Peran Perawat Gerontik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



MAKALAH GERONTIK HASIL PENELITIAN TENTANG PERAN PERAWAT LANSIA Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik yang diampu oleh Iis Sri Ningsih, Skep, Ns



Disusun Oleh : 1. Mega Ayu Lestari



P1337420617029



2. Bunga Ayu Lestari



P1337420617042



3. Shinta Wahyuningrum



P1337420617036



4. Ni Luh Noni Andayani



P1337420617071



SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG TAHUN AKADEMIK 2020



2



BAB II PEMBAHASAN 1.1 PERAN PERAWAT DALAM RANAH KEPERAWATAN GERONTIK A. Perawat sebagai Direct Care Giver Peran perawat dalam hal ini memberikan perawatan langsung kepada lansia diberbagai situasi kondisi. Umumnya, lansia sering menunjukkan gejala khas namun terasa sulit dimengerti ucapannya yang menjadi tantangan bagi perawat dalam menentukan diagnosis dan penangan yang tepat. Oleh karenanya, perawat sebagai penyedia perawatan harus mengatahui segala proses penyakit dan gejala yang biasa terlihat pada lansia mencakup pengetahuan tentang faktor risiko, tanda dan gejala, penangan medis yang biasa dilakukan, rehabilitasi, serta perawatan yang dibutuhkan pada akhir usia (Hindle & Coates, 2011). B. Perawat sebagai Advokator Perawat dalam hal ini bertindak memihak atau memastikan lansia untuk mendapatkan haknya, pelayanan yang layak, memperkuat otonomi klien dalam pengambilan keputusan, dan mendidik orang lain mengenai stereotip negative dari penuaan (Miller, 2012). Contoh kecilnya seperti menjelaskan prosedur medis atau perawatan kepada anggota keluarga pada tingkat unit. Selain itu, perawat juga dapat membantu anggota keluarga untuk memilih panti werdha terbaik bagi anggota keluarga yang dicintainya atau mendukung anggota keluarga yang berada dalam peran pengasuhan. Hal yang perlu diingat, apapun situasinya peran advokator tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi memberdayakan mereka untuk tetap independen dan bermartabat bahkan dalam situasi sulit sekalipun (Stanley & Beare, 2006).



3



C. Perawat sebagai Edukator Perawat yang berperan sebagai edukator memiliki kewajiban untuk memberi informasi mengenai status kesehatan klien kepada klien serta keluarga klien dan membantu klien mencapai perawatan diri sesuai kemampuannya (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan prinsip, prosedur, dan teknik dalam pemeliharaan kesehatan kepada lansia. Menurut Tabloski (2014), perawat dapat melakukan edukasi mengenai beberapa hal kepada lansia seperti deteksi penyakit, memberikan edukasi tentang penuaan yang sehat, pengobatan terhadap penyakit, dan rehabilitasi kepada lansia serta keluarganya. Selain itu, perawat edukator dapat juga berpartisipasi dalam ranah pendidikan hingga memberikan pelatihan untuk perawat.



Memberikan



edukasi kepada lansia menjadi tantangan tersendiri bagi perawat. Hal ini dikarenakan lansia mengalami cognitive aging yang mempengaruhi proses belajar (Miller, 2012). Sehingga, perawat perlu menyesuaikan metode dan bahan edukasi agar edukasi yang diberikan dapat dimengerti dengan baik oleh lansia. Apabila lansia tidak dapat di berikan edukasi, maka edukasi diberikan kepada keluarganya. Namun, jika lansia masih memiliki kognitif yang baik, terdapat lima hal yang perlu dilakukan agar edukasi yang diberikan dapat dipahami dengan baik menurut Miller (2012), antara lain: 1. Memberikan waktu yang cukup untuk lansia menyerap informasi, artinya



pemberian informasi dilakukan dengan tidak terburu-buru 2. Memberikan sejumlah kecil informasi dalam beberapa sesi, artinya tidak



diberikan banyak informasi pada satu pertemuan 3. Membuat rujukan kepada perawat untuk melakukan perawatan di rumah



dengan salah satunya follow up pengajaran yang diberikan 4. Membuat lingkungan pembelajaran nyaman dengan menghilangkan berbagai



hal yang dapat menjadi distraksi. 5. Mengaitkan informasi yang diberikan dengan pengalaman masa lalu klien



agar mudah diserap klien.



4



5



D. Perawat sebagai Manajer Perawat sebagai manajer bertanggung jawab dalam memberikan lingkungan yang positif serta profesional di rumah sakit atau komunitas agar terwujudnya pelayanan yang berkualitas. Selain itu, perawat sebagai manajer juga harus mampu memimpin dan mengelola tim klinis yang dibentuk. Mauk (2014), mengemukakan bahwa perawat manajer dalam keperawatan gerontik perlu memiliki kemampuan dalam beberapa hal antara lain: 1. Membangun dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan anggota tim



keperawatan gerontik. Dalam hal ini, seorang perawat gerontik harus memiliki standar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia. Standar tersebut antara lain, pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga kesehatan lansia, mencegah penyakit, mengelola penyakit kronis yang kompleks, penurunan fungsi fisik dan mental, hingga perawatan paliatif (ANA, 2010 dalam Touhy & Jett, 2014). Sehingga, manajer perlu memfasilitasi pelatihan atau workshop agar kemamuan anggota tim dapat meningkat 2. Menentukan prioritas dan tujuan yang realistis, dapat terukur serta memiliki



batasan waktu. 3. Membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah baik masalah internal



antar anggota tim dan masalah klien. 4. Mendelegasikan tugas kepada seseorang yang dianggap dapat menjalankan



tugas dengan baik. 5. Mampu memberikan dorongan, arahan yang jelas, dan harapan terhadap



stafnya. E. Perawat sebagai Praktisi Independen Praktisi independen artinya perawat melakukan praktik keperawatan secara mandiri. Menurut Tabloski (2014), parameter praktik keperawatan dapat berbeda di setiap negara namun perawat harus memiliki kode etik profesi dan standar praktik keperawatan yang berlaku untuk menunjukkan kompetensi perawat.



6



Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2014, untuk membuka praktik keperawatan mandiri, perawat harus memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yang berlaku selama STR masih berlaku. Contoh praktik mandiri dalam keperawatan gerontik ialah membuka praktik perawatan luka, menerima kontrol perawatan untuk lansia, dan lain-lain. F. Perawat sebagai Konselor Perawat



gerontik



sebagai



konselor



bertugas



membantu



pasien



mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah kesehatan dan memilik tindakantindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Contoh peran ini, yaitu perawat membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan lansia melalui konsultasi kesehatan berkelanjutan, membantu keluarga pasien memutuskan apakah perlu lansia dimasukkan ke panti, memberikan arahan terkait biaya perawatan lansia yang sesuai dengan kebutuhan dan lain-lain. Seperti halnya pada peran sebagai advokator, seorang perawat konselor tidak membuat keputusan untuk klien namun membiarkan klien memilih keputusan terbaiknya. G. Perawat sebagai Kolabolator Kolaborasi atau bekerja dalam upaya gabungan dengan semua pihak yang terlibat dalam perawatan perlu mengembangkan rencana yang dapat diterima bersama demi tercapainya tujuan bersama (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Contoh peran ini, seperti praktisi perawat berada pada tim perawatan berbasis rumah yang berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan layanan perawatan primer kepada pasien lansia yang berisiko tinggi (Touhy & Jett, 2014). H. Perawat sebagai Peneliti



7



Perawat peneliti adalah pemimpin dalam memperluas pengetahuan dalam bidang keperawatan dan disiplin perawatan kesehatan lainnya. Tugas mereka adalah memberikan bukti praktik untuk memastikan perawat memiliki bukti terbaik untuk mendukung praktik mereka. Selain itu perawat peneliti juga menyelidiki masalah untuk memperluas asuhan keperawatan, mengurangi atau memperluas cakupan praktik keperawatan (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Contoh peran ini, yaitu perawat mengembangkan penelitian mengenai metode perawatan yang cocok untuk pasien lansia dengan penyakit kronik tertentu, membantu mengembangkan teori keperawatan modern yang sesuai dengan kondisi saat ini, dan lain-lain. 1.2 Hasil penelitian tentang peran perawat dalam perawatan lansia Masa lanjut usia merupakan tahap akhir dari tahapan perkembangan kehidupan manusia. Di masyarakat Indonesia masa lansia sering diidentikkan dengan



masa



penurunan



berbagai



fungsi



tubuh



dan



berdampak



pada



ketidakberdayaan (Syam’ani, 2011). Terjadinya penurunan fungsi kognitif menyebabkan semakin memburuknya ketidakmampuan lansia dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, sehingga menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) (Reuser et al., 2010). Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berpakaian/berhias, makan, dan BAB/ BAK (Fitria, 2009). Jika kondisi defisit perawatan diri berlanjut maka bisa menimbulkan dampak baik secara fisik maupun psikologis.



8



Nordenfelt (2009) menyatakan bahwa ketika seseorang tidak lagi mampu merawat dirinya sendiri secara mandiri, dapat menyebabkan rasa rendah diri, menjadi tergantung pada caregiver dalam kehidupan sehari-hari dan hal itu dapat menjadi titik kritis dalam kehidupan lansia. Beberapa lansia diharuskan untuk tinggal di panti werdha dikarenakan berbagai macam alasan diantaranya seperti ketidakmampuan keluarga untuk mengurus, dan bergantung pada pertolongan orang lain membuat keluarga akan mengirim lansia ke panti werdha (Andini & Supriyadi, 2013). Peranan keluarga dalam perawatan lansia terutama dalam pemenuhan perawatan diri lansia dengan sendirinya akan digantikan oleh caregiver yang ada di panti werdha. Caregiver memberikan perawatan kepada lansia bisa penuh waktu, paruh waktu baik secara fisik dan emosional. Hanya sedikit orang yang siap untuk tanggung jawab dan tugas-tugas yang terlibat dalam merawat lansia karena stres yang terlibat di dalamnya. Lecovich E (2008) menyatakan bahwa caregiver memberi bantuan dan perawatan mulai dari membantu tugas sehari-hari seperti mandi, berpakaian, makan, memindahkan lansia, membawa kembali ke tempat tidur, memberikan obat, menjaga lansia, memberikan dukungan emosional dan begitu banyak hal lain. Semua kegiatan tersebut dapat memakan waktu, emosional, fisik dan psikologis.Hal Ini kemudian berkontribusi banyak terhadap stres pada caregiver (Losada et al, 2009



9



Menurut penelitian yang dilkukan Ellia Ariesti , Retty Ratnawati , dan Retno Master of Nursing Program Faculty Of Medicine Universitas Brawijaya mengatakan bahwa Masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan berbagai fungsi tubuh dan berdampak pada ketidakberdayaan. Pada saat lansia tinggal di panti werdha dikarenakan ketidakmampuan keluarga untuk mengurus, dan bergantung pada pertolongan orang lain, perawatan lansia dalam pemenuhan perawatan diri lansia digantikan oleh caregiver yang ada di panti werdha. Perawat berperan sebagai caregiver akan memberikan perannya dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu pemenuhan kebutuhan dasar lansia yaakni salah satunya adalah membantu dalam memenuh kebutuhan makan,minum, BAB, BAK, Dan kebutuhan dasar lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman caregiver dalam merawat lansia dengan defisit perawatan diri di Panti Werdha Pangesti Lawang. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi intepretif. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dengan panduan wawancara semi terstruktur yang melibatkan tujuh partisipan. Penelitian ini menghasilkan sepuluh tema meliputi: tetap memenuhi perawatan diri lansia yang tidak mampu, merasakan senang dan tidak terbebani saat merawat lansia, merasakan kasihandan belajar bersabar saat merawat lansia, menghargai lansia dengan tidak menunjukkan rasa jijik dan bertanggungjawab saat merawat lansia, menjadi emosi dan memaksa lansia saat dilakukan perawatan, berusaha memenuhi semua kebutuhan lansia, merasakan perlu tenaga yang besar dan kerjasama saat merawat lansia, merasakan perilaku dan keinginan lansia yang semaunya sendiri, keinginan merawat lansia yang lebih baik dan lebih sabar lagi, serta terpanggil untuk merawat lansia seperti orang tua sendiri. Mengingat dampak yang muncul dari kondisi ini bisa menyebabkan kejenuhan, frustasi, beban, dan stress yang dialami oleh caregiver, maka diperlukan dukungan dari tenaga kesehatan agar tidak terjadi dampak negatif.



10



Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa caregiver merupakan bagian dari perawatan yang penting dalam mendukung lansia dalam perawatan diri mereka. Dukungan, motivasi dan pengetahuan tentang kiat dalam perawatan merupakan hal yang penting dalam perawatan diri dan memfasilitasi hubungan caregiver dan lansia dalam kemampuan perawatan diri dalam aktivitas perawatan diri. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi perawat bahwa sebenarnya caregiver juga memiliki potensi untuk memberikan bantuan perawatan, tetapi mereka tetap memerlukan bimbingan dan dukungan perawat geriatri yang mempunyai dasar keilmuan tentang keperawatan pada geriatri.



11



DAFTAR PUSTAKA



Lecovich E, 2008. Caregiving burden, community services, and quality of life of primary Caregivers of frail elderly persons. Journal of Applied Gerontology, 27: 309-330. Mauk, K,L (2014). Gerentological nursing competencies for care 3nd edition, USA : Jonas & bartllet Tseng, C.N., Huang, G.S., Jui Yu P., Fang Lou, M., (2015). A Qualitative Study of Family Caregiver Experiences of Managing Incontinence in Stroke Survivors. Journals.plos.org/plosone/article? id=10.1371