Peran Guru Dalam Membentuk Pendidikan Karakter Disiplin-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Proposal Skripsi



PERAN GURU DALAM MEMBENTUK PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN SANTRI DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AL-MA’RUF KOTA KEDIRI



OLEH LULU FARADISA EL ATQIA NPM. 170108703 NIRM. 2017.008.0101.1.005927



INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) LIRBOYO KEDIRI FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MARET 2021



Proposal Skripsi



PERAN GURU DALAM MEMBENTUK PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN SANTRI DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AL-MA’RUF KOTA KEDIRI



Proposal Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan skripsi



Oleh Lulu Faradisa El Atqia NPM. 170108703 NIRM. 2017.4.008.0101.1.005927



INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) LIRBOYO KEDIRI FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MARET 2021



ii



PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL



PERAN GURU DALAM MEMBENTUK PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN SANTRI DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AL-MA’RUF KOTA KEDIRI



LULU FARADISA EL ATQIA NPM. 170108703 NIRM. 2017.4.008.0101.1.005927 Proposal skripsi ini telah diseminarkan pada tanggal, .... Maret 2021 Disetujui untuk dibimbing



Kediri, ..... Maret 2021 Penguji Proposal



(..................................................) NIDN. ............................



iii



PERAN GURU DALAM MEMBENTUK PENDIDIKAN KARAKTER DISIPLIN SANTRI DI MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AL-MA’RUF KOTA KEDIRI A. Konteks Penelitian Pada saat ini sudah memasuki era trasformasi digital dimana semua kegiatan manusia dihdapkan dengan teknologi semakin canggih, sehingga kebutuhan yang diinginkan bisa meraka dapatkan dengan mudah, namun dengan kondisi seperti ini hampir melupakan subtansi pendidikan khusunya terhadap kedisiplinan. Dengan demikian seharusnya dalam mengembangkan pendidikan karakter disiplin di era saat ini harus ada figur yang dijadikan suri tauladan, agar bisa menyeimbangkan dengan kondisi zaman saat ini. Sebab pendidikan karakter memiliki peranan yang esensial dalam rangka mengatasi krisis identitas yang tengah menjangkiti bangsa indonesia berbagai permasalahan yang silih berganti muncul ke permukaan menghantam kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap identitas bersama sebagai bangsa indonesia.1 Sebab pendidikan sendiri bisa diartikan sebagai salah satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. 2 Pendidikan juga sebagai bentuk upaya untuk mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentu umat islam dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tetapi dalam mewujudkan itu semua dibutuhkan sosok yang dapat membimbing dan mengarahkan seperti guru. Karena Dalam konteks pendidikan karakter, peran guru sangat penting sebagai sosok yang diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Sikap dan perilaku guru akan sangat membekas dalam diri seorang siswa, sehingga karakter, ucapan, kepribadian guru menjadi cermin siswa. Sebab guru dan anak didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat dipisahkan dari Nur Rosyid, Pendidikan Karakter Wancanadan Kepengaturan, (Purwokerto: Obsesi Press, 2013), h. 113. 2 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: LKis, 2015), h. 1. 1



1



dunia pendidikan. Di mana guru di situ ada anak didik yang ingin belajar dari guru. Sebaliknya, di mana ada anak didik di situ ada guru yang ingin memberikan binaan dan bimbingan kepada anak didiknya. Posisi mereka boleh berbeda, tetapi tetap seiring dan setujuan, bukan seiring tapi tidak setujuan.3 Sehingga dalam rangka menyukseskan disiplin disekolah, guru harus membantu peserta didik mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan pendidikan nasional, yakni demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut yakni dari,oleh dan peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani. Solechman mengaemukakan bahwa guru berfungsi sebagai pengemban ketertiban, yang patut digugu dan ditiru, tapi tidak diharapkan sikap yang otoriter.4 Upayah untuk mewujudkan santri sebagai harapan bangsa maka harus berkarakter disiplin. Disiplin sendiri merupakan bagian dari proses berkelanjutan dari pengajaran atau pendidikan. hal itu cenderung sukses ketika seorang guru menggunakan prosedur disiplin yang efektif guna membantu siswa untuk mengubah perilaku yang tak terduga. Ketika seseorang memiliki disiplin diri yang memadai dan mendapat banyak permasalahan maka dapat diselesaikan dengan cepat. Sebaliknya jika memiliki disiplin diri yang rendah maka bukti permasalahan yang kecil akan menjadi pegunungan.5 Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di kemukakan bahwa fungsi pendidikan yaitu:6 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradabanbangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 2. 4 E, Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2012), h. 2627. 5 Siri Nam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri, (Indonesia: Indeks, 2018), h. 10. 6 Undang-undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Pasal 3 Tahun 2003. 3



2



berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi : a. Menyiapkan sebagai manusia b. Menyiapkan tenaga kerja, dan c. Menyiapkan warga negara yang baik Sehingga



kedisiplinan



dijadikan



acuan



untuk



mengoptimalkan



pendidikan pada setiap institusi pendidikan dan individu agar nantinya setiap pelajar memiliki rasa tanggung jawab besar sebagai pelajar. Namun semua itu tidak bisa di terapkan pada semua institusi dan individu dalam hal ini pelajar, tergantung pada ke ketaatan dan ke rajinan para pelajar. karena dengan kedisiplinan mereka akan terbiasa dengan beban yang di emban sebagai pelajar yaitu menjadi pelajar yang cerdas, berakhlaq dan bersaing dengan bangsabangsa lain serta memberikan kebahagian bagi kedua orang tuanya. Kedisiplinan adalah modal utama untuk meraih keberhasilan, dengan disiplin seseorang akan terbiasa dengan hal-hal yang membuat dirinya bisa berkembang, mengerjakan sesutau tepat pada waktunya dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Seseorang yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara. Bernhard, menyatakan bahwa tujuan disiplin diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, edan warga negara yang baik.7 Maka untuk mencapai ketentraman dan ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) diperlukan adanya tata tertib, tata krama, sopan-santun, dan terpeliharanya kepentingan bersama dan tata susila dalam masyarakat tersebut. Di sinilah pentingnya etika, moral, dan karakter untuk keselamatan pribadi



Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Menggembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 3. 7



3



ataupun untuk ketertiban dan perdamaian manusia.8 Sebagaimana keutamaan orang-orang yang menekuni dalam dunia pendidikan di dalam al-Qur’an Allah berfirman:



ِ ِ‫ٰيٓ اَُّي َه ا الَّ ِذيْ َن اٰ َمُْٓنوا اِ َذا قِْي ل لَ ُك ْم َت َف َّس ُح ْوا ىِف الْ َم ٰجل‬ ‫س فَافْ َس ُح ْوا َي ْف َس ِح ال ٰلّ هُ لَ ُك ۚ ْم َواِ َذا‬ َ ‫ت َوال ٰلّهُ مِب َا َت ْع َملُ ْو َن‬ ٍ ۗ ‫قِْي َل انْ ُشُز ْوا فَانْ ُشُز ْوا َي ْرفَ ِع ال ٰلّهُ الَّ ِذيْ َن اٰ َمُن ْوا ِمْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذيْ َن اُْوتُوا الْعِْل َم َد َر ٰج‬ ‫َخبِْيٌر‬ Terjemahannya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:



“Berlapang-lapangalah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan



beberapa



derajat.Dan



Allah



Maha



Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”9 Jadi yang hendak dicapai dalam pembentukan karakter disiplin adalah membentuk anak berkepribadan baik dan berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku madrasah. Sedari dini, sekolah maupun madrasah harus membentuk kepribadian santrinya pada semua aspek kehidupannya. Semua orang mempuyai kehidupan yang berbeda-beda. Itu semua tergantung dari perilaku kehidupan yang dilakukan setiap harinya. Di pondok pesantren peserta didik sering disebut sebagai santri, salah satunya yaitu di Pondok Pesantren. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran berbagai ilmu pengetahuan agama dan berupaya menngajarkan pendidikan karakter disiplin di dalam kegiatan madin. Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berada di dalam Pondok Pesanten, dan merupakan pendidikan non formal 8



Didik Suhardi, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan,( Jakarta: Rjawali Pers, 2014),



h. 9 Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya jilid x, (Jakarta: Percetakan Ikrar Mandiri abadi, 2010), h. 25. 9



4



yang berada di bawah naungan kementrian agama yang sudah cukup lama dikenal sebagai pendidikan keagamaan yang masih mempertahankan konsep salaf dalam pembelajaran di madrasah walaupun kebanyakan santri ada yang melanjutkan jenjang formal dari SMP, SMA bahkan sampai perguruan tinggi, sehingga dapat menarik banyak anak bangsa untuk menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah dan budi pekerti yang luhur. Madrasah ini ngadakan pembelajaran setiap pagi setelah subuh dan malam setelah isya sampai selesai. Ada sebagian santri yang kurang dalam menaati peraaturan madin, karena mempuyai alasan tersendiri seperti di kampus, mengikuti UKM, bahkan ada yang tidur. Dan apabila tidak memenuhi peraturan maka akan dikenakan hukuman. Berdasarkan pemaparan tentang pentingnya pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah, merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan generasi bangsa Indonesia dengan akhlak yang baik, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Peran Guru dalam Membentuk Pendidikan Karakter Disiplin Santri di Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Ma’ruf Kota Kediri”. B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf kota Kediri? 2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf kota Kediri? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf kota Kediri 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf kota Kediri.



5



D. Kegunaan Penelitian Dilihat dari tujuan penelitian jelas akan membawa hasil yang bermanfaat baik bagi peneliti khususnya, umumnya bagi masyarakat. Dalam hal ini manfaat yang diharapkan oleh peneliti: 1. Secara Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan ilmu dalam pendidikan khususnya bagi pendidikan mengenai peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin



di madrasah diniyah



takmiliyah al-Ma’ruf. 2. Secara praktis a) Bagi guru Hasil penelitian ini sebagai pedoman bahan pertimbangan dalam mengatasi masalah pendidikan karakter disiplin santri. Selain itu dapat di jadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan program kegiatan belajar mengajar di kelas, pedoman dalam penggunaan model yang sesuai dalam proses pembelajaran. b) Bagi peserta didik Melalui peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf. Agar mencetak generasi yang dapat memberikan kebanggaan bagi nusa, bangsa dan agama. c) Bagi peneliti lain atau pembaca Hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk menambah wawasan terkait peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin di madrasah diniyah takmiliyah al-Ma’ruf dan dapat digunakan untuk mendukung penelitian-penelitian sejenis sehingga dapat menghasilkan penggunaan strategi yang efektif. Untuk mencapai tujuan yang di harapkan secara maksimal. d) Bagi Lembaga Madrasah Diniyah 1) Memberikan motivasi untuk lebih semangat dalam kegiatan



6



belajar santri. 2) Lebih



Meningkatkan



kedisiplinan



santri



dalam



pembelajaran



madrasah diniyah.



E. Definisi Operasional Peran seorang guru sangatlah penting dalam kelas untuk membentuk karakter santri menjadi pribadi yang disiplin maka didalam “Peran Guru Dalam Membentuk Pendidikan Karakter Disiplin Santri di Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Ma’ruf Kota Kediri”, sehingga di antara pembaca tidak ada yang memberikan makna yang berbeda pada judul di atas untuk itu peneliti perlu memaparkan penegasan istilah baik secara konseptual maupun secara oprasional sebagai berikut: 1. Peran guru Dua kata yang memiliki makna berbeda yaitu terdiri dari kata peran yang berarti Pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar-mengajar. Sedangkan kata guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil, tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip- prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain Guru harus mampu menciptakan suatu situasi kondisi belajar yang sebaik- baiknya.10 Peran pada prinsipnya segala kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan, tanpa adanya peran guru tersebut segala sesuatu tidak akan berjalan dengan semestinya.



Peran



guru



dalam



meningkatkan



mutu



pendidikan



merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untukmemperbaiki dan memajukan sumber daya manusia. Lembaga pendidikan formal Oemar Hamalik , Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, Cet. 10, 2017), h. 33. 10



7



merupakan suatu lembaga pendidikan yang harus dikembangkan dan dibina secara terus menerus. Dalam hal ini sangat di perlukan peran guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik.11 Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan.Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.12 2. Pendidikan karakter disiplin Terkait dengan istilah pendidikan karakter bukanlah suatu istilah yang asing didengar sehingga dapat diartikan secar



a umum bahwa



pendidikan karakter sendiri ketika ditinjau dari setiap perkata bahwa karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Secara etimologis, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral.13 Secara terminologis, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia. Lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat-istiadat, 11



Oemar Humalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, Cet. 17, 2019),



h. 108. AfnilGuza, Undang-Undang SISDIKNAS: UU RI 20 Tahun 2003, dan Undang-Undang Guru dan Dosen: UU RI Nomor 14 Tahun 2009, (Jakarta: Asa Mandiri, 2008), h. 2. 13 D. Yahya. Khan, Pendidikan Karakter Berbasisi Petensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing) h. 34. 12



8



dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan seharihari baik dalam bersikap maupun dalam berindak.14 Istilah disiplin menurut Mac Milan berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menujuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu “discipline” yang berarti: Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasakan diri, latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral, Hukuman yang di berikan untuk melatih atau memperbaiki, Kumpulan atau sistem-sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku.15 Disiplin



memiliki



pengertian



yang



berbeda-beda,



untuk



mendapatkan gambaran dan pengertian yang jelas tentang disiplin, berikut dikemukakan pengertian disiplin menurut beberapa ahli yaitu :Menurut Mockiyat menyatakan bahwa disiplin adalah berasal dari kata disiplina yang berarti



latihan



atau



pendidikan



kesopanan



dan



kerohanian



serta



pengembangan tabiat. Sementara sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.16 3. Madrasah diniyah Madrasah merupakan isim makan dari fi‟il madhi dari darasa, mengandung



arti



tempat



atau



wahana



untuk



mengenyam



proses



pembelajaran.17 Sedangkan kata diniyah berasal dari bahasa Arab Ad-diin yang berarti agama. Dengan demikian, madrasah diniyah merupakan satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak erpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan.18 Pendidikan keagamaan nonformal ini diselenggarakan dan dikelola Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), h. 41. 15 Tu’u, Tulus, Peran Disipin pada perilaku dan Prestasi Siswa. (Jakarta: Grasindo, 2017), h. 20. 16 Mockiyat, Manajemen Kepegawean, (Bandung: PT. Alumni Bandung, 2000), hal. 159. 17 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik Dan Pertengahan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 50. 14



9



secara



terprogram.



Perintisan,



pertumbuhan



dan



perkembangannya



dilakukan oleh masyarakat, sehingga ketentuan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah harus tetap mengakomodasi berbagai bentuk inovasi dari masyarakat penyelenggara dengan memperhatikan kebutuhan, keunggulan dan kekhasan masing-masing.19 F. Kajian Pustaka 1. Peran guru a. Pengertian peran guru Peran mencerminkan posisi seseorang dalam sistem sosial, dengan hak dan kewajiban, kekuasaan dan tanggung jawab yang menyertainya.20 Pengertian Peran Menurut Barbara dalam Fadly yang dikutip Bayu Azwary, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.21 Kemudian



definisi



guru



sendiri



adalah



orang



yang



dapatmemberikan respon positif bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar.22 Guru merupakan pendidik professional yang mempunyai tugas



utama



mendidik,



mengajar,



membimbing,



mengarahkan,



melatih,menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar, memiliki ruang untuk dikondisikan dan diarahkan, yaitu ruang kelas tempat ia dan peserta didik Departemen Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Depag, 2000), h. 7. 19 Kemenag RI, Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah, (Jakarta: Kemenag, 2014), h. 7. 20 Lidya Agustina, “ Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Auditor ”, Jurnal Akuntansi Vol. 1, 1, (Mei, 2009), h. 42. 21 Ayu Azwary, “ Peran Paramedis Dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat diPuskesmas Pembantu Kampung Kasai Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau ”, eJournal IlmuPemerintahan, (Januari,2013), h. 387. 22 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2013), h. 9. 18



10



berinteraksi.23 Sosok guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa.24 b. Tugas peran guru dalam membentuk pendidikan karakter disiplin Guru adalah orang yang bertangung jawab dalam mencerdaskan kehidupan anak didik, untuk itu guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh formal maupun non formal dalam mencetak generasi terbaik. Guru sebagai aktor utama dalam membentuk pendidikan karakter disiplin yang diterapkan dalam dunia penididikan, sehingga memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.25 Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian lembaga pendidikan, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.26 Guru juga berperanan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajarmengajar,



mengembangkan



bahan



pelajaran



dengan



baik,



dan



meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran tetapi bukan hanya kualitas intelektual saja yang di kembangkan melainkan secara moralpun guru sangat bertangung jawab atas apa yang dilakukannya, sehingga tujuan-tujuan pendidikan dapat mereka capai.27 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter, ( Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011 ), h. 340. Munif Chatib, Gurunya Manusia, ( Bandung:Mizan Media Utama, 2011 ), h. 15. 25 Syamsu Yusuf dan Nani M.Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, ( Jakarta:Rajawali Pers,2013 ),h. 139. 26 Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 11. 27 Ibid..., h. 12. 23 24



11



Guru adalah sosok figur yang digugu dan ditiru oleh peserta didik dan menjadi ujung tombak keberhasilan mereka. Menurut Pullias dan Young yang dikutip oleh Mulyasa mengidentifikasikan beberapa peranan guru dalam pembelajaran yaitu: a) Guru sebagai pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Tanggung jawab seorang guru meliputi guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral, dan sosial. Tentunya guru harus memahami tanggung jawabnya dalam tindakannya baik di sekolah maupun kehidupan masyarakat. b) Guru sebagai pengajar Tugas utama guru sebagai pengajar yakni memberitahu atau menyampaikan materi pembelajaran. Sejak adanya kehidupan, guru telah melaksanakan pembelajaran. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. c) Guru sebagai pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya bertanggung jawab atas kelancaran



perjalanan



itu.



Sebagai



pembimbing,



guru



harus



merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.28



28



Ibid..., h. 41.



12



d) Guru sebagai penasehat Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagiorang tua meskipun mereka tidak memiliki keahlian khusus sebagaipenasehat. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadipenasehat dan menjadi orang kepercayaan. Agar guru menyadari akanperannya sebagai orang kepercayaan, maka ia harus memahamipsikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.Peserta didik



senantiasa



berhadapan



dengan



kebutuhan



untukmembuat



keputusan, dan dalam prosesnya akan lari pada gurunya.



Semakin



efektif guru menangani setiap permasalahan, maka semakin antusias peserta didik untuk mendapatkan nasehat dari sang guru.29 2. Pendidikan karakter disiplin a. Pengertian pendidikan karakter Terkait dengan istilah pendidikan karakter bukanlah suatu istilah yang asing didengar sehingga dapat diartikan secara umum bahwa pendidikan karakter sendiri ketika ditinjau dari setiap perkata bahwa karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Secara etimologis, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral.30 Secara terminologis, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia. Lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat29



30



Ibid..., h. 43. D. Yahya. Khan, Pendidikan Karakter Berbasisi Petensi Diri, h. 34.



13



istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam berindak.31 b. Pengertian disiplin Istilah disiplin menurut Mac Milan berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menujuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu “discipline” yang berarti: Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasakan diri, latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral, Hukuman yang di berikan untuk melatih atau memperbaiki, Kumpulan atau sistem-sistem peraturanperaturan bagi tingkah laku.32 Disiplin



memiliki



pengertian



yang



berbeda-beda,



untuk



mendapatkan gambaran dan pengertian yang jelas tentang disiplin, berikut dikemukakan pengertian disiplin menurut beberapa ahli yaitu :Menurut Mockiyat menyatakan bahwa disiplin adalah berasal dari kata disiplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Sementara sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian.33 c. Tujuan Pembentukan Karakter Disiplin Pendidikan karakter yang dibangun dalam pendidikan mengacu pada Pasal 33 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.34 Tujuan pendidikan karakter adalah untuk Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h. 41. Tu’u, Tulus, Peran Disipin pada perilaku dan Prestasi Siswa, h. 20. 33 Mockiyat, Manajemen Kepegawean, hal. 159. 34 Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 69. 31 32



14



meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.35 Untuk kepentingan pertumbuhan individu secara integral ini, pendidikan karakter memiliki tujuan jangka panjang yang mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan terus-menerus. Pendidikan karakter disiplin merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam rangka membina karakter seseorang. Berbekal nilai karakter disiplin akan mendorong tumbuhnya nilai-nilai karakter baik lainnya, seperti tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, dan sebagainya. Curvin & Mindler mengemukakan bahwa ada tiga dimensi disiplin, yaitu disiplin untuk mencegah masalah, disiplin untuk memecahkan masalah agar tidak semakin buruk, dan disiplin untuk mengatasi siswa yang berperilaku di luar kontrol.36 Dari beberapa keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai tujuan pembentukan karakter disiplin, yaitu membentuk siswa menjadi manusia yang berakhlakul karimah. Sarana dalam mencapai tujuan pendidikan karakter agar menciptakan manusia yang berakhlak mulia dan berdisiplin. d. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter Disiplin Dalam tinjauan ilmu akhlak diungkapkan bahwa segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak berbeda antara satu dan lainnya, pada dasarnya merupakan akibat adanya pengaruh dari dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya



Mansur Muslich, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 81 Wuri Wuryandani, Pendidikan Karakter Disiplin Di Sekolah Dasar, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-wuri-wuryandani-spdmpd/pendidikankarakter-disiplin-di-sekolah-dasar.pdf , diakses 19 Maret 2021. 35 36



15



seperti milieu, pendidikan, dan aspek warotsah.37 Pertama adalah faktor insting (naluri). Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain: 1) Naluri makan (nutritive insting). Begitu manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. 2) Naluri berjodoh (seksual intrinct), yang ditandai dengan laki-laki ingin berjodoh dengan wanita dan wanita ingin berjodoh dengan laki-laki. Dalam Al-Qur’an diterangkan:



ِ ‫الش هو‬ ِ َ‫ات ِمن النِّس ِاء والْبنِني والْ َقن‬ ِ ‫اط ِري الْم َقْنطَ ر ِة ِمن ال َّذ َه‬ ِ ‫ُزيِّ َن لِلن‬ ‫ب‬ ُّ ‫َّاس ُح‬ ََ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َّ ‫ب‬ ِ ِ ‫ض ِة واخْل ي ِل الْمس َّوم ِة واأْل َْنع ِام واحْل ر‬ ِ ِ ِ َ ‫ث َذل‬ ُ‫ك َمتَ اعُ احْلَيَ اة ال ُّد ْنيَا َواللَّهُ عْن َده‬ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َْ َ َّ ‫َوالْف‬ ِ ‫حسن الْم‬ ‫آب‬ َ ُُْ Terjemahannya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatangbinatang ternak, dan sawah ladang”. (QS. Ali Imran 3:14) 3) Naruli keibubapakan (peternak instinct), yang ditandai dengan tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. 4) Naluri berjuang (combative instinct), yang ditandai dengan tabiat manusia yang cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan. 5) Naluri ber Tuhan, yang ditandai dengan tabiat manusia mencari dan merindukan Penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.38



37



Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),



38



Ibid…, h. 178-179.



h. 178.



16



Kedua, faktor yang mempengaruhi adalah adat/ kebiasaan. Adat/ kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulangulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, dan olahraga. Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan tidak cukup hanya diulang-ulang saja, tetapi harus disertai kesukaan dan kecenderungan hati terhadapnya. Adapun ketentuan sifat-sifat adat kebiasaan, antara lain: Mudah diperbuat, dan menghemat waktu dan perhatian.39 Faktor ketiga, yang ikut mempengaruhi adalah keturunan (wirotsah/ heredity). Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi karakter atau sikap seseorang. Di dalam ilmu pendidikan kita mengenal perbedaan pendapat antara aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopenhaur berpendapat bahwa seseorang ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Adapun menurut aliran empirisme, seperti dikatakan oleh John Locke dalam teori tabula rasa, bahwa perkembangan jiwa anak itu mutlak ditentukan oleh pendidikan atau lingkungannya. Menyikapi dua aliran konfrontatif ini, timbul teori konvergensi yang bersifat mengompromikan kedua teori ini dengan menekankan



bahwa



“dasar”



dan



“ajar”



secara



bersama-sama



mempengaruhi perkembangan jiwa manusia. Faktor keturunan atau warisan tersebut terdiri atas: warisan khusus kemanusiaan, warisan suku atau bangsa, warisan khusus dari orang tua.40 Faktor keempat, yang berpengaruh terhadap pendidikan karakter adalah milieu atau lingkungan. Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat.41 Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah Ibid…, h. 179-180. Ibid…, h. 180-181. 41 Ibid…, h. 182 39 40



17



digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan, dan mencintainya. Sedangkan menurut Hamka, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, di antaranya: 1) Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain. 2) Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela. 3) Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani). 4) Mengharapkan pahala dan surga. 5) Mengharap pujian dan takut azab Tuhan. 6) Mengharap keridhaan Allah semata.42 Dari penjelasan di atas, dapat diketahui sebenarnya ada dua aspek yang menjadi orientasi pendidikan karakter disiplin. Pertama, membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara



bertahap



dan



berkesinambungan.



Kedua,



memupuk,



mengembangkan, menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif ke dalam pribadi peserta didik. G. Penelitian Terdahulu Penulis menyadari bahwa secara substansi penelitian ini bukan hal yang baru, dalam dunia akademik telah banyak karya-karya seperti ini, penulispun menyadari bahwa apa yang akan diteliti ini ada kemiripan dengan yang telah ditulis sebelumnya, kajian pustaka terhadap karya terdahulu dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan guna membantu pembahasan penelitian di lapangan. Diantara kajian pustaka yang mencakup tentang pendidikan karekter disiplin antara lain sebagi berikut: Pertama, M. Masyis Dzul Hilmi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 2014, dengan Tesis yang berjudul “Model Pendidikan Karakter dalam Meningkatkan Kedisiplinan” (Studi Kasus Pondok



42



Ibid…, h. 184



18



Pesantren Nurul Falah Al-Kammun Gading Bululawang Malang). Penelitian tersebut menggunakan metode peneltian kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa Kedisiplinan yang terdapat di Pondok Pesantren Nurul Falah Al-Kammun tercermin dalam berbagai kegiatan atau aktifitas baik harian, maupun mingguan. Hal ini sesuai dengan jadwal yang sudak menjadi peraturan yang harus dilakukan oleh para santri dan para ustadz baik personal maupun golongan. Dan ketika ada yang melanggar peraturan itu maka si pelanggar akan berhak mendapat peringatan, teguran, ataupun hukuman. Perilaku santri di Pondok Pesantren Nurul Falah AlKammun merupakan cerminan perilaku kyai dan para ustadz yang dijadikan contoh, panutan, dan tatanan nilai-nilai disiplin. Perilaku yang meniru perilaku kyai melalui pengalaman, latar belakang, dan pribadi kyai mewarnai perilaku santri, penataan sistem pendidikan pondok pesantren, metode pengajaran, dan jenjang pendidikan di pondok pesantren. Sehingga persamaan dalam penelitan tersebut di tinjau dari variabel dan subjek penelitian dan metode penelitian sedangkan perbedaannya ditinjau dari tempat penelitian. Kedua, Muhamad Fathullah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2019 dengan Tesis yang berjudul "Pendidikan Karakter Pada Pesantren Salaf dan Khalaf (Studi Komparatif di Pondok Pesantren Cidanghiang dan Pondok Pesantren Darunnajah Al-Mansur Kabupaten Serang). Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa Implementasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Cidanghiang melalui dua program besar, yaitu melalui proses pembelajaran/pengajian yang dilakukan kiai dan santri, dan melalui kultur atau tradisi pesantren yang meliputi semua aktivitas santri.Sedangkan implementasi pendidikan karakterdi Pondok Pesantren Darunnajah al-Mansur diimplementasikan melalui tiga proses pendidikan yang berlangsung di pesantren tersebut, yaitu melalui pengintegrasian nilai- nilai karakter dalam setiap mata pelajaran (melalui proses pembelajaran), melalui proses kegiatan pengembangan diri dan ekstrakulikuler, dan yang terakhir adalah melalui proses kultur pesantren. Sehingga persamaan dalam penelitan



19



tersebut di tinjau dari variabel dan subjek penelitian dan metode penelitian sedangkan perbedaannya ditinjau dari tempat penelitia dan pembahasan yang berbeda. Ketiga, Irsan, Syamsurijal Universitas Muhammadiyah Buton 2020, dengan Jurnal yang berjudul "Implementasi Pendidikan Karakter Disiplin Siswa di Sekolah Dasar Kota Baubau". Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasilnya menunjukan bahwa untuk mencapai pendidikan karakter disiplin siswa perlu kerjasama antara semua pihak, guru, orang tua, dan komite sekolah. Adapun beberapa kebijakan yang bisa diterapkan di sekolah antara lain, penanam dan pemahaman pendidikan karakter disiplin, menetapkan aturan kedisiplinan siswa, kontrol guru dalam memantau perilaku kedisiplinan siswa di rumah, membagikan pesan kedisiplinan dinding sekolah, membagikan pesan kedisiplinan dinding sekolah, orang tua sebagai pendukung terlaksananya pendidikan karakter disiplin di sekolah. Sehingga persamaan dalam penelitan tersebut di tinjau dari variabel sedangkan perbedaannya ditinjau dari tempat penelitia, subjek penelitian dan pembahasan yang berbeda. Keempat, E. D. Nakpodia, University, Abraka, Nigeria, Jurnal Internasional dengan judul "Teachers’ disciplinary approaches to students’ discipline problems in Nigerian secondary schools". Hasilnya menunjukan bahwa masalah kedisiplinan siswa telah berkembang menjadi epidemi di sekolah-sekolah Nigeria danberbagai pendekatan disiplin digunakan oleh guru. Jika disiplin, yang dibutuhkan masyarakat lain untuk menghasilkan lingkungan sekolah yang kondusif jika kurang, akan ada kekacauan dan kehancuran. Sedikitheran, Oroka dengan tepat mengamati bahwa “Apapun nilai-nilai yang diajarkan di sekolah bisa dinegasikan olehmasyarakat yang lebih besar jika masyarakat yang lebih besar memiliki nilai-nilai yang bertentangan ”.Pikiran yang disiplin adalah aset bagi masyarakat mana pun, dan sekolah adalah bagian dari proses untuk melatih kaum muda di bidang lain untuk menghasilkan warga negara yang seimbang dan disiplin. Pepatah bahwa "sekolah adalah guru moral yang diam" seharusnyadianggap serius. Sehingga persamaan dalam penelitan



20



tersebut di tinjau dari variabel sedangkan perbedaannya ditinjau dari tempat penelitia, dan subjek penelitian. Kelima, Yayuk Setyaningrum, Rahmat Rais, Eka Sari Setianingsih, Universitas PGRI Semarang 2020, dengan Jurnal Internasional yang berjudul "Peran Guru Kelas dalam Pembentukan Karakter Disiplin pada Siswa". Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasilnya



menunjukan



bahwa



guru



kelas



sangat



berperan



(menentukan) dalam pembentukan karakter disiplin pada siswa dengan menggunakan 3 (tiga) teknik yaitu; Teknik Inner Control yaitu keteladanan dalam segala aspek kehidupan sekolah sebagaimana dituangkan dalam peraturan Sekolah. Teknik External Control yaitu menegakkan peraturan Sekolah dengan dua cara yaitu: Pertama memberikan hukuman yang bersifat mendidik kepada siswa yang melanggar peraturan (tidak disiplin). Kedua memberi pujian/hadiah/respon positif bagi siswa yang disiplin (tidak melanggar peraturan). Teknik Cooperative Control yaitu mengadakan kerjasama yang diwujudkan dalam bentuk kontrak kerja yang berisi peraturan disiplin sekolah berupa tata tertib dan sanksinya bagi yang melanggarnya. H. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (case study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini juga disebut sebagai metode artistic, karena metode penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian



21



lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.43 Penelitian kualitatif ini menggunakan jenis studi kasus sehingga setiap masalah penelitian dipandang sebagai kasus yang bersifat mikro, baru kemudian ditarik dalam konteks yang lebih umum. Definisi paling singkat adalah penelitian kualitatif merupakan penelitian yang jenis datanya bersifat non angka. Bisa berupa kalimat, pernyataan, dokumen, serta data lain yang bersifat kualitatif untuk dianalisis secara kualitatif Makanya, dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik dalam analisis data penelitian. Penelitian kualitatif lebih bersifat memberikan deskripsi dan kategorisasi



berdasarkan



kondisi



kancah



penelitian.



Penelitian



ini



menggunakan konsep naturalistik, yaitu apa yang terjadi di kancah penelitian menjadi ukuran data yang paling bisa diterima. Penelitian kualitatif juga telah berkembang dalam penelitian bidang pendidikan. Jenis penelitian ini belum merupakan metode baru di dunia pendidikan. Diantaranya adalah untuk penelitian sejarah pendidikan, penelitian ilmu pendidikan, filsafat pendidikan, serta praktik pendidikan.44 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti merupakan tolak ukur keberhasilan atau pemahaman terhadap beberapa kasus. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama, hal itu dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataankenyataan yang ada di lapangan. Sesuai dengan pendekatan penelitian diatas yaitu pendekatan Kualitatif. Maka kehadiran Peneliti di lapangan sangat menentukan dalam keseluruhan skenario dan diperlukan secara optimal, karena peneliti 43



Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta,



2012) , h. 9. Musfiqon, “Panduan Pustakaraya, Cet 1, 2012), h. 70. 44



Lengkap



Metodologi



22



Pendidikan”,



(Jakarta,



Prestasi



merupakan salah satu instrumen kunci dalam menangkap makna dan sekaligus sebagai alat pengumpulan data yang utama.dengan terjun langsung kelapangan, peneliti dapat mengetahui secara langsung fenomena yang terjadi. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menjabat sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis dan penafsir data sekaligus menjadi pelapor hasil penelitiannya.45 3. Lokasi Penelitian Lokasi



penelitian



ini



dilaksanakan



di



Madrasah



Diniyah



Takmiliyah Al-Ma’ruf yang terletak di Jln. Wachid Hasyim Gg. IV/17, Kelurahan Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. 4. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah “subyek dari mana data dapat diperoleh”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu : a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah kepala madrasah, guru dan siswa di Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Ma’ruf Kota kediri. b. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini, dokumentasi dan angket merupakan sumber data sekunder.46 5. Prosedur pengumpulan Data a. Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dengan observasi di lapangan, peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial. Jadi observasi adalah pengamtan



Ibid..., h. 121. Suharsimi Arikunto, “Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 129. 45 46



23



terhadap suatu objek yang diteliti, baik secara langsung maupun tidak langsung.47 b. Wawancara Wawancara



merupakan



metode



pengumpulan



data



yang



menghendaki komunikasi langsung antar penyelidik dengan subjek atau responden. Adapun wawancara yang digunakan penulis adalah wawancara bebas terpimpin. Dimana pewawancara bertanya langsung dengan berpedoman pada wawancara yang dibuat yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pihak yang terkait oleh Madrasah Diniyah Takmiliyah AlMa’ruf sebagian besar mengalami kesulitan dalam proses menghafal dikarenakan sulitnya mengatur jadwal, malas sertakurangnya motivasi. c. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bisa berbentuk tulisan, gambar atau monumental dari seseorang. Dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum terkait pendidikan karakter disiplin di Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Ma’ruf. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Milles & Huberman yaitu interactive model yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu : 48



a. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan terperinci mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yag pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. b. Data Display (Penyajian Data)



47



Djam’an Satori, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: alfabeta, 2011), h.105. Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, h. 246.



48



24



Di dalam penelitian kualitatif, penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.



c. Congclusion Drawing (Kesimpulan) Langkah ketiga merupakan penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam rangka memperoleh kesimpulan yang tepat dan objektif, diperlukan keredibilitas data yang dimaksudkan dalam rangka membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan apa yang ada dalam setting. Untuk memenuhi data dalam penelitian ini digunakan tehnik pemeriksaan sebgai berikut: a. Triangulasi Sumber Menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang diproleh melalui beberapa sumber. b. Triangulasi tehnik Menguji kredibilitas data dengan dengan mengecek data kepada sumber yang sama dengan tehnik yang berbeda. Misalnya data yang diproleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. c. Triangulasi waktu Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan tehnik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data



25



yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi, atau tehnik yang lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.49 8. Tahap-tahap Penelitian Pada tahap penelitian, peneliti menggunakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu penelitian meliputi : a. Tahap Pra Lapangan Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti dengan pertimbangan etika penelitian lapangan melalui tahap pembuatan rancangan usulan penelitian hingga menyiapkan perlengkapan penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan Dalam tahap ini peneliti berusaha mempersiapkan diri untuk menggali dan mengumpulkan data-data untuk dibuat suatu analisis data. c. Tahap Analisis Data Pada tahap ini dilakukan kegiatan yang berupa mengolah data diperoleh dari narasumber maupun dokumen, kemudian akan disusun kedalam sebuah penelitian. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam bentuk laporan sementara sebelum menulis keputusan akhir. I. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami keseluruhan isi skripsi ini, maka sistematika penulisan akan disusun sebagai berikut : Bab I: Berisi pendahuluan yang memuat tentang berbagai ketentuan formal sebuah penelitian ilmiah yang terdiri dari konteks penelitian (latar belakang masalah), fokus masalah (rumusan masalah), tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, serta sistematika penulisan. Bab II: Merupakan kajian pustaka yang memuat tentang Pendidikan Karakter Disiplin.



49



Sugiono, “Metode Penelitian Pendidikan”,(Bandung: Alfabeta, 2016), cet.23, h. 372-



374.



26



Bab III: Metode Penelitian berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahaptahap penelitian. Bab IV: Menjelaskan tentang paparan data, temuan penelitian, dan pembahasan. Bab V: Menjelaskan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.



27



DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Bandung: Alfabeta, 2010. Azwary, Ayu. Peran Paramedis Dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat diPuskesmas Pembantu Kampung Kasai Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau ”, eJournal IlmuPemerintahan, (online), Januari, 2013, (ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/ diakses 18 Maret). Departemen Agama RI. Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah. Jakarta: Depag, 2000. Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif, kualitatatif dan R&D..., hal. 39 Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Guza, Afnil. Undang-Undang SISDIKNAS: UU RI 20 Tahun 2003, dan UndangUndang Guru dan Dosen: UU RI Nomor 14 Tahun 2009. akarta: Asa Mandiri, 2008. Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo, Cet. 10, 2017. -------------------. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara, Cet. 17, 2019. Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Isjoni. Guru Sebagai Motivator Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009. Kemenag RI.



Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah.



Jakarta: Kemenag, 2014. Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya jilid x. Jakarta: Percetakan Ikrar Mandiri abadi, 2010. Khalsa, Siri Nam S. Pengajaran Disiplin dan Harga Diri. Indoesia: Indeks, 2018. Khan, D. Yahya. Pendidikan Karakter Berbasisi Petensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2014.



28



Lidya Agustina, “ Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Auditor ”, Jurnal Akuntansi,



(online),



Volume



1,



No



1,



Mei,



2009,



(DOI



https://doi.org/10.28932/jam.v1i1.381, diakses 18 Maret 2021). Mockiyat. Manajemen Kepegawean. Bandung: PT. Alumni Bandung, 2000. Mu’in, Fatchul. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012. Munif Chatib. Gurunya Manusia. Bandung: Mizan Media Utama, 2011 . Musfiqon.



Panduan



Lengkap



Metodologi



Pendidikan.



Jakarta:



Prestasi



Pustakaraya, Cet 1, 2012. Muslich, Mansur. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara, 2014. Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik Dan Pertengahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013. Pranomo, Bambang. Paradigma Baru Dalam Kajian Islam Jawa. Bandung: Pustaka Alvabet 2009. Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LKis, 2015. Rosyid, Nur. Pendidikan Karakter Wancanadan Kepengaturan. Purwokerto: Obsesi Press, 2013. Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011. Satori ,Djam’an. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: alfabeta, 2011. Shochib, Moh. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Menggembangkan Disiplin Diri. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010. Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012. ----------. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2016. Suhardi, Didik. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Jakarta: Rjawali Pers, 2014. Syamsir, Torang. Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan Organisasi). Bandung: Alfabeta, 2014.



29



Tu’u, Tulus, Peran Disipin pada perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo, 2017. Undang-undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Pasal 3 Tahun 2003. Wiyani, Novan Ardy. Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Jogjakarta: ArRuzz Media, 2013. Wuryandani, Wuri.



Pendidikan Karakter Disiplin Di Sekolah Dasar,



http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-wuri-wuryandanispdmpd/pendidikan-karakter-disiplin-di-sekolah-dasar.pdf , (diakses 19 Maret 2021). Yasmadi.



Modernisasi



Pesantren:



Kritik



Nurcholish



Madjid



Terhadap



Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Yusuf, Syamsu dan Nani M.Sugandhi.



Perkembangan Peserta Didik.



Jakarta:Rajawali Pers,2013. Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.



30