Peningkatan Kinerja Pegawai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

8



BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Manajemen Sumber Daya Manusia Salah satu aspek utama dalam proses pencapaian tujuan organisasi adalah pemberdayaan secara optimal sumber daya manusia yang dimiliki. Mengelola Sumber daya manusia yang efektif dan efisien akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja yang optimal, terlebih menghadapi tantangan di era industri 4.0 yang sangat kompetitif dan lingkungan yang cepat berubah. Untuk itu menurut Suparyadi (2015: 1) bahwa manajemen sumber daya manusia memainkan peranan yang menentukan dalam kehidupan sebuah organisasi, yaitu seberapa baik kinerja organisasi itu, seberapa baik startegi organisasi dapat dilaksanakan, dan seberapa jauh tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Lebih lanjut dijelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, perilaku dan kinerja karyawan agar mampu memberikan kontribusi yang optimal



dalam



rangka



mencapai



sasaran-sasaran



perusahaan.



Manajemen sumber daya manusia meliputi praktek-praktek tentang orang seperti ditunjukkan pada gambar 1. Praktek manajmen SDM, Noe et al.,2006) dalam Suparyadi (2015 :2).



9



Analisi dan desain Pekerjaan Perencanaan SDM Perekrutan Seleksi Pelatihan dan pengembangan



Kinerja Perusahaan (Company Performance )



Kompensasi Manajemen Kinerja Hubungan Karyawan



Gambar 2.1 Praktek manajemen SDM (Noe et al.,2006) Dengan demikian sangat jelas bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan praktek strategis dalam upaya peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan yang hendak dicapai oleh karyawan, salah satu aktifitas pentingnya adalah manajemen kinerja karyawan. 2. Defenisi Manajemen Kinerja Sebagai upaya meningkatkan kinerja organisasi maka dibutuhkan manajemen kinerja yang dapat mengelola sumber daya manusia untuk dapat berkontribusi pada kepuasan stakeholdernya. Pencapaian terhadap tujuan organisasi melalui proses bersama antara karyawan dan atasannya secara efektif menjadi tujuan diperlukannya manajemen kinerja organisasi. Menurut Amstrong (2004: 29) manajemen kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu keangka tujuan,



10



standar dan persyaratan-persyaratan atribut/kompetensi terencana yang telah disepakati. Sedangkan



Bacal



(1999:4)



dalam



Wibowo



(2016:7)



memberi



pandangan bahwa manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa upaya peningkatan kinerja karyawan dalam organisasi akan lebih mudah dilakukan karena melibatkan seluruh sumber daya manusianya dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengenali lingkungannya dan potensinya serta mendorong karyawan berkontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sejalah dengan itu dapat dikatakan bahwa manajemen kinerja dapat berjalan lebih baik dengan terlebih dahulu dirumuskan dan disepakati bersama oleh seluruh tim dalam organisasi terhadap tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai. Hal ini pun dikatakan oleh Amstrong (2009: 9) dalam Wibowo (2016: 8) bahwa manajemen kinerja adalah proses sistematis untuk memperbaiki kinerja organisasi dengan mengembangkan kinerja individu dan tim. Merupakan sarana untuk mendapatkan hasil lebih baik dengan memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka kerja yang disepakati tentang tujuan terencana, standar dan persyaratan kompetensi.



11



Sedangkan menurut Surya Darma (2010:27) berpendapat bahwa bilamana orang tahu dan mengerti apa yang diharapkan dari mereka , dan diikutsertakan dalam penentuan sasaran yang akan dicapai maka mereka akan menunjukkan kinerja untuk mencapai sasaran tersebut. Selanjutnya



Noe,



dkk



(1999) dalam



Surya



Darma



(2010:19)



menyebutkan 3 (tiga) tujuan manajemen kinerja yaitu: 1. Tujuan Stratejik Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi. Pelaksanaan strategi tersebut perlu mendefenisikan hasil yang dicapai, perilaku, karakteristik pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan startegi, mengembangkan pengukuran dan sistem umpan balik terhadap kinerja. 2. Tujuan Administratif Kebanyakan organisasi menggunakan iformasi manajemen kinerja khusunya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administratif, seperti: penggajian, promosi, pemberhentian pegawai dan lain-lain. 3. Tujuan pengembangan Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil di bidang kerjanya. Pegawai yang tidak berkinerja baik perlu mendapat pemberdayaan melalui training, penempatan yang lebih cocok dan sebagainya. Pihak manajemen perlu memahami apa saja penyebab



12



pegawai tidak berkinerja baik, apabila faktor skill, motivasi, dan lain-lain sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan kinerjanya. Lebih lanjut dikemukakan oleh Surya Darma (2010: 27) bahwa tujuan umum manajemen kinerja adalah untuk menciptakan budaya para individu dan kelompok memikul tanggung jawab bagi usaha peningkatan proses kerja dan kemampuan yang berkesinambungan. Menurut Mangkunegara (2017:20) bahwa adapun bagi pegawai, tujuan manajemen kinerja adalah: a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan. b. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru. c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai. Dari pendapat tersebut maka manajemen kinerja merupakan praktek kinerja secara berkesinambungan dengan berupaya secara serius melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap proses mencapai tujuan organisasi dengan melibatkan karyawan, tim dan segenap manajemen dalam organisasinya. Tenner dan detoro (1992) dalam Gaspersz (2003 : 13) mengemukakan suatu model peningkatan proses terus menerus yang terdiri dari enam langkah, sebagai berikut:



13



Langkah 1 : Mendefenisikan Masalah dalam Konteks Proses Lanhkah 2 : Identifikasi dan Dokumentasi proses Langkah 3 : Mengukur Kinerja Langkah 4 : memahami mengapa suatu masalah dalam kontek proses terjadi Langkah 5 : Mengembangkan dan menguji ide-ide Langkah 6 : Implementasi Solusi dan evaluasi Sedangkan oleh Mangkunegara (2017:22) menyebutkan bahwa paling tidak terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, yaitu: a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. Dapat dilakukan melalui tiga cara: 



Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis.







Mengidentifikasi masalah melalui karyawan.







Memperhatikan masalah yang ada.



b. Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antar lain: 



Mengidentifikas masalah setepat mungkin.







Menentukan tingkat keseriusan masalah



14



c. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri. d. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut. e. Melakukan rencana tindakan tersebut. f. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum. g. Mulai dari awal, apabila perlu Untuk itu terhadap masalah yang dihadapi oleh organisasi berupa tantangan yang sering menghambat pencapaian kinerja optimal maka perlu tindakan korektif dengan memahami sumber masalah dan berupaya melakukan perbaikan atau evaluasi dengan melibatkan karyawan dan atasan secara bersama sama dan secara terus menerus meningkatkan kinerja sesuai dengan tujuan organisasinya. 3. Model Manajemen Kinerja Wibowo (2016 :23) menurutnya proses tentang bagaimana kinerja seharusnya dijalanjan dan diungkapkan dengan cara berbeda-beda diantara para pakar dari yang sangat mendasar sampai pada proses yang mendalam. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1. Model Deming Deming menjelaskan proses manajemen kinerja dimulai dengan menyusun rencana, melakukan tindakan pelaksanaa, memonitor jalannya dan hasil pelaksanaan, dan akhirnya melakukan review atau



15



peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah dicapai. Manajemen Kinerja Deming menggambarkan keseluruhan proses manajemen kinerja dan dapat digambarkan sebagai berikut:



Rencana



Review



Tindakan



Monitor



Gambar 2.2 Siklus Manajemen Kinerja Deming Sumber : Wibowo , Manajemen Kinerja, 2016: 24. Siklus ini disebut pula “silkus deming” karena deminglah yang mempopulerkan dan memperluas penerapannya. Ini disebut pula siklus P-D-C-A (Plan , Do, Check, Action) yang merupakan metode yang dapat melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous improvment) tanpa berhenti. Siklus ini selain sederhana dan mendasar namun lebih menekankan pada perbaikan proses sehingga mampu menyelesaikan masalah



baru



dan



berulang



serta



meningkatkannya



secara



berkelanjutan, sehingga banyak organisasi yang menerapkannya.



2. Model Torrington dan Hall Model ini dijelaskan Wibowo (2016: 24) sebagai proses manajemen kinerja dengan merumuskan terlebih dahulu harapan



16



terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan dari suatu kinerja. Kemudian, ditentukan dukungan yang diberikan terhadap kinerja untuk mencapai tujuan. Sementara itu, pelaksanaan kinerja berlangsung dilakukan peninjauan kembali dan penilaian terhadap kinerja. Langkah selanjutnya melakukan pengelolaan terhadap standar kinerja. Standar kinerja harus dijaga agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai.



Menentukan harapan kinerja



Mengelola standar kinerja



Mendukung kinerja



Mereview dan Menilai Kinerja



Gambar 2.3 Siklus Manajemen Kinerja Torrington dan Hall Sumber: Wibowo, Manajemen Kinerja, 2016: 25.



3.



Model Costello Wibowo (2016: 25) menjelaskan, siklus ini dimulai dengan



melakukan persiapan perencanaan sehingga dapat dibuat suatu rencana dalam bentuk rencana kinerja dan pengembangan. Untuk meningkatkan kinerja, diberikan coacing pada sumber daya manusia dan dilakukan pengukuran kemajuan kinerja. Peninjauan kembali selau dilakukan terhadap kemajuan pekerjaan dan apabila



17



diperlukan dilakukan rencana. Siklus dapat dilihat pada gambar berikut:



Gambar 2.3: Model Manajemen Kinerja Costello Sumber: Wibowo, manajemen Kinerja. 2016; 26.



4.



Pengertian Kinerja Kinerja merupakan perilaku manusia dalam suatu organisasi yang memenuhi standar perilaku yang ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adanya efektivitas keseimbangan antara



18



pekerjaan dan lingkungan yang berada di dekatnya individu,



dan



meliputi



sumber daya, kejelasan kerja dan umpan balik



(Mangkunagara, 2000: 22). Sedangkan Gibson (2007) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria efektivitas kerja lainnya. Menurut Bernardin dan Russel (1998) dalam Sopiah dan Etta Mamang (2018) , kinerja dapat didefenisikan sebagai berikut: “ Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job fungsion or activity during a time period “ (Kinerja didefenisikan sebagai catatan hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan atau aktifitas tertentu dalam jangka waktu tertentu). Sedangkan Mangkunegara (2008) dalam Sopiah dan Etta Mamang (2018) mendefenisikan kinerja sebagai “ hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya”. Kualitas yang dimaksud disini adalah dilihat dari kehalusan, kebersihan, dan ketelitian dalam pekerjaan, sedangkan kuantitas dilihat dari jumlah atau banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan. Sedangkan Soeprihanto (2000:7) mengatakan bahwa ”kinerja atau prestasi seseorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seorang pegawai



selama



periode



waktu



tertentu.



Dipertegas



lagi



oleh



19



Prawirosentono (2009:2) yang mengatakan bahwa ”kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum, sesuai moral dan etika”. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kinerja pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah sejauh mana kemampuan seorang pegawai berperan aktif sebagai pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi. Tujuan dapat tercapai bila ada upaya para pelaku organisasi tersebut. Hubungan antara kinerja perorangan (pegawai) dengan kinerja organisasi sangat erat. Jika kinerja perorangan (pegawai) baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik. Hanya saja untuk menghasilkan kinerja yang tinggi seorang pegawai tidak hanya harus memiliki keterampilan dan pengetahuan tetapi ia juga harus memiliki keinginan dan kegairahan untuk berprestasi tinggi. 5.



Defenisi Kinerja SDM Kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah yang berasala dari kata



Job Performance atau Actual Performance (Prestasi Kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991:31) dalam Mangkunegara (2017:9) adalah:” perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)”.



20



Faustino Cardosa Gomes (1995:195) dalam Mangkunegara (2017:9) mengemukakan defenisi kinerja karyawan sebagai: “Ungkapan seperti output, efisiensi



sereta



Selanjutnya



efektifitas



defenisi



sering



kinerja



dihubungkan



karyawan



dengan



menurut



A.A



produktifitas”. Anwar



Prabu



Mangkunegara (2000:67) dalam Mangkunegara (2017:9) bahwa “Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepaanya”.oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggungjawabnya. 5. Pengukuran kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James B.Whittaker,1993). Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian



atas



keberhasilan/kegagalan



pelaksanaan



kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan misi dan visi organisasi. Karenanya, sudah merupakan suatu hal yang mendesak untuk menciptakan sistem yang mampu untuk mengukur kinerja dan keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi



21



tidak semata-mata kepada input dari program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat dan dampak program organisasi. Sedarmayanti (2017:219). Menurut Robbins (2006) dalam Sopiah dan Etta Mamang (2018:351) ada enam indikator untuk mengukur kinerja individu (karyawan), yaitu: 1. Kualitas, kualitas kerja diukur dari persepsi pimpinan terhadap kualtas pekerjaan yang dhasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan, biasanya dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Ketepatan



waktu,



merupakan



tingkat



aktivitas



diselesaikannya



pekerjaan dalam waktu tertentu yang sudah ditetapkan sebagai standar pencapaian waktu penyelesaian pekerjaan. 4. Efektifitas, merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian, merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya. 6. Komitmen



kerja,



Merupakan



suatu



tingkat



dimana



karyawan



mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggungjawab karyawan terhadap organisasi.



22



Sementara Mangkunegara (2007) dalam



Sopiah dan Etta



Mamang (2018:352) berpendapat bahwa objektifitas penilai juga diperlukan agar penilaian menjadi adil dan tidak subjektif dan pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui indikator-indikator berikut: 1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas yaitu kesanggupan karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 2. Penyelesaian pekerjaan melebihi target yaitu apabila karyawan menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditentukan oleh organisasi. 3. Bekerja tanpa kesalahan, yaitu tidak melakukan kesalahan terhadap pekerjaan merupakan tuntutan bagi setiap karyawan. Mathis dan jackson (2002) dalam Sopiah dan Etta Mamang (2018:352) menyatakan bahwa penilaian kinerja karyawan juga bisa didasarkan atas kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan mereka dengan indikator berikut: 1. Kuantitas hasil kerja 2. Kualitas hasil kerja 3. Ketepatan



waktu



karyawan



pekerjaannya 4. Tujuan penilaian kinerja



dalam



menyelesaikan



23



6. Penilaian kinerja Menurut Sopiah dan Etta Mamang (2018:) Setiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi dan terciptanya suatu prestasi organisasi berkaitan erat dengan prestasi individual para pegawai. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi tempat pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja karyawan secara individu, kelompok maupun organisasi, faktor-faktor seperti tujuan yang diinginkan, standar kerja yang diinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu, motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Torington dan Hall (1995) yang menyatakan bahwa “ Prestasi kerja dilihat sebagi hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi”. Defenisi kata ‘to appraise “ (menilai) adalah “ menetapkan harga untuk” atau “ menilai suatu benda”. Jika menggunakan istilah “penilaian kinerja” berarti kita terlibat dalam proses menentukan nilai karyawan bagi perusahaan, dengan maksud meningkatkannya. (Attwood Margaret & Stuart Dimmock) dalam Sedarmayanti (2017:284). Penilaian pelaksanaan pekerjaan kinerja adalah sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya



secara



keseluruhan.



Penilaian



pelaksanaan



pekerjaan



24



merupakan



pedoman



dalam



hal



karyawan



yang



diharapkan



dapat



menunjukkan kinerja karyawan secara rutin dan teratur sehingga bermanfaat bagi pengembangan karir karyawan yang dinilai maupun bagi organisasi secara keseluruhan. (Sedarmayanti (2017:284). Dalam Sopiah dan Etta Mamang (2017:353),Mondy & Noe (1990) mendefenisikan penilaian prestasi kerja sebagai “ Suatu sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mengkaji dan mengevaluasi kinerja pegawai”. Irawan (1997) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah “ Suatu cara untuk melakukan evaluasi terhadapt prestasi kerja pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang objektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”. Sementara itu Levinson, seperti dukutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999), mengatakan bahwa “penilaian kinerja atau prestasi kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok”. Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992) sebagai berikut: “ Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah Untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja”.Tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektifitas organisasi.



25



7. Faktor yang mempengaruhi kinerja individual Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain terdapat faktor yang mempengaruhi kinerja. Faktor–faktor tersebut , menurut Armstrong (1998) adalah: 1. Personal factors (faktor individu). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dan lain-lain. 2. Leadership factors (faktor kepemimpinan). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja. 3. Team factors (faktor kelompok/rekan kerja). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. 4. System factors (faktor sistem). Faktor sistem berkaitan dengan sistem metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi. 5. Contextual/situasional factors (faktor situasi). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Sopiah dan Etta mamang (2018:352). Sehingga



untuk



dapat



meningkatkan



kinerja



pegawai



perlu



memperhatikan faktor faktor internal dan eksternal organisasi dan secara bersama memberi dukungan dan mendorong upaya peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Setiap aspek tidak lebih penting antar satu dengan lainnya tetapi seharusnya saling menguatkan dan berkontribusi terhadap upaya pencapain tujuan organisasi.



26



B. Desain Praktek Untuk meningkatkan kinerja pegawai maka perlu pendekatan startegik yang dapat dipahami dan dijalankan oleh para pegawai bersama tim atau manajemen untuk mencapai tujuan organisasi yang berkesinambungan tanpa henti. Hal ini sejalan dengan Hendry, bradley dan Perkins (1997) dalam Wibowo (2016:9)



mengungkapkan bahwa manajemen kinerja merupakan



pendekatan sistematik untuk memperbaiki kinerja individual dan tim dengan maksud mencapai tujuan organisasional. Apabila kinerja pegawai meningkat maka dapat lebih diharapkan tercapainya tujuan organisasi karena pegawai akan mampu melaksanakan startegi organisasi dengan lebih baik. Untuk itu dalam upaya memperbaiki masalah yang terjadi dan menemukan strategi yang lebih efektif untuk mencapai tujuan organisasi melalui peningkatan kinerja pegawai maka penulis menggunakan manajemen kinerja melalui model deming / deming cycle P-D-C-A. Tahapan PDCA ini menekankan pada 7 (tujuh) langkah yang dilakukan yaitu: 



Identifikasi masalah dan penetapan target







Analisis penyebab







Menguji dan menentukan penyebab dominan







Rencanakan perbaikan



27







Pelaksanaan perbaikan







Analisis hasil perbaikan







Membuat standar baru



Adapun alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 



Check Sheet (Lembar pengumpul data)







Pareto Chart







Fishbone Diagram (Diagram sebab akibat)







Metode 5W2H



28



Peningkatan Kinerja Pegawai



PDCA



Plan Defenisi masalah Analisis masalah Analisis Penyebab Merencanakan tindakan



Do Pelaksanaan/Implementasi rencana



Check Evaluasi Pelaksanaan



Action Perbaikan/Standarisasi



Gambar 1 Desain praktek peningkatan kinerja pegawai