan semua penumpangnya (rakyat) menuju ke pelabuhan yang sejahtera (F.Isjwara, 1982). Hanya dengan memandang negara sebagai alat (Bahtera), dapatlah diselami hakekat negara yang sebenarnya. Negara suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya untuk mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan yang vital dan negara



Pengantar Ilmu Hukum |20



tidak hanya diperuntukkan memenuhi kebutuhan segolongan orang tetapi memenuhi keperluan seluruh rakyat. Apa dimaksud dengan Hukum? Dalam konteknya dengan negara, maka Mac Iver menyatakan bahwa Hukum adalah “Konstitusi” baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis. Kemudian di mana hubungannya antara Hukum dan Negara? Pertanyaan ini dijawab oleh beliau dengan mengemukakan dalam teorinya: “Bahwa Negara adalah Anak, tetapi juga orang tua dari Hukum” Negara adalah anak dari hukum, maksudnya Negara dilahirkan oleh Hukum (Konstitusi = UUD) sebagai contoh: NKRI sebagai suatu organisasi kekuasaan dari masyarakat dilahirkan atau dibentuk oleh UUD‟45. Hal ini secara yuridis dicantumkan dalam UUD‟45 (Amandemen) : Pasal 1 1) Negara lndonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik; 2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar;



Pengantar Ilmu Hukum |21



3) Negara lndonesia adalah negara hukum. Penerapan teori Mac Iver selanjutnya adalah: “Bahwa Negara adalah orang tua dari Hukum” Maksudnya bahwa Negara melahirkan Hukum, misalnya secara praktek NKRI melahirkan / membentuk Hukum Dasar (UUD‟45),



pernyataan



ini



tercantum



dalam



UUD‟45



(Amandemen) : Pasal 3 1) MPR mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Lembaga MPR di sini merupakan Lembaga Negara sekaligus sebagai wujud Lembaga Perwakilan Rakyat.



E. Hukum dan Kekuasaan Hubungan Hukum dengan Kekuasaan hakekatnya saling membutuhkan satu sama lainnya, dan apabila berbicara tentang kekuasaan kita dihadapkan pada kepentingan tertentu. Menurut Utrecht (1983) dalam ilmu hukum ada dua pengertian tentang kekuasaan (gezag, power) dan kekuatan (macht, force). Kekuasaan itu pengertian hukum sedangkan kekuatan adalah pengertian politik.



Pengantar Ilmu Hukum |22



Kekuasaan sering diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain / kelompok sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri. Sedangkan kekuatan suatu paksaan dari badan yang lebih tinggi kepada seseorang, sekalipun pun orang itu belum tentu menerima paksaan tersebut sebagai sesuatu yang sah serta sesuai dengan perasaan hukumnya (Miriam Budiardjo (1983) Bagaimana hubungan hukum dengan kekuasaan? Hukum memerlukan



kekuasaan



bagi



pelaksanaannya



sebaliknya



kekuasaan itu ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara populer, kesimpulan ini dapat dirupakan dalam slogan : “Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman atau kesewenangan”.



Pengantar Ilmu Hukum |23



BAB 3 NORMA ATAU KAIDAH A. Pengertian Masyarakat dalam kehidupannya agar bisa aman, tertib dan damai tanpa adanya ganguan dalam memenuhi kebutuhannya (primary needs), maka manusia memerlukan adanya suatu tata / orde (ordnung) untuk hidup teratur dan pantas. Tata ini bisa berwujud aturan yang tertulis maupun tidak tertulis, sebagai pedoman bagi semua tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, agar kepentingan masing-masing dapat terjamin dan terpelihara. Tata inilah lazimnya disebut dengan “Kaida” (Arab), ”Norma” (Latin), “Norma” (Perancis), ‟Norm” (Inggris) atau ”Ugeran” (Sunda-Jawa), dan dalam bahasa lndonesia baku disebut ”Kaidah artinya “patokan, aturan, ukuran, pedoman atau penilaian”. Secara sederhana kaedah atau norma dapat dirumuskan sebagai aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi manusia untuk bertingkah laku apa yang seharusnya dilakukan dalam keadaan tertentu, atau arti lain kaedah atau norma merupakan pedoman



bertingkah



laku



bagi



manusia



dalam



hidup



bermasyarakat. Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi suatu Pengantar“ (1978) mengemukakan pengertian norma



Pengantar Ilmu Hukum |24



sebagai : cara (usage), kebiasaan (folkway), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (custom). Kaidah atau norma dalam kehidupan bermasyarakat bisa mengandung arti lain yakni : a. Perintah, yang memerintahkan setiap anggota masyarakat berbuat kebajikan, agar tidak merugikan atau menimbulkan ganguan terhadap anggota masyarakat lainnya. b. Larangan, yang memerintahkan para anggota masyarakat menjauhi segala perbuatan yang akan menimbulkan berbagai ganguan terhadap sesama anggota lainnya. Di samping itu ada juga menyebut kaedah atau norma sebagai petunjuk hidup. Kaidah / norma itu berfungsi untuk mengatur berbagai kepentingan di dalam masyarakat ada yang saling bersesuaian antara warga masyarakat yang satu dengan warga lainnya sebaliknya ada yang tidak bersesuaian bahkan justru menimbulkan masalah (Achmad Ali (1988).



B. Macam-macam Norma Sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat maka norma terdiri dari beberapa macam, sebagaimana dikemukakan oleh Gustav Radbruch (1961) membagi norma atas : Pengantar Ilmu Hukum |25



a. Norma Alam; b. Norma Kesusilaan / sosial. Norma alam merupakan kaedah yang menyatakan apa yang pasti akan terjadi. Contohnya: Semua manusia pasti mati, sedangkan norma kesusilaan / sosial sebagai kaedah yang menyatakan tentang sesuatu yang belum pasti terjadi, sesuatu yang seharusnya terjadi. Contohnya: manusia seharusnya tidak membunuh. Ini berarti ada dua kemungkinan yakni manusia bisa membunuh, tetapi bisa tidak membunuh. Berarti norma ini mengambarkan suatu rencana atau keadaan yang ingin dicapai. Norma kesusilaan / sosial sering disebut dengan “Norma Etika”, mulai tumbuh sejak manusia telah mengenal hidup bermasyarakat, dan pertumbuhan atau perkembangannya melahirkan beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya yakni bisa berasal dari dalam diri sendiri (hasrat untuk hidup pantas) maupun berasal dari luar diri sendiri (Tuhan/khaliqnya). Berikut ini disajikan berbagai macam norma atau kaidah yang timbul dalam masyarakat seperti bagan di bawah ini :



Pengantar Ilmu Hukum |26



Bagan 2. Macam-macam Norma



Dikutip dalam Rien G. Kartasapoetra (1988) 1. Norma Agama Kaidah yang berpangkal pada kepercayaan pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang bertujuan untuk menguasai dan mengatur kehidupan pribadi di dalam mempercayai atau meyakini keberadaan alam gaib, khususnya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan adanya kepercayaan tersebut diharapkan “Kesucian hidup pribadi” (beriman) dapat tercapai. Sebaliknya pelanggaran terhadap norma ini akibatnya “Dosa”.



Pengantar Ilmu Hukum |27



Menurut ajaran lslam norma agama dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian: a. Kaidah bersifat lntern, oleh ahli figh disebut



lbadah



Mahdah (khusus) yang sifatnya hubungan vertikal antara manusia dengan khaliqNya / Tuhan (hablum minallah). b. Kaidah yang bersifat Ekstren, disebut lbadah Ghair Mahdah yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia bahkan dengan lingkungannya



(hablum



minannaas). Seorang muslim harus dapat melaksanakan kedua hubungan tersebut “hamblum minallaah wa hablum minannaas” yaitu berupa ibadah ritual dan ibadah sosial. Contohnya : a. Hormati orang tuamu, agar engkau selamat (Kitab lnjil, Perjanjian Lama: Hukum ke V); b. Jangan berbuat riba: “barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya” (Q.S. Al Baqarah 275). c. Kamu tidak boleh mencuri, berdusta dan ingkar janji.



Pengantar Ilmu Hukum |28



2. Norma Kesusilaan Disebut juga norma etik / budi pekerti yaitu peraturanperaturan hidup yang berasal dari “hati nurani” manusia. Ia dapat menentukan perbuatan mana yang baik dan tidak baik, berdasarkan dari bisikan suara hatinya atau menyangkut secara pribadi. Perbuatan ini tidak kelihatan orang lain. Misalnya: buruk sangka, rasa curiga, benci, iri hati, dengki, takabur, tidak jujur dan sebagainya. Tujuan akhir norma ini agar terbentuknya “kebaikan akhlak / nurani pribadi”, dan pelanggaran norma ini akibatnya “penyesalan atau dicela”. Contohnya: a. Membiarkan perbuatan berzinah; b. Membiarkan orang menderita kelaparan; c. Mengusir orang tua sendiri; d. Tidak berlaku jujur; e. Membunuh sesama. 3. Norma Kesopanan Dikenal juga dengan norma “Sopan santun atau Fatsoen” adalah



ketentuan-ketentuan



hidup



yang



timbul



dari



pergaulan dalam masyarakat. Sopan santun hanya ditujukan kepada orang lain, tidak pada diri sendiri dan tujuan norma



Pengantar Ilmu Hukum |29



ini untuk mencapai “keharmonisan” atau “kesedapan” hidup antar pribadi. Norma kesopanan didasarkan pada: kepatutan, kepantasan dan kebiasaan, dan pelanggaran terhadap norma ini akibatnya “dikucilkan / dijauhi” dalam kehidupan masyarakat. Contohnya: a. Orang yang lebih muda wajib menghormati kepada orang tua (kepatutan); b. Jangan meludah dihadapan orang banyak (kepatutan); c. Mengenakan pakaian/baju sangat minim ke luar rumah (kepantasan); d. Meminta izin terlebih dahulu sebelum masuk ke rumah orang lain (kebiasaan); e. Membunyikan radio/tape dengan keras pada waktu tetangga sedang istirahat (tidur); f. Bersikap kasar terhadap orang lain; g. Budaya antri. 4. Norma Hukum Kaidah atau norma hukum yang mengatur hubungan antar pribadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dibuat secara resmi oleh lembaga / pejabat negara yang sifatnya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh



Pengantar Ilmu Hukum |30



aparat negara yang berwenang sehingga berlakunya dapat dipertahankan. Pelanggaran terhadap norma ini akan dikenakan sanksi hukum (pidana) yaitu derita / nestapa yang dijatuhkan negara kepada warga yang tidak mematuhinya, dalam arti merupakan pencabutan “kebebasan” seseorang untuk menikmati hidup dalam masyarakat ramai baik untuk: sementara waktu (penjara waktu tertentu, kurungan, denda), maupun penjara seumur hidup atau pidana mati. Adapun contoh norma / kaidah hukum, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Hukum Perkawinan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” (Pasal 2 ayat 1 UU No.1/74). b. Hukum Pidana “Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan



dengan pidana penjara



paling lama lima belas tahun” (Pasal 338 KUHPidana). c. Hukum Perdata “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang



Pengantar Ilmu Hukum |31



karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut” (Pasal 1365 KUHPerdata).



C.



Persamaan dan Perbedaan bentuk Norma / Kaidah Apabila dikaji keempat norma / kaidah tersebut memiliki



persamaan dan adanya perbedaan masing-masing yakni : Persamaan : masing-masing



norma



tersebut



(Agama,



Kesusilaan, Kesopanan dan Hukum) sama-sama bersumber kepada norma sebagai pedoman bertingkah laku yang merupakan ukuran dalam hidup bermasyarakat. Perbedaan : masing-masing norma tersebut pada hakekatnya terletak



pada



suatu



proses



pembentukan,



pelaksanaan dan sanksinya. Untuk jelasnya dapat di lihat bagan seperti dikemukakan M.Soebagio dan Slamet Supriatna (1987) di bawah ini:



Pengantar Ilmu Hukum |32



Bagan 3. Persamaan dan Perbedaan Bentuk Norma Proses Bentuk Norma



Pembentukan /



Pelaksanaan



Sanksi



Pembentuknya Agama



Tuhan



Sukarela



Dosa



Kesusilaan



Masyarakat



Sukarela



Dicela



Kesopanan



Masyarakat



Sukarela



Dikucilkan



Hukum



Negara



Paksaan



Pidana (fisik)



Setelah kita melihat Persamaan dan Perbedaan masingmasing bentuk norma di atas, dapat disadari dan diakui, meskipun



norma



Agama,



Kesusilaan,



dan



Kesopanan



memegang peranan sangat penting dalam pergaulan hidup di masyarakat namun ketiga norma itu belum cukup menjamin keserasian, keharmonisan dan keseimbangan hubungan sesama anggota



masyarakat



serta



menjamin



ketertiban



dan



ketenteraman dalam masyarakat. Ternyata masih ada aspek kehidupan dan kepentingan masyarakat yang belum diatur yaitu “menentukan keharusan” dan ketiga norma itu hanya semata-mata bersandarkan pada keyakinan, keinsyapan dan kesadaran tiap pribadi orang dalam



Pengantar Ilmu Hukum |33



masyarakat, sehingga dengan mudah sekali atau berpotensi untuk melakukan pelanggaran (Riduan Syahrani (1991). Oleh karena itu ketentuan yang diatur ketiga norma tersebut perlu diberi “Perlindungan” melalui norma hukum yang bersifat memaksa (coercive), tidak lain guna melengkapi norma / kaidah yang ada sebelumnya. Perkataan “memaksa” di sini bukan berarti sanantiasa dipaksakan atau sewenang-wenang melainkan harus bersifat sebagai “alat” bagi aparat pelaksana yang dapat memberi suatu tekanan agar norma hukum itu dihormati dan ditaati (J.Van Kant, 1960). Di antara contoh sederhana : mengenai hukum tentang lalu lintas. “Keharusan seseorang untuk berkendaraan bermotor di jalan raya, belum diatur baik oleh kaidah agama, kesusilaan maupun kesopanan”, maka kaidah hukum UU lalu lintas untuk melengkapinya. Selanjutnya Leopold Pospisil (1956) menegaskan bahwa untuk membedakan norma hukum dengan norma lainnya, dikenal ada 4 ciri hukum (attributes of law) : 1) Attribute of authority Hukum merupakan suatu keputusan-keputusan penguasa yang tujuannya untuk mengatasi segala ketegangan dan kegoncangan yang terjadi di dalam masyarakat.



Pengantar Ilmu Hukum |34



2) Attribute of intention of universal application Hukum merupakan keputusan-keputusan mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa yang akan datang. 3) Attribute of obligation Hukum sebagai keputusan penguasa haruslah berisikan kewajiban-kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Apabila tidak berisikan hal tersebut, keputusan tersebut bukam merupakan keputusan hukum. 4) Attribute of sanction Hal ini menentukan bahwa keputusan-keputusan penguasa harus didukung oleh sanksi, baik yang berupa sanksi jasmani maupun rohani.



D. Hukum Relavansinya dengan Kaidah lain Adapun hubungan antara norma hukum dengan kaidah lainnya baik dilihat dari segi positip maupun negatif antara lain : a. Kaidah Hukum dengan Agama Kedua kaidah ini sangat erat hubungannya. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada mempunyai sikap batin yang buruk sampai merencanakan perbuatan jahat dan dampak positipnya masyarakat menjadi aman, tertib dan



Pengantar Ilmu Hukum |35



adil maka dengan demikian tujuan kaedah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu berprilaku jahat menurut kaidah agama maka ia gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum. b. Kaidah Hukum dengan Kesusilaan Hubungan keduanya erat dan saling melengkapi. Apabila suara hati setiap pribadi seseorang dalam masyarakat selalu ingin berbuat baik, sudah barang tentu akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai maka pada akhirnya tujuan hukum untuk mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai. Sebaliknya jika pribadi seseorang tidak baik tentu cenderung perbuatannya akan melanggar hukum. c. Kaidah Hukum dengan Kesopanan Kedua hubungan ini saling mengisi dan melengkapi. Jika anggota masyarakat dapat bersikap sopan artinya berprilaku patut dan pantas terhadap siapa pun maka setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling terganggu sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi tertib dan damai. Sebaliknya bila seseorang selalu melanggar kesopanan sudah tentu dirinya akan dikucilkan dan nantinya akan mengiring dia kearah perbuatan yang dapat dikategorikan melanggar hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |36



BAB 4 KEDUDUKAN DAN FUNGSI HUKUM A. Kedudukan Hukum Membicarakan



kedudukan



hukum,



tidak



memposisikan atau mendudukan di manakah



lain



kita



tempatnya



hukum itu sebagai institusi sosial di dalam kehidupan manusia dalam masyarakat. Cakupan hukum sangat luas dan menyentuh semua kehidupan sejak dari rahim ibu hingga liang lahat yang mencakup kehidupan ldeologi, politik, ekonomi, sosial / budaya dan Hankam (pancagatra) tidak luput dari sentuhan hukum. Kehidupan manusia bermasyarakat dilihat sebagai garis lurus seperti bagan di bawah ini :



Bagan 4. Kedudukan Hukum │-- - - - - - - - - │



1



2



│ --- ------ │ RENTANG KEHIDUPAN



3



4



HUKUM



Pengantar Ilmu Hukum |37



Keterangan 1.



= Rahim Ibu



2.



= Saat Kelahiran



3.



= Saat Kematian



4.



= Saat di kubur = Menyentuh / mengatur



Disadari bahwa keberadaan hukum itu dimulai sejak manusia belum lahir (kandungan ibu) hingga mati hukum senantiasa mencampuri kehidupan manusia, sampai nantinya secara lambat laun tumbuh berkembang menjadi kumpulan orang (clan) atau masyarakat dan saling berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan hasil penyelidikan para ahli sosiologi dan antropologi modern bahwa hukum itu ada di mana-mana / di seluruh dunia dan kapan saja asal manusia hidup bermasyarakat, terlepas apakah masyarakat itu masih tergolong primitif, sederhana maupun sudah beradab (maju). Di lain pihak kehidupan ini dibuat sebagai satu lingkaran / satu sistem yaitu bagian-bagian secara keseluruhan satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan artinya berpengaruh sebagai satu kesatuan yang terpadu seperti bagan di bawah ini :



Pengantar Ilmu Hukum |38



Bagan 5. Lingkaran dan Aspek Kehidupan Keterangan: I II Id P E SB H HK



= = = = = = = =



I



Lingkaran Kehidupan Aspek Kehidupan Ideologi Politik Ekonomi Sosial-Budaya Hankam Hukum



Id



P HK



H



E SB



II



Adanya hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat



berarti



pertumbuhan



hukumnya



dipengaruhi



kenyataan politik, sosial, ekonomi, sosial budaya, ideologi dan pertahanan



keamanan



masyarakat



yang



bersangkutan.



Perkembangan hukum dipengaruhi oleh masyarakat, yang berarti hukum itu sebagai manifestasi dari filsafat hidup dan tata nilai dimana hukum itu berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain hukum merupakan cerminan budaya masyarakat, sehingga hukum itu selain mempunyai sifat universal, juga nasional yang berbeda dari negara atau masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya tergantung dari tingkat peradabannya. Pengantar Ilmu Hukum |39



Atas dasar pandangan itu, maka kedudukan hukum seperti nampak pada bagan tersebut berada posisi “sentral” dalam kehidupan masyarakat atau dapat juga dikatakan kedudukan hukum adalah “strategis” dan “lintas sektoral ” artinya hukum itu menyentuh semua segi kehidupan dan mampu atau mempunyai



potensi



untuk



mempengaruhi



aspek-aspek



kehidupan masyarakat. B.



Fungsi Hukum dalam Masyarakat Setelah menjelaskan kedudukan atau keberadaan hukum



dalam masyarakat yang bersifat statis, selanjutnya yang sangat erat pertautan keduanya adalah membicarakan fungsi hukum dalam masyarakat agar kita lebih mengerti makna hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh G.W.Paton (1951) : “we can understand what a thing is only if we examine what is does” artinya membicarakan fungsi hukum tidak lain meninjau aktivitas hukum di dalam masyarakat atau kita akan mengetahui arah dan tujuan hendak dicapai oleh hukum secara dinamika. Untuk itu kaidah / norma hukum dalam kehidupan masyarakat menurut Bachsan Mustafa (2003) mempunyai fungsi utama yaitu :



Pengantar Ilmu Hukum |40



1. Alat ketertiban dan ketenteraman masyarakat Melalui kaidah atau norma hukum ini masing-masing anggota masyarakat diatur secara jelas apa seharusnya dilakukan atau tidak, sehingga tercipta masyarakat tertib dan teratur. 2. Menjamin kepastian hukum Kepastian hukum maksudnya bahwa dalam suatu aturan / kaidah dapat diketahui subjek dan objek hukum yang diaturnya. Contoh : UUPA No.5 Tahun 1960 telah memuat bahwa : aparat BPN berfungsi menangani masalah pertanahan, dan pemegang hak atas tanah sebagai subjek hukum sedangkan tanah (kekayaan alam terkandung di dalamnya) sebagai objek hukum. 3. Pengayom atau Pelindung Masyarakat Makna pengayoman adalah melindungi manusia dalam bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak-hak pribadinya. (Fungsi ini berasal dari Prof.Suharjo mantan Menteri Kehakiman era kabinet Presiden Soekarno). Pengayoman



sebagai



fungsi



hukum



berlambangkan



“Pohon Beringin” artinya melindungi dan memberikan Pengantar Ilmu Hukum |41



kesejukkan dan kedamaian yang ada di bawahnya, yaitu masyarakat dengan segala kebutuhan yang ada di dalamnya.



Filosofi



ini



mengutamakan



kepentingan



masyarakat daripada individu maksudnya apabila dua kepentingan ini saling berhadapan maka kepentingan masyarakat, bangsa dan negara menjadi prioritas (dalam arti bukan kepentingan individu harus dilecehkan). Sebaliknya berbeda dengan fungsi hukum bersimbol “Neraca Timbangan”, merupakan



lambang hukum



menurut filsafat hukum induvidualisme barat, yang lebih mendahulukan kepentingan individu daripada masyarakat dan negara. Jadi terdapat suatu perbedaan fungsi hukum antara lambang “Pohon Beringin” dengan “Neraca Timbangan”. 4. Mewujudkan Keadilan Sosial Hukum sifatnya memaksa baik secara fisik maupun psikologis, dan dapat menyelesaikan masalah secara berkeadilan karena hukum memberikan sanksi bagi yang bersalah. 5. Pengawasan Hukum



berfungsi



melakukan



pengawasan



terhadap



masyarakat, aparatur pemerintah dan para penegak hukum



Pengantar Ilmu Hukum |42



sekalipun sehingga dapat mencegah tindakan sewenangwenang atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan / kekuasaan (abuse of power) 6. Pengerak Pembangunan (a tool of social engineering) Masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada yang statis selalu mengalami perubahan, hanya saja ada secara pesat maupun lamban. Di dalam menyesuaikan diri dengan perubahan itu, fungsi hukum sebagai “a tool of social engineering” (alat untuk merubah masyarakat / rekayasa sosial ) ke tujuan diinginkan bersama, sangatlah berarti. Adanya Pameo hukum “Het recht hinkt achter defeiten aan”, hukum itu tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat, tidak akan terwujud jika fungsi rekayasa sosial dari hukum ini dapat terlaksana. Pelopor pemikiran ini Roscoe Pound dalam karangannya berjudul “Scope and purpose of sociological jurisprudence”, dipublikasikan pada tahun 1912. Inti teorinya agar para juris dalam tugasnya lebih memperhitungkan kenyataan-kenyataan sosial, apakah itu dalam pembuatan, pelaksanaan atau penafsiran aturan hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |43



BAB 5 PENGERTIAN HUKUM A. Apakah Hukum itu? Seseorang yang ingin mempelajari hukum, pasti dibenak timbul pertanyaan apakah hukum itu? Ternyata tidaklah begitu mudah untuk memperoleh jawabannya. Usaha para sarjana telah begitu lama mencari suatu definisi yang tepat, utuh, lengkap dan seragam tentang hukum. Namun definisi yang diberikan oleh mereka bermacam-macam antara satu sama lainnya dari segi dan sudut pandang yang berbeda sehingga tidak ada satu definisipun yang lengkap dan sempurna dapat memuaskan semua pihak. Hukum sesuatu yang luas dan abstrak , karena itu tepatlah apa yang telah dikatakan para sarjana seperti : 1. Van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de studie het Nederlands Recht” menyatakan bahwa hukum itu banyak seginya dan sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin menyatakannya dalam suatu rumusan yang memuaskan. 2. Lemaire



dalam



bukunya



“Het



recht



in



lndonesia”



menyatakan hukum yang banyak seginya dan meliputi segala lapangan, sehingga orang tidak mungkin membuat suatu definisi apa hukum itu sebenarnya.



Pengantar Ilmu Hukum |44



3. L.Loyd dalam Curzon bukunya “Jurisprudence” berkata : meskipun telah banyak tinta para yuris habis digunakan di dalam usaha untuk membuat suatu definisi hukum yang dapat diterima dunia, namun hingga kini hanya jejak-jejak kecil dari niat itu yang dapat dicapai. 4. I.Kisch dalam suatu karangannya “Rechtswetenschap” mengemukakan oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera, maka sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang dapat memuaskan segala pihak 5. Immanuel Kant sarjana hukum Belanda lebih dari 200 tahun yang lalu pernah menyatakan “Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” (Tidak ada seorang yurispun yang dapat membuat satu definisi hukum yang paling tepat). Ternyata sampai detik ini terbukti begitu banyak orang telah sibuk mencari dan membuat definisi hukum, namun belum pernah memberikan suatu kepuasan. Beberapa pendapat di atas, terlihat jelas bahwa persoalan pendefinisian suatu hukum tidaklah sesederhana seperti yang dipikirkan orang yaitu membuat dan merumuskannya yang bisa diterima oleh semua orang.



Pengantar Ilmu Hukum |45



George W. Paton (1946) telah memberikan sebuah contoh yang menarik, yaitu bagi seorang ahli zoologi “Seekor Kuda” termasuk jenis mamalia yang berkaki empat. Menurutnya pandangan seseorang terhadap Kuda berbeda-beda yakni : 1. Bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan KUDA merupakan alat transport; 2. Bagi orang biasa seekor KUDA merupakan sport raja-raja; 3. Bagi bangsa-bangsa tertentu KUDA adalah sebagai bahan makanan. Contoh



lainnya:



sebuah



KURSI,



secara



sederhana



merupakan tempat duduk berkaki empat yang terbuat bisa dari kayu, besi, aluminium dan sebagainya. Pandangan seseorang terhadap KURSI yaitu: 1. Bagi seseorang melihatnya secara utuh, KURSI terdiri atas empat kaki; 2. Bagi seseorang melihatnya dari muka, KURSI memiliki dua kaki; 3. Bagi seseorang melihatnya dari samping (kanan / kiri), KURSI memiliki tiga kaki. Apabila kita kembali kepada persoalan pendefinisian hukum, maka istilah tentang apa yang dimaksud sebagai hukum lebih banyak tergantung dari aspek / sudut pandang apa seseorang memandangnya.



Pengantar Ilmu Hukum |46



B.



Kesukaran Pendefinisian Hukum Banyak para sarjana berpendapat tentang hukum bahwa



kesukaran dalam suatu pendefinisian pada dasarnya sebagai berikut: 1. Ditentukan dari sudut pandang / segi pendekatan yang digunakan seseorang berbeda-beda antara lain : a. Hukum sebagai gejala sosial yang selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan yang ada dalam masyarakat dipengaruhi oleh zamannya. b. Hukum dipandang sebagai pengatur dan petunjuk dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hukum selalu sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. c. Hukum selalu dipengaruhi oleh kebiasaan atau adat, kebudayaan agama dan sebagainya. 2. Kesukaran pengunaan kata-kata dalam pendefinisian hukum antara lain : a. Pengunaan kata-kata yang sangat dibatasi; b. Pengunaan kata-kata dalam konteks yang specifik; c. Kecenderungan setiap orang untuk memberi arti yang berbeda terhadap suatu hal. Misalnya istilah yang digunakan dalam ilmu hukum terkadang berbeda dengan Pengantar Ilmu Hukum |47



arti kata atau istilah dipergunakan dalam pergaulan keseharian. 3. Sejarah perubahan dalam kontek hukum itu sendiri. 4. Dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan si pembuat yakni dari falsafah dianut, budaya, pendidikan dan situasi politik saat itu.



C.



Istilah Hukum Kata hukum berasal dari bahasa Arab jamaknya adalah



“Alkas” selanjutnya dialih bahasakan ke dalam bahasa lndonesia menjadi “hukum”. Bagi mahasiswa hukum dan sosial lainnya adalah penting untuk mengetahui perbedaan arti / istilah hukum dari berbagai sistem hukum. Negara-negara sistem hukum Anglo Saxon kerap kali mengunakan beberapa istilah dalam literatur berbahasa lnggris seperti: Law, Laws, a Law, The Law dan Legal. Bagaimana pun dewasa ini, literature berbahasa lnggris di bidang hukum merajai kepustakaan hukum di kalangan pendidikan hukum, termasuk kalangan pendidikan hukum di lndonesia. Berbagai literatur dan kamus, kita dapat mengetahui perbedaan arti istilah-istilah tersebut antara lain dalam buku Curzon (Ahmad Ali, 1988) menyebutkan :



Pengantar Ilmu Hukum |48



1. Perkataan “a law” pada umumnya digunakan untuk menunjukkan suatu peraturan yang



khusus atau pun



undang-undang lainnya. 2. Perkataan “the law” pada umumnya digunakan untuk menunjukkan pada “the law of the land” (hukum tanah) yaitu tubuh dari undang-undang, peraturan-peraturan lain, dan putusan-putusan pengadilan, dan sebagainya. 3. Perkatan “law” digunakan tanpa suatu “article” (kata depan) digunakan sebagai suatu yang abstrak, istilah konseptual di dalam konteks yang menunjukkan pada filsafat hukum. 4. Perkataan “a law” umumnya digunakan untuk menunjukkan undang-undang dan peraturan-peraturan serta aturan-aturan. 5. Perkataan “Legal” sering juga diartikan menurut undangundang. Sedangkan beberapa literatur dan kamus bahasa Eropa Kontinental sering mengunakan kata-kata / istilah : Jus, Jure, Lex, Recht, Gesetz, Droit, Loi, Dritto, Legge dan Juris. Istilah itu berkisar pada arti hukum dan keadilan. 1. Perkataan “Jus” atau “Ius” juga berarti hukum, tetapi sering juga hak; 2. Perkataan “Jure” berarti menurut hukum;



Pengantar Ilmu Hukum |49



3. Perkataan “Lex” berarti hukum, undang-undang, juga menunjukkan perubahan suatu UU; 4. Perkataan “Recht” dalam bahasa Belanda berarti hukum; 5. Perkataan “droit” berasal dari bahasa Prancis berarti aturanaturan hukum secara total; 6. Perkataan “Legge” dan “dritto” dalam bahasa Itali berarti hukum; 7. Perkataan “Juris” juga berarti hukum.



D. Manfaat Pendefinisian Meski disadari usaha pendefinisian hukum tidak dapat dikatakan berhasil 100% dalam arti diterima oleh semua kalangan, namun bagaimana pun usaha pendefinisian hukum tetap mempunyai kegunaan antara lain : 1. Paling tidak untuk pemula mempelajari ilmu hukum yang awam di bidang hukum minimal sebagai pegangan awal sangatlah diperlukan; 2. Untuk mengetahui apa yang ada dalam fikiran seorang penulis. Suatu definisi meskipun hanya bersifat perkiraan tetapi dari penulisnya dapat ditarik kesan suatu sikap apa yang dianutnya dalam pendefinisian hukum;



Pengantar Ilmu Hukum |50



3. Untuk menyatakan arti hukum secara tepat; 4. Untuk memberikan suatu gambaran yang benar dari hukum serta cara operasionalnya.



E.



Definisi Hukum Telah diakui untuk membuat definisi tentang hukum yang



dapat memuaskan bagi semua pihak sangatlah sukar namun paling tidak definisi tersebut memberikan gambaran tentang apa hukum itu. Dengan pertimbangan inilah beberapa ahli hukum membuat definisi hukum dengan dasar hanya sebagai pegangan dalam mempelajari ilmu hukum. Pengertian hukum baik dikalangan masyarakat umumnya disatu pihak dan para cendekiawan dilain pihak terdapat perbedaan yang cukup mendasar yaitu : 1. Bagi kalangan Masyarakat Memandang hukum sebagai aparat



penegak



hukum



(Polisi, Jaksa dan Hakim) dan sarana hukum (Gedung Pengadilan, gedung pemasyarakatan). 2. Bagi kalangan Cendekiawan Memandang



hukum



secara



heterogen.



Ada



yang



berpendapat bahwa pengertian hukum mempunyai arti luas,



Pengantar Ilmu Hukum |51



tidak hanya berbentuk Peraturan perundangan (Peraturan Negara/Hukum tertulis) tetapi masuk juga norma kesusilaan, kesopanan dan norma agama. Sedangkan yang beraliran Positivisme memandang hukum itu semata-mata peraturan perundangan (hukum tertulis yang dibuat oleh negara). Perbedaan persepsi inilah yang membawa akibat lebih lanjut terhadap pengertian mengenai hukum. Setiap ahli hukum akan memberikan definisi atau batasan mengenai hukum yang menggambarkan essensi dari hukum yang berbeda antara lain: 1. Definisi dari Aristoteles (Abad IV SM) (dikutip dari L.B.Curzon) “ Laws are something different from what regulates and expresses the from of the consti-tutions it is their function to direct the conduct of the magistrate ini the execution of his office and the punishnebt of offenders”. Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada mengatur dan mengekspresikan bentuk dari kepastian hukum : hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dalam putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap para pelanggar.



Pengantar Ilmu Hukum |52



2. Definisi dari Blackstone (Abad VIII) (dikutip dari L.B.Curzon) “A rule of action prescribed or dictated by some superior which some inferior is bound to obey”. Hukum



adalah



suatu aturan



tindakan-tindakan



yang



ditentukan oleh orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati. 3. Definisi dari Austin (abad XIX) (dikutip dari L.B.Curzon) “A command set, either directly or circuitously, by a sovereign individual or body, to a member or members of some independent political society in which his authority is supreme”. Hukum adalah perangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.



Pengantar Ilmu Hukum |53



4. Definisi dari Hans Kelsen (dikutip dari L.B.Curzon) “Law is a coercive order of human behavior . . . . . it is the primary norm which stipulates the sanction”. Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia . . . . hukum adalah primer yang menetapkan sanksi-sanksi. 5. Definisi dari Holmes (dikutip dari L.B.Curzon) “The prophecies of what the courts will do . . . . . . . are what I mean by the law”. Apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, . . . .adalah yang saya artikan sebagai hukum. 6. Definisi dari Salmond (dikutip dari L.B.Curzon) “The law may be defined as the body of principles recognised and applied by the state in the administration of justice. In other words, the law consists of the rules recognised and acted on by the courts of justice”.



Pengantar Ilmu Hukum |54



Hukum



dimungkinkan



untuk



didefinisikan



sebagai



kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakan pada pengadilan. 7. Definisi dari Vinogradoff (Rusia) (dikutip dari L.B.Curzon) “Law is a set of rules imposed and enforced by a society with regard to the attribution and exercise of power over persons and things” Hukum adalah perangkat aturan-aturan yang diadakan dan dilaksanakan



oleh



masyarakat



dengan



menghormati



kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap manusia dan barang. 8. Definisi dari Shebanov (Rusia beraliran Komunis) (dikutip dari L.B.Curzon) “Law is legislative instrument of a higher agency of state power, adopted in a prescribed manner and possesing a higher legal force in relation to instruments of other state agencies and social organisations”.



Pengantar Ilmu Hukum |55



Hukum adalah alat legislatif yaitu alat kekuasaan tinggi dari negara, yang digunakan di dalam suatu cara yang menentukan dan memiliki kekuasaan yang tinggi di bidang hukum dalam hubungannya dengan alat-alat pejabat negara lainnya dan organisasi sosial. 9. Definisi dari Oxford English Dictionary (dikutip dari L.B.Curzon) “The body of rules, whether formally enacted or customary, which a state or communty recognises as binding on its members or subjects ( In this sense usually the law)”. Kumpulan aturan-aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara / masyarakat mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya. 10. Definisi dari Cassell‟s Dictionary (dikutip dari L.B.Curzon) “A rule of conduct imposed by authority or accepted by the community as binding”. Aturan tingkah laku yang dipaksakan melalui otoritas atau penerimaan oleh masyarakat sebagai sesuatu yang mengikat.



Pengantar Ilmu Hukum |56



Berdasarkan 10 definisi yang telah dikutip di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persoalan pendefinisian hukum memang merupakan persoalan kompleks yang menyimpan 1001 perdebatan tentang apa arti hukum sebenarnya. Semua definisi di atas tidak dapat kita vonis salah, karena masing-masing ahli hukum melihat hukum dari optik / pendekatan satu sisi saja. Padahal kita menyadari bahwa hukum itu ibarat : “Sekeping uang logam yang memiliki dua sisi atau wajah, di mana sisi / wajah yang satu dengan sisi / wajah yang lain itu bisa dibedakan tapi tidak bisa dipisahkan”.



Gambar 1. Dua Sisi Wajah Hukum



Sisi / Wajah ABSTRAK



Sisi / Wajah KONKRIT



Pengantar Ilmu Hukum |57



Dimaksudkan dengan hukum yang bersisi atau berwajah dua itu ialah : 1. Hukum dengan sisi / wajahnya sebagai ketentuan umum (abstrak),



berisi



ketentuan



yang



bersifat



mengatur



bagaimana tingkah laku seharusnya (hukum di sisi / wajah Ideal). Wajah hukum yang berlaku dapat dibaca dan didengar tetapi tidak nampak dalam kehidupan nyata. 2. Sisi yang lain dari hukum adalah praktek yang nyata dan hidup dalam masyarakat (konkrit). Artinya secara riil mempunyai potensi untuk menggerakkan / mengarahkan masyarakat. Wajah hukum ini dapat dilihat dan diamati pola tingkah lakunya. Kelemahan upaya para cendekiawan hukum untuk memperoleh pengertian hukum selama ini tidak memperoleh hasil yang memadai karena dalam pengamatannya hanya diarahkan kepada salah satu sisi saja, sedangkan seharusnya kedua sisi itu mendapat peninjauan yang lebih seksama.



Pengantar Ilmu Hukum |58



BAB 6 TUJUAN, FUNGSI, SIFAT DAN PENTAATAN HUKUM A. Tujuan Hukum Berkenaan dengan tujuan hukum dalam literatur hukum kita mengenal berbagai pendapat yang berbeda tentang tujuan hukum. Meskipun untuk menyatakan secara tegas tujuan hukum itu menemui kesulitan. Untuk ini diketengahkan beberapa pendapat dari ahli hukum tentang tujuan hukum antara lain: 1. Van Apeldoorn Hukum bertujuan mengatur pergaulan hidup secara damai dan adil. 2. Jeremy Bentham Hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah (Utilitis) bagi orang. 3. Utrecht Hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dalam hubungan yang terdapat dalam pergaulan masyarakat.



Pengantar Ilmu Hukum |59



4. Teori Etis dari Aristoteles Hukum tujuannya untuk mencapai keadilan yang maksimal dalam tata tertib masyarakat. 5. Subekti Hukum bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan masyarakat. 6. Wirjono Projodikoro Hukum tujuannya untuk mencapai kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat.



Pendapat lain tentang tujuan hukum ialah: Hukum tidak mempunyai tujuan, melainkan mempunyai tujuan adalah manusia. Hukum adalah “alat” bukan tujuan, yang mempunyai tujuan adalah manusia. Manusia dan hukum tidak dapat dipisahkan, dan dimaksud tujuan hukum di sini adalah tujuan manusia, dengan hukum sebagai “alat” untuk mencapai tujuan manusia itu (Bewa Ragawino, 1997). Di samping itu hukum mempunyai tujuan secara umum (universal) yakni untuk mewujudkan : Perdamaian, keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan. Keempat tujuan hukum itu merupakan suatu urutan dimana tujuan pertama sebagai



Pengantar Ilmu Hukum |60



prasyarat atau landasan bagi tujuan berikutnya dalam arti tujuan hukum tidak akan dapat dicapai sebelum tujuan sebelumnya dapat terwujud. 1. Mewujudkan Perdamaian Masyarakat yang damai dapat juga disebut masyarakat dalam keadaan tertib hukum



dan kemudian dengan



tercapainya tujuan pertama (perdamaian) maka masyarakat akan mendambakan suasana kehidupan yang tenteram. Perdamaian dan tertib hukum belum menjamin adanya ketenteram oleh karena perdamaian dan tertib hukum bisa saja dilakukan dengan paksaan apabila hukum yang ditetapkan dan ditegakkan tidak sesuai dengan cita- cita hukum masyarakat melainkan cita hukum penguasa yang lebih menunjukkan pada kewajiban bagi masyarakat daripada hak. Perdamaian yang demikian dapat dikatakan sebagai perdamaian semu. Oleh karena itu ketenteraman lahir batin tercapai bila hukum yang berlaku ditegakkan oleh aparatur negara yang menjunjung tinggi keadilan. 2. Keadilan Keadilan selalu mengandung unsur penghargaan, penilaian atau pertimbangan. Untuk itu menurut Subekti (1977) Keadilan lazim dilambangkan dengan suatu “Neraca



Pengantar Ilmu Hukum |61



keadilan”. Keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan keadilan itu. Keadilan di sini berarti keseimbangan antara hak dan kewajiban atau dengan kata lain keadilan yang demikian



tidak



berarti



bahwa



hukum



itu



selalu



menyamaratakan setiap orang, melainkan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Namun ada kalanya yang terjadi sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles membagi keadilan menjadi beberapa golongan antara lain:



a. Keadilan disamaratakan (komutatif) Siapapun orangnya dengan tidak melihat status sosial dan status ekonominya, ia telah mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama untuk melakukannya. Contoh : Orang yang ingin membeli tiket kapal / kereta api harus antri yakni orang yang datang kemudian harus berada di belakang dan tidak bisa langsung mendahului mereka yang sudah antri.



Pengantar Ilmu Hukum |62



b. Keadilan Kesebandingan (distributif) Keadilan yang memberikan setiap orang sesuai dengan jasanya. Keadilan ini tidak berpegang pada asas persamaan tetapi kesebandingan. Contoh : Adanya penerimaan calon PNS menyatakan bahwa setiap warga negara dapat menjadi PNS. Ini tidak berarti bahwa setiap orang bisa menjadi pegawai negari, melainkan mereka yang telah memenuhi persyaratan tertentu.



c. Keadilan diberikan pada aparat negara (atributif) Keadilan dan kewenangan ini dimiliki oleh aparat negara untuk menyelenggarakan suatu pemerintahan dengan membebankan



hak



dan



kewajiban



pada



warga



masyarakat baik melalui kebijakan pada umumnya dan hukum khususnya. Dengan perdamaian dan keadilan tugas



hukum



berikutnya



adalah



mewujudkan



kesejahteraan. 3. Kesejahteraan Kesejahteraan di sini maksudnya terpenuhinya kebutuhan primer / jasmaniah (kebutuhan pangan, sandang, papan dan Pengantar Ilmu Hukum |63



kesehatan) atau dinamakan juga kebutuhan ekonomi, ini diperlukan manusia untuk menjaga eksistensinya atau keberadaannya baik secara kuantitatif



maupun kualitatif.



Selanjutnya akan menyusul kebutuhan manusia berikutnya yaitu kebutuhan rohaniah di samping kebutuhan jasmaniah. Hal ini sesuai dengan hakekat kodrat manusia yang terdiri atas unsur jasmaniah dan rohaniah. Dengan tercapainya keseimbangan kebutuhan tersebut maka terciptalah suasana bahagia yang didambakan setiap orang dan karena itu hukum harus mampu mewujudkan tujuan akhirnya yaitu kebahagiaan manusia. 4. Kebahagiaan Menurut teori “Unitarianisme” dari Jeremy Bentham telah menganjurkan “The greatest happiness principle” (prinsip kebahagiaan yang maksimal) yakni masyarakat yang adil dan sejahtera ialah masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya dan agar ketidakbahagiaan diusahakan sedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya. Berarti dengan kebahagiaan akan tercipta kesenangan atau ketiadaan kesengsaraan. Bagi seseorang yang baru mempelajari teori ini, tampaknya konsep ini mudah diterima namun dalam prakteknya ketika Pengantar Ilmu Hukum |64



seseorang menelaah lebih dekat teori ini untuk memperbesar kebahagiaan sebenarnya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Tegasnya untuk mewujudkan kebahagiaan apalagi memperbesarnya, terlebih dahulu tentunya kita memiliki ukuran kebahagiaan. Apakah ukuran kebahagiaan seseorang? ternyata sangat sulit untuk mengukurnya. Kelemahannya antara lain : a. Kebahagiaan tidak selalu sesuai dengan perasaan umum Sesuatu yang menyenangkan seseorang seringkali tidak selalu menyenangkan bagi orang lain. Misalnya : 1) Seseorang yang senang membaca maka mewujudkan kebahagiaannya dengan melakukan membaca di ruang perpustakaan berhari-hari, tetapi ia tidak senang bermain catur sebaliknya ada seseorang sangat bahagia bila ia bermain catur berhari-hari dengan temannya meski lupa makan. 2) Seseorang yang memancing di tepi sungai dengan menghabiskan waktu dan tenaganya berhari-hari meski tidak memperoleh hasil ikan tetapi ia bahagia.



Pengantar Ilmu Hukum |65



b. Kebahagian bukan pedoman yang pasti Seringkali kita beranggapan bahwa secara perilaku seseorang bahagia atau sedih namun yang terjadi justru sebaliknya. Misalnya : 1) Ada seseorang selalu ketawa dan senyum apabila bertemu dengan orang lain. Ketawa merupakan simbol kebahagiaan, padahal belum tentu hatinya bahagia dan bisa saja hatinya sedih. Sebaliknya . . . . . 2) Ada seseorang yang menangis dengan membasahi air matanya. Menangis bukankah simbol kesedihan padahal



dengan



menangis



justru



menunjukkan



kebahagiaannya. Contoh : Pebulu Tangkis Putri lndonesia Susi Susanti ketika meraih kemenangan pada Singel Piala Uber Cup beregu



tahun



1986,



ia



menangis



menyambut



kemenangannya.



Pengantar Ilmu Hukum |66



c. Kebahagiaan sulit diterapkan dengan perkataan riil Ada seorang berkata bahwa “aku bahagia” padahal ia sedang bersedih. Jadi ucapannya tersebut hanya menutupi kesedihannya dihadapan orang lain. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dicermati bahwa kebahagiaan tidak mungkin untuk didefinisikan dan diukur (baik dari segi harta, jabatan dan keturunan). Tegasnya kebahagiaan yang sesungguhnya terletak pada hati (kalbu) yakni rasa aman, tenteram, dan harmonis bahkan dalam Al Qur‟an telah menyebutkan bahwa : kebahagiaan dapat dicapai apabila seseorang selalu bersyukur dan bersifat selalu menerima apa adanya (Qona’ah) serta bertaqwa dan beriman kepada Allah.



B. Fungsi Ilmu Hukum dan Hukum Apabila menelaah pendapat dari Bachsan Mustafa (2003) fungsi hukum dapat dilihat dari 2 (dua) aspek / segi yakni : pertama hukum sebagai suatu ilmu pengetahuan dan kedua hukum sebagai kaedah / norma / peraturan. 1. Fungsi sebagai Ilmu Hukum Hukum sebagai ilmu pengetahuan mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yakni : Pengantar Ilmu Hukum |67



a. Menciptakan manusia yang baik secara moral; b. Menciptakan pemerintahan yang baik; c. Menciptakan masyarakat yang tertib. Ilmu Hukum fungsi utamanya menciptakan manusia yang baik secara moral maksudnya adalah manusia yang mempunyai derajat / kedudukan baik sebagai aparat negara, pemerintah atau administrasi maupun anggota masyarakat biasa, bertindak melalui pelbagai cara yang pantas dan layak, sesuai dengan nilai-nilai atau norma sosial yang dianut oleh lingkungan masyarakat tertentu. Mereka diharapkan akan menjadi manusia yang baik secara moral artinya dalam segala tindakan yang dilakukannya ia bisa: a. Mengurusi dirinya sendiri tanpa diawasi oleh orang lain; b. Mempunyai keyakinan sendiri tentang apa yang baik dan benar untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk dihindari; c. Kedisiplinan tindakan dalam melaksanakan fungsinya.



Kemudian bagaimana menciptakan pemerintahan yang baik dan masyarakat yang tertib? Maka manusialah yang menjadi sasaran dan tujuannya karena semua itu berkenaan dengan manusia (baik sebagai aparatur negara / pemerintah



Pengantar Ilmu Hukum |68



ataupun sebagai warga negara) yaitu menciptakan manusia yang mempunyai kesadaran moral tinggi yang ada dalam jiwanya masing-masing. Kesadaran moral itu merupakan dorongan batin manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Kemudian timbul pertanyaan cara/strategi apa yang digunakan menciptakan manusia yang baik secara moral ? untuk menjawab pertanyaan ini digunakan cara melalui : a. Pendidikan formal, dengan kurikulum yang mengajarkan mata kuliah atau mata ajar tentang moral dan etika; b. Pendidikan non formal (melalui cara: ceramah/ tausiah di Majlis Ta‟lim di Langgar / Surau / Mushola / Masjid atau di Gereja dan tempat lainnya). 2. Fungsi Hukum Hukum sebagai kaedah / norma dalam masyarakat mempunyai fungsi utama yaitu : a. Alat ketertiban dan ketenteraman masyarakat Hal ini dimungkinkan karena sifat hukum yang memberi pedoman



tentang



berperilaku



yang



baik



dalam



masyarakat dan melalui kaedah hukum ini masingmasing anggota masyarakat diatur secara jelas apa seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan, sehingga tercipta suatu masyarakat yang tertib dan teratur. Pengantar Ilmu Hukum |69



b. Menjamin kepastian hukum Fungsi kepastian hukum di sini maksudnya bahwa dalam suatu aturan / kaedah dapat diketahui subjek dan objek hukum yang diaturnya. Contoh : UUPA No.5 Tahun 1960 telah memuat aparat BPN berfungsi menangani masalah pertanahan dan para pemegang hak atas tanah sebagai subjek hukum dan tanah serta kekayaan alam terkandung di dalamnya sebagai objek hukum. c. Pengayom atau Pelindung Masyarakat Fungsi hukum ini berasal dari Prof.Suharjo (mantan Menteri Kehakiman masa kabinet Presiden Soekarno). Makna



pengayoman



melindungi



manusia



dalam



bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak- hak pribadinya. Jadi fungsi pengayoman meliputi 2 (dua) fungsi yaitu: Perlindungan dan Pendidikan. Lambang pengayoman ini “Pohon Beringin” yang melindungi dan memberikan kesejukan dan kedamaian segala yang ada di bawahnya, yaitu masyarakat dengan segala yang ada di dalamnya. Teori



ini



mengutamakan



kepentingan



masyarakat



ketimbang kepentingan individu dalam arti bukannya



Pengantar Ilmu Hukum |70



kepentingan individu disampingkan melainkan apabila dua kepentingan saling berhadapan maka kepentingan masyarakat, bangsa dan negara yang menjadi prioritas.



Gambar 2. Pohon Beringin dan Neraca Timbangan



Hal ini berbeda dengan lambang hukum “Neraca Timbangan”, sebagai lambang hukum menurut filsafat hukum lndividualisme barat, mendahulukan kepentingan individu daripada kepentingan masyarakat dan negara. Jadi ada perbedaan fungsi hukum antara lambang “Pohon Beringin” dengan “Neraca Timbangan”. d. Mewujudkan Keadilan Sosial Hukum dengan sifatnya yang memaksa baik secara fisik maupun psikologis, dapat menyelesaikan masalah dan memberikan keadilan karena hukum memberikan sanksi bagi yang bersalah / melanggar hukum. Pengantar Ilmu Hukum |71



e. Pengawasan Hukum



sebagai



pengawasan



yaitu



mengadakan



pengawasan terhadap masyarakat, aparatur pemerintah dan pemerintah serta para penegak hukum sehingga tidak terjadi



tindakan



yang



sewenang-wenang



atau



penyalahgunaan wewenang dan jabatan. f. Pengerak Pembangunan (a tool of social engineering) Suatu masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada sifatnya yang statis. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada masyarakat perubahannya pesat dan ada yang lamban. Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan maka hukum berfungsi sebagai “a tool of social engineering”, yakni alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang diinginkan bersama sangatlah



berarti.



Pameo



hukum



yang



terkenal



menyebutkan : “Het recht hinkt achter defeiten aan”, hukum



tertatih-tatih



mengikuti



perkembangan



masyarakat. Hal ini tidak akan terwujud bila fungsi rekayasa sosial dari hukum ini dapat terlaksana. Pelopor pemikiran hukum sebagai perekayasa sosial ini adalah Roscoe Pound dalam karangannya berjudul “Scope and purpose of sociological jurisprudence” yang



Pengantar Ilmu Hukum |72



telah dipublikasikan pada tahun 1912. Inti pemikiran Pound adalah agar para juris lebih memperhitungkan kenyataan-kenyataan menciptakan



sosial,



hukum,



apakah



penafsiran



itu



atau



dalam



pelaksanaan



ketentuan aturan hukum. Berarti Juris seyogyanya lebih memperhitungkan kenyataan sosial dalam penerapannya. Bukankah



tolak



ukur



hukum



itu



terletak



pada



pelaksanaannya.



C. Sifat-Sifat Hukum Untuk lebih memahami hukum itu sebagai kaedah / norma, kita perlu mengetahui tentang sifat- sifat hukum. Terdapat beberapa sifat hukum antara lain : 1. Memaksa Maksudnya hukum dapat memaksa seseorang atau beberapa orang anggota masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan apabila perlu untuk mencapai tujuannya dapat mengunakan sanksi hukum sebagai paksaan. Akan tetapi bukan berarti dengan hukum dapat dipaksakan segala-galanya. Disadari bahwa sifat memaksa dalam hukum di negara kita bukan berarti ”balas dendam”, melainkan untuk mendidik



Pengantar Ilmu Hukum |73



dan menyadarkan mereka yang telah berbuat pelanggaran atau kejahatan tidak melakukan kembali perbuatannya. 2. Mengatur Hukum yang mengatur maksudnya hukum dalam keadaan konkrit / kenyataan dan hal ini dapat di kesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak dengan menempuh meyelesaikan sendiri dengan suatu persetujuan, sehingga ketentuan dalam Undang-undang tidak perlu dijalankan. Hukum bersifat mengatur disebut juga hukum tambahan karena para pihak dapat mengenyampingkan ketentuan dalam Undang-undang dengan suatu persetujuan sendiri. Misalnya: hukum perdata dan hukum dagang sebagian besar bersifat mengatur. 3. Tindakan Lahir bukan batin Hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan lahir (zahir) ketimbang keinginan / hasrat (batin). Hukum dibedakan antara hasrat atau keinginan tindakan. Kalau hasrat / keinginan belum tentu orang itu bisa berbuat, sedangkan tindakan seseorang telah mencoba berbuat artinya bentuk lahirnya sudah ada sehingga dapat dituntut secara hukum. Jadi sangat berbeda dengan norma agama seseorang



Pengantar Ilmu Hukum |74



dianggap berdosa apabila batinnya beritikat buruk meskipun ia belum melakukan suatu perbuatan. Contoh : Si A melihat sepasang sandal merek Bata ditangga pelataran Mesjid / Langgar yang pemiliknya sedang melakukan ibadah sholat. Ia mengatakan kepada temannya berhasrat untuk memilikinya, maka secara hukum ia tidak bisa dituntut karena hasratnya adalah hasrat umum. Sebaliknya bila si A mewujudkan



hasratnya



dengan



tindakan



mengambil



sepasang sandal itu, maka ia dapat dituntut berdasarkan hukum dan akan menerima sanksi sesuai perbuatannya. 4. Umum dan tidak memihak Peraturan hukum dibuat berdasarkan keadilan yang bersifat umum, jadi hukum bukan untuk kepentingan individu / kelompok dalam masyarakat melainkan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat yakni warga negara dan penduduk dalam suatu negara dalam melindungi dari ganguan atau dirugikan baik dari anggota masyarakat lain, badan kemasyarakatan ataupun oleh pemerintah sendiri. Hukum itu harus dipatuhi semua anggota masyarakat tanpa kecuali di manapun, dalam kedudukan apa pun, dan seseorang jika melanggar hukum harus dituntut dan diadili.



Pengantar Ilmu Hukum |75



Jadi keadilan dalam hukum bersifat umum yang tidak memihak kepada siapa pun tanpa pandang atau pilih bulu.



D. Pentaatan Hukum Hukum terlepas adanya sanksi, secara sadar atau tidak pada umumnya orang mentaati hukum karena alasan-alasan sebagai berikut: 1. Karena peraturan / norma-norma hukum itu benar-benar dirasakan sebagai hukum, untuk itu mereka berkepentingan sungguh-sungguh akan berlakunya peraturan tersebut. 2. Ada lagi mentaati / menerima peraturan hukum itu supaya ada rasa ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat. Hal ini ada penerimaan rasional (rationeele aanvaarding), karena fungsi ganda dari hukum yaitu memberikan berbagai hak kepada manusia dan hukum membebankan berbagai kewajiban kepada pihak lainnya atas tuntutan yang berhak. 3. Karena masyarakat menghendaki. Kenyataannya banyak orang yang tidak menghiraukan dan menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum atau bukan? Akan tetapi baru dirasakan dan dipikirkan apabila mereka telah melanggar dan berakibat dari pelanggaran hukum tersebut. Di samping itu mereka juga baru merasakan adanya hukum bila kepentingannya dibatasi oleh peraturan hukum yang ada. Pengantar Ilmu Hukum |76



4. Orang mematuhi hukum, karena adanya paksaan (sanksi) sosial, makanya orang tidak mau mendapat kesulitan akibat perbuatannya melanggar hukum yakni rasa malu atau kuatir dituduh sebagai orang yang a sosial. 5. Orang mematuhi hukum karena isi hukum itu sesuai dengan falsafah atau jiwa bangsa (rakyat) yang dianut. Kemudian bila di kelompokkan menurut Bewa Ragawino (1997) mengapa orang mentaati hukum? bisa dilihat dari berbagai segi yakni : 1. Segi Praktis, orang mentaati hukum alasannya karena : a. Peraturan hukum itu sesuai dengan perasaan keadilan di masyarakat; b. Takut akan sanksinya; c. Peraturan hukum memberikan suatu ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat; d. Secara ekonomis, orang akan mendapatkan keuntungan apabila mentaati hukum itu. 2. Segi Yuridis Hukum ditaati oleh karena hukum tersebut dibuat oleh orang atau lembaga yang berwenang.



Pengantar Ilmu Hukum |77



3. Segi Filosofis Hukum ditaati karena peraturan-peraturannya memenuhi tuntutan filsafat hidup manusia yang mempunyai nilai tertinggi bagi kemanusiaan yaitu keadilan dan kebenaran. 4. Segi Sosiologis Hukum ditaati karena diterima baik dan dilaksanakan oleh orang di dalam masyarakat. Di samping apa yang telah disebutkan di atas ada beberapa teori yang menyatakan mengapa orang harus mentaati hukum? Teorinya antara lain : 1. Teori Teokrasi Teori ini menganggap bahwa berlakunya hukum itu atas dasar kehendak Tuhan sehingga orang dalam masyarakat mematuhi apa diperintahkan oleh Tuhannya. Jadi hukum di sini berasal dari kemauan Tuhan. Pejabat negara merupakan wakil dari Tuhan, oleh karena itu semua peraturan hukum ditetapkan oleh penguasa (Raja) haruslah ditaati. Pelapor Teori Teokrasi Modern dikembangkan oleh Friedrick Julius Stahl (Jerman). Contoh Negara penganutnya seperti : Vatikan, Tibet, dan Republik Islam Iran dibawah pimpinan Ayatollah Khomein.



Pengantar Ilmu Hukum |78



2. Teori Kontrak sosial Sumber pemikiran teori ini akal manusia dan teori ini berkembang pada zaman Renaissance. Menurut teori ini hukum ditaati karena rakyat telah berjanji untuk mentaati hukum. Hukum itu kemauan orang-orang dalam masyarakat, rakyat telah mengadakan perjanjian dengan Raja untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Teori ini dipelopori oleh J.J.Rousseau, Thomas Hobbes dan John Locke. 3. Teori Kedaulatan Negara Teori ini muncul sebagai reaksi dari teori perjanjian yang menyatakan bahwa kekuasaan hukum itu tidak didasarkan atas kemauan bersama seluruh rakyat / anggota masyarakat melainkan hukum itu ditaati karena negara menghendaki. Hukum adalah kehendak negara dan negara mempunyai kekuasaan (power) sedangkan rakyat wajib mentaatinya sebagai perintah dari negara. Tokoh aliran ini George Jellinek, Paul Laband dan Hans Kelsen. 4. Teori Kedaulatan Hukum Hukum berasal dari perasaan hukum masyarakat. Untuk itu Hukum harus mampu memberikan



keadilan, kedamaian,



dan ketenteram kepada masyarakat. Tegasnya hukum harus



Pengantar Ilmu Hukum |79



sesuai dengan perasaan hukum masyarakat karena perasaan hukum suatu petunjuk hidup yang harus diberi sanksi oleh pemerintah, karenanya kaedah hukum dirasakan adil. Teori ini berkembang pada abad ke 20 dan tokohnya seperti : Leon Duguit dan Krabbe.



Pengantar Ilmu Hukum |80



BAB 7 SUMBER-SUMBER HUKUM A. Istilah Sumber Sumber adalah segala sesuatu yang menimbulkan hal-hal baru yang merupakan manifestasi dari sumber tersebut. Akan tetapi perlu diketahui bahwa untuk menciptakan sesuatu hal yang konkrit di samping memerlukan alat yang



konkrit



tertentu, juga diperlukan adanya cita-cita guna menciptakan hal tersebut. Misalnya : 1. Hasil temuan / karya manusia seperti Pesawat Terbang yaitu sebelum seseorang akan menciptakan sebuah pesawat, sumber pertama kali adalah cita-cita orang tersebut guna menimbulkan sebuah benda yang disebut Pesawat. Akan tetapi sebelum cita-cita itu terwujud dibuat terlebih dahulu alat yang diperlukan guna menciptakan pesawat seperti dikehendaki dan setelah memerlukan waktu pengerjaan jadilah Pesawat Terbang. Dengan demikian pengertian sumber dapatlah dibedakan dalam pengertian sumber yang idiil dan pengertian sumber yang faktuil . Sumber idiil dimaksudkan sebagai sumber yang berujud cita-cita atau kehendak untuk menimbulkan Pengantar Ilmu Hukum |81



sesuatu sedangkan sumber yang faktual berujud suatu benda konkrit yang menimbulkan sesuatu dicita-citakan atau yang dikehendaki. 2. Air sebagai sumber daya alam. Sumber asal air adalah mata



air, sedangkan di mana tempat diketemukannya air (adalah bisa ditemukan di sungai, laut, sumur, kolam, bak dan sebagainya. Jadi sumber air terdiri atas dua sumber yakni sumber asal air (materiil) dan sumber tempat dimana diketemukannya air (formal).



B.



Sumber Hukum Pengertian tersebut di atas kiranya dapat diterapkan dalam



memberikan pengertian terhadap sumber hukum. Sumber idiil dari hukum adalah cita-cita yang dimaksudkan di sini berarti ”nilai” (value) tentang apa yang benar dan apa yang adil. Bukankah keadilan merupakan tujuan dari hukum. Nilai (value) ini dapat berasal dari kelompok masyarakat yang merupakan bagian (resultante) dari nilai yang terdapat pada perseorangan (individual), ataupun berasal dari kelompok orang-orang yang memegang wewenang (authority). Apabila nilai yang terdapat dalam kelompok masyarakat dituangkan dalam sikap tindak yang ajeg (regular), maka akan terbentuk hukum kebiasaan (common law). Sebaliknya bentuk hukum yang berasal dari Pengantar Ilmu Hukum |82



nilai yang ada pada penguasa (authority) merupakan hukum penguasa (authoritarian law). Leopold



Pospisil



(1973)



seorang



sarjana



Amerika



berpendapat, bahwa hubungan antara common law dan authoritarian law sangat dinamis dan flexible. Bila common law diberi bentuk oleh penguasa, maka berubah menjadi authoritarian law, dan sebaliknya suatu authoritarian law diterima oleh kesadaran hukum masyarakat, berubah menjadi common law. Common law dan authoritarian law merupakan sumber hukum yang faktual, oleh karena itu berdasarkan kedua hukum tersebut dapat terbentuk peraturan hukum lainnya. Untuk mempelajari hukum sebagai kaedah dipandang perlu mengetahui asal usul serta tempat ditemukannya ketentuanketentuan hukum. Pembahasan tentang asal usul dan tempat diketemukannya hukum inilah yang termasuk dalam pengertian sumber hukum. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga bila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Dimaksudkan segala sesuatu adalah faktor-faktor berpengaruh terhadap timbulnya hukum atau faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum artinya dimana hukum dapat ditemukan dan dicari / hakim menemukan hukum Pengantar Ilmu Hukum |83



sehingga dasar putusannya dapat diketahui serta mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku. Selanjutnya bila kita menyumpai perkataan / istilah sumber hukum diberbagai kepustakaan hukum maka hendaknya terlebih dahulu diketahui dalam pengertian apa istilah itu digunakan sebab dalam ilmu hukum itu seringkali digunakan dalam beberapa arti, tergantung dari sudut / segi mana hukum tersebut di lihat. Maka pengertian sumber hukum itu pun dapat dilihat dari beberapa segi / sudut yakni : 1. Sumber hukum dalam ilmu hukum menurut Rozikin Daman (1993) dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu: a. Sumber asal nilai, menyebabkan timbulnya aturan hukum (welbron van het recht). Sumber hukum dalam arti welbron mengharuskan kita untuk membahas asal sumber nilai yang menyebabkan / menjadi dasar timbul / lahirnya aturan hukum. Termasuk dalam pengertian ini hal mendorong dan mempengaruhi timbulnya aturan hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |84



b. Sumber pengenalan hukum (kenbron van het recht) Sumber hukum dalam arti kenbron mengharuskan kita untuk menyelidiki asal dan tempat diketemukannya hukum. Dimaksudkan asal hukum adalah siapakah yang mengeluarkan atau menetapkan aturan hukum itu? Sedangkan dimaksud dengan tempat diketemukannya hukum adalah bentuk wujud peraturan hukum itu sendiri (Misalnya bentuk UU, PP dan sebagainya). 2. Sumber hukum menurut Allen (1964) dibaginya dalam 2 (dua) sumber meskipun ia mengunakan cara penjelasan yang berbeda namun pada dasarnya sama. Sumber hukum bersifat : a. Atas – bawah



(kehendak dari yang berkuasa)



dikembangkan oleh Teori John Austin. b. Bawah – atas



(vitalis dari masyarakat sendiri)



dikembangkan oleh Von Savigny. Terhadap teori ini, Allen menggambarkan terjadinya pertarungan dua kutub teori sesuai dengan pengakuan pola atas – bawah dan bawah – atas. Kelompak atas – bawah dikembangkan John Austin yang menunjuk kekuasaan berdaulat sebagai satu-satunya sumber hukum. Teori ini mengembangkan ilmu hukum yang bersifat rasionalistis,



Pengantar Ilmu Hukum |85



karena konsepnya yang begitu jelas, dan kesederhanaan dan konsistensinya. Kelompok lain yang menentang konsep Austin datang dari aliran sejarah yang dikembangkan oleh Savigny. Ia menolak adanya sumber lain kecuali yang terdapat dalam diri rakyat sendiri. 3. Sumber hukum ditinjau dari berbagai sudut / bidang. a. Sejarah Pendekatan dari sudut sejarah menurut Apeldoorn dapat mempunyai dua arti yaitu : 1. Sumber pengenal hukum 2. Sumber darimana pembentuk hukum memperoleh bahan/dokumen hukum sedang berlaku pada masa itu. Sumber hukum dari sudut sejarah ini berguna untuk menyelidiki perkembangan hukum dari masa ke masa. Penyelidikannya dipusatkan pada dokumen-dokumen, bahan tertulis (surat menyurat) serta keterangan lain memungkinkan untuk mengetahui aturan hukum. Di samping itu penyelidikan sumber yang melatarbelakangi terbentuknya aturan hukum, dan dari sumber sejarah ini akan dapat diketahui perkembangan, pertumbuhan dan perubahan aturan hukum yang berlaku di suatu negara.



Pengantar Ilmu Hukum |86



b. Sosiologi Bagi seorang Sosiologi, yang dianggap sebagai sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri yakni tentang kehidupan sosial budayanya serta lembagalembaga sosial (social institutes) yang ada di dalamnya. c. Filsafat Bagi seorang ahli filsafat dalam meneliti sumber hukum akan diartikannya yakni: 1. Sumber



untuk



menentukan



isi



hukum,



yang



dipertanyakan antaran lain: apakah isi hukum sudah benar, adil ataukah masih terdapat kepincangan / tidak sesuai dengan rasa keadilan? 2. Sumber hukum untuk mengetahui mengapa orang taat pada hukum dan bagaimana kekuatan mengikatnya? d. Ekonomi Seorang ahli ekonomi melihat sumber hukum dari sudut kemampuan ekonomi



masyarakat dalam pentaatan



hukum seperti : pembebanan tarif atau pungutan dan pajak yang dikenakan terhadapnya serta membatasi persaingan dalam perdagangan.



Pengantar Ilmu Hukum |87



e. Agama Bagi seorang ahli agama mengartikan sumber hukum adalah Kitab suci dan ajaran agamanya. Bangsa lndonesia yang sebagian besar penduduknya merasa terikat dengan agama, maka sumber hukum agama ini dipandang sangatlah penting.



4. Sumber Hukum menurut Para ahli hukum Selain berbagai pengertian sumber hukum di atas, sumber hukum dipergunakan pula dalam pengertian lain oleh para ahli yakni membaginya menjadi 2 bagian : sumber hukum dalam arti materiil dan formal. Dua pengertian ini berbeda satu dengan lainnya, meski sebenarnya antara pengertian itu mempunyai hubungan erat bahkan merupakan substansi yang sukar dipisahkan. a. Sumber hukum Materiil Diartikan sebagai tempat asalnya hukum / sumber yang menentukan isi hukum, sebab setiap peraturan hukum bagaimanapun bentuk dan sifatnya mempunyai tempat asal yakni di mana peraturan hukum itu dihasilkan. Isi atau muatan hukum (seperti : nilai rasa adil dan benar)



Pengantar Ilmu Hukum |88



sebelum dituangkan dalam bentuk hukum, maka perasaan tersebut awalnya terdapat pada: 1. Keyakinan individu atau dalam pendapat umum (public opinion); 2. Perasaan individu / umum itu diadakan suatu penghargaan terhadap peristiwa (friten) yang timbul dalam pergaulan hidup kemasyarakatan dan dapat mempengaruhi serta menentukan sikap manusia; 3. Kemudian dari penghargaan itulah menentukan petunjuk hidup apa dan mana yang diterima dan mana harus diberi perlindungan oleh pihak pemerintah? Tegasnya sumber hukum sebagai tempat asalnya hukum atau yang menentukan isi hukum merupakan sumber hukum yang materiil. Sebaliknya meskipun penghargaan dari kaedah hukum yang hanya perasaan masyarakat, belum tentu semua anggota masyarakat mentaatinya. Untuk dapat berlaku umum dalam masyarakat penghargaan kaedah hukum harus diberi bentuk (vorm) terlebih dahulu oleh pemerintah. Apabila belum mendapat pengakuan dari pemerintah, maka penghargaan yuridis itu hanyalah merupakan ”bayangan” dalam proses hukum / pikiran orang saja.



Pengantar Ilmu Hukum |89



b. Sumber Hukum Formal Sumber ini salah satu sumber hukum yang menyebabkan kaedah hukum berlaku dan ditaati oleh masyarakat karena dikenal dari bentuknya (vorm), dalam arti adanya bentuk inilah memungkinkan peraturan menjadi berlaku umum dan ditaati bahkan jarang terjadi mereka menolaknya atau mungkin menentangnya. Bentuk inilah yang disebut sebagai sumber hukum formal merupakan suatu sumber yang menyebabkan (causa effeciens) kaedah hukum itu berlaku. Mencermati hal tersebut, sumber hukum formal dapat berbentuk sebagai berikut : 1. Undang-Undang Undang-Undang disini identik dengan hukum tertulis (ius scripta) sebagai lawan hukum tidak tertulis (ius nonscripta). Istilah tertulis artinya dirumuskan secara tertulis oleh lembaga pembentuk hukum. Paul Laband (dalam Muchsan,1982) berpendapat bahwa UndangUndang dibaginya ke dalam pengertian yaitu: a. UU dalam arti Formal (wet informeele zin) Setiap keputusan Pemerintah yang merupakan Undang-Undang berdasarkan cara terjadinya. Pengantar Ilmu Hukum |90



Contoh : Pembuatan UU di lndonesia berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Juncto Pasal 20 ayat 1 dan 2 UUD‟45 (Amandemen) dalam halin ini bahwa : ”Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR” demikian pula ”DPR memegang kekuasaan membentuk UU”, dan setiap RUU dibahas DPR bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Oleh karena itu semua keputusan Pemerintah yang ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan DPR merupakan UU dalam pengertian formal. b. UU dalam Arti Materiil (wet in materiil zin) Setiap keputusan pemerintah atau penguasa, yang menurut isi atau materinya mengikat langsung setiap penduduk suatu daerah (Buys, 1883). Contoh: UU Otonomi daerah yaitu UU dalam pengertian formal



karena



ditetapkan



Presiden



dengan



persetujuan DPR, di samping itu merupakan UU dalam arti



materiil



karena



isinya



langsung



mengikat seluruh penduduk di wilayah RI.



Pengantar Ilmu Hukum |91



Namun secara praktek Keputusan Pemerintah tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dalam pelaksanaannya yakni : 1) UU Formal - Materiil Misalnya : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. UU ini ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (formal) dan isinya mengikat langsung seluruh penduduk / daerah (materiil). 2) UU Formal - Non Materiil Misalnya : UU Naturalisasi, UU PNS, UU Perkawinan, UU Perburuhan, meski UU telah ditetapkan Presiden dengan persetujuan DPR (formal) tetapi isinya hanya mengikat bagi orang / kelompok tertentu saja (non materiil). 3) UU Materiil - Non Formal Misalnya : Peraturan daerah sebagai peraturan yang mengikat langsung daerah bersangkutan (materiil)



akan



tetapi



bentuknya



bukan



merupakan suatu penetapan Presiden dengan persetujuan DPR melainkan dibuat oleh Kepala daerah dengan persetujuan DPRD (non formal).



Pengantar Ilmu Hukum |92



 Syarat Berlakunya Undang-Undang Berlakunya UU, syaratnya haruslah memuat tanggal yang ditentukan dalam UU itu. Jika tanggal berlakunya tidak disebutkan maka UU itu mulai berlaku 30 hari sesudah di undangkan dalam Lembaran Negara (LN).  Asas Keberlakuan Undang-Undang Bagi UU ada fiksi hukum : “Setiap orang dianggap mengetahui adanya UU” (in dubio pro rio). Berarti bila ada seseorang melanggar UU, maka ia tidak berkenan membela atau membebaskan diri dengan alasan : “saya tidak tahu-menahu adanya UU itu”. Fiksi ini berhubungan dengan asas “ketidaktahuan akan adanya UU, tidaklah sebagai alasan sebagai pembenar (ignorantia legis eceusat neminem). Asas ini dianut melalui pertimbangan objektif, semua UU di lndonesia dimuat di Lembaran Negara, sehingga dapat diketahui setiap orang. Namun



konsekuensinya



pengumuman



dan



pemuatan UU pada Lembaran Negara adalah memberikan kekuatan pengikat pada UU itu.



Pengantar Ilmu Hukum |93



Di samping itu ada beberapa asas berlakunya UU agar penerapannya tidak bertentangan dan saling tumpang tindih (overlaving) dengan beberapa aturan dalam pelaksanaannya yakni : a. Lex Supriori Derogat Lex Inferiori Berkaitan dengan asas Hirarchis artinya : (1) Peruu tingkatan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peruu yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama (2) Peruu hanya dicabut, diubah, dan ditambah oleh aturan yang sederajat atau lebih tinggi (3) Peruu rendah tidak mempunyai kekuatan hukum atau mengikat jika bertentangan dengan aturan lebih tinggi tingkatnya (4) Materi yang sudah diatur Peruu lebih tinggi tidak dapat lagi diatur oleh aturan lebih rendah. b. Lex Posteriori Derogat Lex Priori Apabila suatu persoalan yang diatur dalam UU yang lama, diatur pula dalam UU yang baru , maka ketentuan UU baru yang berlaku dalam arti UU yang baru mengenyampingkan UU



Pengantar Ilmu Hukum |94



yang lama. Adapun keberlakuansuatu UU tersebut haruslah memenuhi syarat yakni: 1. Peruu yang baru derajatnya lebih tinggi atau paling tidak . . . . . . . . . . 2. Peruu bersifat sejenis atau sederajat; 3. Peruu mengandung kepastian dan ketertiban.



Sebaliknya berlakunya suatu asas ini ada “pengecualian” dalam arti ketentuan yang lama masih bisa untuk diberlakukan sepanjang ketentuannya



menguntungkan



atau



tidak



merugikan bagi tersangka atau terdakwa. Tegasnya keberlakuan asas ini tidak mutlak melainkan ada pengecualian (tetapi juga harus berdasarkan ketentuan dalam UU) sebagaimana adagium : “tiada hukum tanpa pengecualian“ (geen recht zonder uitzondering). c. Lex Specialis Derogat Lex Generalis Undang-Undang itu pada dasarnya mengatur persoalan sifatnya umum dan berlaku umum. Di samping itu ada UU menyangkut hal pokok tetapi pengaturannya secara khusus. Adanya 2 Pengantar Ilmu Hukum |95



kepentingan ini maka keberlakuan asas ini lebih mengutamakan UU khusus dalam arti UU bersifat khusus mengenyampingkan UU umum dengan syarat mempunyai kepastian hukum. Contoh : KUHDagang menyampingkan KUHPerdata (ketentuan umum). KUHPidana Militer menyampingkan KUHPidana (ketentuan umum). d. Retroaktif (UU tidak berlaku Surut) Asas ini pada dasarnya dalam Peruu RI belum ada aturannya, akan tetapi dalam Peruu Hindia Belanda (masih berlaku sekarang atas dasar peralihan hukum dasar negara) terdapat dalam Pasal 2 A.B. (S.1947:23) berbunyi : “De wet verbindt alleen voor het toekomende en heft geen toekomende en heft geen trugwer kendekracht” (UU hanyalah mengikat untuk masa depan dan tidak mempunyai kekuatan berlaku surut). Alhasil UU ini dibuat dengan maksud untuk keperluan masa depan atau peristiwa akan Pengantar Ilmu Hukum |96



datang semenjak UU itu telah diundangkan (mengikat) atau dinyatakan berlaku. Asas ini menurut Amiroeddin Syarif (1987) berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum meliputi : 1. Lingkungan kuasa tempat ( ruimtegebied, territorial sphere) Menunjukkan tempat berlakunya Peruu, apakah berlakunya untuk seluruh wilayah negara atau hanya sebagian wilayah negara? 2. Lingkungan kuasa persoalan (zakengebied, material sphere) Menyangkut masalah atau persoalan yang diatur yakni apakah mengatur persoalan privat atau mengatur persoalan publik. 3. Lingkungan kuasa orang (personengebied, personal sphere) Menyangkut subjek yang diatur, apakah berlakunya setiap penduduk ataukah hanya segolongan (kalangan) dan perorangan. 4. Lingkungan



kuasa



waktu



(tijdsgebied,



temporal sphere)



Pengantar Ilmu Hukum |97



Menunjukkan sampai kapan berlakunya ketentuan hukum yaitu Peruu akan mengikat sejak saat dinyatakan berlaku. Sebaliknya dalam penggunaan asas ini ada pengecualian tidak terlepas dari adagium “Tiada hukum tanpa pengecualian” yaitu pengecualian dapat dilakukan sepanjang tidak merugikan pihak terkena aturan karena misi hukum untuk mengayomi dan mensejahterakan masyarakat bukan menindasnya. Oleh karena itu terhadap kasus kejahatan seperti : HAM berat dan Korupsi diberlakukan secara surut. e. UU tidak dapat digangu gugat Asas ini berkaitan dengan hak menguji Peruu secara materiil (materi) dan formal (tata cara pembentukan), yaitu UU tidak dapat diuji oleh siapa pun, kecuali oleh badan berwenang untuk itu (seperti : MA dan Mahkamah Konstitusi) atau Badan pembentuknya, hal itu pun hanya bisa dilakukan menurut prosedur yang telah ditentukan (misalnya: melalui perkara diajukan baik Kasasi maupun Peninjauan Kembali).



Pengantar Ilmu Hukum |98



 Hierarkhi Peruu Sesuai asas lex supriori derogat lex lnferiori, bahwa UU mempunyai derajat lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan lebih tinggi sehingga penting bagi setiap kalangan hukum mengetahui hirarkhi Peruu yang kini berlaku di negara kita. TAP MPR No.III Tahun 2000 Juncto UU No. 12 Tahun 2011, yang kemudian telah disempurnakan melalui UU No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peruu pada Pasal 7 ayat 1 menyebutkan Jenis dan hierarkhi Peruu seperti bagan berikut : Bagan 6. Jenis dan Hierarkhi Peruu



Pengantar Ilmu Hukum |99



 Berakhirnya Keberlakuan Peruu Suatu peraturan Peruu dinyatakan tidak berlaku lagi apabila : a. Jangka waktu berlakunya telah ditentukan oleh UU telah berakhir; b. UU itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang berwenang atau lebih tinggi; c. Telah diadakan UU baru yang isinya (substansi) bertentangan



dengan



UU



lebih



tinggi



tingkatnya.  Pengundangan Pada zaman Hindia Belanda disebut Staatsblad (disingkat Stb atau S.). Suatu Undang-Undang yang diundangkan dalam Lembaran Negara, ia kemudian diumumkan dalam Berita Negara, setelah itu diberitahukan dalam siaran Pemerintah melalui radio atau televisi dan surat kabar. Adapun beda Lembaran Negara dan Berita Negara adalah: a. Lembaran Negara ialah lembaran (kertas) tempat mengundangkan atau (mengumumkan)



Pengantar Ilmu Hukum |100



semua peraturan negara / pemerintah agar sah berlakunya. Sedangkan penjelasan UU dimuat dalam



tambahan



lembaran



negara



yang



mempunyai nomor berurutan yang diterbitkan Sekretariat Negara, disebutkan tahun penerbitan dan nomornya berurutan. b. Berita Negara suatu penerbitan resmi dari Sekretaris Negara memuat hal berhubungan dengan peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu. 2. Kebiasaan (Custom) Hukum kebiasaan dalam kehidupan masa sekarang ini sudah banyak merosot, tidak lagi merupakan sumber yang penting karena terdesak oleh Peruu dalam arti sistem hukum didasarkan pada hukum Peruu (jus scriptum). Meskipun demikian, kebiasaan tidak bisa ditinggalkan



sekalipun



negara



telah



menjadi



organisasi yang bersifat nasional dan memiliki sistem hukum Peruu, terlebih dalam masyarakat masih mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa peralihan ia tetap dibutuhkan, terutama para hakim yang fungsinya sebagai perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat. Pengantar Ilmu Hukum |101



Berarti di waktu yang bersamaan, di wilayah kita menjumpai dua macam masyarakat yaitu masyarakat hukum dan masyarakat sosial. Masyarakat hukum diorganisir hukum Peruu sedang lainnya oleh normanorma sosial termasuk di dalamnya kebiasaan. Hukum kebiasaan berasal dari hukum asing (Eropa) yang dibawa bangsa asing pada waktu mereka datang dan menetap di lndonesia dan diresapi ke dalam hukum lndonesia sebagai hukum asli. Menurut Bachsan Mustafa (2003) dimaksud resepsi hukum artinya menerima hukum asing sebagai hukum asli sesuatu bangsa. Jadi merupakan hasil akulturasi dari kebudayaan asing dengan kebudayaan asli bangsa lndonesia. Posisi hukum kebiasaan meski bukan merupakan sumber penting dalam masyarakat modern sekarang ini, namun kebiasaan masih sering dijadikan sumber hukum di dalam praktek peradilan dan hukum ketatanegaraan di lndonesia. Kebiasaan merupakan suatu tindakan memuat pola tingkah laku yang bersifat terulang- ulang (ajeg, lazim) dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu berdasarkan keyakinan atau kesadaran sendiri yang mempunyai kekuatan mengikat atau normatif.



Pengantar Ilmu Hukum |102



Menurut Achmad Ali (1988), kebiasaan tidak lain adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang dan dianggap patut untuk dilakukan dan kebiasaan ini kemudian mempunyai kekuatan mengikat. Tegasnya ukuran pola tingkah laku kebiasaan di samping unsur terulang / ajegnya tingkah laku adalah kepatutan, karena perbuatan dirasakan patut maka lalu diulang. Patut / tidaknya itu bukan pendapat perorangan tetapi berdasarkan pendapat masyarakat sebab



tidak



semua



perbuatan



kebiasaan



itu



mengandung hukum yang baik dan adat. Contoh : a. Kebiasaan orang begadang di malam hari b. Kebiasaan orang keluar malam untuk mencuri c. Kebiasaan berpakaian seenaknya. Oleh karena itu hanya kebiasaan yang baik dapat diterima



oleh



masyarakat



dan



sesuai



dengan



kepribadian masyarakat tersebut.  Syarat-syarat Kebiasaan Kebiasaan sebagai perbuatan dilakukan secara berulang,



ini



membawa



kepada



pertanyaan



selanjutnya bagaimana sesuatu itu dapat diterima Pengantar Ilmu Hukum |103



sebagai kebiasaan dalam masyarakat? Untuk menjawabnya, Haryono (1994) mengemukakan beberapa syarat agar dapat diterima secara hukum perlu proses sebagai berikut: a. Kebiasaan itu merupakan perbuatan tetap dan dilaksanakan terus-menerus; b. Kebiasaan tersebut telah diakui masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum. Menurut pendapat modern, syarat-syarat di atas belum lengkap karena harus adanya pengakuan dan pengukuhan dari badan yudisial (pengadilan) maupun



dari



penguasa



berwenang.



Sudikno



Mertokusuma (1986) berpendapat ada dua syarat kebiasaan itu dapat diterima di masyarakat yaitu: 1) Syarat materiil artinya adanya kebiasaan atau tingkah laku tetap atau diulang, artinya adanya rangkaian perbuatan yang sifatnya sama dan berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.



2) Syarat Intelektual artinya kebiasaan itu tidak hanya menimbulkan keyakinan umum (opinion



necessitatis)



juga



merupakan



kewajiban hukum. Pengantar Ilmu Hukum |104



Pendapat



lainnya



menurut



Haryono



(1994)



mengemukakan bahwa perbedaan antara Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu : 1) Segi Asal Kebiasaan merupakan kontak manusia dan masyarakat yang telah diresapi atau diterima, dan masyarakat mengakuinya sebagai suatu keharusan / berkekuatan hukum sedangkan hukum adat merupakan tradisi dari nenek moyang / rakyat yang selalu dipertahankan berdasarkan penguasa atau kepala adat. 2) Segi Bentuk Kebiasaan selalu berbentuk tidak tertulis sedangkan hukum adat merupakan kaedah hukum tidak tertulis dan dapat juga berbentuk tertulis. Menurut Soepomo (1983) Hukum adat sinonim dengan hukum yang tidak tertulis tetapi tidak sama benar karena ada sebagian kecil yang tertulis.



Pengantar Ilmu Hukum |105



Contoh : Hukum adat tertulis tentang Subak yaitu ketentuan hukum adat yang mengatur pengairan sawah di Bali dalam bentuk piagam raja dan surat pengesahan raja atau kepala adat. Di samping adanya perbedaan tersebut, juga ada persamaannya baik hukum adat maupun hukum kebiasaan keduanya merupakan hukum tidak tertulis. 3. Yurisprudensi Istilah Yurisprudensi mempunyai suatu perbedaan di negara yang menganut sistem Anglo Saxon dengan sistem Eropa Kontinental. Ada beberapa istilah sering dipergunakan dan dimuat diberbagai buku antara lain: a. Yurisprudentia (bahasa latin) artinya pengetahuan hukum b. Yurisprudentie (Perancis) artinya Peradilan c. Case Law / Judge Made Law (lnggris) artinya Putusan Hakim d. Jurisprudenz (Jerman) artinya Ilmu Hukum e. Yurisprudensi (praktek) artinya Putusan Hakim. Pengantar Ilmu Hukum |106



Adapun Pembahasan istilah sumber hukum Yurisprudensi di sini dalam arti sebagai “Putusan Pengadilan“ / “Putusan Hakim“ (Judge made law) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkraht) dan sebagai sumber hukum faktuil, yang mengikat para pihak bersengketa. Fungsi hakim adalah mengadili perkara yakni memutuskan atau menyelesaikan segala perselisihan yang timbul antara para pihak bersengketa dan hakim berada di luar pihak yang bersengketa. Hal ini didasarkan pada Pasal 22 AB (algemeene bepalengen van wetgeving voor lndonesie) di undangkan tanggal 30 April 1847 Staatsblad 2/147 telah menyatakan: “Bahwa



hakim



melainkian



tidak



harus



boleh



menolak



menyelesaikan



perkara



perkara



yang



diajukan kepadanya“ atau dengan dalil “Hakim tidak boleh menolak sengketa melainkan harus diputuskan“. Sebaliknya



apabila



menyelesaikan kepadanya



suatu



dengan



seorang perkara alasan



hakim



menolak



yang



diajukan



peraturan



Peruu



bersangkutan tidak jelas atau tidak lengkap maka ia dapat dituntut karena penolakan mengadili.



Pengantar Ilmu Hukum |107



Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu tindakannya dalam mengambil keputusan terhadap sengketa yang diajukan kepadanya dapat berupa: a. Penerapan saja aturan-aturan hukum yang berlaku sebelumnya kemudian dalam menetapkan hukum inconcreto hakim hanya melaksanakan saja hukum in abstracto yang ada dan berlaku sebelumnya. b. Penerapan aturan hukum dari hasil penggalian hakim yang berasal dari karya hakim sendiri (judge made law). Hal demikian terjadi apabila : 1) Aturan hukum in abstracto sudah ada, akan tetapi tafsirannya sudah tidak cocok dengan situasi waktu itu sehingga memerlukan tafsir baru atau materi aturan sudah tidak tepat lagi diterapkan pada masalah konkrit yang timbul. 2) Belum sama sekali ada aturan in abstracto yang berhubungan dengan pokok sengketa. Maka hakim di sini tidak dapat menolak mengadili berdasarkan alasan tidak ada aturan hukumnya. Hakim dengan keyakina sendiri harus mengali



Pengantar Ilmu Hukum |108



nilai-nilai



hukum



yang



hidup



dalam



masyarakat. Selanjutnya fungsi hakim secara praktek dalam mengali dan memutuskan perkara di pengadilan menganut 2 (dua) asas yakni : 1) Asas staredecesis : asas ini mengikatkan hakim pada putusan hakim lain untuk perkara serupa terhadap sesuatu yang akan diputuskan.



Hakim



senantiasa



harus



berpedoman / mengikuti putusan hakim terdahulu apabila dihadapkan pada peristiwa yang sama, ini disebut juga asas precedent, yang dianut bagi negara Anglo Saxon (Inggris dan Amerika). 2) Asas bebas merupakan kebalikan dari asas staredecesis yakni hakim tidak terikat pada keputusan hakim sebelumnya yang akan memutuskan perkara atau peristiwa serupa. Asas ini dianut negara dengan sistem Eropa Kontinental. Di samping itu, terhadap perkara tertentu kedua asas ini terkadang dipraktekan secara kombinasi



Pengantar Ilmu Hukum |109



(bergantian). Contoh: di Inggris para hakim sering melepaskan diri dari keterikatan pada putusan yang lalu, jika kebutuhan masyarakat memang menghendaki lain. Sebaliknya di negara Eropa Kontinental termasuk di lndonesia tidak jarang hakim mengikuti putusan hakim lain terdahulu untuk perkara serupa. 4. Traktat Tractaat atau Treaty adalah perjanjian dibuat antar negara yang dituangkan dalam bentuk tertentu dan mempunyai kekuatan mengikat bagi negara yang mengadakan perjanjian



perjanjian.



Perjanjian



internasional



biasanya



itu



disebut



menyangkut



persoalan penting bagi kelangsungan hidup negara / bangsa. Traktat dibuat oleh Negara atau pemerintah dalam hubungan pergaulan internasional, tidak hanya menentukan



suatu



peraturan tetapi juga



harus



mengindahkan ketentuan internasional. Suatu negara dalam



membuat



kepentingan



Traktat



bangsa



dan



harus



memperhatikan



rakyatnya



sehingga



memerlukan persetujuan wakil rakyat.



Pengantar Ilmu Hukum |110



 Bentuk Traktat Traktat sebagai perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih bisa berbentuk : Perjanjian, Konferensi dan Piagam? Bentuknya antara lain : 1) Traktat Bilateral (twee zijdig) perjanjian yang diadakan oleh dua negara. Contoh : o Perjanjian antara Pemerintah lndonesia dan Malaysia



tentang



perjanjian



ekstradisi



menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik. o Perjanjian antara Pemerintah lndonesia dan Papua Nuigeni tentang perjanjian perbatasan wilayah kedua negara. o Konferensi antara Pemerintah lndonesia dan Belanda tentang Konferensi Meja Bundar di Den Haag. 2) Traktat Multilateral adalah perjanjian diadakan oleh banyak negara.



Pengantar Ilmu Hukum |111



Contoh : o Perjanjian antar tiga negara (lndonesia, Malaysia dan Singapore) tentang status selat Malaka sebagai laut milik bersama ketiga negara tersebut dan bukan laut internasional. o Perjanjian antar negara di Asia tenggara ASEAN tentang kerjasama regional antara rumpun Asia Tenggara. o Perjanjian kerjasama beberapa negara di bidang Pertahanan dan ldeologi seperti NATO (USA) dan SEATO (Uni Sovyet). 3) Traktat Kolektif perjanjian banyak negara yang boleh dimasuki negara lain. Contoh : Piagam PBB adalah perjanjian banyak negara yang diciptakan dan ditanda tangani negara anggotanya melalui wakilnya di San Fransisco pada tanggal 24 Oktober 1945. Lembaga ini membentuk toleransi dan kehidupan bersama untuk mempersatukan suatu kekuatan dalam menegakkan perdamaian dunia dan keamanan



Pengantar Ilmu Hukum |112



lnternasional. lndonesia menjadi salah satu anggota PBB ke-60. Di samping perjanjian antar negara, perjanjian bisa juga menyangkut hubungan antar orang dengan orang lain / badan hukum antara lain : o Perjanjian orang dengan orang lain secara individual menimbulkan suatu hukum privat lnternasional. o Perjanjian yang menyangkut banyak orang menimbulkan hukum publik lnternasional. o Perjanjian antara perorangan dengan badan hukum



(swasta)



menimbulkan



perjanjian



kontrak (overeenkomst). Suatu Traktat (perjanjian) mengikat negaranegara peserta yang didasarkan pada asas ”Pacta Sunt Servanda” ini berasal dari bahasa latin (Romawi) berarti ”Setiap perjanjian itu mengikat” atau dengan perkataan lain bahwa setiap perjanjian harus ditaati oleh mereka yang membuatnya. Namun sering dipersoalkan oleh para ahli hukum, dapatkah traktat secara langsung mengikat semua



Pengantar Ilmu Hukum |113



penduduk di wilayah suatu negara, di sini ada 2 (dua) pendapat yang berbeda yakni : Paul Laband menyatakan bahwa Traktat tak dapat dengan langsung mengikat penduduk di wilayah



negara



karena



Traktat



semata-mata



perjanjian antara negara, jadi hanya merupakan urusan negara tidak melibatkan penduduk atau warganegara. Menurutnya supaya suatu Traktat mengikat penduduk negara, maka perjanjian itu harus lebih dahulu dijadikan hukum nasional berdasarkan UU negara. Berbeda pendapatnya H.J. Hamaker dan Van Vollenhoven menyatakan bahwa Traktat mengikat langsung penduduk, bahkan diakui hukum antar negara lebih tinggi derajadnya daripada hukum nasional.  Penyelesaian Pelanggaran Traktat Pelanggaran dilakukan antar negara terhadap Traktat yang telah disepakati terjadi di antara negara karena subjek hukum dalam traktat itu berbeda, maka cara penyelesaian pelanggaran pun berbeda yakni :



Pengantar Ilmu Hukum |114



1) Apabila sengketa pelanggaran hukum perdata lnternasional dilakukan subjek hukum (manusia pribadi) / badan hukum biasanya diselesaikan badan pengadilan nasional, tempat terjadinya pelanggaran sesuai asas teritorial. Contoh: Tuntutan atas Merek Dagang, Hak Cipta dan Penanaman modal oleh perusahaan di suatu negara maka harus diselesaikan di negara terjadinya pelanggaran itu. 2) Apabila pelanggaran dilakukan oleh badan hukum publik (negara), maka penyelesaiannya melalui Mahkamah lnternasional. Contoh: Sengketa wilayah negara, kekayaan alam, isi lautan dan sebagainya.  Berakhirnya Traktat Suatu traktat dapat berakhir apabila : a. Kedua belah pihak antar negara menghentikan; b. Pecah perang antar negara; c. Tindakan-tindakan negara peserta Pengantar Ilmu Hukum |115



Jelasnya kekuatan mengikat Traktat banyak bergantung hubungan antar negara dan perkembangan di bidang politik terutama Traktat bilateral. 5. Doktrin Doktrin atau pendapat para ahli hukum ternama merupakan sumber hukum faktuil yang sangat penting bagi ilmu hukum dan karena kemajuan pemikiran tentang hukum sangat tergantung kepada pendapat para ahli hukum dalam menyikapi fenomena yang terjadi setiap waktu sesuai perkembangan zaman. Pendapat para ahli hukum sangat berguna dan mempengaruhi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan putusan di pengadilan, dan seringkali hakim menjadikannya sebagai rujukan atau alasan memutuskan perkara dan bagi pengacara sebagai pembelaan perkara baik sumbernya termuat di berbagai buku hukum maupun pendapatnya di forum seminar dan hasil penelitian. Kapan



doktrin



dikategorikan



sebagai



hukum?



Biasanya hakim dalam memutuskan suatu perkara terlebih dahulu rujukannya pada UU, perjanjian internasional dan yurisprudensi. Apabila sumber



Pengantar Ilmu Hukum |116



hukum itu tak dapat memberikan jawaban, maka dicari dasar melalui pendapat sarjana hukum / ilmu hukum. Ilmu Hukum sebagai sumber hukum, tetapi bukan hukum seperti UU karena tidak mempunyai kekuatan mengikat. Meskipun tidak mengikat, tapi cukup berwibawa dan objektif karena mendapat dukungan para sarjana hukum. Oleh karena itu ilmu hukum sering dipergunakan sebagai suatu dasar pertimbangan



untuk



mempertanggung



jawabkan



putusan hukum (Soeroso, 1993). Di samping itu meskipun doktrin sebagai sumber hukum, berlainan dengan Peruu dan Yurisprudensi. Peruu bila sudah diundangkan langsung mengikat penduduk / warga negara, demikian keputusan hakim (yurisprudensi) setelah mempunyai kekuatan tetap, mengikat terhadap pihak bersangkutan (bersengketa). Sedangkan pendapat ahli (doktrin) untuk menjadi sumber hukum memerlukan suatu proses yang membutuhkan waktu tertentu. Bilamana pendapat itu diterima oleh masyarakat barulah menjadi sumber hukum, sebaliknya bila sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan



hukum,



dengan



sendirinya



akan



ditinggalkan orang.



Pengantar Ilmu Hukum |117



BAB 8 SUBJEK DAN OBJEK HUKUM Termasuk pengertian dasar yang harus kita bicarakan dalam ilmu hukum yakni tentang subjek dan objek hukum. Permulaan yang dipertanyakan dalam kedua konsep tersebut apa pengertian dan siapa yang menjadi subjek dan objek hukum? Mutlak harus diketahui sebagai awal dari pengetahuan kita tentang hukum. A. Subjek Hukum Ada beberapa pengertian tentang subjek hukum yang dihimpun dalam berbagai karangan ilmu hukum antara lain : 1. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban atau lebih singkat dapat dikatakan bahwa subjek hukum adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban. 2. Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak / berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum. 3. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. Kemudian setelah mengetahui apa subjek hukum itu? barulah mempertanyakan siapa subjek hukum itu? Subjek



Pengantar Ilmu Hukum |118



hukum itu adalah orang! kalau demikian halnya samakah pengertian manusia dengan orang? Manusia adalah pengertian ”biologis” ialah gejala dalam alam, gejala biologika, yaitu makhluk hidup yang mempunyai panca indra dan budaya. Sedangkan orang pengertian yuridis sebagai gejala hidup bermasyarakat. Di dalam hukum menjadi pusat perhatian adalah orang (person). Menurut hukum modern seperti hukum berlaku di lndonesia, setiap manusia diakui sebagai manusia pribadi artinya diakui sebagai orang (person), karena itu setiap manusia diakui sebagai subjek hukum. Di samping manusia sebagai subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) juga dikenal badan



hukum



(pendukung



hak



dan



kewajiban).



Bila



mempertanyakan siapakah yang termasuk orang menurut hukum? Jawabannya ”Manusia” (naturlijk person) dan ”Badan hukum” (rechtperson). 1.



Manusia sebagai Subjek Hukum Menurut hukum yang berlaku, setiap manusia mempunyai



hak dan kewajiban. Hak dan kewajibannya dilindungi hukum semenjak ia masih dalam kandungan ibunya hingga meninggal dunia maksudnya setiap manusia sebagai subjek hukum, sejak ia masih dalam kandungan ibunya meski ia belum lahir, dianggap telah lahir apabila kepentingan si anak menghendaki. Pengantar Ilmu Hukum |119



Sebaliknya dianggap tak pernah ada manakala anak itu meninggal saat dilahirkan atau sebelumnya. Contoh : a. Larangan penguguran kandungan (aborsi) sebelum masa anak dilahirkan; b. Larangan terhadap perampasan haknya yang menyebabkan kehilangan semua hak-hak kewarganegaraan (kematian perdata); c. Larangan merampas dan menghilangkan HAM dalam arti tidak suatu hukum pun dapat mengakibatkan bisa menghilangkan semua hak-hak kewarganegaraan. Oleh karena itu dapat dikatakan manusia sebagai subjek hukum ada beberapa hal pandangan atau segi yakni : a. Pandangan Dunia menyatakan setiap manusia mempunyai kepribadian yang dijamin oleh hukum, sejak ia lahir sampai mati maka selama itu pula haknya tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. b. Hukum Modern menyatakan setiap manusia sebagai subjek hukum dan sama-sama sebagai makhluk Tuhan maka haknya diperlakukan sama bagi seluruh ummat manusia tanpa memandang atau mengenal perbedaan warna kulit, ras, bangsa, jenis



kelamin, golongan,



agama



dan



kedudukan (pangkat). Pengantar Ilmu Hukum |120



c. Pandangan Agama bahwa manusia sebagai subjek hukum dilindungi haknya sejak benih / pembibitan ada pada kandungan ibunya sampai ia meninggal. d. Sistem Hukum lndonesia yang berlaku setiap manusia (WNI) berhak atas kehidupan dan penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya termasuk orang asing sepanjang tidak merugikan kita. Dengan demikian, maka manusia sebagai subjek hukum dalam bertindak dan melaksanakan hak dan kewajiban dilindungi hukum, disamping itu ia dituntut harus cakap melakukan tindakan / perbuatan hukum dalam arti dianggap cukup untuk mempertangungjawabkan sendiri tindakannya. Namun kenyataannya tidak setiap manusia memiliki kecakapan untuk melakukan tindakan hukum atau cakap untuk bertindak. Golongan manusia yang tidak cakap untuk bertindak itu menurut Achmad Ali (1988) disebut pula dengan istilah ”Personal Miserabile”, mereka ini terdiri atas : a. Manusia belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin (minderjarigheid) b. Manusia dewasa yang berada di bawah pengampunan (kuratele); c. Isteri yang tunduk pada KUHPerdata (BW). d. Orang dinyatakan Pailit



Pengantar Ilmu Hukum |121



Pengecualian mengenai subjek hukum tidak lain untuk melindungi kepentingan orang-orang yang tergolong tidak cakap melakukan tindakan atau perbuatan hukum karena dikuatirkan jika mereka melakukan tindakan akan merugikan kepentingan diri sendiri baik dari ”perkataan” (verbentenis) maupun ”tanggung jawab”.  Manusia belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin Seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin oleh hukum belum dibenarkan melakukan tindakan hukum sendiri, meskipun oleh hukum sejak ia masih dalam kandungan ibunya, kalau kepentingannya menghendaki ia sudah merupakan subjek hukum yakni sebagai pendukung hak dan kewajiban. Misalnya beberapa kasus/peristiwa terjadi yang dapat dihimpun sebagai berikut: 1) Seorang kakek sebelum wafat menghibahkan sebuah rumahnya pada cucunya yang masih dalam kandungan ibunya, berarti meskipun cucunya dalam kandungan ibunya sudah memiliki kewenangan hukum untuk menerima penghibahan rumah itu (sah). Tetapi andai kata bila si cucu tadi meninggal ketika dilahirkan, ia dianggap tidak pernah dihibahkan oleh si kakek. 2) Jika si cucu tadi hidup terus dan usianya telah mencapai 10 tahun, maka walaupun ia sebagai pemilik dari rumah Pengantar Ilmu Hukum |122



tersebut, senantiasa si cucu tidak dapat menjualnya atau mengalihkannya kepada orang lain tanpa persetujuan dan / diwakili oleh walinya. Umumnya wali itu orang tua dari anak kecuali orang tuanya tidak ada maka diwalikan pada keluarga lain yang terdekat (berusia di atas 21 tahun). 3) Kemudian jika dalam usia 18 tahun, si cucu tadi menikah, meski usianya belum 21 tahun, tetapi atas pernikahanya sudah dianggap cakap melakukan tindakah hukum yakni menjual / mengalihkan rumah itu dengan sendirinya.  Manusia dewasa berada di bawah pengampunan Setiap manusia telah berusia di atas 21 tahun, telah dianggap cukup untuk berbuat atau bertindak kecuali bagi yang sedang atau di bawah pengampunan seperti : 1) Orang sakit ingatan, dapat dibedakan yang mengindap : a. Neurosis (orang yang rusak sebagian dari sistem kejiwaannya) b. Psikopat (orang menderita penyakit kejiwaannya yang lebih berat (gila). 2) Lemah kemampuan berpikir (dungu dan dungu disertai suka mengamuk). 3) Pemboros / Pemabuk (atas perbuatannya dikuatirkan merugikan dan menelantarkan keluarganya).



Pengantar Ilmu Hukum |123



Orang-orang



tersebut



di



bawah



pengampunan



(kuratele) atau subjek hukum yang tergolong manusia pribadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Mereka ini dinamakan dengan ”kurandus”



sedangkan orang yang



mengawasinya disebut ”kurator”.  Istri tunduk pada KUHPerdata Ketentuan ini merupakan hukum barat yang dianut dalam sistem hukum Eropa Kontinental. Menurut ketentuan ini dalam satu keluarga tidak boleh terjadi seperti ibarat : ”sebuah kapal dengan dua nakhoda” melainkan cukup satu nakhoda saja. Di dalam keluarga sudah dibagi peran dan tugasnya yakni : a. Suami sebagai kepala keluarga b. Isteri sebagai pengatur keluarga (rumah tangga). Untuk itu peran isteri berada di bawah suami dalam arti segala urusan rumah tangga dan keperluan sehari-hari termasuk melakukan tindakan hukum harus mendapat izin dari suami. Jelasnya si isteri tidak bisa melakukan perbuatan hukum kecuali mendapat izin dari suami. Di lain pihak menurut UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah menyebutkan bahwa : ”hak dan kedudukan isteri dan suami adalah sama dalam kehidupan Pengantar Ilmu Hukum |124



rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat,



masing-masing



pihak



berhak



melakukan



perbuatan hukum”. Di dalam UU ini disebutkan pula adanya pembagian tugas antara suami dan isteri yakni: suami adalah kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah tangga.  Orang dinyatakan Pailit Orang bersangkutan dilarang Undang-undang untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum karena dinyatakan “pailit” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1330 BW Juncto UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Adanya beberapa golongan manusia oleh hukum dianggap tidak cakap untuk bertindak apabila melakukan perbuatan hukum dalam arti perbuatan hukum dilakukan tetap sah dan tidak batal demi hukum, hanya saja dapat dibatalkan oleh hakim atas tuntutan wakil atau walinya. Sebaliknya ketidakcakapan seseorang tersebut tidaklah mempengaruhi timbul atau tidaknya akibat hukum dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Selanjutnya



dapatkah



Binatang



menjadi



subjek



hukum? Jawabannya Tidak karena meskipun binatang itu sebagai makhluk hidup dan bernyawa seperti manusia tetapi menurut hukum tidak mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia kecuali peristiwa / kasus dialami pada abad



Pengantar Ilmu Hukum |125



pertengahan di Eropa Barat, pernah terjadi hukum ditegakkan sama antara manusia dan binatang. Kalau ada binatang yang melakukan pelanggaran seperti : kejahatan, dan merusak tanaman akan dibawa ke Pengadilan untuk dituntut, dan binatang itu perlu dibela seorang pembela tanpa pandang bulu dan menjadi kebiasaan apabila seekor binatang dihadapkan



ke



muka



Pengadilan



karena



melakukan



kejahatan. Di Abad Pertengahan terjadi peristiwa binatang sebagai subjek hukum ditegakkan sama dengan manusia seperti dikemukakan oleh Horkaenis (Soeroso, 1993) yaitu :



a. Pengadilan di Zurich (Jerman) di abad 15 telah mengadili ”seekor srigala” yang dipersalahkan telah membunuh dua orang anak secara kecam. Persidangan diadakan secara terbuka dan dihadiri para pejabat dan masyarakat luas. Seorang penuntut umum memerintahkan membawa terdakwa (srigala) berada dalam kandang ke depan sidang dan menguraikan kesalahannya. Advokat melakukan pembelaan dengan alasan pembelaan berdasarkan hukum dan keterangan saksi. Setelah bersidang, terakhir hakim menjatuhkan



putusan



eksekusi



mati



dengan



cara



digantung dt depan masa. b. Di Bougandie (Belanda) pada abad 14 telah dihadapkan ke Pengadilan 14 ekor babi dipersalahkan mengeroyok / Pengantar Ilmu Hukum |126



membunuh seorang anak laki-laki berumur 14 tahun, karena anak itu mengusik anak-anak babi yang masih kecil. Pengadilan memutuskan kesemua babi itu telah bersalah, kemudian pemilik babi itu menghadap kepada Pemerintah dengan memohon ampun (grasi) atas 11 ekor anak babi yang tidak berdosa karena membunuh anak tersebut hanya para induknya sebanyak 3 (tiga) ekor meskipun anak-anak babi itu tidak mencegah ataupun memberi pertolongan / peringatan kepada anak itu. Ternyata permohonan itu dikabulkan dan anak-anak babi itu dibebaskan dari hukuman, sehingga dijatuhi hukuman hanya induknya saja. c. Di daerah Autum (Perancis) pada abad pertengahan pernah diadakan Peradilan terhadap tikus-tikus yang merusak tanaman para petani sehingga panen gagal. Para petugas disebar ke segala penjuru dengan meneriakkan pangilan supaya tikus-tikus datang menghadap tetapi tikus-tikus



tidak



ada



yang



menghadap



sehingga



diteriakkan pangilan yang kedua, juga tidak seekorpun tikus yang datang maka para penegak hukum bersepakat memberikan hukum atas penegak hukum atas kejahatan tikus-tikus yang tidak mengindahkan panggilan.



Pengantar Ilmu Hukum |127



Kemudian si advokat membela dan melindungi kliensnya para (tikus-tikus) terhadap tindakan hakim. Menurutnya para tikus-tikus tidak mau datang karena merasa takut pada kucing dan anjing. Keputusan hakim kepada petani harus berani dan sanggup memberikan jaminan kepada para tikus dalam perjalanan ke pengadilan. Pengadilan menyetujui pembelaan advokat tetapi para petani tidak setuju, akhirnya perkara itu dibatalkan dan tikus-tikus dibebaskan tuduhan hukum. Setelah di abad pertengahan, berakhirlah binatang dijadikan sebagai subjek hukum dalam arti binatang disamakan



manusia.



Walaupun



binatang



melakukan



kejahatan dan perusakan terhadap tanaman petani ia tidak bisa lagi dituntut di Pengadilan. Contoh : Peristiwa ini pernah terjadi di lndonesia 03 Desember 2005 di desa Segamit Kecamatan Semende Darat Ulu Kabupaten Muara Enim Palembang (Sumsel),  9 (sembilan) ekor gajah mengamuk dan memporak-porandakan tanaman sayur (kol) milik petani di ladangnya. Melihat kondisi kebunnya tersebut petani bermaksud mengusirnya dengan mengunakan sebilah pisau, namun gajah itu bukannya lari malah mengejar petani dan ketika akan menyelamatkan diri dari kejaran gajah petani itu jatuh, maka saat itulah gajah-gajah Pengantar Ilmu Hukum |128



tersebut menginjak perut korban hingga tewas (SKH Banjarmasin Post, 4 Desember 2005). 2.



Badan Hukum sebagai Subjek Hukum Badan hukum merupakan perkumpulan dibentuk oleh



manusia dan bekerjasama untuk tujuan-tujuan tertentu yang pembentukannya berdasarkan persyaratan telah ditentukan oleh hukum dalam arti badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban tidak berjiwa, sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban berjiwa yakni manusia dan merupakan gejala sosial yang diakui dalam pergaulan hukum. Badan hukum ini dianggap juga sebagai ”orang” (person) oleh hukum karena badan hukum mempunyai hak dan kewajiban tersendiri dan terpisah dari manusia yang menjadi pengurusnya demikian juga dengan kekayaan yang dimilikinya.  Syarat Badan Hukum Badan hukum sebagai subjek hukum dalam pergaulan hukum harus mempuyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yakni : a. Memiliki kekayaan yang terpisah daripada kekayaan anggotanya; b. Mempunyai kepentingan sendiri; c. Adanya tujuan tertentu; d. Mempunyai organisasi yang teratur. Pengantar Ilmu Hukum |129



Terpenuhinya keempat syarat tersebut, barulah perkumpulan itu dapat dianggap sebagai badan hukum. Persyaratan itu penting untuk membedakan segala tindakan hukum badan tersebut dengan manusia pengurusnya.  Macam Badan Hukum Menurut bentuknya badan hukum dapat dibedakan menjadi 2 dua bagian : 1. Badan Hukum Publik (publik rechtspersoon) Badan ini didirikan menyangkut kepentingan publik (orang banyak atau negara). Badan ini dibentuk oleh pihak berkuasa berdasarkan Peruu. Contoh : Negara, Propinsi, Kabupaten, Kota, Perusahaan Negara (Bank Umum, BUMN). 2. Badan Hukum Privat Badan ini disebut juga badan hukum perdata atau sipil yakni



badan



hukum



yang



didirikan



menyangkut



kepentingan pribadi bersifat swasta untuk tujuan mencari keuntungan, sosial politik dan kebudayaan. Menurut tujuannya badan hukum privat dibagi : a. Badan hukum bertujuan mencari keuntungan (PT, Firma, CV) b. Badan hukum bertujuan amal (yayasan, badan wakaf, perkumpulan gereja)



Pengantar Ilmu Hukum |130



c. Badan



hukum



bertujuan



memenuhi



kebutuhan



anggota (koperasi, parpol). Menurut jenisnya badan hukum dibagi 2 golongan: 1) Korporasi : gabungan orang-orang yang berbadan hukum dan pengurusnya mempunyai hak dan kewajiban tersendiri. Badan hukum dibentuk dengan sengaja dan sukarela untuk memperkuat kedudukan ekonomis, kebudayaan, sosial dan politik. 2) Yayasan : merupakan badan hukum yang didirikan oleh para pendiri dengan tiada anggota tetapi mempunyai pengurus untuk tujuan sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan.



Menurut tata / aneka hukum lndonesia badan hukum dibagi ke dalam : 1) Badan hukum Eropa (Belanda) seperti : Negara, PT, dan Perhimpunan. 2) Badan hukum lndonesia antara lain : Perhimpunan, Yayasan dan Badan Wakaf.



Pengantar Ilmu Hukum |131



Bagan 7. Macam-Macam Badan Hukum



 Perbuatan Badan Hukum Badan hukum sebagai subjek hukum digolongkan sama



seperti



orang (manusia



tidak berjiwa) dalam



melakukan tindakan / perbuatan tidak dapat melakukan secara sendiri melainkan harus diwakili oleh orang-orang / manusia dalam perkumpulan tersebut. Dalam arti orangorang itu bertindak/berbuat bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk dan atas nama badan hukum, hal ini sering Pengantar Ilmu Hukum |132



disebut ”organ” (alat perlengkapan badan terdiri atas : pengurus, direksi dsb). Kemudian dengan cara apa organ itu berbuat dan tidak boleh diperbuat? Semua ini lazimnya ditentukan oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) badan hukum. Tegasnya organ badan hukum tidak dapat berbuat sewenang-wenang, tetapi dibatasi peraturan intern yang berlaku dalam badan hukum itu, baik termuat dalam AD/ADRT maupun peraturan lainnya. B.



Objek Hukum Pengertian objek hukum adalah segala sesuatu yang



bermanfaat bagi subjek hukum (manusia / badan hukum) serta yang dapat menjadi objek dalam suatu perhubungan hukum. Objek hukum sering juga disebut ”benda” (zaak), yaitu segala barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang. Sesuatu benda agar menjadi objek hukum haruslah memenuhi persyaratan yakni : 1. Berguna bagi subjek hukum; 2. Dapat menjadi objek suatu hubungan hukum; 3. Dapat dikuasai oleh subjek hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |133



Contoh: A dan B mengadakan perjanjian sewa-menyewa rumah. Rumah adalah objek hukum karena sebagai benda (zaak).  Macam-macam Benda (zaak) Benda di sini dapat dibedakan beberapa bagian sebagaimana diatur di dalam Buku II KUHPerdata tentang benda (zaak) yakni : berwujud dan tidak berwujud, bergerak dan tidak bergerak antara lain pembagiannya :



Pengantar Ilmu Hukum |134



Bagan 8. Macam-macam Benda BERGERAK (Roerende Zaken)  Menurut sifatnya bergerak sendiri (Hewan)  Dapat dipindahkan (buku, meja dsb)  Ketentuan UU BERWUJUD (dapat diraba, dilihat, dirasakan)



)pancaindera) TAK BERGERAK (Onroerende Zaken)  Menurut Sifatnya (tanah dan bangunan di atas dan bawahnya)  Men. Tujuannya (mesin cetak, bubut)  Ketentuan UU



MACAM BENDA



(hanya dapat dirasakan tanpa dilihat Pancaindera)



TIDAK BERWUJUD



  



Hak Merek Hak Cipta Hak Paten



Pengantar Ilmu Hukum |135



Keterangan : a. Benda Berwujud yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan pancaindera. Benda berwujud dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian : 1) Benda bergerak (roerende zaken) a) Menurut sifatnya dapat bergerak sendiri (hewan). b) Dapat dipindahkan (buku, meja dan arloji). 2) Benda tidak bergerak (onroerende zaken) a) Menurut sifatnya (tanah, semua dibangun di atasnya (rumah),



sesuatu



yang



terkandung



dalam tanah



(kekayaan alam) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). b) Menurut tujuannya (sifatnya termasuk benda tak bergerak seperti : alat percetakan ditempatkan di ruangan (mesin cetak, bubut). c) Penetapan Undang-undang yaitu : 1. Kapal Terbang (Benda bergerak digolongkan benda tetap) sebagaimana diatur dalam Ordonantie No.100 Tahun 1939. 2. Kapal di Laut berukuran



 20 m3 (meter kub.)



dimasukkan benda tetap < 20 m3 (meter kub.) dimasukkan sebagai benda bergerak sebagaimana diatur dalam dalam Buku II KUHDagang (Wetboek van koophandel). Pengantar Ilmu Hukum |136



b. Benda Tak Berwujud yaitu segala benda yang hanya dapat dirasakan oleh panca indera, tetapi tidak dapat dilihat. Berarti tak bisa direalisasikan menjadi kenyataan (seperti : Hak Merek, Hak Paten, Hak Cipta, Karya budaya, Lagu, Musik dsb) sebagaimana diatur di Auteurswet 1912 dan sekarang diatur dalam UU Hak Kepemilikan Intelektual (HAKI). Selanjutnya timbul pertanyaan apakah manusia bisa sebagai objek hukum? Jawabnya ”dapat” sepanjang hak dan kewajibannya



sebagai



subjek



hukum



dilenyapkan



atau



ditiadakan / dicabut, maka manusia di sini dianggap sebagai benda yang dijual belikan, disewakan, disiksa bahkan disembelih seperti : binatang tanpa adanya pembelaanpun. Keadaan semacam ini pernah terjadi zaman perbudakan abad 15 - 20 yakni antara orang kulit putih dan orang Negro (Afrika). Mereka dibujuk, dijanjikan pekerjaan dan dipaksa meninggalkan benua hitam Afrika dan dibawa orang kulit putih sebagai budak untuk dipekerjakan di perkebunan kapas dan lain-lain di bagian selatan Amerika Serikat dan kalau budak itu malas atau letih akan dicambuki / disiksa secara kejam. Lebih jauh lagi terlihat bahwa budak itu diperdagangkan di antara pedagang budak, diternakan seperti ayam dan sapi



Pengantar Ilmu Hukum |137



dengan bibit unggul yang nantinya melahirkan budak kuat sehingga dapat dijual belikan dengan harga lebih tinggi. Setelah berlangsung cukup lama, abad ke 20 sistem perbudakan mulai dihapuskan dan diatur serta dicetuskan dalam bentuk perjanjian dan pernyataan bersama bagi negara di dunia. Di negara kita dimuat dalam penjabaran Sila ke 2 Pancasila (Kemanusiaan) yaitu : ”Melarang manusia dijadikan suatu objek hukum, diperlakukan sebagai benda / objek yang dapat dijual belikan, digadaikan dsb”. Pasal 10 UUDS 1950 menyebutkan : ”Tidak seorang pun boleh diperbudak, diperlakukan / diperhamba”.



Pengantar Ilmu Hukum |138



BAB 9 PERISTIWA, AKIBAT HUKUM DAN ASAS-ASAS HUKUM A. Peristiwa Hukum Apabila diamati kegiatan masyarakat setiap harinya selalu mengadakan hubungan antara sesamanya, sudah barang tentu menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan suatu akibat dinamakan ”Peristiwa hukum” atau ”Kejadian / Perbuatan hukum” dengan kata lain peristiwa dalam masyarakat yang akibatnya diatur oleh hukum. Misalnya : ”Seseorang meminjam uang dari orang lain atau Bank” Berarti kegiatan tersebut terjadi atau sudah menimbulkan peristiwa yakni peristiwa ”pinjam meminjam” dan hukum telah menetapkan suatu kaedah yang menentukan bahwa si peminjam berkewajiban mengembalikan uang dipinjamnya dan bagi pemilik berhak untuk menagih uang yang dipinjamkannya. Oleh karena itu jelaslah peristiwa apa saja terjadi dalam masyarakat yang membawa akibat hukum dinamakan peristiwa hukum, sedangkan peristiwa yang tidak membawa akibat hukum bukanlah sebagai peristiwa hukum. Selanjutnya kapankah peristiwa merupakan peristiwa hukum? Jawabnya Pengantar Ilmu Hukum |139



apabila peristiwa itu terdapat dalam kaedah hukum yang mengatur akibat dari peristiwa itu. Dengan kata lain Soediman Kartohadiprojo (1977) menyatakan suatu peristiwa merupakan peristiwa hukum karena terdapat kaedah hukum yang memberi akibat hukum terhadap peristiwa tersebut. Tegasnya menjadi tolak ukur suatu peristiwa hukum atau tidaknya adalah ”kaedah hukum”. Adakah kaedah hukum mengatur dan memberi akibat hukum terhadap peristiwa itu? Hanya peristiwa diatur kaedah hukum yang menimbulkan akibat hukum maka dinamakan peristiwa hukum. Peristiwa hukum menurut isinya dikenal ada 2 (dua) macam yakni : 1. Peristiwa karena perbuatan subjek hukum, perbuatannya dapat dibedakan ke dalam : a. Perbuatan hukum Setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum atau perbuatan itu memang dikehendaki subjek hukum untuk melakukannya. Perbuatan ini dapat dibagi yaitu : 1) Perbuatan sepihak / bersegi satu yakni suatu perbuatan dan akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak seseorang dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak saja tanpa memperoleh persetujuan pihak lain.



Pengantar Ilmu Hukum |140



Contoh : a) Membuat surat wasiat b) SIM c) KTP d) Surat Nikah 2) Perbuatan dua pihak / bersegi dua yakni perbuatan dan akibat hukumnya dikehendaki oleh dua belah pihak atau lebih dan menimbulkan hak dan kewajiban ke dua belah pihak yang bersifat persetujuan atau perjanjian. Contoh : a) Jual Beli b) Sewa menyewa c) Pinjam meminjam d) Perikatan b. Perbuatan bukan perbuatan hukum Setiap perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan subjek hukum sedangkan akibat hukumnya tidak dikehendaki pelakunya, meskipun akibatnya telah diatur oleh hukum. Perbuatan ini dapat dibagi ke dalam :



Pengantar Ilmu Hukum |141



1) Perbuatan tidak dilarang oleh hukum, perbuatan ini seperti : a. Zaakwarneming yaitu tindakan memperhatikan kepentingan orang lain padahal tanpa diminta oleh yang bersangkutan (Pasal 1354 KUHPerdata). Misalnya : Si A



: Sedang sakit luka karena terjadinya musibah gempa sehingga ia tidak dapat memperhatikan kepentingannya sendiri.



Si B



: Merasa peduli, kasihan dengan kondisi dan kepentingan A padahal tanpa diminta atau disuruh oleh A.



Si B



: Menurut



hukum



wajib



meneruskan



perhatiannya sampai si A sembuh dari luka dan dapat kembali memperhatikan kepentingannya. b. Onverschuldigde betaling yakni suatu tindakan pembayaran utang yang sebenarnya orang yang bersangkutan tidak ada utang (Pasal 1359 BW). Misalnya : A membayar utangnya kepada B karena ia merasa mempunyai utang tetapi sebenarnya si A tidak mempunyai utang kepada B.



Pengantar Ilmu Hukum |142



2) Perbuatan dilarang oleh hukum adalah semua perbuatan yang bertentangan atau melangar hukum dan akibat hukum yang timbul diatur oleh hukum meski



itu



tidak



dikehendaki



oleh



pelakunya.



Perbuatan ini dalam hukum seperti : Onrechtmatigedaad : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, dan mewajibkan pada orang itu yang karena kesalahannya mengganti kerugian (Pasal 1365 BW). Perbuatan melanggar hukum tidak hanya meliputi perbuatan yang bertentangan dengan UU, melainkan bertentangan dengan segala sesuatu di luar UU, Adapun unsur-unsur dapat digolongkan perbuatan melanggar hukum antara lain : a. Perbuatan Hal ini terjadi karena tindakan atau kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan atau tidak



melakukan



sesuatu



yang



seharusnya



dilakukan. b. Melanggar Dimaksudkan perbuatan melanggar apabila yang dilanggar itu hukum berlaku, hak orang lain dan kelalaian dalam melanggar hak orang lain.



Pengantar Ilmu Hukum |143



c. Kerugian Maksudnya pihak lawan menderita kerugian, dan hal itu dapat bersifat : 1. Kebendaan Misalnya : Kerugian dalam tabrakan mobil, rusaknya rumah, hilangnya keuntungan dll. 2. Tidak bersifat kebendaan Misalnya : a) Dirugikan nama baik seseorang, hilangnya kepercayaan orang lain, pelanggan dalam perdagangan dan pencemaran lingkungan b) Seseorang tertabrak mobil sehingga ia menjadi cacat (patah tulang, geger otak) apakah kerugian itu cukup si pelaku hanya membayar ganti rugi? dengan membayar biaya rumah sakit, sebab setelah orang itu sembuh ternyata cacat seumur hidup. c) Seseorang tinggal di lokasi dan tempatnya dekat pembuangan sampah akan membawa akibat udara berbau busuk dan tidak segar. d) Disebuah desa didirikan pabrik akibatnya penduduk itu dirugikan dengan suara bising pabrik / industri dan pembuangan limbah sehingga lingkungan menjadi tercemar. Pengantar Ilmu Hukum |144



d. Kesalahan Dimaksudkan perbuatan salah dan tidak dapat dibenarkan. Kesalahannya dapat terjadi karena disengaja dan tidak sengaja. 2. Peristiwa bukan perbuatan subjek hukum (karena perbuatan lain), Hal ini disebabkan antara lain : a. Keadaan nyata seperti :  Seseorang menjadi gila (Pasal 433 BW);  Kepailitan (Pasal 13 UU Kepailitan) b. Peristiwa tertentu, dibagi menjadi 2 hal : 1) Di luar tindakan manusia, akibat lain seperti :  Rumahnya terbakar  Banjir, bandang, tsunami, gempa, tanah longsor  Kedaluarsa telah diatur dalam KUHPerdata : Pasal 1946 : ”Suatu



upaya



dibebaskan



dari



perikatan dengan lewatnya masa waktu



tertentu



dengan



syarat



ditentukan oleh UU”. Pasal 1967 : ”Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat suatu kebendaan maupun perorangan hapus karena lewatnya waktu selama 30 tahun”. Pasal 78



: ”Hak menuntut gugurnya perkara apabila masa waktunya sudah lewat. Pengantar Ilmu Hukum |145



Misalnya : a) Pelanggaran / kejahatan (percetakan), gugur apabila lewat 1 tahun. b) Hukuman penjara 3 tahun, gugur apabila lewat 6 tahun. c) Hukuman penjara selama  3 tahun, gugur apabila lewat 12 tahun. d) Hukuman seumur hidup / mati, gugur apabila lewat 18 tahun. 2) Ada hubungan dengan tindakan manusia (secara fisik)  Kelahiran : membawa kewajiban bagi orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya (Pasal 298 KUHPerdata). Kemudian apabila orang tua (suami/isteri) terjadi perceraian, maka kewajiban bapak terhadap anaknya memberikan biaya hidup dan pendidikan meskipun anak itu ikut ibunya.  Kedewasaan : berkewajiban anak telah dewasa (mampu) memberi biaya kepada orang tuanya, terlebih ia tidak mampu / bekerja. Hal ini termasuk juga bagi anak menantu.  Kematian : sebab kematian maka menjadi hilang dan lenyapnya hak dan kewajiban yang meninggal dan selanjutnya timbulah hak dan kewajiban pada ahli warisnya. Pengantar Ilmu Hukum |146



Bagan 9. Peristiwa dan Perbuatan Hukum



B.



Akibat Hukum Akibat hukum mempunyai relevansi dengan peristiwa



sebelumnya dalam arti bahwa lahirnya akibat hukum tidak lain sebagai dampak adanya perbuatan / tindakan hukum yang



Pengantar Ilmu Hukum |147



dilakukan oleh subjek hukum baik manusia ataupun badan hukum terhadap sesuatu. Secara definisi akibat hukum dimaksudkan segala akibat terjadi dari perbuatan hukum yang dilakukan subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat lain disebabkan karena kajadian tertentu dan oleh hukum itu sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum (A.Ridwan Halim, 1985). Dengan perkataan lain akibat perbuatan dilakukan subjek hukum untuk memperoleh akibat yang dikehendaki pelaku itu sendiri atas dasar aturan hukum. Akibat hukum inilah menimbulkan hak dan kewajiban bagi subjek hukum. Suatu peristiwa hukum dilakukan, akibat hukum wujudnya bisa berbentuk sebagai berikut : 1. Lahirnya, berubahnya dan Lenyapnya Keadaan hukum Contoh : Bila sudah dewasa (berusia 21 tahun / menikah), akibat hukumnya semula ia tidak dibenarkan melakukan tindakan hukum berubah sudah dianggap cakap melakukan tindakan hukum. Kemudian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bila ia sedang / dibawah pengampunan (sakit ingatan (gila),



lemah



berpikir



(dungu)



menjadi



lenyaplah



kewajibannya melakukan tindakan hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |148



2. Lahirnya, berubahnya dan Lenyapnya Hubungan hukum Contoh : A melakukan perbuatan jual beli dengan B, sejak itu berubah dengan timbulnya hak dan kewajiban keduanya (pemilik dan pembeli barang). Sebaliknya bila jual beli telah di akadkan (pembeli sudah membayar lunas dan pemilik menyerahkan barangnya), sejak itu menjadi lenyaplah hubungan hukum tersebut. 3. Lahirnya Sanksi hukum apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum Contoh : Seorang pencuri di vonis hukuman penjara karena perbuatannya mengambil barang orang lain tanpa hak atau secara melawan hukum. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 362 KUH Pidana menyatakan : ”Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan melawan hak dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyakbanyaknya sembilan ratus rupiah”. C.



Asas-Asas Hukum Sebelum kita menjelaskan maksud asas hukum, maka



terlebih dahulu kita melihat pengertian dari asas itu sendiri. Istilah asas dalam bahasa lnggris dipadankan dengan kata azas, Pengantar Ilmu Hukum |149



principle. Sedangkan menurut kamus umum bahasa lndonesia berarti : dasar, alas, pedoman atau makna lainnya bisa berarti sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir / berpendapat (WJS.Poerwadarminta, 1985). Sumber lain dari Kamus Lengkap Bahasa lndonesia mempunyai arti : dasar, hukum-dasar cita-cita (Amran YS Chaniago, 2002). Pendapat berbeda dari R.H. Soebroto Brotodiredjo (1984) dimaksud asas adalah sumber atau sebab yang menjadi pangkal tolak sesuatu. Ketiga pengertian itu secara hakiki bahwa asas merupakan dasar (pokok) tempat menemukan kebenaran atau sebagai tumpuan berpikir / berpendapat. Apa dimaksud Asas Hukum? hakekatnya merupakan dasar-dasar umum yang mengandung nilai-nilai etis dalam peraturan hukum dalam arti hukum itu sebagai penjabaran / realitas dari asas hukum. Begitu mendasarnya nilai ini tidak berlebihan apabila Satjipto Rahardjo (1996) mengatakan bahwa : ”Asas hukum adalah unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum merupakan ”jantungnya” peraturan hukum karena ia sebagai landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum atau layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum (ratio legis)”. Bila dicermati pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa asas hukum sangat menentukan peraturan hukum karena mengandung nilai-nilai, cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat. Pengantar Ilmu Hukum |150



Kemudian di lain pihak George W. Paton (1946) mengatakan bahwa : ”Asas hukum itu tidak akan habis kekuatannya melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja terus melahirkan peraturan selanjutnya. Ia sebagai suatu sarana yang membuat hukum itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang di samping itu menunjukkan juga hukum itu bukan hanya sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan belaka”. Di samping itu Van Eikema Hommes (dalam Sudikno Mertokusumo (1986) telah menyatakan bahwa : ”Asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkrit tetapi sebagai dasar umum (petunjuk) bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum. Dengan kata lain asas hukum adalah dasar (petunjuk arah) dalam pembentukan hukum positip.” Tegasnya, asas hukum bukanlah peraturan hukum tetapi tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asasasas hukum yang ada di dalamnya. Oleh karena itu untuk memahami hukum suatu bangsa dengan sebaik-baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan-peraturan hukum saja, melainkan harus mengalinya sampai kepada asas-asas lainnya. Berarti asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum suatu negara. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud asas hukum berisi nilai-nilai etis yang terkandung Pengantar Ilmu Hukum |151



dalam masyarakat yaitu : cara bersikap, bertindak dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bahkan sampai ada orang mengidentikkan dengan jiwa atau rohnya hukum. Pada bagian ini selanjutnya dikemukakan ada beberapa asas hukum sering dikenal dan digunakan dalam melahirkan sejumlah peraturan hukum diantaranya : 1. Asas Hukum terdapat dalam HUKUM ACARA PIDANA a. Ius curia novit atau hakim dianggap tahu hukum. Asas hukum telah melahirkan sejumlah peraturan hukum antara lain : (1) Pasal 14 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970. Pengadilan tidak



boleh



menolak



untuk



memeriksa



dan



mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. (2) Pasal 27 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. b. Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars, artinya para pihak harus didengar. Misalnya apabila persidangan telah dimulai, maka hakim harus mendengar kedua belah pihak yang bersengketa. Azas inilah melahirkan sejumlah peraturan hukum antara lain : Pengantar Ilmu Hukum |152



(1) Pasal 5 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970. Pengadilan mengadili menurut ketentuan hukum dengan tidak membedakan orang. (2) Pasal 126 HIR, 150 Rv. Jika telah dipanggil secara patut, dan tergugat tidak datang menghadap ke pengadilan, masih diberi kelonggaran agar tergugat dipanggil sekali lagi. c. Testimonium de auditu, kesaksian dapat didengar dari orang lain. d. Similia similibus, dalam perkara sama harus diputus dengan hal sama pula, tidak ada pilih kasih. e. Equality before the law, artinya setiap orang mendapat perlakuan sama dihadapan hukum, tidak membedakan satu dengan lainnya (persamaan di muka hukum). f. Presumption of Inosence atau praduga tak bersalah, artinya setiap orang yang disangkakan, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan ke persidangan wajib yang bersangkutan dianggap tidak bersalah sebelum hakim memutuskan dan menyatakan kesalahannya. g. Fiat justitia ruat coelum atau Fiat justitia pereat mundus artinya sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan.



Pengantar Ilmu Hukum |153



2. Asas Hukum terdapat dalam HUKUM PIDANA a. Territorialiteets beginsel, artinya berlakunya hukum pidana dibatasi oleh wilayah kedaulatan suatu negara. b. Personaliteit beginsel, berlakunya hukum pidana secara perorangan atau individu bukan sekelompok / komunitas tertentu. Prinsip ini melahirkan beberapa asas hukum antara lain : (1) Geen straf zonder schuld, tiada hukuman tanpa kesalahan. (2) Ne bis in idem atau Bis de eadem re ne sit actio, seorang tidak dapat dihukum ke dua kalinya dengan perkara yang sama atau sejenis. c. Legaliteit beginsel, artinya tiada satupun perbuatan dapat dipidana kecuali telah diatur sebelumnya. Prinsip telah melahirkan beberapa asas hukum antara lain : (1) Nullum delictum, nulla puna sine praevie lege poenali, tiada suatu perbuatan dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. (Asas ini dicetuskan oleh Anselm von Feuerbach (1801). (2) Lex temporis delicti, berlakunya hukum terhadap delik apabila yang terjadi pada saat itu.



Pengantar Ilmu Hukum |154



3. Asas Hukum terdapat dalam HUKUM PERDATA a. Pacta sunt servanda, setiap perjanjian itu mengikat para pihak. b. Contracts vrij heid / party autonomis, kebebasan para pihak untuk berkontrak. c. T.e Goede Trouw, itikad baik Atas dasar ke tiga asas tersebut telah dicantumkan dalam bentuk peraturan konkrit sebagaimana dimuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata berbunyi : (1) ”Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan UU berlaku



sebagai



UU



bagi



para



pihak



yang



membuatnya”. (2) ”Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan ke dua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh UU”. (3) ”Persetujuan harus dengan itikad baik”. d. Koop breekt geen huur, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa artinya suatu perjanjian sewa-menyewa tidak berubah, walaupun barang yang disewanya beralih tangan (Pasal 1576 KUH Perdata). e. Res rudlius credit accupanti, benda yang ditelantarkan pemiliknya dapat diambil untuk dimiliki.



Pengantar Ilmu Hukum |155



f. Matrimonium ratum et non consummatum, perkawinan yang dilakukan secara formal, namun tidak dianggap sah apabila belum terjadi hubungan kelamin. g. Concubitus facit nuftias, perkawinan terjadi karena hubungan kelamin. h. Ut sementem feceris ita metes, siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya. Siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai. i. Verba volant scripta manent, kata-kata biasanya tidak berbekas sedangkan apa yang ditulis tetap ada. j. De gustibus non est disputandum, mengenai selera tidak dapat disengketakan. k. Enare humanum est, turpe in errone perseverare, kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan. 4. Asas Hukum terdapat dalam HUKUM INTERNASIONAL a. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio, apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu. b. Clausula rebus sic stantibus, suatu perjanjian antar negara



masih tetap



berlaku,



apabila



situasi dan



kondisinya tetap sama.



Pengantar Ilmu Hukum |156



5. Asas keberlakuan PERUNDANG-UNDANGAN a. In dubio pro rio, setiap orang dianggap mengetahui Undang-undang. b. Ignorantia legis excusat neminem, bahwa ketidaktahuan akan adanya undang-undang, tidaklah merupakan alasan pembenar. c. Lex supriori derogat lex inferiori atau asas Hierarkhis, Peruu lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peruu lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama dalam arti Peruu yang rendah tidak mempunyai kekuatan hukum jika bertentangan dengan aturan lebih tinggi. d. Lex pasteriori derogat lex priori, Undang-undang baru akan mengenyampingkan peraturan (UU) yang lama. e. Lex specialis derogat lex generalis, Undang-undang yang bersifat khusus akan mengenyampingkan UU umum. f. Retroaktif atau UU tidak berlaku surut. Artinya perbuatan itu terjadi setelah perundang-undangan itu dinyatakan berlaku dan tidak diperlakukan sebelumnya. g. De wewt verbindt alleen voor het toekomende en helf geen toekkomrnde en heft trugwer kendekracht, Undangundang hanya mengikat untuk masa depan dan tidak mempunyai kekuatan berlaku surut. h. Geen recht zonder uitzondering, tiada hukum tanpa pengecualian. Pengantar Ilmu Hukum |157



6.



Asas dalam Yurisprudensi Stare decesis atau The binding force of precedent, hakim dalam putusannya terikat pada putusan hakim terdahulu untuk perkara yang sama (sejenis). Dengan Perkataan lain Hakim senantiasa harus berpedoman / mengikuti putusan hakim terdahulu apabila dihadapkan peristiwa serupa (dianut Negara Anglo Saxon (lnggris dan Amerika).



Pengantar Ilmu Hukum |158



BAB 10 PEMBAGIAN, LANDASAN DAN LINGKUNGAN BERLAKUNYA HUKUM A. Pembagian Hukum Penggunaan istilah Pembagian hukum para penulis dihadapkan



pada



pilihannya



masing-masing.



Ada



yang



menggunakan istilah penggolongan, pembidangan, pembagian, tetapi penulis lain menggunakan lapangan untuk keperluan yang sama



bahkan



ada



seseorang mengunakan istilah



”klasifikasi” (Sudikno Mertokusumo, 1988). Mungkin ada lagi istilah lain digunakan yang penting bahwa pada waktu berhadapan dengan suatu istilah kita berusaha untuk mengerti maksud yang dikehendaki oleh penulisnya. Pembagian hukum secara sistematis dapat dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu : 1. Menurut bentuknya, hukum dapat dibedakan atas : a. Hukum Tidak Tertulis : dikenal dalam hukum adat dan kebiasaan yang mencerminkan kepribadian bangsa dan masyarakat. Hukum ini agar menjadi hukum harus terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala adat dan keperlakuan hukumnya pun dengan sendirinya dalam masyarakat. Bahkan pihak masyarakat mentaati dan melaksanakannya tidak dengan paksaaan karena hukum



Pengantar Ilmu Hukum |159



ini mempunyai nilai suci dan sakral serta terus-menerus mengikuti perkembangan hidup masyarakat. b. Hukum Tertulis : menjadi ciri hukum modern untuk mengantisipasi kehidupan yang kian komplek dan beraneka ragam serta perkembangan masyarakat yang tersusun secara organisatoris, memang tidak bisa lagi mengandalkan pada aturan bersifat tradisi, kebiasaan, kepercayaan / budaya ingatan. Hukum tertulis sekarang sudah menjadi padanan seperti Peruu yang dibentuk oleh badan berwenang. Tertulis di sini berarti dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan ketentuan undangundang. Jadi tidak berarti semua kaedah hukum yang ditulis orang, lalu termasuk kreteria hukum tertulis. Misalnya : Hukum adat, meskipun dituliskan oleh seorang penulis menjadi buku, ia tetap merupakan hukum tak tertulis. Buku kumpulan kaedah hukum tak tertulis itu dinamakan ”Kitab Hukum”, dan bukan hukum tertulis. Demikian pula ”Putusan Hakim” meskipun tertulis, namun tidak termasuk di dalam pengertian hukum tertulis. Bentuk hukum tertulis paling lengkap adalah dalam wujud kodifikasi yaitu pembukuan seluruh bidang hukum tertentu secara sistematis, bulat, lengkap dan tuntas.



Pengantar Ilmu Hukum |160



Contoh : 1) Hukum Tertulis dikodifikasikan (kitab): KUHPerdata, KUHPidana, dan KUHDagang. 2) Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan : UUD‟45, Undang-Undang dan lainnya. Kalau dicermati kedua bentuk hukum ini baik tertulis maupun tidak tertulis mempunyai nilai kebaikan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan Hukum Tidak Tertulis a. Menjunjung tinggi kepribadian bangsa; b. Mengikuti perkembangan masyarakat; c. Dapat mengisi kekosongan hukum (UU). Kekurangan Hukum Tidak Tertulis. a. Tidak memberikan dan menjamin adanya kepastian hukum; b. Tidak menghargai ratio manusia. Sedangkan kelebihan Hukum Tertulis dibandingkan dengan Hukum Tidak Tertulis dalam melayani kehidupan modern sebagaimana disebutkan diatas antara lain : a. Memberikan suatu kepastian hukum yang diatur di dalamnya dengan mudah dapat diketahui orang; b. Setiap orang, kecuali yang tidak bisa membaca mendapat perlakuan dan persamaan di muka hukum; Pengantar Ilmu Hukum |161



c. Untuk keperluan perubahan dan pengembangan peraturan hukum / Peruu, maka hukum tertulis memberikan kepastian hukum. Kekurangan Hukum Tertulis Terkadang hukum tertulis mudah ketinggalan, dalam arti tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang kian melaju dan mengatur kepentingan manusia secara keseluruhan seperti pameo hukum menyatakan : ”het recht hinkt achter defeiten aan” (Hukum tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat). 2. Menurut isinya, hukum dapat dibedakan atas : a. Hukum Publik (publikrecht, public law) adalah hukum yang berhubungan kesejahteraan umum atau negara; b. Hukum Privat (privaatrecht, private law) adalah hukum yang berhubungan dengan orang secara khusus. Sebenarnya perbedaan hukum ke dalam hukum publik dan privat diawali dari masyarakat yang menganut sistem individualistis, khususnya negara Eropa Kontinental sebagai hasil resepsi dari sistem hukum romawi sejak abad pertengahan di antaranya Belanda, Perancis dan Jerman. Ajaran yang membedakan hukum atas hukum publik dan privat tidak sepenuhnya diterima oleh kalangan



Pengantar Ilmu Hukum |162



hukum, karena itu reaksi atas pembedaan tersebut dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Pandangan mengangap bahwa perbedaan hukum publik dan privat merupakan hal yang mutlak : Pandangan ini didukung antara lain oleh : a. Bierling



menyatakan



mengatur



hubungan



bahwa antara



hukum negara



publik dengan



warganegaranya, sedangkan hukum privat mengatur hubungan antar individu. b. Apeldoorn menitik beratkan kreteria perbedaannya adalah ”kepentingan”. Dikatakan hukum privat apabila kaedah hukum tersebut mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain dalam kepentingan



individunya.



Sedangkan



termasuk



pengertian hukum publik apabila kaedah hukum itu mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain ataupun negara menyangkut kepentingan umum. Prakteknya, untuk memisahkan hukum privat dengan hukum publik dengan mengunakan kreteria tersebut mengalami beberapa kesulitan antara lain : a. Untuk membedakan kapan disebut kepentingan umum dan kepentingan individu, nyatanya tidak mudah terkadang hubungan hukum (misalnya: suatu



Pengantar Ilmu Hukum |163



perjanjian) dapat menyangkut kepentingan publik, tetapi bisa merupakan hubungan hukum privat.



b. Ada kaedah hukum yang melihat isinya dapat dianggap mengatur hubungan publik akan tetapi dapat juga dianggap mengatur kepentingan individual, misalnya Pencabutan hak milik atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Oleh karenanya, dalam membedakan antara hukum publik dan hukum privat, Soediman Kartohadiprodjo (Muchsan, 1982) mengunakan kreteria lain, yakni : (1) Kesadaran hukum pada masyarakat dan; (2) Politik hukum negara tertentu. Tegasnya menurut beliau, apabila pertumbuhan serta perkembangan dari suatu ilmu hukum tergantung dari kesadaran hukum suatu masyarakat tertentu maka hukum itu termasuk lapangan hukum privat (hukum keluarga, hukum waris). Sedangkan hukum publik timbulnya, berkembang, berubah dan hapusnya sangat tergantung dari politik hukum negara. Dimaksudkan



Politik



hukum



negara



adalah



wewenang yang ada pada negara untuk membentuk, merubah dan menghapus suatu tertib hukum tertentu



Pengantar Ilmu Hukum |164



(Misalnya : dengan diberlakunya kembali UUD‟45 (Dekrit Presiden, 5 Juli 1959), berarti negara telah tidak memberlakukan lagi UUDS 1950). Adapun pembagian bidang-bidang antara hukum Publik dan hukum Privat dapat dirinci sebagai berikut :



 Hukum Publik : (1) Hukum Tata Negara; (2) Hukum Tata Pemerintahan dan / atau Hukum Administrasi Negara; (3) Hukum Pidana; (4) Hukum Acara Pidana; (5) Hukum Acara Perdata, dan (6) Hukum Antar Negara.



 Hukum Privat : (1) Hukum Perdata Barat yang terdiri atas : a. Hukum Sipil, dan b. Hukum Dagang. (2) Hukum Perdata Adat (3) Hukum Perselisihan, yang terdiri atas : a. Hukum Perselisihan Internasional b. Hukum Perselisihan Nasional, digolongan lagi menjadi :



Pengantar Ilmu Hukum |165



1) Hukum Intergentil (antar golongan) Himpunan peraturan yang menentukan dua atau lebih tata hukum yang berlaku bagi masing-masing dua atau lebih golongan yang berlainan di wilayah negara (Contoh : Seorang WNI keturunan Eropa menjual sebuah Mobil kepada seorang WN Asli (Pribumi). 2) Hukum Interlokal (antar daerah / tempat) Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang-orang lndonesia asli dari masing-masing lingkungan hukum adat (Contoh: orang Minangkabau kawin / nikah dengan orang Jawa). 3) Hukum Interrelegius (antar Agama) Hukum



yang



mengatur



perkawinan



antara dua orang yang berlainan agama dan akibat hukum dari perkawinan tersebut (Contoh : orang Ambon yang beragama Kristen kawin dengan orang beragama Islam). 4) Hukum Interregional Hukum mengatur antar penduduk dari negara bagian. Hukum ini berlaku zaman Pengantar Ilmu Hukum |166



kolonial (Contoh : Mahasiswa lndonesia sedang belajar di Negara Belanda kawin dengan orang Belanda di sana). 2) Pandangan yang kedua mereka melihat perbedaan Hukum Publik dan Hukum Privat bukan pembagian mutlak. Pandangan ini didukung antara oleh : a. Meijers menyatakan pembedaan hukum publik dan hukum privat tergantung kepada penafsiran terhadap aturan hukum tertentu, dan berkaitan erat dengan besar kecilnya jumlah kepentingan yang dilindungi oleh aturan hukum. b. Bellefroid



menyatakan



walaupun



pembedaan



tersebut tidak dapat ditunjukkan namun itu tidak dapat dibuang, karena UU itu sendiri mengadakan pembedaan tersebut. 3) Pandangan sama sekali tidak membedakan ke dalam hukum Publik dan Privat, antara lain penganutnya : a. Hans Kelsen menyatakan dan menekankan bahwa semua kaedah diturunkan dari satu kaedah tertinggi yaitu ”Grundnorm” (kaedah dasar). Untuk itu baik badan-badan publik dan swasta membuat petunjuk hidup yang bersumber pada kaedah dasar, karena



Pengantar Ilmu Hukum |167



itulah pembagian dalam hukum publik dan privat merupakan kesewenang-wenangan. b. R.Kranenburg menghendaki agar pembedaan hukum publik dan privat dihapuskan saja karena pembedaan semacam pembedaan



itu



tidak



realistis



hukum didasarkan



lagi.



Sebaliknya



pada



objeknya



masing-masing dalam menggolongkan pembedaan yang konvensional tersebut. Secara



historis



bila



dibandingkan



kedua



pembagian hukum tersebut, maka hukum Privat berkembang jauh lebih awal daripada hukum publik karena



pengaturan



hubungan



antara



sesama



warganegara / perorangan mengawali perkembangan hukum. Sedangkan hukum Publik baru muncul sesudah fenomena negara mengambil peranan besar dalam kehidupan masyarakat.. Kemudian menurut Rien G. Kartasapoetra (1988) salah satu karateristik pembedaan antara hukum Publik dan Privat terletak di dalam tindakan menegakkan aturan hukum, yaitu dari siapa datangnya tindakan itu :



Pengantar Ilmu Hukum |168



a. Ciri Hukum Publik Jika suatu aturan atau ketentuan dalam hukum publik di langgar atau dilawan, penguasalah yang akan mengambil inisiatif untuk menuntutnya. Contoh : Usaha pembunuhan oleh seorang anak terhadap bapaknya, walaupun bapaknya itu tidak melaporkan serta menuntutnya, pihak berwajib tetap akan menindak perbuatan jahat tersebut. Di sini penguasa / pihak berwajib bertindak demi kepentingan umum. b. Ciri Hukum Privat Perbuatan melawan hukum dalam hukum ini hanya akan diusut / diadili oleh yang berwajib jika individu yang merasa dirugikan melakukan pengaduan atau penuntutan. Jadi inisiatif ada pada individu yang dirugikan. Contoh : Pembagian warisan yang tidak adil, ingkar janji seorang debitur terhadap kreditur dsb. Selanjutnya dalam perkembangan ilmu hukum, ada beberapa cabang-cabang ilmu hukum yang mempunyai ciri tersendiri sehingga sulit untuk dikelompokan apakah termasuk hukum privat atau publik, seperti : Hukum



Pengantar Ilmu Hukum |169



Agraria, Hukum Perburuhan, Hukum Kepegawaian dan sebagainya. Hukum tersebut merupakan bagian dari Hukum Sosial (sociaal recht) yang bertujuan membela dan



menegakkan



kepentingan



masyarakat



bukan



kepentingan perseorangan (privat recht) atau kepentingan negara (publiek recht). Hukum Sosial adalah hukum mengenai masyarakat (group, community, gemeenschap) dan kepentingan sosialnya sebagai realitas- realitas yuridis (Prajudi Atmosudirjo, 1971) . Hukum sosial adalah suatu kategori hukum baru, yang timbul dalam abad ke 20, di samping dua kategori hukum yang sudah klasik yakni hukum privat dan hukum publik. Berdasarkan pandangan ini, maka hukum Agraria, Hukum Kepengawaian dan Hukum Perburuhan termasuk bagian dari hukum sosial. Dengan demikian penulis berpendapat, bahwa pembedaan



hukum



Publik



dan



Privat



tidaklah



dipersoalkan apakah bersifat mutlak atau tidak? tetapi hanya sekedar suatu sistemasi untuk lebih mempermudah mengkaji hukum secara keilmuan, asalkan pembedaan itu tidak merugikan. Pembedaan ini pada dasarnya warisan sistem



yang



dianut



kawasan



Eropa



Kontinental,



sedangkan di negara Anglo Saxon tidak dikenal. Perkembangan ilmu hukum di lndonesia pembedaan ini Pengantar Ilmu Hukum |170



hanya berguna dalam ilmu pengetahuan (science) / dikenal secara teoritis, prakteknya pembedaan tersebut terkadang kabur. 3. Menurut berlakunya, hukum dapat dibedakan atas : a. Hukum Positip ialah hukum berlaku pada saat atau waktu sekarang dan negara (daerah) tertentu. Dengan kata lain menurut Lemaire (Kansil, 1989) hukum diperlakukan oleh penguasa pada masyarakat dan masa tertentu. b. Hukum Cita adalah hukum berlakunya pada masa akan datang atau hukum yang dicita-citakan / direncanakan akan berlakunya nanti dinamakan ”Ius Constituendum”. Misalnya : Rancangan Perundangan-Undangan (RUU, RAPERDA, RAPBN dan RAPBD). c. Hukum Universal dinamakan hukum asasi atau hukum alam yaitu dianggap berlakunya tanpa batas, ruang dan waktu, sepanjang masa, di mana, dan terhadap siapa pun. 4. Menurut territorial / wilayah berlakunya, hukum dapat dibedakan atas : a. Hukum Nasional adalah hukum dibatasi oleh wilayah suatu negara atau otoritas negara tertentu yang harus ditaati seluruh WN-nya termasuk mereka yang menjadi penduduk dan sementara tinggal di wilayah negara tersebut, tanpa pengecualian. Oleh karena itu keberadaan Pengantar Ilmu Hukum |171



orang asing di wilayah negara baik sebagai penduduk sementara ataupun pendatang apabila mereka melakukan tindakan melawan hukum nasional di negara tersebut akan dituntut dan diadili sebagaimana mestinya. b. Hukum lnternasional adalah hukum yang diakui dan berlaku bagi seluruh negara di dunia mengatur hubungan-hubungan hukum yang mengandung unsur internasional. Hukum lnternasional terdiri atas :



1. Hukum Privat lnternasional, yaitu hukum mengatur hubungan hukum antara WN sesuatu negara dengan WN lainnya dalam hubungan antar bangsa (nation). 2. Hukum Publik lnternasional, ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara. c. Hukum Asing yaitu hukum negara asing yang berlaku di negara / daerah lain. Hal ini dapat terjadi apabila : 1. Seorang negara asing diadili oleh pengadilan negara dengan memperhatikan hukum berlaku di negaranya. Misalnya : dalam masalah perkawinan, dan warisan sebagai akibat perkawinan antar bangsa. 2. Suatu negara atau daerah menjadi daerah pendudukan negara lain, sehingga hukum di daerah itu harus tunduk kepada hukum lain, yang diberlakukan oleh mereka yang berkuasa (Rien G. Kartasapoetra, 1988).



Pengantar Ilmu Hukum |172



d. Hukum Gereja (Kanonik) yaitu kaedah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya. 5. Menurut cara Mempertahankannya, dapat dibagi atas : a. Hukum Materiil yaitu hukum yang mengatur tentang isi hubungan antar sesama anggota masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan penguasa negara yang nantinya menimbulkan hak dan kewajiban. Hukum materiil ditetapkan terhadap sikap tindak apa seharusnya (gebod), dilarang (verbod) dan yang dibolehkan (mogen), termasuk akibat hukum dan sanksi bagi pelanggarnya. Contoh : KUHPidana, KUHPerdata, Hukum Dagang. b. Hukum Formal yaitu hukum mengatur cara penguasa mempertahankan dan menegakkan serta melaksanakan hukum materiil termasuk cara menuntutnya apabila hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain. Contoh : Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara 6. Menurut Sifatnya, hukum dapat dibagi atas : a. Hukum Memaksa (compulsary law, dwingendrecht, imperatif) yaitu kaedah hukum dalam keadaan apapun harus ditaati dan bersifat mutlak daya ikatnya. Contoh : Pasal 340 KUH Pidana menetapkan :



Pengantar Ilmu Hukum |173



”Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan, dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”. b. Hukum Mengatur / melengkapi (fakultatif, regelendrecht aanvullendrecht) yaitu : kaedah hukum yang dapat di kesampingkan oleh para pihak melalui jalan membuat ketentuan khusus dalam perjanjian yang disepakati. Hukum akan berlaku, bila para pihak tidak menetapkan aturan tersendiri dalam perjanjian yang mereka adakan. Contoh : Pasal 1152 KUP Perdata menyebutkan : ”Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang atau pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”. 7. Menurut Wujudnya, hukum dapat dibedakan atas : a. Hukum Objektif yaitu kaedah hukum suatu negara yang berlaku umum dan tidak dimaksudkan untuk mengatur sikap tindak orang tertentu saja. b. Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif berlaku terhadap orang tertentu atau lebih.



Pengantar Ilmu Hukum |174



Bagan 10. Pembagian Hukum



Pengantar Ilmu Hukum |175



B.



Landasan Berlakunya Hukum Menurut Ilmu pengetahuan hukum, sekurang-kurangnya



ada tiga landasan tentang berlakunya peraturan hukum yaitu : 1. Landasan Filosofis (filosofische grondslag) Filosofis atau filsafat merupakan kehidupan batin, cita-cita yang mendasar atau pandangan hidup suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika (perbuatan mana dipandang baik, benar, adil dan susila) menurut takaran dianut oleh bangsa bersangkutan. Peraturan Hukum yang baik haruslah mendasarkan dan mencerminkan dan berakar dari moral / etika pandangan hidup bangsa atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral bangsa itu. Sebaliknya Peraturan Hukum disusun tanpa memperhatikan nilai moral bangsa akan sia-sia penerapannya, dalam arti tidak akan ditaati dan dipatuhi oleh pemakainya. Misalnya : Filsafat negara ”Pancasila” memuat nilainilai moral dan kehidupan batin yang berkembang di masyarakat lndonesia. Pancasila dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat dan telah ada sebelum negara ini didirikan. Oleh karena itu Pancasila dijadikan pandangan hidup, pedoman / petunjuk kehidupan (way of life) yang menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas bangsa) bahkan sebagai tolak ukur salah benarnya atau baik buruknya perilaku manusia lndonesia. Pengantar Ilmu Hukum |176



Pada intinya landasan ini mengisyaratkan bahwa apapun bentuknya falsafah hidup bangsa, harus menjadi rujukan dalam membentuk hukum yang akan dipergunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Landasan Sosiologis (sociologische grondslag) Dimaksudkan Landasan Sosiologis artinya Hukum itu harus mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, karena kita sadari perkembangan masyarakat kian melaju terlebih memasuki era globalisasi berarti dalam ketentuan hukum harus menyesuaikan kenyataaan ada di masyarakat. Kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah yang mengemuka dihadapi tiap bangsa dan negara. Pengertian lain seperti dikemukakan Amiroeddin Syarif (1987) bahwa peraturan hukum dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar hukum yang dibuat ditaati masyarakat, artinya peraturan hukum yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan “kenyataan hidup” (living law) masyarakat



yang



bersangkutan.



Sebaliknya



tanpa



memperhatikan unsur tersebut hukum yang dibuat hanya sekedar merekam keadaan seketika atau rumusannya menjadi kalimat / huruf-huruf mati belaka disamping itu



Pengantar Ilmu Hukum |177



menyebabkan kelumpuhan peranan hukum dan akan tertinggal dari dinamika masyarakat. 3. Landasan Yuridis (recht grondslag) Landasan ini disebut landasan legalitas merupakan landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan dalam pembuatan hukum. Secara teoritis landasan yuridis terbagi menjadi 2 macam yakni : bersifat formal ketentuan hukum yang memberikan kewenangan pada pembentuknya baik pejabat maupun lembaga yang telah ditentukan. Bersifat materiil ketentuan hukum tentang masalah yang harus diatur. Oleh karena itu landasan yuridis / legalitas sangatlah penting dalam pembuatan hukum dengan menunjukkan sebagai berikut : a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan hukum. Artinya setiap peraturan hukum harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak, peraturan



hukum



itu



batal



demi



hukum



(van



rechtwegenietig) atau dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya : Undang-Undang dalam arti formal (wet in formele zin) dibuat Presiden dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (1) UUD 1945.



Pengantar Ilmu Hukum |178



b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan hukum dengan materi yang diatur supaya tidak menjadi suatu alasan untuk membatalkan peraturan perundangundangan tersebut. Misalnya : 1. UUD 1945/ UU pada kalimat akhirnya menyebutkan bahwa sesuatu diatur lebih lanjut dengan UU, maka hanya berbentuk UU hal ini diatur. Sebaliknya bila diatur seperti : Peraturan Presiden/Permendagri, maka keputusan itu dapat dibatalkan (Vernietigbaar). 2. Pasal 18 UUPA memuat ketentuan “bahwa hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”. Ternyata pelaksanaannya diatur dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 dan terakhir melalui Perpres No. 36 tahun 2005, tentu ditinjau dari segi formalnya tidak memenuhi persyaratan yuridis. c. Keharusan mengikuti proses dan prosedur tertentu. Bila tata cara iu tidak diikuti, berarti hukum batal demi hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Misalnya : Pasal 236 ayat (2) UU No.23 Tahun 2014 menyatakan “Peraturan Daerah dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah”. Pengantar Ilmu Hukum |179



d. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan hukum lebih tinggi tingkatannya (hirarkhis). Peraturan hukum tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD. Demikian seterusnya sampai



peraturan



hukum tingkat yang lebih rendah. C.



Lingkungan Berlakunya Hukum Hal ini dimulai dari pertanyaan dimana hukum itu berlaku



dan kepada siapakah hukum diperlakukan? Jawabannya bahwa lingkungan berlakunya hukum dapat dikutip dengan beberapa pendapat antara lain :



 Van Vollenhoven : membagi lingkungan berlakunya peraturan hukum itu ke dalam : 1. Wilayah berlakunya (grondsgebeid); 2. Untuk siapa berlakunya hukum (personengebeid).



 Logemann : lingkungan berlakunya hukum atas : a. Hukum berlaku berdasarkan waktu (tijdsgebied); b. Hukum berlaku berdasarkan wilayah (ruimtegebied); c. Terhadap siapa hukum berlakunya hukum itu



 Hans Kelsen (Amiroeddin Syarif, 1987) : Lingkungan berlakunya hukum meliputi : 1. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang menunjukkan tempat berlakunya hukum.



Pengantar Ilmu Hukum |180



Apakah ketentuan hukum berlaku untuk seluruh wilayah negara atau hanya sebagian wilayah / daerah saja. 2. Lingkungan kuasa persoalan (zakengebied, material sphere), menyangkut masalah atau persoalan diatur. Misalnya : apakah mengatur persoalan perdata atau publik? dan lebih sempit lagi mengatur persoalan pajak ataukah kewarganegaraan dan sebagainya. 3. Lingkungan kuasa orang (personegebied, personal sphere), menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk tiap penduduk ataukah hanya segolongan / kelompok saja? Misalnya untuk kalangan anggota PNS / ABRI saja dan lain sebagainya. 4. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), menunjukkan sejak / sampai kapan berlakunya ketentuan hukum? Hukum dibuat untuk masa depan semenjak ketentuan itu disahkan dan tidak layak bila diberlakukan masa silam (surut) karena bila diberlakukan ke belakang akan merugikan dan menimbulkan akibat kurang baik.



Pengantar Ilmu Hukum |181



BAB 11 SISTEM HUKUM A. Pengertian Sistem Hukum Untuk membahas tentang Sistem Hukum, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti Sistem. Istilah sistem dalam kamus Webster‟s new collegiate dictionary terdiri dari kata “Syn” dan “Histanai” (Greek) yang berarti to place together : menempatkan bersama. Selanjutnya dalam kamus The American Haritage Dictionary of the English Language menyebutkan : System a group of interacting, interrelated or interdependent elements forming or regarded as forming a collective entity. Dari pengertian itu sistem mengandung beberapa unsur / indikator sebagai berikut : a. suatu kesatuan; b. terdiri beberapa bagian/elemen/komponen; c. saling berhubungan satu sama lain; d. komponen bekerja secara fungsional; e. bekerja di lingkungan batas tersendiri. Oleh karena itu sistem dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara fungsional. Tiap-tiap bagian dalam sistem mempunyai fungsi tersendiri yang satu sama lain saling berhubungan dan saling ketergantungan. Pengantar Ilmu Hukum |182



Apabila salah satu bagian dari sistem tidak berfungsi, maka bagian lain akan terpengaruh sehingga sistem akan menjadi tidak berfungsi secara baik. Kemudian sistem itu biasanya bekerja dalam lingkungan (environment) tersendiri dan dibatasi antara sistem dengan lingkungannya. Contoh bekerjanya suatu sistem : 1. Tubuh / badan kita (perubahan terhadap sistem organisme tubuh membuat / mempengaruhi kondisi tubuh lain). 2. Kehidupan keluarga (perubahan status ayah membawa akibat terhadap istri dan anak) 3. Masyarakat



(krisis di bidang ekonomi akan membawa



pengaruh bidang lainnya. 4. Mobil (terdiri beberapa komponen dan bekerjanya saling berhubungan satu sama lainnya). Adapun Lawrence M.Friedman (1975) menjelaskan hukum sebagai sistem memiliki unsur-unsur dalam tiga jenis, yaitu : 1. Struktur hukum, yaitu berupa kelembagaan yang diciptakan oleh hukum untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri (Peradilan dan pranata-pranata hukum) dan lainnya. 2. Substansi hukum, yaitu isi terkandung dalam peraturan perundang-undangan mencakup semua aturan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis.



Pengantar Ilmu Hukum |183



3. Kultur hukum, yakni berupa sikap, berpikir, harapan dan pendapat



tentang



hukum



yang



secara



keseluruhan



mempengaruhi seseorang untuk patuh terhadap hukum. Tidak terlepas dari seluruh komponennya, maka pengertian Sistem Hukum seperti dikutip dalam buku Riduan Syahrani (1991) antara lain :  R.Abdoel Djamali (1993) mengatakan hukum sebagai suatu sistem, artinya susunan / tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lainnya.  Bellefroid menyebut sistem hukum sebagai suatu rangkaian kesatuan peraturan-peraturan hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya.  Subekti mengartikan sistem hukum sebagai susunan atau tatanan teratur, keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian berkaitan satu sama lain, tersusun menurut rencana atau pola, dan hasil pemikiran untuk mencapai tujuan.  Sudikno Mertokusumo menyatakan, sistem hukum adalah kesatuan terdiri unsur- unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Mencermati pengertian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa dimaksud dengan sistem hukum adalah seperangkat aturan-aturan hukum yang di dalamnya terdiri beberapa Pengantar Ilmu Hukum |184



komponen atau bagian, saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain secara teratur yang fungsinya untuk mencapai tujuan. B.



Macam-macam Sistem Hukum Sejumlah kepustakaan hukum lama telah mengajarkan



bahwa pada dasarnya sistem hukum di dunia dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu Sistem Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo Saxon. Sedangkan tulisan-tulisan yang datang kemudian menyatakan selain itu terdapat juga sistem hukum lain seperti: Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum lslam, Sistem Hukum Kanonik dan Hukum Sosialis. Pada dasarnya Sistem hukum disesuaikan dengan karakter masyarakatnya. Berikut macam-macam sistem hukum yang berlaku di dunia, yaitu : 1. Sistem Hukum Eropa Kontinental Sistem ini dikenal juga dengan istilah Sistem Hukum Eropa Benua daratan / kontinental (Continental European Law System), dan Sistem Hukum Sipil (Civil Law System) serta Sistem Hukum Romawi-Jerman. Sistem hukum ini memiliki sejarah dan ciri teknis sangat berbeda, berakar pada 3 (tiga) pilar budaya yang sangat penting, dan menjadi penyangga utama peradaban Eropa yakni : Hukum Romawi, Filsafat Yunani dan Filsafat Kristiani.



Pengantar Ilmu Hukum |185



Secara historis dan menonjol sistem ini dipengaruhi oleh Hukum Romawi yaitu hukum yang dikerjakan di era jayanya kerajaan Romawi, dibuat di abad 6 M, sebagai hasil karya seorang Raja bernama Justinianus yang memerintah tahun 524–565 M dikenal sebagai Himpunan Hukum Romawi “Corpus luris Civilis” disingkat “Corpus luris” atau disebut juga “Corpus luris Justinianus”. Kitab hukum Justinianus terdiri atas 4 bagian yaitu : 1) Institutions Memuat tentang berbagai pengertian maupun lembaga yang terdapat dalam Hukum Romawi dan kumpulan dari Undang-Undang yang ada, mencakup 173 halaman. 2) Pandecta / Pandectae Terdiri atas 50 buku memuat pendapat (opini) para yuris / ahli hukum Romawi tentang masalah hukum, mencakup 2734 halaman baik memuat proposisi hukum pendirian (holdings) dalam kasus yang aktual maupun pernyataan (ediets) yuris mereka lakukan terhadap kasus prospektif. 3) Codex Memuat Undang-Undang yang dibukukan sebanyak 12 buku berisi aturan-aturan, putusan dan perintah Kaisar Romawi, mencakup 1034 halaman.



Pengantar Ilmu Hukum |186



4) Novelles / Novellae Memuat



himpunan



penjelasan



maupun



komentar



terhadap Undang-Undang yang mencakup 562 halaman. Kodifikasi hukum perdata Romawi itu, telah diakui secara umum sebagai karya luar biasa dari orang Romawi di bidang hukum. Kehebatan orang / bangsa Romawi3) ternyata bukan hanya di bidang hukum, tetapi di bidang lain, mereka berhasil mengubah dan menjadikan negaranya dari Republik Agraris menjadi “Kerajaan dunia” yang menakjubkan. Tokohnya (Polybius, Cicero, Seneca dan Augustinus). Hukum



Romawi



merupakan



hasil



renungan



dan



pemikiran ahli hukum Romawi kala itu ternyata mampu bertahan beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun dalam wilayah sangat luas sesuai territorial yang dikuasainya, bahkan berpengaruh terhadap daerah sekitarnya. Kerajaan Romawi yang perkasa itu, berkuasa dalam kurun waktu cukup lama akhirnya lambat laun tidak mampu mempertahankan dirinya lebih lama. Kerajaan itu kemudian terpecah menjadi dua bagian : kerajaan Romawi Barat dan Romawi Timur. Ternyata Kerajaan Romawi Barat lebih dahulu runtuh. 3)



Bangsa Romawi bangsa yang beragama Nasrani dan mempunyai kitab suci, dalam peperangan pernah dikalahkan bangsa Persia (Syria dan Pelestina) beberapa tahun kemudian dikalahkan kembali oleh Romawi Timur (Q.S. Ar Ruum, 30).



Pengantar Ilmu Hukum |187



Sesudah kerajaan Romawi lenyap, dunia kemudian mengakuinya bahwa hukum Romawi merupakan warisan yang tiada ternilai harganya di bidang hukum. Di samping itu ternyata hukum-hukumnya masih tetap dipakai di negaranegara bekas jajahan, bahkan di biara-biara masih tetap dipelajari para rahib berabad-abad lamanya. Pada abad ke 11 M di Italia Utara (Bologna) didirikan perguruan tinggi hukum, dan dalam kurikulumnya diajarkan juga hukum Romawi. Melalui penyebaran informasi dalam bentuk tulisan, membangkitkan kembali minat orang pada hukum Romawi sehingga kota Bologna menarik orang muda di berbagai negara di Eropa menjadi mahasiswa, dan menyebabkan kota tersebut menjadi pusat studi, waktu itu masih dinamakan “Studium General” (belum dinamakan universitas). Melalui jalur alumni perguruan tinggi maka penyebaran hukum Romawi cepat sekali menjalar ke seluruh pelosok Eropa, pertama kali di Perancis, selanjutnya diikuti oleh negara Eropa daratan lainnya seperti Belanda, Jerman, Spanyol, Itali, Belgia dan Swiss. Di samping itu dipermudah dan didukung adanya faktor bahasa, sebab bahasa ilmu pengetahuan di daratan Eropa kala itu bahasa “latin” sebagai bahasa resmi kerajaan dan bahasa hukum Romawi itu sendiri.



Pengantar Ilmu Hukum |188



Selanjutnya berkembang terus ke negara lainnya melalui kolonialisasi / penjajahan seperti : Perancis menjajah Afrika dan Indo China, Spanyol menjajah Amerika Latin dan Belanda menjajah lndonesia. Maka secara lambat dan pasti negara-negara jajahan terpengaruh terhadap sistem hukum Eropa Kontinenal yang dibawa penjajah bahkan ada juga negara yang tidak pernah dijajah tetapi meresapi sistem hukum itu melalui pengaruh buku-buku yang disebar luaskan (contoh: Jepang dan Thailand). Gambar 3. Perkembangan Sistem Hukum Eropa Kontinental



Akhirnya sistem hukum itu mengalami perubahan seiring adanya penyempurnaan dan penyesuaian terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang kian berubah



Pengantar Ilmu Hukum |189



dalam arti hukumnya banyak dimasuki unsur-unsur dari luar akibatnya hukum Romawi yang diajarkan di universitas menjauh dari model aslinya dan berubah menjadi hukum Romawi yang diterapkan untuk menangani perkembangan baru atau modernisasi (Satjipto Rahadjo, 1996). Prinsip-prinsip yang mendasari Sistem Hukum Eropa Kontinental yakni : a. Mempunyai kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam bentuk UU; b. Menjamin kepastian hukum diwujudkan secara tertulis; c. Bersifat umum (abstracto); d. Pemegang kekuasaan legislatif berdasarkan wewenang ditetapkan UU dan kebiasaan hidup diterima masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan UU; e. Peranan dan fungsi hakim sebatas menetapkan dan menafsirkan peraturan, sedangkan putusan hakim hanya mengikat pihak berperkara saja (doktrins res ajudicata). 2. Sistem Hukum Anglo Saxon Sistem ini populer dikenal sebutan “Anglo Amerika, common law” dan “unwritten law” (tidak tertulis), meskipun tidak sepenuhnya benar karena dikenal pula adanya sumber hukum tertulis (Statutes). Sistem ini mulai tumbuh di lnggris abad 11, dan berkembang ke negara lainnya melalui jajahan



Pengantar Ilmu Hukum |190



atau koloni lnggris, dan memguasai hampir 5 (lima) benua meliputi  13.390.00 mil persegi atau sekitar 1/5 wilayah dunia. Seluruh penduduk yang berada di bawah kekuasaan kerajaan  565.000.000 / 1/4 seluruh jumlah umat manusia. Gambar 4. Perkembangan Sistem Hukum Anglo Saxon



Pengantar Ilmu Hukum |191



Tidak salah bila dikatakan bahwa kerajaan lnggris di zaman itu “. . . . . . . . . . . . sang surya tidak pernah terbenam”. Daerah di bawah kekuasaan kerajaan lnggris merupakan jajahan dan wilayah-wilayah yang diurus olehnya (F. lsjwara, 1982). Sistem hukum Anglo Saxon mengutamakan “common law” yakni hukum Kebiasaan dan hukum Adat dari masyarakat, sedangkan Undang-undang dimiliki hanya mengatur



pokok-pokok



saja



kehidupan



masyarakat.



Kedudukan hukum kebiasaan lebih berperan, dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju. Hukum ini mulanya dari kebiasaan di lnggris yang berasal adat-istiadat suku Anglo dan Saxon yang menghuni lnggris. Adat-istiadat berlaku secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Munculnya sistem common law di Amerika Serikat, berasal dari hukum adat lnggris yang mempunyai latar belakang lmigran lnggris di Amerika Serikat sebagai “Free Englishmen”, yang menghendaki persamaan politik dan hukum lebih bebas dan luas dengan menjadikan sistem common law lnggris sebagai sistem hukumnya (Riduan Syahrani, 1991). Pada Sistem Anglo Saxon di lnggris para praktisi dibiarkan tumbuh dalam praktek melalui penciptaan hukum Pengantar Ilmu Hukum |192



oleh hakim secara empirik. Menurut Marhainis Abdul Hay (1982), dalam sistem ini hakim pengadilan mengunakan prinsip “membuat hukum sendiri” dengan melihat kepada kasus-kasus dengan fakta-fakta sebelumnya (dengan istilah : Case law atau Judge made law). Hakim berfungsi sebagai legislatif, sehingga hukum banyak bersumber kepada putusan-putusan di pengadilan sebagai kreasi hukum. Sistem ini menganut doktrin dikenal dengan istilah “doctrine of precedent “ (stare decisis),



artinya dalam



memutuskan perkara, seorang hakim harus mendasarkan atau mengikuti putusan hakim terdahulu / sudah ada terhadap perkara sejenis atau sebelumnya (preseden). Sebaliknya jika tidak ada putusan hakim lain dari perkara yang telah ada sebelumnya karena dianggap tidak sesuai dengan



perkembangan



zaman,



maka



hakim



dapat



menetapkan putusan baru berdasarkan keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) dimilikinya. Berarti praktek “preseden” di sini salah satu sumber hukum yang prinsipil. Alhasil keberadaan sistem hukum “common law” di Negara-negara Anglo Saxon dianggap memudahkan karena tidak sepenuhnya harus dituangkan dalam bentuk UU yang lengkap, sistematis dan terhimpun dalam kodifikasi (kitab hukum) sehingga pengaturan persoalan hukum (UU) bukanlah hal utama. Pengantar Ilmu Hukum |193



Prinsip atau ciri-ciri mendasari Sistem Hukum Anglo Saxon yakni : a. Sumber hukum berupa “Putusan Hakim” (Judicial decisions). Hakim fungsinya tidak hanya menafsirkan peraturan hukum melainkan menciptakan hukum baru untuk perkara atau kasus dihadapi, yang nantinya menjadi pegangan bagi hakim lain untuk memutuskan perkara sejenis (the doctrine of precedent / stare decisis); b. Tidak tertulis



(unwritten



law),



dalam arti



tidak



menjadikan peraturan perundangan sebagai sendi utama; c. Kasus-kasus yang bersifat konkrit, disebut sistem hukum berdasarkan kasus (case law system). Di samping perbedaan kedua sistem itu, maka persamaan Sistem Anglo Saxon dan Eropa Kontinental sbb : a. Mencari aturan hukum telah ditentukan sebelumnya; b. Kasus yang diputuskan memiliki otoritas (kewenangan) tertentu tetapi bukan otoritas satu-satunya; c. Memutuskan perkara, akal memainkan peran penting dan hakim memiliki “diskresi” yang bersifat luas dan berbahaya. Sebagaimana dikatakan Lord Camden : “diskresi seorang hakim merupakan hukum tiran” (Muhammad Muslehuddin, 1991).



Pengantar Ilmu Hukum |194



3. Sistem Hukum Adat Sistim ini pada dasarnya hanya terdapat di dalam lingkungan kehidupan sosial di lndonesia, dan negara-negara Asia lainnya seperti : Cina, India, Jepang dan Afrika. Istilah ini berasal dalam tata hukum Hindia Belanda lazim diterjemahkan dengan istilah “Adatrecht”, pertama kali telah diperkenalkan C.Snouck Hurgronje alias Abdul Gaffar Snuk Al Holandy kemudian di populerkan secara teknis yuridis oleh C.Van Vollenhoven. Kata “Hukum” dalam pengertian hukum adat artinya lebih luas dari istilah hukum di Eropa, karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh



pelbagai



golongan



tertentu



dalam



lingkungan



kehidupan sosialnya (seperti: masalah pakaian, pertalian, pangkat dan sebagainya), sedangkan istilah “lndonesia” digunakan untuk membedakannya dengan hukum adat lainnya di kawasan Asia. Kata lndonesia itu untuk pertama kali telah diperkenalkan oleh James Richardson Logan melalui salah satu tulisannya dalam “Journal of the lndian Archipelago and Eastren Asia” di Penang tahun 1850, tidak lain untuk menunjukkan adanya nama-nama bangsa yang hidup di Asia Tenggara (Abdoel Djamali, 1993).



Pengantar Ilmu Hukum |195



Apa dimaksud “Adatrecht”? “dat samenstel van voor inlanders en vreem oosterlingen geldende gedragregels, die eenerzijds



sanctie



hebben”



(Hukum



Adat



adalah



keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumiputera dan orang timur asing, yang mempunyai upaya memaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan). Di lain pihak (Kusumadi



Pudjosewojo, 1976)



mengingatkan



bahwa



Hukum Adat dan Adatrecht sebaiknya jangan begitu saja disamakan karena Hukum Adat segala hukum yang keseluruhannya bersifat tidak tertulis sedangkan Adatrecht untuk sebagian meliputi juga hukum yang tertulis. Wilayah yang mempraktekkan Hukum Adat di lndonesia terdapat ada 19 (sembilan belas)



daerah



Lingkungan Hukum Adat, sebagaimana bagan di bawah ini :



Pengantar Ilmu Hukum |196



Bagan 11. 19 Lingkaran Hukum Adat di lndonesia



IRIAN / PAPUA



ACEH TANAH GAYO, TANAH ALAS TANAH BATAK (NIAS)



MINAHASA



SUMATERA SELATAN (Bengkulu,Lampung,Palembang,Jambi & Enggano) TANAH MELAYU (Riau, Indragiri, Sumatera Timur)



GARONTALO



TANAH TORAJA KALIMANTAN



BANGKA & BELITUNG



SULAWESI SELATAN BALI - LOMBOK



MINANGKABAU (Kerinci)



JAWA TENGAH & JAWA TIMUR DAERAH KERAJAAN (Jogya - Solo)



KEPULAUAN TERNATE JAWA BARAT (Termasuk Banten)



MALUKU SELATAN



KEPULAUAN TIMOR Pengantar Ilmu Hukum |197



Dilihat dari sumber hukum mendasarinya, Sistem Hukum Adat berasal dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis, tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Hukum Adat mempunyai tipe yang bersifat tradisional dengan berpangkal atas kehendak nenek moyang dan untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan sangat besar bagi kehendak nenek moyang. Peraturan hukum adat dapat berubah tergantung situasi sosial tertentu atau pengaruh kejadian dan kehidupan yang silih berganti, bahkan perubahannya sering tidak diketahui dan terkadang tanpa disadari. Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat itu, maka dari 19 lingkaran hukum adat di lndonesia dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yakni : 1. Hukum Adat mengenai Tata Negara, mengatur tentang ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum; 2. Hukum Adat mengenai warga (hukum warga) seperti : hukum pertalian, hukum tanah, dan hukum perhutangan; 3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana) memuat peraturan-peraturan tentang pelanggaran hukum pidana. Ketiga hukum adat diatas, timbul pertanyaan siapa berperan dalam melaksanakan hukum Adat? Yakni ”Pemuka Adat” sebagai sosok pimpinan sangat disegani, dan besar



Pengantar Ilmu Hukum |198



pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup yang sejahtera. Persepsi masyarakat terhadap pemuka adat dianggap orang paling mampu dapat menjalankan dan memelihara peraturan serta selalu ditaati anggota masyarakat berdasarkan kepercayaan kepada nenek moyang. Peranan inilah sebenarnya dapat mengubah hukum adat sesuai kebutuhan masyarakat tanpa menghapus kepercayaan dan kehendak suci nenek moyang. 4. Sistem Hukum lslam Sistem ini semula dianut oleh masyarakat di jazirah Arab dan sebagai negara pertama timbulnya dan penyebaran agama lslam. Melalui para pemuka agama dan ulama sistem ini disebarkan dan berkembang keseluruh pelosok dunia, terutama di belahan negara : Amerika, Eropa, Afrika dan Asia lainnya. Negara Afrika dan Asia perkembangannya sesuai dengan pembentukkan negara itu yang berasaskan nilai ajaran lslam sehingga dijadikan dasar bagi negaranya. Di negara kita, perkembangan lslam cukup pesat dan mayoritas penduduk lndonesia memeluk agama lslam yakni hampir 80%, meskipun demikian pengaruhnya sebagai agama negara tidak bisa diresmikan dalam Konstitusi RI karena ketika agama lslam dan Nasrani datang di negara ini sudah lebih dahulu masyarakat kita memeluk agama Hindu



Pengantar Ilmu Hukum |199



dan Budha. Akhirnya ada pemeluknya memilih lslam, Nasrani dan ada yang masih mempertahankan Hindu dan Budha hingga kemerdekaan RI (Hasbullah Bakry, 1984). Sistem hukum lslam sebagai ajaran agama yang di dalamnya memuat peraturan-peraturan hukum berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersumber kepada : a. Al Qur’an Kitab suci yang diturunkan Allah SWT Tuhan semesta alam, kepada Rasul dan Nabi-Nya yang terakhir Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman. Menurut istilah Al Qur‟an merupakan Kalamulah mengandung mujizat, diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, yang termaktub dalam mushaf-mushaf (lembaranlembaran diberi jilid) yang membacanya bernilai lbadah. Al Qur‟an menurut bahasa berarti “Bacaan Yang Harus Diikuti” merupakan peraturan dari Allah dan peringatan bagi seluruh umat (bangsa-bangsa) yang bersifat “Perintah” (Commandent) untuk membimbing manusia pada kebahagian baik dunia maupun akhirat kelak. Al Qur‟an berisi 30 Juz dan 114 Surat, diturunkan secara berangsur-angsur, bahkan dalam jangka waktu yang tidak teratur, lamanya 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari.



Pengantar Ilmu Hukum |200



Nama-nama lain dari Kitab Suci ini adalah sebagai berikut : a. Al Furgaan (Pembeda) b. Adz Dzikkir (Peringatan) c. Al Bayan (Penjelasan) d. Al Huda (Pimpinan) e. An Nuur (Cahaya Terang) f. An Ni‟mah (Kurnia) g. Al Mauziah (Pengajaran) h. Al Hukmu (Peraturan) i. Al Haq (Kebenaran) j. Al Hikmah (Kebijaksanaan) dan lain-lain. Beberapa nama tersebut paling terkenal adalah Al Qur‟an. Adapun tujuan diturunkannya kitab suci Al Qur‟an sebagai : a. Pedoman, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang meyakininya; b. Pelajaran dan penerangan tentang aqidah yang benar (Inu Kencana Syafi‟ie, 1995)



b. Al Hadist Berarti segala sesuatu perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad SAW. Hadist di sebut juga “Sunnah” berarti jalan / tradisi dengan kata lain merupakan penjelasan Pengantar Ilmu Hukum |201



(solutions) dari Rasulullah terhadap ketentuan ada dalam Al Qur‟an atau penjelasan Rasulullah atas pelaksanaan peraturan yang beliau inginkan dalam pemerintahan. Di samping itu, ada yang berpendapat bahwa perbedaan antara Sunnah dan Hadist yaitu : Sunnah segala sesuatu yang berasal dari Nabi, baik perkataan maupun perbuatannya sedangkan Hadist hanya mengenai perkataan beliau (Abdul Wadud dkk, 2001). Fungsi Hadist terhadap Al Qur‟an adalah : a. Menafsirkan ayat Al Qur‟an yang artinya luas (Bayan Tafsir); b. Memperkokoh



ayat



Al



Qur‟an



yang



sudah



diwahyukan Allah (Bayan Taqrir); c. Menjelaskan ayat Al Qur‟an yang membigungkan umat lslam (Bayan Taudlih).



c. I j m a Pengertian Ijma adalah konsensus atau kesepakatan para ulama atau ahli hukum lokal / daerah maupun mencakup seluruh masyarakat)



tentang sesuatu hal



dalam hukum berkaitan dengan persoalan baru yang belum jelas diatur dalam Al Qur‟an dan Hadist. Ijma terjadi setelah para ulama berijtihad (memahami Al Qur‟an, Sunnah dan pertimbangan lain dalam proses



Pengantar Ilmu Hukum |202



merumuskan hukum lslam). Kesepakatan sebagai dalil atau sumber hukum lslam selain Al Qur‟an dan Sunnah. Umat lslam selalu dituntut untuk memperbaharui pikirannya sehingga pelaksanaan norma-norma tertera dalam Al Qur‟an dan Hadist selalu cocok dengan kehendak zaman yang kian berubah, untuk itu lslam menganjurkan Ijtihad demi menjaga aktualitas lslam itu sendiri. Ketika Ijtihad itu dilaksanakan tentunya sulit dielakkan timbulnya beda pendapat namun perbedaan pendapat sebenarnya menjadi rahmat, asalkan setiap orang yang melakukannya dengan penuh ikhlas dan semata-mata mencari kebenaran dan kemajuan lslam. Dengan demikian Ijtihad bukanlah suatu usaha mengubah hukum (lslam) agar sesuai dengan kesenangan manusia, melainkan untuk mencocokan situasi dan persoalan baru agar sesuai dengan syariah. Sebagaimana Nabi Muhammads SAW bersabda : “Ummatku tidak akan sepakat untuk melakukan sesuatu yang salah, apa yang dianggap baik oleh ummat lslam, pasti baik di mata Tuhan sebaliknya apa yang dianggap buruk oleh orang beriman, maka di mata Tuhan juga buruk”. Ijma sebagai kesepakatan menurut Muhammad Muslehuddin, fungsinya sebagai berikut:



Pengantar Ilmu Hukum |203



a. Memiliki otoritas untuk menentukan apakah pendapat ahli hukum atau keputusan hakim benar atau salah; b. Memiliki andil besar bagi syariah menghapuskan pertimbangan nilai pribadi.



d. Q i y a s Secara umum diterjemahkan juga dengan Analogi. Qiyas berasal dari bahasa arab artinya mengukur, membandingkan, aturan. Ada juga mengartikannya dengan mengukur sesuatu atas sesuatu yang lain, kemudian menyamakan antara keduanya. Menurut para Ahli Ushul Figh, Qiyas adalah menerangkan hukum yang tidak ada nashnya dalam Al Qur;an dan hadist dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash atau perkataan lain menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan yang ada nash hukumnya karena ada persamaan sebab atau illat hukum. Contoh : a. Mengeluarkan kewajiban Zakat Fitrah berupa beras. Padahal beras tidak ada dalam Al Qur‟an dan Sunnah. Kebolehan beras digunakan berdasarkan dalil Qiyas. b. Seorang anak tidak boleh berkata cis kepada orang tua. Maka hukum memukul, meneror dan membentak terhadap mereka dilarang atas dasar Qiyas / analogi.



Pengantar Ilmu Hukum |204



c. Minum arak dilarang secara tegas oleh Al Qur‟an, penyebab larangan itu akibatnya memabukkan. Karena itu apa saja penyebab memabukkan, maka larangan dapat diterapkan seperti pemakaian : Narkoba (sabu, ganja, ekstasi, narkotik, kokain, heroin, tembakau gorila) dan sebagainya. Syarat-syarat mengunakan Qiyas sebagai berikut : a. Kausa / sebabnya harus berupa ide yang dikehendaki syariah (nampak dan sempurna); b. Kausa / sebabnya harus identik baik dengan subjek aslinya maupun subjek analogi, karena kesamaan sifat saja tidak cukup untuk memberikan suatu analogi; c. Qiyas tidak dapat mencapai status hukum kecuali didukung dan dikaui oleh Ijma. Jadi, hukum di sini diperluas ke dalam kasus lain yang memiliki sifat sama, tujuannya untuk menemukan hukum. Prosedur analogi hakekatnya dicanangkan untuk menghapus kebebasan mengunakan akal dan pertimbangan bebas karena hal telah membuktikan bahwa : “akal selalu berubah dan tidak dapat dipercaya”. 5. Sistem Hukum Kanonik Hukum Kanonik (codex iuris canonict) adalah sistem hukum yang dianut oleh negara-negara yang tunduk kepada peraturan atau ketentuan Gereja. Pada sisi yang lain hukum Pengantar Ilmu Hukum |205



Kanonik merupakan aturan yang mengatur kehidupan kemasyarakatan dan berlaku untuk umat atau warga Katolik. Kitab Hukum Kanonik / Gereja terdiri atas 7 (tujuh) buku, yaitu: 1) Buku I tentang norma-norma umum; 2) Buku II tentang umat Allah; 3) Buku III tentang tugas gereja mengajar; 4) Buku IV tugas gereja menguduskan; 5) Baku V tentang harta benda duniawi gereja; 6) Buku VI tentang hukuman atau sanksi dalam gereja; 7) Buku VII tentang proses atau hukum acara. Muatan Kitab Hukum Kanonik setiap buku dibagi ke dalam : bagian, seksi, judul, bab, dan artikel. Nomor-nomor ketentuan hukum disebut kanon.



6. Sistem Hukum Sosialis Sistem Hukum Sosialis (Socialist Law) adalah nama resmi untuk sistem hukum di negara komunis. Sistem Hukum Sosialis berasal dari hukum Uni Soviet yang dikembangkan sejak 1971. Pokok ajaran sistem hukum sosialis mengusung filosofi dan ideologi mengacu ke pemikiran hukum yang dijiwai ajaran “Marxist-Leninist” sedangkan menurut para pakar hukum di Uni Soviet dan



Pengantar Ilmu Hukum |206



ajaran materialisme dan teori evolusi berpendapat bahwa : materi satu-satunya benda nyata di dunia ini. Negara yang menganut Sistem Hukum Sosialis ini hanya mengenal konsep hukum publik dan menafikan hukum privat. Ada beberapa pakar hukum memberikan batasan Socialist Law antara lain: a. Christine Sypnowich, 2008 karya bukunya “The Socialist Concept of Law”mendefinisikan “Socialism as a society where private propety in the form of capital has been eliminated and replaced by common ownership of the means of production thereby permitting a large measure of equality and fraternity in social relations”. Artinya : Sosialisme sebagai sebuah masyarakat dimana kepemilikan pribadi dalam bentuk modal dihapus diganti kepemilikan umum. Hak bersama atas sarana produksi memperbolehkan tingkat kesetaraan dan persaudaraan yang tinggi dalam hubungan kemasyarakatan. b. John Quigley, 1989 dalam artikelnya : “Law for a world Community” mendefinisikan bahwa : “socialist law as the law of countries whose governments officially view the country as being either socialist or moving from capitalism to socialism, and which hold a communistic society as an ultimate goal”. Pengantar Ilmu Hukum |207



Artinya: hukum sosialis sebagai hukum negara yang pemerintahnya secara resmi melihat negara sebagai salah satu sosialis atau bergerak dari kapitalisme ke sosialisme dan memegang teguh masyarakat komunistik sebagai tujuan akhir”. Sumber hukum Sistem Hukum Sosialis keputusan tertinggi penguasa berupa produk kebijakan pemerintah / negara. Dengan kata lain tidak ada sumber hukum resmi, melainkan hukum penguasa negara dan membela rakyat “proletar” (kelas sosial rendah). Hukum Sosialis bersifat “prerogative” ketimbang normatif. Adapun negara penganut Sistem Hukum Sosialis (Socialist law) dibagi dalam 2 (dua) kelompok antara lain : 1) Jurisdiksi sosialis kuno, seperti : Polandia, Bulgaria, Hungaria, Czechoslovakia, Albania Rumania, Republik Rakyat China, Republik Rakyat Vietnam, Republik Rakyat Demokratik Korea, Mongolia (sistem hukum nasionalnya tertua) dan Kuba; 2) Sistem Hukum Sosialis terbaru atau berkembang seperti : Laos, Republik Demokratik Kamboja, Mozambique, Angola, Somalia, Libya, Ethiopia, Guiena dan Guyana.



Pengantar Ilmu Hukum |208



Perkembangan baru Sistem Hukum Sosialis (Socialist Law) pasca reformasi dari bentuk dan sistem pemerintahan menurut komentar para pakar antara lain : a. Michael Bogdan, 1994 dalam bukunya “Comparative Law” menyatakan: setelah rezim komunis di Eropa Timur runtuh, mulai menanggalkan sistem ekonomi terencana dan mendasarkan sistem hukum sosialis pada buku-buku teks sejarah hukum. Meski diakui ada negara di luar Eropa masih menganut sistem hukum sosialis (Kuba, Vietnam dan Laos) dan tidak dapat diabaikan hukum sosialis pasti akan berkuasa kembali di negara-negara tertentu, walaupun hanya sementara dan kondisi sangat khusus, misalnya di beberapa negara dpernah menjadi bagian Uni Soviet kini menjadi negara merdeka. b. Peter der Cruz, 1999 bukunya berjudul “Comparative Law in A Chaging World” mengemukakan bahwa : di Eropa saat ini, sistem hukum sosialis tampaknya telah jatuh menuju penurunan dan tidak lagi menjadi partner dominan dan setara dengan keluarga hukum asal civil law dan common law. Sebaliknya ia semakin terasingkan perannya sebagai ankronisme di sebagian wilayah Eropa Timur. Cukup masuk akal jika banyak bekas negara sosialis akan kembali kepada akar civil law, atau tetap mempertahankan



sebagian



dari



ideology



mereka



Pengantar Ilmu Hukum |209



sebelumnya atau berpindah menjadi kapitalisme dan mengadopsi hukum barat. c. John Quigley, 1989 dalam Jurnal llmiah berjudul “Syracuse Journal of International Law and Commerce” Volume 16 : Nomor 1 telah merangkum perkembangan Socialist Law sebagai berikut : 1) Hukum Sosialis diprogramkan lenyap secara perlahan bersamaan hilangnya hak milik privat dan kelas sosial serta transisi menuju ke tatanan sosial komunistik; 2) Negara Sosialis didominasi oleh partai politik tunggal; 3) Di dalam sistem Sosialis, hukum disubordinasikan menciptakan tatanan ekonomi baru, dan di dalamnya hukum privat diabsorbsi oleh hukum publik; 4) Hukum sosialis memiliki karakter pseudo-relijius; 5) Hukum sosialis bersifat prerogatif daripada normatif. Setelah memahami berbagai macam sistem hukum ada di dunia, dapat disimpulkan bahwa sistem hukum ideal bagi sebuah negara adalah sistem hukum yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat negara tersebut.



Pengantar Ilmu Hukum |210



BAB 12 PENEMUAN HUKUM A. Sejarah Telah disadari kondisi masyarakat selalu berubah dan mengalami perkembangan namun di pihak lain hukum (dalam arti Peruu) sifatnya statis, lambat dan selalu tertinggal dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.



Sebagaimana pameo



hukum terkenal : “Het recht hinkt achter defeiten aan” artinya hukum tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hukum agar bersifat dinamis dan menjadikan aturan yang hidup (Living law), bisa dikutip pendapat hakim Agung Benjamin Cardozo menyatakan : agar hukum itu “Up to date” dengan memberikan pernyataan terus menerus dan makna baru secara kontinyu melalui Penemuan Hukum oleh Hakim atau penegak hukum lainnya. Dalil hukum menyebutkan hakim tidak boleh menolak perkara, melainkan harus diputuskan tidak ada alasan belum ada aturannya yang berhubungan dengan pokok perkara atau aturan sudah ada, tetapi tafsirannya tidak cocok lagi. Oleh karena itu hakim harus menemukan hukum dan beberapa pakar sering mengutarakan hakim adalah pembentuk hukum melalui putusannya dinamakan Judge made law.



Pengantar Ilmu Hukum |211



Penemuan hukum bagi hakim, bukan hanya sekedar menafsirkan menyesuaikan



ketentuan



Undang-Undang,



maksudnya



melainkan



juga



apakah sudah sesuai dengan



perubahan dan perkembangan masyarakat. Hal ini sesuai dengan asas : “ius curia novit” (hakim dianggap tahu hukum). Secara historis kelemahan dan ketertinggalan hukum selalu ada dari zaman ke zaman, sehingga penemuan hukum oleh Marwan Mas (2004) membaginya ke dalam tiga fase : 1. Pra Abad ke-18 Masa ini hukum masih bersifat tidak tertulis yang mengatur kemasyarakatan melainkan sebagian besar mendominasi hukum kebiasaan dan adat yang ternyata kurang menjamin kepastian hukum. Masa ini kekuasaan di tangan raja yang bertindak totaliter, ia membuat peraturan, melaksanakan dan menghakimi bila peraturan tidak dipatuhi. Penemuan hukum dari hakim tak ada karena menjadi pedoman dalam hidup bermasyarakat bersumber pada hukum tidak tertulis. 2. Pertengahan Abad ke-18 Abad ini mulai ada hukum bersifat tertulis seiring dengan munculnya pemikiran dari para pakar politik, filsafat dan hukum tentang konsep / teori bernegara seperti : John Locke (lnggris) dan Baron de Montesquieu (Perancis) dengan melahirnya teori “Trias Politica” atau ajaran Pemisahan



Pengantar Ilmu Hukum |212



kekuasaan (saparatian of power), menghendaki bahwa kekuasan negara dipisahkan menjadi : 3 (tiga) kekuasaan (legislative, eksekutive, judikative), tujuannya tidak lain untuk membatasi kekuasaan penguasa bersifat absolut dan bertindak sewenang-wenang agar hak kebebasan individu / warganegara dapat terjamin. Berdasarkan teori tersebut melahirkan pula pemikiran untuk membuat kodifikasi hukum (pembentukan hukum tertulis secara sistematis, lengkap dan jelas serta dibukukan dalam sebuah kitab). Timbulnya kodifikasi hukum dengan sendirinya memunculkan “aliran legisme” menyatakan : hanya aturan bersifat tertulis disebut sebagai hukum, dan hakim keberadaannya tidak menciptakan hukum, melainkan tugasnya pelaksana dari Undang-Undang. Berjalannya waktu perlahan dan pasti hukum tertulis tidak jarang ditemui bersifat kaku dan statis di tengah perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga orang mulai sadar dan menghendaki hakim melakukan upaya terobosan dalam pembentukan hukum secara bebas dan mandiri. Hakim diharapkan tidak lagi corong UU, melainkan menciptakan hukum dan menyesuaikan dengan kebutuhan hukum. Meskipun sudah diberikan kewenangan tetapi hakim belum bebas mengunakan penafsiran secara bebas.



Pengantar Ilmu Hukum |213



3. Abad ke-19 Memasuki eras ini, pengunaan kodifikasi hukum ternyata masih memiliki kelemahan karena hukum dinilai belum mampu mengikuti perubahan terjadi dimasyarakat. Untuk mengantisipasi ketertinggalan, hukum tidak tertulis kembali mendapat pengakuan dengan memperhatikan nilai-nilai hidup dan berkembang di masyarakat dan penemuan hukum oleh hakim semakin diperluas. Sehubungan penemuan hukum, masa ini berkembang beberapa aliran lebih lunak dari legisme sebagai berikut : a. Aliran begriffs-yurisprudenz melihat hukum sebagai ajaran tentang pengertian yang lebih menonjolkan pada unsur rasio dan logika. Hal ini dimaksudkan melengkapi kekurangan UU dengan mengunakan hukum sebagai logika sehingga ketika hakim menafsirkan UU harus memperluasnya berdasarkan rasio. b. Aliran freierechschule (hukum bebas), merupakan cara penemuan hukum yang memberi kebebasan pada hakim melalui “Konstruksi Hukum”. Hakim diberi kebebasan menemukan hukum, dalam arti hakim bukan sekedar menerapkan UU, tetapi memperluas dan membentuk hukum melalui putusannya bahkan dalam hal tertentu membolehkan menyimpang dari UU.



Pengantar Ilmu Hukum |214



c. Aliran sosiologische-rechschule, yakni hakim dalam menemukan hukum memperhatikan kenyataan nilai-nilai hidup dan berkembang di masyarakat dan menyesuaikan dengan nilai dan kultur hukum yang dianutnya. d. Aliran sistem hukum terbuka, artinya menerima nilai-nilai di luar hukum dan menghendaki adanya saling berkaitan antar sub-sistem di dalamnya. Paul Scholten menilai sistem hukum ini “open system van het recht” sesuatu yang logis dan terbuka sehingga membutuhkan perluasan putusan hakim melalui penilaian yang dilakukan dalam wujud “interpretasi dan konstruksi”. e. Aliran heteronom dan otonom, dimaksudkan heteronom apabila hakim melakukan penemuan hukum sepenuhnya tunduk pada UU atau hakim hanya menerapkan bunyi dan maksud ketentuan UU terhadap peristiwa konkrit sedangkan otonom bilamana hakim dalam mengambil putusannya dalam peristiwa konkrit didasarkan atas pandangan, keyakinan dan pikirannya sendiri dengan tetap berpedoman pada ketentuan (Ahmad Ali (1996). Aliran ini dinilai pakar hukum seperti Van Elkema, Oskar Bullow dan Eugen Ehrslisch (Jerman) sebagai pandangan baru disebut: “materiil yuridis”. Namun Sudikno Mertokusumo (1993) menilai kedua penemuan hukum dalam praktek tidak ada perbedaan yang tajam. Pengantar Ilmu Hukum |215



B.



Penemuan Hukum (Rechtsvinding) Apabila ditinjau dari konsepnya penemuan hukum sebagai



proses pembentukan hukum oleh hakim / aparat penegak hukum lainnya, dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa konkrit. Penemuan hukum dilakukan berangkat dari kesadaran bahwa undang-undang yang ada, terkesan kaku dan tidak lengkap sehingga para hakim berperan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan agar senantiasa sejalan dengan kenyataan ( kebutuhan hukum dan keadilan). Sedangkan kegunaannya untuk mencari dan menemukan keputusan hukum yang tepat, benar dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum masyarakat. Ada beberapa alasan yang mendasari hakim melakukan penemuan hukum, yaitu : 1. Karena peraturannya tidak ada, tetapi esensi perkaranya sama atau mirip dengan peraturan lain sehingga dapat diterapkan dalam perkara tersebut. 2. Peraturannya memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu manafsirkannya. 3. Peraturan sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan warga masyarakat. Berdasarkan alasan tersebut, metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan 2 (dua) bentuk, yaitu Interpretasi dan konstruksi hukum. Pengantar Ilmu Hukum |216



1. Interpretasi Secara konsep dimaksudkan lnterpretasi adalah penafsiran perkataan dalam UU dengan tetap berpegang pada bunyi kata-kata atau teks dalam peraturan itu. Sedangkan pendapat lain R.Soeroso (2006) mengemukakan : penafsiran adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil seperti tercantum dalam UU sesuai yang dikehendaki pembuatnya. Ada beberapa cara untuk melakukan penafsiran yaitu : a. Penafsiran Subjektif, apabila dilakukan hakim seperti yang dikehendaki oleh pembuat UU itu sendiri. b. Penafsiran Objektif, apabila dilakukan hakim terlepas dari yang dikehendaki pembuat UU melainkan sesuai dengan adat atau bahasa keseharian. Dilihat dari sumbernya, penafsiran dapat dibedakan sebagai berikut : a. Autentik, penanfsiran yang diberikan oleh pembuat UU seperti yang dilampirkan pada UU sebagai penjelasan dan mengikat secara umum.



b. Doktriner atau ilmiah, penafsiran yang didapat dalam buku-buku, kamus dan hasil karya para ahli lain. Hakim dalam hal ini tidak terikat karena hanya bersifat teoritis.



Pengantar Ilmu Hukum |217



c. Hakim, penafsiran ditetapkan hakim dan hanya mengikat dan berlaku bagi pihak-pihak bersangkutan yang terkena kasus tertentu sedangkan hakim lain tidak terikat. Kemudian dalam berbagai kepustakaan hukum ada beberapa metode penafsiran hukum sebagai berikut : a. Penafsiran Gramatikal (Tata bahasa) Metode penafsiran ini berpegang pada kata-kata dalam UU menurut kaedah hukum tata bahasa atau yang dijadikan pedoman makna / arti perkataan, kalimat atau kebiasaan bahasa sehari-hari dengan syarat : singkat, jelas, tepat dan tidak bermakna ganda. Contoh :  Di Trotoar jalan umum dipasang Rambu dilarang Parkir “Kendaraan”. Rambu itu tidak menjelaskan dimaksud “kendaraan” (apakah motor bermesin jenis Roda : 2, 3, dan 4, Beca, Sepeda, Gerobak, kendaraan tradisional seperti : Pedati, Dokar / Andong, Bendi, dan Delman) sehingga secara hukum istilah tersebut membuat orang “binggung” dalam arti tidak jelas dan kurang tepat kata-katanya.  Di Kecamatan Gambut Kab. Banjar (Kalsel) ditemui warung makan di pinggir jalan yang bertuliskan “Sate



Pengantar Ilmu Hukum |218



Gambut”. Istilah “Gambut” senantiasa selalu menjadi pertanyaan bagi setiap orang lewat (terlebih orang luar daerah). Gambut sebagai “hewan” apa? Padahal kuliner “Sate” dikenal orang hingga sekarang beragam jenis dan bahannya dari daging hewan : Ayam, Itik, Sapi (Jeroan), Kambing, Ikan, Babi, Kuda, Kelinci dan Bulus (Bidawang, Labi-labi). Persepsi orang Banjar di Kalsel sudah lumrah “Sate Gambut” bukan hewan tapi menunjukkan Sate dikenal di Gambut atau di Kecamatan Gambut. b. Penafsiran Autentik (Resmi, Sahih) Metode penafsiran yang dinyatakan pembuat (legislator) dalam UU. Pengertiannya dijelaskan dalam pasal atau penjelasannya. Jika ingin mengetahui maksud pasal itu? cukup melihat penjelasannya bahkan selalu diterbitkan tersendiri dalam Tambahan Lembaran Negara (LN). c. Penafsiran Historis (Sejarah) Metode penafsiran yang tujuannya ingin memahami undang-undang dalam kontek seluruh sejarah hukum atau riwayat peraturan undang-undang itu dibuat. Penafsiran Sejarah dapat melalui yakni : 1) Sejarah hukumnya, diselidiki terbentuknya hukum, mulai dari memori penjelasan, laporan pembahasan Pengantar Ilmu Hukum |219



dalam badan legislative sampai berkaitan administrasi antara pemerintah dengan komisi badan legislative, 2) Sejarah undang-undangnya, mencari, dan menyelidiki maksud pembentukan UU mulai saat membandingkan peraturan ada sebelumnya, latar belakang pengajuan usul (rancangan), sampai kepada pengundangan dan perubahan undang-undang. d. Penafsiran Sistematis (dogmatis, analogis) Metode penafsiran sifatnya membanding antara peraturan satu dengan lainnya dalam perkara sejenis / hampir sama. Hakim harus mencari ketentuan yang sesuai dan saling berkaitan melalui cara perbandingan yang mengandung kemiripan / persamaan terhadap peristiwa ditanganinya. Contoh : Asas “Monogami” Pasal 27 KUHSipil menjadi dasar bagi Pasal lainnya 34, 60 dan 64 KUHS seperti uraian : 1) Pasal 27 : Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, dan seorang perempuan hanya seorang laki-laki sebagai suaminya.



Pengantar Ilmu Hukum |220



2) Pasal 34 : Seorang perempuan tak diperbolehkan untuk kawin lagi, melainkan setelah waktu tiga ratus hari semenjak perkawinan terakhir dibubarkan. 3) Pasal 60 : Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak, sekalian anak dilahirkan dari perkawinan itu, semua itu adalah berhak mencegah perkawinan baru, melainkan hanya berdasarkan atas perkawinan yang lama. 4) Pasal 64 : Suami yang perkawinannya telah dibubarkan karena perceraian,



diperbolehkan



mencegah



perkawinan



bekas istrinya apabila hendak kawin lagi sebelum melewati tiga ratus hari semenjak pembubaran suatu perkawinan yang lalu. e. Penafsiran Sosiologis (Teleologis) Metode penafsiran disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan sosial dalam masyarakat kian berkembang agar penerapan hukumnya selalu cocok terhadap tujuan dan kepastian hukum sesuai asas keadilan dalam masyarakat. Terlebih lagi konteknya di negara lndonesia, kemampuan hakim menjadi hal penting dan utama dalam melakukan



Pengantar Ilmu Hukum |221



penafsiran secara sosiologis karena di negara kita masih diperlakukan KUHPidana, KUHPerdata, KUHDagang yang produknya berakar dan berasal dari perundangundangan masa kolonial Belanda, dimana kondisi sosial masa itu jauh sangat berbeda dengan sekarang. Penafsiran sosiologis dalam penerapannya dapat dilakukan dengan tahap-tahap yaitu : a. Hakim terlebih dahulu harus memperhatikan keadaan masyarakat pada saat UU itu di sahkan / diundangkan dan sebelum UU diberlakukan serta hal mendorong para pembuat / memberlakukannya. b. Hakim memperhatikan kebutuhan hukum masyarakat sebelum dan sesudah diundangkan peraturan itu atau perkembangan dan perubahan terjadi di masyarakat. Contoh : Pasal 362 KUHPidana 1915 berbunyi : “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud dimilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun . . . ..”.



Hal dipandang perlu ditafsirkan di sini perkataan “Barang”. Secara riil barang berupa benda yang bisa dilihat, diraba dan dirasakan. Sekarang bagaimana Pengantar Ilmu Hukum |222



dengan



pencurian



dapatkah



disamakan



atau



penyadapan



dengan



“barang”



“Listrik”? padahal



”Listrik” (dikembangkan Michael Faraday (1931) merupakan benda yang tidak bisa dilihat dan diraba melainkan hanya dapat dirasakan bila dipegang melalui arus / tegangan magnet kawat tembaga. Ternyata dengan metode penafsiran sosiologis Hakim menyatakan : “Listrik” termasuk katergori “Barang” (Pasal 362 KUHP) dengan pertimbangan listrik



bersifat



mandiri



dan



bernilai



ekonomis



sedangkan tujuan peraturan itu untuk melindungi harta kekayaan orang lain. Akhirnya pencurian listrik dapat dijerat dengan Pasal 362 KUH Pidana Juncto UU Ketenaga listrikan Nomor 30 Tahun 2009. f. Penafsiran Perbandingan (Komparatif) Metode penafsiran membandingkan antara berbagai sistem hukum di dunia baik hukum lama maupun positip yang berlaku sekarang, sehingga hakim bisa mengambil putusan yang sesuai perkara ditanganinya.



g. Penafsiran Ekstensif Metode Penafsiran dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan UU dengan kata



Pengantar Ilmu Hukum |223



lain penafsiran melampaui yang ditetapkan interpretasi gramatikal. Hakim diberikan kebebasan untuk melakukan penafsiran guna mendapatkan dasar hukum yang jelas dalam mengadili perkara diajukan. Meskipun penafsiran ini melampaui batas tidak berarti terlepas dari makna aslinya sebagaimana diatur dalam U U . Contoh :  Pengertian “Barang” dalam Pasal 262 KUHPerdata diperluas termasuk barang yang tidak berwujud, misalnya aliran atau arus listrik.  Penafsiran kata “menjual” Pasal 1576 KUH Perdata. Sudah sejak 1906 kata “menjual” dalam Pasal 1576 KUHPerdata oleh hakim ditafsirkan secara luas bukan semata-mata berarti jual beli, tetapi peralihan hak. h. Penafsiran Restrikrif Metode penafsiran dilakukan dengan membatasi atau mempersempit arti kata-kata atau maksud pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.



Contoh :  Kata “Tetangga” dalam Pasal 666 KUH Perdata dapat diartikan setiap “tetangga termasuk seorang penyewa dari pekarangan sebelahnya. Jika “dibatasi” tidak Pengantar Ilmu Hukum |224



termasuk tetangga penyewa, ini berarti hakim telah melakukan penafsiran tersebut.  Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, dan mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”. Jika dibatasi tidak termasuk kerugian yang tidak berwujud seperti sakit, cacat dan sebagainya berarti hakim telah melakukan penafsiran restriktif. Selanjutnya cara menerapkan suatu metode penafsiran sedapat mungkin hakim harus dilakukan sebagai berikut : 1) Pembuat Perundang-undangan tidak menetapkan sistem tertentu, yang harus dijadikan pedoman, melainkan bebas dalam melakukannya. 2) Untuk melakukan penafsiran UU hendaknya dilakukan berurutan melalui cara penafsiran Gramatikal, Autentik, Historis, dan Sosiologis serta seterusnya. 3) Sedapat mungkin semua metode penafsiran supaya dilakukan atau diterapkan. 4) Jika metode penafsiran tidak menemukan makna yang sama, maka wajib diambil metode membawa keadilan.



Pengantar Ilmu Hukum |225



2. Konstruksi Merupakan salah satu metode yang mengunakan logika atau penalaran



logis



untuk



mengembangkan



lebih



lanjut



ketentuan undang-undang, dengan tidak berpegang lagi pada kata-kata atau bunyi peraturan (teks), tetapi dengan persyaratan tak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem. Selain itu metode ini, dapat digunakan para hakim sebagai metode penemuan hukum dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat untuk mengisi kekosongan peraturan perundang- undangan dengan asas-asas dan sendi-sendi hukum, apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan mengatur secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Metode Konstruksi hukum dikenal terdiri atas 3 (tiga) bentuk yaitu : a. Argumentum Peranalogian / Analogi Analogi ini merupakan salah bentuk konstruksi hukum yang paling sering digunakan dalam perkara perdata, tetapi memunculkan polemik di bidang hukum pidana. Secara umum, analogi proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala bersifat khusus dengan membandingkan dua hal berbeda melalui cara melihat persamaan dari dua hal di perbandingkan sehingga dapat



Pengantar Ilmu Hukum |226



digunakan untuk memperjelas konsep yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan atau pengertian lebih umum. Tujuan analogi menjelaskan hal yang abstrak atau sulit ditafsirkan secara langsung, tidak hanya menyangkut benda dan kosa kata saja, tapi juga menjabarkan sebuah peristiwa sehingga mampu membentuk persepsi yang tepat. Pendapat lain menyebutkan anologi untuk mencari esensi lebih umum pada perbuatan yang diatur UU. Contoh Analogi dalam Kalimat :  Perbuatan atau peristiwa Jual beli ( Pasal 1576 BW) dan Hibah merupakan bentuk Peralihan Hak dari pemilik berpindah ke orang lain.  Badannya besar sekali seperti gajah. Badan yang besar dianalogikan dengan gajah untuk mendapatkan perbandingan yang hampir setara. Gajah adalah binatang berukuran besar, begitu juga dengan gemuk yang artinya manusia berukuran besar.  Cara berjalannya sangat lambat seperti kura-kura. Kura-kura sering dipakai orang menggambarkan cara berjalan yang pelan-pelan. Sebenarnya, ini termasuk analogi pincang karena cara berjalan seseorang tidak benar-benar selambat kura-kura.



Pengantar Ilmu Hukum |227



Contoh Analogi dalam Paragraf :  Bila seseorang benar-benar memiliki banyak ilmu, maka ia akan bersikap tenang dan merendah karena ia menyadari bahwa begitu banyak ilmu yang belum dipelajarinya sehingga tidak ada disombongkan. Hal ini ibarat padi makin berisi makin merunduk. Analogi di atas menjelaskan tentang sikap seseorang yang mendalami ilmu. Semakin banyak ilmu yang didapatkannya bukan membuatnya sombong, tapi ia bersikap rendah hati dan menghormati orang lain.  Kegagalan hal wajar dalam kehidupan, apalagi ketika seseorang ingin menggapai impiannya. Bila benarbenar ingin memenangkan pertarungan, maka harus kembali bangkit dari kegagalan dan tidak boleh menyerah. Lihatlah bagaimana seorang anak belajar berjalan? Meskipun berulangkali jatuh, ia akan kembali mencoba berdiri dan kemudian bisa berjalan dengan sempurna.



Paragraf di atas menganalogikan orang yang sedang berjuang meraih mimpinya bagaikan seorang anak sedang belajar berjalan. Kegagalan digambarkan seperti seorang anak jatuh saat belajar berjalan.



Pengantar Ilmu Hukum |228



Oleh karena itu disimpulkan analogi merupakan suatu proses penalaran dengan menggunakan perbandingan antara dua hal yang berbeda dengan menitik beratkan pada unsur persamaannya. b. Argumentum A Contrario Metode ini disebut a contrario, yaitu menafsirkan mengunakan penalaran bahwa jika UU menetapkan suatu hal untuk peristiwa tertentu, berarti peraturannya terbatas pada persoalan itu dan bagi peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya. Atau menjelaskan UU didasarkan pada “perlawanan” yakni : pengertian antara peristiwa konkrit dan peristiwa diatur dalam UU. Dengan perkataan lain A Contrario metode yang titik beratnya diletakkan pada ketidaksamaan peristiwa secara kebalikan, tujuannya untuk lebih mempertegas kepastian hukum atau tidak menimbulkan keraguan.



Contoh : Ketentuan masa “Iddah” bagi seorang Janda (Pasal 39 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa waktu tunggu “Iddah”bagi seorang janda apabila :



Pengantar Ilmu Hukum |229



1. Perkawinan putus karena kematian, maka waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari; 2. Perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari dan yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 hari. 3. Perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan. Lantas bagaimana seorang ”duda”, apa harus menunggu? Jawabannya berdasarkan ketentuan UU tidak berlaku bagi seorang duda karena laki-laki tidak mengalami masa haid (menstruasi)3, jadi apa yang harus ditunggu? c. Penghalusan hukum (Rechtsverfijning) Metode ini kebalikan dari analogi adalah memberlakukan hukum dengan cara mempersempit berlakunya pasal sedemikian rupa sehingga seolah-olah tidak ada pihak disalahkan. Penghalusan/penyempitan hukum diperlukan karena seringkali cakupan yang dirumuskan Peruu terlalu luas. Maka oleh hakim perlu mempersempit agar bisa diterapkan pada peristiwa konkrit. 4)



Haid (menstruasi) adalah darah berwarna merah yang keluar dari rahim perempuan pada masa tertentu setelah akil baligh (mulai usia 9 tahun / lebih). Darah haid biasanya keluar selama 1 bulan sekali. Darah dikeluarkan paling sedikit 1 hari 1 malam, umumnya 7 hari dan paling lama 15 hari. .



Pengantar Ilmu Hukum |230



Contoh : Ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tentang “Perbuatan melawan hukum”, cakupannya luas meliputi perbuatan bertentangan dengan UU. Oleh Mahkamah Agung Belanda 1919, perbuatan melawan hukum dipersempit menjadi „berbuat atau tidak berbuat”, melanggar hak seseorang atau bertentangan dengan kewajiban hukum. d. Fiksi Hukum Metode ini dihadapkan pada fakta baru, berlandaskan asas “semua orang dianggap tahu hukum” (In dubio pro rio atau presumptio iures de iure). Adagium bahasa Latin “ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan” (ignorantia jurist non excusat). Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum / tidak mengetahui adanya hukum.. Fiksi hukum diatur lebih lanjut dalam Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan MK No. 001/PUU-V/2007 keduanya memuat prinsip sama yaitu “ketidaktahuan seseorang akan UU tidak dapat dijadikan alasan pemaaf”. Putusan MA No.77 K/Kr/1961 menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui undang-undang setelah undangundang itu diundangkan dalam lembaran negara”.



Pengantar Ilmu Hukum |231



Adapun fungsi Fiksi hukum antara lain : (1) untuk mengisi kekosongan hukum, (2) menciptakan stabilitas UU dan (3) mengatasi konflik antara ketentuan baru dengan sebelumnya. Contoh :  Seorang pengendara motor diberhentikan dan dikenakan sanksi oleh polisi di tengah perjalanan karena tidak menyalakan lampu utama pada siang hari. Pengendara mengaku tidak tahu adanya peraturan yang mewajibkan tersebut. Dengan mendasari Fiksi Hukum, pengendara motor tetap dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).  Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial dengan



memberikan



komentar



“Comment”



pada



unggahan seseorang mengandung unsur pencemaran nama baik, dapat dikenakan sanksi



pidana



penjara



paling lama 4 (empat) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) berdasarkan Pasal 27 ayat 3 UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).



Pengantar Ilmu Hukum |232



BAB 13 MAZHAB ILMU HUKUM A. Pengertian Kata “Mazhab” sangat populer di Indonesia, berasal dari kata kerja dalam berbahasa Arab “dzahaba” artinya pergi. Setelah diserap dalam bahasa Indonesia, mengalami pribumisasi ejaan dan ditulis sebagai Mazhab. Menurut bahasa, Mazhab bisa juga berarti al-ra’yu artinya pendapat, ideologi, doktrin, ajaran, kepercayaan, paham, dan aliran. Oleh karena, pendapat merupakan hasil pemikiran seseorang yang diikuti orang lain dan berkembang secara umum sehingga menjadi sebuah metode berpendapat dianggap baku, akhirnya menjadi Mazhab. Di samping itu terdapat pengertian mazhab dalam beberapa rumusan antara lain: 1. Menurut M.Said Ramadhan Al-Buthy (2005), mazhab jalan pikiran atau pendapat yang ditempuh seorang mujtahid dalam menetapkan hukum Islam dari Al-Qur‟an dan Hadis. 2. Menurut K. H. E. Abdurahman (1986) mazhab dalam istilah Islam berarti pendapat, paham atau aliran seorang alim besar dalam Islam yang digelari Imam seperti mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Ahmad Ibnu Hanbal, mazhab Imam Syafi‟i, mazhab Imam Malik, dan lain-lain.



Pengantar Ilmu Hukum |233



Dilihat konteks lebih luas, mazhab dinamakan juga sebagai “school of thought”, artinya aliran-aliran hukum. Dengan mempelajari mazhab hukum dapat mengetahui pendapat para ahli hukum dari berbagai aliran hukum yang berusaha menjawab pertanyaan “dari mana asal hukum itu, mengapa hukum ditaati dan mengapa harus tunduk pada hukum? B.



Macam-macam Mazhab Hukum Disepanjang sejarah hukum, dimulai sejak zaman Yunani



hingga Romawi sampai saat ini, dihadapkan pada bentuk ragam teori tentang hukum yang lahir dan ada setiap babak sejarah perkembangan hukum. Dengan perkataan lain teori hukum senantiasa tidak dapat dilepaskan dari lingkungan zamannya. Beberapa literatur hukum yang tersebar, Lili Rasjidi (1991) telah membagi aliran / mazhab dalam ilmu hukum secara konvensional ke dalam 6 (enam) aliran besar sebagai berikut : 1. Hukum Alam Aliran ini dianggap tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum, lahir di abad 5 SM dari hasil pemikiran : Socrates, Plato, Aristoteles dan Epicurus dengan menitik beratkan



“kewajiban dan keharusan adanya hukum oleh



negara dan keadilan”. Menurutnya negara diadakan untuk memberi “keadilan“ sebesar-besarnya bagi rakyat, dan dengan hukum keadilan itu harus diwujudkan Negara.



Pengantar Ilmu Hukum |234



Pemikiran utama keadilan berlanjut zaman Romawi tokohnya Cicero karyanya : “De Republica” dan “De Legibus”. Menurutnya keadilan abadi berakar pada alam. Budi murni adalah hukum sebenarnya berarti hukum alam mengajarkan apa yang adil bagi “nurani murni” Para ahli hukum mengakui hukum alam merupakan sejarah manusia dalam usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan „Keadilan Mutlak” (absolute justice) dan menganggap hukum ini bersifat kekal abadi, artinya berlaku untuk setiap manusia dan bangsa serta zaman. Selama ± 2500 tahun ajaran hukum alam timbul tenggelam sebagai usaha untuk mencari “hukum ldeal” yang lebih tinggi derajadnya dari hukum positip sedangkan hukum positip dibuat manusia (Negara) tidak bersifat kekal dan abadi, berubah menurut masa dan keadaan. Meskipun demikian hukum positif harus selalu bersesuaian dengan hukum alam, jika tidak hukum positip akan kehilangan kekuatannya. Rentangan waktu panjang pada abad 5 SM kerajaan Romawi jatuh, maka dimulailah oleh para ahli disebut “Abad Pertengahan” (abad 5-15). Pada zaman ini hukum alam ( keadilan abadi) mendapat warna “Ketuhanan” yang sangat menonjol, terutama di pengaruhi Agama Kristen sehingga aliran pemikiran hukum alam pendekatan yang utama bersifat “irrasional”, yaitu Tuhan dianggap sebagai Pengantar Ilmu Hukum |235



sumber hukum (Tokoh pemikirnya : Thomas Aquinas). Waktu bergerak, dan manusia memasuki abad ke-16 dikenal zaman revolusioner pertama ketika manusia sudah mulai mematahkan ikatan-ikatan peradaban sebelumnya dengan menempatkan rasio di atas segalanya disebut “Renaissance” (tokohnya : Niccolo Machiaveli dan Grotius) yaitu : a. Manusia mulai menemukan dirinya kembali; b. Manusia membebaskan diri dari ikatan agama; c. Manusia mempercayakan kehidupannya pada rasio; d. Pemikirnya menolak sama sekali ajaran kesusilaan dan pandangan hidup Kristen yang menurutnya merugikan praktek kehidupan Negara; e. Manusia mulai sadar akan kehidupan nyata. Rentang perjalanan waktu abad 17, pemikiran hukum mendapat penguatan rasio lebih tegas hingga abad 18, 19 dan 20. Pendapat tentang hukum alam mulai berubah sesuai perkembangan terjadi di masyarakat dalam arti ajaran bersumber dari Tuhan mulai ditinggalkan dan berpaling pada “rasio” manusia dengan pendekatan analis mekanis (tahap penilaian terhadap sesuatu). Meskipun demikian intinya tetap sama sebagai upaya manusia untuk mencari “Keadilan abadi” yang berlaku secara universal. Sehingga bila dilihat pembagiannya hukum alam ini bersumber dari :



Pengantar Ilmu Hukum |236



a. Tuhan Artinya ajaran/petunjuk sifatnya khusus dalam menjalani kehidupan haruslah bersesuaian dan bersandarkan pada Tuhan seperti tercantum di kitab suci (Perjanjian lama / baru). Tokoh ajaran ini dikembangkan : John Salisbury, Dante, Marsilius Padua, Piere Dubois, dan Johanes Haus. b. Rasio Manusia Ajaran ini menolak sumber segala gejala sosial datangnya dari Tuhan melainkan atas dasar rasio manusia, sebagai sumber satu-satunya hukum alam. Manusia harus hidup secara harmonis (sifat sebenarnya) sebab dimana pun dan kapan pun sifat manusia sama tidak dibatasi ruang dan waktu. Tokoh ajaran ini : J.J.Rousseau, Immanual Kant, Hugo de Groot (Grotius), John Locke, Fichte, Hegel, Christian Thomasius, dan Benedictus de Spinoso). Hukum alam apabila ditelusuri sepanjang sejarah digunakan dalam berbagai fungsi yaitu : a. Mengubah hukum perdata Romawi lama menjadi sistem hukum umum yang berlaku di seluruh dunia; b. Sebagai alat kedua belah pihak (Gereja dan Kaisar) untuk saling merebut kekuasaan;



Pengantar Ilmu Hukum |237



c. Di waktu berbeda untuk mempertahankan pemerintahan berkuasa atau sebaliknya mengobarkan pemberontakan terhadap kekuasaan yang ada. 2. Positivisme Hukum Perkembangan pemikiran positivisme muncul abad ke-19. semenjak kepercayaan terhadap ajaran hukum alam hampir ditinggalkan orang sama sekali menginggat semakin kuatnya aliran lain menggantikannya yaitu aliran positivism hukum atau sering juga disebut legitimisme. Aliran legitimisme sangat mengagungkan hukum tertulis, dan beranggapan tidak ada norma hukum di luar hukum positif, semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis yang didasarkan otoritas tertinggi. Pandangan aliran ini merupakan penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan menciptakan hukum tertulis, sehingga kekuasaan dianggap hukum atau sebagai sumber hukum (Amin, 1952). Penganut aliran ini : John Austin (1790-1861) yang menyatakan : satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan tertinggi dalam Negara dan pembuatnya langsung pihak berdaulat (lembaga Peruu) yang tertinggi, sehingga semua hukum bersumber darinya dan harus ditaati tanpa syarat, sekalipun dirasakan tidak adil. Sedangkan sumber lainnya hanya sebagai sumber yang lebih rendah.



Pengantar Ilmu Hukum |238



Menurut Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan sifat baik-buruk, karena itu ilmu hukum tugasnya hanya menganalisis unsur-unsur nyata yang ada dalam sistem hukum modern dan berurusan dengan hukum positif yang tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya. Hukum perintah kekuasaan politik yang berdaulat dalam Negara. Prinsip-prinsip dasar aliran positivisme hukum yaitu : a. Bahwasannya Tata Hukum Negara berlakunya bukan karena mempunyai dasar kehidupan sosial (Auguste Comte dan Herbert Spencer), dan bukan bersumber jiwa bangsa (Carl von Savigny) dan hukum alam melainkan mendapatkan bentuk positif dari lembaga berwenang; b. Hukum dipandang hanya semata-mata berbentuk formal (UU) dan dipisahkan dari bentuk hukum material. c. Isi hukum (material) diakui, tetapi bukan menjadi bahan ilmu hukum karena bisa merusak nilai kebenaran ilmiah. Dengan demikian, aliran positivisme hukum telah memperkuat ajaran legisme yang menyatakan tidak ada hukum di luar UU, melainkan sumber hukum satu-satunya. Akan tetapi legisme hukum tidak selalu identik dengan positivisme hukum. Kalau para ahli legisme hukum hanya menganggap UU sebagai sumber hukum utama, maka para ahli positivisme di samping UU, juga kebiasaan, adat istiadat dan pendapat masyarakat. Pengantar Ilmu Hukum |239



3. Utilitarianisme Secara etimologi Utilitarianisme berasal dari bahasa Latin “Utilitas”, artinya bermanfaat, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi dapat dikatakan Utilitarianisme ialah idea / paham dalam falsafah moral yang menekankan prinsip manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral paling mendasar. Prinsip kegunaan / manfaat sebagai tolok ukur pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah tindakan dapat dibenarkan/tidak. Tindakan secara moral dikatakan benar bila berguna bagi semua pihak tanpa membedakan dan membawa kegembiraan / kebahagiaan banyak orang. Tokoh terkemuka mengembangkan aliran ini : Jeremy Bentham (1748-1832) bukunya “Classical Utilitarianism”, John Stuart Mill (1806-1873) bukunya “Utilitarianisme, Prinsip kebahagiaan terbesar” dan Rudolf Von Jhering (1818-1889) bukunya “Der Kampf ums Recht”. Di antara tokoh tersebut Jeremy Bentham (lnggris) dianggap paling radikal mengemukakan teorinya di awal abad ke-19. Tujuan hukum memberikan kemanfaatan dan masyarakat yang adil masyarakat mencoba memperbesar kebahagiannya semaksimal mungkin ”the greatest happiness of the greatest number” dan memperkecil penderitaannya.



Pengantar Ilmu Hukum |240



Ukuran baik buruknya perbuatan manusia tergantung apakah perbuatannya mendatangkan kebahagiaan atau tidak? Demikian pula dalam membuat UU hendaknya melahirkan dan mencerminkan keadilan semua pihak individu dan memberikan kebahagiaan terbesar bagi masyarakat. Di samping itu Bentham berpendapat : pemidanaan harus bersifat spesifik tiap kejahatan, dan berapa kerasnya pidana tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya bisa diterima jika memberikan harapan tercegahnya kejahatan yang lebih besar (hedonistic utilitarianism). Bila dicermati secara seksama prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham yaitu hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu barulah orang banyak. Prinsip ini harus nisa diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan setiap orang selalu sama yang dirasakan . John Stuart Mill memiliki pendapat sejalan dengan Jeremy Bentham yakni Utilitarianisme aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, ia berpendapat sebuah tindakan dianggap benar secara proporsional jika mendorong kebahagiaan, dan salah bila cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan. Berbeda dengan Bentham, pendapat Rudolf von Jhering dikenal pengagas teori “social utilitarianism” Pengantar Ilmu Hukum |241



sebagai penggabungan pikiran Bentham, John Stuart Mill dan John Austin mengemukakan : hukum harus mengabdi pada tujuan sosial dan kepentingan individu yang dijadikan bagian tujuan sosial, menghubungkan tujuan pribadi dengan kepentingan orang lain, sehingga hak milik tidak hanya untuk pemiliknya tetapi juga kepentingan masyarakat. Akhirnya disimpulkan bahwa inti ajaran ketiga tokoh tersebut terhadap aliran Utilitarianisme sebagai berikut : a. Jeremy Bentham (ajaran Individu)  Menitik beratkan kepada kepentingan individual ketimbang kepentingan umum  Pemidanaan harus bersifat spesifik b. John Stuart Mill  Kepentingan individu dan umum harus ada perbedaan  Terdapat hubungan antara kegunaan kepentingan individu, umum dan keadilan. c. Rudolf von Jhering (ajaran bersifat sosial)  Pengabungan antara teori Bentham, Mill dan Austin  Tujuan



hukum



untuk



melindungi



kepentingan



individu sebagai tujuan sosial. 4. Sejarah (historis) Mazhab Sejarah lahir pada paruh pertama abad ke19, yaitu tahun 1814. Munculnya mazhab ini akibat reaksi Pengantar Ilmu Hukum |242



terhadap para pemuja hukum alam atau hukum kodrat yang berpendapat bahwa hukum alam itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa serta untuk semua tempat dan waktu. Sedangkan mazhab sejarah ini berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempatnya. Selain itu alasan lahirnya mazhab sejarah ini yaitu:  Adanya rasionalisme abad 18, yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional  Semangat wewenang



Revolusi tradisi



Perancis dengan



yang misi



menentang cosmopolitan



(kepercayaan kepada rasio dan kekuatan tekad manusia untuk mengatasi lingkungannya).  Adanya pendapat yang melarang hakim menafsirkan hukum karena UU dianggap dapat memecahkan semua masalah hukum.  Kodifikasi hukum di Jerman yang diusulkan Thibaut (guru besar Heidelberg): hukum tidak tumbuh dari sejarah. Kemudian Aliran ini berkembang pesat dan sangat terkenal, terutama di negara-negara penganut



sistem



common law. Tokoh penting dalam mazhab Sejarah, Pengantar Ilmu Hukum |243



yaitu; Friedrich Karl von Savigny (1770-1861), Georg Friedrich Puchta (1798-1846), dan Henry Summer Maine (1822-1888). Adapun pendapat masing-masing tokoh tersebut seperti diuraikan : Friedrich Karl von Savigny ahli hukum Jerman yang juga dianggap sebagai salah satu bapak hukum Jerman menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki suatu “Volksgeist” (jiwa rakyat) dan jiwa ini berbeda menurut waktu dan tempat. Sumber pertumbuhan hukum bukan karena perintah penguasa atau kebiasaan masyarakat, melainkan atas kesadaran mengenai hak atau kebenaran yang dimiliki masing-masing bangsa. Kebiasaan dalam masyarakat pertanda adanya hukum namun sumber sejati dari hukum terletak jauh di dalam



jiwa bangsa itu



(volksgeist). Atas dasar itu, Von Savigny kemudian melahirkan pengertian tentang hukum yang terkenal sampai sekarang ini yaitu, “Das Recht wird nicht gemacht est ist und wird mit dem volke” (hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang dalam jiwa bangsa). Dengan perkataan lain hukum tak akan dimengerti / dipahami oleh suatu



Pengantar Ilmu Hukum |244



masyarakat bangsa tanpa memiliki pengertian mengenai lingkungan sosial dimana hukum itu tumbuh dan berlaku. Selanjutnya Georg Friedrich Puchta, merupakan murid dari Carl Von Savigny berpendapat bahwa hukum terikat pada Jiwa bangsa yang bersangkutan dan dapat berbentuk adat istiadat, undang-undang dan karya ilmiah para ahli hukum. Disusul dengan Henry Summer Maine pelopor mazhab Sejarah di Inggris mengembangkan pemikiran Savigny



melalui



studi



perbandingan



perkembangan



lembaga-lembaga hukum yang ada, baik pada masyarakat sederhana maupun telah maju. Penelitiannya membuktikan adanya pola evolusi pada berbagai masyarakat dalam situasi sejarah yang sama. Pada akhirnya abad ke-19 mazhab sejarah melebarkan sayap pengaruhnya bukan saja di kawasan Eropa bahkan sampai ke Amerika Serikat baik dikalangan akademisi maupun peradilan. Mazhab sejarah sejatinya bukan hanya ekslusif milik bangsa Jerman, melainkan ada di Inggris, Amerika, dan juga di Indonesia. 5. Sosiologis (Sociological Jurisprudence) Aliran ini dipelopori tokohnya oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cardozo, Hammaker, Max



Pengantar Ilmu Hukum |245



Weber, dan Gurvitch. Inti aliran pemikiran ini menganggap bahwa hukum dikatakan baik adalah hukum yang sesuai dan ada dalam masyarakat. Pemikiran ini berkembang di Amerika dan Indonesia. Berdasarkan pertumbuhannya mazhab “Sociological Jurisprudence” berkembang di negara Amerika dan berbeda dengan aliran “Sosiologi Hukum” berkembang di Eropa Kontinental. Perbedaannya sebagaimana dikemukakan Roscoe



Pound



merupakan



bahwa



mazhab



Sociological



dalam



filsafat



Jurisprudence hukum



yang



mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan aliran Sosiologi Hukum cabang dari Sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum. Singkatnya Sociological Jurisprudence cara pendekatan bermula dari hukum ke masyarakat sebaliknya



Sosiologi



Hukum



pendekatannya



dari



masyarakat ke hukum. Mazhab Sociological Jurisprudence, dibangun atas dasar aliran dari Von Savigny dalam karyanya yang terkenal



:



“Scope



and



Purpose



of



Sociological



Jurisprudence” (1912) menyatakan bahwa hukum tidak hanya mencerminkan nilai-nilai hidup dalam masyarakat, tetapi juga nilai-nilai yang telah diterima masyarakat sebagai nilai ideologis suatu bangsa. Dengan perkataan lain Pengantar Ilmu Hukum |246



hukum cerminan tentang tingkah laku manusia / gejala dalam masyarakat sehingga nilai hukum tergantung pada apa yang hidup di dalam masyarakat dan setiap kelompok membangun hukumnya sendiri (living law). Hukum itu tidak diciptakan oleh negara, karena hukum sebenarnya tidak merupakan pernyataan-pernyataan tetapi terdiri atas lembaga-lembaga hukum yang diciptakan oleh kehidupan golongan dalam masyarakat. Meskipun kenyataan sekarang banyak ditemui para ahli hukum “melupakan” aspek sosial dan semata-mata memfokuskan pada hukum formal, dapat di ibaratkan : “membangun sebuah rumah tanpa atau mendahului pondasinya”. Guna memahami kehidupan hukum dari suatu masyarakat maka seorang ahli hukum harus mempelajari perundang-undangan, keputusan pengadilan dan kenyataan sosial, demikian juga hakim bebas dalam menggali sumber-sumber



hukum



terdapat



dalam



masyarakat



berwujud kebiasaan-kebiasaan dan adat-istiadat. Di samping itu senada dengan pendapat Eugen Ehrlich menulis dengan judul “Grundlegung der soziologie des Rechts” diterjemahkan dalam bahasa lnggris oleh Walter L.Moll : “Fundamental Principles of the Sociology of Law” (1936)



menyatakan bahwa pusat gaya tarik



pengembangan hukum tidak terletak pada perundangPengantar Ilmu Hukum |247



undangan dan ilmu hukum, tetapi



pada masyarakat itu



sendiri. Ajaran ini berpokok pada pembedaan hukum positif dengan hukum yang hidup (living law) atau dengan kata lain pembedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. 6. Realisme Hukum (Pragmatic Legal Realism) Aliran ini sering diidentikkan dengan Pragmatic Legal Realism yang dikembangkan oleh ahli-ahli hukum realisme di Amerika dan tokoh terkenal sebagai pendasar aliran ini di Amerika seperti : Karl Lewellyn (1883-1962), John Chipman Gray (1839-1915), Jerome Frank (18891957), dan hakim Agung Oliver Wendell Holmes (18411935).



Para pemikir ini menekankan perhatiannya



terhadap penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat. Hal terpenting bagi mereka bagaimana hukum itu diterapkan dalam kenyataan, atau hukum sebenarnya adalah yang dijalankan. Hukum bukanlah apa yang tertulis dengan indah dalam UU, melainkan apa yang dilakukan oleh penyelenggara hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) atau siapa saja melakukan fungsi pelaksanaan hukum. Di samping itu terdapat juga realisme hukum yang berkembang di negara Skandinavia, dan ajarannya sangat



Pengantar Ilmu Hukum |248



berbeda dengan realisme hukum Amerika. Tokohnya : Axel Hagerstrom (1868-1939), H.L.A. Hart (1907-1992), Karl Olivecrona (1897-1980), dan Alf Ross (1899-1979). Realisme hukum di sini lebih mengutamakan orientasinya kepada pencarian hakekat hukum dengan mengunakan pendekatan psikologis. Meskipun diakui persamaan kedua negara itu yang menonjol terhadap reaslisme hukum ditekankan sebagai suatu kenyataan. Apabila dicermati, pemikiran para ahli realis tersebut sudah meninggalkan pembicaraan hukum yang abstrak dan tidak menyibukkan diri dengan pertanyaan filsafat



hukum,



tetapi



mempergunakan



pendekatan



sosiologis yang cenderung melihat hukum secara nyata dengan semboyan : “hukum adalah apa yang dibuat oleh para hakim”. Menurut penganut kaum realis, hakim lebih layak disebut “pembuat hukum” daripada penemu hukum. Adapun yang menjadi ciri-ciri aliran Realisme Hukum menurut Karl Lewellyn (dalam Lili Rasjidi, 1991 sebagai berikut :  Realisme



bukanlah



suatu



aliran



atau



mazhab



melainkan gerakan dalam cara berpikir dan bekerja tentang hukum;  Realisme suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan Pengantar Ilmu Hukum |249



sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya. Hal ini berarti keadaan sosial lebih cepat berubahnya ketimbang hukum.  Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara “das sollen” (ide / cita-cita) dan”das sein” (kenyataan). untuk keperluan penyelidikan;  Realisme tidak mendasarkan ajarannya pada konsep hukum tradisional melainkan untuk melukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh hakim di pengadilan dan perangkatnya;  Gerakan realisme menekankan bahwa perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan cara seksama akibatnya. Akhirnya, penekanan penting yang diberikan Pragmatic Legal Realism terhadap esensi suatu hukum adalah :  Praktek hukum merupakan sebenarnya dari hukum;  Undang-undang bukan keharusan yang mampu mewujudkan tujuan hukum, melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur di luar UU;  Pelaksana dan masyarakat hukum bukanlah secara otomatis



mentaati



perintah



hukum



melainkan



komponen kehidupan yang memiliki kemampuan untuk menyimpanginya. Pengantar Ilmu Hukum |250



BAB 14 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan (Seinwissenschaft) artinya membahas hukum dilihat dari segi penerapannya, yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak. Termasuk dalam ilmu ini dapat diuraikan satu persatu dalam penjelasan di bawah ini : A. Antropologi Hukum Secara historis Antropologi hukum pemikirannya dimulai dengan studi yang dilakukan oleh kalangan ahli Antropologi dan bukan dari kalangan sarjana hukum. Awal kelahirannya Antropologi hukum biasanya dikaitkan dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk “The Ancient Law” (1861). Ia dipandang sebagai peletak dasar studi antropologis tentang hukum melalui introduksi “The evolusionistic theory” tentang masyarakat dan hukum, yang secara ringkas menyatakan hukum berkembang



seiring



dan



sejalan



dengan



perkembangan



masyarakat, dari masyarakat sederhana (primitive), tradisional, dan kesukuan (tribal) ke masyarakat kompleks dan modern. Antopologi hukum salah satu bidang studi hukum, mengunakan metode pendekatannya secara menyeluruh dalam menyelidiki hubungan manusia dalam masyarakat melalui manifestasinya sendiri yang khas. Adapun persoalan-persoalan Pengantar Ilmu Hukum |251



yang banyak dikaji dalam Antropologi hukum adalah persoalan tentang dan sekitar penyelesaian sengketa dalam masyarakat berdasarkan latar belakang budayanya masing-masing. Hal ini dapat dikemukakan beberapa pendapat ahli hukum tentang perhatian studi Antropologi hukum tersebut antara lain : 1. Soerjono Soekanto dalam bukunya “Mengenal Antropologi hukum” (1979) menyebutkan bahwa “Antropologi hukum mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya baik pada masyarakat sederhana maupun masyarakat sedang mengalami proses modernisasi”. 2. Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum” (1983) mengatakan bahwa “Antropologi hukum sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan”. 3. Hilman Hadikusuma bukunya berjudul “Antropologi Hukum lndonesia” (1986) telah menyatakan “Antropologi hukum adalah ilmu pengetahuan mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di bidang hukum. Antropologi hukum spesialisasi ilmiah dalam bidang budaya dan kaitannya dengan kaidah sosial yang bersifat hukum”.



Pengantar Ilmu Hukum |252



Setelah menyimak pendapat tersebut, maka Peran dan fungsi dimiliki Antropologi hukum dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Antropologi hukum membahas keterkaitan hukum dan budaya sehingga memposisikan hukum sebagai artefak dari kebudayaan manusia dalam sebuah peradaban. 2. Antropologi hukum membantu mempertahankan hukum dalam mengatur pembangunan negara secara utuh, baik fisik maupun mental, dengan memberikan kajian analitis terkait budaya manusia / masyarakat yang diatur oleh hukum. 3. Antropologi hukum menjadi pisau analisis memperbaiki kredibilitas negara yang disesuaikan kondisi masyarakat luar yang nantinya akan bersinggungan dengan aktivitas bangsa. B.



Sosiologi hukum Dilihat dari sudut sejarah, lstilah Sosiologi Hukum untuk



pertama kalinya dipergunakan oleh seorang Italia bernama Anzilotti tahun 1882. Studi Sosiologi hukum berkembang dari hasil pemikiran para ahli baik di bidang hukum, ilmu hukum maupun sosiologi. Hasil pemikirannya tidak hanya berasal dari individu-individu, akan tetapi juga berasal dari madzhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak berbeda. Besarnya pengaruh mazhab atau aliran filsafat hukum



Pengantar Ilmu Hukum |253



dan ilmu hukum terhadap pembentukan Sosiologi Hukum, sangat banyak memberikan masukan-masukan seperti tokoh pemikir : Eugen Ehrlich, Rossoe Pound, Karl Llewellyn, Emile Durkheim, Max Weber dan Karl Marx. Sosiologi Hukum adalah salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang mempelajari hukum dalam konteks sosial dan membahas tentang hubungan antara masyarakat atau hukum yang mempelajari secara analitis dan empiris pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya dalam masyarakat. Kemudian Satjipto Rahardjo (1986) menggambarkan karakteristik studi hukum secara analogis sebagai berikut : 1. Sosiologi hukum memberikan penjelasan terhadap praktekpraktek hukum seperti :  Pembuatan Peruu dan penerapan dalam peradilan;  Berusaha menjelaskan latar belakang terjadinya praktek, penyebabnya dan faktor mempengaruhinya;  Tingkah laku anggota masyarakat yang mentaati hukum dan menyimpang dari hukum. 2. Sosiologi hukum senantiasa menguji kebenaran empiris suatu peraturan hukum. Apakah yang tertera dalam peraturan hukum sesuai kenyataan? Hal ini berbeda dengan pendekatan tradisonal yang normatif, menerima saja apa yang tertera dalam aturan hukum. Pengantar Ilmu Hukum |254



3. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaiaan terhadap hukum tetapi mendekati hukum dari segi objektivitas dan bertujuan memberikan penjelasan terhadap gejala hukum. Adapun Peran dan fungsi studi sosiologi hukum bagi masyarakat antara lain : 1. Hasil kajian Sosiologi Hukum mampu untuk membuka serta menambah cakrawala berpikir dalam memahami permasalah serta perkembangan hukum yang ada di dalam masyarakat. 2. Mampu mengkonsepkan permasalahan hukum yang terjadi serta memberikan gambaran maupun alternatif pemecahan sesuai dengan kerangka konsep dan teori yang tersaji dalam kajian-kajian teoritik Sosiologi Hukum. 3. Memahami perkembangan hukum positif suatu negara dan dengan konstruksi perpaduan antara Sosiologi dan Hukum. 4. Mengetahui efektifitas hukum yang diakui, dianut maupun berlaku dalam masyarakat. 5. Memetakan dampak maupun konsekuensi yang terjadi akibat penerapan hukum dalam masyarakat Selain itu Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1983) menyatakan kegunaan Sosiologi Hukum sebagai berikut: 1. Memberikan kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum dalam konteks sosial;



Pengantar Ilmu Hukum |255



2. Mengadakan analisis efektifitas hukum tertulis dalam arti mengusahakan agar UU melembaga di masyarakat; 3. Mengadakan evaluasi efektifitas hukum tertulis, dengan mengukur berfungsinya peraturan di masyarakat. C.



Psikologi Hukum Psikologi hukum salah satu cabang ilmu pengetahuan yang



mempelajari hukum sebagai perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Mulanya, psikologi hukum hanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan pendamping atau pelengkap dari hukum positif. Akan tetapi, perkembangannya dewasa ini, psikologi menempati posisi studi sangat penting. Meskipun studi Psikologi hukum usianya relatif masih muda muncul diparuh abad ke-20, tetapi kebutuhan akan cabang ilmu pengetahuan ini sangat dirasakan. Misalnya dalam penegakaan hukum, psikologi hukum dapat menelaah faktorfaktor psikologis apakah yang mendorong seseorang untuk mematuhi dan melanggar aturan hukum? Walaupun faktor lingkungan ada pengaruhnya tetapi tinjauan utamanya tetap pada faktor pribadi sebab faktor sosial secara analisis menjadi ruang lingkup Sosiologi hukum sedangkan faktor lingkungan sosial budaya menjadi bagian dari Antropologi hukum. Bahkan apabila hukum dikelola sedemikian rupa dengan berbagai pendekatan, termasuk dari segi psikologi, kesenjangan antara Pengantar Ilmu Hukum |256



norma hukum dan kenyataan sosial dapat ditanggulangi dengan jalan pembaruan hukum, penegakan hukum, dan penerapan hukum secara lebih saksama. Pengungkapan psikologis mengapa seseorang melanggar hukum kian penting terutama dalam penegakan hukum pidana di pengadilan. Misalnya : hukum pidana dibedakan ancamannya terhadap orang menghilangkan jiwa orang lain, apakah ada unsur sengaja yang dilakukan atau secara sadar (sehat akal) atau karena gila (hilang ingatan). Tokoh mengembangkan Psikologi hukum menekankan bahwa ilmu tentang jiwa manusia atau ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah hukum sebagai akibat dari tingkah laku manusia antara lain : 1. Leon Petrazycki (1867-1931) dalam bukunya “Law and Morality”, seorang ahli Filsafat hukum yang menggarap unsur psikologis dalam hukum dengan menempatkannya sebagai unsur utama. Ia beranggapan bahwa fenomenafenomena hukum itu terdiri dari proses psikis yang unik, yang tepat dilihat dengan menggunakan metode intropeksi. Menurutnya jika kita mempersoalkan hak-hak kita dan orang lain untuk melakukan perbuatan, maka semua hak itu tidak harus dicantumkan dalam peraturan saja, melainkan atas keyakinan sendiri bahwa kita harus berbuat seperti itu.



Pengantar Ilmu Hukum |257



2. Frank seorang hakim dalam bukunya “Law and the Modern Jerome Mind” (1930), melihat hukum itu tidak akan bisa memuaskan keinginan untuk memberikan kepastian meski umumnya orang tetap mengharap hukum adanya kepastian berlebihan. Masalah ini tak akan pernah berakhir, melainkan menginginkan juga tidak nyata (unreal). 3. Soerjono Soekanto menyatakan dimaksudkan Psikologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan perkembangan jiwa manusia. 4. Soedjono Dirdjosisworo mengungkapkan psikologi hukum ilmu yang mendekati lembaga dan hubungan hukum dari segi perilaku manusia (behavioral sciences). Atau bisa juga dikatakan Psikologi hukum hasil tuntutan dan proses pendekatan terhadap hukum tentang tingkah laku manusia. 5. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyatakan psikologi hukum adalah ilmu tentang kenyataan, karena menyoroti hukum sebagai sikap tindak manusia. Kemudian dalam praktek ada beberapa peran Psikologi dalam penegakan hukum, tentunya tergantung dari karakteristik dan proses penegakkan keadilan yang berlangsung antara lain : 1. Menentukan Kelanjutan Proses Hukum Proses hukum dilanjut atau tidaknya memperhatikan kondisi psikis terdakwa maka Psikologi memegang peranan penting.



Pengantar Ilmu Hukum |258



2. Mengetahui Kondisi Kejiwaan Terdakwa Hal ini menjadi penting untuk menjaga kondisi kejiwaan seseorang supaya proses hukum yang terjadi benar-benar bisa berlangsung dan keadilan bisa ditegakkan. 3. Menginterpretasi Kebenaran Informasi Kebenaran informasi diucapkan orang bisa di interpretasi melalui aspek psikologi. Valid atau tidaknya informasi, selain didukung barang bukti juga diprediksi melalui aspek psikologi seseorang. Alat Psikologi yang digunakan dikenal ”Pendeteksi kebohongan” merupakan bagian dari “neuroscience” sebagai salah satu cabang Psikologi hukum. 4. Menginterpretasi Isyarat-isyarat Tertentu Selama proses hukum isyarat tertentu bisa dikenali aspek psikologi, dan ini hampir mirip dengan proses interpretasi, membedakan hanya pengamatannya dirangkum dan dirunut di awal hingga akhir sehingga isyarat saling berkaitan dijadikan benang merah apakah ada maksud tertentu/tidak. 5. Mematangkan Proses Hukum Proses hukum akan berjalan lebih lancar, manakala aspek psikologi dari setiap pihak terlibat dalam kondisi matang. Ini penting meningkatkan keobjektifan proses penegakkan keadilan. Istilah cacat hukum bisa terjadi apabila aspek psikologi diabaikan dan tidak digunakan sama sekali.



Pengantar Ilmu Hukum |259



6. Menjelaskan Hubungan Sebab Akibat Psikologi sangatlah membantu menelaah hubungan sebab akibat. Seseorang melakukan sesuatu pasti memiliki motif atau alasan. Di sini peran psikologi sosial dalam membantu proses penyelidikan lebih mendalam terutama mengenai apa sebenarnya terjadi dalam diri seseorang? Apakah alasan diungkapkan sudah benar dan memiliki relasi atau hanya pembelaan kosong? Kuat atau tidaknya pembelaan bisa dilihat melalui aspek psikologi. 7. Membantu Menyelesaikan Proses Hukum Proses penyelesaian masalah hukum akan lebih cepat diselesaikan bila aspek psikologi diterapkan dan nantinya membuat proses hukum menjadi lebih efektif dan efisien. 8. Memberikan Alternatif Pemecahan Masalah Pemecahan masalah bisa ditentukan berdasarkan aspek psikologi manakala pilihan tidak ada yang lain. Misalnya bukti yang ada tidak kuat, maka hakim bisa memutuskan hukuman sesuai pertimbangan psikologi meskipun sering dilematis namun aspek psikologi tetap membantu. 9. Mempelajari Karakteristik Terdakwa Karakteristik terdakwa bisa dipelajari melalui aspek psikologi agar proses peradilan menjadi lebih netral dan objektif. Bagi terdakwa dilihatnya apakah ia benar-benar memiliki potensi melakukan tindak kriminal atau tidak? Pengantar Ilmu Hukum |260



Bahkan aspek psikologi bisa meringankan atau memperberat hukuman seseorang melalui Psikologi forensik. 10. Mengukur Kemampuan Terdakwa Aspek psikologi penting diterapkan manakala terjadinya perubahan psikis seseorang, maka proses peradilan mungkin akan menunda persidangan hingga kesiapan terdakwa dan untuk mengatasinya sering digunkana Psikologi konseling. D. Sejarah Hukum Pertumbuhan studi Sejarah hukum tergolong pengetahuan masih muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan pakar hukum sendiri. Adapun mendorong perkembangan studi Sejarah hukum seiring dengan bangkitnya pemikiran dalam hukum yang dipelopori tokoh terkemuka dari mazhab sejarah seperti : Carl Von Savigny (1779-1861), George Friedrich Puchta (1798-1846) dan Henry Summer Maine (1822-1888), dianggap sebagai pemuka ilmu sejarah hukum. Sejarah hukum suatu bidang studi hukum mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam masyarakat tertentu dan memperbandingkan dengan hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Dalam sejarah hukum ditekankan bahwa hukum suatu bangsa adalah ekspresi jiwa bangsa dan karenanya hukum diberbagai negara berbeda-beda.



Pengantar Ilmu Hukum |261



Menurut Van Apeldoorn hukum itu “tumbuh” bersama dengan masyarakat, berarti terdapat hubungan erat, sambungmenyambung atau hubungan tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan masa lampau merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kita hanya dapat mengerti hukum masa kini dengan mempelajari sejarah hukum. Selain itu hukum tumbuh mengandung arti bahwa hukum itu “berubah” maksudnya hukum itu sebagai gejala sosial tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan antara satu dan lainnya. Berarti tumbuh, berubah dan lenyapnya lembaga hukum ditentukan oleh berbagai faktor seperti : masyarakat, ekonomi, politik, agama dan susila. Apabila menyimak apa yang dikatakan Van Apeldoorn telah mengambarkan pertumbuhan hukum berkesimbungan, dan berhubungan terus-menerus antara sistem hukum berlaku sekarang dengan lainnya. Dapat dikatakan hukum berlaku sekarang mengalir dari hukum masa lampau atau hukum sekarang dibentuk oleh proses yang berlangsung masa lampau. Meskipun disadari hukum berlaku sekarang berlainan dengan tata hukum masa-masa silam tetapi dalam tata hukum sekarang sudah terkandung anasir tata hukum yang dulu sebaliknya tata hukum sekarang terletak tunas-tunas tata hukum yang akan terwujud di kemudian hari. Gejala ini merupakan objek dari studi Sejarah hukum (Kusamadi Pudjosewojo, 1976).



Pengantar Ilmu Hukum |262



Peranan dan fungsi Sejarah hukum untuk kepentingan studi hukum antara lain :  Mempertajam pemahaman dan penghayatan terhadap hukum yang berlaku sekarang;  Mempermudah pembentuk hukum sekarang, menghindari kesalahan dan mengambil manfaat dari perkembangan positif hukum masa lalu;  Mengetahui makna hukum positif bagi akademisi / praktisi hukum dengan melakukan penelusuran/penafsiran sejarah;  Mengungkap atau setidaknya memberi indikasi dari mana hukum berasal, bagaimana posisinya sekarang, dan hendak kemana perkembangannya?  Mengungkap fungsi dan efektivitas dari lembaga hukum tertentu. Artinya, keadaan yang bagaimana lembaga hukum efektif dapat menyelesaikan persoalan hukum sebaliknya bila menemui kegagalan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan sejarah hukum ( Soerjono Soekanto, 1983). E.



Filsafat Hukum Dikenal beberapa istilah Filsafat Hukum dalam bahasa



asing, seperti di Inggris menggunakan 2 (dua) istilah : Legal Philosophy atau Philosophy of Law, kemudian di Belanda memakai istilah : Wijsbegeerte van het Recht dan Rechts Filosofie dan di Jerman mengunakan istilah : Filosofie des Pengantar Ilmu Hukum |263



Rechts. Filsafat Hukum dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dari istilah : Philosophy of Law atau Rechts Filosofie. Perkembangan studi Filsafat hukum sekarang ini dimulai sejak abad ke-19 dengan lahirnya pendekatan “rasionalisme”, dilengkapi “empirisme”. Adanya pendekatan “empirisme” maka senantiasa faktor sejarah mendapat perhatian utama sebagimana diperkenalkan : Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-1883). Pendekatan “empirisme” terus berkembang di abad ke-20 dan aliran ini digolongkan ke dalam “neopositivisme”. Di negara Amerika, “empirisme” mengambil bentuk yang sangat berpengaruh hingga sekarang, yakni “pragmatisme”. Filsafat pragmatis menolak kebenaran pengetahuan melalui rasio semata tapi wajib diuji dengan dunia realistis sehingga timbulah aliran filsafat hukum disebut Realisme hukum. Secara sederhana dikatakan bahwa Filsafat Hukum cabang dari filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Adapun objek filsafat hukum adalah hukum dan dikaji secara mendalam sampai kepada inti / dasarnya disebut “hakikat”. Filsafat hukum membicarakan apa hakekatnya hukum, tujuannya, kekuatan mengikat dari hukum dan mengapa orang patuh pada hukum. Di samping menjawab persoalan bersifat umum (abstrak), juga



Pengantar Ilmu Hukum |264



membahas persoalan kongkret mengenai hubungan hukum dan moral (etika) dan keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Tegasnya masalah atau persoalan yang dibahas dalam lingkup filsafat hukum, meliputi : 1. Hakikat dari hukum; 2. Masalah tujuan hukum; 3. Mengapa orang mentaati hukum? 4. Mengapa hukum itu mengikat? 5. Mengapa negara dapat menghukum; 6. Masalah hubungan hukum dengan kekuasaan F.



Perbandingan Hukum Studi Perbandingan hukum ilmu pengetahuan yang berusia



relatif muda dan secara historis sejak dulu dipergunakan orang, tetapi hanya sebatas dilakukan secara insidental. Perbandingan hukum mulai berkembang pada akhir abad ke-20, ketika negara di dunia mempunyai saling ketergantungan dan membutuhkan hubungan erat sesama negara dalam sistem hukum. Perbandingan hukum metode studi hukum mempelajari perbedaan sistem hukum antara negara satu dengan lainnya atau membandingkan sistem hukum positif dari bangsa satu dengan bangsa lain. Dilihat keberadaannya perbandingan hukum studi tentang hukum asing. Menurut Rudolf D. Schlesinger dalam bukunya “Comparative Law” (1959), mengemukakan bahwa Pengantar Ilmu Hukum |265



perbandingan



hukum



metode



penyelidikannya



bertujuan



memperoleh pengetahuan lebih mendalam hukum tertentu. Selanjutnya perbandingan hukum bukanlah satu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, melainkan cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam masalah hukum. Tujuan dan kegunaan dari perbandingan hukum untuk kepentingan hukum antara lain : 1. Pemahaman hukum yang lebih baik; 2. Membantu dalam hal pembuatan Peruu dan badan reformasi hukum lainnya; 3. Membantu pembentukan hukum dalam sistem peradilan; 4. Membantu para pengacara untuk berpraktik; 5. Berguna dalam hal hubungan perdagangan (ekonomi) dengan negara lain. Bertitik tolak pada kegunaan Perbandingan hukum, secara akademik tujuan mempelajari studi ini dapat dilihat dari berbagai sudut atau segi yaitu : 1. Praktis, tujuannya sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus menangani perjanjian internasional. 2. Sosiologis, mengobservasi perkembangan hukum, dan secara



umum



menyelidiki



hukum



dalam



arti



ilmu



pengetahuan.



Pengantar Ilmu Hukum |266



3. Politis, untuk mempertahankan “status quo” artinya tidak ada maksud untuk mengadakan perubahan mendasar terhadap hukum di negara berkembang. 4. Pedagogis, memperluas wawasan mahasiswa sehingga dapat berpikir secara inter dan multidisiplin, serta mempertajam penalaran dalam mempelajari hukum asing. Akhirnya bertolak kepada pendapat tersebut, ditegaskan bahwa tujuan dan kegunaan perbandingan hukum tidak semata– mata hanya memahami hukum nasional atau asing tertentu akan tetapi dapat dipergunakan untuk menemukan penyelesaian masalah hukum, menyangkut peristiwa hukum konkrit atau pembentukan hukum nasional.



Pengantar Ilmu Hukum |267



DAFTAR PUSTAKA Al Qur‟an al-Karim Abdurrahman KHE, 1986, Perbandingan Mashab-Mashab, Penerbit Sinar Baru, Bandung. Achmad Ali, 1988. Menguak Tabir Hukum, Pustaka Prima, Jakarta. Ahmad Sanusi, 1977. Pengantar ilmu hukum dan Tata hukum di Indonesia,. Penerbit Tarsito. Bandung. A.Ridwan Halim, 1985. Pengantar Ilmu Hukum dalam Tanya Jawab, Ghalia lndonesia, Jakarta, Amiroeddin Syarif, 1987. Perundang-Undangan dasar, jenis dan teknik membuatnya, Bina Aksara, Jakarta. Amin, Mr,S.M, 1952. Bertamasya Ke Alam Hukum, Penerbit Fasco, Djakarta. Bachsan Mustafa, 1984.Hukum Agraria dalam Perspektif, CV. Remadja Karya, Bandung. --------------------, 2003. Sistem Hukum lndonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti, Bandung. Bewa Ragawino, 1997. Sari Kuliah Pengantar Ilmu Hukum, FISIP Unpad, Bandung. C.K.Allen, 1964. Law in the Making, New York: Oxford University Press. C.S.T. Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Curzon, L.B. 1979, Jurisprudence, M & E Handbooks. Pengantar Ilmu Hukum |268



Daniel Defoe, 2018. The Life and Adventures of Robinson Crusoe, (English Classics), Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Dias, RWM, 1976. Jurisprudence, Butterworths, London. Dudu Duswara Machmudin, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Penerbit Refika Aditama, Bandung. G.W. Paton, 1946. A Text-Book of Jurisprudence, Oxford, at The Clarendon Press. Gustav Radbruch, 1961.Einfuhrung in die Rechtswissenschaft, K.F.Koehler. Haryono, 1994. Tata dan Sumber Hukum, Usaha Nasional, Surabaya. Hasbullah Bakry, 1984. Bunga Rampai tentang Islam, Negara dan Hukum, CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta. Hilman Hadikusuma,1986. “Antropologi Hukum lndonesia”, Penerbit Alumni,Bandung. Inu Kencana Syafi‟ie, 1995. Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, Bumi Aksara, Jakarta. J.Van Kant, 1960. Pengantar Ilmu Hukum, (terjemahan dari lnleiding tot de Rechts wetenschap oleh Moh.O. Masdoeki ), Cet.III, Pembangunan, Jakarta. Jeremy Bentham, 2003. Classical Utilitarianism, Hackett Publishing, Cambridge, MA, United States. John Stuart Mill, 2020, Utilitarianisme, Prinsip kebahagiaan terbesar” Penerbit Basa Basi, Yogyakarta



Pengantar Ilmu Hukum |269



Jimly Asshiddiqie, 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara lndonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. John Quigley, 1989 dalam artikelnya berjudul “Law for a world Community”, " Syracuse Journal of International Law and Commerce: Vol. 16 : No. 1 , Article 2. Kusumadi Pudjosewojo, 1976. Pedoman Pelajaran Tata Hukum lndonesia, Cet. II Aksara Baru, Jakarta. Lawrence M. Friedmann, 1975. The Legal System, A. Social Science Perspractive, New York: Russel Sage Fountions. Leopold Pospisil, 1956. The Nature of Law, Transcations of the New York Academy of Sciences (Series II). Lili Rasjidi, 1991, Filsafat Hukum, apakah Hukum itu? Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung. Lili Rasyidi dan Wyasa Putra,1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. L.J.Van Apeldoorn, 1982. Inleiding tot de Studie van het Nederlanse Recht,, Wej Tjeenk Willijnk. M. Said Ramadhan Al-Buthi, 2005. Salafi sebuah Fase Sejarah Bukan Madzhab. Penerbit Gema Insani, Jakarta: Michael Bogdan, 2020. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum”, Penerbit Nusa Media, Bandung. M.Soebagio dan Slamet Supriatna,1987. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta. Mac Iver, 1960. The Modern State, Macmilian, New York.



Pengantar Ilmu Hukum |270



Marhainis Abdul Hay, 1982. Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jilid I dan II), Cet. II Pradnya Paramita, Jakarta. Marwan Mas, 2004. Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Ghalia lndonesia, Jakarta Mochtar Kusumaatmadja dan B. Ariel Sidharta, 2009. Pengantar Ilmu Hukum (Suatu pengenalan pertama ruang lingkup berlakunya ilmu Hukum) Buku I, Penerbit PT. Alumni Bandung. Muchsan, 1982. Pengantar Hukum Administrasi Negara lndonesia, Liberty, Yogyakarta. Muhammad Muslehuddin, 1991. Filsafat Hukum lslam dan Pemikiran Orientalis, Studi Perbandingan Sistem Hukum lslam, PT.Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Munadjat Danusaputro, 1981, Hukum Lingkungan, Penerbit Binacipta, Bandung. N.E.Algra et.el, 1983. Mula Hukum, Bina Cipta, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2011. Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, Penerbit Kencana Prenadi Media Group, Jakarta. Peter der Cruz, 1999. Comparative Law in A Chaging World, London and Sydney : Cavendish Publishing Limited. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1982. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Alumni, Bandung. -------------------------------------------------------,1983. Menulusuri Sosiologi Hukum Negara, CV. Rajawali, Jakarta R. Abdoel Djamali 1993. Pengantar Hukum lndonesia (Edisi Baru), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.



Pengantar Ilmu Hukum |271



R. Subekti, 1977. Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. R.Soeroso, 1993. Pengantar Ilmu Hukum, PT.Sinar Grafika, Jakarta. Riduan Syahrani, 1991. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Pustaka Kartini, Jakarta. Rien G. Kartasapoetra, 1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Bina Aksara, Jakarta. Roscoe Pound, 1972. Pengantar Filsafat Hukum, Bhatara, Jakarta. Rozikin Daman, 1993, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Satjipto Rahadjo, 1996. Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Soehino, 1980. Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta. Soedjono Dirdjosisworo, 1984. “Pengantar Ilmu Hukum”, Penerbit Rajawali, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1978. Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit UI, Jakarta. -------------------, 1979. Mengenal Antropologi hukum, Penerbit Alumni, Bandung -------------------, 1991. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Press, Jakarta



Sudikno Mertokusomo, 1986. Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta. T.J.Buys, 1883. De Grondwet, Toelichting en Kritiek.



Pengantar Ilmu Hukum |272



WJS. Poerwadarminta, 1985. Kamus Umum Bahasa lndonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Z.Anshori Ahmad, 1986. Sejarah dan Kedudukan BW Di lndonesia, CV. Rajawali, Jakarta



Pengantar Ilmu Hukum |273



PROFIL PENULIS Drs.H.Saifudin,M.Hum lahir di Sampit (Kalteng). 10 September 1964, dosen tetap jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unlam, dosen pada Pascasarjana Magister Administrasi Publik dan Magister llmu Pemerintahan FISIP Unlam. Lulus meraih gelar Sarjana (S1) pada jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unlam tahun 1988, kemudian memperoleh gelar Magister Hukum (M.Hum) 1994 pada Program Pascasarjana Unhas Ujung Pandang (Makasar). Jabatan pernah dipegang sebagai Kabid Pendidikan Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik (MAP) Unlam tahun 2004 s/d 2009, menjadi anggota Dewan Penyunting Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan, BPPKI (DEPKOMINDO) Banjarmasin. Karya buku telah diterbitkan: Politik dan Hukum Agraria dalam Perspektif Sejarah (1997), Asas-asas Hukum Tata Negara (1998), Hukum Administrasi Negara Suatu Pengantar (2000), Pedoman Penulisan Tesis (2006), Ilmu Perundang-Undangan, Dasar, Proses, dan Tekniknya (2005), Sistem Hukum lndonesia, dasar-dasar dan Aplikasinya (2014), Memahami Mendung Konflik Etnis, Suatu Analisa di balik Tragedi Sampit (2017) dan Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Terhadap Protokol Kesehatan (2021).



Pengantar Ilmu Hukum |274