Pengendalian Vektor Insektisida Bahan Aktif Fenvalerat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Penyakit tular vektor merupakan penyakit yang menular melalui hewan perantara (vektor) penyakit. Contohnya antara lain malaria, Demam Berdarah Dengue, Chikungunya, Japanese B Encephalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki gajah), pes (sampar) dan demam semak (scrub typhus). Penyakit tersebut hingga kini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penanggulangan penyakit tular vektor adalah selain dengan pengobatan



terhadap



penderita,



juga



dilakukan



upaya-upaya



pengendalian vektor termasuk upaya mencegah kontak dengan vektor guna mencegah penularan penyakit. Satu di antaranya adalah cara pengendalian vektor adalah dengan menggunakan insektisida. Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga (Djojosumarto, 2008). Insektisida dapat memengaruhi



pertumbuhan,



perkembangan,



tingkah



laku,



perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman ataupun vektor penyebab penyakit.



Insektisida



merupakan salah satu jenis dari pestisida (pembunuh hama) sedangkan kelompok pestisida lainnya antara lain rodentisida (racun binatang pengerat), akarisida (racun tungau dan caplak), fungisida (racun cendawan), herbisida (racun gulma / tumbuhan pengganggu), dan lainlain. Beberapa jenis golongan dari insektisida salah satunya yaitu fenvalerat. Fenvalerat merupakan insektisida serta akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Fenvalerat digunakan untuk membasmi hama serangga ataupun vektor penyebab penyakit. Penggunaan fenvalerat apabila tidak benar dan tepat maka akan menimbulkan efek samping terhadap manusia. Efek samping dapat



2



berupa hasil dari penimbunan yang berlama-lama, surface run-off, atau kontak langsung dengan komponen herbisida. Berbagai dampak dapat disebabkan oleh penggunaan fenvalerat mulai dampak yang tak terlihat seperti residu hingga dampak keracunan baik bagi tanaman maupun manusia yang menggunakannya. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Tarumingkeng, 2008). Sehingga manfaat mempelajari insektisida jenis fenvalerat ini agar dapat lebih mengenal dan mengetahui apa itu fenvalerat baik dilihat dari formulasinya, cara kerjanya, susunan kimianya, dan dampak yang tejadi akibat penggunaan fenvalerat ini, sehingga kita dapat menghindari dampak yang dihasilkan oleh fenvalerat tersebut semaksimal mungkin dan juga formulasi fenvalerat yang aman untuk digunakan dengan menimbang dampak yang terjadi tidak merusak lingkungan dan ekosistem. I.2 Tujuan Adapun tujuan dalah penyusunan makalah ini adalah : -



Mengetahui definisi dan Klasifikasi Insektisida



-



Mengetahui definisi dan Klasifikasi Pirenoid



-



Mengetahui definisi bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Formulasi bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Cara Kerja bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Susunan Kimia bahan Aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Dosis dan Serangga sasaran bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Efektifitas bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahui Efek samping bahan aktif Fenvalerat



-



Mengetahi Pencegahan dari penggunaan Fenvalerat



3



I.3 Manfaat Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini yaitu : I.3.1 Masyarakat Penyusunan



makalah ini



diharapkan dapat



memberikan



informasi kepada masyakarat agar berhati-hati dan bijaksana dalam penggunaan insektisida golongan Fenvalerat I.3.2 Disiplin Ilmu Penyusunan makalah ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



II.1



INSEKTISIDA II.1.1 Definisi Insektisida Kata insektisida secara harfiah berarti pembunuh serangga, yang berasal dari kata “insekta” = serangga dan kata latin “cida”= pembunuh. Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh



serangga



pengganggu



(hama



serangga).



Insektisida



merupakan salah satu jenis dari pestisida (pembunuh hama) sedangkan kelompok pestisida lainnya antara lain rodentisida (racun binatang pengerat), akarisida (racun tungau dan caplak), fungisida (racun cendawan), herbisida (racun gulma / tumbuhan pengganggu), dan lainlain. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Insektisida, insektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah binatangbinatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Insektisida



kesehatan



masyarakat



adalah



insektisida



yang



digunakan untuk pengendalian vektor penyakit dan hama permukiman seperti nyamuk, serangga pengganggu lain (lalat, kecoak/lipas), tikus, dan lain-lain yang dilakukan di daerah permukiman endemis, pelabuhan, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya. Aplikasi pengendalian vektor penyakit secara umum dikenal dua jenis insektisida yang bersifat kontak/non-residual dan insektisida residual. Insektisida kontak/non-residual merupakan insektisida yang langsung berkontak dengan tubuh serangga saat diaplikasikan. Aplikasi kontak langsung dapat berupa penyemprotan udara (space spray) seperti pengkabutan panas (thermal fogging), dan pengkabutan dingin (cold fogging) / ultra low volume(ULV). Jenis-jenis formulasi yang biasa digunakan untuk aplikasi kontak langsung adalah emusifiable concentrate (EC), microemulsion (ME), emulsion (EW), ultra low volume (UL) dan



5



beberapa Insektisida siap pakai seperti aerosol (AE), anti nyamuk bakar (MC), liquid vaporizer (LV), mat vaporizer(MV) dan smoke (Kemenkes RI, 2012). II.1.2 Jenis insektisida untuk pengendalian vektor



1. Organofosfat (OP). Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase. OP banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian vektor, baik untuk space



spraying,



IRS,



maupun



larvasidasi.



Contoh:



malation,



fenitrotion, temefos, metil-pirimifos, dan lain lain.



2. Karbamat. Cara kerja Insektisida ini identik dengan OP, namun bersifat reversible (pulih kembali) sehingga relatif lebih aman dibandingkan OP. Contoh: bendiocarb, propoksur, dan lain lain.



3. Piretroid (SP) Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vector untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS), kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan berbagai formulasi Insektisida rumah tangga. Contoh: metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamdasihalotrin, permetrin, sipermetrin, deltametrin, etofenproks, dan lainlain.



4. Insect Growth Regulator (IGR). Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu : -



Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog (JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHA adalah fenoksikarb, metopren, piriproksifen dan lain-lain.



-



Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI) mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan kitin. Contoh CSI: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain.



6



5. Mikroba Kelompok Insektisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan sebagai insektisida. Contoh: Bacillus thuringiensis varisraelensis (Bti), Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, dan lain-lain. BTI bekerja sebagai racun perut, setelah tertelan kristal endotoksin larut yang mengakibatkan sel epitel rusak dan serangga berhenti makan lalu mati. BS bekerja sama dengan BTI, namun bakteri ini diyakini mampu mendaur ulang diri di air akibat proliferasi dari spora dalam tubuh serangga, sehingga mempunyai residu jangka panjang. BS stabil pada air kotor atau air dengan kadar bahan organik tinggi.



6. Neonikotinoid. Insektisida ini mirip dengan nikotin, bekerja pada sistem saraf pusat serangga yang menyebabkan gangguan pada reseptor post synaptic acetilcholin. Contoh: imidakloprid, tiametoksam, klotianidin dan lainlain.



7. Fenilpirasol Insektisida ini bekerja memblokir celah klorida pada neuron yang diatur oleh GABA, sehingga berdampak perlambatan pengaruh GABA pada sistem saraf serangga. Contoh: fipronil dan lain-lain



8. Nabati Insektisida nabati merupakan kelompok Insektisida yang berasal dari tanaman Contoh: piretrum atau piretrin, nikotin, rotenon, limonen, azadirachtin, sereh wangi dan lain-lain.



9. Repelen Repelen adalah bahan yang diaplikasikan langsung ke kulit, pakaian atau lainnya untuk mencegah kontak dengan serangga. Contoh: DEET, etil-butil-asetilamino propionat dan ikaridin. Repelen dari bahan alam adalah minyak sereh/sitronela (citronella oil) dan minyak eukaliptus (lemon eucalyptus oil) (Kemenkes RI, 2012). II.2



PIRETROID Pirenoid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari piretrin (pyrethrine). Piretrin sendiri merupakan zat kimia bersifat insektisida



7



yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan (Chrisantemum spp.). Pirenoid memiliki beberapa keunggulan, di antaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan (knock down effect) yang sangat baik, masa terdegradasi dalam lingkungan juga singkat, berkisar antara 10-12 hari, jadi jarak/frekuensi penyemprotan juga berkisar 10-12 hari. (Djojosumarto,2008). Namun, karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak piretroid yang tidak cocok untuk program PHT. Piretroid merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah: deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka, dan mempunyai keunggulan diantaranya: diaplikasikan dengan takaran yang relatif sedikit, spekrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. (Wudianto R, 2010).



II.3



FENVALERAT II.3.1 DEFINISI FENVALERAT Fenvalerat, dipublikasikan pertam akali pada tahun 1977 dan merupakan insektisida serta akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Fenvalerat berspektrum luas untuk serangga hama dari ordo Lepidoptera, Diptera, Orthopthera, Hemiptera, dan Coleoptera. LD50 (tikus) sekitar 451 mg/kg;



LD50 dermal (kelinci)



1000 – 3200 mg/kg dan > 5000 (tikus) agak iritan untuk kulit dan mata; LD50 inhalasi (4 jam, tikus) > 0,1 mg/liter udara; NOEL (2 tahun, tikus) 250 mg/kg diet; dan ADI 0,02 mg/kg bb.(Djojosumarto, 2008).



8



II.3.2 FORMULASI FENVALERAT Formulasi adalah bentuk akhir hasil olahan bahan teknis suatu insektisida. Pemilihan jenis formulasi sangat berperan penting dalam keberhasilan pengendalian. Adapun formulasi dalam fenvalerat meliputi emulsifiable concentrates (EC), ultra-low volume (ULV) concentrates, dust powders, or wettable powders. 1. Emulsifiable Concentrates (EC) Formulasi



EC



dibuat



dengan



menambahkan



emulsifier



pada



campuran fenvalerat satu atau lebih pelarut agar dapat bercampur dengan air membentuk emulsi minyak dalam air yang berupa larutan putih seperti susu yang tidak tembus cahaya. Larutan putih seperti susu ini bahkan menjadi generik bagi awam bahwa insektisida itu harus (bau dan) membentuk larutan seperti susu bila ditambahkan air 2. Ultra Low Volume (ULV) Formulasi ini adalah formulasi siap pakai yang digunakan dengan alat semprot ULV dan umumnya digunakan untuk pengendalian vektor atau untuk kegiatan yang dilakukan untuk pengendalian serangga pada sekala besar, misalnya lapangan bola, taman, lingkungan perumahan dsb. 3. Debu (Dust powder) Formulasi ini mengandung bahan aktif dan bahan pembawa yang berbentuk tepung/bubuk dengan ukuran partikel berkisar 250 – 350 mesh dan merupakan formulasi siap pakai. Biasanya kadar bahan aktifnya relatif rendah (hanya berkisar 0.5 – 1 %) dibandingkan dengan formulasi WP. 4. Wettable Powders (WP) WP adalah formulasi kering dengan cara mencampurkan bahan teknis dengan bubuk pembawa (seperti talkum, kapur) dan suatu zat pembasah. Penambahan zat pembasah memungkinkan campuran bahan teknis dan bahan pembawa dapat dilarutkan dalam air dan siap untuk diaplikasikan dengan alat semprot. Keuntungan formulasi WP ini kurang atau tidak bersifat fitotoksik dan bertahan pada permukaan apapun sehingga memberikan efek residual (Kemenkes RI, 2012)



9



II.3.3 CARA KERJA FENVALERAT Bahan aktif fenvalerat bekerja sebagai racun kontak maupun racun lambung yang cepat mematikan serangga dengan merusak system syaraf. Fenvalerat yang masuk dalam pencernaan hama akan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang sel syaraf pusat yang menyebabkan saluran natrium selalu terbuka, sehingga pada beberapa kasus menyebabkan reaksi berlebihan oleh saraf. Mereka bertindak pada membran sel saraf untuk menghalangi Jalur dan keluarnya ion dari saluran natrium selama re-polarisasi. Hal ini sangat mengganggu transmisi impuls saraf. Pada konsentrasi rendah serangga menderita hiperaktif. Pada konsentrasi tinggi mereka lumpuh dan mati. Contoh untuk mengendalikan ulat grayak ( Spodoptera Litura F. ) pada tanaman cabai.. Untuk mekanisme sebagai racun kontak, Fenvalerat akan masuk ke tubuh hama melalui kulit, mulut, atau trachea hama tersebut. Racun yang bersifat kontak harus mampu menembus kulit serangga. Hama akan mati jika bersentuhan langsung dengan bahan aktif insektisida ini (Djojosumarto, 2008). I.3.4



SUSUNAN KIMIA FENVALERAT Rumus Kimia :



Gambar 1. Struktur Kimia Fenvalerat



10



Gambar 2. Struktur Kimia 4 stereoisomer Fenvalerat Identitas Fenvalerate merupakan piretroid sintetis pertama yang tidak memiliki



siklopropana



cincin



dalam



molekul.



Ia



memiliki



empat



stereoisomer dan komposisi sekitar 1: 1: 1: 1 (rasemat) untuk setiap isomer. Tingkatan teknis Fenvalerate adalah 90-94% murni. Hal ini diformulasikan sebagai emulsi konsentrat, konsentrat dengan volume rendah-ultra, bubuk debu, atau bubuk basah. Sifat Fisik Dan Kimia Produk teknis adalah cairan kental berwarna kuning atau coklat dengan bau kimia ringan. Hal ini hampir tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kebanyakan pelarut organik. Fenvalerate stabil terhadap cahaya, panas, dan kelembaban, tetapi tidak stabil pada media alkali. Metode Analitis Untuk residu dan analisis lingkungan, menggunakan kromatografi gas dengan menggunakan deteksi penangkapan elektron, yang tingkat deteksi minimum menjadi 0,005 mg / kg. Untuk analisis produk, dapat menggunakan kromatografi gas dengan deteksi ionisasi nyala. (IPCS, 1989).



Tabel 1. Susunan Kimia Fenvalerat NO 1



VARIABEL NAMA KIMIA



KETERANGAN 1. IUPAC RS)-α-cyani-3-phenoxybenzyl (RS)-2-(4



chlorophenyl)-3-



11



methylbutyrate 2. CA cyano(3phenoxyphenyl)methy14chloro-α-(1methylethyl)benzeneacetate



2



NAMA ALTERNATIF



Agmatrin, Belmark, Ectrin, Fenkill, Phenvalerate,



Pydrin,



S-5602,



Sanmarton, SD 43775, Sumicidin, Sumifly, Sumipower, Sumitox, WL 43 775



3



CAS NOMOR



51630-58-1



4



FORMULA KIMIA



C25H22ClNO3



5



MASA MOLAR



419,92 .mol -1



6



KEADAAN FISIK



Cairan



kental



berwarna



kuning



yang akan mencair pada suhu 230 C 7



TEKANAN UAP PADA Merkuri dengan tekanan 1,1 x 10-8 SUHU 250 C



8



KEPADATAN



mm PADA 1,17 g/Ml



SUHU 230 C 9



STABILITAS



Stabil di sebagian besar pelarut alkohol kecuali di temperatur kamar .Tidak



stabil



di



media



alkali.



Degradasi bertahan pada kisaran 150 – 3000 C



10



DEGRADASI



Rute



Utama



pembelahan



yaitu pada



dengan



sambungan



ester 11



FORMULASI



konsentrat yang dapat diemulsikan,



12



debu,



butiran,



bubuk



dapat



dibasahi 12



LOG



OCTANOL- 6,2



WATER 13



I.3.5



KOEFISIEN PARTISI DI KELARUTAN 200 C aseton



>450,0 g/L



Khloroform



>450,0 g/L



Metanol



>450,0 g/L



Heksana



77,0 g/L



Air Tawar



2,0 – 85,0 µg/L



Air Laut



24,0 µg/L ( Ronald, 2007)



DOSIS DAN SERANGGA SASARAN FENVALERAT Fenvalerat digunakan untuk mengendalikan hama serangga. Adapun Serangga sasaran, dan dosis penggunaan Fenvalerat yaitu : Tabel 2. Hama Sasaran dan Dosis Penggunaan



Dosis/ No



Tanaman



Hama Sasaran



Konsentrasi Formulasi



1



Bawang merah



Ulat grayak



0,25 – 0,5 ml/l



(Spodoptera sp.) 2



Cabai



1. Ulat grayak (Spodoptera sp.)



0,25 – 0,5 ml/l 0,25 – 0,5 ml/l



2. Hama trips (Trips parvispinus) 3



Jeruk



Hama Diaphorina citri



0,25 – 0,5 ml/l



4



Kakao



Penghisap buah



0,25 – 0,5 ml/l



(Helopeltis sp.) 5



Kapas



Penggerek pucuk (Helicoverpa armigera)



0,5 – 1,0 ml/l



13



6



Kedelai



1. Ulat grayak



1. 0,25 – 0,5 ml/l



(Spodoptera sp.)



2. 0,25 – 0,5 ml/l



2. Pengisap polong



3. 0,25 – 0,5 ml/l



(Nezara viridula)



4. 0,5 – 1,0 ml/l



3. Perusak polong (Heliothis armigera) 4. Penggulung daun (Lamprosema indicata)



7



Kelapa Sawit



Ulat api



0,25 – 0,5 ml/l



(Thosea asigna) 8



Kubis



Perusak daun



0,25 – 0,5 ml/l



(Plutella xylostella) 9



Teh



Penghisap daun



0,125 – 0,25 l/ha



(Helopeltis sp.) 10



Tembakau



Ulat grayak



0,25 – 0,5 ml/l



(Spodoptera litura) 11



Tomat



Penggerek buah



0,25 – 0,5 ml/l



(Heliothis armigera)



Volume semprot per hektar yang digunakan, tergantung umur dan jenis tanaman, adalah 400 - 800 liter/ha (kakao, cabai, kubis), 400 - 600 liter/ha (bawang merah, kedelai), 300 - 500 liter/ha (tomat, teh), 200 - 400 liter/ha (tembakau).(MKD, 2011). I.3.6



EFEKTIFITAS FENVALERAT Bengston (1979) menunjukkan bahwa potensi utama dari insektisida piretroid sebagai pelindung gandum di Australia untuk mengendalikan Rhyzopertha dominica dimana spesies ini yang paling merusak dan sulit untuk dicontrol dengan menggunakan insektisida organofosfat. Bioresmethrin, disinergikan dengan piperonil butoxide, yang telah digunakan selama lebih dari 10 tahun terhadap Rhyzopertha dominica dalam hubungannya dengan fenitrothion atau senyawa



14



organofosfat lainnya. Namun dosis yang relatif tinggi diperlukan untuk mengendalikan Sitophilus dan Tribolium spp dan oleh karena itu tidak mungkin digunakan terhadap spesies ini. Sehingga fenvalerate adalah alternatif yang efektif untuk bioresmethrin. Bengtson dan Desmarchelier (1979) menunjukkan bahwa, saat Fenvalerate diterapkan pada tingkat 1 mg / kg, bersama-sama dengan piperonil butoksida pada tingkat 10 mg / kg dan insektisida organofosfat, akan memberikan perlindungan 9 bulan terhadap semua spesies, termasuk tahan terhadap Rhyzopertha dominica. Chahal dan Ramzan (1982) mempelajari efisiensi relatif dari piretroid sintetis dan beberapa insektisida organofosfat terhadap larva Trogoderma granarium. Setiap insektisida diuji di 0,0125; 0,025 dan 0,05% disemprotkan pada larva instar ketiga. Deltametrin pada 0,05% adalah satu-satunya senyawa untuk memberikan 100% mortalitas pada 1 hari tetapi pada pengamatan 2, 3, 5 dan 7 hari setelah pengobatan menunjukkan peningkatan progresif dalam mortalitas dan oleh 7 hari Fenvalerate menyebabkan 100% kematian larva. Elliott dkk (1983) ditentukan selektivitas 20 insektisida piretroid untuk Ephestia kuehniella dan parasit Venturia canescens. Fenvalerate menduduki peringkat keempat belas dari 20 untuk potensi terhadap Ephestia tetapi diperlukan 8 kali lebih banyak untuk membunuh parasit tersebut. Rasio toksisitas pada host dan parasit paling tinggi diantara 18 senyawa lain yag diuji. Joia



(1983)



dalam



tesisnya



menulis



tentang



efektivitas



cypermethrin dan Fenvalerate terhadap Tribolium castaneum dan Cryptolestes ferrugineus dalam menyimpan gandum. Gandum yang mempunyai



kadar air 13,3%



dan 15% diperlakukan dengan



cypermethrin atau Fenvalerate pada 8 dan 12 mg / kg atau pada malathion pada 8 mg / kg. Gandum disimpan pada suhu 250C dan -5 ° C selama 60 minggu. Sampel dihapus untuk bioassay



6 kali dengan



interval 12 minggu. Studi Bioassay mengungkapkan bahwa cypermethrin efektif terhadap kedua spesies. Meskipun pada 8 mg / kg, cypermethrin tidak membunuh l00% dari parasit dewasa Cryptolestes ferrugineus, namun dapat dicegah pada produksi keturunan. Fenvalerate gagal untuk



15



memberikan kontrol yang efektif dari Cryptolestes ferrugineus tetapi mampu mencegah produksi keturunan Tribolium castaneum. Sebaliknya, malathion pada 8 mg / kg tidak efektif terhadap kedua spesies pada 12 dan 24 minggu setelah perlakuan. Hsieh dkk. (1983) bekerja di Taiwan mententukan toksisitas 26 insektisida untuk Sitophilus zeamais dan Rhyzopertha dominica yang tercampuran dengan biji-bijian. Fenvalerate adalah salah satu dari beberapa senyawa yang paling toksik untuk Rhyzopertha dominica daripada Sitophilus Zeamais. Bitran dkk (1983b) mengevaluasi residu dari beberapa piretroid dan organofosfat insektisida dalam mengendalikan Sitophilus zeamais 'di Brasil. Insektisida dicampur dengan gandum jagung dan dievaluasi selama 9 bulan. Fenvalerate yang ditambahkan dengan piperonil butoksida menunjukkan kemanjuran tinggi dalam kontrol tetapi efektivitas ini berkurang ketika Fenvalerate digunakan tanpa piperonil butoksida. Cypermethrin menunjukkan residual lebih baik daripada Fenvalerate yang diterapkan tanpa piperonil butoksida. Bengston et dari. (1983b) mengevaluasi beberapa organophosphorothioat dan sinergi piretroid sintetis sebagai pelindung butir gandum di uji cobakan dilapangan yang dilakukan di silo komersial di Queensland dan New South Wales. Fenvalerate pada 1 mg / kg bersama dengan fenitrothion pada 12 mg / kg dan piperonyl butoksida pada 8 mg / kg dikontrol pada penyimpanan Sitophilus oryzae dan Rhyzopertha dominica dan mencegah menghasilkan keturunan sepenuhnya pada Tribolium casianeum, Tribolium confusum dan Ephestia cautella. Dalam percobaan lapangan dilakukan pada sorgum yang disimpan selama 26 minggu di Silo, Queensland selatan. Bengston et dari. (1984) menemukan kombinasi yang sama dari Fenvalerate yang dapat mengendalikan malathion dapat resistant terhadap Sitophilus oryzae, Rhyzopertha dominica, Tribolium castaneum dan Ephestia cautella (ACIA, 2009)



16



I.3.7



EFEK SAMPING FENVALERAT Efek pada Manusia Fenvalerate



merupakan



insektisida



piretroid



sintetik



yang



mempunyai toksisitas dari rendah, sedang hingga akut. Hal ini tidak mungkin berbahaya bila digunakan sebagaimana yang direkomendasikan atau sesuai dosis yang dianjurkan. Tidak ada laporan keracunan pada populasi pada umumnya. Beberapa insiden keracunan terjadi ketika terpaparan dengan penyemprotan yang tidak memperhatikan instruksi keselamatan. Dalam studi eksperimental yang telah dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa tanda-tanda neurologis dan gejala, seperti ataksia, tremor, dan kejang-kejang, bisa terjadi setelah terjadi paparan yang berlebih atau tertelan. Manusia dapat terpapar Fenvalerate melalui residu dalam makanan ataupun secara langsung. Fenvalerate ini cukup beracun untuk mamalia. Pada pekerja yang terpapar, Fenvalerate dapat menyebabkan sensasi kulit dan paresthesia yang berkembang setelah periode laten sekitar 30 menit, puncak dengan 8 jam, dan menghilang dalam waktu 24 jam. Berdasarkan kesamaan Fenvalerate dengan Deltametrin, mungkin karena toksisitasnya berefek pada kedua sistem saraf perifer dan saraf pusat yang disebabkan oleh gangguan permeabilitas ion natrium di membran saraf terstimulasi. Adapuan Gejala akut dari paparan fenvalerat yaitu :1) Sensasi



terbakar;



2)Batuk;



3)Pusing;



4)sakit



kepala;



5)mual;



6)kemerahan; 7)kesemutan ; 8)gatal; 9)sakit perut; 10)kejang; 11)muntah. Tidak ada indikasi yang menyatakan bahwa Fenvalerate bila digunakan seperti yang direkomendasikan (sesuai dosis/takaran), akan memiliki efek buruk pada manusia. (IPCS, 1989).



Efek pada Lingkungan sekitar Di dalam tanah, terjadi degradasi pembelahan ester, pembelahan difenil eter, cincin hydroxylation , hidrasi dari siano kelompok amida , dan oksidasi lebih lanjut dari fragmen-fragmen yang dibentuk . Yang pada akhirnya menghasilkan karbon dioksida sebagai produk akhir yang



17



utama. Studi pada potensi Fenvalerate dan produk degradasinya menunjukkan bahwa sangat sedikit terjadi gerakan ke dalam di tanah. Di dalam air dan permukaan tanah, Fenvalerate terdegradasi oleh sinar



matahari.



Pembelahan



ester,



hidrolisis



kelompok



siano,



dekarboksilasi untuk menghasilkan 2- (3-phenoxyphenyl) -3- (4-klorofenil) - 4-methylpentanenitrile (decarboxy-Fenvalerate), dan telah terjadi reaksi radikal lainnya. Pada tanaman, Fenvalerate memiliki waktu paruh sekitar 14 hari. Pembelahan ester adalah reaksi utama, diikuti oleh oksidasi dan / atau konjugasi



fragmen



yang



terbentuk.



Dekarboksilasi



yang



terjadi



menghasilkan decarboxy-Fenvalerate. Waktu paruh dari Fenvalerate bervariasi dari 6 minggu sampai 60 hari tergantung pada jenis tanah. Hal ini sangat beracun bagi lebah madu dan ikan (IPCS, 1989).



I.3.8



PENCEGAHAN DAMPAK FENVALERAT Bahaya kesehatan manusia yang berhubungan dengan jenis tertentu dari paparan Fenvalerate, bersama-sama dengan langkahlangkah pencegahan dan perlindungan yaitu : a. Penyimpanan Proses



penyimpanan



Fenvalerat



yang



digunakan



dalam



pengendalian vektor harus memenuhi persyaratan berikut ini: 1. Gudang Gudang tempat penyimpanan Fenvalerat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 



Aman dari pencurian,







Tidak bocor,







Tidak kena banjir,







Cukup ventilasi/penerangan atau pencahayaan,







khusus untuk gudang penyimpanan Fenvalerat, terletak tidak menyatu dengan tempat permukiman







Tidak digabung dengan bahan non-Fenvalerat



2. Konstruksi bangunan Gudang 



Lantai dan dinding harus kedap air dan mudah dibersihkan



18







Langit- langit atap terbuat dari bahan yang ringan dan tidak tembus cahaya.







Bangunan dilengkapi dengan exhause fan (kipas penghisap)







Bahan bangunan sedapat mungkin tidak mudah terbakar



3. Tata letak tempat penyimpanan Penempatan Fenvalerat harus ditata dengan baik: 



Fenvalerat yang akan disimpan dikelompokkan berdasarkan bentuk formulasi (padat atau cair), secara tepat dan aman







Setiap kemasan Fenvalerat tidak boleh diletakan langsung di atas lantai, untuk kemasan yang berat (drum, bags, boxes) diletakkan/disusun di atas balok-balok kayu (pallet), untuk kemasan kecil diletakkan /disusun di dalam rak







Fenvalerat dengan kemasan bungkusan yang berbentuk kotak disusun dengan sistem berkait dengan diberi jarak di antara tumpukan, untuk sirkulasi udara.







Jarak tumpukan Fenvalerat dari dinding minimal 50 cm, untuk lewat orang







Cara meletakan dan menyusun kemasan Fenvalerat harus diatur untuk memudahkan pemeriksaan dan sirkulasi barang (FEFO, first expired first out).







Penyimpanan Fenvalerat harus dilengkapi dengan kartu stok, kartu gudang dan kartu barang







Di antara tumpukan Fenvalerat harus ada lorong/ gang yang dapat dilalui dengan lebar minimal 50 cm.



b. Ledakan dan Bahaya Kebakaran Beberapa pelarut dalam formulasi piretroid sangat mudah terbakar. Jangan menggunakan air untuk memadamkan kebakaran. Gunakan bubuk kering, karbon dioksida, atau busa tahan-alkohol, pasir, atau tanah.



Ketika produk piretroid terjadi dalam kebakaran besar,



hendaknya pelindung



memadamkan dan



alat



bantu



api



dengan



pernapasan.



menggunakan Langkah



pakaian



selanjutnya



menginformasikan kepada pemadam kebakaran dan terkait lainnya yang berwenang bahwa pyrethroids sangat beracun baik untuk



19



ekosistem ikan. Dengan cara ini, akumulasi terjadinya polusi dalam tanah dari tempat kejadian itu dapat dicegah . c. Distribusi Distribusi perlu dilakukan dengan baik agar kualitas Fenvalerat tetap terjamin. Untuk itu harus diperhatikan bahwa dalam pendistribusian Fenvalerat, kemasan harus dijaga dari kerusakan atau kebocoran dan terlindung dari pengaruh cuaca luar (panas, hujan dll). Penempatan Fenvalerat dalam sarana angkutan harus diatur sehingga tidak mudah terjadi benturan-benturan selama perjalanan. d. Pemusnahan Pemusnahan Fenvalerat dapat dilakukan dengan berbagai



cara



seperti dengan penguburan dalam tanah (landfill), panas (thermal decomposition), dan kimiawi (chemical neutralization). Di antara caracara tersebut, yang paling mungkin dilakukan di lapangan adalah penguburan dalam tanah (landfill).



20



BAB III PENUTUP



III.1 Simpulan Fenvalerat merupakan insektisida serta akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Fenvalerat berspektrum luas untuk serangga hama dari ordo Lepidoptera, Diptera, Orthopthera, Hemiptera, dan Coleoptera. LD50 (tikus) sekitar 451 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 1000 – 3200 mg/kg dan > 5000 (tikus) agak iritan untuk kulit dan mata; LD50 inhalasi (4 jam, tikus) > 0,1 mg/liter udara; NOEL (2 tahun, tikus) 250 mg/kg diet; dan ADI 0,02 mg/kg bb. Paparan untuk populasi dari Fenvalerate menjadi sangat rendah dan bahkan tidak mungkin berbahaya bila digunakan sesuai yang direkomendasikan. Pelaksanaan praktik yang tepat, langkah-langkah kebersihan terjaga,



dan



tindakan



pencegahan



diikuti,



memungkinkan



bahwa



Fenvalerate akan tidak menjadi risiko pekerjaan. Fenvalerat



jika



digunakan



diatas



takaran



yang



dianjurkan,



Fenvalerate sangat beracun bagi ikan, arthropoda air, dan lebah madu. Namun, jika digunakan sesuai takaran, efek samping yang tidak mungkin terjadi ketika Fenvalerate digunakan.



III.2 Saran III.2.1



Untuk petani Hendaknya Gunakanan fenvalerat sesuai dengan dosis yang dianjurkan agar dapat meminimalisir dari efek samping fenvalerat tersebut dan gunakan APD agar tidak terpapar langsung dengan fenvalerat.



III.2.2



Saran Untuk Surveilans Kesehatan Secara



teratur



pekerja



yang



terpapar



harus



menjalani



pemeriksaan medis umum setiap tahunnya. Gejala keluhan pada kulit wajah merupakan indikasi terpaparnya fenvalerat yang harus ditangani. Sehingga saran untuk surveilans kesehatan yaitu



21



memberikan pengawasan dan juga memantau secara berkala dan teratur terhadap pekerja tersebut agar dapat memilimalisir efek paparan dari fenvalerat.



22



DAFTAR PUSTAKA



ACIAR (Australia Center International for Agricultutral Reasearch), 2009. Fenvalerate.



http://aciar.gov.au/files/node/9608/MN003%20Part%209.pdf.



Diakses pada tanggal 7 April 2016 Darmono., 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta :Universitas Indonesia Departemen Kesehatan RI Pusat Laboratorium Kesehatan.,1990. Petunjuk Pemeriksaan Pestisida. Jakarta Djojosumarto P., 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT.Agromedia Pustaka, Jakarta Eisler, Ronald. 2007. Eisler’s Encyclopedia Of Environmentally Hazardous Priority



Chemicals.



Netherland



:



Elsevier.



https://books.google.co.id/books?id=B3qXQswP8zIC&pg=PA293&lpg=PA2 93&dq=formulasi+fenvalerat&source=bl&ots=jC-fCQhkvO&sig=-V_cJ2DA0A8dUYAbZqljVAzwBI&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=f ormulasi%20fenvalerat&f=false. Diakses pada tanggal 6 April 2016 FAO. 1992. Fenvalerate. Roma : Food And Agriculture Organization Of The United



Nations.



http://www.fao.org/fileadmin/templates/agphome/documents/Pests_Pesticid es/Specs/Old_specs/FENV.pdf. Diakses pada tanggal 5 April 2016 IPCS Internatioal Programme on Chemical Safety, 1989. Fenvalerate Health and Safety Guide. United Nations Environment Programme International Labour Organisation http://www.inchem.org/documents/hsg/hsg/hsg034.htm.



WHO. Diakses



pada



tanggal 7 April 2016 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor. Jakarta : Kementerian Kesehatan



RI.



http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Buku%20PEDOMAN%20PENG GUNAAN%20INSEKTISIDA.pdf. Diakses pada tanggal 8 April 2016 Marsono., 2008. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Jakarta : Penebar swadaya.



23



MKD, 2011. FENVAL 200 EC ( fenvalerat 200 g/l ). Jakarta : PT MITRA KREASIDHARMA. http://mkdgroup.com/mkd/insektisida.produk-fenval-200ec-92.html. Diakses pada tanggal 7 April 2016 Palar H., 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rhika Cipta Sartono., 2002. Racun Dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika. Toxipedia,



2014.



http://www.toxipedia.org/display/toxipedia/Fenvalerate.



Fenvalerate. Diakses



pada



tanggal 8 April 2016 Wudianto R., 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta : Penebar Swadaya