Penyakit Respon Imun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENYAKIT AKIBAT RESPON IMUN Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Imunologi



Kelompok 4 (FA 1) : Ana Hanifawati



191FF04003



Denis Munandar



191FF04012



Devy Riana



191FF04014



Ellin Putri Permatasari



191FF04017



Febby Dwi Crismonica



191FF04025



PROGRAM STUDI FARMASI (S1) UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019



RESPON IMUN DAN PENYAKIT AKIBAT RESPON IMUN



A. Respon Imun Terhadap Penyakit Sistem imun atau sistem kekebalan adalah sel-sel dan banyak struktur biologis lainnya yang bertanggung jawab atas imunitas, yaitu pertahanan pada organisme untuk melindungi tubuh dari pengaruh biologis luar dengan mengenali dan membunuh patogen. Sementara itu, respons kolektif dan terkoordinasi dari sistem imun tubuh terhadap pengenalan zat asing disebut respons imun. Agar dapat berfungsi dengan baik, sistem ini akan mengidentifikasi



berbagai



macam



pengaruh



biologis



luar



seperti



dari infeksi, bakteri, virus sampai parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel dan jaringan organisme yang sehat agar tetap berfungsi secara normal. Manusia dan vertebrata berahang lainnya memiliki mekanisme pertahanan yang kompleks, yang dapat dibagi menjadi sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif. Sistem imun bawaan merupakan bentuk pertahanan awal yang melibatkan penghalang permukaan, reaksi peradangan, sistem komplemen, dan komponen seluler. Sistem imun adaptif berkembang karena diaktifkan oleh sistem imun bawaan dan memerlukan waktu untuk dapat mengerahkan respons pertahanan yang lebih kuat dan spesifik. Imunitas adaptif (atau dapatan) membentuk memori imunologis setelah respons awal terhadap patogen dan membuat perlindungan yang lebih ditingatkan pada pertemuan dengan patogen yang sama berikutnya. Proses imunitas dapatan ini menjadi dasar dari vaksinasi. Gangguan



pada



sistem



imun



dapat



berupa imunodefisiensi, penyakit



autoimun, penyakit inflamasi, dan kanker. Imunodefisiensi dapat terjadi ketika sistem imun kurang aktif sehingga dapat menimbulkan infeksi berulang dan dapat mengancam jiwa. Pada manusia,



imunodefisiensi



dapat



disebabkan



karena



faktor



genetik



seperti



pada



penyakit defisiensi imunitas kombinasi serta kondisi dapatan seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS)



yang



disebabkan



oleh retrovirus HIV.



Sebaliknya, penyakit



autoimun menyebabkan sistem imun menjadi hiperaktif menyerang jaringan normal seakanakan jaringan tersebut merupakan benda asing. Di satu sisi, ilmu pengetahuan pun terus berkembang



dan



imunosupresif telah



manipulasi berhasil



dalam kedokteran menekan



sistem



telah



dilakukan.



imun



yang



Penggunaan obat hiperaktif,



dan



penggunaan imunoterapi telah dilakukan untuk pengobatan kanker. Patogen dapat berevolusi secara cepat dan mudah beradaptasi agar terhindar dari identifikasi dan penghancuran oleh sistem imun, tetapi mekanisme pertahanan tubuh juga



berevolusi



untuk



mengenali



organisme uniseluler seperti bakteri juga



dan memiliki



menetralkan sistem



imun



patogen. sederhana



Bahkan dalam



bentuk enzim yang melindunginya dari infeksi bakteriofag. Mekanisme imun lainnya terbentuk melalui evolusi pada eukariota kuno tetapi masih ada hingga sekarang seperti pada tumbuhan dan invertebrata.



B. Perlindungan Berlapis



Sistem imun tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan perlindungan berlapis yang semakin dalam semakin tinggi spesifisitasnya (kekhususannya terhadap jenis infeksi). Pelindung fisik mencegah patogen seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera dalam hitungan menit hingga jam. Sistem imun bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan hewan. Jika patogen berhasil melewati respons bawaan, vertebrata memiliki lapisan perlindungan berikutnya yaitu sistem imun adaptif yang diaktifkan oleh respons imun bawaan. Di sini, sistem imun mengadaptasi respons tersebut selama infeksi untuk meningkatkan pengenalan patogen tersebut. Respons ini lalu dipertahankan setelah patogen dimusnahkan dalam wujud memori imunologis sehingga pada kemudian hari sistem imun adaptif dapat melawan patogen yang sama dengan lebih cepat dan efektif. Sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif keduanya memiliki komponen seluler dan humoral, dan masing-masing memberikan imunitas diperantarai sel dan imunitas humoral. Imunitas diperantarai sel diperankan oleh sel-sel imun seperti neutrofil, makrofag, sel NK, dan limfosit, sedangkan imunitas humoral diperankan oleh komponen terlarut seperti antibodi dan protein komplemen. Antibodi adalah protein yang merupakan produk dari sel B yang teraktivasi yang berperan dalam menetralkan patogen dan menginisiasi proses imunologi yang lain seperti pengaktifan sistem komplemen, pengaktifan pembunuhan sel NK, sel T sitotoksik, dan sel-sel efektor lainnya



Komponen sistem imun Sistem imun bawaan



Sistem imun adaptif



Respons tidak spesifik



Respons spesifik patogen dan antigen



Paparan menyebabkan respons maksimal



Perlambatan waktu antara paparan dan



segera



respons maksimal



Komponen imunitas diperantarai



Komponen imunitas diperantarai sel dan



sel dan imunitas humoral



imunitas humoral



Tidak ada memori imunologis



Paparan menyebabkan adanya memori imunologis



Ditemukan hampir pada semua bentuk



Hanya ditemukan pada vertebrata



kehidupan



berahang



Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk membedakan molekul self dan non-self. Dalam imunologi, molekul self adalah komponen tubuh organisme yang dapat dibedakan dari bahan asing oleh sistem imun. Sebaliknya, molekul non-self adalah yang dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-self adalah antigen (kependekan dari bahasa



Inggris antibody



generator atau "pembangkit antibodi") yaitu bahan-bahan yang mengikat reseptor imun tertentu dan membangkitkan respons imun. Bayi yang baru lahir mendapat beberapa lapisan perlindungan pasif yang disediakan oleh ibu. Selama kehamilan, jenis antibodi yang disebut IgG yang dikirim dari ibu ke bayi secara langsung melewati plasenta, sehingga bayi memiliki antibodi tinggi bahkan saat lahir, dengan rentang spesifisitas antigen (fragmen kecil patogen) yang sama dengan ibunya. Air susu ibu atau kolostrum juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan melindungi bayi terhadap infeksi bakteri sampai bayi dapat menyintesis antibodinya sendiri. Hal ini disebut imunitas pasif karena fetus tidak membuat sel memori atau antibodi sendiri. Pada ilmu kedokteran, imunitas pasif protektif juga dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya melalui serum yang kaya antibodi.



C. Sistem Imun Bawaan Mikroorganisme atau racun yang berhasil memasuki organisme akan berhadapan dengan mekanisme sistem imun bawaan. Respons bawaan biasanya dijalankan ketika mikroba teridentifikasi oleh reseptor pengenal pola (pattern recognition receptor, PRR) yang mengenali komponen yang disebut pola molekuler terkait patogen (pathogen-associated molecular pattern, PAMP), atau pola molekuler terkait kerusakan (damage-associated molecular pattern, DAMP). Sistem ini tidak memberikan perlindungan yang bertahan lama terhadap serangan patogen, sehingga diperlukan sistem imun lain yaitu sistem imun adaptif. Sistem imun bawaan merupakan sistem dominan pertahanan tubuh pada kebanyakan organisme.



D. Peradangan Peradangan merupakan salah satu dari respons pertama sistem imun terhadap infeksi. Gejala peradangan yaitu kemerahan, bengkak, dan nyeri yang diakibatkan oleh peningkatan aliran darah ke jaringan. Peradangan dihasilkan oleh senyawasenyawa eikosanoid dan molekul sitokin, yang dilepaskan oleh sel yang terinfeksi. Senyawa-senyawa eikosanoid, pelebaran pembuluh



darah,



termasuk prostaglandin, dan leukotrien yang



menginduksi demam dan menarik sel



darah



putih (leukosit). Sitokin juga terlibat, termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antarsel darah putih; kemokin yang mendorong kemotaksis; dan interferon yang memiliki kemampuan antivirus, seperti menghentikan sintesis protein virus yang sedang menginfeksi sel inang. Faktor pertumbuhan dan faktor sitotoksik juga dapat dilepaskan. Sitokin dan senyawa kimia lainnya mengerahkan sel-sel imun ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti dengan pemusnahan patogen



PENYAKIT HIV/AIDS A. Sejarah HIV/AIDS



Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari Perancis berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati. Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathyassociated virus). Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS. Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III. Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1. Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu sub tipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2. Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda. Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung. Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut. B. Pengertian HIV/AIDS HIV/AIDS merupakan hal yang berbeda tetapi saling berhubungan. Human Immunodeficiency Virus atau biasa disingkat HIV adalah virus yang menyebabkan penyakit



AIDS



(Acquired



Immune



Deficiency



Syndrome).HIV



(human



immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.



Tanpa pengobatan, seorang dengan HIV bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun setelah terinfeksi, tergantung tipenya. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Penyaluran virus HIV bisa melalui penyaluran semen (reproduksi), darah, cairan vagina, dan ASI. HIV bekerja dengan membunuh sel-sel penting yang dibutuhkan oleh manusia, salah satunya adalah sel T pembantu, makrofaga, sel dendritik. C. Klasifikasi HIV/AIDS HIV adalah virus RNA yang tergolong dalam virus grup VI (ssRNA-RT) berdasarkan



klasifikasi



virus



Baltimore



dan



diklasifikasikan



dalam



famili



Retroviridae. Virus ini diklasifikasikan lebih lanjut dalam sub famili Lentivirinae dan genus Lentivirus.Para ilmuwan menduga, bahwa sebenarnya HIV adalah SIV yang berdivergensi (berevolusi) dan menyerang manusia akibat praktik pemburuan dan konsumsi monyet-monyet yang menderita SIV. Pada awal serangan virus SIV pada manusia, sistem imun berhasil melawan dan menekan serangan virus SIV yang lemah ini. Namun dengan seiring berjalannya waktu, SIV kemudian bermutasi dan mengubah dirinya menjadi virus HIV yang sekarang dikenal dan banyak memakan korban jiwa. Perbedaan virus HIV-1 dengan HIV-2 : virus HIV-1



HIV-2.



Menyerang sel darah putih yang sama yakni sel T



Menyerang sel darah putih yang sama yakni sel T



Virus HIV-1 merupakan varian virus HIV yang Virus HIV-2 hanya terbatas pada beberapa lebih mudah disebarkan dan paling banyak daerah di benua afrika bagian barat, dan ditemukan di dunia jarang ditemukan pada belahan dunia lain. Virus subtipe HIV-1 merupakan varian yang HIV-2 cenderung lebih dekat pada strain paling berbahaya dan paling luas sebarannya. SIV yang menyerang monyet sooty HIV-1 adalah virus HIV grup M yang mangabeys. bertanggung jawab dalam 90% kasus HIV/AIDS dunia. Virus HIV-1 memiliki kedekatan filogeni dengan virus SIV (simian immunodeficiency virus) yang menyerang simpanse.



D. Struktur dan Materi Genetik HIV/AIDS Virus ini adalah anggota keluarga retrovirus, yakni virus yang umumnya bereplikasi dengan menggunakan reverse transcription dan menghasilkan untai DNA yang



berkebalikan



dengan



arah



RNA



templatenya



(retroversion)



dengan



memanfaatkan enzim-enzim yang disintesis dengan bantuan sel inangnya.



Gambar struktur virus HIV Virus HIV adalah virus dengan materi genetik RNA yang diselubungi kapsid protein dan lipid. Struktur virus HIV secara lengkap dijelaskan pada poin-poin berikut: 1.



Berbentuk dasar bulat (spherical)berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.



2.



Ukuran virus HIV adalah 100-150 nm, ukuran ini lebih kecil dari sel darah manusia. Namun cenderung lebih besar dibandingkan virus lain



3.



Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi



utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom. 4.



Materi berupa RNA berantai tunggal (single stranded, ssRNA) dengan panjang 10kbp (10 kilo pasang basa / base pair)



5.



Kapsulnya terdiri dari 2000 protein p24 dan beberapa senyawa lipid seperti fosfolipid yang diperoleh saat sel inangnya lisis.



6.



Memiliki selubung (envelope) yang disusun oleh molekul bilayer fosfolipid dan tonjolan glikoprotein



7.



Memiliki berbagai gen penyandi enzim seperti reverse transcriptase, protease, ribonuklease dan integrase pada RNA-nya untuk membantu proses infeksi HIV pada sel inang dan inangnyalah yang akan menyintesis enzim dari gen-gen tersebut.



E. Siklus Hidup HIV/AIDS HIV secara bertahap merusak sistem imun dengan menyerang dan membunuh sel CD4 dalam tubuh jenis sel darah putih yang berperan penting dalam melindungi tubuh dari infeksi.HIV menggunakan sel CD4 sebagai alat untuk memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Proses ini disebut sebagai siklus hidup HIV. Obatobatan HIV melindungi sistem imun dengan menghambat HIV di berbagai tahap siklus hidup HIV.



Gambar siklus hidup virus HIV Ada 7 tahap dari siklus hidup virus HIV dalam tubuh, meliputi: 1. Pengikatan (atau penempelan): HIV mengikat pada reseptor di permukaan sel CD4. 2. Penggabungan: Amplop HIV dan membran sel CD4 bergabung, dimana HIV masuk ke dalam sel CD4. 3. Reverse transcription: Di dalam sel CD4, HIV melepas dan menggunakan transkriptase terbalik di mana enzim dari HIV mengubah materi genetik yang disebut RNA HIV menjadi DNA HIV. Konversi dari RNA HIV menjadi DNA HIV menyebabkan



HIV



masuk



ke



dalam



nukleus



sel



CD4



dan



menggabungkannya dengan materi genetik sel, yang disebut sel DNA. 4. Penyatuan (Integrasi): Di dalam nukleus sel CD4, HIV menghasilkan enzim yang disebut intergrase untuk meleburkan DNA viral menjadi DNA dari sel CD4. 5. Replikasi: Begitu terintegrasi pada DNA sel CD4, HIV mulai menggunakan CD4 untuk menghasilkan rantai panjang protein HIV. Rantai protein HIV merupakan blok pembangun untuk HIV lainnya.



6. Perakitan: Protein HIV baru dan RNA HIV berpindah ke permukaan sel dan merakit menjadi HIV yang belum matang (tidak menular). 7. Bertunas: HIV yang baru dan belum matang menembus sel CD4. HIV yang baru menghasilkan enzim HIV yang disebut protease. Protease berperan untuk memecah rantai panjang protein yang membentuk virus yang belum matang. Protein HIV yang lebih kecil berkombinasi untuk membentuk HIV yang matang. F. Deteksi HIV/AIDS Ada 4 tahap untuk mendeteksi HIV/AIDS : 1.



Pada saat paling awal pun deteksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah, walaupun tidak ada gejala apa pun.



2.



Pada tahap kedua telah ada gejala klinis, misalnya kulitnya jelek, gatal-gatal dan batuk pilek seperti flu biasa.



3.



Pada tahap ketiga akan mengalami penurunan berat badan dan terkena TBC.



4.



Dan pada tahap keempat telah mengalami komplikasi, sulit disembuhkan dan biasanya diikuti dengan kematian. Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes



antigen HIV. Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia.Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT). PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus. Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif. Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi. Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya. Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat. Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Tes antibodi HIV akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urine. Sejak tahun



2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji (test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna ungu kemerahan. Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA. Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot. Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respons antibodi. Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah. Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal. Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV terbentuk. Semua cara di atas adalah untuk mendeteksi virusnya, tetapi cara paling murah adalah tes CD4 yang hanya Rp 100,000 lebih di RS Kanker. CD4 tidak mengetes kehadiran virus HIV-nya, atau antibodi spesifik yang melawan HIV, CD4 mengukur sistem imunitas pasien. Sebelumnya jika CD4 belum mencapai nilai tertentu, walaupun diketahui keberadaan virus HIV, maka belum dilakukan pengobatan apa pun, tetapi sekarang ini jika sudah diketahui keberadaan virus HIV, maka berapa pun nilai CD4 harus dilakukan pengobatan. Di Indonesia, di mana masalah dana menjadi kendala, maka tes CD4 sudah cukup memadai untuk deteksi awal kemungkinan keberadaan virus HIV. Dan perlu diingat bahwa HIV belum tentu menjadi AIDS dengan pengobatan yang adekuat. CD4 juga berguna sebagai indikasi awal keberadaan kanker atau segala hal yang berhubungan dengan sistem imunitas pasien. Jika CD4 telah mencapai nilai tertentu, maka perlu dilakukan tes CD8. G. Bahaya HIV/AIDS Bahayanya itu, penyakit ini bisa memunculkan berbagai jenis penyakit serius lainnya, seperti berikut ini:



1. Tuberkolosis (infeksi bakteri) Suatu pemicu terjadinya kematian tertinggi dari pengidap HIV/AIDS ialah penyakit Tuberkulosis / TBC. Penyakit ini dapat dialami oleh pengidap penyakit HIV/AIDS dikarenakan oleh serangan infeksi dari bakteri Tuberkulosis. Tubuh penderita akan mengalami demam, batuk berdarah, lemah dan mengalami kekurangan daya untuk melakukan aktivitas ringan. Dan ini merupakan suatu infeksi ringan yang umum dan sering dijumpai dari pengidap penyakit HIV/AIDS .2. infeksi herpes Merupakan sebuah penyakit yang paling umum dialami oleh pengidap penyakit HIV/AIDS, sehingga keadaan penyakit ini dapat menjadi lebih kronis. Virus akan berdiam di dalam tubuh pengidapnya sehingga pada sistem imunitas tubuh yang melemah, maka infeksi bisa menyerang kapan saja. Infeksi yang ditampakkan pada herpes yaitu timbul di bagian kulit dan alat kelamin. Akan tetapi, pengidap HIV/AIDS mampu menghadapi keadaan yang lebih serius jika virus telah menyerang ke bagian mata, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan. 3.Tifus Penyakit ini dapat terjadi diakibatkan oleh infeksi dari bakteri Salmonella yang adanya di dalam air / pada jenis makanan yang kurang bersih. Tifus juga merupakan sebuah kondisi penyakit yang amat umum dialami oleh pengidap penyakit HIV/AIDS, sehingga membuat penyakit berkembang dengan cepat dan memicu terjadinya infeksi yang kronis. Beberapa gejala tifus yang kerap dijumpai ialah sakit perut, diare, demam, mual serta muntah. Pengobatan sangat dibutuhkan oleh pengidap penyakit HIV/AIDS jika telah terserang oleh penyakit tifus ini. 4. Gagal Ginjal Pengidap penyakit HIV/AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi akibat infeksi bakteri/peradangan di bagian organ ginjal. penyakit ginjal ini bisa mengakibatkan pengidapnya mengalami gangguan pada sistem kemih. Kadangkadang penyakit ini juga dijumpai oleh pengidap penyakit HIV yang terkait pada tahap sedang/tahap pengembangan virus di dalam tubuh.



5. Radang Kulit Merupakan suatu infeksi yang amat umum untuk pengidap penyakit HIV/AIDS. Kulit mereka akan jadi amat sensitif sehingga rentan terhadap infeksi virus candida. Penyakit radang kulit ini mengakibatkan infeksi yang serius di bagian selaput lendir, lidah, tenggorokan dan vagina. Penyakit ini dapat amat menyakitkan, apalagi ketika virus telah menginfeksi bagian dalam tubuh .6. Radang Selaput Otak Ini merupakan sebuah penyakit yang menjadi ancaman yang berbahaya dan amat serius bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Peradangan bisa terjadi di daerah selaput dan cairan yang ada pada sum-sum tulang belakang dan otak. Infeksi ini bisa mengakibatkan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Pengidap penyakit HIV/AIDS sering kali tidak bisa tertolong akibat infeksi meningitis. 7. Penyakit Neurologis Semua macam penyakit yang berkaitan dengan sistem syaraf merupakan ancaman untuk pengidap penyakit HIV/AIDS. Terjadinya penyakit ini ditandai dengan sistem syaraf yang melemah akibat infeksi bakteri dan virus di dalam tubuh pasien. Beberapa gejala awal dari penyakit ini seperti, mengalami cemas, lupa ingatan, tidak mampu berjalan dan mengalami perubahan keadaan mental. Dan bahkan beberapa pengidap juga dapat mengalami penyakit demensia. 8. Kanker Pengidap penyakit HIV/AIDS juga akan mengalami risiko untuk terserang kanker. Tubuh yang terserang penyakit ini diakibatkan oleh infeksi dari berbagai bakteri dan virus yang terus berkembang di dalam tubuh dan organ tubuh lainnya. Suatu jenis penyakit kanker yang amat aktif pada pengidap penyakit HIV/AIDS ialah sarkoma Kaposi (penyakit kanker yang timbul didaerah pembuluh darah). Terjadinya penyakit ini ditandai dengan warna kulit yang berubah menjadi merah, ungu / merah muda. Penyakit ini juga bisa melanda bagian organ lain seperti paru-paru dan semua saluran pencernaan.



H. Ciri-ciri dan Gejala Terinfeksi HIV/AIDS Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS di tahap awal seringkali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga menjadi AIDS terbagi menjadi tiga fase, yakni sebagai berikut: 1.



Fase pertama: Infeksi HIV akut Fase pertama umumnya muncul setelah 2-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada



fase awal ini penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti: - Sakit kepala.



-Nyeri otot.



- Sariawan.



- Ruam.



- Kelelahan.



- Berkeringat.



- Radang tenggorokan.



- Hilang nafsu makan.



-Bengkak pada kelenjar getah bening. Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS di atas muncul karena kekebalan tubuh sedang melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu atau bahkan lebih. Meski demikian, harus diingat bahwa gejala tersebut tidak selalu disebabkan oleh HIV. Setelah gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS di atas hilang, penderita bisa tidak merasakan apa pun sampai bertahun-tahun kemudian. 2.



Fase kedua: Fase laten HIV Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang



khas, bahkan akan merasa sehat seperti tidak terinfeksi virus. Namun sebenarnya, virus HIV secara diam-diam berkembang biak dan menyerang sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.Tanda-tanda HIV/AIDS pada fase ini memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa menularkannya pada orang lain. Di akhir fase kedua, sel darah putih berkurang secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul. 3.



Fase ketiga: AIDS AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir



kehilangan kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah



putih berada jauh di bawah normal. Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya terjadi pada penderita AIDS antara lain: - Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan. - Pneumonia - Toksoplasmosis. - Mningitis. - Tuberkulosis (TBC). - Kanker, seperti limfoma dan sarkoma kaposi. I. Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS AIDS disebabkan oleh virus HIV. HIV ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI) dari orang yang terinfeksi. Sebagai contoh, ketika Anda berhubungan seks baik vagina, anal, atau oral dengan seseorang yang memiliki HIV tanpa kondom, virus ini akan sangat mudah menular. Ini karena adanya pertukaran cairan tubuh antara orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat. Kondisi ini akan meningkat risikonya jika di organ seksual Anda terdapat luka terbuka. Biasanya perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena selaput vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan wanita dewasa.Selain kontak seksual, ada berbagai hal lain yang menyebabkan seseorang terkena penyakit yang melemahkan sistem imun ini, yaitu: 1.



Berbagi jarum suntik dan peralatan suntik lainnya dengan orang yang terkontaminasi dengan HIV.



2.



Menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan HIV.



3.



Dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan saat menyusui.



4.



Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya, seperti klamidia atau gonore karena virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah.



5.



Adanya kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang memiliki infeksi HIV pada luka terbuka yang Anda miliki.



Namun, jangan salah sangka. Anda tidak dapat tertular HIV melalui kontak seharihari, seperti:



J.



1.



Bersentuhan



2.



Berjabat tangan



3.



Berpelukan atau berciuman



4.



Batuk dan bersin



5.



Mendonorkan darah ke orang yang terinfeksi



6.



Menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama



7.



Berbagi sprei



8.



Berbagi peralatan makan atau makanan yang sama



9.



Dari hewan, nyamuk, atau serangga lainnya.



Terapi dan Pengobatan



1. Terapi Biasa Sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran sekunder adalah peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas hidup. Sasaran akhir adalah penurunan mortalitas dan morbiditas. Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan bebas virus. Penggunaan kombinasai ARV poten untuk menekan replikasi HIV sampai dibawah tingkat sensitivitas penetapan virus HIV membatasi kemampuan memilih variant HIV yang resisten terhadap ARV, yaitu faktor utama yang membatasi kemampuan ARV menghambat replikasi virus dan menghambat perbaikan. Setiap ARV digunakn dalam kombinasi harus selalu digunakan sesuai dengan regimen dosis. Setiap orang yang terinfeksi HIV, bahkan dengan beban virus dibawah batas yang dapat terdeteksi, harus dipertimbangkan dapat menular dan harus diberi konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan penggunaan obat yang berkaitan dengan penularan HIV dan patogen lain.



2. Terapi Farmakologi Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus adalah strategi yang sukses pada terapi HIV. Ada tiga golongan obat ARV yaitu : a.



Reverse Trabscriptase Inhibitor (RTI) : dibagi menjadi analog nukleosida (NARTI), analog nukleotida (NtARTI) dan Non nukleosida (NNRTI).



b.



HIV Protease Inhibitor (PI).



c.



Fusion Inhibitor. Bila terjadi kegagalan terapi yang dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien



tidak dapat menoleransi reaksi obat yang tidak diinginkan maka terapi harus ditukar. Interaksi yang bermakna dapat terjadi dengan beberapa obat ARV.



.