Perceraian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUKUM ISLAM “Analisi Putusan Perceraian”



Disusun Oleh : Kelompok 13 Ganes Harpendya (4115161666) Nakhlah (4115161330) Nurmala Arif (4115160259)



Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan ilmu, kasih sayang, dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisi Putusan Perceraian”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas bagi mahasiswa/i yang menempuh mata Hukum Islam di Universitas Negeri Jakarta dengan bapak Dr. Achmad Husen M.Pd sebagai dosen pengampu. Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin menulis makalah ini. Namun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan dan belum sempurna substansinya. Oleh karena itu, saran, kritik, teguran yang bersifat konstruktif dari pembaca sangat diharapkan dan diterima dengan tangan terbuka untuk perbaikan. Semoga makalahmemberikan guna dan manfaat bagi pembaca.



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4 A.



Latar Belakang ................................................................................................................. 4



B.



Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4



C.



Tujuan Penelitian.............................................................................................................. 4



D.



Manfaat Penelitian............................................................................................................ 4



BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5 A.



Pengertian Perceraiaan ..................................................................................................... 5



B.



Sebab - sebab Putusnya Perkawinan ................................................................................ 5 1.



Sebab yang Merupakan Kehendak Allah ..................................................................... 5



2.



Sebab yang Merupakan Hak Suami.............................................................................. 5



3.



Sebab yang Merupakan Hak Istri ................................................................................. 6



4.



Sebab Atas Putusan Pengadilan .................................................................................... 7



BAB III HASIL PUTUSAN DAN ANALISIS .............................................................................. 9 A.



Putusan Pengadilan Nomor 2930/Pdt.G/2017/PAJT ...................................................... 9



B.



Analisis ........................................................................................................................... 11



BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 13 A.



Kesimpulan..................................................................................................................... 13



B.



Saran ............................................................................................................................... 13



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan sesuatu yang dapat timbul atau terjadi karena adanya suatu ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan seperti halnya disebutkan dalam KHI yang menyebutkan bahwa “Perkawinan bertujuan untuk meweujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahma, dan juga aturan tentang perkawinan terdapat dalam Undang - undang No, 1 tahun 1974. Adanya pengaturan tentang perkawinan ini adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi adanya hubungan yang dilakukan oleh seorang laki - laki dan perempuan dalam suatu ikatan resmi yang sering disebut dengan ikatan perkawinan (Syarifuddin, 2009). Meskipun telah diatur sedemikian rupa, adanya perkawinan berakibat pada adanya suatu perceraiaan. Perceraiaan adalah ikatan perkawinan yang diputus kembali. Sehingga dalam perkawinan tersebut ada sebab - sebab yang menimbulkan suatu perceraian. Meskipun memungkinkan terjadi, perceraian harus dilakukan di hadapan pengadilan dan didasarkan atas alasan - alasan serta yang diupayakan untuk damai oleh hakim melalui nasihat - nasihat. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian putusnya perkawinan atau perceraiaan? 2. Bagaimana sebab - sebab putusnya perkawinan atau perceraiaan dapat dilakukan? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengertian putusnya perkawinan atau perceraian 2. Mengetahui sebab - sebab putusnya perkawinan atau perceraiaan D. Manfaat Penelitian Secara teori penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam khazanah keilmuan khususnya dalam bidang Hukum Islam. Secara praktis dapat menjadi kontribusi dalam mempertimbangkan perceraiaan dalam rumah tangga. 4



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perceraiaan Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian kata “perceraian” mengandung arti: perpisahan, perilah bercerai (antara suami istri), perpecahan. Secara yuridis istilah perceraian berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlakibini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam kamus Bahasa Indonesia di atas. “Putusnya Perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalm UU Perkawinan untuk menjelaskan “perceraiaan” atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki - laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Untuk perceraian itu fiqih menggunakan istilah furqah atau talak. Talak diambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah syara’, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan perkawinan. Penggunaan istilah “putusnya perkawianan” ini harus dilakukan seara hati - hati, karena untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah fiqih digunakan kata “ba-in”, yaitu satu bentuk perceraiaan yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru. Perceraiaan sendiri dalam KHI secara jelas ditegaskan dalam pasal 117 yang menyebutkan bahwa perceraiaan adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. B. Sebab - sebab Putusnya Perkawinan 1. Sebab yang Merupakan Kehendak Allah Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri memalui kematian dari salah satu pihak pihak suami maupun pihak istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula ikatan perkawinan antara suami dan istri. 2. Sebab yang Merupakan Hak Suami Suami diberi hak untuk melaksanakan sesuatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut talaq. Ilustrasi mengenai perbuatan hukum ini adalah seorang suami melontarkan ucapan kepada istri dengan salah satu kata: talaqa, saraha, 5



faraqa, atau yang semakna dengan itu. Bahkan bisa jadi menggunakan kata kiasan semisal ”pulanglah kamu” yang disertai niat dalam hati bahwa kata itu dimaksudkannya untuk pemutusan ikatan perkawinan mereka. Masalah talak menjadi hak pihak suami oleh para ulama telah disepakati, karena khitab atau pelaku kata talaqa dalam ayat alquran selalu laki - laki, jadi pelaku hukum talaq pun tentu pihak suami. Hak talaq ini dapat digunakan unuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui akad nikah harus dilandasi dengan ras cinta kasih antara dua pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada diantara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi, yang ada kemudian hanya benci - membenci, terbukalah pintu yang memberi hak talaq ini kepada suami (Kuzari, 1995). Mengikuti ketentuan Pasal 19 peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maka penggunaan hak talaq oleh suami hanya diperkenankan apabila mempunyai alasan sebagai berikut. Pasal 19 menyatakan: Perceraiaan dapat terjadi karen alasan - alasan: a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berurut - turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagi suami/istri f) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 3. Sebab yang Merupakan Hak Istri Istri diberikan hak untuk melakukan perbuatan hukum yang akan menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan. Perbuatan hukum tersebut adalah Khul’un, yang ilustrasinya dapat dicontohkan sebagai berikut. Pihak istri meminta agar pihak suami bersedia memutus ikatan 6



perkawinan, bersedia menceraikan, dan pihak istri menyediakan jumlah pembayaran yang besarnya disetujui oleh pihak suami (yang lazim paling besar tidak melebihi mahar). Bila kedua belah pihak akur maka pemutusan demikian, walaupun suami dalam sigatnya menggunakan kata talaq, dinamai khlu’ atau talaq khul’i. Unsur pokok yang menentukan bentuk perbuatan hukum ini adalah adanya kesediaan pihak istri membayar sejumlah harta kepada pihak suami. Bayarannya disebut ‘iwad. Kecuali ada perbedaan prosedur talaq yang tidak membutuhkan qobul., tetapi khulu’ membutuhkan qobul. Yang melakukan qobul bisa pihak suami bisa pihak istri, tergantung siapa yang melakukan ijab dan bagaimana bunyi ijabnya. Putusnya ikatan perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan dalam PP No. 9 tahun 1975 disebut dengan kata perceraian. Sehingga sama dengan penggunaan hak talaq oleh suami, hak khulu’ oleh istri ini pun hanya diperkenankan apabila mempunyai alasan seperti yang tersebut dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 itu. 4. Sebab Atas Putusan Pengadilan Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada di luar pihak pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak bisa melakukan inisiatif. Keterlibatannya apabila salah satu pihak, baik pihak suami atau pihak istri, mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan. Atau juga karena kepentingan hukum yang memanggil, dalam hal ini pihak ketiga, di luar suami istri, mengajukan sebagai perkara yang harus diadili oleh pengadilan. Pasal 23 UU Perkawinan menentukan bahwa mereka yang berhak mengajukan kepengadilan untuk membatalkan perkawinan selain suami dan istri (pihak yang berakad), adalah keluarga bergaris keturunan lurus keatas dari mereka, dan pejabat yang berwenang. Dalam ketentuan bahwa pengadilan tidak bisa melakukan inisiatif sebagaimana dikemukakan diatas, masih bisa ditentukan bahwa dalam pemutusan ikatan perkawinan mereka, para pihak tersebut mngikatkan diri kepada pengadilan. Kemudian tergambar bahwa upaya untuk menghindar agar suami tidak menyakiti, tidak membuat aniaya kepada istrinya, atau sebaliknya, yang paling tepat adalah melibatkan pihak ketiga dalam melakukan perceraiaan yaitu pengadilan. Beberapa bentuk aniaya yang terdapat dalam literatur fiqih dicontohkan diantaranya: 1) terabaikannya pemberian nafkah suami kepada istri 2) istri ditinggal pergi 7



3) salah satu pihak dihukum penjara 4) pemukulan jamaniah atau pemaksaan untuk berbuat dosa dan sebagainya Keempat contoh diatas dapat menjadikan sebab untuk memutuskan ikatan perkawinan menurut pandangan ulama. Tetapi tidak selalu demikian karena dalam kondisi tertentu conton nomor 1, misalnya tidak dapat dijadikan sebab kalau ternyata masih ada harta benda yang tersedia. Demikan juga contoh lainnya, pengadilanlah yang dapat menentukan apakah perginya, hukumannya, pemukulan dan lain - lain telah memenuhi criteria yang membuat mudarat atau tidak, sehingga kondisinya pada dua kemungkinan, antara bisa jadi cerai adalah yang ma’ruf atau tetap terikat yang ma’ruf.



8



BAB III HASIL PUTUSAN DAN ANALISIS A. Putusan Pengadilan Nomor 2930/Pdt.G/2017/PAJT Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam sidang Majelis telah menjatuhkan putusan atas perkara Cerai Gugat antara: Penggugat , umur 36 tahun, agama Islam,



pekerjaan Ibu rumah tangga, tempat



kediaman di Kota Jakarta Timur, selanjutnya disebut Penggugat. Tergugat, umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan Pegawai swasta, dahulu bertempat kediaman di Kota Jakarta Timur, sekarang tidak diketahui alamatnya di Indonesia, selanjutnya disebut Tergugat. Bahwa kebahagiaan yang dirasakan Penggugat setelah berumah tangga dengan Tergugat hanya berlangsung beberapa waktu saja, ketentraman rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai goyah setelah antara Penggugat dengan Tergugat terjadi perselisihan dan perteng karan secara terus menerus sejak bulan Desember tahun 2010 yang penyebabnya antara lain: 



Tergugat diketahui mempunyai banyak hutang sebelum menikah dengan Penggugat yang mana hal ini membuat Penggugat harus ikut bertanggung jawab terhadap hutang Tergugat tersebut ;







Tergugat tidak jujur terhadap Penggugat terlebih mengenai keuangan yang diperolehnya;







Tergugat telah mempunyai hubungan (berselingkuh) dengan perempuan lain; Bahwa kemudian puncak keretakan rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat



tersebut terjadi pada Februari tahun 2015 Tergugat pergi meninggalkan rumah kediaman bersama dan tidak diketahui lagi keberadaannya hingga sekarang (ghoib). Selama itu sudah tidak ada lagi hubungan baik lahir maupun batin antara Penggugat dan Tergugat. Bahwa Penggugat sudah mencari keberadaan Tergugat ke kediaman keluarga Tergugat di daerah Pondok Gede Kota Bekasi namun Penggugat tetap tidak mengetahui keberadaan Tergugat hingga sekarang. Menimbang, bahwa berdasarkan dalil - dalil Penggugat dihubungkan dengan alat - alat bukti tersebut di atas, maka Majelis telah menemukan fakta dalam sidang yang pada pokoknya: 



bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah sejak tanggal….



9







bahwa sejak Desember 2010 antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus - menerus disebabkan Tergugat mempunyai banyak hutang tanpa sepengetahuan Penggugat hingga banyak yang datang menagih hutang Tergugat di rumah Penggugat dan Tergugat, Tergugat tidak memberi nafkah kepada Penggugat







bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi pisah tempat kediaman disebabkan Tergugat pergi meninggalkan tempat kediaman bersama sampai sekarang selama 2 tahun 10 bulan dan selama itu sudah tidak ada yang berusaha untuk rukun kembali dalam rumah tangga







bahwa pihak keluarga telah berusaha mendamaikan, demikian pula Majelis hakim dalam setiap persidangan telah berupaya menasehati Penggugat agar mempertahankan rumah tangganya dengan Tegugat, namun tidak berhasil Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan hukum tersebut di atas,



maka majelis hakim berkesimpulan bahwa alasan perceraian yang diajukan oleh Peng gugat telah terbukti dan telah memenuhi unsur Pasal 39 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 huruf (b dan f), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (b dan f) Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat tersebut beralasan dan tidak melawan hukum MENGADILI 1. Menyatakan, Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir. 2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek. 3. Menjatuhkan talak satu ba'in shughra Tergugat ( Tergugat ) terhadap Penggugat ( Penggugat ). 4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu. 5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 516.000,00 (lima ratus enam belas ribu rupiah).



10



B. Analisis Berdasarkan putusan Pengadilan Jakarta Timur terkait kasus perceraian di atas dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa permasalahan yang mengakibatkan perceraian diputusakan pengadilan, diantaranya: 1. Tergugat (suami) ternyata memiliki banyak hutang yang tidak diketahui pihak penggugat (istri) semenjak sebelum pernikahan. Tergugat juga tidak jujur terhadap keuangan yang diperoleh. Sehingga banyak penagih hutang datang dan penggugat juga harus menanggung akibatnya. Hal ini juga berdampak tidak diberikannya nafkah untuk penggugat. Masalah ini merupakan pemicu perselisihan yang terjadi secara terus menerus antara kedua belah pihak tergugat (suami) dan penggugat (istri). 2. Penggugat dan tergugat akhirnya berpisah, dikarenakan tergugat pergi meninggalkan penggugat selama 2 tahun 10 bulan hingga putusan ini dikeluarkan tergugat tidak terdapat kabar yang pasti berada dimana. Dari dua permasalahan tersebut, pihak penggugat akhirnya mengajukan perceraiaan ke Pengadilan. Secara teori gugatan perceraiaan yang datang dari istri, yaitu penggugat, merupakan sebab - sebab perceraiaan atas hak yang diperoleh istri. Selain talaq dari pihak suami istri juga berhak menggugat cerai kepada suami. Istri diberikan hak untuk melakukan perbuatan hukum yang akan menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan. Perbuatan hukum tersebut adalah Khul’un, yang ilustrasinya dapat dicontohkan yaitu, pihak istri meminta agar pihak suami bersedia memutus ikatan perkawinan, bersedia menceraikan. Pengajuan talaq (Khul’un dari istri) sesuai dengan ketentuan Pasal 19 peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, penggunaan hak talaq didasarkan pada huruf (b dan f), yaitu (b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berurut - turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. (f) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dengan demikian pengajuan talaq (Khul’un) yang diajukan istri telah sesuai dengan permasalahan yang kedua belah pihak hadapi dalam berumah tangga.



11



Dalam usahanya untuk memperoleh kepastian, pihak istri juga sebelumnya telah berusaha mencari keberadaan suaminya. Namun, hal ini tidak membuahkan hasil, karena keberadaan suaminya juga tidak diketahui. Pihak keluarga juga telah menasehati untuk menempuh perdaimaan dengan pihak suami. Lagi - lagi dari pihak suami juga tidak ada itikad baik untuk menemui istri yang telah lama di tinggal tersebut. Dihadapan pengandilan pun pihak suami juga tidak menghadiri panggilan pengadilan selaku keluarga suami juga tidak mewakili. Keadaan ini memunculkan sebab lain putusnya perkawinan, adalah hak pengadilan selaku pihak yang mendapat kewenangan untuk menyelesaikan dan memutuskan perkara tersebut. Dengan banyak pertimbangan putusan ini telah sesuai dengan apa yang diinginkan penggugat untuk bercerai. Pertimbangan pengadilan juga sudah sesuai dengan kriteria dan bukti - bukti yang ada serta ditambah keterangan saksi - saksi yang didatangkan.



12



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Perceraian atau putusnya perkawinan merupakan cara terakhir yang dilakukan suami atau istri dalam usahanya mempertahankan rumah tangga yang tetap harmonis. Langkah ini dilakukan apabila serangkaian langkah - langkah pencegahan daripada perceraiaan telah coba di usahakan agar tetap memperoleh jalan keluar selain perceraian. Dari cara komunikasi, memahami satu sama lain, nasehat dari pihak keluarga, serta nasehat dihadapan pengadilan oleh hakim. Selama cara - cara preventif telah dilakukan dan tetap tidak dapat ditemukan jalan keluar, maka perceraiaan adalah pilihan untuk menghindari kemudaratan yang lebih besar. Pengadilan selaku pemutus ikatan perkawinan yang legal secara hukum mengambil peranan yang berada di tengah kedua belah pihak untuk secara proporsional menandang sebab - sebab syar’i yang berakibat diputuskannya perkara, dikabulkan atau ditolak. B. Saran Dalam memutuskan perceraian hendaknya mempertimbangkan hal - hal yang baik sebelum benar - benar berpisah. Karena perceraian adalah sesuatu yang amat di benci Allah SWT. Oleh karena itu perlu juga persiapan dalam mengarungi rumah tangga, tidak hanya persiapan secara financial, namun bekal agama, mental dan kedewasaan sangat diperlukan guna mencegah hal - hal yang tidak diinginkan khususnya perceraian



13



DAFTAR PUSTAKA



Kuzari, A. (1995). Nikah Sebagai Perikatan. semarang: Rajawali Press. Syarifuddin, A. (2009). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: AntaraFiqh Munakahat dan Undang - undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. http://mahkamaagung.go.id (Put. Nomor: 2930/Pdt.G/2017/PAJT)



14