Peran Mahasiswa Dalam Permasalahan Kesehatan Mental Di Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peran Mahasiswa Dalam Permasalahan Kesehatan Mental di Indonesia pada Masa Pandemi Oleh : Cindhy Rizkika Al Inayah Carl Gustav Jung



Kadang kita sebagai mahasiswa sering mengganggap kesehatan itu tidak penting, padahal faktanya kesehata itu sangat penting apalagi masalah kesehatan mental. Kadang kita sendiri tidak mengetahui apa sih itu sehat, kesehata, atau kesehatan mental. Nah sekarang saya akan membagi penegtahuan tentang makna sehat. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat Kesehatan Mental yang kita temui, bahwa sebagian besar gangguan mental menunjukkan adanya simtom psikopatologi dalam kriterianya berupa kegagalan melakukan regulasi diri. Contohnya, pada penderita gangguan cemas terdapat simtom kesulitan mengendalikan rasa khawatirnya sebagai salah satu kriteria gangguan. Gross dan Munoz (1995) mengungkapkan bahwa rendahnya kendali atas ekspresi dan pengalaman emosi merupakan karakteristik utama dari banyak tipe gangguan psikopatologis. Regulasi emosi merupakan hal yang penting dalam kesehatan mental individu. Rasa malu, rasa bersalah, cemburu, dan iri merupakan emosi yang biasa dialami oleh siapapun dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun biasanya bukan merupakan emosi yang diterima, tetapi emosi-emosi tersebut juga memiliki fungsi bagi individu dan relasi yang dimiliki. Akan tetapi disisi lain, dampak negatif emosi-emosi tersebut juga dapat memicu masalah sosial dan penyesuaian emosi bagi individu yang terlibat di dalam relasi tersebut.).Malu dan rasa bersalah merupakan emosi yang berkaitan erat dengan moralitas individu, sehingga dampak dari emosi tersebut adalah terhambatnya perilaku yang tak diinginkan lingkungan sosial dan dukungan bagi kondisi moral tertentu. Perbedaannya adalah bahwa perasaan malu jauh lebih



bersifat publik atau umum, sedangkan perasaan bersalah cenderung bersifat pribadi. Rasa malu yang dimiliki seseorang biasanya terkait dengan perilaku yang mengarah pada interaksi sosial secara langsung. Sedangkan rasa bersalah cenderung mengarahkan individu pada perilaku yang membawa dampak rahasia (tidak ingin diketahui orang lain) karena melanggar norma sosial atau bersifat immoral. Contohnya, rasa malu muncul ketika kita tidak mampu memenuhi harapan sosial (presentasi buruk, salah menyapa orang), sedangkan rasa bersalah muncul ketika kita mengetahui bahwa apa yang kita lakukan bertentangan dengan norma sosial atau immoral (selingkuh, mencontek saat ujian).Rasa bersalah mengandung evaluasi negatif terhadap perilaku tertentu yang spesifik. Muncul evaluasi seperti, “Saya telah melakukan hal buruk”. Dampaknya secara psikologis adalah adanya penyesalan, ketegangan dan transgression. Individu akan Kesehatan Mental. Selanjutnya ada tentang kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan dan merupakan kebutuhan pokok bagi tiap individu. Gangguan jiwa tidak bisa diremehkan, jumlahnya terus meningkat. Indonesia masih sangat terbatas dalam fasilitas dan pelayanan di mana jumlah tenaga kesehatan masalah kejiwaan ini masih sangat rendah. Di sini, perlu diperhatikan perbedaan antara Kesehatan Jiwa, Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Jika kesehatan jiwa terganggu, maka akan berdampak pada isolasi sosial, kehilangan akses hak hidup dan tinggal, bahkan depresi. Dampak-dampak tersebut akan menghambat penyembuhan diri pasien. Hal yang sama juga dapat terjadi pada para tenaga medis yang mengalami perilaku diskriminasi di tempat mereka tinggal. Kita sebagai mahasiswa hal yang harus di lakukan untuk permasalahan yang di atas yaitu dengan melakukan upaya-upaya promotif dan preventif yang memang diperlukan guna mencegah masalah kesehatan jiwa (mental). Keduanya bisa dilakukan melalui intervensi yang berbasis keluarga. Misalnya, kita sebagai mahasiswa memberikan informasi mengenai bagaimana pola asuh yang baik dalam keluarga agar remaja tidak mudah terpengaruh dengan lingkungannya di masa pandemi COVID-19 merupakan sebuah krisis global yang bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga secara mental. Begitu banyak berita buruk yang diterima, membuat masyarakat cemas akan hidup diri mereka sendiri, keluarga, teman terdekat, dan bahkan lingkungan sekitarnya. Sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut, kita sebagai mahasiswa harus ikut berperan aktif dan melakukan kontribusi di masyarakat dan



lingkungan dengan cara tetap mematuhi protokol kesehatan yang sudah ada guna ikut membantu memutuskan rantai penyeberan covid ini.



DAFTAR PUSTAKA Atwater, Easwood (1984) Psychology of Adjustment: 2nd edt. Engelwood Cliff: Prentice-Hall Inc. Compton, William (2005) Introduction to Positive psychology. Singapura: Thomson Wodworth. Gable, S.L, & Haidt, Jonathan (2005) What (and Why) is Positive Psychology?. Ejournal. http://faculty.virginia.edu/haidtlab/articles/gable.haidt.whatis-positivepsychology.pdf Lowenthal, Kate (2006) Religion, Culture, and Mental Health. New York: Cambridge University Press. Notosoedirdjo, Moeljono, & Latipun (2002) Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press. Seligman, M.E.P; Park, Nansook; Peterson, Christhoper (2002) Positive Psychology Progress: Empirical Validation of Intervention. American Psychologist Vol.60, No.5, p.410-421. American Psychological Association corp. Snyder, C.R, & Lopez, S.J (2002) Handbook of Positive Psychology. Oxford University Press, New York.